BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya
|
|
- Liani Sucianty Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan geografis antara suatu negara dengan negara lainnya yang mengakibatkan terbatasnya pemenuhan kebutuhan suatu negara. Dengan adanya perbedaan geografis dan keterbatasan sumber daya alam inilah yang mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan suatu perdagangan antar negara guna memenuhi kebutuhan dalam negerinya tersebut. Perdagangan antar negara ini berupa perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional diatur hambatan-hambatan dan aturan-aturan yang berlaku dalam perdagangan tersebut. Hambatan-hambatan dan aturan-aturan ini diperlukan untuk menjaga dan memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan, khususnya perdagangan internasional. 5 Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antar negara terkandung dalam dokumen GATT yang ditandatangani oleh negaranegara pada tahun 1947 dan mulai diberlakukan sejak tahun Dari waktu ke 5 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional (dalam kerangka studi analitis), 2007, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 12 1
2 waktu ketentuan GATT disempurnakan melalui berbagai putaran perundingan. 6 Sejak mulai diberlakukan, GATT mempunyai misi sebagai berikut 7 : a) Menghapus quota diantara contracting parties; b) Mengurangi tariffs diantara contracting parties; c) Sebagai ajang dimana negara masing-masing dapat berkonsultasi, tempat mencari informasi, data dan kecenderungan-kecenderungan perdagangan dunia. Dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) mengijinkan pemerintah dari masing-masing negara untuk melakukan suatu tindakan dalam perdagangan internasional yang bertujuan untuk melindungi manusia, hewan atau tanaman hidup serta kesehatan, asalkan pemerintah dari masing-masing negara tersebut tidak melakukan diskriminasi terhadap barang-barang dagangan yang akan diperdagangkan. 8 Setelah melalui beberapa putaran perundingan yang panjang, pada putaran terakhir, yaitu Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang dilaksanakan pada tahun 1986 hingga tahun 1994 berhasil melahirkan organisasi perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). 9 WTO menggantikan sistem organisasi perdagangan internasional sebelumnya, yaitu General Agreement on Tariffs and Trades (GATT). 6 Ibid 7 Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm 9 8 Understanding the WTO 3 rd Edition previously published as Trading into the Future, September 2003 revised February Syahmin AK, op. cit., hlm 12 2
3 Adanya perubahan dari GATT ke WTO berdampak luas terhadap bidang hukum perdagangan internasional. 10 Selain itu, peranan WTO juga akan lebih meningkat daripada peranan GATT sebelumnya, yaitu: 11 1) Mengadministrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan Putaran Uruguay di bidang barang dan jasa, baik multilateral maupun plurilateral, serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar di bidang tarif maupun non tarif; 2) Mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan secara regular meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalu prosedur notifikasi; 3) Sebagai forum dalam menyelesaikan sengketa dan menyediakan mekanisme konsiliasi guna mengatur sengketa perdagangan yang timbul; 4) Menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya termasuk bagi negara-negara berkembang dalam melaksanakan hasil Putaran Uruguay; 5) Sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus menerus melakukan perundingan pertukaran konsesi di bidang perdagangan guna mengurangi hambatan perdagangan dunia. Meskipun negara-negara anggota WTO telah menyepakati aturan mengenai standarisasi suatu produk, namun tidak sedikit juga negara-negara anggota yang menetapkan sendiri standarnya tersebut. Pada penulisan ini, Penulis 10 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, 2009, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Syahmin AK, op. cit., hlm 55 3
4 akan mengangkat tema tentang bagaimana standarisasi perlindungan konsumen dalam negeri terhadap barang-barang dagangan yang akan masuk ke Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO tentu mempunyai dan telah melahirkan sendiri beberapa peraturan terkait perlindungan konsumen barang dagangan yang akan masuk dan akan dijadikan konsumsi di dalam negaranya. Dalam Perjanjian WTO terdapat 2 (dua) perjanjian yang mengatur tentang permasalahan kesehatan dan keselamatan masyarakat serta perlindungan bagi lingkungan hidup, yaitu Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary Agreement (SPS Agreement). Kedua perjanjian ini pada dasarnya menentukan bahwa penetapan suatu standar ini tidak boleh menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan yang tidak beralasan dalam perdagangan internasional. Technical Barrier to Trade (TBT) merupakan aturan teknis dalam perdagangan internasional mengenai standarisasi dari suatu barang yang akan diperdagangakan di suatu negara. Aturan ini dapat berupa ukuran suatu barang, kualitas suatu barang, kandungan-kandungan tertentu yang terdapat di dalam barang tersebut, dan bentuk suatu barang. Perjanjian TBT merupakan salah satu bagian dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang mengatur hambatan perdagangan internasional. Perjanjian TBT mewajibkan setiap negara anggota untuk memperlakukan hal yang sama dan tidak boleh ada diskriminasi kepada negara anggota lainnya mengenai standar, regulasi teknis dan sistem penilaian kesesuaian 4
5 dari suatu produk untuk semua produk yang akan diperdagangkan termasuk produk industri dan produk pertanian. Sementara dalam Perjanjian SPS mewajibkan suatu negara untuk menetapkan standar yang berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, dimana peraturan yang terdapat dalam Perjanjian SPS merupakan pengecualian dari Perjanjian TBT. Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) adalah segala tindakan apapun yang dapat diterapkan: 12 1) To protect animal or plant life or health within the territory of the member from risks arising from the entry, establishment or spread of pests, diseases, disease-carrying organisms or disease-causing organisms; 2) To protect human or animal life or health within the territory of the member from risks arising from additives, contaminants, toxins or disease-causing organisms in foods, beverages or feedstuffs; 3) To protect human life or health within the territory of the member from risks arising from diseases carried by animals, plants or products thereof, or from the entry, establishment or spread of pests; or 4) To prevent or limit other damage within the territory of the member from the entry, establishment or spread of pests. 12 Purwiyatno Hariyadi, SPS, TBT and Uodate in International Food Safety Regulation, Bogor Indonesia, diakses di International-Food-Safety-Regulation-FSO.pdf pada tanggal 24 November
6 Ketentuan utama dari Perjanjian SPS adalah: 13 1) Non-discrimination; 2) Scientific justification, yang meliputi: a) Harmonization; b) Risk assessment; c) Consistency; d) Least-trade restrictiveness; 3) Equivalence; 4) Regionalization; 5) Transparency; 6) Technical assistance or special treatment; 7) Control, inspection and approval procedures. Bagaimana cara membedakan bahwa tindakan tersebut termasuk ke dalam Perjanjian TBT ataupun Perjanjian SPS? Perjanjian SPS mengatur mengenai tindakan yang bertujuan untuk melindungi: 14 1) Human and animal health from food-borne risk; 2) Human health from animal or plant carried disease; 3) Animals and plants from pests or diseases; 4) The territory of a country from damage caused by pests. 13 Andrew Edewa, United Nations Industrial development Organization, diakses di Library/SPS_and_TBT/Workshop_for_Kenyan_Diplomats_Module_SPS_and_TBT.pdf pada tanggal 24 November The WTO Agreements Series: Sanitary and Phytosanitary Measures, diakses pada tanggal 17 Oktober 2014, hlm 15 6
7 Perjanjian SPS mengandung beberapa prinsip dasar, yaitu: 15 1) Mengakui kedaulatan negara (anggota WTO) untuk memberikan perlindungan kesehatan sampai pada tingkat tertentu yang dianggap tepat (level of health protection they deem appropriate); dan 2) Memastikan bahwa kebijakan SPS bukan merupakan sesuatu yang tidak perlu (unnecessary), ditentukan sewenang-wenang (arbitrary), tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah (scientifically unjustifiable), atau memberikan hambatan tersembunyi (disguised restrictions) pada perdagangan internasional; 3) Memberikan kebebasan kepada negara anggota untuk mengembangkan kebijakan dengan dasar ilmiah (scientifically based measures) untuk melindungi kesehatan publik; 4) Mengikat negara anggota untuk mendasarkan kebijakan tersebut kepada internationally established guidelines and risk assessment procedures; 5) Mengakui standar, pedoman dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh organisasi kompeten dunia, seperti Codex Alimentarius Commission, Internatinal Plant Protection Convention, International Office of Epizootics. Sedangkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Perjanjian TBT adalah: 16 1) Avoidance of unnecessary obstacle to trade; 2) Non-discrimination and national treatment; 15 Purwiyatno Hariyadi, op.cit 16 diakses pada 29 September
8 3) Harmonization; 4) Equivalence of technical regulation; 5) Mutual recognition of conformity assessment procedures; 6) Transparency. Perjanjian TBT mengatur semua yang berkaitan dengan regulasi teknik, standar sukarela dan prosedur peraturan kepatuhan untuk memastikan bahwa dapat terpenuhi, kecuali apabila tindakan ini merupakan tindakan sebagaimana yang di definisikan dalam Perjanjian SPS. 17 Tindakan TBT dapat melindungi berbagai produk, mulai dari keamanan mobil dan perlengkapan energy-saving hingga ke bentuk dari bungkus makanan. Untuk contoh yang berkaitan dengan kesehatan manusia, tindakan TBT dapat meliputi larangan kesehatan, atau pencantuman label dalam rokok. 18 Sedangkan Perjanjian SPS secara esensial merupakan perjanjian mengenai kesehatan dan perdagangan internasional. Hal ini telah meningkatkan pergerakan barang yang mungkin menimbulkan resiko penyakit. 19 Perjanjian SPS memperbolehkan negara-negara anggota WTO untuk menentukan sendiri standar keamanan dari suatu pangan dan kesehatan hewan serta tumbuhan yang akan diperdagangkan tersebut. Standar ini ditujukkan untuk melindungi kesehatan atau kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan dari risiko yang berkaitan dengan 17 The WTO Agreement Series, Op. Cit, hlm Ibid 19 data/assets/pdf_file/0007/146896/wto_sps_agreement_booklet.pdf diakses pada 5 Oktober
9 makanan atau hama atau penyakit dimungkinkan berasal dari hewan atau tumbuhan tersebut. Tujuan dari Perjanjian SPS adalah sebagai berikut: 20 1) Memberikan hak mengatur bagi anggota WTO untuk melakukan perlindungan kesehatan dimana anggota mempertimbangkan kesesuaian; 2) Untuk memastikan bahwa tindakan SPS tidak menimbulkan sesuatu yang semestinya tidak diperlukan, tanpa alasan ilmiah, tidak dapat dibuktikan secara ilmiah atau menimbulkan hambatan terselubung dalam perdagangan internasional. Perjanjian SPS memperbolehkan negara-negara anggota WTO untuk menentukan sendiri standar kesehatan yang akan diterapkan bagi barang-barang yang akan masuk ke dalam negaranya tersebut, dengan syarat negara yang menentukan sendiri standar kesehatannya harus terjustifikasi secara ilmiah dan tidak boleh mendiskriminasi negara-negara lainnya. Negara-negara anggota WTO dapat menentukan standar kesehatan yang lebih tinggi berdasarkan penilaian yang wajar tentang risiko (risk assessment) yang muncul selama pendekatan yang dibuat itu sifatnya konsisten dan tidak sewenang-wenang. 21 Untuk mencapai tujuannya tersebut, Perjanjian SPS mendorong negara anggota untuk menggunakan standar internasional, pedoman dan rekomendasi internasional yang berlaku. Negara anggota dapat mengadopsi Perjanjian SPS &&idsubsubcat=18 diakses pada 30 September Dina W. Kariodimedjo, Persetujuan-persetujuan dalam WTO (TBT, SPS, AoA, RoO), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 9
10 dengan tingkatan yang tinggi atau menyediakan standar sendiri yang dapat dibuktikan secara ilmiah. 22 Kesamaan standar kualitas inilah yang menjadikan salah satu faktor paling penting yang harus diperhatikan oleh suatu negara dalam hal memberlakukan standar keamanan, kesehatan dan keselamatan bagi manusia, hewan dan tumbuhan atas hasil produknya. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO secara yuridis harus mengikuti semua peraturan yang terdapat dalam WTO, salah satu perjanjian tersebut adalah Sanitary and Phytosanitary Agreement. Pelaksanaan Perjanjian SPS di Indonesia terdapat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, yang berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, atau produk hukum lainnya yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, menjadi salah satu tindakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk melindungi konsumen dalam negerinya dari produk impor yang beredar di Indonesia, serta sebagai standar yang harus dipenuhi baik oleh produsen dalam negeri maupun produsen luar negeri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: &&idsubsubcat=18, Op.cit 10
11 1. Bagaimana pelaksanaan Sanitary and Phytosanitary sebagai upaya perlindungan konsumen 2. Apa saja faktor dan hambatan yang dijumpai dalam penerapan Sanitary and Phytosanitary Agreement sebagai upaya perlindungan konsumen di Indonesia 11
Pelatihan SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Untuk Food Safety Officer Badan POM RI; Jakarta Oktober TBT Technical Barriers to Trade
SPS & TBT Technical Barriers to Trade Sanitary and Phytosanitary Meaures Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu & Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciSoutheast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center
SPS, TBT & UPDATE IN INTERNATIONAL FOOD SAFETY REGULATION Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu & Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang
Lebih terperinciLatar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional
Lebih terperinciFood Regulations & Standards
Food Regulations & Standards Introduction The legal requirements for food safety and food quality have been established by many national governments, with the objective of protecting consumers and ensuring
Lebih terperinciBAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10
BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian
Lebih terperinciBAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)
BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan salah satu faktor sentral, bagi negara berkembang maupun negara maju untuk memusatkan kekuatan ekonominya, hal ini tidak lepas dari tingginya tuntutan
Lebih terperinciPedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan
Lebih terperinciConduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947
BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.
ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan
Lebih terperinciArtikel 22 ayat 1, DSU Agreement.
BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
Lebih terperinci2016, No Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanama
No.468, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Sanitary and Phytosanitary. Perjanjian. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PERMENTAN/KR.100/3/2016 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.
No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para
Lebih terperinciBAB III PENGATURAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE DALAM WTO DAN GOOD REGULATORY PRACTICE
35 BAB III PENGATURAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE DALAM WTO DAN GOOD REGULATORY PRACTICE 3.1 Technical Barrier to Trade (TBT) dalam WTO Kemajuan dalam penurunan tarif yang telah dilakukan oleh GATT/WTO
Lebih terperinciOleh : Komang Meilia In Diana Putri Pratiwi Edward Thomas Lamury Hadjon Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
PERAN WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP KASUS TINDAKAN FITOSANITASI IMPORT APEL SELANDIA BARU OLEH AUSTRALIA Oleh : Komang Meilia In Diana Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)
PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) Oleh: Hasan Basri, S.H. WTO dewasa ini telah menjadi organisasi internasional yang sangat dominan dalam membentuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinciPengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1
Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa
64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam
Lebih terperinciSEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009
BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana negara-negara di dunia saat ini
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014
EFEKTIFITAS PERAN DAN FUNGSI WTO (World Trade Organization) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Thor B. Sinaga PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan perekonomiaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA SARINGAN UNTUK SUMUR AIR TANAH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION
PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection
Lebih terperinciDUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciIsu Prioritas - Standar (SNI)
1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia
Lebih terperinciStandardisasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? Purwiyatno Hariyadi
disasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? SEAFAST Center, LPPM - Institut Pertanian Bogor www.seafast.ipb.ac.id Disampaikan pada Rapat CODEX di Badan Satandarisasi Nasional, Republik
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:
674 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab-Bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa: A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam hukum Islam dan sertifikasi
Lebih terperinciKesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari
Program Pengembangan Kapasitas dalam Sanitari dan Fitosanitari Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari Mengapa Anda Perlu Ketahui Pemerintah Australia Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping
Lebih terperincihambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l
BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi
66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi
Lebih terperinciIMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL
Prawitra Thalib: Implikasi Prinsip Most Favoured Nation 35 IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib, SH.,MH. Anwar Rachman dan rekan,
Lebih terperinciRESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari
RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha ke arah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda
Lebih terperinciTUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI
TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,
Lebih terperinciAspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa
Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI
Lebih terperinciPEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun
Lebih terperincikata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG ASING YANG ADA DI INDONESIA 1 Oleh : Maria Oktoviani Jayapurwanty 2 ABSTRAK Benda dalam arti kekayaan atau hak milik meliputi benda berwujud dan benda
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA
Lebih terperinciPENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI
PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI Oleh Ida Ayu Reina Dwinanda I Ketut Wirawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This article
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat cepat mengakibatkan semakin kuatnya tingkat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, dimana teknologi informasi dan transportasi berkembang sangat cepat mengakibatkan semakin kuatnya tingkat interdependensi dan ketergantungan
Lebih terperinciUU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)
Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna
Lebih terperinciBAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN
BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Departemen perdagangan adalah departemen dalam pemerintahan indonesia yang membidangi urusan perdagangan. Departemen perdagangan dipimpin oleh
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinci2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1166, 2014 KEMENTAN. Karantina Hewan. Pemasukan. Pengeluaran. Benih Hewan. Tindakan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104/Permentan/OT.140/8/2014
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional
Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION
ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) PADA KASUS US-CLOVE CIGARETTES (TOBACCO CONTROL ACT) 2012 DIPANDANG DARI PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT (PERLAKUAN
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi
Lebih terperinciPERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN
PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan kepada konsumen.
Lebih terperinci2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.
No.209,2010 BERITA NEGARA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR : 05/M-DAG/PER/2/2010 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 16/M-DAG/PER/5/2009
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 111, 214 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Ban. Wajib. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 68/M-IND/PER/8/214
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan kemenangan pihak sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional. Pembentukan
Lebih terperinciStandar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional
UNECE INTERNATIONAL WORKSHOP ON SEED POTATOES Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional PIER GIACOMO BIANCHI ITALY Chairman of the UNECE Specialized Section on Standardization of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan
Lebih terperinciPERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI
BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2006 Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuh-tumbuhan. (Suharto, S.H., M.A.
KATA PENGANTAR Dengan diiringi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuh-Tumbuhan UU No. 16 Tahun 1992 yang merupakan penugasan dari
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENGKAJIAN HUKUM IMPLEMENTASI RATIFIKASI KONVENSI MENGENAI KESEHATAN MANUSIA, HEWAN, DAN TANAMAN DALAM WTO
LAPORAN AKHIR PENGKAJIAN HUKUM IMPLEMENTASI RATIFIKASI KONVENSI MENGENAI KESEHATAN MANUSIA, HEWAN, DAN TANAMAN DALAM WTO Disusun oleh Tim Di bawah pimpinan Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, SH, MH BADAN PEMBINAAN
Lebih terperinci2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2011 BADAN STANDARDISASI NASIONAL. Pedoman Standardinasi Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciSISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION
SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION PUSAT KARANTINA TUMBUHAN BADAN KARANTINA PERTANIAN TAHUN 2010 Pedoman In Line Inspection 0 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciKata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri
TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI DAN PAJAK IMPOR DALAM INDUSTRI TELEPON GENGGAM DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT FIKY MARTINO 1287032 ABSTRAK Prinsip National Treatment
Lebih terperinciDhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.
Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Bersamaan dengan adanya globalisasi dunia, batas antar negara semakin memudar. Karena secara tidak langsung dengan adanya globalisasi, perlahan-lahan dunia terpaksa
Lebih terperinciKeywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly
KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I
Lebih terperinci2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENGESAHAN. KONVENSI. Rotterdam. Bahan Kimia. Pestisida. Berbahaya. Perdagangan. Prosedur Persetujuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 72)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap
Lebih terperinciPUSAT KEPATUHAN, KERJASAMA DAN INFORMASI PERKARANTINAAN
RKT (Rencana Kinerja Tahunan) TA 2015 PUSAT KEPATUHAN, KERJASAMA DAN INFORMASI PERKARANTINAAN BADAN KARANTINA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam hal peningkatan
Lebih terperinciWORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI /
WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ 1206183161 KEN SWARI MAHARANI / 1206307164 World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia, berlaku efektif 1 Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu aktivitas ekonomi yang telah sangat tua dan berperan penting dalam menjalankan roda kehidupan suatu negara. Nopirin menyatakan
Lebih terperinci2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2
No.1452, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Kaca. Wajib.SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-IND/PER/9/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita
Lebih terperinciWTO MELINDUNGI KEPENTINGAN DOMESTIK NEGARA ANGGOTANYA SECARA OPTIMAL Sulistyo Widayanto 1
WTO MELINDUNGI KEPENTINGAN DOMESTIK NEGARA ANGGOTANYA SECARA OPTIMAL Sulistyo Widayanto 1 (Artikel ini telah dimuat di dalam Jurnal Tinjauan Perdagangan Indonesia, TMDI, Kementerian Perdagangan RI, EDISI
Lebih terperinciINSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pada saat ini, ada beberapa organisasi internasional yang mencoba untuk mengatur teknologi informasi, diantaranya the United Nations
Lebih terperinci