II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita II ( ) dengan peningkatan produksi maupun volume ekspor mencapai persen dari total produksi yang dihasilkan 3. Peningkatan volume ekspor tersebut secara langsung dipengaruhi oleh tingginya konsumsi CPO dunia sebagai salah satu minyak nabati dengan pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun melampaui volume perdagangan jenis minyak nabati lainnya 4. Adapun perkembangan konsumsi CPO dunia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Konsumsi CPO (crude Palm Oil) Dunia Tahun Tahun Volume Impor (kg) Pertumbuhan (%/thn) ,658,906, ,692,292, ,385,857, ,721,227, ,789,846, ,923,447, ,392,092, ,862,800, ,538,504, ,110,899, ,901,496, Rata-rata pert/thn 14,21 % 14.21% Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah) Berdasarkan Tebel 4, dapat disimpulkan bahwa konsumsi CPO dunia mengalami peningkatan volume ekspor dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14,21 persen per tahun pada tahun Menurut Sitorus (2009), dalam perkembangannya konsumsi CPO dunia secara umum digunakan sebagai bahan 3 4 Abidin Z Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen 6: Loc.cit 12

2 pangan dan non pangan serta sebagai sumber energi alternatif (bio fuel). Tingginya konsumsi CPO dunia dalam memenuhi kebutuhan nabati dan energi tersebut memberikan andil dalam peningkatan ekspor CPO Indonesia. Hal ini digambarkan secara jelas dalam peningkatan volume dan nilai ekspor CPO Indonesia tahun seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia Tahun Tahun Nilai Ekspor (US $) Volume Ekspor (Kg) ,438,245 1,817,664, ,409,025 1,849,142, ,998,644 2,804,792, ,062,214,890 2,892,130, ,444,421,828 3,819,926, ,593,295,437 4,565,624, ,993,666,661 5,199,286, ,738,651,552 5,701,286, ,561,330,490 7,904,178, ,702,126,189 9,566,746, ,649,965,932 9,444,170,400 Pert/thn 14.44% 20.92% Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah) Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa terjadi pertumbuhan ekspor CPO Indonesia periode tahun baik dilihat dari nilai ekspor maupun volume ekspor dengan pertumbuhan volume ekspor sebesar 20,92 persen dan nilai ekspor sebesar 14,44 persen. Tabel 5 juga menyajikan informasi mengenai perbandingan perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor CPO yang digunakan untuk melihat pengaruh harga CPO dalam perkembangan ekspor CPO Indonesia. Pada periode tahun terjadi peningkatan volume ekspor CPO sebesar kg pada tahun 2008 menjadi kg pada tahun Pada periode yang sama, terjadi penurunan dalam nilai ekspor CPO sebesar US $ pada tahun 2008 menjadi US $ pada tahun Begitupula ditunjukkan oleh perkembangan ekspor CPO pada periode Hal tersebut membawa pemahaman bahwa peningkatan volume 13

3 ekspor tidak selalu berbanding positif dengan peningkatan nilai ekspor akibat terjadinya fluktuasi harga CPO. Perkembangan harga CPO di tingkat BKDI dan di tingkat dunia tahun dapat dilihat pada Gambar 6. US $ / Kg BKDI Dunia Gambar 6. Perkembangan harga CPO di Tingkat BKDI dan Dunia Tahun Sumber : UN Comtrade, 2011 (diolah) Berdasarkan informasi dari Gambar 6, perkembangan harga CPO baik di tingkat BKDI (Bursa Komoditi Derivatif Indonesia) maupun di tingkat dunia menunjukkan trend yang meningkat selama 10 tahun terakhir. Pada gambar 6 dapat diketahui pula bahwa harga CPO di tingkat BKDI cenderung mengikuti pola sebaran harga di tingkat dunia dengan gap tertinggi pada tahun 2000 sebesar 0,06 US $/kg. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat harga CPO di BKDI merupakan salah satu acuan dalam penetapan harga CPO dunia. Peningkatan harga CPO di tingkat dunia berdampak langsung terhadap peningkatan produksi CPO Indonesia. Menurut Sitorus (2009), sejalan dengan konsep penawaran, maka produksi CPO Indonesia akan meningkat seiiring dengan peningkatan harga CPO dunia. Adapun perkembangan produksi CPO Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. 14

4 Tabel 6. Perkembangan Produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia Tahun Tahun Bentuk Usaha (Ton) PR PBN PBS Total ,905,653 1,460,954 3,633,901 7,000, ,798,032 1,519,289 4,079,151 8,396, ,426,740 1,607,734 4,587,871 9,622, ,517,324 1,750,651 5,172,859 10,440, ,847,157 1,617,706 5,365,526 10,830, ,500,769 1,449,254 5,911,592 11,861, ,783,088 2,313,729 9,254,031 17,350, ,358,389 2,117,035 9,189,301 17,664, ,923,042 1,938,134 8,678,612 17,539, ,247,979 1,961,813 9,431,089 18,640, * 7,774,036 2,089,908 9,980,957 19,844,901 Pert/thn 12.65% 2.38% 8.92% 9.42% Keterangan : *) angka sementara Sumber : Direktoran Jenderal Perkebunan, 2011 Perkembangan produksi CPO Indonesia tahun pada Tabel 6 dihitung berdasarkan bentuk pengusahaan yang terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Nasional (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) dengan persentase pertumbuhan produksi sebesar 12,65 persen (PR), 2,38 persen (PBN) dan 8,92 persen (PBS). PR merupakan bentuk pengusahaan CPO yang mengalami pertumbuhan produksi tertinggi yaitu sebesar 12,65 persen per tahun meskipun jumlah produksi totalnya masih di bawah PBS. Adapun jumlah produksi masing-masing pengusahaan adalah 36,25 persen, 13,29 persen dan 50,46 persen terhadap total produksi tahun Hal tersebut disebabkan oleh tingginya produktivitas CPO pada pengusahaan CPO di Indonesia 6. Saat ini Indonesia adalah penghasil CPO terbesar di dunia mengungguli Malaysia sejak tahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011 (diolah) Abidin Z Op.cit. Hlm 12 Loc.cit 15

5 2.3. Tinjauan Umum World Trade Organization (WTO) World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negaranegara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya (Sitorus 2009). Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tarifs and Trade (GATT) atau Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional. Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan plurilateral (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tarif (Sitorus 2009). 16

6 Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama Putaran Perdagangan (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional. Adapun beberapa putaran perdagangan sebagai cikal bakal terbentuknya WTO dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Putaran Perdagangan (Trade Round) Menuju Terbentuknya WTO Tahun Tempat (Nama) Pokok Cakupan Jml. Negara 1947 Geneva Tariffs Annecy Tariffs Torquay Tariffs Geneva Tariffs Geneva (Dillon Round) Tariffs Geneva (Kennedy Round) Geneva (Tokyo Round) Geneva (Uruguay Round) Tariffs and anti-dumping measures Tariffs, non-tariff measures, framework agreements Tariffs, non-tariff measures, rules, services, intellectual property, dispute settlement, textiles, agriculture, creation of WTO, etc Sumber : World Trade Organization (2006) diacu dalam Widayanto (2007) Persetujuan-persetujuan WTO mencakup bidang pertanian, tekstil dan pakaian, jasa keuangan, telekomunikasi, standardisasi industri, peraturan Sanitary and Phytosanitary, hak atas kekayaan intelektual dan lain-lain. Walaupun terdapat banyak persetujuan dalam WTO, beberapa prinsip dasar di bawah ini terkandung dalam persetujuan-persetujuan tersebut (Widayanto 2007). a. Perlakuan sama terhadap semua mitra dagang (Most Favored Nation-MFN) Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasi mitra-mitra dagangnya. Keringanan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. Meskipun demikian terdapat pengecualian yang diperbolehkan. Salah satu contohnya adalah negara-negara 17

7 anggota yang membentuk persetujuan perdagangan bebas diperbolehkan untuk tidak memberikan preferensi yang sama untuk negara di luar kelompok ini atas komitmen penurunan tarif barang. Pada bidang jasa, sebuah negara diperbolehkan melakukan diskriminasi dalam batas dan kondisi tertentu. b. Perlakuan Nasional (National Treatment) Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang impor dan lokal, paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. Perlakuan nasional yang meliputi bidang barang, jasa dan hak atas kekayaan intelektual tersebut diterapkan pada saat suatu produk memasuki pasar domestik. Prinsip National Treatment tercantum dalam tiga persetujuan utama WTO (pasal 3 GATT, pasal 17 GATS dan pasal 3 TRIPs). Masing-masing persetujuan tersebut mempunyai perbedaan dalam implementasi prinsip dimaksud. Namun demikian, pengenaan bea masuk terhadap barang impor bukan merupakan pelanggaran terhadap perlakuan nasional, bahkan jika produk-produk lokal tidak dikenakan pajak yang setara. c. Transparansi (Transparency) Negara anggota wajib bersikap terbuka/transparan mengenai berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan. Untuk mendukung prinsip ini, negara anggota wajib menotifikasi segala kebijakannya yang terkait dengan perdagangan dan dilengkapi dengan mekanisme tinjauan kebijakan perdagangan dari masing-masing anggota WTO secara periodik. Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture) atau AoA sebagai salah satu persutujuan hasil putaran Uruguay yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmenkomitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif. Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan 18

8 berbeda (special and differential treatment) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut. Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor. a. Akses Pasar Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat signifikan. Perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui : (i) akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas. Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah diikatnya tarif pada tingkat maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket tarifikasi yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama. Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15% untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum 19

9 10% untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif. b. Subsidi Domestik Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi perdagangan (green box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (amber box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen. Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam green box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi yang disebut de minimis. c. Subsidi Ekspor Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan fleksibilitas hilir (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah dilarang Penelitian Terdahulu Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap determinan perdagangan Billateral Indonesia. Adapun determinan yang dimasukan kedalam model meliputi pendapatan nasional 20

10 (GDP), jarak, populasi, kesamaan ukuran perekonomian, perbedaan relatif faktor endowment, dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas. Berdasarkan hasil estimasi penelitian tersebut diperoleh uji signifikansi model yang menyatakan bahwa konstanta tidak sama untuk semua unit tetapi slopenya sama. Hal tersebut dibuktikan melalui F-Test dengan hasil perhitungan F hitung sebesar 12,03325 lebih besar dari F-tabel (19.119) dengan α = 5% sebesar 1,69 yang berarti model metode Fixed Effect Model (FEM) lebih tepat dibandingkan metode common effect model (CEM) dan lebih tepat dari metode Random Effect Model (REM) karena jumlah data croos section (10) lebih besar dari data time series (7) dengan pengambilan sampel yang tidak acak. Berkaitan dengan tanda koefisien, semua hasil estimasi konsisten dengan teori mengaenai Gravity Model. GDP dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif dengan perdagangan bilateral, variabel jarak sebagai proksi bagi biaya produksi berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif didukung oleh fakta bahwa sebagian besar perdagangan dunia terutama negara-negara industri merupakan pertukaran produk yang meliputi perdagangan intraindustri, variabel kesamaan ukuran ekonomi (endowment) tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral dengan keinkonsistenan teori H-O dengan fenomena perdagangan intra industri, variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif terhadap perdagangan bilateral dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral. Yuniarti (2008) dalam penelitiannya mengenai potensi perdagangan global Indonesia dengan pendekataan Gravity Model mengemukakan bahwa hasil estimasi Gravity Model dapat digunakan untuk memprediksi potensi perdagangan bilateral yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan ekspansi negaranegara tujuan ekspor. Pengukuran potensi perdagangan bilateral dilakukan dengan membagi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model. Pada hasil estimasi, secara bersama-sama variabel inpenden menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel pada derajat keyakinan 99 persen yang ditunjukkan oleh nilai F hitung (21,424) lebih besar dari F tabel (6,103) pada α 5% = 2,18. 21

11 Adapaun pada signifikansi variabel independen, penelitian ini menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap perdagangan bilateral antara lain, pendapatan, variabel kesamaan ukuran perekonomian, kesamaan keanggotaan dalam APEC, dan koloni wilayah jajahan berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral antara lain, variabel total populasi, kesamaan keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas wilayah. Dalam pengukuran potensi perdagangan berdasarkan rasio dari hasil estimasi Gravity Model terdapat temuan pada 10 negara mitra dagang utama Indonesia yang menunjukkan kondisi over trade (melebihi potensi) dan under trade (berpotensi). Kondisi over trade dicapai pada hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara antara lain, Australia, Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda dan India. Sedangkan kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan China. Penelitian oleh Sitorus (2010) dengan topik Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) menyimpulkan bahwa model panel data yang digunakan dalam estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao dan CPO adalah model pooled Least Square atau PLS tanpa uji Chow. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian Fixed Effect Model dengan data yang digunakan sehingga terjadi near singular matrix. Adapun variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kakao dari negara importir ke negara tujuan ekspor adalah variabel populasi negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) sedangkan variabel GDP negara pengimpor (GDPi) memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, dan GDP negara pengekspor (GDPj), nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Sedangkan variabel yang signifikan pada ekspor CPO adalah variabel GDP negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata. Hadi (2010) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan dengan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif menjelaskan potensi ekonomi negara 22

12 tujuan pada masa yang akan datang dari perdagangan pisang dan mangga sedangkan metode kuantitatif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kedua komoditas tersebut menggunakan Gravity Model dengan variabel-variabel penariknya antara lain pendapatan per kapita negara tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di negara tujuan ekspor, dan ekspor komoditi ke negara tujuan satu tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil perhitungan Chow Test, maka metode yang sesuai dalam Gravity Model aliran perdagangan pisang Indonesia ke negara tujuan ini adalah Metode Pooled Least Square. Secara keseluruhan metode tersebut telah memenuhi pengujian asumsi model, yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Berdasarkan hasil analisis aliran perdagangan pisang Indonesia, diperoleh R2 sebesar 93,73 persen. Berdasarkan uji t, diperoleh variabel yang nyata pada taraf lima persen, yaitu harga pisang Indonesia di negara tujuan (Pj) dan volume ekspor pisang dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (Xij-1). Variabel yang nyata pada taraf sepuluh persen yaitu pendapatan per kapita negara tujuan (Yj). Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu populasi negara tujuan (Nj), jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan (Dij) dan nilai tukar mata negara tujuan terhadap Dollar Amerika (ERj). Berdasarkan sintesis dari penelitian-penelitian terdahulu diatas, dapat disimpulkan bahwa metode Pooled Least Square dan Fixed Effect Model adalah metode yang paling sering digunakan baik berdasarkan kriteria uji maupun dari penarikan kesimpulan berbasiskan jenis data. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dari penelitian-penelitian tersebut meliputi GDP, kesamaan ukuran perekonomian, nilai tukar, populasi, harga dan pendapatan per kapita juga variabel non ekonomi seperti keanggotaan dalam AFTA dan jarak. Sehingga dalam penelitian ini akan dititik beratkan pada analisis variabel-variabel yang berpengaruh nyata diatas. Adapun ringkasan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8. 23

13 Tabel 8. Ringkasan Penelitian Terdahulu Judul (Penulis, Tahun) 1. Determinan Perdagangan bilateral Indonesia dengan Pendekatan Gravity Model (Yanuarti, 2007) Ringkasan : a. Model yang digunakan adalah Fixed Effect model. b. Tanda koefisien dan signifikansinya : - GDP dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif. - variabel jarak berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral. - variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif. - variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif. - keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh. 2. Potensi Perdagangan Global Indonesia dengan Pendekataan Gravity Model (Yanuarti, 2008) Ringkasan : a. Model yang digunakan adalah Fixed Effect model. b. Tanda koefisien dan signifikansinya : - Pendapatan, Kesamaan ukuran perekonomian, Kesamaan keanggotaan APEC, dan koloni wilayah jajahan berpengaruh positif dan signifikan. - variabel total populasi, kesamaan keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas wilayah berpengaruh negatif dan signifikan. c. Kondisi over trade antara lain, Australia, Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, belanda dan India. d. Kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan China. 3. Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi). (Sitorus, 2009) Ringkasan : a. Model yang digunakan adalah Pooled Least Square. b. Tanda koefisien dan signifikansinya : - ekspor kakao : populasi negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) berkorelasi positif dan signifikan. - ekspor kakao : GDP negara pengekspor (GDPj), nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan signifikan. - ekspor CPO : variabel GDP negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan pengimpor serta jarak berpengaruh signifikan. 4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Pisang dan mangga Indonesia ke Negara Tujuan (Hadi, 2009) a. Model yang digunakan adalah Pooled Least Square. b. Tanda koefisien dan signifikansinya : - harga pisang Indonesia di negara tujuan (Pj) dan volume ekspor pisang dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya (Xij-1) berpengaruh signifikan (5%) dan pendapatan per kapita negara tujuan (Yj) (10%). 24

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data sekunder baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder kuantitatif terdiri dari data time series dan cross section

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) EMPAT NEGARA MITRA DAGANG UTAMA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL

ANALISIS POTENSI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) EMPAT NEGARA MITRA DAGANG UTAMA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL ANALISIS POTENSI EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA KE EMPAT NEGARA MITRA DAGANG UTAMA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL SKRIPSI FRAULEIN LUDYVICA MARTHA H34096035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama

V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan WTO terhadap Perdagangan CPO Indonesia dan Empat Mitra Dagang Utama World Trade Organization merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk

Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk 20 2.1. Penelitian Terdahulu Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk melakukan estimasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Arti Perdagangan Internasinal Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

2015, No Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

2015, No Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1186, 2015 KEMENDAG. Harga Patokan Ekspor. Produk Pertanian. Kehutanan. Bea Keluar. Penetapan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun 2005-2009 yang berasal dari World Integrated Trade Solutions (WITS), United

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan hal yang sudah mutlak dilakukan oleh setiap negara. Pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf LAPORAN AKHIR TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA- NEGARAA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi

Lebih terperinci

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal

BABI PENDAHULUAN mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era ekonomi global, akan muncul beberapa perubahan yang mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal masuk maupun keluar

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Aliran Perdagangan ASEAN dan Negara Anggota ASEAN Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap hasil estimasi model gravity untuk persamaan perdagangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci