BAB I PENDAHULUAN. kanker yang ditemukan di Indonesia (Riskesdas, 2007). Hal ini seiring dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kanker yang ditemukan di Indonesia (Riskesdas, 2007). Hal ini seiring dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, perkiraan angka penderita kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia adalah 250 juta, maka akan ada sekitar 1.juta kasus kanker yang ditemukan di Indonesia (Riskesdas, 2007). Hal ini seiring dengan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 1995 dan riset kesehatan dasar pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular termasuk kanker adalah meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007 di mana angka ini berbanding terbalik dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit menular, yang menurun dari 44,2% menjadi 28,1% pada tahun yang sama (Kemenkes, 2012). Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga telah memperkirakan akan terjadinya peningkatan tajam dari kasus kanker baru dari 10 juta kasus pada tahun 2000 menjadi 15 juta kasus pada tahun 2020 (WHO, 2003), 70% nya di developing country termasuk indonesia. Dari jumlah tersebut, hampir dua per tiga pasien kanker mendapat terapi radiasi dalam pengobatannya di mana di Amerika sekitar 75% pasien kanker mendapat radiasi sebagai terapi utama (ASTRO, 2008). Berdasarkan data American Society Therapeutic Radiation Organization, 66% pasien kanker memerlukan radiasi selama masa sakitnya, 45% untuk 1

2 terapi kuratif dan 21% untuk terapi paliatif (ASTRO, 2008). Bila dibuat perhitungan dari perkiraan jumlah penderita kanker yang ada di Indonesia, maka penderita kanker baru di Indonesia yang memerlukan terapi radiasi adalah lebih kurang orang per tahun. Rekomendasi International Atomic Energy Agency menyatakan bahwa satu pesawat radiasi dapat melayani sekitar 500 pasien per tahun (IAEA, 2007), dengan demikian memerlukan 303 pesawat linear accelerator atau cobalt. Namun di Indonesia hanya memiliki 30 pusat radiasi dan hanya 29 pusat radiasi yang aktif dengan 42 pesawat radiasi, terdiri dari 16 cobalt dan 26 linac (data perhimpunan onkologi radiasi, Agustus, 2013). Hal ini tentunya menyebabkan kapasitas pelayanan menjadi kurang memadai. Merujuk pada standar IAEA, setiap satu tenaga dokter spesialis onkologi radiasi seharusnya melayani 250 pasien kanker per tahun (IAEA, 2007), sehingga Indonesia membutuhkan sekitar 607 dokter spesialis onkologi radiasi. Akan tetapi, Indonesia memiliki jumlah dokter onkologi radiasi yang hanya 53 orang dan, dari jumlah tersebut, empat orang sudah pensiun walaupun masih bekerja di bidang radioterapi, setiap tahun jumlah dokter onkologi radiasi bertambah 10 orang. Dengan demikian, tenaga dokter spesialis onkologi radiasi di Indonesia masih sangat kurang. Hal tersebut terjadi karena pelayanan terapi radiasi memerlukan suatu alat yang padat teknologi dan biaya tinggi. Selain itu, pendidikan onkologi radiasi pada awalnya merupakan lanjutan dari spesialis radiologi, sehingga memerlukan waktu pendidikan yang relatif lama. Sejak diresmikannya pembentukan perhimpunan dan kolegium onkologi radiasi pada 2

3 21 Agustus 2007, pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi dapat langsung dari dokter umum, hal ini telah disahkan oleh DIKTI (direktorat perguruan tinggi Indonesia) pada tahun Hal ini dapat menjadi program percepatan penambahan tenaga dokter spesialis onkologi radiasi. Perubahan ini diharapkan dapat memecahkan persoalan tersebut. Sebelumnya sebagian besar dokter onkologi radiasi di lapangan bekerja dengan dua keahlian dan hal ini menyebabkan perhatiannya kurang fokus terhadap profesi onkologi radiasi. Pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi sebagai bagian dari pendidikan dokter spesialis dengan keterampilan khusus memerlukan ketepatan tinggi dan keterampilan dengan risiko tinggi yang memerlukan metode pembelajaran yang khusus. Jika membicarakan tentang radioterapi, hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan data statistik tentang industri penerbangan, di mana perjalanan dengan pesawat terbang merupakan perjalanan yang paling aman. Pada tahun 2003, Dixon membuat sebuah analogi situasi penerbangan dengan praktik radioterapi. Radioterapi juga melayani sejumlah masyarakat dan ada keterkaitannya dengan keterampilan yang dapat disamakan dengan air traffic control bagi medical physicists, technical machine operation dengan dosimetrist atau radiation therapists, dan kemampuan pilot dalam membuat penilaian situasi misalnya dengan dokter onkologi radiasi dan disiplin onkologi lainnya. Peningkatan kualitas mesin dan sistem pendukung serta informasi mendorong seorang pilot untuk mampu menerbangkan pesawat, memasuki angkasa dengan baik dan memakai landasan pacu dengan aman (Dixon, 2003). Sehubungan dengan hal 3

4 tersebut, maka dalam pelayanan radioterapi diperlukan suatu mekanisme agar kejadian yang tidak diharapkan dapat dihindari dengan melakukan pencegahan, yaitu salah satunya dengan memberikan pendidikan melalui audit perilaku yang ditujukan bagi keamanan pasien/patient safety. Salah satu contoh audit perilaku di bidang radioterapi adalah audit eksternal yang dilakukan oleh Shakespeare (2005) di The Cancer Institute, Singapura. Pada saat itu, pusat radioterapi tersebut baru saja beroperasi dan dijalankan oleh empat dokter onkologi radiasi junior. Dari 100 kasus yang sudah disimulasi dan diambil secara acak, didapatkan beberapa kasus yang merugikan pasien. Contoh kasusnya adalah satu kasus kanker paru yang saat dilakukan radiasi, lapangan radiasi tersebut kurang 10 cm sehingga daerah radiasi menjadi lebih kecil dari seharusnya. Hal ini terjadi karena kasus tersebut tidak dilaporkan kepada dosen pembimbing. Kasus lain adalah kasus penyinaran seluruh kepala dan hal ini dilakukan dengan daerah belakang mata yang tidak ditutup dengan baik. Hal tersebut terjadi total pada empat kasus yang dilakukan radiasi. Contoh lain lagi adalah pada kasus kanker leher rahim stadium IIIb di mana dosis yang diberikan adalah hanya 54 Gy. Kasus ini seharusnya diberi brachyterapy, namun tidak diberikan walaupun alatnya tersedia. Seharusnya informasi mengenai kejadian yang tidak diharapkan dalam bidang kedokteran dapat dihindari seperti yang dilaporkan oleh Berwick dan Leape s bahwa setengah dari insiden yang tidak diharapkan dapat dicegah (Brennan, 1991: Bates, 1995: Kun, 2005). 4

5 Berdasarkan kasus-kasus di atas, berbagai teknik telah dilakukan untuk dapat meningkatkan perilaku praktik dokter, antara lain melalui continuing medical education, practical guidelines, clinical pathways dan IAEA (Quatro). Efektivitas metode ini tergantung pada cara melaksanakannya dan implementasinya. Metode-metode pembelajaran klinis biasa dilakukan dengan pemberian kuliah atau hand out yang dipadukan dengan teknik lain seperti audit dengan feedback/umpanbalik, pendapat pimpinan setempat dan sistem reminder, serta penggunaan laporan kejadian sentinel dan analisis akar permasalahan dalam program pendidikan kedokteran (Trowbridge, 2008). Audit dengan umpan balik merupakan sebuah tinjauan proses perawatan yang dilakukan klinisi terhadap pasiennya (sering dibandingkan dengan standar nasional atau standar berdasarkan bukti klinis) dengan harapan akan dihasilkan kualitas perawatan yang lebih baik. Grup Cochrane melakukan evaluasi penelitian terhadap peranan audit dengan umpan balik dan menemukan 37 penelitian kontrol terrandomisasi yang membandingkan teknik ini dengan grup kontrol non intervensi Metaanalisis yang menunjukkan audit dengan disertai umpan balik merupakan sebuah metode pendidikan kedokteran berkelanjutan yang efektif. Namun keberhasilannya bervariasi antar spesialis dan sedikit bukti spesifik yang terpublikasi dari bidang onkologi radiasi (O Brien, 2000). Salah satu penelitian audit disertai umpan balik dalam bidang onkologi radiasi adalah program pendidikan kedokteran berkelanjutan yang dilakukan terhadap dokter onkologi radiasi di National Cancer Institute Singapore terhadap 113 pasien yang dikerjakan (To) dan 118 pasien (T1) dengan hasil rata-rata 19 nilai 5

6 perilaku yang ditargetkan membaik secara bermakna yaitu dari 8,7 menjadi 9,2 dari 10 dan p = 0,0001 (Shakespeare, 2005). Audit klinis dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan ketelitian dan kepatuhan standar tata laksana pasien. Audit klinis diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dokter onkologi radiasi terhadap kesesuaian dengan protokol, meningkatkan kepercayaan diri peserta didik, meningkatkan daya berpikir kritis serta mengurangi tingkat kesalahan. Salah satu aktivitas pembelajaran adalah audit dan umpan balik dari data pasien, yang memiliki beberapa faktor dalam mempengaruhi keefektifannya pada penilaian diri sendiri. Faktor yang meningkatkan keefektifan audit ini adalah adanya data yang objektif sebagai suatu ukuran penilaian diri sendiri, sedangkan faktor yang membatasi keefektifannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Esik et al. (1999) menyatakan bahwa audit eksternal dengan umpan balik meningkatkan kualitas mutu praktik dokter onkologi radiasi. Lebih jauh, audit internal dengan umpan balik secara individu juga meningkatkan profesionalisme praktik dokter onkologi radiasi (Brundage, 1999; Shakespeare, 2005). Peneliti lain, yaitu Ishihara (2008), menyatakan bahwa proses radioterapi bersifat kompleks dan mengharuskan pengertian tentang fisika medis, radiobiologi, keselamatan radiasi, dosimetri, perencanaan terapi radiasi, simulasi dan interaksi antara radiasi dengan modalitas pengobatan yang lain. Pengobatan dengan radiasi untuk kasus kanker semakin bertambah. Sementara itu, jumlah tenaga dokter spesialis onkologi radiasi yang kompeten hanya sedikit. Sejalan dengan terbentuknya perhimpunan onkologi radiasi 6

7 Indonesia, pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi juga baru dimulai. Oleh karena itu audit klinis dengan umpanbalik difikirkan sebagai cara pembelajaran dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pelayanan radioterapi yang lebih baik dengan tenaga yang terbatas serta menjamin mutu pendidikan. Selanjutnya, sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia, beliau memperkenalkan sistem among pada pendidikan yang dilaksanakan sebagai tut wuri handayani yang hakekatnya memberikan kebebasan pada peserta didik dalam menempuh pendidikannya, tetapi bila ada hal-hal yang menyimpang pada perilaku peserta didik, perilaku tersebut perlu dikoreksi (handayani) dengan mengedepankan rasa kasih sayang. Selain itu, konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah bahwa belajar pada dasarnya meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkatkan pemahaman yang diketahui, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajari (Saefudin, 2009: Rahardjo, 2009). Audit klinis juga harus menggunakan sistem no blame policy atau tidak menyalahkan tetapi pada hasil audit harus diberikan masukan sebagai cara pembelajaran kepada peserta didik. Sehubungan dengan disertasi yang dilakukan, audit klinis dalam bidang pendidikan onkologi radiasi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di pusat pendidikan onkologi radiasi karena pada saat ini pusat tersebut merupakan satu-satunya tempat pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi di Indonesia dan sampai dengan Juli 2009 jumlah peserta didik PPDS onkologi radiasi adalah sebanyak 25 orang. Rumah Sakit Umum Pusat 7

8 Nasional Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit yang mempunyai sarana pelayanan radioterapi tipe tersier dan di Departemen Radioterapi RSUPNCM ini telah dilakukan suatu penjaminan mutu secara internasional. Penjaminan mutu secara comprehensive tersebut dilakukan oleh Quality Assurance Team for Radiation Oncology (QUATRO), yang merupakan badan International Atomic Energy Agency. Penilaian QUATRO ini adalah atas permintaan institusi dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan pasien dan menilai kesesuaian struktur dan proses dengan standar international terhadap institusi tersebut. Proses ini bukan bersifat mandatory dan tidak ditujukan untuk penilaian perorangan. Sementara itu, audit klinis yang dilakukan Royal Australia and New Zealand Radiology College of Radiologist (RANZCR) merupakan sebuah audit yang ditujukan terhadap dokter onkologi radiasi secara personal dan sudah merupakan suatu persyaratan resertifikasi seorang dokter onkologi radiasi. Dalam proses pembelajaran, peserta didik telah diperkenalkan metode pembelajaran menyerupai audit klinis dengan cara pembahasan kasus-kasus baru setiap minggu dan kasus-kasus yang telah ditentukan terapinya atau telah menjalani terapi satu atau dua kali penyinaran dalam suatu ronde besar yang dihadiri oleh seluruh staf pengajar, staf fisika medis serta petugas di bagian penyinaran maupun petugas pembuatan simulasi. Hal ini merupakan suatu metode audit klinis secara internal sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Penatalaksanaan terapi radiasi harus dikerjakan oleh tim yang terdiri dari ahli fisika radiasi, dosimetris, radiografer radioterapi dan dokter 8

9 onkologi radiasi. Hal ini mengharuskan dokter onkologi radiasi maupun peserta didik PPDS onkologi radiasi untuk membuat rekam medis dengan baik dan teliti. Dari latar belakang tersebut diatas dapat dilihat bahwa Indonesia hanya memiliki satu pusat radioterapi yang telah melaksanakan audit secara international dan beberapa pusat radioterapi yang telah dilakukan audit secara nasional. Baik audit secara international maupun nasional tidak ditujukan terhadap perseorangan tetapi terhadap institusi untuk menilai kesesuaian antara struktur dan proses yang dilakukan terhadap standar IAEA. Penelitian ini ditujukan terhadap peserta didik pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi yang pesertanya adalah dokter umum dan bukan dokter spesialis radiologi seperti yang terjadi pada waktu lalu atau merupakan strata dua. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu pilot study (penelitian percontohan) dalam bidang pendidikan onkologi radiasi sehingga hasilnya dapat dijadikan untuk mengembangkan pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi. Selain itu setelah lulus pada saat peserta didik terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya nanti mereka diharapkan dapat mengaplikasikan sistem audit klinis ini di instansi tempat mereka bekerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Di masa yang akan datang seluruh pusat radioterapi diharapkan mempunyai kompetensi perseorangan yang merata di seluruh Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Di Indonesia, fasilitas pelayanan radioterapi masih terbatas tetapi jumlah pasien yang memerlukan pelayanan melebihi kapasitas pelayanan yang ada 9

10 dan dari tahun ke tahun jumlah pasien cenderung meningkat. Dengan demikian, diperlukan perbaikan dan peningkatan pelayanan kesehatan. 2. Peningkatan pelayanan kesehatan tidak hanya terkait dengan penambahan fasilitas berupa peralatan medis saja, namun juga disertai dengan peningkatan kemampuan tenaga medis yang memadai. Dengan terbentuknya pendidikan onkologi radiasi yang langsung dari dokter umum sebagai program percepatan penambahan tenaga dokter diperlukan suatu cara pembelajaran yang dapat menjamin kualitas pendidikan yang baik sekaligus tidak mengganggu kualitas pelayanan kesehatan. 3. Sebagai salah satu bidang baru dalam kategori spesialisasi kedokteran, metode pembelajaran yang menggunakan audit yang meninjau perilaku profesional peserta didik PPDS onkologi radiasi di Indonesia secara perseorangan belum pernah dilakukan. Agar mendapatkan hasil yang memuaskan dan demi perbaikan program pendidikan, perlu dilakukan telaah dan penelitian secara langsung kepada para peserta didik yang mengikuti program pendidikan dokter spesialis onkologi radiasi, sebagai cara pengevaluasian program yang diterapkan. 4. Proses pelaksanaan terapi radiasi adalah bersifat unik, karena harus dilakukan oleh satu tim kerja dengan keterampilan tertentu dan setiap tahapan penatalaksanaannya harus dapat diukur dan didokumentasikan dengan baik dan teliti, sehingga dapat mencegah kesalahan dalam penatalaksanaan terapi pasien. 10

11 C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbaikan perilaku peserta didik PPDS dalam tatalaksana pasien setelah diberikan intervensi pembelajaran dengan audit klinis yang disertai dengan laporan audit? D. Tujuan Penelitian D.1. Tujuan Umum Mengembangkan metode pembelajaran menggunakan audit klinis dengan umpan balik secara perseorangan dalam bidang pendidikan onkologi radiasi. D.2. Tujuan Khusus D.2.1. Merancang instrumen audit klinis dengan tinjauan khusus pada perilaku perorangan. D.2.2. Mengujicobakan dan mengkaji kefektifan model pendidikan memakai audit klinis disertai umpanbalik dalam bidang pelayanan radioterapi pada peserta didik onkologi radiasi. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan: a. Audit klinis akan mengurangi kesalahan dalam proses pembelajaran peserta didik PPDS onkologi radiasi. b. Audit klinis akan meningkatkan kepercayaan peserta didik dalam proses pembelajaran dan penatalaksanaan pasien. 11

12 c. Instrumen audit klinis yang dihasilkan dapat digunakan sebagai model pembelajaran khususnya di bidang radioterapi bagi peserta didik PPDS onkologi radiasi dalam rangka penilaian formatif. d. Setelah selesai pendidikan, peserta didik akan membawa dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai audit klinis ini pada tempat kerja mereka nanti yang tersebar di seluruh Indonesia. 2. Bagi masyarakat: dengan keberhasilan audit klinis ini kualitas pelayanan akan meningkat dan diharapkan pasien akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan sesuai dengan (patient safety)/keselamatan pasien. F. Keaslian Penelitian 1. Peneliti pertama yang melakukan audit terhadap perencanaan terapi radiasi adalah Brundage pada tahun 1989 sampai dengan 1996, di Rumah Sakit Umum Kingston, Ontario, Canada. Penelitian tersebut dilakukan selama delapan tahun dalam praktik sehari-hari dengan meneliti 3052 kartu radiasi untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Hasilnya menunjukkan ketidaksesuaian terapi yang diberikan dengan rincian sebanyak 124 (4,1%) karena perencanaan yang salah, 79% berhubungan dengan kesalahan yang diperbaiki sebelum dilaksanakan radiasi, dan 110 (3,6%) tidak disetujui karena tidak sesuai dengan kebijaksanaan pengobatan radiasi. Partisipannya adalah dokter yang bekerja di Rumah Sakit Kingston tersebut. 2. Selanjutnya Shakespeare melakukan audit klinis terhadap 100 kartu radiasi pasien yang dilakukan simulasi dalam persiapan radiasi. Sementara itu audit eksternal dari RANZCR juga dilakukan dalam upaya penjaminan 12

13 mutu pelayanan dari dokter onkologi radiasi junior yang magang di The Cancer Institute Singapura (Shakespeare 2006). 3. Leong (2006) juga melakukan audit klinis terhadap 75 kartu radiasi dan 178 data pasien yang telah selesai simulasi. Setiap dua minggu audit dilakukan terhadap satu kartu radiasi untuk setiap dokter sebagai Program Pendidik Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) dan intervensi dengan memaparkan nilai audit klinis dalam setiap rapat audit. Partisipannya adalah dokter yang bekerja di Rumah Sakit National Cancer Center Singapura. 4. Peneliti lain adalah Toohey (2008) yang memaparkan perubahan item RANZCR 2003, RANZCR 2006 dan IAEA yang menggunakan audit klinis sebagai suatu CPD wajib bagi semua dokter onkologi radiasi di Australia, dengan partisipannya seluruh dokter onkologi radiasi sebagai resertifikasi. 5. Zissiadis pada Maret sampai dengan Oktober 2003 membuat instrumen audit untuk pusat radioterapi di Rumah Sakit Peter Mc Callum Cancer Institute, Perth, Australia Barat, yang terdiri dari 11 item yang hanya terdiri dari penilaian kinerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan baik oleh dokter maupun tenaga non dokter karena hanya menilai kinerja di rumah sakit tersebut. Penilaian hanya terhadap kinerja yang terdiri dari 11 item (Zissiadis, 2006). Bila diambil kesimpulan dan sintesis dari data di atas, maka penelitianpenelitian tersebut dilakukan terhadap dokter yang bekerja di departemen radioterapi dan hanya satu penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit National Cancer Center di Singapura terhadap dokter yang sedang magang di rumah 13

14 sakit tersebut. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan terhadap prosedur yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan penatalaksanaan pasien karena bidang onkologi radiasi tidak dapat mentolerir adanya kesalahan karena radiasi yang telah diberikan pada pasien tidak dapat ditarik kembali. Sementara itu, satu-satunya penelitian audit klinis yang ditujukan pada perilaku dan kinerja dokter secara perseorangan adalah penelitian Shakespeare dengan instrumen RANZR. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini merupakan satu-satunya penelitian yang menggunakan audit klinis perseorangan dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran kepada peserta didik PPDS onkologi radiasi dengan umpan balik melalui secara perseorangan dan merupakan yang pertama kali dilakukan dalam bidang pendidikan onkologi radiasi di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penelitian tersebut di atas peneliti uraikan pada Tabel 1 di bawah ini. 14

15 15

16 16

17 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diterapkannya aturan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak tanggal 1 Januari 2014 menuntut agar rumah

Lebih terperinci

PERAN FISIKAWAN MEDIS DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DI BIDANG KESEHATAN: RADIOTERAPI, RADIODIAGNOSTIK, KEDOKTERAN NUKLIR

PERAN FISIKAWAN MEDIS DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DI BIDANG KESEHATAN: RADIOTERAPI, RADIODIAGNOSTIK, KEDOKTERAN NUKLIR PERAN FISIKAWAN MEDIS DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DI BIDANG KESEHATAN: RADIOTERAPI, RADIODIAGNOSTIK, KEDOKTERAN NUKLIR Djarwani S. Soejoko Departemen Fisika FMIPA UI Depok 16424 djarwani@fisika.ui.ac.id

Lebih terperinci

Abstract. Abstrak. Keywords: medical education, radiation oncology, audit clinic, formative evaluation, quality assurance, personal behavior

Abstract. Abstrak. Keywords: medical education, radiation oncology, audit clinic, formative evaluation, quality assurance, personal behavior Penggunaan Audit Klinis Sebagai Cara Pembelajaran Untuk Meningkatkan Perilaku Peserta Didik PPDS Onkologi Radiasi Fielda Djuita**, Harsono*, Ova Emilia*, Soehartati ** *Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang, tantangan terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar didominasi oleh organisasi kesehatan yang mampu memberikan

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi:

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di dunia yaitu (12,8%), negara maju 15.6% dan di negara berkembang 13,7%, (WHO,

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak terkontrol sehingga berubah menjadi sel kanker (1). Data Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan medik. Rumah sakit yang sudah terakreditasi pun belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010) BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers atau pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan itu dapat berhasil dalam implementasinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan

Lebih terperinci

ABSTRAK TUJUAN METODE

ABSTRAK TUJUAN METODE Mengevaluasi Profesionalisme dan Keterampilan Interpersonal dan Komunikasi: Menerapkan Instrumen Evaluasi 360-Derajat pada Program Dokter Magang Anestesiologi. ABSTRAK TUJUAN Untuk menerapkan instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti kardiovaskular, stroke, kanker, diabetes mellitus, penyakit paru kronik obstruktif di banyak negara, terutama di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut tumor. Pertumbuhan tidak normal tersebut dapat terjadi di hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. disebut tumor. Pertumbuhan tidak normal tersebut dapat terjadi di hampir semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit di mana terdapat pertumbuhan sel tubuh secara tidak normal dan tidak terkontrol sehingga kemudian tampak menjadi benjolan yang disebut tumor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan nasional yang menimbulkan perubahan dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa kecenderungan baru dalam

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007 DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for Reasearch on Cancer (IARC)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 202 juta di tahun 1950 menjadi 831 juta di tahun Jumlah ini diperkirakan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. 202 juta di tahun 1950 menjadi 831 juta di tahun Jumlah ini diperkirakan akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi penduduk dunia sedang mengalami perubahan yang sangat cepat baik dari segi jumlah maupun usia. Jumlah penduduk usia lanjut telah mengalami lonjakan empat kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan RS adalah suatu topik yang senantiasa merupakan isu yang hampir selalu hangat dibahas pada berbagai seminar di media massa. Bahkan sebagian masyarakat

Lebih terperinci

DRAF PEDOMAN AUDIT KEPERAWATAN

DRAF PEDOMAN AUDIT KEPERAWATAN DRAF PEDOMAN AUDIT KEPERAWATAN AUDIT KEPERAWATAN A. Pengertian Definisi standar audit klinik menurut National Institute for Clinical Excellence (NICE) yakni merupakan proses peningkatan mutu dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT)

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT) 3.1 Protokol Standar Penanganan Kanker Prostat dengan Teknik EBRT 7 Protokol standar pada penanganan kanker prostat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Onkologi Radiasi (Radiation Oncology) adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dasar keilmuan onkologi secara menyeluruh mulai dari ilmu dasar onkologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Penyakit ini didominasi oleh wanita (99% kanker payudara terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Penyakit ini didominasi oleh wanita (99% kanker payudara terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling banyak terjadi pada wanita. Penyakit ini didominasi oleh wanita (99% kanker payudara terjadi pada wanita) dan juga berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, preventif, kuratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Kanker payudara bisa terjadi pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Kanker payudara bisa terjadi pada perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara (Kementrian Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan tumor ganas pada sel-sel yang terdapat pada

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan tumor ganas pada sel-sel yang terdapat pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan tumor ganas pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara yang paling sering terjadi pada wanita. Umumnya kanker payudara menyerang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan tujuannya, rumah sakit

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1280, 2015 KEMENKES. Bahaya Radiasi. PNS. Pekerja Radiasi. Nilai Tingkat Tunjangan. Penetapan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia yang dimulai pada tahun 1988 dengan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi dalam bidang pelayanan kesehatan telah menghantarkan tantangan persaingan dan lingkungan yang kompetitif bagi industri rumah sakit di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya sel-sel yang membelah secara abnormal tanpa kontrol dan mampu menyerang jaringan sehat lainnya. Data

Lebih terperinci

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Memahami Organisasi Pelayanan

Lebih terperinci

AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI

AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI AUDIT MUTU INTERNAL AUDIT MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI JL. RAYA TANJUNG BARAT NO. 11 PS. MINGGU JAKARTA SELATAN TELP. 021 781 7823, 781 5142 FAX. -21 781 5144

Lebih terperinci

Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI. Surabaya, 5 Agustus 2010

Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI. Surabaya, 5 Agustus 2010 INFORMASI KEMKES TENTANG PERATURAN DI BIDANG PEMBANGUNAN KESEHATA N KHUSUSNYA TERKAIT KOMPETENSI DAN KEWENANGAN TENAGA KESEHATAN DI BIDANG PELAYANAN GIGI MULUT. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat menyerang siapa saja. Kanker muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari selsel jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Hal ini terjadi karena adanya publikasi WHO pada tahun 2004 tentang penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam pencapaian keoptimalan derajat kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang jumlahnya

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL POLITEKNIK LP3I JAKARTA TAHUN 2016 ii iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv Bab I Penjelasan Umum... 2 A. Definisi dan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL (AMAI) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Baru FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi Supriyanto A. Pawiro 1, Sugiyantari 2, Tirto Wahono 3 1 Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2 Bagian Radioterapi RSUP Persahabatan,

Lebih terperinci

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes Peraturan yg menjadi acuan : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit. Definisi Komite Medik Perangkat

Lebih terperinci

Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan

Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan Wahyu Setia Budi Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Pendahuluan Fisika Medis adalah cabang fisika yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.

Lebih terperinci

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC Fielda Djuita 1, Rina Taurisia 2 & Andreas Nainggolan 2 1 Kepala Unit Radioterapi 2 Fisikawan Medis RS MRCCC ABSTRAK KONTROL KUALITAS TERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya.

Lebih terperinci

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik PERSATUAN DOKTER MANAJEMEN MEDIK INDONESIA (PDMMI) June 29, 2012 Authored by: PDMMI Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (World Health Organization, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan paliatif pada penyakit kanker merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menurunkan permasalahan yang diakibatkan oleh penyakit kanker meskipun dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI Halaman Judul Panduan. i Daftar isi. ii Keputusan Karumkital Marinir Cilandak... iii Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi di bidang jasa kesehatan selalu berkembang, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif termasuk didalamnya penyakit kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien menjadi prioritas yang utama dalam setiap pelayanan kesehatan (ECRI Institute, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien menjadi prioritas yang utama dalam setiap pelayanan kesehatan (ECRI Institute, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien menjadi prioritas yang utama dalam setiap pelayanan kesehatan (ECRI Institute, 2014). Jaminan keselamatan dari setiap orang yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang unik dan komplek, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang unik dan komplek, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang unik dan komplek, hal ini disebabkan karena Rumah Sakit merupakan institusi yang padat karya, selain mempunyai sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya (Permenkes RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan wawancara Riskesdas 2013 didapatkan prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4% per 1000 penduduk, dengan prevalensi kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Definisi Safety Surgery Safety surgery dapat diartikan dengan upaya memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi di kamar operasi. Salahlokasi,

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks merupakan kanker yang banyak. menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang wanita di dunia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memberi beban kesehatan masyarakat karena keberadaannya tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. yang memberi beban kesehatan masyarakat karena keberadaannya tersebar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu kelompok penyakit yang memberi beban kesehatan masyarakat karena keberadaannya tersebar di seluruh dunia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Tata laksana dan metoda survey akreditasi

Tata laksana dan metoda survey akreditasi Tata laksana dan metoda survey akreditasi Pelaksanaan survei Periksa dokumen yang menjadi regulasi: dokumen eksternal dan internal Telusur: Wawancara: Pimpinan puskesmas Penanggung jawab program Staf puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi, terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR1438/MENKES/PER/IX/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR1438/MENKES/PER/IX/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR1438/MENKES/PER/IX/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Curriculum Vitae Riwayat Akademis: Jabatan saat ini:

Curriculum Vitae Riwayat Akademis: Jabatan saat ini: Curriculum Vitae Riwayat Akademis: Dokter Umum FKUI, 1986 Dokter Spesialis Penyakit Dalam FKUI, 1996 Post Graduate Education in Geriatric Medicine Dept. of Geriatric & Rehab Medicine Royal Adelaide Hosp.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang timbul karena adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sel jaringan tubuh. Disebut tidak normal, karena sel-sel tumbuh dengan cepat dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957.

CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957. CURRICULUM VITAE DATA PRIBADI NAMA : DR. HARLINDA HAROEN, SP PD, K-HOM. TEMPAT TANGGAL LAHIR : CIMAHI, 26 MARET 1957. KEBANGSAAN : INDONESIA. ALAMAT RUMAH : JLN YOS SUDARSO NO 17, KAIRAGI WERU, MANADO

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PEMBUATAN CLINICAL PATHWAYS

KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PEMBUATAN CLINICAL PATHWAYS KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PEMBUATAN CLINICAL PATHWAYS RUMAH SAKIT PERTAMINA CIREBON CIREBON KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT PERTAMINA CIREBON NOMOR : T E N T A N G KEBIJAKAN PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakankanker yang terjadi karena terganggunya sistem pertumbuhan sel di dalam jaringan payudara. Payudara tersusun atas kelenjar susu, jaringan lemak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemangku kepentingan pemberi pelayanan kesehatan. Semakin tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden karsinoma kolorektal masih cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC Sri Rahayu*, Bidayatul Armynah**, Dahlang Tahir** *Alumni Jurusan Fisika Konsentrasi Fisika Medik FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit. Hal ini sangat erat kaitannya baik dengan citra rumah sakit maupun keamanan pasien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nur Hasyim Auladi Skep Ns Email : nurhasyim77@ymail.com, No. Telp. 081228112321 JL. Grafika Barat VI Rt 03 RW 08 Kel. Banyumanik. Kec Banyumanik Kota Semarang Riwayat Pendidikan 2007-2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikendalikan. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. dan dikendalikan. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan bagi orang banyak. Sebagaimana tempat kerja pada umumnya, rumah sakit juga memiliki

Lebih terperinci

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA #

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Dody Firmanda Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017 PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan

Lebih terperinci