BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2009:166) adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2009:166) adalah"

Transkripsi

1 xxvi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis Perilaku Konsumen Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2009:166) adalah sebagai studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi dalam memilih, membeli, menggunakan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Perilaku konsumen terfokus pada bagaimana cara individu mengambil keputusan dalam memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia, seperti waktu, uang, dan usaha guna membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa. Hal senada juga dijelaskan oleh Engel et.al (1994:3), bahwa perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2007:72) teori perilaku konsumen merupakan deskripsi tentang bagaimana konsumen dalam mengalokasikan pendapatan antara barang dan jasa yang berbeda-beda untuk memaksimalkan kesejahteraan konsumen tersebut Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan masyarakat. Hal ini berarti konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan 9 xxvi

2 xxvii 10 yang berbeda tentu akan mempunyai penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda pula. Sehingga pengambilan keputusan dalam pembelian yang dilakukan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kotler (2008:25), faktor yang mempengaruhi perilaku kosnumen terdiri dari : 1. Faktor Kebudayaan, dimana faktor ini berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Faktor kebudayaan terdiri dari: budaya, subbudaya, dan kelas sosial. 2. Faktor Sosial, yaitu perilaku seorang konsumen yang dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta status sosial. 3. Faktor Pribadi, dimana faktor yang memberikan kontribusi terhadap perilaku konsumen terdiri dari: usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. 4. Faktor Psikologis, dimana dalam melakukan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian Motivasi Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:72), motivasi adalah kekuatan dalam individu yang mendorong seseorang untuk melakukan seuatu, dorongan tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh konsumen pasti terdapat motif yang mendasari dibaliknya. xxvii

3 xxviii 11 Motif adalah kekuata dari dalam diri seseorang yang mengarahkan pada kegiatan pemenuhan kebutuhan (Kotel dan Mowen, 2006:174). Kebutuhan akan menjadi suatu motif (motive) ketika kebutuhan itu meningkat sampai tingkat intensitas yang cukup sehingga mendorong kita bertindak. Sedangkan motivasi adalah sekelompok mekanisme untuk mengejar kepuasan kebutuhan. Hal ini juga diungkapkan oleh Mowen dan Minor (2002:205), dimana motivasi didefinisikan sebagai keadaan yang diaktivasi atau digerakkan yang membuat seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Motif merupakan variabel yang sangat penting bagi pemasar yang tujuannya agar mampu mempengaruhi konsumen. Namun, pemahaman mengenai motivasi bukan merupakan hal yang mudah karena motivasi seseorang akan terlihat melalui perilaku seseorang yang nampak atau diamati (Setiadi, 2003:94). Masih menurut Setiadi (2003:100) terdapat beberapa tujuan bagi pemasar dalam memahami motivasi konsumen yaitu untuk meningkatkan kepuasan konsumen, mempertahankan loyalitas konsumen, serta menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara produsen atau penjual dengan pembeli atau konsumen Model Motivasi Motivasi menurut Mowen dan Minor (2002:206) secara sederhana dapat digambarkan dengan model berikut ini, yaitu: xxviii

4 xxix 12 Keadaan Aktual Keterlibatan & Afeksi Rangsangan Pengenalan Kebutuhan Dorongan Perilaku berdasar tujuan Obyek Insentif Keadaan yang diinginkan Sumber: Mowen dan Minor., GAMBAR 2.1 Model Motivasi Konsumen Gambar model motivasi di atas mengidentifikasi lima konsep pokok dari studi tentang motivasi yaitu pengenalan kebutuhan, dorongan, perilaku berdasarkan tujuan, objek insentif, dan afeksi. Motivasi dimulai dari timbulnya rangsangan yang mengacu pada pengenalan kebutuhan. Rangsangan ini dapat berasal dari dalam diri konsumen, misalnya perasaan lapar. Namun, rangsangan juga dapat berasal dari luar konsumen, misalnya iklan. Jika rangsangan tersebut menimbulkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan oleh seseorang dan keadaan aktual orang tersebut, maka akan timbul kebutuhan. Sehingga pengenalan kebutuhan (need recognition) terjadi apabila seseorang merasa bahwa terdapat ketidaksesuaian antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkan. Saat suatu kebutuhan muncul, maka hal ini akan menghasilkan sebuah dorongan. Dorongan adalah keadaan afektif dimana seseorang mengalami dorongan emosi atau fisiologis. Apabila individu mengalami dorongan, maka akan terlibat dalam perilaku berdasarkan tujuan yang terdiri dari tindakan yang xxix

5 13 xxx dilakukan untuk meringankan keadaan kebutuhan seseorang dalam konteks konsumen misalnya pencarian informasi tentang produk. Sedangkan insentif konsumen adalah produk, jasa, informasi, dan bahkan orang lain yang diperkirakan oleh konsumen akan memuaskan kebutuhan. Objek insentif ini hampir sama dengan penguatan, dimana konsumen akan mengarahkan perilaku mereka untuk memperoleh objek tersebut guna memenuhi kebutuhan Jenis Motivasi Konsumen Motivasi yang ada pada dalam diri konsumen akan sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Menurut Sciffman dan Kanuk (2004:88), motivasi dalam diri konsumen dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Motivasi berdasarkan rasional (Rational Motives) Konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan motivasi rasional lebih mengutamakan pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi, pelayanan, dan tersedianya barang. Konsumen bertindak secara rasional, ketika mempertimbangkan semua alternatif serta pilihan yang ada guna memberikan manfaat terbesar bagi dirinya, dengan kata lain konsumen mendasarkan putusannya pada kriteria objektif. 2. Motivasi berdasarkan emosional (Emotional Motives), Konsumen memutuskan suatu pembelian produk tanpa mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi untuk jangka panjang. Secara singkat motivasi yang berdasarkan emosional dapat didefinisikan sebagai motif xxx

6 xxxi 14 pembelian berdasarkan kriteria selektif yang subjektif, dan motif yang dipengaruhi oleh perasaan Motivasi Belanja Belanja merupakan salah satu aktivitas untuk memperoleh produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Aktivitas belanja juga dipandang sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dimana konsumen melakukan belanja dengan berbagai motif yang melandasi. Tauber (1972) menjelaskan bahwa motif belanja merupakan fungsi dari motif pembelian dengan landasan pemikiran bahwa konsumen termotivasi oleh beraneka ragam kebutuhan psiko-sosial yang lain daripada hanya sekedar proses untuk mendapatkan produk atau jasa. Motif berbelanja terdiri dari dua yaitu utilitarian shopping motives dan hedonic shopping motives. Utilitarian shopping motives dan hedonic shopping motives umumnya berfungsi secara serentak di dalam keputusan pembelian (Setiadi, 2003:94-95). 1. Utilitarian Shopping Motives Utilitarian Shopping motives yaitu motif yang mendorong konsumen membeli produk karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut dan disebut juga motif rasional (Setiadi, 2003:96). Usaha untuk menarik konsumen yang memiliki utilitarian shopping motives maka perusahaan dapat menyediakan ragam kebutuhan sehari hari berdasarkan manfaat produk tersebut secara lebih variatif, baik dari segi harga maupun pilihan ataupun kelengkapan produknya. xxxi

7 xxxii Hedonic Shopping Motives Hedonic shopping motives yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Kebutuhan ini seringkali muncul untuk memenuhi tuntutan sosial dan estetika dan disebut juga motif emosional (Setiadi,2003:96). Usaha untuk menarik konsumen yang memilik hedonic shopping motives, perusahaan lebih memfokuskan lagi pada produk-produk apa yang biasanya motif pembeliannya berdasarkan motif ini, seperti uasana toko yang bersih, nyaman, pelayanan yang baik, serta pengadakan diskon penjualan merupakan hal yang termasuk dalam motif ini Sisi Hedonik Konsumen Aktivitas belanja bagi konsumen dapat memberikan rasa senang dan perasaan yang lebih baik. Pengertian hedonism (hedonisme) merujuk pada perolehan kesenangan melalui perasaan (Mowen dan Minor, 2001:221). Hal ini juga diungkapkan oleh Sherry (1993), dimana hedonisme dideskripsikan sebagai kemeriahan, menyenangkan, atau kadang refleksi dari sisi kegemaran orang dari aktivitas belanjanya. Konteks perilaku konsumen istilah hedonisme ini lebih kompleks, yaitu dimana perasaan senang yang dicari oleh konsumen bukanlah suatu kesenangan yang seragam (Mowen dan Minor, 2001:221) Menurut Babin, Darden, dan Griffin, (1994) nilai berbelanja berorientasi pada dua motivasi, yaitu motivasi utilitarian dan motivasi hedonic. Motivasi hedonic merupakan aktivitas berbelanja yang didorong oleh kesenangan, dimana ketika xxxii

8 xxxiii 16 berbelanja dengan teman atau keluarga sangat dihargai sebagai pengalaman untuk bersosialisasi. Hal ini juga diungkapkan oleh Mac Innis dan Price (1987), yaitu nilai hedonic dapat diciptakan dengan cara memperbolehkan konsumen untuk menikmati keunggulan produk, bahkan tanpa harus membelinya. Konsumen menyadari bahwa nilai hedonik (hedonic value) ketika berbelanja terlepas dari pengambilan rencana dalam pembelian. Menurut Hausman (2000) menyatakan bahwa nilai hedonik adalah salah satu aspek dari perilaku konsumen yang berhubungan dengan aspek multi sensori, fantasi, dan emosi dalam pengalaman yang dikendalikan oleh berbagai manfaat seperti kesenangan dalam menggunakan produk. Nilai hedonik dapat dipuaskan dengan perasaan emosional yang timbul dari interaksi sosial yang didapatkan saat berbelanja. Konsumen yang berbelanja untuk rekreasi mengharapkan nilai hedonik yang tingkatannya lebih tinggi. Menurut Carrol (2004) nilai hedonik yang tinggi mempengaruhi kepuasan konsemen. Nilai hedonik dikarakteristikkan dengan tujuan diri (self purposeful) dan orientasi diri (self oriented), dimana sifat dari nilai hedonic lebih abstrak (Babin et al,1994; Holbrook,1999). Hiburan (entertainment) dan eksplorasi (exploration) juga disadari berkontribusi pada nilai hedonik. xxxiii

9 xxxiv 17 Ekspresi motivasi dalam pembelian dan pemakaian produk menurut Setiadi (2003:97), dapat dilihat pada gambar berikut ini: Utilitarian ( Sifat Produk 3. Objektif) Kebutuhan Evaluasi alternatif pembelian dan pemakaian Hedonik/Pengalaman ( Subyek atau 4. Emosional) Sumber: Setiadi., Gambar 2.2 Ekspresi Motivasi Pembelian dan Pemakaian Produk Motivasi Belanja Hedonik Menurut Utami (2010:49) motivasi untuk berbelanja, antara lain untuk menghilangkan kesepian, menghilangkan kebosanan, menganggap berbelanja sebagai olahraga, memburu penawaran terbaik, memenuhi fantasi, dan menekan depresi. Seseorang yang memiliki sifat konsumsi hedonis menghasilkan respons penting seperti multisensori, fantasi atau khayalan, dan aspek emosional dari interaksi konsumen dengan produk. Hal itu diperuat oleh Kim (2006) bahwa hedonic shopping motivation identik dengan pemenuhan aspek non fungsional konsumen. Menurut Hausman (2000), motivasi belanja hedonik secara signifikan berpengaruh terhadap pembelian impulsif. Dawson, Bloch dan Ridgway (1990) juga menegaskan bahwa konsumen yang ketika berbelanja dikendalikan oleh hedonic motivation yang besar akan menaruh perhatian yang tinggi terhadap atribut-atribut di xxxiv

10 xxxv 18 toko ritel, seperti penataan produk dan promosi dalam toko, dimana hal tersebut memiliki pengaruh besar pada proses pengambilan keputusan pembelian. Menurut Utami (2010) dalam studi eksploratoris kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan, mengidentifikasi variabel hedonic shopping motivation diantaranya yaitu: adventure shopping, social shopping,gratification shopping, idea shopping, role shopping, dan value shopping Adventure Shopping Adventure shopping adalah aktivitas belanja yang dapat membangkitkan gairah, merasakan bahwa belanja adalah suatu pengalaman, dan dengan berbelanja konsumen dapat merasakan bahwa mereka mimiliki dunia sendiri (Arnold dan Reynold, 2003:80). Kim (2006) juga menambahkan bahwa dalam adventure shopping, konsumen ingin merasakan suatu pengalaman belanja pada lingkungan yang berbeda yang mampu menstimulasi perasaan mereka. Sebuah pengalaman berbelanja dapat digolongkan sebagai petualangan apabila terdapat unsur sensasi, stimulasi, kegembiraan, dan fantasi memasuki dunia yang lain dengan memegang dan melihat barang, mencium bau harum di toko, serta mendengarkan bunyi-bunyian musik di toko. Babin et al., (1994) mengemukakan bahwa aspek petualangan sebagai faktor yang dapat menciptakan nilai belanja hedonik (hedonic shopping value). Aspek adventure shopping berorientasi eksternal dan kebutuhan untuk menstimulasi stress yang dialami oleh konsumen serta ekspresi diri (self-expression). Faktor ini juga sama xxxv

11 xxxvi 19 dengan penemuan yang menunjukkan bahwa stimulasi sensorik untuk terus mencari ketika konsumen berbelanja Social Shopping Social shopping yaitu tujuan utama konsumen berbelanja untuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga. Bersosialisasi sambil berbelanja guna mempererat hubungan dengan yang lainnya disaat berbelanja, mampu membuka kesempatan bagi pebelanja untuk berkomunikasi dengan pihak diluar tempat tinggalnya, serta berafiliasi dengan orang lain yang memiliki kesamaan tujuan atau minat (Arnold dan Reynold, 2003). Teori social shopping yang digali dari McGuire s (1974) tentang afiliasi motivasi manusia seperti yang dikutip oleh Arnold Reynold (2003). Teori ini berfokus pada individu yang altruistic (mementingkan kepentingan orang lain), cohesive (suka berkumpul/bersatu), mencari penerimaan, dan perlindungan dalam hubungan interpersonal dengan orang lain (seeking acceptance and affection). Tauber (1972) menyadari bahwa keinginan konsumen untuk berinteraksi diluar rumah, berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki hobi yang sama, dan pertalian dengan kelompok acuan (reference group). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Westbrook dan Black (1985) yang mengidentifikasi affiliation sebagai motivasi dalam berbelanja serta motivasi sosial ketika berbelanja. xxxvi

12 xxxvii Gratification Shopping Gratification shopping yaitu kegiatan belanja ditujukan untuk melepaskan ketegangan, meringankan suasana hati yang sedang sedih, dan menghilangkan energi negatif (Arnold dan Reynold, 2003). Pengalaman belanja yang didapatkan oleh konsumen adalah sebuah cara untuk merilekskan diri, memperbaiki suasana hati yang sedih, atau bahkan hanya sekedar untuk menghibur diri. Motivasi gratification shopping berhubungan dengan diversi dan penghargaan pada diri (Tauber, 1972). Gratification shopping yang digali dari McGuire s (1974) tentang teori mereduksi tekanan dari motivasi manusia yang menyatakan jika manusia akan termotivasi untuk melakukan berbagai cara tertentu untuk menurunkan tekanan, dengan cara menjaga keseimbangan dalam dirinya (inner equilibrium) dan mengembalikan kondisi diri pada keadaan yang terkendali Idea Shopping Idea shopping yaitu aktivitas belanja merupakan sarana untuk menambah dan memperbaharui pengetahuan mereka tentang trend dan mode baru yang sedang berkembang, serta untuk melihat inovasi dan produk baru yang tersedia dipasaran (Reynold dan Arnold, 2003). Menurut Tauber (1972) motivasi ini berhubungan dengan motif belanja personal tentang pembelajaran dari trend baru tentang dunia fashion, style dan innovation. Beberapa konsumen menikmati berbelanja dengan cara mencari guna xxxvii

13 xxxviii 21 mendapatkan informasi bagi dirinya sendiri, bukan hanya untuk melakukan pembelian produk tertentu Role Shopping Role shopping yaitu merefleksikan kesenangan yang didapat ketika berbelanja untuk ornag lain, pengaruh dari aktivitas belanja pada perasaan dan suasana hati, serta kegembiraan yang dirasakan oleh pembelanja ketika menemukan sesuatu produk yang tepat untuk diberikan kepada orang lain. Sehingga konsumen ini merasakan perasaan positif yang mereka dapatkan dengan menemukan hadiah untuk seseorang (Arnold dan Reynold, 2003). Tauber (1962) menyatakan jika motif ini berhubungan dengan motif personal role playing, dimana aktivitas belanja menghasilkan efek yang positif untuk seseorang yang memandangnya sebagai bagian dari peran sosial Value Shopping Value shopping yaitu aktivitas berbelanja ditujukan untuk meraih nilai yang lebih baik dengan cara mendapatkan harga yang lebih murah, mencari potongan harga, dan berburu produk atau jasa yang memiliki harga yang paling murah (Arnold dan Reynolds, 2003). Bebin et a.l, (1994) menyatakan jika konsumen akan mendapatkan hedonic benefit dalam persepsinya ketika mencari penawaran terbaik dari produk (bargain perception), dimana hal ini dapat menimbulkan peningkatan keterlibatan sensorik dan kesenangan. Vakue shopping dapat dihubungkan dengan pilihan optimasi dimensi xxxviii

14 xxxix 22 yang diidentifikasi oleh Westbrook dan Black (1985), yang menjelaskan jika dalam berbelanja konsumen menemukan potongan harga atau penawaran produk yang terbaik maka dapat menimbulkan kepuasan dalam pencapaian personal (personal achievement) Pembelian Impulsif Menurut Piron (1993) konsekuensi pembelian impulsif adalah adanya rasa senang dan perasaan yang lebih baik. Hal ini disebabkan proses belanja yang dilakukan telah memberikan kesenangan tersendiri, sehingga pembelian impulsif dapat memberikan suatu hedonic reward bagi pelakunya. Terdapat beberapa definisi yang menyamakan antara pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak terencana seperti yang diungkapkan oleh Cobb dan Hoyer (1986) dimana mereka secara sederhana mendefinisikan pembelian impulsif sebagai suatu pembelian yang tidak terencana. Hal ini dijelaskan oleh Piron (1993:509) bahwa pembelian tidak terencana adalah perilaku pembelian yang dilakukan tanpa adanya permasalahan awal atau tanpa ada minat pembelian sebelum memasuki toko. Verplanken dan Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan sebagai pembelian yang dilakukan secara spontan dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi xxxix

15 23 xl negatif,merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook dalamverplanken, 2001). Pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan dilakukan segera tanpa tujuan pra belanja untuk membeli suatu produk tertentu terlebih dahulu atau untuk memenuhi kebutuhan pembelian produk yang sudah direncanakan sebelumnya. Perilaku tersebut terjadi karena adanya dorongan untuk membeli secara spontan dan tanpa banyak pemikiran. Sehingga konsumen tidak memikirkan konsekuensi dari pembelian yang dilakukan, melainkan konsumen memikirkan konsekuensinya setelah terjadinya keputusan pembelian (pasca purchase). Pembelian impulsif memang sulit untuk dilawan, karena hal ini menimbulkan pengalaman yang menyenangkan ketika berbelanja (Rook, 1998:190). Pembelian impulsif cenderung mendekati model perilaku pembelian dengan keterlibatan rendah (low involvement) dibandingkan model pengambilan keputusan yang kompleks Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif Terdapat sembilan faktor yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif yang dilakukan oleh konsumen. Hal ini ditujukkan pada tabel 2.1 berikut ini: xl

16 xli 24 TABEL 2.1 Faktor Pendorong Terjadinya Pembelian Impulsif No Faktor Impulse Buying Keterangan 1. Low price Harga yang renda yaitu faktor yang paling mendorong konsumen untuk melakukan pembelian impulsif. 2. Marginal of Item sebagai derajat kebutuhan kosumen akan suatu produk, baik produk tersebut berpengaruh sebagai produk impuls atau tidak. 3 Mass distribution apabila lebih banyak jumlah outlet dimana produk tersebut tersedia, maka lebih banyak pula kesempatan bagi konsumen untuk mendapatkan produk tersebut. 4. Self service dimana toko menyediakan layanan bagi konsumen untuk melayani dirinya sendiri, maka dari itu konsumen akan termotivasi untuk membeli lebih cepat dengan jumlah yang lebih banyak diabandingkan jika dilayani oleh pramuniaga. 5. Mass advertising kriteria dari impulse buying seperti remainder dan planned impuls buying terjadi karena tingginya tingkat pengetahuan konsumen akan suatu produk, dimana hal ini didapatkan dari iklan tentang produk yang berada dimana-mana. 6. Prominent store display penataan produk yang menarik sangat dibutuhkan untuk menarik konsumen melakukan pembelian impulsif. xli

17 xlii Short product life produk yang memiliki daya tahan singkat ternyata menjadi sasaran pembelian dengan frekuensi yang lebih sering, daripada produk yang memiliki daya tahan lama. 8. Small size or light weight di dalam faktor ini harga, ukuran, atau berat dari item produk tertentu juga dapat berpengaruh terhadap pembelian impulsif. 9. Ease of storage kemudahan tempat atau ruang untuk menyimpan suatu produk dirumah setelah dibeli. Sumber : Stern (1992) Klasifikasi Pembelian Impuslsif Yu K. Hen et al., (1991) (dalam Solomon dan Rabolt, 2009), menyatakan klasifikasi impulse buying, terdiri dari 4 tipe yaitu: 1. Pembelian impuls murni (Pure Impulse Buying), yaitu pembelian yang terjadi tanpa adanya pemikiran atau rencana sebelumnya. Pembelian impuls murni merupakan pembelian yang berusaha keluar dari pola pembelian yang normal. 2. Pembelian impuls karena teringat (Remainder Impulse Buying), yaitu pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat suatu produk dan teringat akan iklan suatu produk yang memicunya untuk membeli produk tersebut. 3. Pembelian impuls karena saran (Suggestion Impulse Buying), yaitu pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat suatu produk untuk yang pertama kali dan memvisualisasi kebutuhan akan produk tersebut. Perbedaan dengan remainder adalah bahwa sebelumnya konsumen belum memiliki pengetahuan tentang produk tersebut, dengan kata lain produk tersebut baru bagi dirinya. xlii

18 xliii Pembelian impuls yang direncanakan (Planned Impulse Buying), yaitu pembelian yang terjadi ketika konsumen memasuki toko dengan tujuan untuk membeli sesuatu yang ada dalam benaknya, namun dengan harapan dan niat untuk membeli sesuatu berdasarkan adanya diskon, harga, dan hadiah Retailer Menurut Buchari Alma (2009:54) perdagangan eceran (retailer) adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Ini merupakan mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dan jasa. Retailer berperan penting bagi produsen, karena melalui retailer produsen dapat memperoleh informasi berharga tentang produknya. Produsen dapat memperoleh data dari retailer, bagaimana pandangan konsumen mengenai bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya. Menurut Buchari Alma (2009:58) konsumen sekarang sangat manja, dan mereka dapat dilayani oleh berbagai tipe toko eceran dengan persediaan aneka macam barang, untuk memenuhi berbagai needs dan wants. Toko eceran tumbuh sangat cepat dalam bentuk: 1. Store retailers, bertumbuh pesat seperti specialty store, department store, supermarket, convience store, discount store, off-price retailers (factory outlets, independent off-price retailers, warehouse clubs/wholehouse club), superstore, catalog showroom. 2. Nonstore retailers terdiri dari empat macam, yaitu: xliii

19 xliv 27 a. Direct sellling (penjualan pintu ke pintu), ada beberapa bentuk dirrect selling yaitu one-to-one selling, yaitu mengarahkan penjualannya ke satu pembeli potensial dan one to many/party selling, seorang wiraniaga mengunjungi suatu kelompok calon konsumen. b. Direct marketing, ini berasal dari kegiatan direct mail dan penyebaran katalog, termasuk kedalamnya telemarketing dengan menggunakan media televisi dan electronic shopping melalui internet. c. Automatic pending, digunakan untuk menjual barang-barangyang dibeli secara impulse atau emotional buying motive, seperti rokok, koran, permen, softdrink dan sebagainya. d. Buying services, usaha ini tidak memiliki toko, dan melayani anggota langganan khusus, seperti pelayan sebuah perkantoran, dan kelompok lainnya yang membeli dan mendapat diskon. 3. Retail organitation. Walaupun kebanyakan toko eceran ini milik perorangan yang mandiri, namun bertumbuh pula toko eceran yang dikelola oleh organisasi perusahaan. Perusahaan toko eceran ini memperoleh berbagai keuntungan secara ekonomis, daya belinya kuat, tenaga pelayanannya cukup terlatih. Bentuk utama dari corporate retailing ini ialah chain store, voluntary chain store, retailer cooperatives, waralaba, dan sebagainya. xliv

20 xlv Hubungan Motivasi Belanja Hedonik dengan Pembelian Impuslif Keputusan pembelian yang bersifat impulse buying dapat didasari oleh faktor individu konsumen yang cenderung berperilaku afektif. Perilaku ini yang kemudian membuat pelanggan memiliki pengalaman belanja. Pengalaman ini dapat dikelompokkan menjadi hedonic shopping value. Menurut Sherry (1990) menyatakan bahwa tawar dan menawar adalah dua pengalaman berbelanja yang berhubungan dengan kenikmatan dalam berbelanja, oleh karena itu disarankan bahwa pengalaman pembelian mungkin adalah lebih penting dibanding memenuhi keinginan hedonis berhubungan dengan konsumsi hedonis (Hausman, 2000; Piron, 1991; Rook, 1987) (dalam Park; Kim; dan Forney, 2005). Peran ini mendukung hubungan konseptual antara hedonic shopping motivation dan perilaku impulse buying. Hal ini menunjukkan konsumen lebih mungkin terlibat dalam impulse buying ketika mereka termotivasi oleh keinginan hedonis, seperti kesenangan, fantasi, dan sosial atau kepuasan emosional Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang telah mendahului penelitian ini dan penelitianpenelitian tersebut menjadi pijakan dan dasar bagi penelitian ini Kim (2006) Penelitian ini menjelaskan tentang perbandingan hedonic shopping motivation dan utilitarian shopping motivation yang digunakan sebagai dasar menguji perilaku inner city consumer ketika berbelanja. Inner city consumer adalah masyarakat yang xlv

21 xlvi 29 tinggal di daerah pusat kota namun memiliki penghasilan rumah tangga yang relative rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Kim menggunakan 6 (enam) dimensi kategori hedonic shopping motivation dalam penelitiannya selain 2 (dua) dimensi kategori utilitarian shopping motivation untuk membuat suatu klasifikasi baru pada jenis pembelanja (shopper). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim, menyebutkan jika gender memegang peranan dalam menentukan motivasi belanja konsumen, dimana wanita memiliki kecenderungan lebih tinggi pada hedonic shopping motivation dan sebaliknya pria memiliki kecenderungan lebih tinggi pada utilitarian shopping motivation. Sehingga penelitian ini menyarankan retailer yang ingin tetap mempertahankan konsumennya untuk lebih memperhatikan faktor kesenangan dan kenyamanan konsumen ketika berbelanja di toko mereka Rachmawati (2009) Penelitian ini mengangkat topik yang berkaitan dengan hubungan antara hedonic shopping value, positive emotion, dan perilaku impulse buying pada konsumen ritel. Populasi dalam penelitian ini yaitu pelanggan departemen strore yang berada di Surabaya seperti, Surabaya Plaza, Tunjungan Plaza, Super Mall, Royal Plaza, dan Cito. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 200 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode analisis data dengan menggunakan teknik analisis multiple regression dan hierarchical regression untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel penelitian, dengan ini uji kausalitas juga dilakukan karena penelitian ini bermaksud untuk xlvi

22 xlvii 30 menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel melalui pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hipotesis pertama variabel hedonic shopping value dan positive emotion mempunyai pengaruh terhadap variabel impulse buying, serta hipotesis kedua menyatakan bahwa variabel positive emotion merupakan variabel mediasi antara variabel hedonic shopping value terhadap impulse buying Kusuma, dkk (2013) Penelitian ini menjelaskan mengenai pengaruh hedonic shopping motivation terhadap buying decision with gender as dummy variable. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen Hardy s Mall Singaraja, dengan jumlah responden sebanyak 360 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dengan kriteria konsumen yang pernah berbelanja di Hardy s Mall Singaraja sebanyak dua kali, serta kriteria pendidikan paling rendah SMA/SMK sederajat. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa hedonic shopping motivation yang memiliki pengaruh positif terhadap buying decision. Namun, pada faktor gratification shopping motivation tidak berpengaruh secara signifikan karena bagaimana pun konsumen merasa senang datang ke Hardy s Mall tidak dapat memotivasi mereka untuk melakukan keputusan pembelian, hal ini disebabkan banyaknya konsumen yang datang ke Mall hanya untuk menghilangkan stress dengan cara berjalan-jalan disekitar window shopping di area Hardy s Mall. xlvii

23 xlviii Rerangka Pemikiran Salah satu pemicu pertumbuhan ritel bisnis modern di bidang fashion yaitu masyarakat kota yang semakin modern. Maka tida heran jika perhatian para pelaku bisnis ritel modern seperti Matahari Departemen Store mulai memperhatikan aspek hedonis untuk menarik pelanggan dan membuat mereka (konsumen) puas, sehingga konsumen dapat betah berlama-lama di pusat perbelanjaan serta membelanjakan uangnya. Pendapat yang sama di kemukakan oleh Zhang et al., (2011) bahwa konsumen yang merasakan pengalaman berbelanja hedonik yang lebih besar cenderung meluangkan waktu lebih lama untuk mencari dan memeriksa produk, serta menikmati kegiatan berbelanjanya. Penelitian Park et al., (2006) menunjukkan bahwa nilai yang bersifat emosional (hedonik) mendorong terjadinya pembelian impulsif. Semuel (2006) menemukan bahwa nilai emosional mempunyai dampak positif secara langsung terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Silvera et al., (2008) menyatakan bahwa perilaku pembelian impulsif sering dilakukan untuk memuaskan motif yang bersifat hedonik atau yang disebut juga sebagai motivasi belanja hedonik. Motivasi belanja hedonik terdiri dari adventure shopping dimana belanja merupakan suatu petualangan dan sarana pembangkit semangat, social shopping dimana belanja dapat digunakan sebagai sarana untuk bersosialisasi baik dengan teman dan keluarga, gratification shopping dimana belanja dapat mengatasi dan mengurangi stress, idea shopping dimana berbelanja sebagi sarana untuk mengikuti trend terbaru, role shopping dimana berbelanja untuk orang lain merupakan sebuah kesenangan, dan value shopping dimana berbelanja sarana untuk mencari diskon. Harmancioglu et al., xlviii

24 xlix 32 (2009) menemukan bahwa nilai emosional konsumen seperti kesenangan meningkatkan kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Tirmizi et al. (2009) juga menemukan nilai yang bersifat emosional memiliki hubungan positif dengan perilaku pembelian impulsif. Ulasan tersebut dapat disusun rerangka pemikiran seperti pada gambar 2.3. xlix

25 l 33 Latar Belakang Pemicu pertumbuhan bisnis ritel modern dibidang fashion yaitu masyarakat kota yang semakin modern, sehingga para pelaku bisnis ritel modern seperti Matahari Departement Store mulai memperhatikan aspek hedonis. Identifikasi Masalah Aspek hedonis dalam strategi ritel modern dapat mempengaruhi motivasi belanja hedonik konsumen Matahari Departement Store dalam melakukan pembelian impulsif. Teori Rumusan Masalah Penelitian Empiris Motivasi belanja hedonik (Utami: 2010) Pembelian impulsif (Solomon dan Rabolt, 2009) Apakah variabel motivasi belanja hedonik berpengaruh terhadap pembelian impulsif konsumen Matahari Departement Store cabang Delta Surabaya? Motivasi Belanja Hedonik 1. Adveture Sopping 2. Social Shopping 3. Gratification Sopping 4. Idea Shopping 5. Role Shoping 6. Value Shopping Pembelian Impulsif Penelitian oleh Rachmawati (2009) menyatakan bahwa Hedonic shopping value dan positive emotion berpengaruh terhadap impulse buying. Penelitian oleh Kusuma dkk (2013) menyatakan bahwa motivasi belanja hedonik berpengaruh terhadap keputusan pembelian. GAMBAR 2.3 Rerangka Pemikiran l

26 34 li Berdasarkan rerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disusun model konseptual hubungan antara variabel yang tersaji pada Gambar 2.4 Adventure Shopping (X 1 ) Social Shopping (X 2 ) Gratification Shopping (X 3 ) Idea Shopping (X 4 ) Pembelian Impulsif (Y) Role Shopping (X 5 ) Value Shopping (X 6 ) Gambar 2.4 Model Konseptual 2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang diuraikan sebelumnya, serta untuk mengidentifikasi variabel motifasi belanja hedonik terhadap pembelian impulsif, maka dapat dirumuskan hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Adventure sopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. 2. Social shopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. li

27 35 lii 3. Gratification Shopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. 4. Idea sopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. 5. Role sopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. 6. Value sopping berpengaruh terhadap pembelian impulsif. lii

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan xviii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran berorientasikan pasar telah menjadi kebutuhan bagi para pelaku bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan persaingan. Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Motivasi Hedonis Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam triwulan I-2006 dan setelah itu terus meningkat. Hal ini konsisten dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam triwulan I-2006 dan setelah itu terus meningkat. Hal ini konsisten dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi makro terlihat kecenderungan membaiknya. Beberapa indikator menunjukkan perekonomian sudah menyentuh titik terendahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah menjadi perubahan berbagai sektor, termasuk bidang industri dan produksi serta pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen sebanyakbanyaknya bagi usaha mereka. Kebutuhan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BELANJA HEDONIK TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF KONSUMEN MATAHARI SURABAYA. Niza Paramita

PENGARUH MOTIVASI BELANJA HEDONIK TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF KONSUMEN MATAHARI SURABAYA. Niza Paramita PENGARUH MOTIVASI BELANJA HEDONIK TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF KONSUMEN MATAHARI SURABAYA Niza Paramita Niza_paramita@yahoo.co.id Suhermin Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan ritel modern. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi, banyak pengusaha yang membuka bisnis ritel di pusat perbelanjaan. Pertumbuhan bisnis retail sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan bisnis ritel di Indonesia sudah semakin pesat. Hal ini ditandai dengan keberadaan pasar tradisional yang mulai tergeser oleh munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di bidang fashion. Kenyataan ini menyebabkan banyak bermunculan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelian Tidak Terencana Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang memiliki peran penting dalam memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan (Kotler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi

Lebih terperinci

PENGARUH HEDONIC SHOPPING VALUE TERHADAP IMPULSE BUYING DIMEDIASI OLEH POSITIVE EMOTION PADA KONSUMEN CARREFOUR PLAZA AMBARRUKMO YOGYAKARTA

PENGARUH HEDONIC SHOPPING VALUE TERHADAP IMPULSE BUYING DIMEDIASI OLEH POSITIVE EMOTION PADA KONSUMEN CARREFOUR PLAZA AMBARRUKMO YOGYAKARTA PENGARUH HEDONIC SHOPPING VALUE TERHADAP IMPULSE BUYING DIMEDIASI OLEH POSITIVE EMOTION PADA KONSUMEN CARREFOUR PLAZA AMBARRUKMO YOGYAKARTA Oleh Gilang Windiarto manajemen gilangwindiarto@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau

BAB II LANDASAN TEORI. memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2008:166) sebagai studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,

Lebih terperinci

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand. Murry Harmawan, S.E, M.Sc.

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand.   Murry Harmawan, S.E, M.Sc. 1 PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, HEDONIC SHOPPING VALUE, DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN (Survei pada konsumen Galeria Mall di Kota Yogyakarta) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu memiliki kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas ekonomi berupa konsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada jaman yang modern ini, banyak berbagai usaha bisnis yang mempunyai tujuan untuk memuaskan pelanggan. Salah satu bisnis yang sedang berkembang di lingkungan perkotaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam perkembangan Industri Kreatif Indonesia. Di tahun 2013 fashion menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Busana atau yang dikenal dengan kata fashion merupakan kata yang sangat popular dikalangan masyarakat dunia maupun di Indonesia. Fashion merupakan sebuah istilah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. restoran adalah kepribadian restoran, yakni menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan

BAB II TINJUAN PUSTAKA. restoran adalah kepribadian restoran, yakni menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Atribut Restoran Menurut Sopiah (2008) atribut restoran memiliki suatu kepribadian beberapa restoran juga memiliki atribut yang jelas dibenak konsumen. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat perbelanjaan merupakan tempat konsumen melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami Mengapa konsumen melakukan dan apa yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

Bab V Kesimpulan dan Saran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menganalisis mengenai dimensi motivasi berbelanja hedonic yang

Bab V Kesimpulan dan Saran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menganalisis mengenai dimensi motivasi berbelanja hedonic yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini menganalisis mengenai dimensi motivasi berbelanja hedonic yang diadopsi dari Arnold & Reynold (2003). Penelitian ini menggunakan metode survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global retailing ini ditandai dengan masuk dan semakin berkembangnya retailer global. Fenomena global retailing telah secara positif mendorong modernisasi bisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Promosi Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis sekarang ini identik dengan persaingan dalam memperebutkan pelanggan potensial dan mempertahankan pelanggan yang ada. Persaingan bisnis hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup yang konsumtif sering terjadi di masa kini. Berbagai iklan yang sering dijumpai, tersedianya banyak ritel, dan berbagai kemudahan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model Mehrabian dan Russell (1974) dalam Semuel (2005) menyatakan bahwa dampak dari situasi pada perilaku dapat dimediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada polabelanja. Perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui bisnis ritel, suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Istilah perilaku erat hubungannya dengan permasalahan manusia. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. beberapa staff seperti customer service dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. beberapa staff seperti customer service dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 DEPARTMENT STORE Menurut Utami (2006), department store merupakan salah satu bentuk bisnis ritel, yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini kebutuhan sehari-harinya manusia semakin lama semakin meningkat di harinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut pola konsumtif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin memperkuat sinergisitas hubungan antar negara. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin memperkuat sinergisitas hubungan antar negara. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kegiatan ekonomi dan perdagangan antar negara di seluruh dunia semakin terintergrasi serta didukung oleh globalisasi perekonomian dunia yang semakin

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. terkait produk dengan keputusan konsumen dalam pembelian produk eco-fashion,

BAB 5 PENUTUP. terkait produk dengan keputusan konsumen dalam pembelian produk eco-fashion, BAB 5 PENUTUP 1.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara atribut yang terkait produk dengan keputusan konsumen dalam pembelian produk eco-fashion, hubungan antara atribut

Lebih terperinci

Struktur Dasar Bisnis Ritel

Struktur Dasar Bisnis Ritel Struktur Dasar Bisnis Ritel Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang atau jasa secara umum kepada masyarakat dan secara khusus kepada pembeli potensial. Pedagang Besar dan Pedagang Eceran dalam proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja yang baru. Motivasi merupakan konsep yang dinamis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi adalah sebuah alasan untuk berperilaku. Sebuah motif adalah energi kuat yang mengaktifkan perilaku dan memberikan tujuan serta arah untuk perilaku tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani hedone yang diartikan sebagai pleasure atau kenikmatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani hedone yang diartikan sebagai pleasure atau kenikmatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nilai hedonis Ide dari nilai hedonis muncul dari sudut pandang bagaimana cara manusia berpikir mengenai nilai, salah satunya adalah hedonism, yang berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi mengimplikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial.

BAB 1 PENDAHULUAN. promosi secara berkesinambungan dan terarah akan mampu mencapai hasil. tawarkan demi mencapai tujuan finansial dan nonfinansial. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah : Perusahaan dewasa ini menganggap bahwa promosi merupakan bagian penting dari pemasaran, karena pihak perusahaan berharap dengan promosi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Hedonic Shopping Motivation. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords: Hedonic Shopping Motivation. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT Along with the development of era, the current shopping concept has turned into a reflection of lifestyle and leisure among communities. Humans also have the motivation of a hedonist is a form

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010). 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelian Impulsif Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Umumnya, masyarakat lebih mengutamakan penampilan luar (fashion up date) untuk berbagai tujuan. Penampilan luar terkadang menyiratkan kemampuan orang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Didalam tinjauan teoritis dan hipotesis ini, teori-teori yang berkaitan dengan penilaian akan dibahas secara lebih terperinci dan relevan dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pusat perbelanjaan, seperti Jogjatronic Mall, Ramai Family Mall,

BAB I PENDAHULUAN. banyak pusat perbelanjaan, seperti Jogjatronic Mall, Ramai Family Mall, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang terus dan mempengaruhi perilaku belanja produk. Perusahaan dalam usahanya untuk memproduksi dan memasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat cepat, salah satu penyebab meningkatnya perekonomian di Indonesia seiring berjalan atau adanya globalisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Variabel Fashion Involvement (keterlibatan mode)

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Pembelian tidak terencana dalam swalayan merupakan salah satu faktor

BAB1 PENDAHULUAN. Pembelian tidak terencana dalam swalayan merupakan salah satu faktor BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian tidak terencana dalam swalayan merupakan salah satu faktor perhatian para pemasar atau produsen. Banyak perusahaan menghabiskan sejumlah besar sumber dayanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri ritel merupakan industri yang memberikan kontribusi strategis terhadap perekonomian Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola konsumsi masyarakat saat ini meningkat cukup tinggi dan tidak heran seiring berjalannya waktu toko ritel pun menjadi sasaran masyarakat Indonesia untuk menghabiskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retailing adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.

Lebih terperinci

PENGARUH IN STORE STIMULI

PENGARUH IN STORE STIMULI PENGARUH IN STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN IMPULSE BUYING DI MINIMARKET PERDANA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Oleh : Novin Arisa 0612010072/FE/EM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel saat ini semakin berkembang. Hal ini tampak dengan adanya pusat perbelanjaan yang terus bertambah di Surabaya. Seiring dengan berjalannya waktu, tanpa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab dua ini akan dijelaskan beberapa teori tentang shopping life style, fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. Selain teori-teori tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan majunya teknologi dan jaman yang semakin modern, permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang menginginkan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk mengetahui nilai/value yang diharapkan oleh konsumen atau pelanggannya. Sebab sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan teknologi informasi yang meningkat pesat pada tahun-tahun terakhir juga telah membawa beberapa dampak transformasional pada beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media pemasaran yang dikenal dengan internet marketing atau e- menjadi masalah yang berarti bagi dunia pemasaran.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media pemasaran yang dikenal dengan internet marketing atau e- menjadi masalah yang berarti bagi dunia pemasaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan konsep pemasaran melahirkan era baru dalam dunia pemasaranan. Era tersebut dikenal dengan era new wave marketing, yaitu era dimana pemasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harapan pelanggan tentang produknya, sehingga perilaku pelanggan sebagai fokus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harapan pelanggan tentang produknya, sehingga perilaku pelanggan sebagai fokus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek penting dalam pemasaran, karena melalui pemahaman tentang perilaku konsumen, pemasar dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisnis saat ini dapat lebih dipahami oleh pemasar (Tjiptono,2003:38). Istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisnis saat ini dapat lebih dipahami oleh pemasar (Tjiptono,2003:38). Istilah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek penting dalam pemasaran, karena melalui pemahaman tentang perilaku kosumen, pemasar dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan jasa. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motif Pembelian Setiap keputusan pembelian mempunyai motif di baliknya. Motif pembelian (buying motive) dapat dipandang sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perdagangan via elektronik (e-commerce) menjadi industri yang semakin hari semakin digemari oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kemajuan teknologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ritel Global (GRDI) 2015 yang dirilis AT Kearney. Ini adalah tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ritel Global (GRDI) 2015 yang dirilis AT Kearney. Ini adalah tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Perkembangan industri ritel saat ini sangat diminati oleh masyarakat karena sifatnya yang dinamis. Bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembanganan yang cukup

Lebih terperinci

BAB 1. aktivitas pejualan barang atau jasa yg dilakukan secara langsung untuk memenuhi

BAB 1. aktivitas pejualan barang atau jasa yg dilakukan secara langsung untuk memenuhi BAB 1 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perhatian terhadap pengaruh promosi dan diskon terhadap minat beli semakin besar, salah satunya adalah bisnis ritel. Bisnis ritel merupakan aktivitas

Lebih terperinci