KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK AHYAR A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK AHYAR A"

Transkripsi

1 KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK AHYAR A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN AHYAR. Kadar Hara Makro dan Logam Berat Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik. Dibimbing oleh SRI DJUNIWATI dan SYAIFUL ANWAR. Indonesia berada dalam kawasan iklim tropis dengan suhu dan curah hujan tahunan yang tinggi, dan umumnya memiliki tanah bersifat masam dan tingkat kesuburan rendah. Latosol adalah salah satu tanah yang memiliki tingkat perkembangan lanjut dengan kadar bahan organik, KTK, dan KB rendah, serta fraksi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir merata pada semua horizon. Perbaikan kesuburan Latosol diantaranya melalui penambahan amelioran seperti terak baja dan bahan organik. Terak baja (steel slag) merupakan produk samping dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Penelitian menunjukkan bahwa terak baja berpotensi dimanfaatkan dalam bidang pertanian karena memiliki kandungan CaO berkisar antara 20% hingga diatas 50% dan juga kandungan Mg, Si, Fe serta beberapa unsur lainnya. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa terak baja sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada dolomit. Namun Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup menggolongkan terak baja ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B) sehingga potensi terak baja untuk pertanian belum banyak dikembangkan. Keputusan yang menggolongkan semua terak baja ke dalam limbah B tidak realistis mengingat proses pembuatan baja bermacam-macam cara sehingga produk samping dari proses tersebut juga berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sifat kimia tanah yang meliputi ph, kadar hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) serta kadar logam berat (As, Pb, Sn, Cd dan Hg) setelah pertanaman caisim pada Latosol yang diberi perlakuan terak baja, bahan organik dan kombinasi keduanya. Penelitian tersebut menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial faktor dengan faktor utama adalah jenis terak baja yaitu S 1 (convertor Jepang) dan S 2 (Eletric Furnace Indonesia). Faktor kedua yaitu dosis terak baja dengan 4 dosis (T 0, T 1, T 2, T ) dan faktor ketiga bahan organik (B 0 dan B 1 ). Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan sehingga terdapat 64 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ph tanah meningkat seiring dengan peningkatan dosis terak, dan pengaruh jenis terak menunjukkan efek yang sama terhadap ph. Peningkatan P-tersedia tanah hanya pada jenis terak S 2 sedangkan jenis terak S 1 tidak berbeda. Kadar Ca-dd dan Mg-dd meningkat pada kedua jenis terak. Pengaruh dosis terak S 1 meningkatkan Ca-dd sebesar 11%-265% dan Mgdd tanah sebesar 27%, sedangkan pada jenis terak S 2 meningkatkan Ca-dd sebesar 91%-144% dan Mg-dd sebesar 75%-26%. Perlakuan bahan organik meningkatkan ph, P-tersedia, dan Ca-dd tanah. Kombinasi antara dosis terak dan bahan organik meningkatkan Mg-dd, namun menurunkan K-dd. Terak baja, bahan organik dan kombinasi keduanya menurunkan Pb dan Hg terlarut, akan tetapi pada beberapa kombinasi perlakuan, Cd terlarut, As terlarut dan Sn terlarut berturut turut meningkat sebesar 0.01 ppm, ppm dan ppm dari kadar yang tidak terdeteksi pada tanah tanpa perlakuan Kata kunci: Latosol, amelioran, terak baja, bahan organik, kadar hara makro, kadar logam berat

3 SUMMARY AHYAR. Macro Nutrients and Heavy Metals Content in Latosol Darmaga Treated with Steel Slag and Organic Matter. Supervised by SRI DJUNIWATI and SYAIFUL ANWAR. Indonesia is located in the tropical climate area with high temperature and rainfall, and generally has acidic soils with low fertility. Latosol is one of the highly weathered soils that has low organic matter content, low CEC, low BS, and high to very high clay fraction in all soil horizons. The fertility of Latosol can be improved by addition of ameliorans such as steel slag and organic matter. Steel slag is byproduct of purification process of iron ore in steelmaking. Previous studies showed that steel slag is potential to be used as soil amelioran since it has 20-50% or more CaO, and contains Mg, Si, Fe and some other elements. Previous studies also showed that steel slag as liming material was better than dolomite. Utilization of steel slag as soil amelioran in Indonesia, however, is limited by the Indonesian regulation that categorized all steel slags as hazardous and toxic wastes (limbah B = limbah bahan berbahaya dan beracun). Since there are various steelmaking processes, not all steel slags included in hazardous and toxic wastes as indicated by previous studies. The objective of this research is to analyze soil chemical properties that include ph, macro nutrients content (N, P, K, Ca and Mg), and heavy metals content (As, Pb, Sn, Cd and Hg) after cultivation of caisim in Latosol that treated with steel slag, organic matter, and their combination. The research was conducted in Factorial Randomized Block Design with three factors. The first factor was the type of steel slags that comprised of S 1 (converter steel slag from Japan) and S 2 (electric furnace steel slag from Indonesia). The second factor was the dosages of steel slag (4 dosages namely T 0, T 1, T 2, T ), while the third factor was organic matter (B 0 and B 1 ). The each treatment was consisted of 4 replication such that there were 64 experimental units. The results showed that the soil ph increased with the increasing of steel slag dosages, and the type of the steel slags gave the same effect toward soil ph. Available P was increased by S 2 treatment but not by S 1 treatment. Exch-Ca and exch-mg were increased by both slags. S 1 treatments increased the exch-ca by %, and the exch-mg by 27%. The S 2 treatments increased the exch-ca by %, and the exch-mg by 75-26%. Organic matter treatments increased ph, available P, and exch-ca of the soil. Combination of slags and organic matters treatments increased exh-mg, but decreased exch-k. Slag, organic matter, and their combination treatments decreased the soluble Pb and Hg of the soil. In some combination treatments, however, soluble Cd, soluble As, and soluble Sn were increased consecutively to 0.01 ppm, ppm, ppm from undetected concentration of the untreated soil. Keyword: Latosol Darmaga, Ameliorant, Steel Slag, Organic Matter, Nutrient Level, Heavy Metals

4 KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK AHYAR A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP : Kadar Hara Makro dan Logam Berat Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik : Ahyar : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc.) (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampa, Polewali Mandar pada tanggal 11 Maret 1989 sebagai anak kedua dari pasangan M. Agus dan Ibu Hj. Nurbia. Penulis memulai pendidikan dasar selama 6 tahun di SDN No. 600 Mandar Jaya, Kab. Luwu ( ). Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Pesantren Modern Al-Ikhlash Lampoko, Polewali Mandar, dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Pesantren Modern Al-Ikhlash selama tahun ( ). Penulis kemudian melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) pada tahun Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan CSS MoRA IPB 2008/2009. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan seperti seminar dan lomba baik sebagai peserta maupun sebagai panitia. Selain aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Ilmu Tanah pada tahun Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Kadar Makro dan Logam Berat pada Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Yang Maha Pemberi, Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya kepada semua mahluk-nya, tak terkecuali kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Kadar Makro dan Logam Berat pada Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi atas segala bimbingan, nasihat, teladan dan dukungan kepada penulis selama studi, penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Syaiful Anwar selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan dan dukungannya.. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku dosen penguji yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis. 4. Kedua orang tua tercinta, Kak Mahfud, dan adik-adikku (Nawir, Abrar, Zulfikar) atas semua dukungan, kasih sayang, dan do a yang senantiasa mengalir kepada penulis. 5. Nurul Hayati, atas semua dukungan, semangat dan do anya kepada penulis. 6. Kementrian Agama RI atas beasiswa yang diperoleh penulis selama kuliah di IPB. 7. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah ITSL yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium. 8. Seluruh teman-teman dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan seluruh teman-teman dari Soilscaper 44 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas bantuan, doa, dan semangatnya yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor,11 Juli 2012 Penulis

8 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN...v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Umum Latosol Terak Baja dan Kegunaannya Logam Berat Bahan Organik Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam tanah Nitrogen Fosfor Kalium Basa-basa dapat Dipertukarkan (Ca-dd dan Mg-dd) dalam Tanah dan Karakteristiknya Reaksi Tanah (ph) III.BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Percobaan Rancangan Penelitian IV.HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Komposisi Hara pada Terak Baja Nilai ph Tanah Setelah Pertanaman Caisim dipanen Kadar Hara (N, P, K, Ca, Mg) Tanah Setelah Penanaman Kalium dapat dipertukarkan (K-dd) Kalsium dapat dipertukarkan (Ca-dd)... 2

9 ii Magnesium dapat dipertukarkan (Mg-dd) Kandungan Logam Berat Terlarut pada Tanah Setelah Pertanaman Caisim V.KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VI.DAFTAR PUSTAKA... 29

10 iii DAFTAR TABEL 1. Jenis dan Dosis Terak Baja serta Kesetaraannya Komposisi Hara pada Terak Baja Nilai ph tanah akibat pemberian terak baja dan bahan organik Kadar Nitrogen Tanah Akibat Interaksi antara Jenis Terak dengan Dosis Terak dan interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik Kadar Kalium Dapat Dipertukarkan dalam Tanah Akibat Interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada Perlakuan Jenis Terak S 2 (Convertor Slag Japan) Akibat Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada Perlakuan Jenis Terak S 2 (Electric Furnace Slag Indonesia) Akibat Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik... 26

11 iv DAFTAR GAMBAR 1. Kadar P-tersedia tanah interaksi antara jenis terak dengan dosis terak Kadar P-tersedia tanah faktor tunggal bahan organik Kadar Ca-dd tanah pengaruh interaksi jenis jerak dengan dosis terak Kadar Ca-dd tanah faktor tunggal bahan organik Kadar Mg-dd dalam tanah pengaruh interaksi jenis terak dengan dosis terak Kadar Mg-dd dalam tanah pengaruh interaksi dosis terak dengan bahan organik... 25

12 v DAFTAR LAMPIRAN 1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 198 dalam Sulaeman et al., 2005) Persyaratan Logam Berat (Total) Tanah Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Kadar Hara Tanah Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Basa dapat ditukar dan ph Tanah Analisis Ragam Kadar N-Total Tanah Analisis Ragam Kadar P-Tersedia Tanah Analisis Ragam Kadar K-dd Tanah Analisis Ragam Kadar Ca-dd Tanah Analisis Ragam Kadar Mg-dd Tanah Analisis Ragam Nilai ph Tanah Gambar Denah Percobaan... 41

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berada dalam kawasan iklim tropis dengan suhu dan curah hujan tahunan yang tinggi, sehingga kebanyakan tanah di Indonesia berada pada tingkat pelapukan lanjut. Curah hujan tahunan yang tinggi mengakibatkan aktivitas pencucian hara dalam tanah berlangsung sangat intensif sehingga tanah kehilangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, tingkat pelapukan yang lanjut mengakibatkan bahan organik tanah juga menjadi rendah. Dengan kondisi demikian, tanah menjadi masam dan kesuburannya menjadi rendah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, para petani di Indonesia menggunakan bahan-bahan seperti kalsit atau dolomit untuk menurunkan kemasaman tanah. Kalsit dan dolomit merupakan bahan kapur yang sudah dikenal di Indonesia dan telah dipakai secara luas. Akhir-akhir ini terak baja (basic slag/steel slag) diperbincangkan oleh para peneliti dunia pertanian. Terak baja merupakan limbah industri pembuatan baja yang mengandung unsur Ca, Mg Si, Fe, dan beberapa unsur lain serta mampu memperbaiki masalah keasaman tanah dengan menaikkan ph tanah (Dev dan Sharma 1970). Terak baja memiliki kandungan CaO sebanyak 52.85%, MgO 2.22%, P 2 O % (Ali dan Shahram, 2007) dan unsur Si, Fe serta beberapa unsur lainnya. Suwarno dan Goto (1997) juga menyatakan bahwa terak baja sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada dolomit. Disamping itu, terak baja juga bermanfaat untuk meningkatkan ketersediaan unsur Si dan unsur mikro lain yang dibutuhkan tanaman. Hal ini menjadikan terak baja dapat digunakan sebagai bahan amelioran. Namun demikian, terak baja diduga memiliki kandungan logam berat yang berbahaya seperti As, Cr, Pb, Ni, Cd, dan Th sehingga Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengkategorikan terak baja sebagai Bahan Berbahaya Beracun (B), tercantum dalam PP No. 85 Tahun Hal ini menyebabkan potensi terak baja untuk pertanian belum banyak dikembangkan. Namun tidak semua produk samping limbah baja memiliki komposisi yang sama mengingat proses pembuatan baja bermacam-macam cara sehingga produk samping proses tersebut berbeda. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian terak baja mengandung logam berat yang kadarnya

14 2 masih di bawah ambang batas yang dapat membahayakan lingkungan, sehingga diharapkan beberapa sumber/jenis terak baja dapat digunakan sebagai bahan amelioran. Oleh karena itu perlu pengkajian kembali untuk pertimbangan pengkategorian sumber/jenis terak baja sebagai limbah B. Bahan organik (BO) merupakan hasil dekomposisi dari sisa tanaman, hewan atau bahan lain yang mengandung karbon. Hasil dekomposisi bahan organik sudah terbukti mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pengaruh pada sifat fisik tanah antara lain tanah menjadi lebih gembur dan mampu memegang air lebih banyak, sedangkan pengaruh terhadap sifat kimia tanah diantaranya dapat meningkatkan KTK dan ketersediaan hara tanah terutama N, P, S dan sebagai penyumbang sifat aktif koloid tanah. Pengaruhnya terhadap sifat biologi tanah antara lain adalah mempengaruhi aktifitas mikrob tanah. Mench et al., (1998) menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik akan mengubah spesiasi logam berat dalam larutan tanah dari ionik ke bentuk-bentuk terkompleks, sehingga serapan logam berat oleh akar dan perpindahannya ke bagian atas tanaman menurun. Dengan demikian fitotoksisitas dan akumulasi logam berat ke rantai makanan dapat dihindari. Oleh karena itu pemberian terak baja dan bahan organik serta kombinasi keduanya pada tanah diharapkan dapat memberi pengaruh yang baik pada sifat kimia tanah Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat kimia tanah yang meliputi ph, kadar hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) serta kadar logam berat (As, Pb, Sn, Cd dan Hg) setelah pertanaman caisim pada Latosol yang diberi perlakuan terak baja, bahan organik dan kombinasi keduanya.

15 II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 198). Tanah ini diantaranya dapat dijumpai di Darmaga, Kabupaten Bogor. Menurut sistem klasifikasi USDA, Latosol coklat kemerahan Dramaga Bogor termasuk dalam order Inceptisol dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter yang berasal dari Gunung Salak. Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menyebutkan bahwa tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah pengaruh curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dimana gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah dengan curah hujan dan suhu sedang. Pelapukan dan pencucian sangat intensif dan mineral silikat cepat hancur. Pada banyak tempat di daerah tropik, musim basah dan kering terjadi silih berganti. Hal ini berakibat semakin meningkatnya kegiatan kimia dalam tanah. Latosol umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, solum tebal, batas horizon baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik, lapisan bawah yang berwarna merah, kadar fiksasi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir merata pada semua horizon. Horizon B kaya akan seskuioksida (Al 2 O +Fe 2 O ) bertekstur halus, struktur lemah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak teguh, porositas sedang sampai baik, permeabilitas dan drainase sedang sampai cepat dan cadangan mineral rendah sampai sedang (Dudal dan Supraptohardjo, 1957). Proses hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basabasa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena itu, tanah Latosol memiliki kejenuhan basa rendah (<5%) dan KTK yang sangat rendah (<24 me/100g) (Soepraptohardjo, 1961). Kalpage (1974) menyebutkan bahwa kesuburan tanah Latosol umumnya sedang sampai sangat rendah, kandungan akan mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur hara tanah rendah. Tanah bereaksi masam sampai sangat masam dan fiksasi ion fosfat tinggi. Masalah kemasaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi pengapuran kurang nyata pengaruhnya karena kapasitas pertukaran basa rendah

16 4 sehingga penambahan bahan kapur akan meninggalkan efek residu yang sangat terbatas atau kecil Terak Baja dan Kegunaannya Terak baja atau Steel Slag merupakan produk sampingan dari hasil pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Di Eropa, terak baja dalam jumlah yang besar digunakan dalam bidang pertanian pada masa perang dunia ke-dua, yaitu digunakan sebagai bahan kapur untuk tanah masam dan penambahan unsurunsur seperti Si dan P. Boxus (1965 dalam Rahim, 1995) menyatakan bahwa terak baja memiliki komposisi kimia yang kompleks. Terak baja juga mengandung unsur-unsur sekunder yang terdiri dari Magnesium (Mg), Silikon (Si), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Kobalt (Co), dan Molibdenum (Mo) sehingga terak baja dianggap sangat baik digunakan untuk pertanian. Menurut Barber (1967), penggunaan terak baja dalam bidang pertanian antara lain : (1) untuk menetralkan kemasaman tanah serta menambah unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg); (2) menurunkan kadar unsur mangan dalam tanah; () meningkatkan jumlah P dalam tanah; serta (4) sebagai sumber silikat. Terak baja terdiri dari beberapa macam jenis, beberapa diantaranya adalah converter slag dan electric furnace slag. Pengelompokan jenis ini ditentukan berdasarkan metode yang digunakan dalam proses pembuatan baja dimana converter slag menggunakan metode converter, sedangkan electric furnace slag menggunakan metode electric furnace. Converter terbentuk dari industri baja yang menggunakan proses Basic Oxigen Furnace (BOF) sedangkan electric furnace terbentuk pada industri baja yang menggunakan proses Electric Arc Furnace (EAF ) (Proctor et al., 2000). Pada proses converter, besi cair berasal dari blast furnace, yaitu besi cair murni. Besi cair yang ditambahkan berkisar antara 80%-90%, sedangkan potongan baja berkisar 10%-20%. Pada tahap awal, potongan baja dimasukkan ke dalam tungku pemanas. Selanjutnya besi cair disiramkan di atas potongan baja kemudian dialirkan oksigen dengan kemurnian di atas 90%. Pada proses pengaliran oksigen, terjadi reaksi oksidasi yang sangat intensif sehingga bahan pengotor pada baja dapat dikurangi. Karbon teroksidasi membentuk karbon monoksida menyebabkan peningkatan suhu mencapai

17 C-1900 C. Pada suhu ini, potongan-potongan baja mencair dan kadar karbon pada baja menurun. Untuk menurunkan kadar bahan yang tidak diinginkan pada baja ditambahkan fluxing agent, yaitu CaO atau MgCa(CO ) 2. Selama pengaliran oksigen, bahan yang tidak diinginkan teroksidasi kemudian berikatan dengan bahan kapur membentuk terak baja yang mengapung diatas besi cair (Yildirim dan Prezzi, 2011). Proses electric furnace tidak bergantung dengan proses blast furnace karena bahan yang digunakan adalah potongan baja yang berasal dari baja-baja bekas. Sumber panas diperoleh dari percikan api yang berasal dari listrik bertegangan tinggi. Proses electric furnace dimulai dengan memasukkan potongan baja kedalam tungku pemanas listrik kemudian elektroda grafit diturunkan hingga masuk ke dalam tungku. Ketika dialirkan listrik, pertemuan antara elektroda dan potongan baja akan menghasilkan panas. Potongan baja meleleh dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemurnian. Selama proses pemurnian, dialirkan oksigen dengan kemurnian tinggi. Beberapa besi (Fe) dan berbagai material yang tidak diinginkan termasuk Al, Si, Mn, P dan C teroksidasi. Komponen yang teroksidasi ini akan berkombinasi dengan CaO mapun dengan MgO membentuk terak (Yildirim dan Prezzi, 2011). Pada jenis terak electric furnace, terak ini dihasilkan dari hasil pengurangan pembakaran secara elektrik dari batuan fosfat dalam penyimpanan bahan-bahan fosfor. Terak baja ini terbentuk ketika pembakaran silikat dan kalsium oksida yang menghasilkan kalsium silikat dalam jumlah yang besar. Kadar CaO dan MgO yang tinggi ini dapat dimanfaatkan langsung dalam proses pemurnian bijih besi sebagai bahan pengganti sebagian bahan kapur yang ditambahkan (Shen dan Forssberg, 2002). Menurut Barber (1967), reaksi slag serupa dengan kapur dalam menetralkan kemasaman tanah. Daya netralisasi dihitung berdasarkan ekivalen CaCO seperti halnya kapur. Demikian juga kehalusan terak baja akan memberi pengaruh terhadap kecepatan kenaikan ph tanah. Terak baja dengan kehalusan 100% lolos dari saringan 80 mesh menyebabkan kenaikan ph yang lebih cepat dibandingkan terak baja dengan kehalusan 20% lolos dari saringan 60 mesh. Hasil penelitian Suwarno (199) yang memanfaatkan terak baja sebagai bahan pengapuran pada tanah masam menunjukkan bahwa terak baja secara nyata

18 6 dapat meningkatkan ketersediaan boron dan mangan, serta dapat memperbaiki sifat tanah sama baiknya dengan kalsit dan dolomit. Disamping itu, hasil penelitian Prambudi (1997) pada Latosol Darmaga menunjukkan bahwa secara umum terak baja dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman kedelai, dan pengaruh terak baja lebih baik dibandingkan dengan kalsit. Terak baja yang ditambahkan dalam tanah meninggalkan residu yang dapat bertahan beberapa tahun seperti bahan pengapuran yang lain yang sifatnya tidak merugikan bagi tanaman. Suwarno (199) membandingkan electric furnace slag Indonesia dan converter furnace slag Jepang dengan kalsit dan dolomit dalam rotasi tanaman kedelai-sorghum-bayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahan-bahan pengapuran tersebut memperbaiki pertumbuhan dan produksi ketiga tanaman tersebut. Suwarno (1997) juga menyatakan bahwa terak baja sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada dolomit. 2.. Logam Berat Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm. Unsur Hg mempunyai densitas 1.55 gr/cm. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Fardiaz, 1992 dalam Sudarmadjiet al., 2006). Bahan Berbahaya dan Beracun (B) adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No ). Bahan Berbahaya dan Beracun dalam ilmu bahan dapat berupa bahan biologis (hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai B biologis, B logam dan B organik (Sudarmadji et al., 2006) Menurut data Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1997 yang menyusun TOP-20 B, dari 20 B tersebut antara lain adalah logam berat seperti Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), dan Kadmium (Cd) (Sudarmadji et al., 2006). Soepardi (198) menyatakan bahwa hingga batas tertentu logam berat sangat beracun bagi manusia atau binatang. Kadmium (Cd) dan arsen (As) sangat

19 7 beracun; timah (Sn), nikel (Ni), dan fluor (F) mempunyai tingkat racun yang sedang; dan bromin (Br), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn) mempunyai tingkat racun terendah. Darmono (1995) menyatakan limbah yang mengandung As, Cd, Pb dan Hg selain berasal dari limbah penggunaan batu bara dan minyak juga berasal dari limbah pabrik peleburan besi dan baja, pengabuan sampah, pabrik produksi semen dan limbah dari penggunaaan logam yang bersangkutan untuk hasil produksinya (pabrik baterai atau aki, listrik, pigmen atau cat warna atau tekstil, pestisida, gelas, keramik dan lain-lain) Bahan Organik Pupuk organik merupakan nama kolektif untuk semua jenis bahan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006 tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padatan atau cairan yang digunakan untuk mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah (Litbang Pertanian, 2006). Bahan organik mempengaruhi sifat-sifat tanah seperti; 1) kemampuan tanah menahan air meningkat; 2) warna tanah menjadi coklat hingga hitam; ) merangsang granulasi agregat dan memantapkannya; 4) menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat (Hakim et al., 1986). Hasil penelitian Syukur dan Harsono (2008) juga menyebutkan fungsi penting bahan organik lainnya, yaitu memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, membentuk asam-asam organik, mensuplai nutrisi, meningkatkan KTK dan daya ikat hara serta sebagai sumber karbon, mineral dan energi bagi organisme. Kurnia et al. (2001) menyebutkan bahwa bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik dapat berasal dari limbah/hasil pertanian dan limbah nonpertanian, yaitu limbah kota/limbah industri seperti limbah industri tahu. Dari hasil pertanian antara lain dapat berupa sisa tanaman, pupuk kandang (kotoran hewan) dan pupuk hijau.

20 8 Bahan organik yang berasal dari pupuk kandang merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan pembenah tanah lainnya. Sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik membantu dalam mencegah terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah, memperbaiki porositas tanah dan menyumbang ketersediaan hara. Namun kandungan hara yang terdapat dalam pupuk kandang lebih rendah dari pupuk anorganik sehingga biaya aplikasi pemberian pupuk kandang ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Namun demikian, kandungan hara yang terdapat dalam kotoran hewan ini ketersediaannya relatif lambat sehingga tidak mudah hilang. (Litbang Pertanian, 2006). Nisbah C/N memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan organik tersebut dilapuk, tingkat kematangan dari bahan organik tersebut ataupun tentang mobilisasi N pada tanah.nisbah C/N pupuk kandang dapat mencapai nilai 90. Nilai nisbah C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah. Tanahtanah dengan bahan organik stabil umumnya mempunyai nisbah C/N sekitar 10.0 (Leiwakabessy, 1988). Proses penguraian bahan organik dengan nisbah C/N yang tinggi akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap tanaman karena dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan hara seperti, nitrogen tersedia dalam tanah. Hal ini karena terjadinya persaingan antara tanaman dan mikrob, sehingga tanaman akan mengalami penurunan suplai nitrogen (Hakim et al., 1986) Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam tanah Nitrogen Menurut Soepardi (198), nitrogen merupakan unsur yang paling cepat memberikan pengaruh pada tanaman dengan mencolok. Hampir pada seluruh tanaman, nitrogen menjadi pengatur dari penggunaan kalium, fosfor, dan penyusun lainnya, namun dalam tanah jumlahnya sedikit, yaitu berkisar antara %. Secara alamiah, N yang terdapat dalam tanah berasal dari air hujan, bahan organik dan fiksasi jasad renik. Air hujan diperkirakan memberikan 22.4 kg N/ha/tahun tergantung lokasi dan dari fiksasi biologi yang diperkirakan antara kg N/ha/tahun. Dengan laju dekomposisi bahan organik 2% pertahun, sumber tersebut diperkirakan memberikan kg N/ha/tahun. Dengan menghitung jumlah yang hilang, ketiga sumber yang dikemukakan di atas tidak

21 9 mencukupi kebutuhan tanaman (Leiwakabessy, 1998). Sebagian besar nitrogen dalam tanah berada dalam bentuk N organik baik yang terdapat dalam bahan organik maupun fiksasi N oleh mikroba tanah yang tidak tersedia bagi tanaman dan hanya sebagian kecil berupa N-anorganik yaitu NH dan NO (Prasetyo et al., 2004). Pelapukan N-organik merupakan proses yang menjadikan N yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi N tersedia bagi tanaman. Pelapukan merupakan proses biokimia kompleks yang membebaskan karbondiokasida. Akhirnya nitrogen kemudian dibebaskan menjadi nitrit kemudian nitrat. Kedua proses terakhir disebut nitrifikasi, sedangkan proses berubahnya N-organik menjadi N- anorganik disebut mineralisasi. (Soepardi, 198). Hilangnya nitrogen dalam tanah dapat melalui proses denitrifikasi, volatilisasi, pencucian oleh air, dan penyerapan oleh tanaman. Sekitar 40% N hilang melalui volatilisasi amonia (Buckman & Brady 1987). Minggu pertama setelah pemupukan, proses nitrifikasi telah berlangsung, dan ketika musim penghujan, 0 hari setelah pemupukan hampir sebagian N akan hilang. Pada kondisi curah hujan yang tinggi, NO - akan tercuci dari horizon atas tanah dan akan cepat hilang karena denitrifikasi. Pada musim kemarau, nitrat akan diakumulasikan pada bagian atas horizon tanah, sehingga kadar nitrat akan meningkat (Tisdale et al., 1985). Amonium merupakan bentuk N yang stabil terutama dalam tanah tergenang. Amonium dapat terfiksasi oleh mineral silikat, tidak larut dalam air, dan tidak mudah ditukar (Notohadi 1998) Fosfor Mobilitas P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, dan lain-lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda-beda. Reaksi tanah (ph) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur P (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Sumber fosfor dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk organik, sisa tanaman dan pupuk hijau dan senyawa alamiah baik organik maupun inorganik dari unsur tersebut yang sudah ada dalam tanah. Ketersediaan P dalam tanah terutama P inorganik ditentukan oleh ph tanah, Fe, Al, Mn, tersedianya Ca

22 10 dalam tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan kegiatan jasad mikro (Soepardi, 198). Ketersediaan fosfor yang sangat rendah adalah salah satu masalah penting pada tanah masam. Kelarutan Al dan Fe yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya ketersediaan fosfat. Bahkan pada kondisi ini, mobilitas P menjadi rendah dan cepatnya unsur P dari pupuk dijerap tanah dalam bentuk Al-P, Fe-P, atau bentuk lain. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Al atau Fe tersebut menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Konsekuensi dari hasil reaksi ini menyebabkan bentuk fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion H 2 PO -4 yang tersedia bagi tanaman. Mekanisme dari reaksi ini yakni ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral. Reaksi terjadi sebagai berikut: Al + + H 2 PO 4 - Fe + + H 2 PO 4 - AlPO 4.2H 2 O + 2H + FePO 4.2H 2 O + 2H + Untuk mencegah ion fosfat dan atau melepaskan fosfat yang telah terikat pada keadaan ini maka dua mekanisme yang memungkinkan yakni: i) mengendapkan Fe dan Al menjadi tidak larut, melalui penetralan ph tanah; dan ii) mengkompleks Al atau Fe melalui pengkelatan oleh bahan organik tanah (Basuki, 2007) Kalium Kalium merupakan unsur hara mineral paling banyak dibutuhkan tanaman setelah Nitrogen dan merupakan kation monovalen (K + ) yang diserap oleh akar tanaman yang lebih besar jumlahnya dari kation-kation lain. Jumlah K yang diambil tanaman berkisar antara kg K/ha atau sebanding dengan ppm K tergantung jenis tanaman dan besar produksi (Leiwakabessy, 2004). Berdasarkan ketersediannya bagi tanaman, K dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi: 1) K tak dapat dipertukarkan; 2) K dapat dipertukarkan; dan ) K dalam larutan tanah. Masalah utama kalium adalah ketersediaan. Kalium diikat dalam bentuk-bentuk yang kurang tersedia. Jumlah kalium dapat dipertukarkan (tersedia bagi tanaman) tidak melebihi 1% dari seluruh kalium tanah (Soepardi, 198).

23 11 Sumber kalium dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk organik, sisa tanaman dan pupuk hijau, senyawa alamiah baik organik maupun inorganik dari unsur tersebut yang ada dalam tanah (Soepardi, 198). Kalium peka terhadap pencucian, terutama pada tanah-tanah dengan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan kapasitas anion yang rendah. Leiwakabessy (1998) mengatakan bahwa kalium dalam tanaman tidak ditemukan dalam hasil-hasil metabolisme dalam senyawa-senyawa organik tertentu seperti halnya N, P, dan lain-lain, tetapi umumnya terdapat dalam ikatan yang mudah sekali larut. Sekitar 99% dari K dalam bagian tanaman yang kering diduga dapat terbilas oleh air hujan Basa-basa dapat Dipertukarkan (Ca-dd dan Mg-dd) dalam Tanah dan Karakteristiknya Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) tergolong unsur-unsur mineral esensial sekunder yang dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur-unsur esensial primer (N, P, dan K). Unsur Ca dan Mg diserap tanaman dalam bentuk Ca 2+ dan Mg 2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kedua unsur tersebut mempunyai sifat dan perilaku yang sama dalam tanah. Kadar Ca dalam larutan biasanya 10 kali lebih besar dibandingkan K + tetapi serapannya jauh lebih rendah. Kadar Ca dalam tanah di daerah tropika basah antara 0.1%-0.%, sedangkan kadar Mg dalam tanah di daerah tropika basah antara 5 ppm-50 ppm (Leiwakabessy, 1998). Kalsium dan magnesium merupakan bagian dari bahan kapur yang berperan untuk mengurangi kemasaman tanah. Pada tanah-tanah di daerah basah, Ca dan sebagian kecil Mg bersama-sama dengan H + merupakan kation-kation dominan pada kompleks jerapan. Senyawa Ca dan Mg mempunyai keuntungan tidak meninggalkan residu yang dapat merugikan tanah. Kehilangan Ca dan Mg dari tanah disebabkan oleh tiga hal, yaitu melalui erosi, pencucian dan terangkut oleh tanaman. Hal ini yang menyebabkan mengapa tanah di daerah humid cenderung bereaksi masam (Soepardi, 198) Reaksi Tanah(pH) Kemasaman tanah berhubungan dengan ion Al + dan H + dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. Adapun ion Al + yang terjerap berada dalam keadaan keseimbangan dengan Al + dalam larutan tanah (Black, 197). Dalam larutan

24 12 tanah Al merupakan sumber kemasaman tanah karena cenderung terhidrolisis. Ion hidrogen yang dibebaskan, selanjutnya akan memberikan nilai ph rendah bagi larutan tanah dan mungkin merupakan sumber utama ion hidrogen dalam sebagian besar tanah masam (Brady, 1990). Sejumlah senyawa menyumbang pada pengembangan reaksi tanah yang asam atau basa. Asam-asam organik dan anorganik yang dihasilkan oleh penguraian bahan organik tanah, merupakan konstituen tanah yang umum dapat mempengaruhi kemasaman tanah. Respirasi akar tanaman menghasilkan CO 2 yang akan membentuk H 2 CO dalam air. Air merupakan sumber lain dari sejumlah kecil ion H + yang ada dalam tanah yang akan dijerap oleh kompleks liat sehingga ion-ion H + dapat dipertukarkan. Ion-ion H + dapat dipertukarkan tersebut akan menjadi ion-ion H + bebas. Derajat ionisasi dan disosiasi ke dalam larutan tanah menentukan kemasaman tanah. Ion-ion H + yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial atau cadangan. Besaran dari kemasaman potensial ini dapat ditentukan dengan titrasi tanah. Ion-ion H + bebas mengakibatkan kemasaman aktif. Kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai ph tanah. Tipe kemasaman inilah yang sangat menentukan dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Tan, 1995). Pengaruh ph terhadap pertumbuhan tanaman sangat kompleks. Pengaruh langsung ion H + harus dipisahkan dari pengaruh tidak langsung yang berhubungan dengan perubahan kelarutan dan ketersediaan berbagai unsur yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Sanchez, 1976).

25 1 III. BAHAN DAN METODE.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada November 2010 sampai Mei 2011, tempat penelitian dilakukan di rumah kaca University Farm Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta di Balai Penelitian Tanah, Bogor..2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan tanah bagian lapisan atas (0-20 cm) Latosol Darmaga, terak baja yang berasal dari dua sumber, yaitu terak baja convertor dari Sumitomo Metal Industry, Jepang dan terak baja electric furnace dari Krakatau Steel Industry, Indonesia serta bahan organik berupa pupuk kandang kotoran sapi produksi Sarana Tani yang beredar dipasaran. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari cangkul, penumbuk tanah, saringan 5 mm, saringan 2 mm, label, selang, ember, alat semprot dan alat tulis. Peralatan yang digunakan dalam laboratorium untuk analisis tanah diantaranya adalah ph meter, Spectrophotometer, Atomic Absorption, dan Flamephotometer, serta alat-alat gelas kimia seperti tabung reaksi, pipet, labu erlenmeyer, serta bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis... Pelaksanaan Percobaan..1. Persiapan Bahan Tanah Bahan tanah yang digunakan adalah Latosol Darmaga pada kedalaman 0-20 cm yang telah dibersihkan dari akar tanaman dan bahan kasar, selanjutnya dikeringudarakan lalu dikompositkan. Untuk keperluan analisis pendahuluan, bahan tanah dihaluskan kemudian diayak dengan saringan berukuran 2 mm. Bahan tanah dalam polybag yang berisi 5 kg BKM sebagai media tanam tanaman caisim diberi perlakuan terak baja dan bahan organik sesuai perlakuan. Dosis terak baja ini ditentukan berdasarkan Al-dd tanah dan daya netralisasi (DN) masing-masing terak. Untuk jenis terak baja convertor, perhitungan daya netralisasi menggunakan data analisis yang pertama, yaitu terak baja convertor dengan komposisi CaO sebesar 19.56% dan MgO sebesar 6.46%. Namun setelah dilakukan analisis ulang jenis terak baja convertor tersebut saat penelitian sudah

26 14 berlangsung, didapatkan data kadar CaO (5.6%) dan MgO (2.86%) yang berbeda dengan analisis sebelumnya sehingga dosis perlakuan tidak didasarkan pada data analisis yang diulang, tetapi tetap berdasarkan analisis yang pertama. Perbedaan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komposisi terak baja cukup heterogen bahkan pada satu sumber terak baja sekalipun. Dosis terak baja yang diberikan pada perlakuan (per pot dan kesetaraannya) tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Dosis Terak Baja serta Kesetaraannya S 1 (Convertor) S 2 (Electric Furnace) Dosis Terak Baja ton/ha g/pot ton/ha g/pot T 0 (Tanpa Terak) T 1 (1 Al-dd) T 2 (2 Al-dd) T ( Al-dd) Bahan organik yang digunakan berasal dari kotoran sapi dengan dosis g/pot atau setara dengan 10 ton/ha. Hasil analisis nisbah C/N bahan organik (kadar air 61.00%) adalah sebesar Bahan tanah, bahan organik dan terak baja yang telah tercampur sesuai dengan perlakuan kemudian diinkubasi selama dua minggu dengan kadar air yang dipertahankan sekitar 80% dari kapasitas lapang...2. Analisis Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah pertanaman caisim dipanen pada tanah yang telah diberikan perlakuan terak baja dan bahan organik. Bahan tanah yang berada dalam polybag diambil kemudian diaduk/dicampur untuk mendapatkan kondisi yang homogen. Tanah kemudian dikeringudarakan lalu disaring dengan saringan 2 mm dan diambil secukupnya untuk keperluan analisis tanah. Analisis tanah meliputi ph tanah, N Total, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan K-dd. Dilakukan juga pengukuran kandungan logam berat Pb, Cd, As, Sn dan Hg..4. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang pengaruh terak baja dan bahan organik pada tanah setelah pertanaman caisim. Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial faktor dengan faktor utama adalah jenis terak baja yaitu S 1 (convertor

27 15 Jepang) dan S 2 (electric furnace Indonesia). Faktor kedua yaitu terak baja dengan 4 dosis (T 0, T 1, T 2, T ) dan faktor ketiga bahan organik (B 0 dan B 1 ) sehingga terdapat 16 kombinasi, yaitu S 1 T 0 B 0, S 1 T 0 B 1, S 1 T 1 B 0, S 1 T 1 B 1, S 1 T 2 B 0, S 1 T 2 B 1, S 1 T B 0, S 2 T B 1, S 2 T 0 B 0, S 2 T 0 B 1, S 2 T 1 B 0, S 2 T 1 B 1, S 2 T 2 B 0, S 2 T 2 B 1, S 2 T B 0, S 2 T B 1. Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan, sehingga terdapat 64 satuan percobaan (64 polybag). Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut Y ijk = μ + ρk + αi + βj + γk + (αβ)ij +(αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)ijk + εijk dengan i =1,2,a; j = 1,2,,b; k = 1,2,,r Y ijk μ ρk αi βj γk (αβ)ij (αγ)ik (βγ)jk (αβγ)ijk γik εijk = pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B. = nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi) = pengaruh aditif dari kelompok ke-k = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis terak = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor dosis terak = pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor bahan organik = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-j dari dosis terak = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-k dari bahan organik = pengaruh aditif taraf ke-j dari dosis terak dan taraf ke-k dari bahan organik = pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak, taraf ke-j dari dosis terak, dan taraf ke-k dari bahan organik = pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari jenis terak dalam kelompok ke-k. Sering disebut galat petak utama. γik ~ N(0,σγ2). = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij. Sering disebut galat anak petak. εijk Untuk mengetahui pengaruh perlakuan jenis terak, dosis terak dan bahan organik terhadap kadar hara tanah, maka dilakukan analisis ragam dengan

28 16 menggunakan program SAS. Bila terdapat pengaruh nyata akan dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan metode Duncan s Multiple Range Test (DMRT) atau uji wilayah Duncan pada taraf 5%.

29 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga. Berdasarkan kriteria penilaian menurut PPT (198) (Tabel Lampiran 2), hasil analisis (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa sifat kimia dan fisik tanah pada Latosol yang digunakan dalam penelitian ini tergolong tanah masam (ph 5.0), mempunyai kandungan C-organik, N-total dan Ca yang rendah dengan P- Bray yang sangat rendah. Kandungan Mg, K dan Na yang tergolong sedang, KTK rendah serta KB yang tergolong sedang. Tanah ini masuk ke dalam kelas tekstur liat, karena memiliki persentase liat yang sangat besar yaitu 74.64%, sedangkan debu 18.17% dan pasir 7.19%. Secara umum tanah ini memiliki kandungan hara yang relatif rendah, terutama P-tersedia dan N-total, serta kandungan C-organik rendah Komposisi Hara pada Terak Baja Komposisi hara pada terak baja Jepang (convertor) dan Indonesia (electricfurnace) disajikan pada Tabel 2. Masing-masing terak baja memiliki kandungan basa-basa yang cukup tinggi. Kandungan CaO dan MgO pada masingmasing terak baja menunjukkan bahwa kandungan CaO pada terak baja S 1 (convertor slag Jepang) lebih tinggi dibandingkan pada terak baja S 2 (electric furnace slag Indonesia), namun kandungan MgO dan SiO 2 pada jenis terak S 2 lebih tinggi dibandingkan pada jenis terak S 1. Daya netralisasi masing-masing terak baja berdasarkan equivalen CaCO dari unsur-unsur CaO dan MgO yang terdapat dalam terak adalah sebesar % (jenis terak S 1 ) dan 66.9 % (jenis terak S 2 ). Disamping itu masing-masing terak baja juga memiliki kandungan unsur mikro Fe, Al, Mn, Cu dan Zn yang berbeda komposisinya pada masingmasing terak baja. Dengan kandungan yang terdapat dalam terak baja, diharapkan pemberian pada tanah mampu menaikkan ph serta memperbaiki sifat kimia tanah Perbedaan komposisi terak baja ini dikarenakan karena proses pembuatan masing-masing slag juga berbeda. Terak baja S 1 (convertor Jepang) terbentuk melalui proses convertor sedangkan jenis terak baja S 2 (Electric Furnace Indonesia) melalui proses electric furnace. Meskipun mempunyai komposisi yang berbeda, kedua jenis terak tetap memiliki potensi yang baik untuk pertanian terutama untuk pengapuran. Hal ini dipertegas oleh Suwarno (199) yang

30 18 menyatakan bahwa terak baja Jepang sama baiknya dengan terak baja Indonesia karena memiliki potensi untuk pengapuran. Tabel 2. Komposisi Hara pada Terak Baja Parameter Sumber : * Basuki Sumawinata (2010) ** Suwarno (1997) 4.. Nilai ph Tanah Setelah Pertanaman Caisim dipanen Hasil uji ragam menunjukkan nilai ph tanah dipengaruhi oleh dosis terak baja dan bahan organik. Hasil uji lanjut masing-masing dapat dilihat pada Tabel Tabel. Nilai phtanah akibat pemberian terak baja dan bahan organik Dosis Terak ph Bahan Organik ph T d B b T 1` 6.16 c B a T 2 T Satuan S 1 (Convertor Jepang)* Nilai 6.6 b 6.99 a S 2 (Electric FurnaceIndonesia)** Nilai B-tersedia ppm P 2 O 5 % K 2 O % CaO % MgO % SiO 2 % Fe 2 O % Al 2 O % MnO 2 % Na 2 O % Keterangan : Angka yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata antara dosis terak pada dan bahan organik. Tabel menunjukkan bahwa pengaruh penambahan terak baja dan bahan organik nyata meningkatkan ph tanah. Peningkatan ph pengaruh terak baja berkisar dari 1.08 sampai 1.91 unit ph, sedangkan pengaruh bahan organik hanya 0.19 unit ph. Peningkatan nilai ph oleh dosis terak baja disebabkan oleh tingginya kandungan CaO pada terak baja, yaitu 5.6% pada terak baja convertor dan 21.6% pada electric furnace. Senyawa CaO bereaksi dengan H 2 O membentuk

31 19 Ca(OH) 2 yang dapat terurai menjadi Ca 2+ dan 2OH -. Peningkatan konsentrasi OH - dalam larutan tanah dapat meningkatkan nilai ph tanah. Ion OH - akan berikatan dengan H + menjadi H 2 O sehingga ion H + yang menjadi penyebab kemasaman tanah aktif akan berkurang dan ph akan meningkat. Penambahan bahan organik pada tanah yang tergolong masam seperti Latosol juga meningkatkan ph tanah karena diduga asam-asam organik hasil dekomposisi dapat mengikat Al membentuk senyawa kompleks (khelat), sehingga Al tidak terhidrolisis lagi (Suntoro, 200). Ia juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain Inseptisol, Ultisol dan Andisol mampu meningkatkan ph tanah dan mampu menurunkan Al-dd tanah Kadar Hara (N, P, K, Ca, Mg) Tanah Setelah Penanaman Nitrogen Total. Hasil analisis ragam kadar N tanah dipengaruhi oleh faktor tunggal dosis terak, interaksi jenis terak dengan dosis terak dan interaksi dosis terak dengan bahan organik. Hasil uji lanjut masing-masing disajikan pada Tabel 4. Tabel4.Kadar Nitrogen Tanah Akibat Interaksi antara Jenis Terak dengan Dosis Terak dan interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik Dosis Terak Terak Baja S 1 S 2... %... T Aa 0.1Aab T Ab 0.09 Ab T Aab 0.10 Aab T 0.08 Bb 0.11 Aa Dosis Terak Bahan Organik Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf besar) dan kolom (huruf kecil) menunjukkan berbeda nyata (P<0.005) atau berbeda sangat nyata (P<0.01), sebaliknya huruf yang sama kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 4 menunjukkan pada perlakuan S 1, peningkatan dosis terak baja nyata menurunkan N total tanah, namun antara pengaruh dosis T 1, T 2, dan T tidak berbeda. Pada jenis terak S 2, peningkatan dosis terak baja tidak berpengaruh terhadap N Total tanah namun pengaruh perlakuan T lebih tinggi daripada T 1. Perbandingan pengaruh antar jenis terak menunjukkan bahwa pada dosis terak T 0, T 1, T 2 kadar N total tanah antara S 1 dan S 2 tidak berbeda, kecuali pada dosis T pengaruh S 2 menghasilkan N total tanah lebih tinggi daripada S 1. B 0 B 1... %... T Aa 0.10 Aab T Ab 0.09 Ab T Bb 0.11 Aa T 0.09 Ab 0.10 Aab

32 20 Interaksi antara dosis terak dengan bahan organik (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada perlakuan B 0, peningkatan dosis terak baja menurunkan kadar N total tanah, sedangkan pada perlakuan B 1, kadar N-total menurun pada T 1 dan meningkat lagi pada perlakuan T 2, namun kadar N tanah baik pengaruh dosis terak pada S 1 dan S 2 masih tergolong sangat rendah (berkisar dari %). Penurunan dan rendahnya kadar N tanah disebabkan karena terak baja bukan merupakan sumber nitrogen dan sebagian besar N diserap oleh tanaman. Adapun peningkatan yang disebabkan oleh penambahan bahan organik adalah karena bahan organik merupakan salah satu sumber nitrogen tanah P Tersedia Hasil analisis ragam P-tersedia tanah dipengaruhi oleh faktor tunggal jenis terak, dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara jenis terak dengan dosis terak. Rataan P-tersedia dan hasil uji lanjut digambarkan pada Gambar 1 dan 2. Gambar 1 menunjukkan pada pengaruh jenis terak S 1, kadar P-tersedia tanah berkisar antara 2.90 ppm-.21 ppm, sedangkan pada jenis terak S 2 berkisar antara 2.7 ppm-4.48 ppm. Peningkatan dosis terak pengaruh jenis terak S 1 tidak nyata meningkatkan kadar P-tersedia tanah, sedangkan pengaruh jenis terak S 2 nyata meningkatkan kadar P seiring dengan peningkatan dosis terak, meskipun kandungan pada T menurun, kadar P-tersedia pada pengaruh jenis terak S 2 masih lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Perbandingan pengaruh antar jenis terak menunjukkan kadar P-tersedia tanah pengaruh dosis terak T 0, T 1, dan T tidak berbeda, namun pada T 2 pengaruh jenis terak S 2 lebih besar dibanding S 1. Selanjutnya Gambar 2 menunjukkan pemberian bahan organik mampu meningkatkan P-tersedia dalam tanah dengan peningkatan sebesar 10%. Pengaruh dosis terak terhadap kadar P-tersedia tanah selain disebabkan oleh sumbangan P oleh terak baja, juga diduga berhubungan dengan tingginya kandungan SiO 2 pada terak baja (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan kandungan SiO 2 pada terak baja S 1 lebih rendah dibanding terak baja S 2. Senyawa SiO 2 pada terak baja terhidrolisis membentuk anion SiO 4-4 yang mampu mendorong anion P dari ikatan unsur lain seperti Al dan Fe sehingga P dibebaskan ke dalam larutan tanah (Kristen dan Erstad, 1996). Selain itu ph tanah akibat pemberian terak baja dan

33 21 bahan organik (Tabel ) menunjukkan nilai ph tanah berkisar antara 6-7. Menurut Leiwakabessy (200), ketersediaan fosfor yang tertinggi diperoleh pada selang ph Peningkatan ph akan menurunkan kelarutan Al dan Fe sehingga retensi P akan berkurang. Pada dosis terak T pengaruh jenis terak S 2, kadar P-tersedia terlihat menurun. Hal ini diduga akibat pengikatan P oleh Ca (Ca-P) meningkat. Hal ini disebabkan karena kadar Ca-P akan meningkat pada ph>7 (ph tinggi). Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata antara jenis terak baja, sedangkan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata antara dosis terak baja Gambar 1.Kadar P-tersedia tanah interaksi antara jenis terak dengan dosis terak Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata antara bahan organik Gambar 2. Kadar P-tersedia tanah faktor tunggal bahan organik Pemberian bahan organik meningkatkan P-tersedia tanah karena sumbangan P dari hasil mineralisasi bahan organik dari P-organik menjadi P-anorganik. Hal ini karena bahan organik sendiri merupakan sumber P selain unsur N dan S. Peningkatan P-tersedia ini juga diduga berhubungan dengan peningkatan ph akibat pemberian bahan organik, selain itu bahan organik juga akan membentuk senyawa kompleks yang stabil (khelat) dengan besi (Fe) dan aluminium (Al) (Leiwakabessy, 200). Asam-asam organik yang terbentuk dari dekomposisi bahan organik memiliki daya tarik yang besar dengan Al dan Fe sehingga asamasam tersebut akan membentuk formasi kompleks yang stabil dengan logamlogam yang terikat dengan fosfat, sehingga fosfat sebagian akan dibebaskan kedalam larutan tanah. Hal ini akan meningkatkan kadar P-tersedia dalam tanah.

34 Kalium dapat dipertukarkan (K-dd) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kalium dapat dipertukarkan (Kdd) dipengaruhi oleh faktor tunggal dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis ragam juga menunjukkan terdapat interaksi antara dosis terak dengan bahan organik. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 5. Tabel5. Kadar Kalium Dapat Dipertukarkan dalam Tanah Akibat Interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik Dosis B 0 B 1... me/100 g... T Aa 0.40 Aa T Ab 0.2 Ab T Bb 0.1 Ab T 0.21 Bc 0.0 Ab Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf besar) dan kolom (huruf kecil) menunjukkan berbeda nyata (P<0.005) atau berbeda sangat nyata (P<0.01), sebaliknya huruf yang sama kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 5 menunjukkan pada perlakuan tanpa pemberian bahan organik (B 0 ), pengaruh dosis terak baja nyata menurunkan K-dd tanah, namun antara pengaruh perlakuan T 1 dan T 2 tidak berbeda nyata. Pada perlakuan dengan pemberian terak baja (B 1 ), pengaruh dosis terak baja menurunkan K-dd tanah, namun antara pengaruh dosis T 1, T 2 dan T tidak berbeda. Perbandingan antar pengaruh perlakuan bahan organik menunjukkan bahwa pada dosis terak T 0, T 1, kadar K-dd tanah antara pengaruh B 0 dan B 1 tidak berbeda, namun pada dosis T 2 dan T pengaruh B 1 menghasilkan K-dd tanah lebih tinggi daripada B 0 peningkatan masing-masing sebesar 2% dan 46%. dengan Nilai K-dd dalam tanah menurun seiring dengan jumlah dosis terak baja. Hal ini diduga berhubungan dengan peningkatan kadar Ca-dd tanah (Gambar ) dan Mg-dd tanah (Gambar 5) sehingga terjadi persaingan ketersediaan K, Ca, dan Mg dalam larutan tanah. Leiwakabessy (200) menyatakan bahwa kandungan K dalam tanah dipengaruhi oleh ratio K/Ca+Mg, dimana semakin besar kadar Ca dan Mg akan mengakibatkan ratio makin kecil dan berarti kandungan K-dd dalam tanah menjadi rendah. Hal ini karena ion-ion Ca, Mg dan K memiliki sifat persaingan satu terhadap yang lain. Jika dalam tanah terdapat ion-ion yang lain lebih banyak dan terdapat ion yang jumlahnya lebih sediki diantara ketiga ion tersebut, maka ketersediaan ion yang sedikit tersebut akan menurun akibat terjadinya persaingan unsur-unsur tersebut. Kandungan Ca dan Mg dalam tanah

35 2 akibat pemberian terak baja sangat tinggi dibandingkan dengan kandungan K sehingga ketersediaan K dalam tanah akan menurun. Selanjutnya pemberian bahan organik ke dalam tanah cenderung meningkatkan K-dd tanah karena bahan organik (pupuk kandang) merupakan salah satu sumber K bagi tanah. Penurunan K-dd pada B 0 dengan meningkatnya dosis terak diduga berhubungan dengan peningkatan serapan K tanaman (caisim) dengan meningkatnya dosis terak pada hasil penelitian sebelumnya dan pengaruh pada B 1 tidak berbeda Kalsium dapat dipertukarkan (Ca-dd) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kalsium dapat dipertukarkan (Ca-dd) dipengaruhi oleh faktor tunggal jenis terak, dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara jenis terak dengan dosis terak. Rataan Ca-dd dan hasil analisis lanjut digambarkan pada Gambar dan 4. Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata antara jenis terak baja, sedangkan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata antara dosis terak baja Gambar.Kadar Ca-dd tanah pengaruh interaksi jenis terak dengan dosis terak Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata antara bahan organik Gambar 4. Kadar Ca-dd tanah pengaruh faktor tunggal bahan organik Gambar menunjukkan pengaruh pemberian terak baja mampu meningkatkan Ca-dd tanah baik pada perlakuan jenis terak S 1 maupun pada S 2 dengan kadar Ca-dd pada S 1 >S 2, selanjutnya Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu meningkatkan kadar Ca-dd tanah. Pada perlakuan S 1, kadar Ca-dd cenderung lebih tinggi daripada S 2. Hal ini karena kandungan CaO jenis terak S 1 lebih tinggi dibandingkan jenis terak S 2 (Tabel 2). Kadar Ca-dd pengaruh terak baja pada S 1 berkisar me/100 g sedangkan pada S 2 berkisar antara me/100 g. Peningkatan pengaruh S 1

II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol

II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol 3 II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 1983). Tanah ini diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terak Baja Sejarah dan Definisi Terak Baja

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terak Baja Sejarah dan Definisi Terak Baja 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terak Baja 2.1.1. Sejarah dan Definisi Terak Baja Pemakaian terak baja sebagai pupuk telah mulai dicoba sejak tahun 1882/1883 di Jerman, kemudian pada tahun 1884/1885 di Inggris

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan 4 TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik Gunung Sinabung Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan.secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012) TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

PENGARUH TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR HARA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.) PADA LATOSOL DARMAGA HARMALINDA A

PENGARUH TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR HARA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.) PADA LATOSOL DARMAGA HARMALINDA A PENGARUH TERAK BAJA DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR HARA TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.) PADA LATOSOL DARMAGA HARMALINDA A14070001 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

Lestari Alamku, Produktif Lahanku KOMPOS ORGANIK GRANULAR NITROGEN Reaksi nitrogen sebagai pupuk mengalami reaksirekasi sama seperti nitrogen yang dibebaskan oleh proses biokimia dari sisa tanaman. Bentuk pupuk nitrogen akan dijumpai dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanah Ultisol Tanah Ultisol merupakan jenis tanah mineral yang berada pada daerah temperate sampai tropika, mempunyai horizon argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan

Lebih terperinci

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama KEMASAMAN TANAH Wilayah tropika basah Sebagian besar tanah bereaksi masam Kemasaman tanah menjadi masalah utama Luas dan sangat potensial untuk pertanian Tanah yang banyak BO juga bereaksi masam TANAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terak Baja 2.1.1. Pengertian dan Pembentukan Terak Baja Terak baja merupakan hasil samping dari proses pemurnian besi cair dalam industri baja. Menurut Tisdale dan Nelson (1975),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agronomis Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 212 sampai dengan September 212. Penelitian terdiri dari 2 percobaan, yaitu (1) Percobaan inkubasi

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pupuk dan Kesuburan Pendahuluan Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budi Daya Jamur Tiram Unsur Hara Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budi Daya Jamur Tiram Unsur Hara Tanaman 3 TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budi Daya Jamur Tiram Kebanyakan limbah-limbah organik dibuang sia-sia ke alam dan secara umum dibiarkan yang tentunya dapat menurunkan fungsi estetika lingkungan. Semakin meningkatnya

Lebih terperinci