BAB V PEMBAHASAN. penggerindaan dan pengelasan di area malting, dan finishing produk. Lokasi

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kegiatan operasional industri pengecoran logam X terdapat berbagai jenis pekerjaan yang dibagi dalam beberapa proses produksi antara lain : pola produk pemesanan, peleburan dan pencetakan di unit pengecoran logam, penggerindaan dan pengelasan di area malting, dan finishing produk. Lokasi penelitian terletak di unit pengecoran logam, dikarenakan sumber tekanan panas yang paling dominan berasal dari aktivitas peleburan dan pencetakan logam cair yang berada dalam satu unit pengecoran logam dengan sistem ruang tertutup. Jumlah populasi yang terdapat di unit pengecoran logam adalah 57 orang, sedangkan sampel minimal yang dihitung dengan rumus proporsi adalah 37 orang, namun pada saat penelitian berlangsung hanya terdapat 30 pekerja laki-laki dengan beban kerja sedang, yang sesuai dengan kriteria inklusi. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Nilai ambang batas iklim kerja (ISBB) dengan jenis beban kerja sedang yaitu 28,0 o C. Penelitian ini berlangsung selama satu hari dimulai dari jam WIB sampai selesai. Pengambilan sampel urin dari 30 responden dimulai pada jam WIB yang dilakukan oleh petugas laboratorium. Pengukuran tekanan panas (ISBB) dimulai dari jam WIB. Pengukuran tekanan 57

2 digilib.uns.ac.id 58 panas lingkungan kerja dilakukan pada 4 titik pengukuran pada unit pengecoran logam dan pengukuran tekanan panas yang dilakukan pada 30 titik pengukuran di dekat responden yang melakukan aktivitas peleburan dan pencetakan logam cair, kemudian dilakukan wawancara kepada para responden dan observasi untuk mengetahui kecukupan air minum 30 responden. B. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin Jenis kelamin yang dipilih untuk 30 sampel penelitian ini adalah lakilaki dengan persentase sebesar 100 %. Hal ini dikarenakan laki-laki 3 kali lebih besar mengalami gangguan batu ginjal daripada wanita (Purnomo, 2011). 2. Umur Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja dengan umur mulai dari 30 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, umur responden yang paling banyak muncul adalah tahun dengan persentase sebesar 63.3 %. Sedangkan 36.6 % responden lainnya berumur tahun. Sampel penelitian dipilih dengan umur mulai dari 30 tahun dikarenakan pada golongan umur tersebut tubuh berkurang kemampuannya untuk memproteksi diri dari tekanan panas (Maslachah, 2009). Selain itu, menurut Purnomo (2011), salah satu faktor terbentuknya batu saluran kemih diduga karena faktor umur dimana

3 digilib.uns.ac.id 59 penyakit ini paling sering didapatkan pada usia tahun. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa umur responden yang terendah adalah 30 tahun dan yang tertinggi adalah 60 tahun. Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan urin di laboraturium, adanya pembentukan kristal urin terdapat pada responden dengan umur terendah 31 tahun dan umur tertinggi 60 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, kristal urin lebih banyak muncul pada responden dengan umur tahun daripada responden dengan umur tahun, hal ini kemungkinan besar dikarenakan responden dengan umur tahun ditempatkan pada pekerjaan yang banyak dilakukan di area-area yang terletak dekat dengan tekanan panas. 3. Masa Kerja Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden memiliki masa kerja 6 20 tahun. Masa kerja responden yang paling banyak muncul 6 10 tahun dengan persentase sebesar 56.6 %, karena semakin lama masa kerja, maka paparan tekanan panas yang diterima tenaga kerja juga semakin besar. Hal tersebut akan meningkatkan adanya kristalisasi urin yang timbul pada pekerja setelah bekerja pada tekanan panas setelah masa kerja lebih dari 5 tahun (Maslachah, 2009). Dari hasil wawancara, diketahui bahwa masa kerja responden yang terendah adalah 6 tahun dan yang tertinggi adalah 20 tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan urin di laboraturium adanya pembentukan kristal urin paling sering muncul pada responden dengan

4 digilib.uns.ac.id 60 masa kerja 13 tahun. Hal tersebut kemungkinan besar dikarenakan responden dengan masa kerja tahun sudah lama terpapar panas dan merasa sudah terbiasa dengan tekanan panas di lingkungan kerjanya, sehingga juga mempengaruhi kebiasaan minum dalam jumlah yang tidak memenuhi standar karena sudah terbiasa dengan keadaan lingkungan kerja panas yang cukup lama. Selain itu, berdasarkan data penelitian terdapat responden dengan masa kerja 6 tahun dan umur 32 tahun yang ditemukan 100 kristal/lpb dalam urin dengan jenis kalsium oksalat. Hal ini tersebut dapat dikarenakan responden mengkonsumsi makanan yang mengandung oksalat seperti : bayam, kacang-kacangan, merica, dan teh (Bahdarsyam, 2003). 4. Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan hasil penelitian, bahwa responden yang mengalami kristalisasi urin sebanyak 12 responden dengan ukuran tubuh normal. Sedangkan yang tidak mengalami kristalisasi urin sebanyak 15 responden dengan ukuran tubuh normal, 2 responden dengan ukuran tubuh gemuk, dan 1 responden dengan ukuran tubuh gemuk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyanti (2008), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ukuran tubuh responden dengan terjadinya kristalisasi urin secara statistik (p = 0.842).

5 digilib.uns.ac.id 61 C. Uji Variabel Penelitian Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji statistik korelasi Spearman yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan kecukupan air minum dan pembentukan kristal urin. Berdasarkan pengolahan data diperoleh bahwa hubungan tekanan panas dengan kecukupan air minum dan pembentukan kristal urin pada pekerja unit pengecoran logam di industri pengecoran logam X ditunjukkan dari nilai signifikansi antar ketiga variabel, yaitu korelasi antara tekanan panas dengan kecukupan air minum tidak signifikan dengan nilai p-value sehingga p > 0.05 yang berarti tidak ada korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji, sedangkan untuk kekuatan korelasinya r = dan arah korelasi bernilai + (positif) dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah, yaitu semakin tinggi tekanan panas maka semakin tinggi kemungkinan kecukupan air minum yang harus dipenuhi. Hal ini tidak sejalan dengan teori Borghi, dkk (2008) yang menyatakan bahwa lingkungan panas mempengaruhi jumlah cairan dan elektrolit tubuh. Dalam penelitian ini, dikarenakan kemungkinan besar 30 responden sudah terbiasa dengan lingkungan kerja dan beban kerja yang telah dilakukan, hal ini ditunjukkan dengan data masa kerja 30 responden yang keseluruhan mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun. Menurut Sawka, dkk (2005), suhu lingkungan turut mempengaruhi kebutuhan air. Kebutuhan cairan di daerah dengan suhu 40 o C dapat menjadi lebih tinggi daripada di daerah dengan suhu 20 o C, sedangkan dalam penelitian ini suhu

6 digilib.uns.ac.id 62 lingkungan kerja (ISBB) kurang dari 40 o C. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara kecukupan air minum para responden tidak hanya terpenuhi dari kebiasaan minum selama 8 jam kerja per hari, namun kemungkinan besar juga terpenuhi dari luar lingkungan kerja, seperti : kebiasaan mengkonsumsi sayuran berkuah, makan buah yang banyak mengandung air, dan kebiasaan minum di rumah dalam sehari. Sedangkan korelasi antara tekanan panas dengan pembentukan kristal urin sangat signifikan dengan nilai p-value 1.3 x 10-5 sehingga p < 0.05 yang berarti terdapat korelasi yang sangat bermakna antara dua variabel yang diuji, sedangkan untuk kekuatan korelasinya r = 0.771, dan arah korelasi bernilai + (positif) yang berarti searah dengan kekuatan korelasi yang kuat, yaitu semakin tinggi tekanan panas maka semakin besar kemungkinan pembentukan kristal urin. Berdasarkan hasil penelitian, 12 responden (40%) dari 30 responden mengalami kristalisasi urin. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa seseorang lama terpapar di tempat yang panas, mengakibatkan terbentuknya kristal pada urinnya. Ditandai pada pemeriksaan urin di laboraturium, menunjukkan kristal urinnya positif (Maslachah, 2009). Selain itu, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyanti (2007), yang meneliti hubungan heat stress dengan kristalisasi urin pada pekerja binatu dan dapur di hotel X bersuhu o C yang diperoleh hasil 29.3% pekerja mengalami kristalisasi urin, dan dalam penelitian Atan, dkk (2005), yang mempelajari urinary lihtiasis pada pekerja di industri besi yang terpapar panas, diperoleh hasil 1.75% telah mengalami urinary stones. Dalam

7 digilib.uns.ac.id 63 penelitiannya, diambil kesimpulan bahwa pekerja yang terpapar panas 9 kali beresiko lebih besar menderita Lithiasis. Selanjutnya diperoleh hasil bahwa korelasi antara kecukupan air minum dengan pembentukan kristal urin adalah tidak signifikan dengan nilai p-value sehingga p > 0.05 yang berarti tidak ada korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji, sedangkan untuk kekuatan korelasinya r = , dan arah korelasi bernilai - (negatif) dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat, yaitu semakin tinggi kecukupan air minum maka semakin rendah kemungkinan pembentukan kristal urin. Hal ini tidak sejalan dengan teori Rasyid (2008) bahwa minum yang cukup dapat mencegah urin yang pekat atau berwarna, bermanfaat tidak hanya untuk mencegah kristal dan batu saluran kemih, tetapi juga dehidrasi. Berdasarkan hasil wawancara, kebiasaan minum air pada para responden diluar lingkungan kerja lebih tinggi daripada di lingkungan kerjanya selama 8 jam kerja per hari, sedangkan kecukupan air minum dalam waktu sehari semalam responden sebagian besar sudah tercukupi yang dapat dilihat dari : kebiasaan mengkonsumsi sayuran berkuah, makan buah yang banyak mengandung air, dan kebiasaan minum di rumah dalam sehari. Selain itu, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Triyanti (2007), yang menunjukkan sebanyak 29.3% pekerja mengalami kristalisasi urin, secara statistik terdapat hubungan signifikan antara variabel kebiasaan minum dengan terjadinya kristalisasi urin, dimana dalam penelitian tersebut, penilaian kecukupan air minum dengan mengambil data kebiasaan

8 digilib.uns.ac.id 64 minum responden dalam waktu sehari semalam, bukan selama 8 jam kerja per hari seperti yang dilakukan pada penelitian ini. D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan pada penelitian tentang hubungan tekanan panas dengan kecukupan air minum dan pembentukan kristal urin pada pekerja unit pengecoran logam, industri pengecoran logam X adalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya menggunakan data kecukupan air minum responden selama 8 jam kerja per hari di tempat kerja bukan kecukupan air minum responden dalam waktu sehari semalam, karena peneliti hanya mampu melakukan observasi dan wawancara di lokasi penelitian yaitu lingkungan kerja responden saja. 2. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional sehingga tidak dapat digunakan untuk meramalkan suatu kecenderungan. Dalam hal ini kecenderungan terjadinya pembentukan kristal urin pada responden yang terpapar tekanan panas, sebaiknya menggunakan desain penelitian case control agar dapat menggunakan kelompok kontrol dan kelompok yang terpapar untuk mengetahui hubungan tekanan panas dengan kecukupan air minum dan pembentukan kristal urin secara lebih akurat. 3. Jumlah populasi yang terdapat di unit pengecoran logam adalah 57 orang, sedangkan sampel minimal yang dihitung dengan rumus proporsi adalah 37 orang, namun pada saat penelitian berlangsung hanya terdapat 30

9 digilib.uns.ac.id 65 pekerja laki-laki dengan beban kerja sedang, yang sesuai dengan kriteria inklusi.