BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Masalah dan Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di Indonesia, yaitu: dari Sabang sampai Marauke, dan di dalam setiap suku bangsa memiliki kebudayaan serta adat-istiadat yang berbeda-beda antara satu suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Koenjaraningrat (1985:89) bahwa : Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut stage a long the life cycle seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya. Dari keberagaman yang ada, masing-masing suku bangsa memiliki sebuah penekanan dalam menunjukkan atau memperlihatan jati diri suatu suku bangsa yang ada disetiap wilayah. Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tiap-tiap manusia dalam hidupnya saling membutuhkan satu sama lain, demikian juga pada manusia yang berlainan jenis kelamin, dimana kedua individu yang saling berbeda jenis kelamin akan dijadikan pasangan hidupnya. Untuk mewujudkan sifat naluri tersebut, sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan normanorma agama, maka dibentuklah sebuah lembaga perkawinan agar hubungan manusia yang berlainan jenis kelamin itu dapat sah dimata hukum serta agama dan sesuai dengan normanorma yang berlaku. Perkawinan yang berarti membangun sebuah rumah tangga, dimana kedua individu yang berlainan jenis itu dapat menyatukan perbedaan serta persamaan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa lain. Dan hal ini tidak lain, karena adanya 16

2 perbedaan adat-istiadat, kebudayaan serta ajaran atau agama yang dianut oleh masing-masing suku bangsa. Berbicara mengenai kebudayaan, setiap manusia bisa dikatakan tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Dan hal ini disebabkan, karena manusia itu sendiri adalah pendukung dan bahkan pelaksananya. Hal ini tercermin dari setiap adat-istiadat yang dipegang, diterapkan oleh semua suku bangsa dan bahkan tanpa menyadarinya telah diwariskan pada generasi atau keturunannya (Poerwanto,2000:87-88). Dengan diwariskannya kebudayaan itu, manusia akan menganggap bahwa hal itu adalah kebiasaan dan itu akan menjadi sebuah ciri khas dari setiap suku bangsa atau masyarakat pada setiap wilayah tertentu. Kebudayaan yang telah melekat di dalam masyarakat dapat menjadi seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Malinowski bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah ada menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat (T.O.Ihrohmi,2006:59). Dalam banyak kebudayaan ada anggapan bahwa pada saat peralihan dari satu tingkat hidup lain atau dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial lain merupakan saat yang gawat dan penuh bahaya, nyata maupun gaib. Pada ilmu Antropologi upacara-upacara seperti itu disebut dengan crisis rites upacara (Koentjaraningrat,1985:89). Upacara perkawinan, masa hamil, kelahiran, pemberian nama dan sabagainya biasanya mengandung unsur-unsur dari crisis rites karena upacara tersebut dianggap merayakan dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain. Upacara yang dilaksanakan tersebut juga menyimpan berbagai makna serta fungsi yang menyatakan kepada masyarakat tingkat hidup baru yang dicapai si 17

3 individu yang bersangkutan. Saat peralihan yang paling penting dalam lingkaran hidup semua manusia di seluruh dunia adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dan ini disebut perkawinan ( Koentjaraningrat,1892:75). Perkawinan yang mencakup adat dan upacaranya merupakan unsur kebudayaan yang ada dari masa ke masa dan akan ada dalam suatu masyarakat yang berbudaya, meskipun dalam batas waktu dan ruang akan mengalami sebuah perubahan-perubahan. Dalam adatistiadat, upacara perkawinan ini terdapat nilai-nilai, norma-norma yang sangat luas dan kuat, dimana akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu serta mengukuhkan hubungan yang sangat sensial antara manusia yang berlainan jenis. Dan dalam suatu suku bangsa tertentu, perkawinan itu merupakan salah satu tindakan yang penting, karena kedua individu yang berlainan jenis tersebut akan menuju ke suatu tingkat sosial yang baru atau beralih dari masa lajang menjadi memiliki ikatan (suami/istri). Dipandang dari suatu kebudayaan tertentu, perkawinan adalah pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya terutama persetubuhan. Pada masyarakat suku bangsa lain tata aturan perkawinan yang berlaku antara laki-laki dengan perempuan menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat bersetubuh dengan sembarangan perempuan tetapi hanya dengan satu atau beberapa perempuan tertentu saja kecuali sebagai pengatur seksnya. Perkawinan juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan pada hasil perkawinan yaitu anak-anak atau buah hati mereka, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, gengsi dan kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik antara kelompokkelompok tertentu (Koentjaraningrat,1985:93). Perkawinan merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis, karena perkawinan bertujuan agar kedua individu itu menuju ke tingkat kehidupan yang lebih dewasa dalam menjalankan peranan masing-masing 18

4 individu. Dan sesuai dengan tujuan perkawinan itu, perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang dilaksanakan dengan upacara-upacara sakral dalam setiap suku bangsa di wilayah tertentu. Upacara perkawinan yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat itu akan berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Tahaptahap pertumbuhan sepanjang hidup individu akan mempengaruhi dan membawa perubahanperubahan terhadap individu itu sendiri baik secara biologi, sosial budaya maupun jiwa. Oleh karena itu tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan lingkungan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh bahaya dan dianganggap suatu masa yang krisis. Keberagaman suku bangsa yang ada di dunia ini dan terutama di Indonesia, banyak memunculkan berbagai tradisi-tradisi atau kebudayaan yang berbeda. Dan keberagaman ini juga terdapat pada negara India, dimana dalam negara ini masih terdiri dari beberapabeberapa suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa India Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan dan suku ini dikenal dengan ajaran atau agama Sikh. Agama Sikh merupakan Non-Semit,Non-Vedic 1 dan merupakan agama terbesar ke-6 di dunia yang berasal dari Sultanpur yang berada di wilayah Punjabi. Suku bangsa Punjabi yang identik menganut ajaran Sikh, pertama kalinya digagas oleh Guru Nanak ( ). Dan dalam hal ini, menurut suku bangsa Punjabi hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan ini sering disebut dengan IWaheguru. Waheguru atau universal God yang dimaksud oleh suku bangsa Punjabi adalah yang Maha Besar. Dalam suku bangsa Punjabi adalah identik dengan ajaran Sikh, dimana yang ditandai dengan 1 Non-Semit berasal dari rimpun lingkup semit dan agama yang termasuk di dalamnya adalah Hindhu, Kristen, Islam.Non- Semit artinya percaya bahwa Tuhan memberikan pedoman hidup melalui para Nabi.Agama Non- Vedic antara lain Agama Sikh, Buddha, Jainisme. ( 1:08/27/08/2010) 19

5 sepuluh guru 2. Pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan satu himpunan skrip suci atau disebut dengan Adi Granth dan kemudian diganti menjadi Guru Granth Sahib. Seiring dengan pergantian nama kitab suci tersebut, terdapat penentuan sebagai tanda bagi kaum laki-laki Sikh yang mengikuti ajarannya dan ini dikenal dengan istilah lima K atau Panj kakaar yang berlaku pada tahun 1699 di daerah Anandapur Sahib. Lima K atau panj kakaar yang dimaksud adalah : 1. Kesh artinya adalah rambut yang tidak dipotong, 2. Kanga artinya sebuah sisir dirambut dan ini melambangkan ketertiban dan disiplin, 3. Kara artinya sebuah gelang baja yang dikenakan ditangan kanan dan ini melambangkan persatuan dengan Allah, 4. Kirpan artinya sebuah pisau kecil atau pedang yang tidak begitu tajam dan ini menggambarkan martabat,keberanian dan rela berkorban, 5. Kachha artinya celana pendek yang merupakan pakaian dalam dan secara tidak langsung memperlihatkan kesederhanaan serta melambangkan pengendalian moral. ( Suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke-18 (Lubis,2005:140). Asal-usul suku bangsa Punjabi di Sumatera adalah dari Amritsar ataupun Jullundur, India Utara dan suku ini hadir di Sumatera 3 melalui wilayah Aceh ( Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan menetap di Kota Medan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah atau gudang dan pengawas bagi orang-orang Belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Pada saat sekarang ini para suku bangsa 2 Suku bangsa Punjabi yang dikenal dengan agama Sikh memiliki kesepuluh guru, yang tidak lain pengikut ajaran Guru Nanak yakni: Sri Guru Nanak Dev Ji, Sri Guru Angad Dev Ji, Sri Guru Amar Das Ji, Sri Guru Ram Das Ji, Sri Guru Arjan Dev Ji, Sri Guru Har Gobind Ji, Sri G. Har Rai Sahib Ji, Sri Guru Hair Kris Han Ji, Sri Guru Teg Bahadur Sahib Ji, dan Sri Guru Gobind Singh Ji. 3 Menurut Pritam Singh jumlah suku bangsa Punjabi di Sumatera diperkirakan mencapai sekitar kepala keluarga. 20

6 Punjabi sudah beralih ke berbagai kegiatan-kegiatan seperti beternak sapi, usaha toko sport, serta dalam bidang pendidikan membuka tempat kursus bahasa inggris. Ajaran Sikh yang identik pengikutnya adalah suku bangsa Punjabi, mencerminkan kebudayaan berada pada ajaran ini dan akan menjadi sebuah peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gertz (1973) bahwa agama sebagai kebudayaan tidak dilihat sebagai peraturan melainkan sebagai inti dari kebudayaan manusia itu sendiri. Sikh yang dikenal dengan mempercayai kitab suci atau Sri Grand Sahib memiliki berbagai aturan atau tradisi, ritual dalam keagamaan yang mereka anut, misalnya ; Dalam pemberian nama bayi, akan diberi selepas Granthi membaca Ardas, setelah itu pendeta akan membuka kitab Sri Grand Sahib 4 secara rambang dan bayi akan dinamakan mengikuti huruf pertama dalam muka surat, dimana nama akhir sikh adalah sama dan berbeda hanya mengikuti Jantina yaitu Singh bagi laki-laki yang berarti singa dan kaur pada perempuan yang berarti putri. Sebagaimana dengan acara pemberian nama bayi dalam acara pernikahan 5 juga dijalankan acara ritual yang lebih dulu diawali dengan pembacaan kitab suci atau Sri Grant Sahib ( 2:05 30/08/2010). Perkawinan atau Anand Karj pada agama Sikh merupakan upacara yang sangat ritual atau sakral. Dalam upacara pernikahan ini, terdapat empat tahap yang harus dijalankan, yakni : 1. Swarah, artinya upacara tukar cicin dan acara dilangsungkan di dalam kuil atau Gurdwara, 2. Sangeet naight, artinya nyanyian syukur yang dilaksanakan sebelum 1-2 hari pernikahan berlangsung, 4 Tempat Ibadah dalam Agama Sikh disebut dengan Gurdwara dan Kitab Suci yang mereka percaya disebut dengan Sri Granth Sahib. 5 Upacara Pernikahan dalam Agama Sikh disebut dengan Anand Karj 21

7 3. Marrige atau anand karj, artinya inti dari upacara atau upacara pernikahan. 4. Manglawa, artinya pengantin laki-laki serta keluarga menjemput pengantin wanita, Berdasarkan uraian di atas, maka si peneliti tertarik untuk meneliti tentang upacara perkawinan yang disebut dengan Anand Karj pada suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Si peneliti tertarik pada upacara perkawinan suku bangsa Punjabi, karena si peneliti ingin mengetahui lebih banyak tentang perkawinan tersebut dan ini akan dan menambah informasi tentang upacara perkawinan, dimana penelitian ini akan memperlihatkan atau menggambarkan kebudayaan yang ada pada suku bangsa Punjabi Tinjauan Pustaka Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1871 dalam Keesing, Roger M, 1999:68). Dari pengertian kebudayaan ini terlihat bahwa dalam suatu kebudayaan itu terdapat konsep adat-istiadat, dimana di dalamnya mengandung unsur-unsur nilai-nilai tertentu pada suatu suku bangsa yang ada dan itu akan mengatur, memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Adat-istiadat yang telah ada di suatu suku bangsa berlahanlahan akan menjadi sebuah tradisi, dimana tradisi merupakan kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui sebuah proses sosialisasi. Tradisi ini menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia yang menyangkut kepercayaan tentang masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya, atau konsep tradisi berkaitan dengan sistem 22

8 kepercayaan, nilai- nilai dan cara serta pola berpikir masyarakat (Garn dalam Ranjabar Jacobus, 2006:121). Kebudayaan yang dimasukkan ke dalam sebuah nilai-nilai serta tradisi berada dalam wujud kebudayaan itu sendiri, dimana wujud kebudayaan itu dibagi atas tiga wujud (Koentjaraningrat, 1980: ), yakni : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (sistem budaya), 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial), 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia ( artefak). Ketiga wujud kebudayaan ini saling berkaitan antara wujud yang pertama sampai ketiga di dalam kehidupan masyarakat atau suku bangsa dan terkait dengan wujud kebudayaan, sistem perkawinan pada suku bangsa punjabi yang menganut ajaran Sikh masuk ke dalam wujud yang pertama dan ketiga dan ini karena pada wujud yang pertama kebudayaan itu berada dalam kepala manusia dan bersifat abstrak, dimana mengandung nilainilai serta norma-norma yang tidak dapat diraba maupun didokumentasikan namun wujud ideal dari kebudayaan itu adalah adat-istiadat dan dikatakan masuk ke dalam wujud yang ke tiga, karena semua hasil gagasan serta nilai-nilai yang ada di dalam kepala manusia tersebut dituangkan ke dalam perbuatan atau tindakan yang bersifat kongkreat yang dapat dilihat serta difoto bahkan didokumentasikan. Perkawinan pada ajaran Sikh masuk ke dalam upacara religi serta ritus peralihan, sebagaimana dikatakan Van Gennep dalam Koentjaraningrat,1980:74-75, bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan 23

9 kembali semangat kehidupan sosial dalam tiap masyarakat yang ada di dunia. Dan karena itu Van Gennep menyatakan bahwa ritus serta upacara dapat di bagi atas tiga bagian, yakni : 1. Upacara Perpisahan di status semula (rites de Separation), 2. Upacara Peralihan atau perjalanan ke status yang baru (rites de marge), 3. Integrasi kembali atau Upacara Penerimaan dalam status yang baru ( rites de agregation). Upacara merupakan wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, sedang pelaksanaannya selalu dibayangkan sebagai upacara yang hikmat dan bersifat keramat, karena para pendukungnya mengikuti dengan hikmat dan merasa sebagai suatu yang bersifat magis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Peragaan dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interprestasi orang-orang yang ada didalamnya maupun para penganutnya (T.Syamsuddin,1985:1). Dalam hal ini upacara yang merupakan adat-istiadat diwujudkan dalam suatu perkawinan, dimana perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan yang berdasarkan atas peraturan perkawianan yang berlaku. Suatu perkawinan bukan hanya mewujudkan adanya keluarga dan memberikan keabsahan atas status kelahiran anak-anak mereka saja, tetapi juga melibatkan hubungan-hubungan diantara kerabat-kerabat masing-masing pasangan tersebut ( Parsudi Suparlan,1981:171). Dan sebagaimana dalam UU No.1 Tahun 1974, pasal 1 perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian perkawinan itu adalah suatu upacara yang sakral atau suci, karena upacara perkawinan bagi manusia pada dasarnya bukan hanya untuk memenuhi jasmaniah dan rohaniah bukan pula sekedar peristiwa alamiah-naluriah semata, sebab manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk apapun di dunia serta 24

10 upacara perkawinan tidak lepas dari nilai-nilai, agama,moral,sosial dan budaya, maka dari itu petuah atau nasihat selalu diberikan pada mempelai guna mempersiapkan diri dalam mengurangi samudrah rumah tangga (Kutipan dari : http//melayuounline.com). Sebuah perkawinan pada umumnya memiliki syarat-syarat perkawinan yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk (Koentjaraningrat,1980:99), yakni : 1. Mas kawin (bride price) 2. Pencurahan tenaga kerja (bride service) 3. Pertukaran gadis (bride exchange) Ketiga bentuk ini menurut Koentjaraninggat adalah bagian dari ritual perkawianan yang ada di dalam setiap suku bangsa yang ada. Melalui perkawinan (Anand Karj) pada ajaran Sikh, maka dapat direproduksi kebudayaan suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya. Proses inilah diwujudkan dalam Anand Karj, yang dilihat dari nilai, norma dan upacara yang masih berlaku pada suku bangsa Punjabi. Perkawinan ini adalah bagian dari religi, dimana religi adalah suatu sistem gagasan dan praktek kepercayaan yang ada hubungannya dengan hal yang sakral (Durkheim dalam Van Baal,1987:213). Sebagaimana yang dikatakan bahwa peristiwa perkawinan adalah bagian dari acara ritual, maka menurut Prof.Dr.Hazairin,S.H ada tiga rentetan perbuatan-perbuatan magis yang bertujuan menjamin ketenangan (Kortel), kebahagiaan (wel vaare), dan kesuburan (uruchbaarheid). Dalam sistem perkawinan, ada beberapa adat yang harus dipilih oleh suatu suku bangsa atau masyarakat setelah berlangsungnya perkawinan dan adat yang dimakasud dibagi atas lima bagian, yakni : Istri dapat tinggal dengan keluarga suaminya dan ini disebut tempat tinggal Patrilokal (Patrilokal residence), Suami dapat tinggal dengan keluarga Istri dan ini disebut tempat tinggal matrilokal (matrilokal residence), Pasangan yang baru saja menikah dapat memilih tinggal dengan keluarga si suami atau si istri dan ini disebut dengantempat tinggal ambilocal atau bilocal, 25

11 Pasangan yang kawin dapat membentuk rumah tangga sendiri di tempat lain dan ini disebut tempat tinggal neolocal, Pola yang terakhir sama sekali tidak umum seperti lainnya, pasangan yang baru menikah dapat tinggal di tempat saudara laki-laki ibu si suami dan ini disebut tempat tinggal avunkulocal,( Haviland,1988:94). Secara umum kebudayaan adalah bagian dari perilaku manusia dan berada di dalam pikiran manusia itu sendiri dan ini diwujudkan dalam sistem perkawinan setiap suku bangsa yang terkhusus suku bangsa Punjab ( Ajaran Sikh) Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diajukan adalah Bagaimana sistem perkawinan ( Anand Karj ) serta aturan-aturannya pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh?. Permasalahan ini dijabarkan ke dalam 3 ( tiga ) pertanyaan penelitian yakni : 1. Bagaimana sistem perkawinan dalam suku bangsa Punjabi? 2. Apa saja aturan-aturan dalam pelaksanaan upacara perkawinan? 3. Bagaimana cara perjodohan dalam suku bangsa Punjabi 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ini adalalah penelitian yang mendeskripsikan tentang sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi. Dalam penelitian ini, si peneliti akan berusaha menggambarkan berbagai hala-hal yang berkaitan dengan sistem perkawinan tersebut dan salah satu diantaranya adalah mencari tentang kekerabatan yang ada pada suku bangsa ini dan peranannya masing-masing, mencari persiapan-persiapan yang dilakukan suku bangsa ini sebelum berjalannya upacara perkawinan di dalam Gurdwara, dan juga mencari apa yang dilakukan setelah selesainya upacara perkawinan tersebut. Adapun maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menambah berbagai informasi tentang adat-istiadat yang ada di 26

12 setiap suku bangsa dan si peneliti akan berfokus pada suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan tekhusus di daerah Karang Sari, Medan Polonia. Penelitian ini akan memberikan gambaran atau keterangan-keterangan yang jelas tentang suku bangsa Punjabi, sehingga masyarakat yang ingin mengetahuinya mendapatkan informasi yang benar. Penelitian tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan dan khususnya di daerah Karang Sari, dapat memberikan inspirasi atau pemikiran yang baru tentang kebudayaan suku bangsa di Indonesia Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi atau Anand Karj. Lebih khususnya menggambarkan tentang keberadaan upacara perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh, syarat-syarat yang dibutuhkan dalam perkawinan Sikh. Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, khususnya upacara perkawinan (Anand Karj) yang dilihat dari sudut pandang penelitian Antropologi. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami adanya perbedaan dalam setiap kebudayaan yang ada di Indonesia maupun di dunia untuk melaksanakan suatu ritual keagamaan yang khususnya pada upacara perkawinan. 27

13 1.6. Metode Penelitian 1. Tipe dan pendekatan penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara sitematis tentang perkawinan suku bangsa Punjabi (Ajaran Sikh). Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan datadata deskripstif yang mendukung kajian penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dideskripsikan sesuai dengan kajian ilmu Antropologi. 2. Informan Penelitian Untuk menghasilkan data yang valied mengenai sistem perkawinan suku bangsa Punjabi serta kebudayaan-kebudayaannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menentukan informan dan informan itu terbagi atas dua jenis, yaitu: o Informan Kunci adalah orang yang dapat memberikan berbagai informasi penting dan jenis informan ini biasanya memiliki pengetahuan yang luas, dalam arti informan ini memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti dan yang tepatnya sesuai dengan fokus penelitian dan informan kunci yang akan dipakai sipeneliti adalah pengurus Sikh Community Education Centre itu sendiri yaitu pak Pritam singh, Salwinder singh, pendeta serta pak Harjit singh. Namun dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa informan kunci ini dapat juga diperankan oleh informan biasa. o Informan Biasa adalah orang yang juga memberikan informasi, namun bedanya informan ini tidak begitu memiliki pengertian yang banyak tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi penganut ajaran Sikh. Informan biasa ini adalah umat agama Sikh itu sendiri, yaitu simmi kaour, nermat singh, Baldave singh, Sardol singh dan yang lainnya. Selain menentukan informan, penelitian ini juga didukung dengan observasi dan wawancara. Sebagaimana yang telah dikatakan, penelitian ini bersifat deskriptif yang 28

14 memakai pendekatan kualitatif dan karena itu dalam penelitian ini ada dua jenis data yang harus dikumpulkan, dimana data itu terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari lapangan atau tempat dimana si peneliti sedang melakukan penelitian. Data ini juga diperoleh melalui beberapa metode, yaitu : o Observasi ( pengamatan ) Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sistem perkawinan dalam ajaran Sikh. Dan setelah melihat bagaimana berjalannya acara perkawinan itu, maka observasi awal ini dapat menjadi data awal si peneliti untuk lebih melengkapi data yang diperlukan. Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi, dimana peneliti tidak ikut terlibat atau melibatkan diri dalam segala sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi (Sikh). o Wawancara Wawancara yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam ini, peneliti memakai pedoman wawancara atau yang sering disebut dengan interview guide. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi dari berbagai informan yang terkait sesuai dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam tersebut akan ditujukan kepada informan kunci, dimana informan kunci akan menjelaskan berbagai aturan-aturan yang terkait dengan sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Dan wawancara mendalam ini tidak hanya ditujukan pada infoman kunci melainkan juga ditujukan pada informan biasa. Kepada informan biasa, peneliti akan menanyakan bagaimana sistem perkawinan ini dilakukan dan apakah ada penentuan-penentuan sebelum melaksanakan upacara perkawinan. 29

15 Setelah memenuhi data primer, peneliti juga memerlukan data sekunder. Dimana data ini akan lebih melengkapi data-data yang sudah ada dari lapangan, melalui studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai buku-buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang terkait dengan sistem perkawinan. 3. Analisa data Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif yang menganalisa tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sumber kepustakaan akan disusun berdasarkan pemahaman atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian yang selanjutnya, hasil pencatatan tersebut disusun dan menggabungkan, menghubungkan atas jawaban yang telah disampaikan informan. Dengan begitu, peneliti mencapai tujuan penelitian yang sebelumnya telah dipaparkan. Dan juga dalam penelitian ini peneliti akan bersikap objektif, data yang diperoleh tidak sama sekali dilebih-lebihkan atau dikurangi dan bahkan dirubah dan itu akan terlihat dari keaslian data. Dengan analisa data ini, maka akan menghasilkan sebuah penulisan skripsi yang sistematis Lokasi Penelitian Penelitian yang mengkaji tentang sistem perkawinan (Anand Karj) pada suku bangsa Punjabi dilaksanakan di wilayah Karang Sari, kecamatan Medan Polonia yang tepatnya berada di jalan Mawar. Untuk menuju ke wilayah ini dapat dijalanin melalui persimpangan asrama Haji titi kuning yang tepatnya berada disebelah kanan, jika dilalui dari amplas dan sebaliknya jika dilalui dari padang bulan persimpangan itu akan terdapat di sebelah kiri. Setelah sampai dipersimpangan tersebut, maka sekitar satu kg meter barulah terlihat lokasi penelitian dan ini juga dapat ditempuh dengan sepeda motor namun jika dijalanin dari padang 30

16 bulan yang tepatnya di depan supermarket Carefour dapat dilalui dengan berjalan kaki dan setelah melewati sebuah jembatan gantung, maka dapat menaiki angkot yang berwarna biru ke lokasi penelitian. Untuk menemui lokasi penelitian ini tidak begitu sulit, karena lokasi tersebut terdapat ditengah-tengah karang sari. Dengan demikian, lokasi penelitian dapat ditempuh dari jalan asrama haji maupun dari persimpangan pasar enam atau daerah padang bulan 31

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal juga terlestari di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai upacara ritual yang bersifat magis, adat istiadat maupun hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai upacara ritual yang bersifat magis, adat istiadat maupun hiburan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu sarana bagi manusia untuk berkreasi dan berkarya. Manusia berkarya melalui cara dan media yang berbeda-beda sesuai dengan bakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional adalah bersumber dari puncak-puncak terindah, terhalus, terbaik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia digolongkan kepada masyarakat yang bersifat majemuk. Geertz (dalam Suparlan, 1999), menjelaskan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami tiga peristiwa penting, yaitu waktu dilahirkan, waktu menikah atau berkeluarga dan ketika meninggal dunia. Meskipun semuanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

RELIGI. Oleh : Firdaus

RELIGI. Oleh : Firdaus RELIGI Oleh : Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Religi 2. Komponen sistem Religi 3. Teori Berorintasi Keyakinan Pertanyaan untuk Diskusi Awal: 1. Apa Konsep Religi 2. Apa Komponen Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya enam agama, dan sisanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa peralihan (Rites of Passage) akan mengalami tiga proses, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa peralihan (Rites of Passage) akan mengalami tiga proses, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pandangan Gennep (Winangun,1990 : 33) ketika seseorang memasuki masa peralihan (Rites of Passage) akan mengalami tiga proses, yaitu (1) Ritus pemisahan,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, remaja, dewasa, dan tua. Masa dewasa inilah manusia menetapkan keputusan besar dalam hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai Upacara Tingkapan karena upacara ini masih tetap berlangsung hingga kini meskipun perkembangan budaya semakin canggih.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri, begitu juga dalam kehidupan manusia yang berlainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

Kata kunci : Sikh, Susu Lembu dan Ritual Keagamaan,

Kata kunci : Sikh, Susu Lembu dan Ritual Keagamaan, PENGARUH BUDAYA DAN AGAMA TERHADAP PENGGUNAAN SUSU LEMBU DALAM RITUAL KEAGAMAAN SUKU PUNJABI PENGANUT AGAMA SIKH DI KOTA MEDAN Oleh : Rosramadhana, Dedi Andriansyah Ayu Febryani dan Sonya Indri Sebayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, kebudayaan berasal dari kata budaya yang dalam bahasa Sansekerta Bodhya yang berarti akal budi, yang memiliki persamaan kata dengan kultur yang berasal

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan bagi sebagian besar masyarakat merupakan hal yang sangat urgen dan sakral.hampir seluruh adat masyarakat di Indonesia memandang pernikawan sebagai sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan pribadi (Manurung dan Rizky, 2009) adalah suatu proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan solusi pencerahan pemilihan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Contoh dari keanekaragaman tersebut adalah keanekaragaman adat istiadat

Lebih terperinci

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 24 Oktober 2015; disetujui: 29 Oktober 2015 Perilaku seks menyimpang hingga saat ini masih banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang untuk mengakui kaberadaan orang lain dan saling mengetahui secara baik

BAB I PENDAHULUAN. orang untuk mengakui kaberadaan orang lain dan saling mengetahui secara baik BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Keragaman masyarakat dan budaya manusia seharusnya mengarahkan setiap orang untuk mengakui kaberadaan orang lain dan saling mengetahui secara baik satu sama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan Penduduk yang berdiam dan berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnik yang tinggi menurut BPS tahun 2010 ada 1.340 etnik yang terdapat diseluruh Indonesia. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat Human Relations Modul ke: Kebudayaan dan Human Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Amin Shabana Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Istilah kebudayaan merupakan tejemahan

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE 5

PERTEMUAN MINGGU KE 5 PERTEMUAN MINGGU KE 5 WUJUD KEBUDAYAAN Talcott Parsons bersama A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law yang sangat menjunjung tinggi kepastian hukum. Namun dalam perkembangannya Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk yang berbudaya, karena kebudayaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk yang berbudaya, karena kebudayaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk yang berbudaya, karena kebudayaan merupakan pendorong didalam tingkah laku manusia dalam hidupnya. Kebudayaanpun menyimpan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang dimaksud dengan "ijab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia, pria dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bima Propinsi NTB adalah sebagian dari kesatuan NKRI, adalah sebuah daerah yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Bali memiliki bentuk-bentuk kebudayaan yang cukup beraneka ragam, kebiasaan masyarakat daerah tertentu yang unik, yang kesemuanya itu memiliki daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian SISTEM BUDAYA Setiap manusia memiliki unsur dalam dirinya yang disebut Perilaku, yaitu : suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi, dan fungsi kognitif. Salah satu unsur perilaku adalah gerak sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci