RAGAM JENIS EKTOPARASIT DAN MANAJEMEN PENANGKARAN BIAWAK RAYA AKBAR RAMADHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAGAM JENIS EKTOPARASIT DAN MANAJEMEN PENANGKARAN BIAWAK RAYA AKBAR RAMADHAN"

Transkripsi

1 RAGAM JENIS EKTOPARASIT DAN MANAJEMEN PENANGKARAN BIAWAK RAYA AKBAR RAMADHAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RAGAM JENIS EKTOPARASIT DAN MANAJEMEN PENANGKARAN BIAWAK RAYA AKBAR RAMADHAN SKRIPSI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 SUMMARY RAYA AKBAR RAMADHAN (E ). Variety of Ectoparasites and Management Captive Breeding of Monitor Lizard. Under Supervision ERNA SUZANNA and SUSI SOVIANA Ectoparasite is arthropods or invertebrate organism lived on the surface of their host s body. The presence of ectoparasites on monitor lizard increased the appearance of illness symptoms or injury that may lead to the decrease of both Lizard s health and skin quality. Ectoparasites infection may cause a lot of disadvantage both to the management and the infected animal. The research was aimed at identifying the variety of ectoparasites on yellow monitor lizard, blue tail monitor lizard, and dumeril monitor lizard, managed in captive breeding of PT Mega Citrindo; identifying the relation between captive breeding management and ectoparasite infection, and: observing the behaviour of monitor lizards in the cage. Research was conducted on July August Data collected were species of ectoparasites found, ectoparasite s habitat, captive breeding management system, and monitor lizard s behaviour using observation method. The data collected were analysed using descriptive and qualitative analyses. The ectoparasites found in the research were mites on the yellow monitor lizards, and tick from genus Amblyomma and genus Aponomma on blue tail monitor lizard, and dumeril monitor lizard. The degree of infection of tick found on monitor lizards were low to moderate, however a high degree of infection (more than 11 ticks) were found on the back regio of one monitor lizard individual. The far distance between monitor lizard s cage with other reptiles cages, and high intensity of sun ray were assumed to be the cause of the absence of ticks on the yellow monitor lizards. The observed behaviour of both infected and uninfected monitor lizards in captive breeding of PT Mega Citrindo were stay still, walk, stuck out its tongue, and sunbathing. Key words: Amblyomma sp., Aponomma sp., yellow monitor lizard, blue tail monitor lizard, and dumeril monitor lizard

4 RINGKASAN RAYA AKBAR RAMADHAN (E ). Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak. Dibimbing oleh ERNA SUZANNA dan SUSI SOVIANA Ektoparasit merupakan organisme arthropoda atau invertebrata yang hidup pada permukaan tubuh inangnya. Keberadaan ektoparasit pada biawak menimbulkan gejala-gejala sakit atau luka yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dan kulit biawak. Infestasi ektoparasit menimbulkan banyak kerugian baik untuk pengelola maupun satwa yang terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ragam jenis ektoparasit pada biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril yang dikelola oleh PT Mega Citrindo; mengidentifikasi hubungan manajemen penangkaran dengan infestasi ektoparasit, dan; mengamati perilaku biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril di dalam kandang. Penelitian dilakukan dari bulan Juli hingga Agustus Data yang dikumpulkan meliputi jenis ektoparasit yang ditemukan, habitat ektoparasit, sistem manajemen penangkaran, dan perilaku biawak dengan menggunakan metode observasi/pengamatan. menggunakan analisis deskriptif dan kualitatif. Analisis data Jenis ektoparasit yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tungau pada biawak kuning, dan caplak dari genus Amblyomma sp. dan Aponomma sp. pada biawak ekor biru dan biawak dumeril. Derajat infestasi caplak yang ditemukan masuk ke dalam kategori ringan sampai sedang, namun ditemukan caplak dengan jumlah lebih dari 11 individu (kategori tinggi) pada regio punggung dari satu individu biawak. Letak kandang yang tidak dekat dengan kandang reptil jenis lain dan intensitas matahari tinggi dalam kandang dapat merupakan faktor penyebab tidak ditemukannya caplak pada biawak kuning. Perilaku biawak kuning, biawak ekor biru dan biawak dumeril di PT Mega Citrindo meliputi diam, berjalan, menjulurkan lidah, dan berjemur. Kata kunci : Amblyomma sp., Aponomma sp., biawak kuning, biawak ekor biru, biawak dumeril

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Raya Akbar Ramadhan E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP : Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak : Raya Akbar Ramadhan : E Ketua, Menyetujui : Dosen Pembimbing Anggota, Dr. drh. Erna Suzanna, M.Sc.F. Dr. drh. Susi Soviana, M.Si. NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 i KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Alah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak yang dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus Harapan penulis hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh penangkaran PT Mega Citrindo di dalam pengelolaan manajemen. Selain itu, data serta saran yang diberikan didalam skripsi dapat menjadi bahan kebijakan PT Mega Citrindo dalam upaya menjaga kesehatan satwa khususnya akibat ektoparasit. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Maret 2011 Penulis

8 ii RIWAYAT HIDUP Raya Akbar Ramadhan lahir di Kota Sukabumi pada tanggal 18 Mei Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Suryana Purawisastra dan Ibu Nora Rita Atikah. Pendidikan yang pernah diperoleh penulis adalah : 1. Taman Kanak-kanak Sandi Putera, Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 1, Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Al-Azhar Plus Bogor. Lulus pada tahun Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bogor. Lulus pada tahun 2006 Pada Tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Bogor. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk (USMI). Penulis memilih Program Studi Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota partisipan Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) di bidang Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu (KPK) tahun Penulis pernah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di jalur Kamojang Leuweung Sancang pada tahun 2008, Praktek Pengenalan Hutan di Gunung Walat pada tahun 2009, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan pada tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak yang dibimbing oleh Dr. drh. Erna Suzanna, M.Sc.F dan Dr. drh. Susi Soviana, M.Si.

9 iii UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Ragam Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada orang-orang yang telah terlibat langsung atau pun tidak langsung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibu Dr. drh. Erna Suzanna, MSc. F dan Ibu Dr. drh. Susi Soviana, MSi., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan dan memberi saran serta masukan kepada penulis. 2. Dosen penguji yang telah bersedia dan menyediakan waktunya, kepada Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS, selaku perwakilan Departemen Silvikultur, Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS, selaku perwakilan Departemen Manajemen Hutan, dan Ibu Anne Carolina, S.Si, MSi selaku perwakilan dari Departemen Hasil Hutan. 3. Papah, Mamah, dan Kakak tercinta Giasti Pustikasari serta Keluarga Besar atas segala doa dan kasih sayang, serta dukungan moral dan materi kepada penulis. 4. Seluruh staff pengajar karyawan/wati di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. 5. Pak Andre sebagai pemilik Penangkaran PT. Mega Citrindo dan pak Heru yang telah bersedia memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian di PT. Mega Citrindo serta mas Supar, mas Tama, mas Yudi, mas Ali serta mas Komeng sebagai petugas kandang atas saran dan bantuannya selama penelitian. 6. Detta Olyvia Nirwana yang tidak henti-hentinya memberikan semangat. 7. Seluruh karyawan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu selama penelitian. 8. Keluarga besar KSHE 43 (Cendrawasih) khususnya Catur WDS, Dez, dan Andin yang telah memberi banyak bantuan, saran serta masukan kepada

10 iv penulis, juga kepada Arga, Oby, Yunus, Afroh, Haray, Junef, Maiser, Marolop, Chacha, Reni, Ari S, Fiona, dan Nano yang banyak membantu dalam persiapan seminar dan sidang komprehensif. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat di bidang ilmu pengetahuan. Bogor, Maret 2011 Penulis

11 v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Penyebaran Morfologi Habitat dan Makanan Perilaku Status Prinsip Kesejahteraan Hewan Ektoparasit Definisi Ektoparasit Ektoparasit pada Reptil Caplak 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Alat dan Bahan Alat dan Bahan Pengambilan Data Alat dan Bahan Pengawetan Identifikasi Spesimen Metode Pengambilan Data Pengambilan Spesimen Ektoparasit Pengamatan Habitat Ektoparasit Pengamatan Sistem Manajemen Penangkaran 18

12 vi Pengamatan Perilaku Harian Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Kuantitatif 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Lokasi Topografi Sejarah 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak Biawak Kuning Biawak Ekor Biru Biawak Dumeril Manajemen Penangkaran Kondisi Kandang Manajemen Pakan Manajemen Kesehatan Satwa Pola Perilaku Harian Perilaku Biawak Kuning Perilaku Biawak Ekor Biru Perilaku Biawak Dumeril 41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 43 LAMPIRAN 47

13 vii DAFTAR TABEL No Halaman 1. Ragam jenis ektoparasit pada reptil Peralatan penelitian lapangan Peralatan pengawetan dan identifikasi ektoparasit Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak ekor biru Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak dumerili Komposisi kandang permanen Komposisi kandang boks Pengkayaan kandang PT. Mega Citrindo 33

14 viii DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Penyebaran biawak kuning di Kepulauan Sula dan Obi 4 2. Penyebaran biawak ekor biru di sekitar Papua Nugini dan daratan Australia Penyebaran biawak dumeril di kawasan Sunda Asia Tenggara Biawak kuning (Varanus melinus) Biawak ekor biru (Varanus doreanus) Biawak dumeril (Varanus dumerilii) Ilustrasi perilaku sosial biawak Caplak keras dari famili Ixodidae Pembagian tubuh biawak (regio) dalam koleksi ektoparasit Struktur organisasi PT. Mega Citrindo Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning Letak caplak yang ditemukan pada biawak : (a) punggung (b) perut (c) kaki belakang Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru : (a) Amblyomma sp. (b) Aponomma sp, (c) Aponomma sp Kandang permanen biawak kuning Kandang permanen biawak ekor biru Kandang permanen biawak dumeril Kandang box ukuran: (a) besar, (b) sedang, (c) kecil Pengkayaan kandang (enrichment) : (a) kandang biawak dumeril, (b) kandang biawak ekor biru, dan (c) kandang biawak kuning Jenis shelter : (a) alami, (b) buatan, kandang biawak kuning, (c) buatan, kandang biawak ekor biru Kegiatan pembersihan kandang : (a) luar kandang (b) dalam kandang (c) kandang box Pakan biawak : (a) tikus putih, (b) tikus sawah, (c) anak ayam (d) jangkrik. 37

15 ix DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Hasil pengamatan perilaku Langkah-langkah Pembuatan Preparat 50

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu negara di dunia yang memiliki potensi keanekaragaman satwaliar yang sangat tinggi. Keanekaragaman tersebut dapat terlihat dari beraneka ragamnya spesies satwaliar yang terdiri atas burung, mamalia, reptil dan amphibi yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia. Biawak kuning (Varanus melinus), biawak ekor biru (Varanus doreanus), dan biawak dumeril (Varanus dumeril) adalah contoh satu kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Selain biawak kuning, biawak ekor biru dan biawak dumeril, terdapat beberapa spesies biawak yang dapat ditemukan hanya di Indonesia antara lain biawak timor (Varanus timorensis), biawak kalimantan (Varanus borneensis), biawak abu-abu (Varanus nebulosus), biawak cokelat (Varanus gouldii) dan biawak hijau (Varanus prasimus). Dewasa ini trend menjadikan satwa reptil sebagai hewan peliharaan mulai berkembang di Indonesia. Biawak merupakan satwa yang memiliki potensi komersial. Kulitnya yang indah, kuat dan dagingnya yang mempunyai khasiat sebagai obat penyakit kulit banyak diincar oleh pemburu-pemburu. Upaya penyelamatan populasi biawak ini antara lain dengan dibuatnya penangkaran ekssitu. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan di dalam penangkaran antara lain adalah, pemeliharaan lingkungan kandang, pemberian makanan, kekayaan kandang (enrichment), dan kesehatan satwa. Lingkungan di dalam penangkaran yang kurang bersih dapat menimbulkan bibit penyakit untuk biawak, baik yang disebabkan oleh parasit (ektoparasit dan endoparasit), bakteri dan virus. Kesehatan satwa di dalam penangkaran merupakan aspek yang harus diperhatikan, karena berkaitan dengan kesejahteraan satwa. PT. Mega Citrindo adalah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan (ekspor) dan penangkaran reptil. Upaya penangkaran masih belum optimal, karena PT. Mega Citrindo belum menghasilkan anakan reptil dari dalam penangkaran. Bibit yang diambil berasal dari alam. Reptil yang dijual nantinya secara umum akan menjadi hewan peliharaan / pet animal. Oleh sebab itu kondisi reptil harus dalam keadaan sehat dan bebas dari penyakit.

17 2 Penyakit biawak yang disebabkan oleh parasit (ektoparasit dan endoparasit) perlu diperhatikan oleh pihak manajemen penangkaran. Selain akibat traumatis (perkelahian), infestasi ektoparasit juga mengakibatkan penurunan kualitas kulit biawak. Ditemukannya ektoparasit pada tubuh biawak atau pun di sekitar areal penangkaran biawak merupakan salah satu indikator adanya infestasi ektoparasit. Infestasi ektoparasit menimbulkan banyak kerugian baik untuk pengelola maupun satwa yang terinfeksi. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat belum adanya kajian mengenai ektoparasit pada biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril di penangkaran. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi ragam jenis ektoparasit pada biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril. 2. Mengidentifikasi hubungan manajemen penangkaran dengan infestasi ektoparasit. 3. Mengamati perilaku biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril di dalam kandang. 1.3 Manfaat 1. Memberikan masukan terhadap manajemen penangkaran, khususnya pada biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril. 2. Dapat dijadikan bahan kebijakan pengendalian ektoparasit di penangkaran.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Biawak Klasifikasi ilmiah dari biawak adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Famili : Varanidae Genus : Varanus Spesies : Biawak kuning (Varanus melinus) atau quince lizard monitor, Biawak ekor biru (Varanus doreanus) atau blue tail lizard monitor, dan Biawak dumeril (Varanus dumerilii) atau Brown Rough Necked, dumeril s monitor. Biawak merupakan hewan yang masuk dalam golongan kadal besar, dalam suku biawak-biawakan (varanidae). Di Indonesia terdapat banyak jenis biawak, tiga diantaranya adalah biawak kuning (Varanus melinus), biawak ekor biru (Varanus doreanus), dan biawak dumeril (Varanus dumerilii). 2.2 Penyebaran Daerah penyebaran biawak kuning (Varanus melinus) terutama di Indonesia bagian timur. Menurut Bohme & Zielger (1997) penyebaran biawak kuning adalah di Kepulauan Maluku yakni Kepulauan Sula, dan Obi. Berdasarkan Bayless & Adragna (1999) lebih dari 80% area di Maluku masih berupa hutan, dengan tipe hutan dataran rendah. Di Kepulauan Sula Varanus melinus terlihat di pulau Mangole dan Taliabu. Penyebaran biawak kuning dapat dilihat di Gambar 1.

19 4 U S Gambar 1 Penyebaran biawak kuning di Kepulauan Sula dan Obi. (Sumber : Anonim VI 2010). Biawak ekor biru merupakan salah satu spesies biawak di Indonesia. Penyebarannya disekitar Indonesia bagian timur, yaitu Papua Nugini dan Australia (semenanjung Cape York). Berikut adalah gambar penyebaran dari spesies biawak ekor biru (Gambar 2). Gambar 2 Penyebaran biawak ekor biru di sekitar Papua Nugini dan daratan Australia (lingkaran hitam). (Sumber : Anonim II 2008). Biawak dumeril juga dapat dijumpai di Indonesia. Menurut Cox et al. (1998) diacu dalam dalam Yong et al. (2008) habitat biawak dumeril ini adalah di dataran rendah dan mangrove di kawasan Sunda Asia Tenggara. Biawak dumeril ini berasal dari Semenanjung Tanah Melayu, Sumatera, dan Kalimantan, termasuk Pulau Bangka, Belitung, dan Kepulauan Riau (Bennet 1995, diacu dalam Yong et al. 2008).

20 5 Gambar 3 Penyebaran biawak dumeril di kawasan Sunda Asia Tenggara (warna merah). (Sumber : Anonim V 2010) 2.3 Morfologi Biawak merupakan jenis kadal terbesar. Salah satu jenis biawak terbesar yang dapat ditemukan di Indonesia adalah komodo (Varanus komodoensis). Auffenberg (1981a) diacu dalam Bennet (1998) mengatakan biawak terkecil yang ditemukan adalah Varanus brevicauda dengan ukuran panjang kurang lebih 23 cm dan berat 20 g. Ditemukan juga biawak air asia (Varanus salvator) terpanjang di Sri lanka dengan panjang 321 cm. Ukuran tubuh biawak menunjukkan variasi yang banyak dibanding famili dari satwa lain (Pianka 1995) diacu dalam Bennet (1998). Famili yang termasuk dari dua jenis biawak yang berukuran besar yaitu Varanus komodoensis dan biawak terbesar yang pernah ada Megalinia prisca (Bennett 1998). Biawak kuning (Varanus melinus) adalah dari subgenera Euprepiosaurus, berdekatan dengan spesies Varanus indicus tetapi mudah dibedakan dari warna kuningnya. Panjang total dari spesies ini sekitar cm. Biawak kuning memiliki ciri-ciri fisik badan berwarna kuning, lidah berwarna pink, bagian leher berwarna hitam dengan kepala batik (Anonim I 2010) dapat dilihat pada Gambar 4.

21 6 Gambar 4 Biawak kuning (Varanus melinus). (Sumber : Dokumen pribadi) Untuk jenis biawak ekor biru anakan atau juvenile, panjang totalnya dapat mencapai 4-5 kaki (Anonim II 2010). Secara morfologi biawak ekor biru memiliki ciri-ciri fisik seperti warna badan gelap kebiru-biruan dengan totol kuning, warna leher putih-kuning, warna ekor biru dengan pola garis vertikal (Gambar 5). Gambar 5 Biawak ekor biru (Varanus doreanus). (Sumber : Dokumen pribadi) Biawak dumeril secara keseluruhan memiliki tubuh berwarna cokelat. Pada fase anakan adalah warna terbaik biawak dumeril, karena memiliki warna yang unik yaitu kepalanya berwarna oranye dan tubuhnya berwarna cokelat. Ukuran tubuh biawak dumeril dewasa cm (Anonim VII 2010).

22 7 Gambar 6 Biawak dumeril (Varanus dumerilii). (Sumber : Dokumen pribadi) 2.4 Habitat dan Makanan Habitat adalah suatu daerah yang merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai komponen fisik dan biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak (Alikodra 1990). Biawak melakukan aktivitas di hutan rawa, karena pada tipe habitat ini biawak lebih mudah menjumpai mangsa yang sedang melakukan aktivitas mencari makan dan minum di sekitar daerah perairan (Iyai dan Pattiselano 2005). Biawak merupakan satwa predator, yaitu satwa pemangsa atau pemakan daging (karnivora). Menurut Bennet (1998) biawak memakan serangga, kerang, dan sisa-sisa ikan dari biawak dewasa, sedangkan biawak dewasa memakan ular, penyu, telur dan anak buaya, burung, katak, tikus, kera, rusa kecil, bangkai hewan dan bangkai manusia. Shine et al. (1998) menyatakan bahwa biawak memangsa jenis-jenis vertebrata seperti kucing, tikus, ayam dan jenis invertebrata seperti serangga dan kepiting. Jenis biawak kuning wilayah penyebarannya di kepulauan Maluku, Pulau Obi dan Pulau Sula dengan habitat hutan arboreal atau semi terestrial. Jenis makanan dari biawak kuning adalah tikus dan serangga (Anonim IV 2010). Biawak ekor biru tersebar di daerah timur yaitu Papua Nugini dan Australia, dan umumnya habitatnya berupa hutan terestrial. Jenis makanan biawak ekor biru adalah serangga, tikus, dan ikan (Anonim III 2010). Biawak dumeril tersebar di Semenanjung Malaysia dan pulau-pulau besar di Indonesia. Biawak dumeril hidup di habitat dataran rendah dan mangrove. Jenis makanan untuk biawak dumeril

23 8 antara lain serangga, kepiting, ikan, telur, mamalia kecil dan burung (Anonim VII 2010). 2.5 Perilaku Perilaku merupakan salah satu ekspresi yang ditunjukkan oleh satwa, terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya baik itu internal maupun eksternal (Suratmo 1979). Terdapat beberapa perbedaan sifat perilaku pada satwa yang dipelihara dan satwa liar. Perilaku dikelompokkan menjadi beberapa pola perilaku utama oleh Scott s (1950) dalam Lehner (1979), yaitu : 1. Perilaku makan dan minum (ingestive behaviour) 2. Perilaku mencari tempat berlindung (shelter seeking) 3. Perilaku bertentangan (agonistic behaviour) 4. Perilaku memelihara (epimeletic behaviour) 5. Perilaku ingin dipelihara (et-epimeletic behaviour) 6. Perilaku meniru (allelomimetic behaviour) 7. Perilaku membuang kotoran (eliminative behaviour) 8. Perilaku memeriksa (investigate behaviour) Bentuk perilaku biawak yang sudah menjadi rutinitas harian adalah berjemur (basking). Menurut Gumilang (2002) basking dilakukan pada pagi hari sekitar pukul WIB dan menjelang sore hari pada pukul WIB dengan lama waktu rata-rata berjemur 87 menit. Menurut Bennet (1998), biawak biasanya tidak bersosialisasi dengan binatang lain. Biawak mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kehadiran biawak lain dengan mencium bau yang ditinggalkan. Kegiatan berkelahi dapat juga merupakan suatu cara untuk menguji kekuatan biawak tanpa menimbulkan cedera yang serius terutama akibat gigitan. Ilustrasi bentuk perilaku sosial biawak seperti pada Gambar 7.

24 9 2.6 Status Gambar 7 Ilustrasi perilaku sosial biawak. (Sumber : Bennet 1993a) Biawak kuning, biawak ekor biru dan biawak dumeril termasuk dalam daftar CITES. CITES atau singkatan dari Convention on International Trade in Endangered Species, adalah konferensi yang membahas mengenai status perlindungan satwa di dalam perdagangan. Status biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril masuk ke dalam kategori Appendiks II, yang artinya pemanfaatan hanya boleh dilakukan dari hasil penangkaran, dan pengambilan di alam jumlahnya dibatasi dengan kuota tertentu. Kurang lebih 10 juta berbagai jenis reptil dibunuh untuk dimanfaatkan kulit dan dagingnya yang dipercaya masyarakat dapat dijadikan sebagai obat. Indonesia merupakan salah satu pengekspor kulit reptil yaitu 83% dari kebutuhan kulit dunia dan 75% produk kulit tersebut berasal dari Kalimantan dan Sumatera (Endelen 1998, diacu dalam Gumilang 2001). 2.7 Prinsip Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare) Didalam pengelolaan penangkaran harus memperhatikan lima prinsip umum kesejahteraan satwa liar, yaitu : 1. Bebas rasa lapar dan haus. 2. Bebas dari rasa tidak nyaman. 3. Bebas dari sakit, luka dan penyakit

25 10 4. Bebas berperilaku liar alami. 5. Bebas dari rasa takut dan stress. 2.8 Ektoparasit Definisi Ektoparasit Ektoparasit merupakan organisme arthropoda atau invertebrata yang hidup di bagian luar dari tempatnya bergantung, atau pada permukaan tubuh inangnya. Sebagian besar kelompok ektoparasit terdiri dari golongan serangga (kelas Insekta), dan lainnya adalah kelompok Acari (kelas Arachnida) seperti caplak atau sengkenit, dan tungau (Borror et al. 1992). Perbedaan utama morfologi antara kelas Insekta dan kelas Arachnida (Borror et al. 1992) adalah insekta memiliki bentuk tubuh memanjang seperti tabung dilengkapi sayap, dan tubuhnya terbagi atas tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen, sedangkan kelas Arachnida khususnya kelompok Acari memiliki ciri tubuh bulat telur, dengan sedikit atau tidak ada perbedaan dari dua daerah tubuh (dorsal dan ventral), secara umum pada stadium larva mempunyai tiga pasang tungkai, setelah stadium dewasa mempunyai empat pasang tungkai dan tidak dilengkapi sayap. Ektoparasit yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain adalah kelas serangga seperti nyamuk dan lalat (Diptera), kecoa (Dictyoptera), kutu (Phtiraptera), kutu busuk (Hemiptera), dan pinjal (Siphonaptera) serta kelas arachnida seperti tungau dan caplak (Hadi & Soviana 2000). Menurut Wall & Shearer (2001) terdapat dua sifat ektoparasit, yaitu ektoparasit yang sangat bergantung terhadap inangnya disebut obligat, dan ektoparasit yang tidak terlalu tergantung terhadap inangnya disebut fakultatif Ektoparasit pada Reptil Ular, kadal, kura-kura, dan biawak memiliki variasi masing-masing dalam jenis parasit. Jenis ektoparasit pada reptil liar sangat banyak ragamnya menurut Soifer (1977) (Tabel 1).

26 11 Tabel 1 Ragam jenis ektoparasit pada reptil No Tungau, seperti : Ophionyssus matricus Caplak. Seperti : Ornithodorus sp., Amblyoma sp. Ektoparasit Calliphoridae (lalat hijau),yang menyebabkan miasis, seperti : Cuterebra sp. Sarcophaga sp. Calllitroga sp. Lintah: terutama pada reptil yang bersifat akuatik, khususnya kura-kura. Chiggers (larva tungau) : tungau dari famili Trombiculidae Caplak (tick) Caplak terdiri dari dua famili, salah satunya yaitu Ixodidae (caplak keras). Ixodidae disebut caplak keras karena memiliki keping dorsal atau skutum dan merupakan caplak penghisap darah yang memiliki kapitulum di ujung kepala pada semua stadium. Ukuran atau besar skutum ini juga dapat memperlihatkan perbedaan kelamin. Pada caplak jantan, skutum menutupi seluruh permukaan dorsal dari tubuhnya, sedangkan pada caplak betina skutum hanya menutupi sebagian dorsal permukaan tubuh. Siklus hidup terdiri dari empat stadium yaitu telur, kemudian selang beberapa hari akan berubah menjadi larva. Setelah kurang lebih dua minggu larva dengan kaki tiga pasang akan berubah menjadi nimfa. Stadium yang terakhir adalah perubahan nimfa menjadi dewasa setelah menghisap darah inang selama 4-8 hari. Pada saat menghisap darah caplak akan melakukan fase engorged, yaitu fase caplak menghisap darah hingga terlepas dari inangnya. Variasi siklus hidup caplak tergantung dari tipe berumah satu, dua, dan tiga. Berumah satu, dua, dan tiga tergantung dari berapa kali mereka jatuh di tanah dan mencari inang baru untuk menyilih/moulting (Levine 1990). Berikut adalah morfologi yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh caplak (Gambar 8).

27 12 Palpus Kapitulum Mata Scutum Festoon Keping tengah Spirakulum Anus Keping adanal Keping anal Punggung (dorsal) Perut (ventral) Gambar 8 Caplak keras dari famili Ixodidae. (Sumber: Hadi et al. 2008) Infestasi caplak dapat membahayakan satwa dan manusia di sekitarnya. Hal ini disebabkan caplak dapat berperan sebagai agen pembawa penyakit (vektor) yang menularkan kepada manusia ataupun satwa di sekitarnya. Enam jenis penyakit yang dibawa oleh caplak menurut Wooley (1988), yaitu : 1. Rickettsiosis oleh patogen Rickettsial : Rocky Mountain Spotted Fever (RMSF) ; Japanese river fever, penyakit Tsutsugamushi 2. Colorado tick fever oleh Virus 3. Bakteri, spirochaetal : demam 4. Babesia bigemina oleh Protozoan 5. Infeksi kecacingan. 6. Tick paralysis yakni penurunan aktifitas motorik / kelumpuhan akibat sekresi saliva yang bersifat neurotoksik (racun saraf). Caplak juga memiliki beberapa kemampuan yang meningkatkan berpotensinya menjadi vektor. Menurut Wooley (1988) terdapat beberapa hal yang menyebabkan caplak unggul sebagai vektor, yaitu : 1. Saliva yang diberikan memberikan narcotizing efek dan bersifat mematikan. 2. Caplak menghisap darah dan harus memiliki persediaan makanan untuk berkembang.

28 13 3. Caplak keras menghisap darah dengan lambat dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk caplak betina mencapai engorged, kemungkinan sangat besar patogen akan masuk ke dalam tubuh inang. 4. Narcotizing efek dari saliva membuat keberadaan caplak tidak dirasakan oleh inangnya. 5. Caplak dapat hidup pada lingkungan yang ekstrim dan dapat bertahan dalam beberapa periode tanpa makanan. 6. Caplak dapat menurunkan agen penyakit secara transovarial (pada telur) dan secara transtadial (pada stadium larva ke stadium nimfa, pada stadium nimfa ke stadium dewasa).

29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan Juli hingga Agustus Alat dan Bahan Alat dan Bahan Pengambilan Data Lapang Berikut adalah peralatan yang digunakan didalam pengambilan data di lapang (Tabel 2). Tabel 2 Peralatan penelitian lapangan No Nama Alat Kegunaan 1 Kamera digital Mengambil gambar kandang, biawak, kegiatan manajemen kandang, dan ektoparasit 2 Pencapit / Hook Menangkap biawak 3 Stopwatch Mengukur waktu perilaku biawak 4 Botol spesimen Menyimpan ektoparasit yang ditemukan 5 Pinset Mengambil ektoparasit 6 Label Untuk informasi atau keterangan 7 Termometer dry wet Mengukur suhu dan kelembapan kandang 8 Box Untuk menyimpan alat-alat 9 Meteran Jahit Alat untuk mengukur Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril Alat dan Bahan Pengawetan Identifikasi Spesimen Ektoparasit Alat-alat yang digunakan saat proses pengawetan dan identifikasi ditujukan pada Tabel 3.

30 16 Tabel 3 Peralatan pengawetan dan identifikasi ektoparasit No Nama Alat Kegunaan 1 Microskop Zeiss stereo (3D) Melihat bentuk ektoparasit khususnya caplak yang belum diawetkan ke dalam preparat kaca 2 Mikroskop Bausch & Lomb Melihat bentuk ektoprasit yang sudah dibuat kedalam preparat kaca 3 Bunsen Alat pemanas 4 Korek api Alat pembakar 5 Oven Mengeringkan preparat yang masih basah 6 Tabung reaksi Wadah untuk ektoparasit 7 Cawan petri Wadah untuk melihat ektoparasit 8 Buku Ektoparasit (Hadi et al. Untuk mengidentifikasi ektoparasit (2008), Levine (1990), Kolonin (2009)) 9 Preparat kaca dan cover glass Tempat untuk ektoparasit diawetkan Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, 80%, dan 90% untuk mendehidrasikan ektoparasit. Kalium Hidroksida (KOH) 10 % untuk menipiskan lapisan kitin pada ektoparasit, xylol untuk membersihkan kotoran di dalam tubuh, larutan lactophenol untuk membersihkan kitin pada tungau, minyak cengkeh, larutan Hoyer, dan Canada balsam. Selain itu bahan lainnya adalah spesimen caplak dan tungau yang ditemukan pada biawak. 3.3 Metode Pengambilan Data Pengambilan Spesimen Ektoparasit A. Koleksi Metode yang digunakan adalah koleksi ektoparasit pada tubuh biawak. Pengambilan ektoparasit dilakukan secara manual, dan diambil dari beberapa bagian tubuh (daerah pengambilan spesimen) yang dibagi menjadi empat regio, yaitu kepala (leher hingga kepala) pada regio I, kaki (sepasang kaki depan dan kaki belakang) pada regio II, badan bagian punggung (dorsal) dan perut (ventral) pada regio III dan ekor pada regio IV. Ilustrasi pada Gambar 9.

31 17 Ektoparasit yang telah tertangkap dimasukkan ke dalam tabung spesimen yang telah diisi dengan alkohol 70% dan di beri label sesuai dengan regio tubuhnya untuk diawetkan. IV III II I Keterangan : I = regio kepala, II = regio kaki, III = regio badan (punggung dan perut), IV = ekor Gambar 9 Pembagian tubuh biawak (regio) dalam koleksi ektoparasit. B. Pengawetan Spesimen Spesimen ektoparasit yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengawetan dengan dua cara yaitu pengawetan basah dan kering. Tata cara pengawetan tercantum dalam Hadi et al. (2008). Untuk pengawetan basah dilakukan dengan cara menyimpan spesimen ektoparasit dalam tabung yang berisi alkohol 70%. Untuk pengawetan kering dilakukan dengan menyimpan spesimen ektoparasit dalam keadaan kering di dalam kaca preparat. Tata cara pembuatan slide preparat untuk spesimen kutu dan tungau hampir sama, perbedaannya hanya terletak pada lapisan penipis kitinnya. Spesimen diawetkan dengan cara dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%, kemudian spesimen dimasukkan ke dalam kalium hidroksida (KOH) 10% agar lapisan kitinnya menipis. Proses tersebut dipercepat dengan pemanasan, tetapi tidak sampai mendidih. Setelah itu, spesimen dibilas dengan air sampai bersih. Apabila ada bagian yang menggembung, dapat ditusuk dengan jarum supaya isinya keluar. Spesimen didehidrasi bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% selama 10 menit pada masing-masing tingkatan. Lalu spesimen dicuci dengan xylol sampai bersih. Untuk tungau, spesimen dibunuh dengan alkohol 70%. Spesimen direndam dalam larutan laktofenol agar lapisan kitinnya menipis dan jaringan internal menjadi lembek. Selanjutnya, spesimen dimasukkan kaca

32 18 preparat dengan media balsam canada untuk caplak, dan larutan hoyer untuk tungau. C. Identifikasi Spesimen Spesimen untuk kepentingan identifikasi harus berada dalam kondisi utuh, artinya karakteristik morfologi yang dibutuhkan untuk proses identifikasi dalam kondisi baik dan lengkap. Identifikasi dilakukan dengan pemberian identitas pada spesimen sesuai urutan taksonominya, kemudian dilakukan penentuan pengelompokan berdasarkan subordo, famili, genus dan spesies. Kunci identifikasi yang digunakan adalah buku panduan praktikum Hadi (2008), Elbl dan Anastos (1966a, 1966b), dan Levine (1990). Identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Pengamatan Habitat Ektoparasit Metode yang digunakan adalah dengan mengamati tempat-tempat di dalam kandang seperti lantai kandang dan batang pohon, yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak ektoparasit.di dalam penangkaran PT. Mega Citrindo terdapat kandang biawak kuning yang berisi beberapa biawak, dan di dalamnya terdapat batang-batang pohon besar dan beberapa jenis tumbuhan. Biawak ekor biru terdiri dari tujuh kandang. Di setiap kandang terdapat batang-batang pohon besar, tempat berendam sekaligus tempat untuk minum, dan ukuran kandang tidak sebesar kandang biawak kuning karena di dalam kandang hanya terdapat dari dua sampai tiga ekor biawak. Biawak dumeril terdiri dari dua kandang. Berbeda dengan biawak kuning dan ekor biru, kandang biawak dumeril hanya terdapat batang pohon dan tempat berendam. Jumlah biawak dumeril ini sebanyak dua ekor, jantan dan betina. Masing-masing dipisah dalam satu kandang Pengamatan Sistem Manajemen Penangkaran Metode yang digunakan adalah dengan mengolah data sekunder. Data yang diolah meliputi beberapa aspek yaitu pengelolaan kandang, pemeliharaan

33 19 biawak, dan pemberian pakan. Selain pengamatan juga dilakukan wawancara informal. Wawancara informal dilakukan kepada pihak pengelola, diantaranya pemilik PT. Mega Citrindo, dan animal keeper di kandang biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril Pengamatan Perilaku Harian Pengamatan perilaku menggunakan ad libitum sampling, yaitu pengamat mencatat setiap perilaku yang dilihat untuk mendapat gambaran perilaku (Peebles 1994). Pencatatan mengenai perilaku ini dilakukan menggunakan metode Time Sampling dengan interval 10 menit mengamati kondisi fisik dan perilaku harian. Tahap pertama dilakukan dari pukul WIB dan tahap kedua dilakukan dari pukul WIB. 3.4 Analisis Data Analisis deskriptif Penjelasan mengenai fenomena-fenomena yang terjadi pada aspek penangkaran biawak kuning, biawak ekor biru, dan biawak dumeril di lokasi penangkaran Analisis kuantitatif Berupa perhitungan dari hasil pengambilan data spesimen ektoparasit ektoparasit dengan membuat pengelompokan jumlah dari tiap regio-regio pada setiap jenis biawak. Data ditabulasikan dengan Derajat Infestasi ektoparasit secara destriptif, yaitu negatif (-) menunjukkan tidak ada ektoparasit yang menginfeksi; positif satu (+) adalah satu sampai lima ektoparasit (infestasi ringan); positif dua (++), enam sampai sepuluh ektoparasit (infestasi sedang); dan positif tiga (+++), lebih dari sebelas ektoparasit (infestasi tinggi).

34 IV. KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Lokasi PT. Mega Citrindo berada di jalan Mutiara VII/31 Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas total 2860 m³. PT. Mega Citrindo terletak pada ketinggian 1100 mdpl dan terdiri dari bangunan kandang permanen, semi permanen dan kolam penampungan. 4.2 Topografi antara 0-11%. Lahan disekitarnya umumnya agak miring dengan rata-rata kelerengan 4.3. Sejarah Perusahaan ini umumnya bergerak pada bidang penampungan dan ekonomi sehingga hanya bertindak sebagai pengumpul satwa reptil saja dan ditampung yang kemudian akan diekspor keluar negeri. Untuk memenuhi permintaan pasar konsumen, reptil diambil langsung dari daerah-daerah atau ditempat-tempat penampungan lainnya. Untuk menghindari kematian satwa pada penampungan biasanya pihak pengelola menerapkan aturan bahwa satwa yang akan dikirim selalu disesuaikan dengan pemesanan atau permintaan. PT. Mega Citrindo ini pada umumnya bergerak dalam bidang perdagangan reptil yang dilindungi undang-undang ataupun yang tidak dilindungi undangundang. Orientasi kegiatan eksport reptil ini berdasarkan peraturan pemerintah, yaitu Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No 100/KPTS/DJ-IV/2001 tentang penangkaran. Maksud dan tujuan dari perusahaan ini adalah untuk pemanfaatan sumberdaya alam hayati dengan keperluan ekonomi, karena perusahaan ini pada awalnya hanya mengekspor satwa yang diambil dari alam atau dari pihak suplier. Namun saat ini ada jenis-jenis satwa tertentu seperti biawak, tokek, kura-kura dan jenis ular tertentu serta jenis satwa lainnya yang dikembangbiakan di lokasi tersebut.

35 21 Manfaat dari usaha ini adalah untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara lestari dan berkesinambungan sebagai wujud peningkatan ekspor di luar migas dalam jenis ekspor komoditi khusus yaitu satwa. Jenis penampungan ini dilakukan secara intensif karena dari segi pengelolaannya, semua disediakan oleh pihak pengelola dengan satwa yang didatangkan dari alam atau penampungan lain dengan berbagai ukuran dan rata-rata masih bersifat liar. Berikut adalah gambar struktur organisasi perusahaan PT. Mega Citrindo (Gambar 10). Direktur Kepala Administrasi Bagian Kandang Bagian Kebersihan Penjaga kandang kadal,bunglon dan tokek Penjaga kandang Biawak Penjaga kandang Ular Penjaga kandang Kura-kura Gambar 10 Struktur organisasi PT. Mega Citrindo.

36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak Biawak Kuning (Varanus melinus) Jumlah biawak kuning di dalam kandang kurang lebih terdapat 13 ekor, namun koleksi ektoparasit dilakukan terhadap empat ekor biawak sebagai sampel. Pada biawak kuning tidak ditemukan caplak, namun satu dari empat biawak yang diambil ditemukan tungau di sekitar kloaka. Berdasarkan hasil identifikasi, jenis tungau yang ditemukan berasal dari famili Macrochelidae. Struktur tubuh tungau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Keterangan : perbesaran 250x Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning. Tungau dari famili Macrochelidae ini umum ditemukan pada setiap feses hewan. Menurut Krantz (1998) Macrochelidae merupakan tungau kosmopolitan, banyak yang ditemukan di habitat yang spesifik, sering juga ditemukan di habitat yang tidak stabil. Famili ini berasosiasi dengan kumbang feses. Menurut Hartini dan Takaku (2003), terdapat dua belas jenis tungau Macrochelidae dari genus Macrocheles yang ditemukan di Indonesia, diantaranya adalah Macrocheles jabarensis, M. sukabumiensis, dan M. jonggolensis. Menurut Levine (1990) secara umum siklus hidup tungau terdiri dari telur, lalu berubah menjadi larva. Larva akan berganti kulit menjadi protonimfa, selang beberapa hari akan berubah menjadi deutonimfa hingga akhirnya mencapai stadium dewasa.

37 23 Penelitian Katiaho dan Simmons (2000) mengatakan tungau jenis Marchoceles merdarius dari famili Macrochelidae yang berasosiasi dengan kumbang feses Onthophagus binodis, menyebabkan kumbang jantan yang terinfestasi Macrocheles merdarius mati rata-rata 15 hari lebih cepat dibandingkan dengan kumbang jantan yang tidak terinfestasi Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) Jumlah populasi biawak ekor biru kurang lebih 18 ekor yang dipelihara dalam tujuh kandang. Berdasarkan hasil pengambilan sampel biawak ekor biru didapatkan ektoparasit jenis caplak dari genus Aponomma dan genus Amblyomma. Berikut adalah jumlah caplak per regionya yang ditujukkan di Tabel 4. Tabel 4 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak ekor biru Jenis Individu Regio Biawak Kepala Kaki depan V. doreanus Kaki belakang Ekor Punggung Perut Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5, ++ = 6-10, +++ = >11 Ektoparasit diambil dari tujuh ekor biawak. Masing-masing pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali ulangan. Tabel hasil menunjukkan letak caplak yang paling sering dijumpai adalah di regio perut (Gambar 12b), ditemui pada individu 3, 5, 6 dan 7. Selain ditemukan di perut caplak juga ditemukan di kaki belakang (Gambar 12c), ekor, dan punggung. Pada kaki belakang, caplak ditemukan di daerah sekitar ketiak sedangkan pada ekor dan punggung, caplak ditemukan di lipatan-lipatan kulit dan diantara sisik-sisik kulit biawak. Beberapa jenis caplak ada yang menyerupai sisik biawak. Pada tabel 4 terlihat bahwa derajat infestasi yang beragam di setiap regio pada beberapa individu. Derajat infestasi tinggi pada individu kedua di punggung, (gambar 12b). Caplak pada regio tubuh ini relatif masih kecil-kecil dibandingkan

38 24 dengan regio lainnya. Derajat infestasi sedang pada individu ketujuh di regio perut. Sedangkan untuk beberapa regio lainnya pada setiap individu masih dalam derajat infestasi ringan. c a b Gambar 12 Letak caplak yang ditemukan pada biawak : (a) punggung (b) perut (c) kaki belakang. Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru adalah genus Aponomma dan genus Amblyomma : (a) (b) (c) Keterangan : perbesaran 25x Gambar 13 Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru : (a) Amblyomma sp. (b) Aponomma sp, (c) Aponomma sp.

39 25 Caplak Aponomma sp. hampir ditemukan diseluruh regio biawak ekor biru. Dibandingkan dengan genus Amblyomma sp. yang terbatas pada biawak ekor biru. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam proses identifikasi maka caplakcaplak yang sudah didapat dibuat preparat, agar tubuhnya dapat terlihat Biawak Dumeril (Varanus dumerilii) Biawak dumeril yang ada di penangkaran PT. Mega Citrindo berjumlah dua ekor yang berjenis kelamin jantan dan betina. Dibandingkan dengan biawak ekor biru, jumlah caplak pada biawak dumeril lebih sedikit. Dari data hasil ditemukan caplak di kaki depan dan badan atas. Tabel 5 menunjukkan jumlah caplak yang ditemukan di biawak dumeril. Tabel 5 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak dumerili. Jenis Biawak Regio Individu 1 2 Kepala - - Kaki depan - ++ V. dumerilii Kaki belakang - - Ekor - - Punggung + - Perut - - Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5, ++ = 6-10, +++ = >11 Berdasarkan dari tabel di atas, sampel yang diambil sebanyak dua ekor biawak dumeril dengan masing-masing pengambilan sebanyak satu kali. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada biawak individu pertama caplak hanya ditemukan di punggung dengan derajat infestasi ringan, sedangkan pada biawak kedua ditemukan di bagian kaki depan dengan derajat infestasi sedang. Caplak yang ditemukan pada biawak dumeril hanya dari genus Aponomma (Gambar 13b dan 13c). Pada reptil, caplak yang umumnya ditemukan adalah dari genus Aponomma dan Amblyomma. Perbedaan secara morfologi yang menjadi dasar kunci identifikasi antara Aponomma sp. dengan Amblyomma sp. adalah adanya mata. Aponomma sp. tidak memiliki mata sedangkan Amblyomma sp. memiliki

40 26 mata. Aponomma sp. dan Amblyomma sp. sama-sama memiliki palpus yang panjang. (Levine 1990). Menurut Levine (1990) genus Amblyomma biasanya ornata (memiliki hiasan skutum), memiliki palpus panjang, terutama segmen kedua. Sedangkan genus Aponomma memiliki bentuk oval, termasuk ke dalam caplak ornata dan inornata, parasit terhadap ular-ular besar dan biawak, dan memiliki spesifikasi inang sehingga apabila ditemukan bukan pada inang definitifnya maka itu suatu kebetulan / accidental (Elbl dan Anastos 1966). Beberapa jenis caplak yang juga ditemukan pada reptil yaitu pada ular besar famili Boidae yaitu caplak jenis Aponomma latum dan Aponomma transversale. Pada ular beracun famili Viperidae dan Elabidae ditemukan caplak jenis Aponomma latum (Tandon 1991). Menurut Tandon (1991) genus Aponomma sp. yang ditemukan pada biawak adalah jenis Aponomma exornatum dan untuk genus Amblyomma sp. menurut Theiler (1962) dalam Tandon (1991) jenis Amblyomma marmoreum baik pada stadium dewasa dan larva. Sedangkan menurut Elbl dan Anastos (1966a) jenis caplak yang ditemukan pada Varanus sp. adalah Amblyomma nuttali. Aponomma exornatum, Amblyomma marmoreum dan Amblyomma nuttali penyebarannya meliputi Negara Republik Afrika Selatan dan sekitarnya Kolonin (2009) mengatakan caplak yang terdapat pada famili Varanidae di Indonesia antara lain Amblyomma robinsori, Amblyomma helvolum, Aponomma soembawensis, Aponomma trimaculatum, Aponomma fibriatum, dan Aponomma varenense. Amblyomma robinsori wilayah penyebarannya di Pulau Komodo. Amblyomma helvolum wilayah penyebarannya di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Komodo, Flores, dan Tanimbar. Aponomma soembawensis penyebarannya di Pulau Sumba, Sumbawa, Semau, Timor, dan Sabu. Aponomma trimaculatum wilayah penyebarannya di Sulawesi, Tornate, Liki, Aru, Seram, dan Pulau Simelue. Aponomma fibriatum wilayah penyebarannya di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Dan Aponomma varenense wilayah penyebarannya di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Aponomma sp. dan Amblyomma sp. termasuk famili Ixodidae yaitu golongan caplak keras, dan ordo Acarina. Baik genus Aponomma maupun Amblyomma termasuk ke dalam caplak berumah tiga (Elbl & Anastos 1966a,

41 27 Kolonin 2009). Menurut Levine (1990) Amblyomma sp. memiliki inang yang sama untuk setiap stadium. Menurut Elbl dan Anastos (1996b) stadium nimfa dan larva pada Aponomma sp kadang-kadang berada pada inang yang sama, bersama dengan yang dewasa. Caplak Amblyomma americanum dapat bertelur hingga butir. Secara umum caplak memiliki ukuran tubuh 0,3-1 cm, dan dapat bertambah besar apabila sudah menghisap darah (Levine 1990). Di alam caplak memiliki variasi inang yang lebih banyak dibandingkan di dalam penangkaran, sehingga terdapat kemungkinan adanya perbedaan inang di setiap stadium. Menurut Kolonin (2009) Amblyomma javanense hampir seluruh stadiumnya ditemukan pada trenggiling, dan kadang-kadang juga ditemukan pada inang yang lain yaitu ular, biawak, dan mamalia. Infestasi caplak pada satwa memberikan dampak negatif untuk kesehatan satwa. Akibat dari infestasi ektoparasit antara lain kekurangan darah (anemia), kerusakan kulit atau iritasi, alergi sehingga menyakiti diri sendiri atau self wounding dengan mencakar atau pun menggigit bagian tubuh yang terasa gatal akibat ektoparasit (Wall & Shearer 2001). Menurut Hoogstraal (1956a) caplak Aponomma exornatum sebagai vektor penyakit demam Q (Q fever) yang disebabkan oleh bakteri patogen intraseluler Coxiella burnetii, A. exornatum juga transmitter bermacam-macam hemogregarines (Elbl dan Anastos 1996b) yakni organisme uniselular bersifat parasit pada sel darah merah, dan menyerang vertebrata berdarah dingin (Merino et al 2008). 5.2 Manajemen Penangkaran Kondisi Kandang Kandang merupakan salah satu aspek penting bagi kesejahteraan hidup satwa, karena semua aktivitas satwa dilakukan di dalam kandang. Kondisi kandang yang baik adalah kandang yang dibuat sesuai dengan habitat aslinya, dengan tujuan agar satwa dapat mengekspresikan perilakunya seperti di alam. Selain itu kandang yang baik juga harus memperhatikan kualitas kekayaan kandang seperti batang kayu, tempat minum, shelter, tempat memanjat, dan fasilitas lainnya yang mendukung perilaku satwa.

42 28 a. Jenis, Bentuk, dan Ukuran kandang Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa persyaratan dalam ukuran dan struktur kandang untuk amfibi dan reptil, diantaranya yaitu : 1. Cukup ruang untuk bergerak dalam posisi normal. 2. Dapat menjaga hewan tetap kering, tidak kontak dengan kotoran dan sisa pakan-minum. 3. Sesuai ukuran/berat dan regulasi. 4. Struktur sesuai sifat biologis spesies. Jenis kandang di PT. Mega Citrindo terdiri dari dua jenis kandang yang disesuaikan dengan fungsi masing-masing kandang. Kandang permanen berfungsi sebagai tempat indukan remaja, dan dewasa. Kandang boks berfungsi sebagai tempat penampung anakan. Saat melakukan wawancara dengan keeper kandang boks berfungsi juga sebagai tempat penampung biawak dewasa yang cacat fisiknya, karena jika disatukan di dalam kandang permanen ada kemungkinan bersaing dengan biawak lainnya. Kandang biawak ekor biru dan biawak dumeril memiliki bentuk kandang yang tidak jauh berbeda yaitu segi empat. Sedangkan untuk biawak kuning memiliki bentuk kandang segi empat dengan pola yang berbeda di tiap sisi-sisinya. Komposisi kandang permanen dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi kandang permanen No Komposisi 1 Bahan kandang Kandang Permanen Biawak kuning Biawak ekor biru Biawak dumeril Campuran semen, kawat loket, substrat tanah Campuran semen, kawat loket, substrat pasir, kerikil dan batu-batuan Campuran semen, kawat loket, substrat lantai semen 2 Ukuran kandang (p x l x t) cm 600 x 750 x x 300 x x 300 x Jumlah kandang 1 unit 7 unit 2 unit 4 Jumlah biawak ± 13 ekor 2 ekor 1 ekor Biawak kuning dewasa hidup bersama-sama di dalam satu kandang besar, dengan jumlah individu kurang lebih 13 ekor, oleh karena itu ukuran kandang

43 29 biawak kuning lebih besar dibandingkan dengan kandang biawak lainnya. Biawak kuning memiliki ukuran kandang dengan panjang 400 cm, lebar 750 cm, dan tinggi 170 cm. Bahan kandang biawak kuning terbuat dari campuran semen, untuk pengamanan kandang menggunakan kawat loket di setiap sisi kandang dengan lubang berbentuk persegi 1 cm x 1 cm, dan gembok kecil di pintu luar. Substrat yang digunakan adalah tanah dan sebagian lantai semen. Kandang tidak memiliki atap tertutup, sehingga cahaya matahari dapat masuk dengan mudah. Gambar kandang biawak kuning dapat dilihat di bawah ini (Gambar 14). Gambar 14 Kandang permanen biawak kuning. Kandang biawak ekor biru terdiri dari tujuh unit. Di dalam setiap kandang terdapat 2-3 ekor biawak ekor biru. Bahan kandang biawak ekor biru terbuat dari campuran semen dan kawat loket. Sebagian atap dari kandang ditutupi oleh asbes, ini menyebabkan sinar matahari tidak sepenuhnya masuk ke dalam kandang sehingga rentan bagi biawak ekor biru untuk terkena penyakit. Ukuran kandang biawak ekor biru panjang 200 cm, lebar 300 cm, dan tinggi 200 cm. Substrat yang digunakan adalah batu-batuan, kerikil dan pasir. Bentuk kandang biawak ekor biru dapat dilihat pada Gambar 15.

44 30 Gambar 15 Kandang permanen biawak ekor biru. Ukuran dan bentuk kandang biawak dumeril tidak begitu berbeda dengan ukuran kandang biawak ekor biru. Kandang biawak dumeril terdiri dari dua unit, masing-masing kandang ditempati oleh satu ekor biawak dumeril. Pengelola kandang memisahkan kandang biawak dumeril jantan dan biawak dumeril betina. Hal ini dikarenakan biawak betina lebih agresif menyerang biawak jantan, pemisahan kandang bertujuan untuk mengurangi luka fisik pada biawak jantan maupun betina. Biawak dumeril memiliki ukuran kandang dengan panjang 200 cm, lebar 300 cm, dan tinggi 150 cm. Atap kandang sebagian ditutup oleh asbes. Substrat tidak menggunakan tanah ataupun pasir, melainkan hanya menggunakan lantai semen. Berikut adalah kondisi kandang biawak dumeril pada Gambar 16. Gambar 16 Kandang permanen biawak dumeril.

45 31 Kandang boks di PT. Mega Citrindo berfungsi sebagai kandang sementara untuk anakan. Tabel 7 menunjukkan komposisi kandang boks. Tabel 7 Komposisi kandang boks No Komposisi Kandang boks 1 Bahan kandang Boks plastik, substrat kertas koran 2 Besar : 64 x 35 x 32 Ukuran kandang (p x l x t) Sedang : 43 x 30 x 29 cm Kecil : 41 x 28 x 18 3 Fungsi Penampung anakan Bahan kandang terbuat dari plastik, dan untuk substrat yang dipakai adalah kertas koran. Kertas koran ini berfungsi sebagai alas untuk biawak anakan. Kandang yang digunakan sudah disesuaikan dengan ukuran tubuh masing-masing biawak anakan. Kandang boks untuk biawak jumlahnya sekitar 200 boks. Menurut hasil wawancara dengan pemilik penangkaran, kandang boks ini hanya sebagai kandang sementara untuk anakan karena kurang dari satu minggu anakan biawak akan langsung dikirim ke pihak pemesan. Berikut adalah gambar kandang boks (Gambar 17) a b c Gambar 17 Kandang boks ukuran: (a) besar, (b) sedang, (c) kecil.

46 32 b. Konstruksi Kandang Kandang yang baik adalah kandang yang dibuat dengan konstruksi yang kokoh. Hasil pengamatan ditempat penelitian, PT. Mega Citrindo mempunyai kandang permanen yang bervariasi yang disesuaikan dengan fungsi masingmasing kandang. Hampir seluruh kandang permanen dibuat dari campuran semen, dengan kondisi yang kurang baik karena di setiap sudut kandang ditumbuhi banyak lumut. Hal ini disebabkan karena kelembaban yang cukup tinggi di PT. Mega Citrindo. Kandang permanen di PT. Mega Citrindo terbuat dari rangka besi yang kokoh. Menurut Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian (2008) terdapat pedoman yang harus dipenuhi dalam kontruksi kandang pada reptil, yaitu : 1. Kandang harus mudah dibersihkan. 2. Lantai harus kuat dan mudah dibersihkan, dapat menjamin sanitasi dan higienis. 3. Atap harus menutupi keseluruhan atau sebagian kandang, dan tidak mudah bocor. 4. Kemiringan atap harus diatur, agar pada saat hujan air tidak meluncur masuk ke dalam kandang. 5. Tinggi bangunan harus disesuaikan, agar tetap menjaga sirkulasi udara. 6. Ventilasi kandang harus dibuat sesuai dengan tempat dan kebutuhan jenis reptil atau amfibi. 7. Dinding kandang harus kokoh, untuk keamanan kandang. 8. Letak bangunan harus dibuat dengan strategis, untuk memudahkan kegiatan sehari-hari. Kandang boks atau kandang sementara terbuat dari plastik dengan rangka yang kokoh. Ventilasi atau lubang udara pada kandang boks yaitu pada tutup yang sudah dilubangi. Menurut Maulidzar (2010) pertimbangan boks plastik sebagai bahan kandang, didasarkan bahwa bahan tersebut memenuhi syarat perkandangan yang baik diantaranya : 1. Berdinding kuat, aman dari gangguan satwa lain, dan dapat dilihat dari luar. 2. Mudah diperoleh ketika dibutuhkan.

47 33 3. Mudah dibersihkan dan memiliki penampilan yang menarik untuk koleksi reptil. c. Pengkayaan Kandang (Enrichment Kandang) Pengkayaan kandang atau enrichment kandang merupakan suatu upaya yang dilakukan agar satwa seperti berada di habitat aslinya. Dengan adanya pengkayaan kandang, satwa dapat mengekspresikan perilakunya seperti di alam dan untuk menghindari satwa dari stres, kebosanan, kegelisahan, dan perilaku menyimpang maupun untuk meningkatkan kualitas hidup satwa di dalam kandang. Tabel 8 menunjukkan pengkayaan kandang yang terdapat di PT. Mega Citrindo. Tabel 8 Pengkayaan kandang PT. Mega Citrindo No Jenis Kandang Perlengkapan Kandang Biawak kuning Biawak ekor biru Biawak dumeril 1 Kandang Batang kayu, tempat Batang kayu, shelter Batang kayu, permanen minum, shelter alami buatan, tempat minum tempat minum (lubang) dan buatan, tumbuhan 2 Kandang boks Kertas koran Kertas koran Kertas koran Terdapat beberapa jenis pengkayaan kandang (Suara Satwa 2008) diacu dalam Eccleston (2008) yakni pengkayaan struktural, misalnya pemberian kandang yang ukurannya cukup luas agar satwa dapat melakukan gerakan alami, seperti terbang, lari, dan tempat untuk berteduh. Kedua adalah pengkayaan objek. Objek yang diberikan untuk mengurangi rasa bosan, dan merangsang perilaku alami. Ketiga adalah pengkayaan sosial, yaitu mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya, atau tidak karena tidak semua jenis satwa hidup berkelompok. Dan keempat adalah pengkayaan makanan. Pemberian makanan yang bervariasi meningkatkan kualitas hidup satwa, selain itu dengan makanan yang bervariasi menghindari rasa bosan atau jenuh satwa terhadap makanannya. Berikut adalah gambar kekayaan kandang permanen di PT. Mega Citrindo (Gambar 18).

48 34 a ) b c Gambar 18 Pengkayaan kandang (enrichment) : (a) kandang biawak dumeril, (b) kandang biawak ekor biru, dan (c) kandang biawak kuning. Biawak merupakan satwa yang memiliki perilaku memanjat di batang pohon, oleh karena itu setiap kandang permanen diberikan batang kayu yang disesuaikan dengan ukuran kandang agar biawak dapat berperilaku seperti di alam. Kondisi batang kayu di setiap kandang sudah tidak begitu baik, kondisi ini dapat menimbulkan beberapa dampak negatif pada biawak yakni batang yang sudah rapuh kapan pun dapat patah, dan batang pohon dapat menjadi habitat untuk ektoparasit. Menurut Bennett (1998) dalam pemilihan batang pohon untuk biawak di kandang, hindari batang yang sudah busuk dan yang memiliki getah atau resin. Pada kandang biawak dumeril tidak dilengkapi dengan fasilitas shelter atau tempat berteduh. Shelter di kandang biawak kuning berbentuk lubang-lubang yang ada di tanah sekitar kandang dan shelter buatan yang terbuat dari campuran semen dan dibentuk seperti terowongan. Menurut keeper, kemungkinan lubanglubang yang ada sekarang dibuat oleh biawak kuning. Sedangkan untuk shelter biawak ekor biru terbuat dari bahan campuran semen yang dibentuk seperti

49 35 terowongan. Berikut adalah gambar shelter pada biawak kuning dan biawak ekor biru (Gambar 19). Fasilitas di kandang boks tidak banyak jika dibandingkan dengan kandang permanen. Hal ini karena ukuran kandang yang jauh berbeda, sehingga di dalam kandang boks hanya diberikan substrat yang berasal dari kertas koran. Kertas koran ini juga memiliki fungsi untuk menyerap cairan pada kotoran biawak, sehingga keadaan kandang tidak basah. Selain itu pemilihan alas dari koran karena mudah dibersihkan. a ) b. c. Gambar 19 Jenis shelter : (a) alami, (b) buatan, kandang biawak kuning, (c) buatan, kandang biawak ekor biru. d. Perawatan Kandang Kegiatan perawatan kandang dilakukan oleh para keeper setiap hari dimulai dari jam WIB. Pembersihan kandang dilakukan di luar maupun di dalam kandang. Pembersihan kandang di luar dilakukan dengan menyapu halaman sekitar depan kandang. Pembersihan kandang permanen biasanya dilakukan dengan menyemprotkan air yang mengalir lewat selang ke semua permukaan kandang. Sedangkan untuk kandang boks kegiatan perawatan kandang dengan mengganti kertas koran dan membersihkan kandang dengan air. Gambar 20 menunjukkan kegiatan pembersihan kandang.

50 36 a c b Gambar 20 Kegiatan pembersihan kandang : (a) luar kandang (b) dalam kandang (c) kandang boks. Hasil pengamatan di PT Mega Citrindo menunjukkan kegiatan pembersihan kandang tidak hanya dilakukan dengan menyapu atau menyemprot kandang dengan air. Tetapi juga menyemprot halaman di luar dan dalam kandang dengan menggunakan zat kimia, hal ini bertujuan untuk mencegah dan memperlambat tumbuhnya hama dan penyakit. Penyemprotan halaman menggunakan insektisida, dan di dalam kandang dengan akarisida atau obat anti kutu dan caplak. Alat yang digunakan untuk penyemprotan adalah sprayer pestisida. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan penyempotan dilakukan setiap 1 bulan sekali, jika cuaca panas namun apabila cuaca hujan penyemprotan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan. Hal ini dikarenakan, jika musim hujan larutan yang sudah diberikan dikhawatirkan hilang terbawa air hujan. Pengamatan di lapang tidak ditemukan ektoparasit caplak pada biawak kuning. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah letak kandang yang jauh dari kandang lain, sehingga kecil kemungkinan caplak melakukan translokasi ke kandang tersebut. Kemudian, pada siang hari di kandang biawak kuning seluruhnya terkena sinar matahari, sehingga caplak ada kemungkinan menghindari kandang tersebut. Jika dibandingkan dengan kandang biawak ekor biru dan biawak dumeril, kondisi di masing-masing kandang tidak seluruhnya terkena sinar matahari dan letak kandang bersebelahan dengan kandang lainnya. Sehingga apabila satu kandang sudah terinfestasi oleh caplak, besar kemungkinan caplak melakukan translokasi ke kandang lainnya.

51 Manajemen Pakan Pakan merupakan aspek utama dalam pengelolaan penangkaran satwaliar, karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas dan kesehatan satwa di dalam kandang. Di dalam manajemen pakan perlu diperhatikan kandungankandungan pakan yang akan diberikan kepada satwa. Kandungan umum yang penting untuk menunjang aktivitas satwa adalah pakan yang mengandung vitamin, mineral, lemak, dan protein. a. Jenis Pakan Hasil pengamatan menunjukkan beberapa pakan yang disediakan oleh PT Mega Citrindo sebagai pakan utama untuk biawak diantaranya adalah anak ayam, tikus putih, tikus sawah, jangkrik dan hamster. Menurut hasil wawancara dengan keeper tikus sawah dikirim langsung dari daerah Cilacap dengan jumlah ekor tiap bulan. Tikus sawah lalu disimpan di dalam freezer yang berada di gudang sebagai stok makanan biawak. Untuk mengurangi biaya pengelolaan, PT Mega Citrindo membuat budidaya tikus putih. Selain tikus putih, dan tikus sawah biawak juga diberikan anak ayam dan jangkrik. Suplier dapat mengirim anak ayam sekitar setiap minggunya. Berikut adalah pakan-pakan yang disediakan untuk biawak (Gambar 21). a b c d Gambar 21 Pakan biawak : (a) tikus putih, (b) tikus sawah, (c) anak ayam (d) jangkrik.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Biawak Klasifikasi ilmiah dari biawak adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Squamata Famili : Varanidae Genus : Varanus

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak. 5.1.1 Biawak Kuning (Varanus melinus) Jumlah biawak kuning di dalam kandang kurang lebih terdapat 13 ekor, namun koleksi ektoparasit dilakukan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Jenis kandang biawak ekor biru yang terdapat di PT Mega Citrindo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Jenis kandang biawak ekor biru yang terdapat di PT Mega Citrindo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Manajemen Penangkaran 4.1.1 Perkandangan a. Jenis dan Fungsi Kandang Penangkaran biawak ekor biru di perusahaan ini termasuk jenis penangkaran yang dilakukan secara intensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya A. Pendahuluan Penyakit skabies adalah penyakit gatal pada kulit, yang disebabkan oleh kepadatan, kelembapan, diabaikannya personal higiene. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anjing merupakan salah satu jenis hewan yang dikenal bisa berinteraksi dengan manusia. Interaksi demikian telah dilaporkan terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : 2.1 Klasifikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus,

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Pendahuluan Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang ada di Indonesia yang keberadaannya terancam punah. IUCN

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT Kupu-Kupu Taman Lestari dengan alamat Jalan Batu Karu, Sandan Lebah, Sesandan Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG Oleh Pipi Yuliana Putri, Jasmi, Armein Lusi Zeswita Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasit Parasit adalah organisme yang eksistensinya tergangung adanya organisme lain yang dikenal sebagai induk semang atau hospes. Organisme yang hidup sebagai parasit sperti

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) 1. SEJARAH SINGKAT Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera, kelas Insekta yang dicirikan dengan sayap tertutup oleh sisik. Ordo Lepidoptera mempunyai 47 superfamili, salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Entomologi Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Delapan puluh lima persen atau kira-kira 600.000

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak

Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

STUDI METODE KONSERVASI EXSITU PADA BUAYA MUARA (Crocodylus porosus) DI DESA TERITIP KECAMATAN TERITIP KABUPATEN BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI

STUDI METODE KONSERVASI EXSITU PADA BUAYA MUARA (Crocodylus porosus) DI DESA TERITIP KECAMATAN TERITIP KABUPATEN BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI STUDI METODE KONSERVASI EXSITU PADA BUAYA MUARA (Crocodylus porosus) DI DESA TERITIP KECAMATAN TERITIP KABUPATEN BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI Oleh: Yahya Huda 03520011 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut. JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD VI (ENAM) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Kehadiran hewan dan tumbuhan itu sesungguhnya dapat menjaga keseimbangan alam. Satu makhluk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan mengoleksi kutu putih dari berbagai tanaman hias di Bogor dan sekitarnya. Contoh diambil dari berbagai lokasi yaitu : Kelurahan Tanah baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aedes aegypti merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Aedes aegypti adalah salah satu spesies vektor nyamuk yang paling penting di dunia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci