HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Pemurnian Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Isolasi yang dilakukan lebih ditujukan pada bakteri kelompok non asam laktat, karena bakteri dari golongan ini masih jarang diteliti. Media yang digunakan untuk isolasi adalah media nutrient agar (NA) yang bersifat umum sehingga memungkinkan diperolehnya beragam kelompok bakteri yang terisolasi. Ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini tidak diberikan antibiotik dalam makanannya supaya didapatkannya banyak ragam mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler tersebut diperoleh 72 isolat bakteri terdiri dari 38 isolat yang tumbuh pada media NA dengan ph 7. (Lampiran 5) dan 34 isolat yang tumbuh pada media NA dengan ph 4.5 (Lampiran 6). Penggunaan media dengan ph 4.5 untuk isolasi dimaksudkan untuk memberikan kondisi asam yang menyerupai kondisi dalam saluran pencernaan ayam yang rata rata berkisar pada ph 4.5. Diperolehnya bakteri yang mampu tumbuh pada ph 4.5 menunjukkan bahwa bakteri itu tahan terhadap kondisi lingkungan asam pada saluran pencernaan. Keberhasilan mendapatkan isolat bakteri yang cukup banyak dari saluran pencernaan ayam broiler ini kemungkinan disebabkan ayam yang digunakan sebagai sampel adalah ayam broiler strain Hybro yang tidak diberi antibiotik, sehingga populasi bakterinya masih cukup tinggi. Bagian dari saluran pencernaan yang paling banyak dihuni oleh milyaran mikroba adalah saluran usus, dan mikroba dalam saluran pencernaan tersebut berperan bagi kesehatan. Saluran pencernaan ayam yang baru menetas sebetulnya dalam keadaan steril, ketika berhubungan dengan dunia luar berbagai tipe mikroba masuk ke dalam tubuh baik lewat makanan atau kontak dengan lingkungan. Mikroorganisme itu akan tinggal pada saluran pencernaan sampai makhluk hidup itu mati. Berdasarkan kenyataan tersebut isolasi bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu guna mendapatkan beragam bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai makanan imbuhan pakan (feed additive) untuk memacu pertumbuhan ayam. Dalam saluran pencernaan mahkluk hidup tedapat terdapat bakteri jahat dan bakteri baik. Keseimbangan antara kedua jenis mikroba dalam saluran pencernaan

2 28 penting bagi kehidupan yang sehat. Dimana keseimbangan itu terjadi apabila komposisinya 85% bakteri baik dan 15% bakteri jahat (Sjofjan 29). Tingginya mikroflora yang baik dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial seperti asam lemak bebas dan zat zat asam sehingga tercipta lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen. Beberapa bakteri saluran pencernaan yang baik seperti Eubacterium, Lactobacillus, dan bakteri jahat seperti Clostridium, Shigella, Veilonella terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Bagian saluran pencernaan yang digunakan untuk isolasi bakteri antara lain daerah duodenum, ileum dan intestinum crasum. Bakteri hasil isolasi berdasarkan bagian saluran pencernaan terlihat seperti tabel 2.[ Tabel 2 Hasil Isolasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Bagian Saluran Pencernaan ph Media Isolasi Total Duodenum Ileum Intestinum crasum Jumlah Pada tabel terlihat bakteri yang ditemukan pada duodenun sebelas isolat terdiri dari tiga isolat dari ph 4.5 dan delapan isolat dari ph 7.. Pada bagian duodenum isolat bakteri yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan saluran pencernaan yang lain. Keadaan ini diduga berkaitan dengan letak saluran pencernaan yang dekat dengan proventriculus yang mempunyai ph<3. dan disekresikannya garam empedu kedalam duodenum dari pangkreas. Duodenum berfungsi menyelenggarakan pencernaan protein dan lemak, sehingga lingkungan yang sedikit asam ditambah adanya garam empedu berfungsi untuk mengaktifkan enzim pepsinogen (Anonim 27). Adanya bakteri yang terisolasi asal duodenum diduga bakteri itu mampu bertahan pada lingkungan asam dan garam empedu. Pada lingkungan ph yang sangat rendah (ph dibawah 3.) umumnya bakteri akan mati tetapi sebagian bakteri ada yang mampu bertahan dengan membentuk spora sehingga pada ph 4.5 bakteri itu mulai tumbuh kembali dan berkolonisasi, ini terlihat pada ph 4.5 diperoleh tiga isolat sementara pada ph 7. diperoleh delapan isolat.

3 29 Ileum merupakan bagian usus kecil yang berfungsi sebagai tempat penyerapan zat makanan (Anonim 27). Diduga dengan ph yang hampir sama dengan doudenum dan tidak disekresikannya garam empedu pada saluran ini menyebabkan bakteri yang mengalami kolonisasi lebih banyak dibandingkan pada duodenum. Dinding ileum berbentuk jonjot jonjot sesuai dengan fungsinya sebagai tempat penyerapan zat makanan. Kondisi ph pada ileum dipengaruhi oleh zat zat dari luar tubuh, dan zat sekretori yang dihasilkan dinding saluran pencernaan, serta letaknya yang jauh dari proventriculus membuat ph pada saluran ini tidak terlalu asam. Isolat bakteri yang diperoleh pada bagian saluran pencernaan ini ada 15 isolat yang terdiri dari tujuh isolat yang tumbuh pada ph 4.5 dan delapan isolat yang tumbuh pada ph 7.. Intestinum crasum atau usus besar merupakan bagian saluran pencernaan paling ujung, dekat dengan kloaka. Banyaknya isolat bakteri ditemukan pada bagian saluran pencernaan ini adalah 46 isolat, terdiri dari 22 isolat pada ph 4.5 dan 24 isolat pada ph 7.. Intestinum crasum fungsinya tempat mencerna sisa pencernaan oleh miroorganisme menjadi feses dan tempat penyimpanan sisa pencernaan (Anonim 27). Berdasarkan fungsi yang demikian menyebabkan banyak mikroorganisme mampu berkolonisasi di tempat ini, didukung pula dengan kondisi ph yang yang sudah mendekati normal (ph 7.) serta banyaknya sisa pencernaan yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba. Bakteri bakteri itu akan berkolonisasi dan membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan (Drassar dan Barrow 1985). Mikroekosistem dalam saluran pencernaan hewan monogastrik seperti ayam komponennya terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari bermacam macam jenis mikroba baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Abiotik terdiri dari zat zat yang berasal dari bahan luar yang berupa pakan dan dari dalam tubuh (endogeneus) yaitu produk metabolisme yang harus dibuang. Mikroflora detrimental umumnya akan sangat aktif merombak zat yang terdapat dalam usus besar dan hasil akhirnya adalah metabolit yang bersifat toksik (beracun), karsinogenik (menyebabkan kanker) atau metagenik (membentuk gas metan) (Hasono 22). Metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus bahkan membentuk tumor atau beberapa penyakit lain. Dalam kaitan ini bakteri

4 3 baik akan mendesak atau mengencerkan senyawa aktif diatas dan merubah zat toksik menjadi zat yang tidak toksik, dengan cara membuang zat zat yang akan menyusun toksik terlebih dahulu sehingga tidak dapat membentuk zat toksik. Dalam hal ini proporsi bakteri baik ditingkatkan dan bakteri jahat ditekan jumlahnya. Dengan mengkonsumsi bakteri baik (probiotik) dan menyediakan nutrisi (prebiotik) yang sesuai untuk bakteri probiotik agar dalam usus terjadi perkembangan bakteri baik lebih pesat (Karyadi 23) sehingga pertumbuhan ayam dapat ditingkatkan. Penggunaan probiotik pada ternak unggas bertujuan memperbaiki saluran pencernaan dengan cara: (1) menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), (2) merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran pencernaan, (3) merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfa-amilase) yang digunakan untuk mencerna pakan, (4) memproduksi vitamin dan zat zat yang tidak terpenuhi dalam tubuh (Seifert dan Gessler 1997). Menurut Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi pakan dan menurunkan mortalitas. Pemurnian isolat bakteri asal saluran pencernaan ayam dilakukan dengan metode kwadran dengan menggunakan media yang sama dengan media isolasi yaitu nutrient agar (NA). Isolat murni yang diperoleh selanjutnya diuji ke bakteri target guna menseleksi bakteri bakteri yang mempunyai kemampuan penghambatan terhadap patogen. Sebagai kultur induk, isolat juga disimpan dalam media penyimpanan yang disimpan pada suhu 4 C. Peremajaan Bakteri Target. EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 asal ayam adalah bakteri penyebab penyakit (patogen) pada manusia dan juga pada ayam, sehingga bakteri-bakteri asal saluran pencernaan ayam perlu diuji aktivitasnya terhadap keempat patogen untuk mengetahui kemampuan penghambatannya terhadap patogen tersebut. Isolat EPEC K1-1 memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan E. coli umumnya, pada jam ke-3 isolat ini sudah mencapai jumlah sekitar 1 8 sel/ml (OD,32; λ= 62nm). Peremajaan EPEC K1-1 pada media NA+ampisilin 1μg/ml dimaksudkan untuk

5 31 menjaga resistensinya. Isolat E. coli diremajakan pada media NA selama 24 jam untuk mencapai jumlah sel 1 8 sel/ml (OD,924 ; λ= 62nm). Isolat Salmonella enteric diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.328; λ=62nm), dan Salmonella subsp.2 diremajakan pada media TSA selama 24 jam (OD 1.57; λ=62nm). Kemampuan Penghambatan Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Terhadap EPEC K1-1, Salmonella enteric dan E. Coli Asal Ayam serta Salmonella subsp.2 Asal Ayam. Hasil uji antagonis langsung dari 72 isolat hasil isolasi terhadap empat bakteri target (EPEC K1-1 penyebab diare pada anak anak, E. coli asal ayam yang menyebabkan kolibasilosis pada ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric penyebab salmonellosis pada ayam dan manusia). Kemampuan penghambatan isolat hasil isolasi terhadap keempat target terlihat dalam tabel 3.[ [ Tabel 3 Aktivitas penghambatan bakteri asal saluran pencernaan ayam broiler terhadap E.coli, EPEC K1-1,Salmonella enteric Bagian Saluran Pencernaan E.coli EPEC K1-1 S.enteric ph ph total ph ph total ph ph total Duodenum Ileum Intestinum crasum Jumlah Untuk aktivitas penghambatan terhadap E. coli, diperoleh 3 isolat yang menghasilkan zona bening disekitar koloninya. Terdiri dari 18 isolat yang berasal dari media ph 7. yaitu isolat: 7n, 8n, 9n, 1n, 12n, 13n, 15n, 17n, 19n, 2n, 21n, 22n, 24n, 25n, 26n, 27n, 34n, 38n, dan 12 isolat yang berasal dari media ph 4.5 yaitu isolat 5a, 6a, 7a, 2a, 21a, 22a, 25a, 26a, 27a, 28a, 29a, 3a. Isolat bakteri yang tumbuh pada media ph 7. dan 4.5 hampir sama banyak yang mampu menghambat E.coli. Berdasarkan daerah isolasi ditemukan bakteri yang paling banyak menghambat E.coli pada bagian inestinum crasum. Diduga karena ph saluran pencernaan ini mendekati normal sehingga banyak bakteri yang dapat berkolonisasi, ditambah banyaknya nutrisi yang terdapat dalam saluran ini. Aktivitas penghambatan terhadap EPEC K1-1 diperoleh 19 isolat. Terdiri dari 13 isolat yang berasal dari media ph 7. (17n, 18n, 19n 2n, 21n, 23n, 24n,

6 32 25n, 26n, 27n, 28n, 35n) dan 6 isolat yang tumbuh pada media ph 4.5 (25a, 28a, 29a, 3a, 33a, 34a). Ini mengindikasikan bahwa bakteri bakteri yang tumbuh pada lingkungan netral banyak yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, sedangkan bakteri yang tumbuh pada lingkungan asam tidak sebanyak pada ph 7.. Berdasarkan asal isolat maka bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 banyak berasal dari intestunum crassum. Pada bagian duodenum dan ileum masih ditemui bakteri dalam jumlah yang sangat sedikit. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric diperoleh 21 isolat yang terdiri dari tujuh isolat berasal dari media ph 7. yaitu isolat 15n, 16n, 17n, 21n, 25n, 27n, 37n dan 14 isolat berasal dari media ph 4.5 yaitu isolat 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 18a, 22a, 27a, 29a, 3a, 31a, 32a. Isolat bakteri yang tumbuh pada ph 4.5 lebih banyak yang mampu menghambat Salmonella enteric dibandingkan isolat yang tumbuh pada ph 7.. Ini diduga karena Salmonella dapat tumbuh pada ph , sehingga pada ph 4.5 aktivitas penghambatan juga lebih banyak. Berdasarkan asal daerah isolasi, bagian intestinum crasum diperoleh isolat bakteri lebih banyak karena bagian saluran ini mempunyai suhu, ph, dan nutrisi yang sesuai bagi mikroorganisme. Isolat bakteri yang mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri target diatas merupakan isolat yang potensial untuk dikembangkan menjadi probiotik dalam mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Untuk itu dipilih bakteri dengan aktivitas penghambatan yang bagus sebagai calon isolat terpilih. Identifikasi Bakteri Asal Saluran Pencernaan Ayam Broiler Untuk memilih bakteri sebagai isolat terpilih dilakukan uji lanjut. Dimana isolat isolat yang mempunyai aktivitas bagus terlebih dahulu diidentifikasi. Morfologi koloni dan bentuk sel diobservasi secara mikroskopis terhadap 19 isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan yang bagus terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella subsp.2 asal ayam dan Salmonella enteric. Pinggiran koloni ditemukan ada yang bergerigi dan ada yang licin, dengan permukaan yang rata dan yang seperti kawah. Morfologi sel secara mikroskopis menunjukkan bentuk kokus 11 isolat yaitu isolat 17n, 28n, 2a, 4a, 5a, 7a, 11a, 16a, 17a, 22a, 3a dan bentuk basil (batang) 8 isolat yaitu isolat 7n, 8n, 17n, 25n, 27n, 34n, 18a, 33a.

7 33 Bakteri yang berbentuk batang, Gram positif dan non patogen dapat dipilih sebagai probiotik (Panigraphy, Ling 199; Natalia, Priadi 25). Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 5 isolat yang tergolong bentuk batang dan Gram positif yaitu isolat 7n, 8n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 4 dan 5). (a) (b) Gambar 4 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 7n) diisolasi dari jejenum, (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang (perbesaran 4 x 1). (a) (b) Gambar 5 Hasil pewarnaan Gram a (isolat 27n) b (isolat 34n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler berbentuk batang gram positif (perbesaran 4 x 1). Gram positif dapat dilihat dari warna sel yang ungu. Terbentuknya warna ungu karena komponen utama penyusun dinding sel bakteri Gram positif adalah peptidoglikan, sehingga mampu mengikat warna kristal ungu. Kandungan lipid pada dinding selnya rendah, sehingga pada waktu diberikan etanol dinding sel Gram positif terdehidrasi, pori pori mengecil, permeabilitas berkurang dan zat warna kristal ungu tidak dapat terekstraksi dan terperangkap di dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif memiliki peptidoglikan yang tipis dan mengandung lipid, lemak dalam persentase yang lebih tinggi. Pada perlakuan dengan etanol

8 34 (alkohol) menyebabkan terekstraksinya lipid sehingga pori pori pada peptidoglikan cukup besar memperbesar daya rembes atau permiabilitas dinding sel. Sehingga kompleks ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal pewarnaan dapat diekstraksi. Bakteri ini akan kehilangan warna ungu kristal. Ketika diberi warna safranin maka warna ini akan diserap. Warna bakteri Gram negatif akan terlihat merah muda, merupakan warna dari safranin (Pelzar dan Chan 1986) Bakteri berbentuk batang dan Gram positif selanjutnya diteliti kemampuannya dalam membentuk spora dan letak sporanya dengan pewarnaan spora (Gambar 6 dan 7). endospora Sel vegetatif endospora Sel vegetatif (a) (b) Gambar 6 Hasil pewarnaan spora (isolat 7n), b (isolat 25n) diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 4 x 1) Sel vegetatif endospora endospora Sel vegetatif Gambar 7 (a) (b) Hasil pewarnaan spora (a) isolat 27n, (b) isolat 34n diisolasi dari intestinum crasum ayam broiler (perbesaran 4 x 1) Hasil pewarnaan spora pada bakteri Gram positif menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n memiliki endospora sementara isolat 8n tidak berspora. Bakteri yang berspora ini diambil sebagai isolat bakteri terpilih. Spora merupakan bentuk

9 35 adaptasi sel terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada kondisi yang sesuai akan berkecambah dan menghasilkan sel yang sama seperti asalnya. Spora yang terdapat pada isolat 7n, 25n, 27n, 34n terletak didalam (endospora). Letak endoporanya isolat 7n, 27n dan 34n di bagian dekat ujung (sub terminal) dan isolat 25n bagian tengah (sentral). Bakteri yang memiliki endospora biasanya dari kelompok Bacillus dan Clostridium, hanya saja Bacillus bersifat aerob/anaerob fakultatif, Clostridium bersifat anaerob. Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolinat yaitu suatu substansi yang tidak terdeteksi pada sel sel vegetatif. Lima-sepuluh persen berat kering endospora adalah asam dipikolinat. Sejumlah kalsium juga terdapat dalam endospora, sehingga diduga lapisan korteks endospora terdiri dari kompleks Ca 2+ -asam dipikolinat-peptidoglikan. Spora sangat resisten terhadap beragam kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan kekeringan serta terhadap bahan kimia. Spora bakteri dapat bertahan misalnya pada lingkungan ph rendah (asam), suhu tinggi atau rendah. Untuk menentukan golongan apa isolat bakteri terpilih dilakukan uji katalase. Hasil uji katalase terhadap 4 (empat) isolat terpilih yang ditumbuhkan pada media nutrient agar yang diinkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya gelembung gelembung putih (gas oksigen) setelah koloni bakteri ditetesi larutan H 2 O 2 3%. Keempat isolat bakteri terpilih tersebut digolongkan pada bakteri katalase positif (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji katalase isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat Uji Katalase (+/-) 7n + 25n + 27n + 34n + Katalase adalah suatu enzim yang dapat ditemukan dalam sebagian besar bakteri. Bakteri katalase positif akan menghasilkan gas oksigen sebagai hasil reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase dan membebaskan gas oksigen dan molekul air sesuai reaksi berikut: 2H 2 O 2 + katalase 2H 2 O 2 + O 2

10 36 Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) diproduksi oleh enzim pernafasan yang bersifat racun bagi organisme yang memproduksinya, maka enzim katalase akan sangat penting peranannya dalam menguraikan zat yang bersifat racun bagi sel menjadi molekul air dan oksigen yang tidak bersifat racun bagi sel. Keempat isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) diduga bersifat anaerob fakultatif karena bersifat katalase positif dan terdapat dalam saluran pencernaan ayam yang tidak ada oksigen. Didalam saluran pencernaan ternak secara umum jumlah bakteri anaerobik lebih besar di banding bakteri anaerobik fakultatif dengan perbandingan 1:1 (Utomo 22). Didapatkannya bakteri anaerob fakultatif merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat diproduksi dengan mudah untuk digunakan sebagai probiotik, sehingga mudah pula mengadakan kolonisasi untuk membentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk kesehatan. Berdasarkan ciri ciri yang dimiliki dan mengacu pada Bergeys Manual of Determinative Bacteriology (Krieg dan Holt 1984) bahwa isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n berbentuk batang, Gram positif, menghasilkan endospora berbentuk oval serta bersifat katalase positif, isolat tersebut dapat digolongkan kedalam genus Bacillus. Ciri ciri Bacillus menurut Gordon (1989) sel vegetatif berbentuk batang, membentuk endospora, dan bersifat katalase positif. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dengan tingkatan takson sebagai berikut: Kingdom: Bacteria Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Didapatkannya bakteri dari kelompok Bacillus ini merupakan hal yang positif karena bakteri ini secara alami terdapat di mana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Pada kondisi cekaman lingkungan, sel-selnya menghasilkan endospora berbentuk oval yang dapat bertahan dalam periode yang lama. Bacillus lebih adaptif terhadap perubahan

11 37 lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora berkembang kembali menjadi sel vegetatif. (Madigan et al. 23). Menurut Haddadin et al. (1996); Jin et al. (1996) hasil analisa proksimat Bacillus spp. kering mengandung protein 11.1%, air 8.3%, abu.2%, lemak.78% serta serat kasar.23 %. Bakteri kelompok asam laktat tidak ditemukan dalam isolasi ini, karena dalam isolasi tidak menggunakan medium spesifik untuk bakteri asam laktat. Esei Antagonis Isolat Terpilih terhadap Pertumbuhan E. coli, Salmonella subsp.2, EPEC K1-1, Salmonella enteric dengan Metode Kirby-Bauer Hasil esei antagonis filtrat kultur (ekstrak kasar) isolat terpilih (7n, 25n, 27n, 34n) terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 terlihat pada tabel 5. Tabel 5 Hasil uji penghambatan ekstrak kasar isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap EPEC K1-1, E. coli, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2 [ Isolat Diameter Penghambatan (mm) EPEC K1-1 E.coli S.enteric Salmonella subsp 2 7n n n n Dari tabel terlihat bahwa keempat isolat terpilih mampu menghambat empat bakteri target. Isolat 7n merupakan isolat terbaik dalam menghambat EPEC K1-1 dan S. Enteric diikuti isolat 27n, 25n dan 34n. Aktivitas penghambatan ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram kertas Ф 8mm (Gambar 8 dan 9). Pada gambar (8a) terlihat zona bening yang dihasilkan oleh keempat isolat dalam menghambat EPEC K1-1. Isolat 7n (24mm) dan 27n (19mm) diikuti isolat 25n (14mm) dan 34n (6mm). Sementara untuk kontrol ditetesi media NB steril ternyata tidak ada zona yang dihasilkan setelah diantagonis dengan EPEC K1-1. Pada gambar (8b) uji antagonis dengan E. coli isolat 25n dan 27n (23mm) menghasilkan zona yang lebih terang dan hampir sama besar, sementara isolat 7n (14mm) dan isolat 34n zona (9mm) yang dihasilkan lebih kecil. Kontrol tidak ada zona yang dihasilkan.

12 38 [[ [[ 7n 34n k 27n 34n 27n k 25n 25n 7n (a) Gambar 8 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) EPEC K1-1, (b) E.coli Ф cakram kertas 8mm Adanya zona disekitar cakram kertas mengindikasikan bahwa filtrat kultur dari keempat isolat mengandung senyawa anti bakteri yang mampu menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Daya anti bakteri dari keempat isolat tidak sama dalam menghambat kedua bakteri target. Metabolit yang dihasilkan isolat 7n dan 27n mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan EPEC K1-1 dan E.coli dengan kualitas yang berbeda. Daya antibakteri isolat 7n dan 27n terhadap EPEC K1-1 besar tetapi kurang terang dan zona yang dihasilkan terhadap E. coli lebih kecil tetapi terang. Ini diduga ada hubungannya dengan efek bakteriostatik dan bakterisida. Dari gambar (9a) menunjukkan isolat 7n mempunyai aktivitas penghambatan yang paling bagus terhadap Salmonella enteric. (b) 7n 25n 25n 34n k 7n 27n k 34n 27n (a) (b) Gambar 9 Aktifitas penghambatan isolat terpilih terhadap bakteri target (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2, Ф cakram kertas 8mm

13 39 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n (23mm) diikuti oleh isolat 27n (14mm) dan 25n (14mm), sementara isolat 34n (9mm). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. asal ayam seperti pada gambar (9b) menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi dimiliki isolat 25n (19mm) diikuti isolat 27n (14mm), isolat 7n (9mm) dan 34n (2mm). Senyawa aktif yang dihasilkan isolat 7n, 25n, dan 27n untuk menghambat pertumbuhan Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2.memiliki kekuatan penghambatan beragam tergantung bakteri patogennya. Kekuatan penghambatan dapat dilihat dari zona yang dihasilkan. Semakin besar dan terang zona bening yang dihasilkan mengindikasikan kekuatannya semakin kuat. Gambar 1 menunjukkan perbandingan aktivitas penghambatan antara sel langsung dan filtrat kultur Zona bening (mm) n 25n 27n 34n Isolat Gambar 1 Perbandingan aktivitas penghambatan antara sel dan filtrat kultur dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n terhadap E.coli sel filtrat Hasil uji antagonis sel isolat 7n, 25n, 27n, dengan E.coli memperlihatkan aktivitas penghambatan sel lebih besar dibanding filtrat kulturnya. Untuk isolat 34n aktifitas penghambatan se lebih rendah dibandingkan filtrat kultur. Rendahnya aktivitas filtrat kultur kemungkinan terjadi karena konsentrasi senyawa aktif dalam filtrat kultur (15µl) tidak cukup kuat menghambat bakteri target dibandingkan senyawa antibakteri yang dihasilkan sel secara langsung. Isolat 34n memiliki aktivitas penghambatan filtrat kultur lebih tinggi dari sel. Hal ini kemungkinan dikarenakan kecepatan dan jenis metabolit yang dihasilkan antar isolat berbeda. Menurut Sudirman (1997) satu spesies mikroba dapat

14 4 menghasilkan banyak antimikrob dan banyak mikrob yang berbeda dapat menghasilkan jenis antimikrob yang sama. Keempat isolat uji dapat menghasilkan senyawa antibakteri, yang dihasilkan secara ekstraseluler, terbukti dengan adanya kemampuan filtrat kultur yang mampu menghambat pertumbuhan empat bakteri target. Kemampuan keempat isolat (7n, 25n, 27n, 34n) dalam menghambat pertumbuhan EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella subsp.2. asal ayam, diharapkan dapat dipergunakan untuk membantu penanggulangan salmonelosis dan kolibasililosis pada ayam secara in vivo. Aktivitas isolat 7n, 25n, 27n, 34n akan lebih bagus apabila digunakan secara bersama sama karena kemampuannya dalam menghambat keempat patogen tidak sama. Menurut Barrow (1992) Bacillus tidak umum ditemukan pada saluran pencernaan tetapi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan bakteri patogen (competitive exclusion). Bacillus subtilis di dalam saluran pencernaan dapat berfungsi untuk pengontrolan bakteri patogen. Ini merupakan konsep penting bagi kesehatan hewan/manusia karena pencegahan kolonisasi mikroba patogen seperti Salmonella dan E. coli adalah kunci dalam lingkungan saluran pencernaan ayam akan dapat memperbaiki pertumbuhan. Optimasi Produksi Senyawa Bioaktif Optimasi dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari isolat 7n, 25n, 27n, 34n perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang harus diperhatikan dalam proses produksi. Optimasi dilakukan terhadap media, aerasi, waktu produksi, suhu inkubasi, dan ph inkubasi. Optimasi Media. Aktivitas penghambatan ke empat isolat terpilih pada media de Mann Rogosa Sharpe (MRS) dan media Tripton Glucosa Yeast ekstract (TGY) berbeda dan dipengaruhi oleh perlakuan agitasi (1 rpm) dan tanpa agitasi (Gambar 11 dan 12). Dipilihnya media MRS dan TGY yang memiliki kandungan nutrisi yang berbeda (Lampiran 1) karena kedua media tersebut dapat ditumbuhi keempat isolat bakteri terpilih. Kandungan media MRS memiliki lebih banyak mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dibandingkan media TGY.

15 41 Perlakuan agitasi dan tidak diagitasi untuk melihat homogenitas media maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, ph, temperatur dan sebagainya. Selain itu agitasi juga berfungsi memecah gelembung udara besar menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkan oksigen pada pertumbuhan aerob. Dalam produksi senyawa aktif keempat isolat terpilih menunjukkan ada isolat yang memerlukan agitasi dan ada yang kurang untuk menghasilkan senyawa antibakteri. Keempat isolat dalam menunjukkan kemampuan penghambatan beragam tergantung pada jenis media dan perlakukan agitasi (Gambar 11 dan gambar 12). Pada gambar (11a) terlihat aktivitas tertinggi antagonis dengan EPEC K1-1 oleh isolat 7n diikuti isolat 27n dan 25n pada media MRS tanpa agitasi, ini diduga karena isolat 7n, 25n dan 27n berasal dari saluran pencernaan yang mikrolingkungannya kurang oksigen sehingga isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pertumbuhan tanpa diagitasi (terdapat keterbatasan oksigen) Zona bening (mm) T A T an M A M an Perlakuan (a) (b) Gambar 11 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli asal ayam 7n 25n 27n 34n Zona bening (mm) Pada gambar (11b) aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki isolat 7n pada media TGY yang diagitasi dan isolat 27n, 25n pada MRS yang diagitasi terhadap pertumbuhan pertumbuhan E. coli. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi senyawa antibakteri dari keempat isolat tersebut dapat diproduksi dengan TA T an M A M an Perlakuan

16 42 baik pada kondisi pertumbuhan yang diaerasi dan nutrisi yang cukup. Kemampuan penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli dipengaruhi oleh jenis media dan aerasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan kemungkinan berbeda. Zona bening (mm) TA T an M A M an Perlakuan (a) (b) Gambar 12 Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n [ Dari gambar (12a) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric tertinggi berturut-turut dimiliki isolat 25n dan 27n yang ditumbuhkan pada media TGY yang tidak di agitasi. Isolat 34n menghasilkan aktivitas sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi, ini diduga karena keterbatasan aerasi (oksigen) pada kondisi pertumbuhan tersebut. Pada gambar (12b) aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. paling baik oleh isolat 25n diikuti isolat 27n dan 34n kemudian 7n pada media TGY tanpa diagitasi. Isolat 34n mempunyai aktivitas yang sangat kecil pada media MRS yang tidak diagitasi. Hal ini diduga bahwa senyawa penghambat Salmonella enteric dan Salmonella sub sp 2. ini dapat sama karena isolat yang menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2 yang tertinggi pada isolat yang sama. Berbeda karena ada beberapa isolat yang dapat menghambat Salmonella enteric tetapi tidak dapat menghambat Salmonella subsp.2 atau sebaliknya. Media produksi terbaik dari hasil optimasi akan digunakan sebagai dasar untuk membuat media modifikasi dengan mengganti beberapa bahan dengan yang lebih murah dan mudah didapat seperti molase dan tepung kedelai. Hasil optimasi media menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n yang ditumbuhkan pada media MRS dan TGY dapat menghasilkan aktivitas penghambatan dengan Zona bening (mm) TA T an M A M an Perlakuan

17 43 kondisi pertumbuhan yang memerlukan agitasi dan ada yang tidak. Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh setiap isolat terpilih kemungkinan dapat lebih dari satu mengingat kondisi yang dibutuhkan juga bebeda beda. Media MRS dan TGY modifikasi molase-kedelai adalah media yang menggunakan komposisi MRS dan TGY dengan mengganti sumber karbon dengan molase, sumber nitrogen dengan tepung kedelai dan urea, sumber pospor dengan TSP. Setelah diuji aktivitas penghambatannya terhadap EPEC K1-1, E. coli asal ayam, Salmonella enteric, dan Salmonella sub sp 2. asal ayam, isolat 7n, 25n, 27n, hasilnya menunjukkan bahwa keempat isolat yang ditumbuhkan pada media modifikasi masih mempunyai aktivitasnya tetapi tidak sebesar kalau ditumbuhkan pada media MRS/TGY. Hal ini diduga karena media MRS dan TGY menggunakan dekstrosa dan kasein sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk penghasil ATP yang mudah diserap sel, karena mudah larut dalam air serta molekulnya sederhana. Isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n dapat dengan mudah diproduksi pada media yang mengandung molase dan tepung kedelai hanya saja aktivitas agak rendah. Mikroorganisme heterotrof untuk menghasilkan energi memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber energi utama. Penggunaan molase sebagai sumber karbon dapat digunakan karena mengandung beberapa gula sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan gula pereduksi yang lain dengan kandungan yang paling tinggi adalah sukrosa. Hanya saja penggunaan molase sebagai sumber ATP perlu waktu untuk adaptasi. Molase merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula tebu yang masih mengandung kadar gula sekitar % (Novita 21). Tepung kedelai dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung 42.9% protein, 19-2% lemak dan 6.1% nitrogen (Sukmadi 1996) diacu dalam (Suryanti 1998). Pada kondisi media tersebut maka butuh waktu untuk menguraikan protein supaya bisa dimanfaatkan oleh keempat bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, ph, dan oksigen, dan faktor nutrisi yaitu karbon, nitrogen, mineral (unsur makro dan mikro), dan vitamin (Stainer et al. 1976; Fardiaz 1989). Pada dasarnya semua

18 44 mikrooganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya dan pembentukan material sel-sel bakteri untuk prertumbuhan, reproduksi dan pembentukan produk (Prescott et al. 2). Penggunaan sumber karbon yang cepat digunakan dapat mengurangi produksi metabolit sekunder. Nitrogen berperan dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim enzim. Sumber nitrogen dapat dalam bentuk anorganik dalam bentuk garam garam amonium dan organik dalam bentuk asam amino, protein dan urea. Unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal karena unsur C, N, dan P merupakan tiga nutrisi utama (makronutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) mengakibatkan nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander 1994). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum adalah 1:1:1 (Shewfelt et al. 25). Kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis bakteri. Kelompok bakteri yang tidak mengandung klorofil memerlukan senyawa organik sebagai sumber karbon dan senyawa yang diperlukan tergantung jenis bakteri. Kelompok selulolitik dapat memanfaatkan selulosa, sedangkan amilolitik memanfaatkan pati (Fardiaz 1989). Walaupun karbohidrat dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, produksi sel yang paling baik diperoleh dari sumber karbon sederhana seperti glukosa. Namun, penggunaan glukosa memerlukan biaya tinggi, oleh karena itu untuk produksi sel, pada umumnya digunakan sumber karbon lain seperti molase. Penggunaan mikroba sebagai probiotik akan bersifat ekonomis kalau dapat ditumbuhkan dengan baik pada sumber karbon dan nitrogen yang mudah didapat dan berharga murah seperti molase dan tepung kedelai. Kemampuan molase sebagai sumber karbon menguntungkan karena molase merupakan hasil ampas tebu sehingga tidak terlalu mahal dan mengandung zat pengaya seperti vitamin. Begitu juga kedelai merupakan hasil pertanian yang banyak di Indonesia.

19 45 Optimasi Waktu Produksi Hasil optimasi terhadap waktu produksi (12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam dan 72 jam) untuk mendapatkan aktivitas tertinggi berdasarkan parameter zona bening. Waktu produksi terbaik terbaik adalah jam ke-48 (Gambar 13). Pada gambar 13 (a) terlihat aktivitas penghambatan ekstrak kasar keempat isolat terlihat waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas, waktu inkubasi jam ke-48 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 27mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (23mm). Pada waktu inkubasi jam ke-72 aktivitas penghambatan oleh isolat 7n bertambah mencapai 3mm dan untuk tiga isolat lainnya aktivitas menurun. Pada waktu inkubasi jam ke-96 isolat 25n aktivitas bertambah mencapai 27mm sementara isolat lainnya mengalami pertambahan aktivitas sedikit. Z o n a b e n in g (m m ) Waktu inkubasi (jam) Zona bening (m m ) Waktu inkubasi (jam) (a) (b) Gambar 13 Hubungan lama inkubasi dengan aktivitas penghambatan terhadap E.coli (a) filtrat kultur (b) sel 7n 25n 27n 34n Untuk aktivitas penghambatan yang dihasilkan oleh filtrat kultur waktu inkubasi optimum adalah 48 jam, selanjutnya pertambahan zona bening yang dihasilkan pada waktu inkubasi 72 jam dan 96 jam tidak seimbang dengan efisiensi waktu dan efisiensi substrat yang digunakan. Pada gambar 13 (b) aktivitas penghambatan sel keempat isolat pada waktu inkubasi jam ke-24 belum ada aktivitas. Waktu inkubasi jam ke-48 jam aktivitas penghambatan oleh isolat 7n sudah mencapai 3mm, 25n (26mm), dan 27n (18mm), 34n (16mm). Aktivitas penghambatan yang dilakukan sel pada waktu inkubasi jam ke-72 dan jam ke 96 tidak menunjukkan perubahan yang berarti, dimana aktivitas hampir sama sehingga waktu inkubasi untuk sel yang terbaik

20 46 adalah 48 jam. Diduga senyawa aktif yang dihasilkan sebagai zat antibakteri ini dihasilkan pada akhir fase eksponensial atau awal fase stationer. Pertumbuhan Isolat Berdasarkan kurva tumbuhnya, keempat isolat menunjukkan fase lag terjadi sampai jam ke-24 dan fase log hingga jam ke- 48 jam bersamaan dengan awal fase stasioner. Fase kematian dimulai jam ke 6 (Gambar 14). OD jam Gambar 14 Kurva tumbuh Isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada media NB isolat 7n isolat 25n isolat 27n isolat 34n Keempat isolat mempunyai pola pertumbuhan yang sama. Terlihat bahwa produksi senyawa aktif terjadi pada akhir fase log dan awal fase stasioner, sesuai dengan waktu panen yaitu jam ke-48. Fase pertama (lag) pada kurva pertumbuhan adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri melakukan adaptasi pada lingkungannya. Fase yang kedua (log) adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan keempat bakteri pada 48 jam pertama, memiliki laju pertumbuhan tercepat. Fase berikutnya adalah fase stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Fase terakhir adalah fase kematian, pada fase ini laju pertumbuhan negatif (lebih banyak bakteri yang mati) disebabkan semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri Dari grafik terlihat isolat 7n pertumbuhan sel yang paling rendah diikuti isolat 27n, 25n dan yang tertinggi isolat 34n. Akan tetapi isolat 7n mempunyai aktivitas yang penghambatan paling tinggi terhadap EPEC K1-1 dan E. coli

21 47 dibanding isolat yang lain diiringi isolat 25n dan 27n. Isolat 34n mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric. Optimasi Suhu Optimasi suhu bertujuan mendapatkan suhu optimum dalam menghasilkan senyawa bioaktif oleh isolat 7n, 25n, 27n, dan 34n (Gambar 15 dan 16). Zona bening (mm) Suhu ( o C) Zona bening (mm) (a) (b) Gambar 15 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli, 7n 25n 27n 34n Dari hasil optimasi aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 adalah isolat 7n, diikuti 34n, 25n, 27n pada suhu 5 C (Gambar 15a). Aktivitas penghambatan tertinggi antagonis dengan E. coli ditunjukkan oleh isolat 7n pada suhu 37 C, diikuti isolat 34 suhu 5 C, 25 suhu 4 C dan 27 suhu 37 C (Gambar 15b). Aktivitas penghambatan isolat terpilih terhadap EPEC K1-1 dan E. coli mempunyai rentang suhu yang sama yaitu antara 37 C hingga 5 C. Dimana suhu optimum produksi senyawa antibakteri dalam menghambat EPEC K1-1 adalah suhu 5 C oleh keempat isolat. Waktu optimum untuk produksi senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan E. coli berbeda beda tiap isolat. Isolat 7n dan 27n optimum pada suhu 37 C, isolat 25n optimum pada suhu 4 C dan isolat 34n optimum pada suhu 5 C. Aktivitas penghambatan tertinggi terhadap Salmonella enteric terjadi pada isolat 7n diikuti 34n pada suhu 3 C dan 25n, 27n pada suhu 5 C (Gambar 16a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella sp. asal ayam oleh isolat 34n pada suhu 37 C, 4 C, 3 C, diikuti isolat 27n suhu 3 C dan 5 C (Gambar 16b). Suhu optimum untuk menghasilkan senyawa antibakteri dalam menghambat Salmonella enteric dan Salmonella subsp.2. berbeda dan isolat yang 5 25o 3o 37o 4o 5o Suhu ( o C)

22 48 menghambatnya juga berbeda. Diduga senyawa yang dihasilkan juga oleh isolat ini juga berbeda Zona bening(mm) Zona bening (mm) Suhu ( o C) Suhu ( o C) (a) (b) Gambar 16 Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric, (b) Salmonella subsp.2 asal ayam 7n 25n 27n 34n Keempat isolat mampu menghambat empat bakteri target pada rentang suhu antara 3 C dan 5 C dan suhu yang paling optimum untuk antagonis dengan EPEC K1-1 pada suhu 5 O C. E. coli suhu 37 C, Salmonella enteric 3 C, Salmonella subsp.2 asal ayam 37 C. Komplang (2) menyatakan bahwa Bacillus spp. mampu tumbuh pada suhu lebih dari 5 C dan kurang dari suhu 5 C, dan mampu menghasilkan spora. Dari hasil optimasi terhadap suhu menunjukkan bahwa kemampuan produksi senyawa antibakteri pada suhu 3 C merupakan hal yang positif dimana dalam produksi dalam skala besar tidak menaikkan biaya produksi (cost) dan kemampuan produksi pada suhu 5 C juga berdampak positif karena tidak akan merusak selnya ketika menggunakan alat alat yang mempunyai suhu lebih tinggi. Bacillus subtilis toleran terhadap panas telah dicobakan pada pakan ayam broiler di beberapa negara. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan yang terus menerus terhadap konversi pakan dan pertambahan berat badan. Percobaan yang dilakukan di Brazil dan USA membuktikan bahwa performance broiler dapat ditingkatkan dengan menggunakan bakteri tunggal strain Bacillus subtilis sepanjang periode produksinya.

23 49 Optimasi ph Hasil optimasi ph menunjukkan bahwa isolat 7n, 25n, 27n, 34n mampu menghambat EPEC K1-1 pada ph yang bersifat alkali (Gambar 17). Dari gambar 17a terlihat bahwa aktivitas penghambatan tertinggi terhadap EPEC K1-1 oleh isolat 27n pada ph 8. dikuti isolat dan isolat 25n pada ph 7. diikuti isolat isolat 34n pada ph 6., isolat 7n pada ph 7. dan ph 8.. Antagonis dengan E. coli (Gambar 17b) menunjukkan bahwa ph 8. merupakan ph optimum untuk menghasilkan aktivitas penghambatan untuk isolat 7n, 25n, 27n. untuk isolat 34n menghasilkan aktivitas penghambatan pada ph 9. tetapi tidak terlalu besar Zona benin g (m m ) Gambar ph Z o n a b en in g (m m ) (a) (b) Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) EPEC K1-1 (b) E. coli 7n 25n 27n 34n Dari kedua bakteri patogen diatas ternyata aktivitas penghambatan akan lebih baik apabila isolat terpilih ditumbuhkan pada ph 8, dan dapat memberikan penghambatan pada ph 6., 7., 9.. Barrow (1963) menyatakan bahwa perubahan ph dapat menyebabkan perubahan aktivitas antimikroba hingga menjadi tidak aktif. Dalam aplikasinya dilapang menunjukkan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n dan 27n akan aktif bekerja pada saluran ternak yang mempuntai ph alkali seperti usus besar. Dalam produksi senyawa antibakteri ini, ph inkubasi dapat diatur hingga 8. sehingga bakteri bakteri terpilih ini dapat menghasilkan senyawa aktif untuk menghambat EPEC K1-1 dan E.coli. Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric terjadi pada ph 4. dan ph 5. untuk semua isolat. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat 25n, pada ph 4. diikuti isolat 27n pada ph 4. dan isolat 7n dan 34n pada ph 5. ph

24 5 (Gambar 18a). Aktivitas penghambatan terhadap Salmonella subsp.2 oleh isolat 27n pada ph 7. diikuti isolat 34n dan isolat 7n pada ph 9. (Gambar 18b). Z o n a b e n in g (m m ) Gambar 18 ph Z o n a b e n i n g (m m ) (a) (b) Aktivitas penghambatan isolat terhadap (a) Salmonella enteric (b) Salmonella subsp.2. asal ayam. 7n 25n 27n 34n Isolat terbaik dalam menghambat Salmonella enteric adalah isolat 25n, 27n, 7n, diikuti 34n. Keempat isolat diatas mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Salmonella enteric pada ph 4 dan 5. Untuk penghambatan terhadap Salmonella subsp.2. isolat yang paling baik pertumbuhannya adalah 34n pada ph 9. diikuti oleh isolat 27n pada ph 7., dan 7n, 25n. Pada ph 9.. Ini memberikan informasi bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh keempat isolat untuk menghambat Salmonella enteric memerlukan kondisi yang asam. Dan untuk menghambat Salmonella subsp.2 memerlukan kondisi alkali. Berdasarkan data ini diperkirakan senyawa yang dihasilkan keempat isolat dalam menghambat pertumbuhan kedua patogen adalah senyawa yang berbeda. Dari hasil optimasi media, suhu dan ph terlihat bahwa aktifitas hambatan terhadap EPEC K1-1 yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n (23mm), media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 5 C, ph 7. dan diikuti oleh isolat 34n (21.5mm), media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37 C, ph 6.. Aktivitas hambatan terhadap E. coli asal ayam yang terbesar diperlihatkan isolat 7n (13.5mm) media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37 dan ph 8. diikuti oleh isolat 34n (12mm), media TGY modifikasi tanpa agitasi, suhu 5 C, ph 8.. Pada Salmonella enteric aktivitas hambatan yang terbesar diperlihatkan oleh isolat 7n pada media MRS modifikasi (18.875mm), tanpa agitasi, suhu 5 C, ph

25 51 ph 5. diikuti oleh isolat 25n (14.25mm) dan pada media MRS modifikasi. tanpa agitasi, suhu 5 C, ph4. dan 34n (14.25mm), tanpa agitasi,suhu 3 C ph 5.. Antagonis terhadap Salmonella subsp.2 asal ayam aktifitas hambatan terbesar pada isolat 34n pada media TGY modifikasi, tanpa agitasi, suhu 37 C, ph 9. diikuti oleh isolat 27n pada media MRS modifikasi, tanpa agitasi, suhu 3 C, ph 7.. Keempat isolat merupakan bakteri potensial sebagai probiotik yang diharapkan dapat digunakan dalam pakan ayam guna mengendalikan penyakit seperti salmonelosis dan kolibasilosis. Bakteri dari genus Bacillus dapat memproduksi zat antimikrob berupa bakteriosin (Irina et al. 21), antibiotik, dan proteinase (Torkar & Matijasic 23). Aktivitas Amilase, Protease, Lipase, Selulase Untuk melihat kemampuan isolat terpilih dalam menghasilkan enzim degradatif maka dilakukan uji kualitatif amilase, protease, lipase, selulase. Nilai indeks uji enzim dapat dilihat dalam tabel 6. Tabel 6 Indeks amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n Isolat Indeks amilolitik Indeks proteolitik Indeks lipolitik Indeks selulolitik 7n n n n Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas amilolitik berdasarkan adanya zona bening pada media yang berwarna biru (Gambar 19a). Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine, untuk mendeteksi adanya enzim α amilase yang berfungsi menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglukosa lainnya. Pada awal perlakuan terjadi penurunan berat molekul pati secara cepat akibat dari pewarnaan iodine. Produk akhir yang utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah seperti glukosa. Sebaliknya, β-amilase mampu mengkatalisis secara exolitik dan mendegradasi pati dengan cara memecah maltosa dari ujung rantai pati. [[

26 52 7n 25n 7n 25n 27n 34n 27n 34n (a) Gambar 19 Zona bening yang dihasilkan isolat 7n, 25n, 27n, 34n pada uji enzim (a) amilase (b) protease kemampuan Keempat isolat diduga menghasilkan enzim α amilase yang mempunyai dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikogen. Kemampuan dalam menghasilkan enzim amilase sangat ditentukan oleh gen penghasil enzim dan lingkungan seperti sumber nitrogen, karbon sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan mikroorganisme (Srivastava 28). Kemampuan isolat 7n, 25n, 27n, 34n dalam menghasilkan enzim amilase tidak sama. Isolat 7n mempunyai kemampuan yang paling tinggi dengan indeks amilasenya (.67) diikuti isolat 27n, 34n, (.5) sementara isolat 25n nilai indeksnya.25 (tabel 6). Enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat 7n, 25n, 27n dan 34n ini tergolong eksoenzim sehingga dapat digunakan untuk membantu mencerna pakan oleh inangnya, sehingga pakan dapat tercerna lebih sempurna. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Black 25) Enzim α-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai macam makanan, minuman dan industri tekstil. Sehingga Alfa amilase yang dihasilkan oleh isolat terpilih ini diharapkan dapat diproduksi dalam skala besar guna kepentingan diatas. Alfa amilase ekstra seluler telah dihasilkan dari beberapa bakteri, diantaranya adalah Bacillus coagulans, B. stearothermophilus dan B.licheniformis (Biogen, 28). (b)

27 53 Aktivitas proteolitik dapat dilihat pada gambar (19b) mengindikasikan kemampuan protease menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Protease termasuk kedalam kelompok enzim hidrolase karena dalam reaksinya melibatkan air pada ikatan substrat spesifik. Berdasarkan cara hidrolisisnya, protease dibedakan menjadi proteinase dan peptidase. Proteinase menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida, sedangkan peptidase menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino. Isolat 7n, 25n, 27n, 34n mempunyai aktivitas enzim proteolitik yang tinggi dimana terlihat nilai indeks protease sangat tinggi dan hampir sama pada keempat isolat. Isolat 7n, 25n, 27n nilai indeks protease 1.5 sedangkan indeks protease 34n 1.25 (tabel 6). Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Keempat isolat berpotensi digunakan sebagai feed additive untuk memacu pertumbuhan menggantikan antibiotik, karena protease yang dihasilkan keempat isolat ini tergolong ekstraseluler. Protease ekstraseluler yang dihasilkan keempat isolat akan sangat menguntungkan kalau dikembangkan karena dapat membantu memecahkan protein dalam saluran pencernaan ternak menjadi molekul peptida yang sederhana. Hal ini akan meningkatkan absorpsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, serta produksi dan reproduksi, dan akan memberikan keuntungan bagi peternak karena terjadinya efisiensi pakan. Bacillus spp. mempunyai kemampuan proteolitik yang tinggi dibanding mikroba yang lain. Kelompok bakteri ini selain mempunyai kemampuan membentuk spora, juga dapat menghasilkan enzim yang berguna dalam pencernaan seperti amilase dan protease. Aktivitas lipolitik dan selulolitik isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat pada gambar 2a. Dari hasil uji aktivitas lipolitik oleh isolat 7n, 25n, 27n, 34n terlihat bahwa tiga isolat (7n, 25n, 34n) mempunyai aktivitas lipolitik yang ditandai adanya zona bening disekitar koloni sementara isolat 27n tidak ada aktivitas. Didapatkannya isolat yang tidak dapat memecah lemak akan sangat baik sekali dalam penerapannya bagi peternak yaitu untuk membuat ternak yang rendah kandungan lemak dan tinggi kandungan protein dagingnya.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Kultur Bahan Kimia Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Kultur Bahan Kimia Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Institut Pertanian Bogor (IPB) dari bulan Agustus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, kebutuhan produk pangan sumber protein terus meningkat. Produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Pada permukaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang banyak menghasilkan bahan pangan seperti padi, tebu, singkong, sagu, dan lainnya, sehingga menyebabkan banyak dijumpai limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif, 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus sp. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif, motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Isolasi bakteri seluiolitik Isolasi bakteri dari sampel air sungai siak di daerah Tandun dilakukan dengan metoda Total Plate Count menggunakan medium nutrien

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas di kehidupannya. Bahan bakar energi tersebut salah satunya adalah makanan berupa karbohidrat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan di Indonesia dewasa ini sudah berkembang sangat pesat, seiring dengan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya kebutuhan gizi terutama protein yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Lily dan Stillwell memperkenalkan istilah probiotik pada tahun 1965 untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan mikroba lain (FAO/WHO,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak unggas, baik bakteri yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Selulase Sel hidup mensintesis zat yang bersifat sebagai biokatalisator, yaitu enzim. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasilnya (Mc. Kee,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak merupakan salah satu cara pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian dijadikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci