BAB V ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN RADIASI KANKER PROSTAT DENGAN EBRT PADA RS.X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN RADIASI KANKER PROSTAT DENGAN EBRT PADA RS.X"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN RADIASI KANKER PROSTAT DENGAN EBRT PADA RS.X 5.1 Perbandingan Protokol RS.X dengan Protokol Standar sebagai Acuan Terdapat perbedaan protokol yang diberlakukan di RS.X dengan standar yang ada. Tiap institusi kesehatan mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaan protokol dilapangan, baik dari segi biaya, sumber ahli, maupun teknologi. Kesemua faktor tersebut berpengaruh pada pengajuan registrasi protokol pada institusi kesehatan yang terkait. Pada RS. X, protokol yang ada bila dibandingkan dengan standar berbeda untuk tahap: 1. Tahap Pendaftaran Pasien Pada RS. X kategori etnis dan ras tidak terlalu dipermasalahkan, hal ini dikarenakan pasien yang menjalani penanganan tidak terlalu beragam dalam hal latar belakangnya, sehingga dapat dinyatakan keseragamannya. Faktor etnis dan ras pada dasarnya mempengaruhi faktor respon sel terhadap penyinaran. Hasil penelitian menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai ras Afrika lebih rentan terhadap radiasi. Tetapi alasan spesifik belum dapat diketahui kenapa ras ikut mempengaruhi respon sel terhadap penyinaran. 30

2 Tidak seperti tahapan pada protokol standar, sewaktu pasien mendaftarkan diri tidak dilakukan pemeriksaan apakah pasien mempunyai status bebas terapi hormonal atau tidak. Pasien seharusnya bebas terapi hormonal >120 hari agar tidak mengganggu jalannya penyinaran, karena perencanaan dosis awal dirancang dengan mempertimbangkan segala kemungkinan efek dan reaksi pada tubuh pasien. Apabila terapi hormonal dikombinasikan dengan penanganan radiasi, respon sel akan berbeda. Oleh karena itu perlu diketahui status pasien saat awal. 2. Kelengkapan Data Pendukung Kelengkapan data pendukung, baik berupa pemeriksaan klinis (USG, PA) dan image (CT, X-Ray ataupun MRI) dalam diagnosa awal dan perencanaan awal penanganan kanker idealnya bersifat mutlak, artinya kesimpulan diagnosa dan perencanaan awal tidak akan terjadi sebelum semua data pendukung terlengkapi, tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak berlaku. Pada RS. X data pendukung ini tidak bersifat mutlak, hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain teknologi. Pada RS. X teknologi yang dipakai antara lain berupa program ISIS dalam Treatment Planning System (TPS) yang memakai input berupa foto X-Ray. Hal ini mengartikan bahwa beberapa data pendukung memang tidak perlu diadakan dikarenakan faktor teknologi yang ada. Image berupa CT scan bukan merupakan input untuk pengolahan lebih lanjut, sehingga tanpa hasil CT scan, diagnosa dan perencanaan awal dapat dioptimalkan dengan penyesuaian teknologi yang ada. Pertimbangan lain adalah faktor resiko terhadap pasien, dengan tidak adanya 31

3 kelengkapan data yang terpenuhi, resiko terhadap pasien tidak berpengaruh. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa kelengkapan data yang mutlak membantu dalam pengambilan keputusan tanpa mempengaruhi resiko terhadap pasien secara signifikan. 3. Verifikasi Dosis Verifikasi dosis merupakan tahapan yang sangat berarti pada pelaksanaan penanganan dilapangan. Keterbatasan yang ada memaksa pihak RS. X tidak melakukan verifikasi dosis kepada pasien kanker yang ada. Keterbatasan yang ada disebabkan karena faktor waktu, biaya, banyaknya pasien, sumber material (bahan) yang kurang, serta faktor teknologi yang dipakai saat ini. Proses verifikasi dosis ini bertujuan mengefisienkan penanganan dan sebagai kontrol berkala terhadap perkembangan sel yang ada. Dengan adanya verifikasi dosis dapat diketahui apakah perencanaan dosis yang dirancang di awal benar diberikan dengan jumlah yang sama atau tidak. Apabila pada penanganan sebelumnya hasil verifikasi dosis memperlihatkan penyimpangan, maka penanganan belum dapat dilanjutkan sampai koreksi dilakukan dengan perhitungan ulang. Pihak RS. X juga sangat menyadari pentingnya proses verifikasi ini, tetapi dengan segala keterbatasan yang ada penerapannya masih mendapat kendala. 32

4 4. Pemantauan Akhir Kontrol rutin setelah penanganan selesai di lakukan minimal 6 bulan sekali, sedangkan pada protokol standar kontol rutin ini dilakukan secara bertahap dan kontinyu dengan periode tidak hanya untuk 6 bulan pertama, tetapi untuk beberapa tahun berikutnya dengan kurun waktu minimal 6 bulan pertama, kemudian 9 dan 12 bulan. Serta kontrol rutin 6 bulan sekali tiap 3 tahun sebelum kontrol setiap tahunnya untuk tahun-tahun berikutnya. Kontrol ini sangat mempunyai pengaruh dalam proses penyembuhan kanker secara total karena pada kontrol rutin ini perkembangan sel tumor dapat dideteksi secara berkala dan berkesinambungan. 5.2 Konsistensi Protokol dalam Penanganan Kanker Prostat dengan Eksternal Radiation Therapy pada RS.X Konsistensi protokol/urutan yang berlaku pada RS.X tidak berlaku secara kaku/rigid. Hal ini berarti penanganan kanker prostat untuk setiap orang dapat berbeda. Pada protokol yang ada, kelengkapan suatu persyaratan protokol seharusnya bersifat mutlak, tetapi kenyataan yang ada di lapangan membuktikan bahwa persyaratan tersebut dapat ditolerir sejauh pertimbangan dokter yang ada. Rencana awal penanganan yang diberikan dokter dapat berubah sewaktu-waktu (di-revisi). Hal ini dikarenakan dokter mempertimbangkan faktor/efek biologi pasien, baik perkembangan tumor maupun faktor resiko kesehatan pasien itu sendiri. 33

5 Secara umum konsistensi protokol tidak dapat diterapkan dapat dilihat dari berbagai faktor, antara lain: 1. Data pendukung berupa USG, PA, dan CT Scan tidak harus terpenuhi semua agar diagnosa stadium/perilaku tumor dapat ditinjau dokter. Berdasarkan protokol yang ada, kesemua data pendukung tersebut haruslah dipenuhi agar dokter dapat secara tepat menyimpulkan stadium dan perkembangan tumor yang ada. Artinya, dengan salah satu data pendukung yang ada dan dengan keyakinan dokter (bersifat subyektif), maka diagnosa awal (stadium tumor dan maksimum dosis) dapat diambil serta tanpa harus menunggu kelengkapan data pendukung, penanganan dapat dijalankan. 2. Dalam proses penanganan, perencanaan awal (pemberian fraksi dosis serta dosis maksimum) dapat berubah dengan peninjauan dokter. Oleh karena itulah, pasien diharusnya berkonsultasi dengan dokter setiap 5 kali penanganan diberikan. Hal ini dimaksudkan agar dokter dapat mengecek kesesuaian penanganan yang sedang berjalan dengan perkembangan tumor yang ada, sehingga pengecekan ini bersifat situasional. Luas lapangan penyinaran-pun dapat berubah sesuai dengan pertimbangan dokter yang bekerjasama dengan fisika medis yang ada. 3. Tindak lanjut dari penanganan pada pasien yang telah menjalani proses penanganan keseluruhan sulit di-deteksi. Kondisi pasien yang telah selesai menjalani proses penanganan tidak dapat dipastikan, apakah 34

6 perkembangan tumornya membaik atau memburuk setelah 6 bulan (setelah penanganan). Walaupun pada protokol yang ada, pasien harus kontrol rutin minimal 6 bulan (setelah penanganan), tetapi kesadaran pasien sangat kurang dalam hal ini. Akibat kesadaran pasien yang kurang terhadap pentingnya kontrol rutin setelah penanganan, maka tindak lanjut terhadap pasien tidak dapat dilakukan sama sekali. 4. Berlanjut dari poin pembahasan no.3 diatas, tidak dapat ditentukan pula apakah pasien sudah meninggal atau belum setelah proses penanganan, dan apakah proses penanganan yang telah dijalani pasien tersebut mempengaruhi kematiannya atau tidak masih tidak dapat dideteksi. Idealnya revisi-revisi tidak harus dilakukan apabila konsistensi protokol terpenuhi, hal ini dikarenakan dengan konsistensi protokol memberikan ketepatan input data secara keseluruhan dan menyeluruh. Dengan adanya ketepatan input data tersebut, proses penanganan dapat direncanakan secara tepat pula dengan sudah mencangkupi semua kemungkinan-kemungkinan yang ada saat pemberian penanganan berlangsung. Karena itulah secara ideal proses penanganan dapat dimonitoring secara baik dan kontinyu. 35

7 5.3 Analisis Fisis Terhadap Waktu Tunda Fraksinasi Pada contoh data 5 pasien dapat diketahui bahwa hanya 2 dari 5 pasien yang menjalani penanganan tanpa adanya waktu tunda. Tiga pasien mengalami waktu tunda, dengan jumlah waktu tunda yang berbeda untuk masing-masing. Waktu tunda ini terjadi akibat suatu alasan tertentu, baik dikarenakan sakit sehingga tidak dapat menjalani therapy maupun alasan yang lain. Perhitungan waktu untuk penanganan lanjutan sangat diperlukan dalam penanganan pasien kanker yang mengalami penundaan waktu (delay time) yang disebabkan karena alasan kesehatan, maupun kesengajaan tertentu. Proses perhitungan bertujuan untuk mengejar ketertinggalan dosis penanganan akibat waktu tunda yang terjadi, hal ini dikarenakan respon sel atau efek biologi akan mengalami perubahan akibat tunda yang ada, sehingga diperlukan perhitungan untuk menyesuaikan fraksi dosis sehingga total dosis pada penanganan tidak menyimpang dari perencanaan awal walaupun waktu tunda terjadi. perhitungan waktu ini meninjau aspek dosis dan proses recovery sel sehat dan sel kanker. Proses perhitungan pada RS. X diserahkan pada fisika medis dengan rujukan dokter terlebih dahulu. Secara urutan, dapat dijelaskan proses perhitungan merupakan kelanjutan dari konsultasi pasien ke dokter onkologi dan dilakukan di akhir masa penanganan. Dokter onkologi akan memeriksa kondisi pasien secara fisiologi, antara lain massa tumor yang masih dapat diperkirakan bertambah besar atau sudah berkurang dari awal sebelum penanganan berlangsung. Secara langsung, dokter tidak dapat 36

8 melakukan perhitungan dari hasil pengamatan fisiologi yang dilakukan karena tidak terlihat efek perubahan akibat waktu tunda yang terjadi, oleh karena itulah proses perhitungan diserahkan pada fisika medis. Pada RS.X metode perhitunganyang dipakai adalah metode TDF (Time Dose Factor). Perhitungan dengan metode ini tidak akurat dikarenakan perumusan pada TDF tidak terlalu peka terhadap waktu tunda yang terjadi. Konsep TDF ini berdasar pada Relative Biological Effect (RBE) pada respon sel kanker yang mengalami waktu tunda penanganan. Perumusan TDF ini adalah 9 : 0.11 T Decay Time ( DT ) = (2) T + R Formula ini memperlihatkan algoritma yang meninjau rasio perbedaan pemberian fraksinasi (faktor dosis, tanpa memperhatikan efek waktu) antara komplikasi sel normal dengan sel kanker. Selanjutnya didapat: Tambahan Fraksi ( 1 TR) = TDF ( DT xt ) (3) Dimana: T= Banyaknya fraksi yang telah diberikan sebelum terjadi tunda (hari) 9 Denekamp J, et al. Changes in the rate of repopulation during multifraction. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 1973;46:

9 R= Lamanya waktu pasien tidak disinari / waktu tunda (hari) T 1 = Nilai ekivalen dari T (didapat dari tabel TDF) (hari) DT= Decay time (hari), menggambarkan nilai biologi akibat waktu tunda TDF (Total Dose Factor)= Ekivalen total jumlah fraksi perencanaan awal (didapat dari tabel TDF) Keterangan: Tabel TDF berupa tabel ekivalen antara besarnya dosis perfraksi dengan jumlah fraksinasi: Dose/Fractination Number of Fractination (cgy) Tabel II. Tabel Ekivalen Dosis perfraksi dengan jumlah fraksinasi 10 Artinya, apabila T (banyaknya yang diberikan sebelum tunda)=10, maka nilai ekivalen dari T pada perencanaan awal 20x200 cgy adalah 33, dengan nilai ekivalen TDF=66 (karena total fraksi 20 untuk 200 cgy tiap fraksinya). 10 Denekamp J, et al. Changes in the rate of repopulation during multifraction. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 1973;46:

10 Metode ini memiliki keunggulan penerapannya yang mudah di lapangan, dikarenakan proses perhitungan ini hanya menambah jumlah fraksi pemberian dosis di akhir penanganan dan langsung melanjutkan proses penanganan tanpa merubah penanganan secara teknis. Sehingga, perumusan ini masih digunakan. Kelemahan metode ini sangatlah signifikan, hal ini dikarenakan tingkat akurasi yang rendah serta sifatnya yang terlalu umum walaupun kita telah ketahui bahwa pada masing-masing kanker mempunyai stadium, bentuk, serta karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga generalisasi rumus ini tidak berlaku. Metode TDF ini juga tidak secara spesifik memperhatikan aspek laju pertumbuhan (growth rate) sel normal dan sel kanker. Kelemahan lain dari metode ini karena metode ini tidak sensitif terhadap perubahan faktor waktu akibat tunda pasien, hal ini dapat dilihat dengan kasus pasien yang mengalami waktu tunda 2 minggu, dengan perumusan ini hanya didapat tambahan fraksi sebesar 1 kali. Hal tersebut sangatlah ganjil, karena dalam waktu yang cukup lama tersebut, sel kanker dan sel normal sudah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, sehingga akan mempengaruhi aspek penanganan keseluruhan, serta ketertingglan dosis tidak dapat terkejar dengan tambahan 1 kali fraksi karena respon sel normal dan sel kanker sudah sangat berbeda dengan perencanaan awal yang telah dibuat. Kesemua alasan diatas menyimpulkan bahwa metode ini, walaupun cukup praktis, tidak cocok untuk diterapkan pada proses penanganan pasien kanker. 39

11 Penyempunaan Metode adjustment Waktu Metode BED (Biological Effective Dose) Metode ini merupakan koreksi terhadap metode TDF secara teoritis. Dilapangannya, metode ini kerap mendapat kendala, hal inilah yang menyebabkan metode BED murni tidak dapat diterapkan dilapangan. Kendala yang utama adalah kemungkinan akan akselerasi penanganan penanganan untuk mengejar dosis yang tertunda saat pasien istirahat penanganan. Metode BED didapat berdasarkan tingkat surviving factor sel pada linear quadratic model. Pada model ini terdapat kemungkinan bahwa kerusakan yang terjadi bersifat linear dan kuadratik. Kerusakan ini terjadi pada skala rantai DNA. Kerusakan yang mungkin terjadi dapat bertipe A dan B, yaitu diilustrasikan dengan gambar dibawah ini. Gambar5. Jenis kerusakan yang mungkin ditimbulkan akibat radiasi pada DNA Edward L. Alpen Radiation Biophysics. Academic Press. California, USA 40

12 Jika yang terjadi adalah tipe A, maka jumlah sel yang rusak setelah diberi dosis D adalah = α*d, dengan α adalah faktor linear perusakan sel. α bergantung pada beberapa faktor, antara lain jenis organ, kondisi sel, dll. Dari perumusan tersebut, maka peluang yang tetap hidup (Menggunakan Distribusi Poisson): P(0;m) = e αd (4) Jika yang terjadi adalah tipe B, maka jumlah sel yang rusak setelah diberi dosis D adalah = β*d 2, dengan β adalah faktor kuadratik perusakan sel. β juga bergantung pada beberapa faktor, antara lain jenis organ, kondisi sel, dll. Dari perumusan tersebut, maka peluang yang tetap hidup (Distribusi Poisson) adalah: P(0;m) = 2 e βd (5) Dari kedua peluang tersebut, maka total peluang dari sel untuk tetap hidup adalah: P survival = e αd - 2 e βd (6) Gambar6. Kurva Perbandingan Perusakan Sel Terhadap Dosis Linear Quadratic Model Edward L. Alpen Radiation Biophysics. Academic Press. California, USA 41

13 Pemodelan diatas memakai distribusi poisson yang didapat dari pendekatan perumusan dari hasil penelitian yang didapat sebelumnya. Pemodelan ini sudah cukup optimal dikarenakan sudah menggabungkan efek waktu dan dosis pada sel dalam menjelaskan teori fraksinasi. Kerusakan tipe A merupakan kerusakan yang dapat diperbaiki, sedangkan kerusakan tipe B merupakan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki (kerusakan pada kedua rantai DNA). Perumusan Linear Quadratic Model ini merupakan pendekatan untuk memperkirakan tingkat kematian sel dengan meninjau aspek waktu selama penanganan berlangsung. Perumusan yang dipakai adalah: E d log 2 T Tk BED = nd 1 + (7) α α α Teff β Dengan E adalah energi yang tidak bergantung pada respon sel, sehingga energi bersifat konstan untuk setiap keadaan selama penanganan berlangsung. Nilai T eff dan T k merupakan parameter waktu sel spesifik yang sulit didapat, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan T pot (Waktu penggandaan potensial pada rantai DNA) sebagai pengganti T eff karena nilai T eff selalu berubah pada setiap penanganan dijalankan dan nilai T k diabaikan untuk kasus kanker yang 42

14 tidak spesifik. Sehingga perumusan BED untuk kasus penanganan dengan teknik EBRT dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut 13 : d log 2 T BED = nd 1 + (8) α α T p β Dengan: n = Banyaknya jumlah fraksi d = Dosis per fraksi (Gy) α/β = Respon sel (untuk prostat didapat faktor sekitar 3 Gy) α = Faktor linear perusakan sel (prostat sekitar 0.3 Gy -1 ) T = Waktu total penanganan yang telah dijalankan akibat tunda (hari) Tp = Waktu penggandaan potensial (Potential doubling time), Pada kanker prostat, dari penelitian didapat T p = 34 hari Perbandingan perhitunganwaktu fraksinasi berdasarkan metode TDF dan BED Dengan memakai kedua perumusan diatas, dan berdasarkan data yang didapat dari tiga pasien yang mengalami waktu tunda, maka perbandingan hasil perhitungan 13 Ashesh B Jani, Christopher M Hand, Charles A Pelizzari, John C Roeske, Lani Krauz, and Srinivasan Vijayakumar. Biological-effective versus conventional dose volume histograms correlated with late genitourinary and gastrointestinal toxicity after external beam radiotherapy for prostate cancer: a matched pair analysis. Int J Radiat Oncol Biol Phys May 13. doi: /

15 waktu menghasilkan output berupa tambahan fraksi. Hasil penambahan fraksi pada perbandingan kedua metode berbeda, hal ini dapat dilihat dari adanya faktor waktu yang ditinjau dalam metode BED selain faktor dosis, sedangkan pada metode TDF faktor waktu tidak diperhatikan. Perbedaan hasil metode ini adalah 14 : Pasien A (Waktu tunda 2 hari) Pasien C (Waktu tunda 3 hari) Pasien D (Waktu tunda 3 hari) Tambahan Fraksinasi metode TDF Tambahan Fraksinasi metode BED Tabel III. Perbedaan Tambahan Fraksi hasil Adjusment dengan metode TDF dan BED Keterangan: Perhitungan dengan BED pada perhitungan diatas merupakan perhitungan umum (peninjaun tidak dilakukan secara spesifik). Nilai hasil BED diatas cukup menggambarkan sensitivitas yang signifikan. Tambahan fraksinasi untuk ketiga pasien didapat dengan menggunakan metode BED pada proses perhitungan waktu karena penundaan waktu penanganan. Pasien A memiliki tambahan fraksinasi yang lebih kecil dibandingkan dengan Pasien C dan D dikarenakan waktu tunda Pasien A lebih cepat. Perbandingan metode ini membuktikan bahwa BED lebih sensitif dibanding TDF. 14 Lihat Appendix 44

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT)

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) 3.1 Protokol Standar Penanganan Kanker Prostat dengan Teknik EBRT 7 Protokol standar pada penanganan kanker prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Kemajuan pesat pada bidang radiotherapy telah banyak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Kemajuan pesat pada bidang radiotherapy telah banyak memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Kemajuan pesat pada bidang radiotherapy telah banyak memberikan solusi atas penanganan kanker di seluruh belahan dunia. Semakin

Lebih terperinci

Perumusan Linear-Kuadratik dan Aplikasinya Pada Radioterapi

Perumusan Linear-Kuadratik dan Aplikasinya Pada Radioterapi Perumusan Linear-Kuadratik dan Aplikasinya Pada Radioterapi Hasto Arief N,a) dan Rena Widita 1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis. Bab II. Teori Dasar II.1. Metode Monte Carlo Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis. Metode ini sering digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi namun juga untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. informasi namun juga untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, semakin banyak orang yang memanfaatkan teknologi informasi, tidak hanya untuk pemenuhan informasi namun juga untuk

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar-X 6 MV Sugianty Syam 1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah

Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar-X 6 MV Sugianty Syam 1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar- MV Sugianty Syam, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *) Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *) *) Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura Abstrak CT scan mampu menghasilkan citra organ internal (struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam bidang kedokteran, pemanfaatan

Lebih terperinci

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin ANALISIS PENGGUNAAN BOLUS PADA PASIEN KANKER DI DAERAH SUPERFISIAL YANG DIRADIASI DENGAN 6 MeV MENGGUNAKAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) Anwar Latif, Dr.Bualkar Abdullah, Prof.Dr.Dahlang Tahir, Satrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di dunia. Angka kejadian kanker payudara meningkat lebih dari 20% sejak tahun 2008.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wireless Capsule Endoscopy (WCE) secara bertahap telah digunakan di rumah sakit merupakan terobosan dalam dunia medis dunia. WCE dapat melihat seluruh gastrointestinal

Lebih terperinci

ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN TEKNIK EXTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) DALAM TINJAUAN QUALITY ASSURANCE

ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN TEKNIK EXTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) DALAM TINJAUAN QUALITY ASSURANCE ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN TEKNIK EXTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) DALAM TINJAUAN QUALITY ASSURANCE TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi

Lebih terperinci

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC Sri Rahayu*, Bidayatul Armynah**, Dahlang Tahir** *Alumni Jurusan Fisika Konsentrasi Fisika Medik FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

Profil dan Statistik Pengguna ECCT. Disusun oleh: C-Tech Labs Edwar Technology

Profil dan Statistik Pengguna ECCT. Disusun oleh: C-Tech Labs Edwar Technology Profil dan Statistik Pengguna ECCT Disusun oleh: C-Tech Labs Edwar Technology Penderita (ribuan) Profil Pengguna ECCT Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu bentuk kanker pada perempuan yang paling mematikan di dunia tetapi paling mudah untuk dicegah ( World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang timbul karena adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sel jaringan tubuh. Disebut tidak normal, karena sel-sel tumbuh dengan cepat dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah satu modalitas pemeriksaan di bidang radiologi. Pemeriksaan CT scan meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling sering dijumpai setelah penyakit

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang wanita di dunia dan

Lebih terperinci

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt Dhaniela Stenyfia Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Secondary Brain Tumor

Secondary Brain Tumor Secondary Brain Tumor Dr. Nurhayana Lubis Dr. Widi Widowati Dr. Semuel Wagio Dr. Teguh AR, SpS (K) Neuro-Onkologi Dept. Neurologi Mei 2006 Pendahuluan Lokasi yang berbeda dari otak mempunyai fungsi yang

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam. jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam. jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO Department of Gender, Women and Health mengatakan dalam jurnal Gender in lung cancer and smoking research bahwa kematian yang disebabkan oleh kanker paru-paru telah

Lebih terperinci

PEMBUATAN PROGRAM REKONSTRUKSI KONTUR CITRA 3D PADA ORGAN MENGGUNAKAN MATLAB 2008a

PEMBUATAN PROGRAM REKONSTRUKSI KONTUR CITRA 3D PADA ORGAN MENGGUNAKAN MATLAB 2008a Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 1, No. 5, Oktober 2013, Hal 213-220 PEMBUATAN PROGRAM REKONSTRUKSI KONTUR CITRA 3D PADA ORGAN MENGGUNAKAN MATLAB 2008a Siti A isyah,kusworo Adi dan Choirul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

BORON NEUTRON CAPTURE THERAPY (BNCT)

BORON NEUTRON CAPTURE THERAPY (BNCT) BAB 3 BORON NEUTRON CAPTURE THERAPY (BNCT) Boron Neutron Capture Therapy (BNCT), merupakan terapi kanker dengan memanfaatkan reaksi penangkapan neutron termal oleh isotop boron-10 yang kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian akibat keganasan di dunia, kira-kira sepertiga dari seluruh kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian akibat keganasan di dunia, kira-kira sepertiga dari seluruh kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah sel yang pertumbuhan dan penyebarannya tidak terkontrol. Pertumbuhannya menyebar ke sekitar jaringan dan dapat bermetasis pada tempat yang jauh. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para wanita adalah kanker payudara (Rahmah, 2009). Menurut data organisasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Kanker merupakan suatu peyakit yang paling ditakuti oleh masyakat karena proses penyembuhannya yang sulit, efek yang ditimbulkan dan memerlukan biaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan dewasa ini tidak bisa dipisahkan dengan teknologi yang terus berkembang. Pengembangan teknologi yang erat kaitannya dengan dunia kesehatan atau dunia

Lebih terperinci

PERSIAPAN & TERAPI RADIASI PASIEN DGN STS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

PERSIAPAN & TERAPI RADIASI PASIEN DGN STS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA PERSIAPAN & TERAPI RADIASI PASIEN DGN STS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA RADIOGRAPHER RADIOTERAPI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 1. Overview Radioterapi RSUD Dr. Soetomo 2. Modalitas Peralatan 3. Immobisasi 4. CT-Simulator

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co M. Azam, K. Sofjan Firdausi, Sisca Silvani Jurusan Fisika, FMIPA,Universitas diponegoro ABSTRACT Wedge filter usually

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara

Lebih terperinci

ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan modalitas untuk keperluan

ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan modalitas untuk keperluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan prosedur terapi. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah satu pemeriksaan penunjang di bidang radiologi. Di bidang ini pemeriksaan tersebut hanya menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 14

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 14 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan data dan informasi saat ini berkembang sangat pesat, dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan citra pada masa sekarang mempunyai suatu aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang antara lain bidang teknologi informasi, arkeologi, astronomi, biomedis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditemukannya penyakit-penyakit baru yang belum teridentifikasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditemukannya penyakit-penyakit baru yang belum teridentifikasi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran mengalami kemajuan pesat yang ditandai dengan ditemukannya penyakit-penyakit baru yang belum teridentifikasi sebelumnya. Para dokter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 perempuan diseluruh dunia

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV Oleh, Hieronimus Honorius Lada NIM: 642014801 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit kompleks yang dicirikan dengan dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol. Kanker dapat terjadi dengan berbagai

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thyroid adalah kelenjar endokrin manusia berbentuk menyerupai kupu-kupu yang terletak di bagian leher. Namun, kelenjar kecil yang memiliki fungsi yang signifikan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolon dan rektum merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis sporadik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarya secara penuh untuk membuahkan hasil yang optimal. Kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. berkarya secara penuh untuk membuahkan hasil yang optimal. Kehadiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena tanpa kesehatan yang prima, kita sebagai manusia tidak dapat berkarya secara penuh

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesalahan dalam melakukan diagnosa penyakit adalah suatu resiko kritis yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesalahan dalam melakukan diagnosa penyakit adalah suatu resiko kritis yang harus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesalahan dalam melakukan diagnosa penyakit adalah suatu resiko kritis yang harus dihadapi oleh setiap orang yang melakukan pengobatan ke rumah sakit. Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan non profit, yaitu unit usaha yang bertujuan tidak untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan non profit, yaitu unit usaha yang bertujuan tidak untuk mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit termasuk unit usaha yang tergolong dalam jenis perusahaan non profit, yaitu unit usaha yang bertujuan tidak untuk mencari keuntungan. Adapun tujuannya untuk

Lebih terperinci

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX. PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX Ajeng Sarinda Yunia Putri 1, Suharyana 1, Muhtarom 2 1 Prodi Fisika, Universitas Sebelas Maret,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PASIEN PULANG (DISCHARGE PLANNING) Mira Asmirajanti, SKp, MKep

PERENCANAAN PASIEN PULANG (DISCHARGE PLANNING) Mira Asmirajanti, SKp, MKep PERENCANAAN PASIEN PULANG (DISCHARGE PLANNING) Mira Asmirajanti, SKp, MKep A. Pengertian Discharge Planning (Perencanaan Pasien Pulang) merupakan komponen sistem perawatan berkelanjutan, pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau sering disebut juga sebagai tumor ganas (maligna) atau neoplasma adalah istilah umum yang mewakili sekumpulan besar penyakit yang bisa mengenai bagian manapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penemuan sinar-x oleh fisikawan Jerman, bernama Wilhelm C. Roentgen pada tahun 1895, memungkinkan manusia untuk pertama kalinya dapat melihat struktur internal suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC Fielda Djuita 1, Rina Taurisia 2 & Andreas Nainggolan 2 1 Kepala Unit Radioterapi 2 Fisikawan Medis RS MRCCC ABSTRAK KONTROL KUALITAS TERAPI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang ditemukan di Indonesia (Riskesdas, 2007). Hal ini seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang ditemukan di Indonesia (Riskesdas, 2007). Hal ini seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, perkiraan angka penderita kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia adalah 250

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013 Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013 Gugus tugas tenatng kemungkinan resiko patah tulang serta definisi osteoporosis

Lebih terperinci

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI Stuktur Inti Sebuah inti disusun oleh dua macam partikel yaitu proton dan neutron terikat bersama oleh sebuah gaya inti. Proton adalah sebuah partikel

Lebih terperinci

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo Merina Handayani 1, Heru Prasetio 2, Supriyanto Ardjo Pawiro 1 1 Departemen Fisika,

Lebih terperinci

Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Tri Deviasari Wulan 1, Endah Purwanti 2, Moh Yasin 3 1,2 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komite medik adalah perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola klinis) merupakan

Lebih terperinci

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi Supriyanto A. Pawiro 1, Sugiyantari 2, Tirto Wahono 3 1 Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2 Bagian Radioterapi RSUP Persahabatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi pengion (X-ray) untuk melakukan diagnosis tanpa harus dilakukan pembedahan. Sinar-X akan ditembakkan

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN SRI INANG SUNARYATI Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir Batan ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker Mutya Handayani 1,*, Dian Milvita 1, Sri Herlinda 2, Kri Yudi Pati Sandy 3 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK

ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK Kristiyanti 1, Wahyuni Z Imran 1, Lely Yuniarsari 1 1 Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN ABSTRAK ANALISIS WAKTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan militer, kini telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya : Bisnis,

BAB I PENDAHULUAN. dan militer, kini telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya : Bisnis, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan komputer dewasa ini telah mengalami banyak perubahan yang sangat pesat, seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks. Komputer yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Onkologi Radiasi (Radiation Oncology) adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dasar keilmuan onkologi secara menyeluruh mulai dari ilmu dasar onkologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan ilmu dan prinsip teknik dalam bidang medis saat ini telah mendapat banyak perhatian pada kemajuan teknologi dewasa ini. Penggabungan kemampuan desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi di bidang kesehatan juga semakin berkembang. Saat ini yang mendapatkan perhatian khusus di dunia kesehatan adalah tumor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan wawancara Riskesdas 2013 didapatkan prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4% per 1000 penduduk, dengan prevalensi kanker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak terjadi didunia dan meliputi sekitar 2,8% kasus keganasan (Jemal dkk., 2006). Kanker kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-x pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Suatu bagian dari organisasi medis dan sosial yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik

Lebih terperinci

Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method

Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method Nurul Firdausi Nuzula, Kusworo Adi, Choirul Anam 1 Physics Department, Faculty of Sciences and Mathematics, Diponegoro

Lebih terperinci

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Metha Riandini 1) DR. Ing. Farid Thalib 2) 1) Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif

a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif E BAB V: MENGENAL ANALISIS KUALITATIF Tujuan Pembelajaran a) Mengenal Analisis Kualitatif b) Mengetahui komponen Analisis Kualitatif c) Mengenal perbedaan analisis kuantitatif dan kualitatif Definisi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

Pengaruh Jumlah Dan Arah Berkas Penyinaran Pada Penentuan Margin Antara Clinical Target Volume (CTV) Dan Planning Target Volume (PTV)

Pengaruh Jumlah Dan Arah Berkas Penyinaran Pada Penentuan Margin Antara Clinical Target Volume (CTV) Dan Planning Target Volume (PTV) PROSIDING SKF 016 Pengaruh Jumlah Dan Arah Berkas Penyinaran Pada Penentuan Margin Antara Clinical Target Volume (CTV) Dan Planning Target Volume (PTV) Devi Nurhanivah 1,a), Rena Widita 1,b) 1 Laboratorium

Lebih terperinci