II. TINJAUAN STUDI EMPIRIK. Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN STUDI EMPIRIK. Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN STUDI EMPIRIK 2.1. Usaha Ternak Sapi Tradisional Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja dan modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi tergantung pada tiga unsur yaitu bibit (breeding), pakan (feeding) dan pengelolaan (management). Pada usaha ternak sapi tradisional yang pemeliharaannya secara ekstensif belum memperhatikan ketiga unsur tersebut. Penelitian tentang usaha ternak sapi di beberapa daerah menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi masih ekstensif. Hasil penelitian Achmad (1983) menunjukkan pada umumnya petani memelihara ternak sebagai usaha sambilan dan kurang mempertimbangkan segi ekonominya. Penelitian Achmad dilakukan duapuluhan tahun yang lalu namun kenyataannya kondisi usaha ternak sapi masih seperti penelitian Achmad. Kondisi inilah yang menyebabkan produktivitas ternak sapi dalam jumlah maupun kemampuan untuk menyediakan daging sangat rendah. Unsur pengelolaan (management) mencakup pengelolaan breeding, feeding, perkandangan, kesehatan ternak. Pengelolaan juga mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Pemilihan bibit yang baik dan perkawinan ternak belum menjadi perhatian bagi peternak. Di Kacamatan Lolayan populasi ternak sapi pedet (0-1 tahun) hanya sekitar 1.79 persen dari populasi sapi yang ada (Sugeha, 1999). Populasi sapi anak baik jantan maupun betina di Maluku Utara sekitar 5.4 sampai 12.1 persen dari populasi ternak yang ada. Sedangkan sapi dara dan jantan muda berkisar 4.6 sampai 10.9 persen, dengan tingkat mortalitas 4.5 sampai 5.8 persen (Hoda, 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan

2 18 populasi ternak lambat disebabkan ternak sapi dewasa dimanfaatkan sebagai tenaga kerja. Menurut Santoso dan Tuherkih (2003), lambatnya perkembangan ternak sapi potong disebabkan oleh dua faktor yang bertentangan yaitu populasi ternak yang ada sedikit namun disisi lain jumlah ternak sapi yang dipotong banyak. Salah satu cara mengatasi berkurangnya produktivitas hijauan makanan ternak adalah dengan dilakukannya sistem pertanaman campuran seperti yang pernah diteliti Yuhaeni et al., (1983). Sistem tersebut merupakan pola penanaman yang bermanfaat bagi ternak maupun tanaman pangan. Hasil penelitian Yuhaeni et al., (1983) menunjukkan adanya beberapa keuntungan yang diperoleh dengan pertanaman campuran antara jagung dan leguminosa. Keuntungan tersebut diantaranya hasil total menjadi lebih tinggi, masalah hama menjadi berkurang sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahatani dan penggunaan lahan menjadi lebih efisien. Sistem ini dapat dilakukan dengan mudah dan telah dilakukan oleh petani peternak di Sulawesi Utara. Hanya saja hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kombinasi atau pola penanaman campuran tersebut dapat dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal. Ternak sapi dijual dalam bentuk berat hidup, sehingga penanganan hasil ternak belum dilakukan oleh petani peternak. Penjualan ternak dilakukan apabila anggota keluarga membutuhkan uang cash untuk konsumsi atau investasi dalam usahanya, pendidikan maupun kesehatan. Di desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan penjualan ternak sapi selain karena ada kebutuhan keluarga juga bila ternak sudah tua dan afkir. Karakteristik penjualan ternak sapi di Kecamatan Kawangkoan ini berbeda dengan daerah lain di Sulawesi Utara. Ternak sapi yang masih muda ditukar (blantik) dengan sapi yang sudah bisa digunakan sebagai tenaga

3 19 kerja (Somba, 2003). Di Kecamatan Kawangkoan terdapat pasar blantik yang kegiatannya jual beli ternak sapi. Kegiatan ini dilakukan oleh rumahtangga petani peternak setiap minggu sekali pada hari kamis. Penelitian ini akan mencoba mempelajari perilaku rumahtangga dalam aktivitas ekonomi pada pasar blantik tersebut. Penelitian Suwandi (2005) menunjukkan penjualan ternak sapi di Kabupaten Sragen juga melalui blantik. Blantik sama dengan pedagang perantara yang wilayah kerjanya meliputi tingkat dusun, desa sampai lintas kabupaten. Di Sragen penguasaan pasar didominasi oleh keberadaan blantik yang lebih mempunyai posisi tawar, walaupun dengan modal yang terbatas. Karakteristik ini berbeda dengan di Minahasa. Tenaga kerja yang dialokasikan untuk usaha ternak adalah tenaga kerja anggota keluarga. Pekerjaan yang dilakukan adalah memindahkan ternak dari lahan pertanian yang satu ke lahan yang lain. Pekerjaan tersebut dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari dan bila masih tersedia rumput atau limbah pertanian yang bisa dikonsumsi ternak. Apabila terjadi kekurangan rumput atau limbah maka anggota keluarga mencari rumput ditempat lain yang agak jauh dari lokasi kebun atau pertanian mereka. Aktivitas ini terjadi di daerah mana saja sesuai laporan beberapa peneliti (Limbong, 1989; Sugeha, 1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003). Petani peternak memilih cabang usaha ternak dengan tujuan untuk peningkatan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Fungsi ternak bagi rumahtangga petani adalah sebagai sumber pendapatan, sumber protein hewani, sumber tenaga kerja dan sebagai penghasil pupuk. Fungsi lain dari ternak adalah sebagai ternak bibit dan tabungan rumahtangga (Santoso et al., 1983). Usaha ternak merupakan penunjang terhadap pendapatan rumahtangga petani peternak

4 20 khususnya dan masyarakat pedesaan umumnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani peternak. Besarnya kontribusi tergantung jenis ternak yang digunakan, cara pemeliharaan dan alokasi sumberdaya yang tersedia dimasing-masing wilayah. Teufel et al., (2005) dalam penelitiannya terhadap rumahtangga peternak kambing menemukan bahwa kontribusi ternak kambing sebesar 12.0 persen dari total pendapatan rumahtangga di Punjab (Pakistan). Penelitian di pusat dan bagian timur Himalaya wilayah India tersebut menunjukkan ternak ruminansia yang dikelola rumahtangga adalah ternak sapi, kambing, kerbau dan domba (Rao and Saxena, 1994 dalam International Center for Integreted Mountain Development, 1998). Pemilikan ternak sapi terbesar yaitu 47.5 persen, diikuti oleh ternak kambing 15.8 persen, kerbau 12.3 persen dan domba 10.4 persen. Dalam penelitian International Center for Integreted Mountain Development (1998) juga ditemukan kontribusi ternak sebesar 20.0 persen terhadap pendapatan rumahtangga di bukit dan gunung Himalaya India. Demikian pula rumahtangga petani peternak di wilayah Sulawesi Utara dapat mengandalkan pendapatan yang bersumber dari usaha ternaknya. Besarnya pendapatan bersumber dari ternak sapi pada rumahtangga di Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow berkisar antara 29.0 sampai 42.0 persen dari total pendapatan (Sugeha, 1999). Hasil penelitian Hoda menunjukkan pendapatan petani peternak dari ternak sapi lebih besar dibanding dengan di Kecamatan Lolayan. Kontribusi pendapatan berasal dari ternak sapi di Maluku Utara berkisar 36.4 sampai 39.9 persen (Hoda, 2002). Ternak dan tanaman adalah sumber utama rumahtangga pedesaan di Sahelian zones Afrika (Dutilly-Diane et al., 2003). Suatu lahan yang

5 21 miskin unsur hara, curah hujan tinggi dan kurangnya sumber air irigasi, wilayah tersebut mempunyai keunggulan komparatif untuk produksi ternak. Menurut Suwandi (2005), penerapan usahatani padi sawah-sapi potong pola CLS (Crop-Livestock System) meningkatkan produksi padi sebesar 23.6 persen dan keuntungan sebesar 14.7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan non-cls. Ternak sapi merupakan salah satu alternatif untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan. Pernyataan ini ditunjang dengan informasi bahwa 39.0 persen dari total rumahtangga pertanian berkecimpung dalam usaha ternak sapi. Namun sistem pemeliharaan ternak sapi secara ekstensif menyebabkan produktivitasnya rendah sehingga pendapatan yang dicapai tidak maksimal. Umumnya ternak ini berfungsi sebagai tenaga kerja dan sebagai penarik beban untuk transportasi atau pengangkut hasil-hasil pertanian termasuk ternak sapi di Sulawesi Utara (Limbong, 1989; Sugeha, 1999; Hoda, 2002 dan Somba, 2003). Ternak sapi dapat juga berfungsi sebagai penghasil pupuk yang biasanya disebut dengan pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan hasil ikutan peternakan dan bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan. Lebih lanjut hasil ikutan peternakan tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi biogas. Hasil ikutan peternakan ini bukan hanya dari ternak sapi potong tetapi juga dari ternak sapi perah (Hasnudi, 1991). Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi ternak sapi dengan tanaman dapat memberi manfaat bagi ternak tersebut maupun bagi tanaman. Ternak menghasilkan pupuk bagi peningkatan produksi tanaman sedangkan tanaman dapat menyediakan pakan hijauan bagi ternak. Pupuk kompos dapat dimanfaatkan petani peternak di Sulawesi Utara sebagai sumber pendapatan yang

6 22 selama ini belum menjadi perhatian mereka. Hal ini telah dimanfaatkan oleh petani di Kabupaten Sragen (Suwandi, 2005). Nefri (2000) mempelajari perusahaan peternakan sapi potong dengan menggunakan analisis Goal Programming. Perusahaan tersebut berlokasi di Sukabumi, dulunya merupakan perusahaan industri rumahtangga sekarang menjadi perusahaan ternak sapi berskala besar. Pemeliharaannya bukan lagi secara ektensif tetapi sudah secara intensif dengan orientasi bisnis. Pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998 dikarenakan jatuhnya nilai rupiah, perusahaan tidak melakukan impor sapi tetapi beralih ke sapi lokal. Namun, dalam kenyataannya permintaan daging sapi terjadi peningkatan yang melebihi kapasitas produksi. Untuk memenuhi permintaan yang jauh melebihi kapasitas produksi, perusahaan melakukan impor daging segar sebesar 25 persen dari kapasitas produksi. Dengan menggunakan bibit lokal perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp ,- per hari. Hal ini mengindikasikan walaupun peternak menggunakan bibit lokal tapi pemeliharaannya secara intensif memberikan keuntungan memadai bagi rumahtangga. Penelitian Hendayana dan Yusuf (2003) menunjukkan keuntungan usaha penggemukan sapi potong sekitar 29.0 persen dari total biaya dalam satu periode pemeliharaan. Ternak sapi merupakan plasma nutfah yang potensial dan secara genetik mempunyai kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis. Pertimbangan pemeliharaan ternak sapi dapat dilakukan dengan melihat peranannya terhadap rumahtangga. Produktivitasnya dapat ditingkatkan dengan melibatkan rumahtangga petani peternak sapi tersebut maupun pemerintah. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki efisiensi produksinya, antara lain meningkatkan

7 23 kelahiran pedet, memperpendek jarak beranak dan memperpanjang masa produksi serta mengoptimalkan pengelolaan program perkawinan, guna penyediaan bakalan. Ternak sapi dipelihara oleh rumahtangga petani peternak dengan melibatkan anggota keluarganya. Ternak sapi merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih rumahtangga sebagai penunjang pendapatan mereka. Ternak tersebut dijadikan sebagai tabungan untuk sewaktu-waktu dijual dengan jumlah uang yang diterima cukup besar dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga dan anggotanya. Walaupun kenyataannya ternak sapi masih dipelihara secara tradisional, tetapi karena melibatkan rumahtangga sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Berdasarkan kondisi yang ada maka dirasakan perlu mempelajari lebih dalam tentang aktivitas rumahtangga petani peternak sapi baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Namun sebelum membahas lebih lanjut, perlu pemahaman sejauhmana pengembangan usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga tersebut Pengembangan Usaha Ternak Sapi Usaha ternak sapi yang bersifat tradisional dikelola rumahtangga dan anggota keluarganya. Usaha ternak sapi ini merupakan tumpuan rumahtangga pedesaan dalam peningkatan kesejahteraan mereka. Dalam rangka peningkatan pendapatan rumahtangga petani peternak sapi yang selanjutnya mengarah ke peningkatan kesejahteraan maka usaha tersebut dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik. Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha ternak keluarga atau usaha rumahtangga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor pendidikan, penggunaan input, pemasaran, kredit, kebijakan dan perencanaan,

8 24 penyuluhan serta penelitian (Pambudy, 1999). Faktor pendidikan anggota rumahtangga petani peternak dapat mempengaruhi keputusan produksi. Chavas et al., (2005) dalam penelitiannya memasukkan variabel pendidikan (education) dalam menganalisis karakteristik rumahtangga dan usahatani. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah anggota keluarga mengadopsi tehnologi akibatnya produksi usahatani dapat ditingkatkan dengan rasional untuk mencapai keuntungan maksimum. Input pertanian yang digunakan petani peternak dapat berupa penggunaan lahan, bibit, pakan, tenaga kerja dan modal. Alokasi penggunaan input secara efisien dapat mempengaruhi usaha ternak rumahtangga. Dengan semakin berkurangnya lahan pertanian yang beralih ke lahan pemukiman menyebabkan petani peternak harus mempunyai alternatif dalam peningkatan pendapatan mereka. Rumahtangga dapat mengatur pola tanam secara bergantian ataupun campuran. Alternatif yang lain adalah rumahtangga dapat meningkatkan usaha ternak yang dapat diintegrasikan dengan tanaman pangan ataupun tanaman perkebunan seperti kelapa. Seperti yang dinyatakan Imam (2003), pola pengembangan peternakan yang dapat dikembangkan adalah diversifikasi ternak sapi dengan lahan persawahan, perkebunan dan tambak. Penelitian yang mirip dilakukan oleh Suwandi (2005) yaitu adanya penerapan pola usahatani padi sawah-sapi potong. Pengembangan usaha ternak sapi dengan sistem ini dapat meningkatkan produksi dan keuntungan bagi petani dengan lahan sempit. Menurut Djayanegara dan Ismail (2004), tujuan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak adalah meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi impor bahan pangan terutama sapi hidup dan daging.

9 25 Penggunaan bibit ternak sapi dapat mempengaruhi produktivitas usaha ternak seperti telah dijelaskan dalam kajian usaha ternak. Kondisi ternak sapi lokal saat ini (Wijono, et al., 2003) telah mengalami degradasi produksi dan ditemukan bentuk tubuhnya yang kecil. Hal ini diakibatkan mutu genetik sapi lokal yang semakin menurun. Semakin baik bibit ternak sapi walaupun bibit lokal tetapi merupakan bibit hasil seleksi maka produksi dapat ditingkatkan sehingga pendapatan dapat meningkat. Demikian halnya dengan pakan yang diberikan, semakin baik pakan maka produktivitas ternak sapi semakin meningkat. Pakan merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi ternak karena berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan. Namun, dalam usaha penggemukan sapi tidak terbatas pada penggunaan input pakan saja. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perbaikan aspek pemeliharaan berupa perbaikan kandang dan pemanfaatan limbah untuk pakan. Selain itu menurut Hendayana dan Yusuf (2003), perlu upaya untuk mengantisipasi keberlanjutan usaha melalui penanaman hijauan sebagai pakan serta pembuatan hay (rumput dan jerami) dalam menghadapi musim kemarau. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ternak merupakan tenaga kerja keluarga, sehingga dengan peningkatan keterampilan maka dapat meningkatkan produktivitas ternak. Modal yang sering merupakan kendala sangat mempengaruhi usaha ternak keluarga. Hasil penelitian Somba (2003) menunjukkan salah satu kendala pada kelompok usaha ternak sapi Torona di Kawangkoan adalah kendala modal. Kurangnya modal menyebabkan usaha ternak tidak dapat dikembangkan. Pemasaran juga dapat merangsang produktivitas usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga. Ternak sapi dijual oleh rumahtangga apabila rumahtangga

10 26 membutuhkan uang cash. Sehingga rumahtangga tidak dapat menentukan harga. Selain itu, pedagang ternak sapi yang mendatangi petani peternak untuk membeli ternak sapi. Hasil penelitian Mondo (2002) menunjukkan pedagang yang berfungsi sebagai peternak biasanya mendatangi petani peternak untuk membeli ternak. Ternak sebelum dipotong atau diantarpulau digemukkan oleh pedagang tersebut sehingga harga ternak menjadi lebih tinggi. Harga ternak yang layak dapat mendorong rumahtangga untuk meningkatkan produktivitas usahanya. Kredit yang diberikan kepada petani peternak dapat berupa kredit dalam bentuk cash atau dalam bentuk ternak. Kredit ini dapat mempengaruhi usaha ternak yang dikelola rumahtangga. Anderson (1990) menganalisis kredit dalam kaitannya dengan tenaga kerja rumahtangga. Hasil analisisnya menunjukkan semakin tinggi kredit yang diperoleh maka produktivitas usaha ternaknya dapat ditingkatkan, selanjutnya rumahtangga dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Kebijakan dan perencanaan dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka mendorong pengembangan usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga. Kebijakan tersebut harus mempertimbangkan kondisi usaha ternak sapi yang ada. Beberapa hasil penelitian seperti telah dikemukakan sebelumnya menunjukkan bahwa usaha ternak sapi merupakan usaha sambilan dan bersifat ekstensif. Kebijakan dan perencanaan yang telah dicanangkan pemerintah harus dibarengi dengan strategi agresif dan strategi diversifikatif seperti yang dinyatakan Hoda (2002). Penyuluhan yang intensif dan kontinyu baik bagi petani peternak maupun penyuluh dan inseminator dapat mendorong produktivitas usaha ternak keluarga. Gould and Saupe (1989) menganalisis umur, pendidikan dan pelatihan (training)

11 27 sebagai variabel rumahtangga yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dalam off-farm, pekerjaan usahatani dan home-production. Pelatihan yang dimaksud menyangkut penyuluhan yang bertujuan mengubah perilaku sumberdaya petani peternak ke arah yang lebih baik. Beberapa falsafah penyuluhan adalah: (1) penyuluhan menyandarkan programnya pada kebutuhan petani; (2) penyuluhan pada dasarnya adalah proses pendidikan untuk orang dewasa yang bersifat non formal. Tujuannya untuk mengajar petani, meningkatkan kehidupannya dengan usahanya sendiri, serta mengajar petani untuk menggunakan sumberdaya alamnya dengan bijaksana; dan (3) penyuluh bekerja sama dengan organisasi lainnya untuk mengembangkan individu, kelompok dan bangsa. Penelitian yang intensif dan terus menerus harus dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga penelitian dalam hal ini perguruan tinggi. Penelitian ini dilakukan selain untuk menemukan inovasi baru juga untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh petani peternak khususnya petani peternak sapi. Dengan adanya pemecahan masalah petani peternak sapi maka dapat mendorong produktivitas usaha ternak yang dikelola rumahtangga. Pengembangan usaha ternak dari tradisional dapat beralih ke semi-intensif mengingat usaha ini dikelola rumahtangga yang memanfaatkan anggota keluarganya. Kemudian untuk mengarah ke intensif banyak hal yang harus ditingkatkan, diantaranya modal usaha. Rumahtangga belum mampu menyediakan modal untuk usaha ternak yang intensif. Tenaga kerja harus yang professional bukan lagi tenaga kerja anggota keluarga. Contoh usaha ternak yang sistem pemeliharaannya intensif adalah perusahaan peternakan sapi potong di Sukabumi. Perusahaan tersebut

12 28 malakukan impor bibit, menggunakan tenaga professional, memberikan pakan konsentrat (Nefri, 2000). Pengembangan usaha ternak ke arah semi-komersial dapat dilakukan dengan dukungan pemerintah. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan usaha ternak sapi yang dikelola rumahtangga dapat ditingkatkan kearah lebih baik. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah pembentukan kelompok usaha ternak. Peternakan secara berkelompok menurut Fagi, et al. (2004) memiliki keuntungan diantaranya (a) memperkuat posisi tawar petani dalam pemasaran, (b) mengadakan sarana bersamasama, dan (c) memupuk modal. Selain itu, dengan kelompok memudahkan pemerintah menetapkan strategi agresif dan diversifikatif. Kedua strategi tersebut adalah untuk peningkatan pengetahuan bagi petani peternak dan anggota keluarganya. Peningkatan pengetahuan dapat terjadi bila secara terus menerus diberikan penyuluhan bagi rumahtangga dan anggota keluarganya. Kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan usaha ternak akan dibahas lebih rinci pada poin selanjutnya Kebijakan Subsektor Peternakan dalam Peningkatan Pendapatan Peternakan di Indonesia umumnya didominasi oleh peternak rakyat berskala kecil dan diusahakan sebagai usaha sambilan. Oleh karena itu salah satu sumberdaya yang menjadi relatif sangat langka bagi petani peternak adalah sumberdaya modal. Dalam upaya pengembangan bidang peternakan sekaligus dalam rangka membantu petani peternak kecil, pemerintah telah menggulirkan berbagai paket kredit sebagai sumber pembiayaan bagi petani peternak, baik dari sumber keuangan formal (pemerintah dan swasta) maupun non formal (kredit individu dan bagi hasil).

13 29 Dalam menunjang pembangunan peternakan, pemerintah melakukan berbagai cara untuk mengurangi ketergantungan impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Upaya yang dilakukan yaitu membuka peluang investasi dan peluang pasar sektor peternakan melalui pengembangan investasi nasional dengan meningkatkan peran swasta dalam pembangunan peternakan untuk pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2004). Target investasi yang dilakukan terhadap sub sektor peternakan tahun (Tabel 5) mengalami penurunan sebesar 25.0 persen. Penurunan terjadi baik terhadap pra produksi peternakan, produksi dan pasca produksi dengan prosentase penurunan yang sama. Dari target investasi tersebut, jumlah yang terealisasi tahun juga menurun baik untuk pra produksi, produksi maupun pasca produksi. Tabel 5. Realisasi Investasi Sub Sektor Peternakan Tahun U r a i a n T a h u n Pertumbuhan Tahun (%Tahun) 1. Pra produksi Target (Juta Rp) Realisasi (Juta Rp) Persentase (%) Produksi Target (Juta Rp) Realisasi (Juta Rp) Persentase (%) Pasca Produksi Target (Juta Rp) Realisasi (Juta Rp) Persentase (%) Jumlah Total Target (Juta Rp) Realisasi (Juta Rp) Persentase (%) Sumber : Direktorat Pengembangan Peternakan, 2004.

14 30 Besarnya penurunan untuk pra produksi dan produksi masing-masing adalah 16.0 persen dan untuk tahap produksi 20.0 persen. Pada tahap pra produksi maupun pasca produksi dari investasi yang ditargetkan ternyata yang terealisasi pada tahun sebesar 12.0 persen. Sedangkan pada tahap produksi dari target investasi yang terealisasi hanya sebesar 6.0 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi penurunan target investasi terhadap sub sektor peternakan. Pemerintah sebagai motivator, akselerator, regulator, fasilitator dan promotor sangat berperan dalam pembangunan peternakan. Dalam rangka pembangunan peternakan, berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah Sulawesi Utara. Namun pembangunan peternakan sangat terkait dengan sumberdaya yang ada. Sehingga kebijakan pemerintah perlu dilakukan berdasarkan potensi daerah tersebut. Program Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara tahun 2005 dalam rangka pembangunan peternakan adalah peningkatan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditas peternakan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan komoditas unggulan daerah. Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dengan sasaran (1) tersedianya pangan yang cukup aman, (2) tersedianya pakan ternak, (3) meningkatnya keragaman produksi, dan (4) meningkatnya kemampuan masyarakat mengatasi kerawanan pangan, pemerintah melakukan beberapa hal yaitu : (1) pengembangan kawasan inti peternakan yaitu pengembangan ternak unggul, berproduksi tinggi ditingkat petani, (2) pengendalian penyakit hewan, (3) pengembangan bibit dan pakan ternak, dan (4) penguatan kelembagaan, yaitu : (a) pengembangan kelembagaan petani (kelompok tani ternak), (b) pengembangan kelembagaan penyuluhan (PPL, BPP, Penyuluh Swakarsa).

15 31 Sasaran program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk yaitu (1) berkembangnya usaha-usaha pertanian, (2) meningkatnya kualitas/daya saing produk, dan (3) tersedianya lapangan kerja di pedesaan. Kegiatan pokok program ini adalah pengembangan usaha bidang sector peternakan yang meliputi : (1) pengembangan usaha sektor hulu (menyangkut: pengembangan usaha pembibitan peternakan, usaha jasa alat dan mesin, pengembangan unit pelayanan sapronak, penumbuhan kredit mikro pedesaan, dan usaha pakan ternak), (2) pengembangan usahatani (menyangkut : pembinaan dan kemitraan usaha, pembinaan dan pengembangan penerapan tehnologi, pengembangan usahatani terpadu serta pengembangan usaha penggemukan, usaha jasa inseminasi buatan (IB), usaha kawin alam, pengembangan beras organik), dan (3) pengembangan usaha sektor hilir/industrialisasi pertanian berbasis pedesaan (menyangkut : pengembangan UP3HP, pengembangan produk olahan (diversifikasi produk), pengembangan Rice Milling Unit, dan fasilitas sarana pengolahan hasil). Sasaran program peningkatan kesejahteraan petani adalah (1) meningkatnya kapasitas, posisi tawar dan pendapatan petani/pelaku usaha pertanian, (2) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya produktif, dan (3) meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani. Kegiatan pokok program ini menyangkut: (1) pemberdayaan peternakan melalui BPLM, (2) pengembangan sumberdaya peternak dan petugas, dan (3) usaha meningkatkan posisi tawar petani. Sasaran program pengembangan komoditas ungulan daerah adalah (1) peningkatan kawasan sentra, (2) meningkatnya nilai tambah, (3) diversifikasi produk, dan (4) pengembangan usaha peternakan. Kegiatan pokok program ini adalah

16 32 menyangkut : (1) integrasi jagung ayam buras, (2) pengembangan ternak babi, dan (3) pengembangan komoditas unggulan sapi potong. Permasalahannya, kenyataan dilapang menunjukkan program pemerintah tidak berjalan sebagaimana yang dicanangkan. Apakah benar program yang dijalankan tersebut berhasil seratus persen, terutama untuk pengembangan usaha ternak sapi. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program yang dicanangkan pemerintah tersebut. Program yang dicanangkan pemerintah sebaiknya dibarengi dengan penerapan strategi agresif maupun strategi diversifikatif dalam pengembangan usaha ternak sapi. Strategi ini dapat diadopsi dari penelitian Hoda (2002) yang dianggap relevan dengan kondisi usaha ternak sapi di Sulawesi Utara. Salah satu faktor penunjang produktivitas ternak sapi seperti dijelaskan di atas, yaitu ketersediaan hijauan makanan ternak. Ketersediaan hijauan ini diperlukan agar petani tidak tergantung pada limbah pertanian. Penanaman hijauan makanan ternak dapat dilakukan dibawah pohon kelapa yang tidak dimanfaatkan atau pada lahan-lahan tidur lainnya. Hijauan yang dapat ditanam misalnya rumput Setaria yang tahan kering (Hoda, 2002), leguminosa atau pohon-pohon dan jenis rumput lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Penanaman leguminosa dapat memberikan keuntungan yang menunjang produksi hijauan. Keuntungannya adalah tertekannya pertumbuhan gulma sehingga persaingan unsur hara yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput menjadi kecil (Yuhaeni et al., 1983). Indikasinya akan terjadi peningkatan produktivitas hijauan makanan ternak. Penyuluhan yang dicanangkan sebagai program pemerintah bagi petani peternak juga merupakan strategi agresif maupun strategi diversifikatif. Penelitian

17 33 Soenarjo yang dilakukan pada tahun 1983 masih dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam rangka pengembangan usaha ternak sapi. Hal ini dimungkinkan mengingat kondisi usaha ternak saat ini, di Sulawesi Utara ternyata masih bersifat ekstensif atau tradisional. Soenarjo (1983) menyarankan petani peternak diwajibkan untuk diberikan penyuluhan secara intensif. Tujuan penyuluhan ini agar usaha ternak secara tradisional dapat beralih ke usaha komersial yaitu dengan orientasi bisnis untuk memperoleh keuntungan. Dengan pengetahuan yang diberikan petani peternak dapat memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pengelolaan usaha ternak sapi. Namun penyuluhan tidak hanya sekedar pemberian materi, tetapi harus dibarengi dengan praktek. Hal ini agar petani peternak betul-betul terampil dalam hal menyeleksi bibit ternak yang baik, dapat menentukan pakan yang sesuai kuantitas maupun kualitasnya dan dapat mengontrol kesehatan ternak sapi. Dalam menjalankan penyuluhan serta pelatihan keterampilan peternak sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok petani peternak. Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan kelembagaan dalam bentuk kelompok petani peternak. Namun, kelompok yang dibentuk sesuai program pemerintah dengan pertimbangan tertentu yaitu adanya bantuan yang akan diberikan kepada kelompok. Pertimbangan ini yang menyebabkan kelompok-kelompok yang ada tidak terorganisir dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kelompok yang dibentuk seharusnya mendapat pembinaan langsung oleh pemerintah dengan intensif dan kontinyu. Contoh kelompok petani peternak yang telah dibentuk dan terorganisir dengan baik dan mendapat binaan khusus adalah kelompok tani ternak Torona. Kelompok ini terdapat di desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan yang beranggota sebanyak 28

18 34 orang. Studi Somba (2003) yaitu mempelajari aktivitas ekonomi kelompok Torona tersebut. Kelompok ini terdiri dari rumahtangga petani peternak dengan pekerjaan utama kepala keluarga, persen sebagai petani peternak sapi. Pemeliharaan ternak sapi oleh anggota kelompok masih secara tradisional dengan tujuan pemeliharaan ternak adalah untuk tenaga kerja. Tenaga kerja ternak dimanfaatkan untuk mengolah lahan, membajak sawah dan mengangkut hasil-hasil pertanian. Ternak dibiarkan dilahan-lahan pertanian untuk mencari hijauan makanan ternak. Usaha ternak sapi anggota kelompok Torona merupakan usaha rumahtangga, tenaga kerja yang digunakan dalam mengelola usahanya adalah tenaga kerja anggota keluarga. Kelebihan petani peternak sebagai anggota kelompok dibanding rumahtangga petani peternak individual adalah bibit yang digunakan walaupun masih bibit ternak lokal tetapi sudah diseleksi. Selain itu, ternak sapi merupakan ternak lokal hasil persilangan. Perkawinan ternak bukan lagi dengan cara alami tetapi dengan cara inseminasi buatan (IB) untuk memperoleh bibit unggul. Ternak yang lahir dilakukan vaksinasi sesuai kebutuhan dan diberi obat apabila ternak sakit. Kelompok Torona ini terorganisir dengan baik dan mendapat binaan secara intensif dan kontinyu. Kendala yang dihadapi petani peternak anggota kelompok adalah kendala modal (Somba, 2003). Kendala ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah dapat mencari investor untuk melakukan investasi dalam rangka pengembangan usaha ternak sapi. Pengembangan lembaga penyuluhan sesuai program yang dicanangkan harus betul-betul dijalankan dengan melakukan pembinaan dan pelatihan bagi penyuluh termasuk petugas inseminasi (inseminator). Pembinaan inseminator dapat

19 35 meningkatkan pengetahuan, keterampilan, rasa disiplin dan tanggungjawab inseminator dalam melakukan inseminasi buatan. Soenarjo (1983) menyimpulkan bahwa pembinaan inseminator mengakibatkan adanya efisiensi reproduksi kelompok ternak sapi betina yaitu meningkat sebesar sampai persen. Perdagangan antar pulau ternak sapi di Sulawesi Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kegiatan ini perlu adanya intervensi oleh pemerintah baik dalam hal harga ternak maupun dalam penentuan batas minimum bobot ternak sapi yang akan dipasarkan. Pemerintah harus menetapkan batas minimum bobot ternak sapi seperti yang dilakukan pemerintah Sulawesi Selatan (Laporan Limbong, 1989). Tujuan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dalam usaha ternak, peningkatan kualitas ternak dan peningkatan pendapatan peternak. Dengan penetapan batas minimum bobot ternak, petani peternak termotivasi untuk meningkatkan berat badan ternak sapi sehingga ternak dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini telah dilakukan oleh seorang pedagang ternak sapi di Kecamatan Tomohon. Pengembangan usaha ternak ditunjang dengan kebijakan pemerintah yang relevan, akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rumahtangga. Namun karakteristik aktivitas rumahtangga petani peternak perlu dipelajari mengingat program pemerintah yang dicanangkan harus disesuaikan dengan kondisi rumahtangga. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tergantung pada kondisi usaha ternak rumahtangga di suatu wilayah tersebut. Untuk mempelajari karekteristik rumahtangga petani peternak akan dikaji model-model ekonomi rumahtangga untuk usaha-usaha lain.

20 Model Ekonomi Rumahtangga Penelitian spesifik terhadap model ekonomi rumahtangga usaha ternak apakah usaha ternak ruminansia (sapi, kambing dan domba), ternak babi, ternak unggas belum banyak dilakukan. Penelitian usaha ternak yang telah banyak dilakukan adalah penelitian pada level usaha ternaknya bukan level rumahtangga. Pada level rumahtangga dipelajari bahwa rumahtangga berfungsi sebagai produsen sekaligus konsumen dan penyedia tenaga kerja. Selama ini penelitian yang dilakukan mempelajari secara spasial dari sisi produksi ataupun konsumsi rumahtangga. Yang menarik dalam penelitian rumahtangga petani peternak sapi adalah karakteristik usaha ternak dari tahun ke tahun tidak mengalami perkembangan. Usaha ini dikelola oleh rumahtangga dan anggotanya dengan sistem pemeliharaan masih tradisional. Padahal usaha ternak sapi merupakan alternatif usaha yang dapat dikembangkan dan tidak membutuhkan areal yang besar. Apalagi dengan adanya masalah pengalihan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, maka usaha ternak sapi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai usaha rumahtangga untuk menunjang pendapatan. Dalam penelitian ini sangat dibutuhkan untuk mempelajari model ekonomi rumahtangga yang telah banyak diteliti baik pada wilayah Indonesia maupun luar Indonesia. Model-model ekonomi rumahtangga tersebut diantaranya model rumahtangga pengusaha industri dan rumahtangga petani untuk beberapa komoditas pertanian dan rumahtangga petani nelayan, juga model rumahtangga petani peternak di luar Indonesia. Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara keseluruhan adalah untuk mempelajari aktivitas rumahtangga. Aktivitas rumahtangga mencakup aktivitas

21 37 produksi, konsumsi dan pengalokasian tenaga kerja. Aktivitas produksi dalam rumahtangga dikaitkan dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga maupun luar keluarga. Aktivitas produksi tersebut dilakukan untuk menghasilkan pendapatan baik pendapatan dalam usaha rumahtangga maupun di luar usaha rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan anggotanya. Kebutuhan anggota rumahtangga dipenuhi dari konsumsi pangan maupun non pangan. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap rumahtangga pengusaha industri bertujuan untuk mempelajari keputusan ekonomi yang meliputi alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pengusaha dan pekerja (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Nugrahadi (2001) melakukan penelitian pada industri produk jadi rotan di Kota Medan yaitu penelitian dengan unit analisis rumahtangga. Lebih spesifik lagi studi-studi tersebut mempelajari alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan pola pengeluaran rumahtangga. Tujuan lain adalah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ekonomi rumahtangga. Dalam mempelajari aktivitas ekonomi rumahtangga sangat berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan ekonomi rumahtangga juga merupakan salah satu tujuan dalam studi tentang rumahtangga. Analisis simulasi yang dilakukan tujuannya untuk melihat suatu dampak perubahan kebijakan terhadap kesejahteraan rumahtangga. Dampak kebijakan yang dianalisis pada rumahtangga pengusaha dan pekerja industri rotan adalah dampak perubahan karakteristik usaha terhadap keputusan

22 38 ekonomi rumahtangga (Nugrahadi 2001). Karakteristik usaha tersebut menyangkut kebijakan harga, perubahan skala dan curahan kerja. Variasi harga input maupun harga output berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi rumahtangga suatu industri. Kondisi ini perlu suatu intervensi dari pemerintah agar rumahtangga bisa memperoleh harga yang layak. Dalam kaitan dengan kebijakan harga tersebut, Negoro (2003) menggunakan analisis simulasi untuk mempelajari dampak kebijakan harga input dan harga output terhadap curahan waktu kerja dan pengeluaran rumahtangga. Simulasi Elistiawaty (2005) juga menyangkut dampak kebijakan harga input maupun harga output. Dampak kebijakan terhadap curahan waktu kerja dan pengeluaran rumahtangga ini dipelajari juga oleh Ariyanto (2004) dengan melihat dampak perubahan eksternal. Perubahan eksternal meliputi peningkatan gaji pokok, jam lembur serta penghapusan jam lembur. Sedangkan Zairani (2004) yang mempelajari peluang kerja dan keputusan ekonomi rumahtangga pengusaha kecil di Kota Bogor kasus penerapan kredit usaha kecil, namun tidak melakukan analisis simulasi. Berbeda dengan peneliti-peneliti di atas, Syukur (2002) mencoba menganalisis keberlanjutan dan perilaku ekonomi peserta skim kredit rumahtangga miskin. Modal adalah salah satu input penting dalam menunjang proses produksi suatu usaha. Usaha tersebut apakah usaha pertanian maupun non pertanian. Kendala yang sering dihadapi rumahtangga terlebih rumahtangga miskin adalah kendala modal. Modal untuk rumahtangga dapat diperoleh melalui kredit dari lembagalembaga perkreditan. Tujuan penelitian Syukur adalah untuk menganalisis mekanisme penyaluran dan pengembalian (delivery mechanism) skim kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit. Kemudian keberlanjutan dan

23 39 perilaku ekonomi rumahtangga peserta skim kredit karya usaha Mandiri juga sebagai tujuan penelitian ini. Selanjutnya, analisis simulasi dilakukan untuk melihat dampak kebijakan terhadap kesejahteraan rumahtangga miskin peserta skim kredit. Pendapatan rumahtangga miskin yang diteliti Syukur, tidak didisagregasi berdasarkan pendapatan yang diterima oleh rumahtangga dan anggota keluarganya (Syukur, 2002). Padahal dalam kenyataannya karakteristik rumahtangga miskin melibatkan semua anggota keluarganya untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan dan curahan kerja dapat mencakup dalam usaha dan luar usaha. Curahan kerja berdasarkan curahan kerja pria, wanita dan anak. Konsumsi dihitung berdasarkan konsumsi pangan maupun non pangan. Dalam analisis juga termasuk variabel jumlah angkatan kerja keluarga, pendapatan siap dibelanjakan, tabungan, investasi, pajak, dan biaya operasional. Variabel investasi adalah investasi usaha dan investasi pendidikan (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Biaya operasional dalam bentuk biaya bahan baku, biaya bahan bakar, biaya pewarnaan dan modal mesin (Nugrahadi, 2001). Elistiawaty memasukkan investasi pendidikan sebagai variabel endogen. Curahan waktu rumahtangga tidak dibedakan oleh Syukur (2002) antara pria, wanita dan anak. Dalam kenyataan, waktu yang dicurahkan oleh pria dewasa dalam pekerjaan lebih tinggi dibanding dengan waktu wanita dewasa dan anak. Dalam perencanaan suatu usaha sebaiknya sumberdaya, responsibilitas, pekerjaan dan manfaat didistribusikan antara pria, wanita dan anak. Hal ini mengindikasikan perlunya suatu analisis gender. Kebutuhan analisis gender, terutama berhubungan dengan peranan wanita dalam sistem usahatani rumahtangga (Gabriel, 1995). Studi

24 40 dalam usaha industri atau usaha lainnya juga diperlukan analisis gender. Dalam kenyataannya wanita dapat mengalokasikan tenaga kerjanya untuk industri maupun usaha lainnya. Penelitian Ariyanto (2004) membahas lebih jauh peranan gender dalam ekonomi rumahtangga, sehingga analisis yang dilakukan berdasarkan model rumahtangga pekerja pria dan pekerja wanita. Model rumahtangga pekerja pria mencakup alokasi waktu suami maupun waktu isteri, pendapatan suami dan isteri. Alokasi waktu suami dianalisis terhadap alokasi waktu bekerja dalam maupun luar industri, waktu suami untuk rumahtangga dan perjalanan suami. Alokasi waktu isteri yang bekerja dalam maupun luar industri, untuk rumahtangga dan perjalanannya juga dianalisis. Variabel-variabel tersebut juga dianalisis sebagai model rumahtangga pekerja wanita. Variabel seperti pengalaman, pendidikan isteri, umur, jumlah tanggungan keluarga, jumlah anak sekolah dan dummy jenis upah dimasukkan Negoro (2003) dalam penelitiannya. Untuk mengetahui peluang kerja Zairani (2004) menganalisisnya dengan menggunakan model logit yang didasarkan pada fungsi kumulatif logistik. Sedangkan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut aspek-aspek curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis secara simultan (Nugrahadi, 2001; Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani, 2004 dan Elistiawaty, 2005). Aset dimasukkan sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi konsumsi, variabel lamanya meminjam, kredit usaha dan variabel dummy pekerjaan utama serta dummy sektor usaha mempengaruhi pendapatan (Zairani, 2004). Produksi tidak dianalisis secara simultan oleh Zairani. Produksi merupakan salah satu

25 41 aktivitas ekonomi rumahtangga pengusaha industri. Berdasarkan produksi yang dihasilkan dapat diperoleh pendapatan. Sehingga apabila tidak mempunyai data produksi maka dapat dilakukan proxy berdasarkan pendapatan. Penelitian yang diuraikan di atas menyangkut penelitian aktivitas ekonomi rumahtangga pengusaha pada industri yang berbeda. Selanjutnya akan dibahas aktivitas ekonomi rumahtangga petani untuk beberapa komoditas pertanian, termasuk usaha nelayan dan usaha ternak. Suprapto (2001) menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga di Irian Jaya terhadap 30 rumahtangga petani yang mengelola kakao. Ambarsari (2005) juga mempelajari usahatani pekebun kakao tapi lokasi berbeda dengan Suprapto. Andriati (2003) dan Anwar (2005) mempelajari aktivitas ekonomi rumahtangga petani padi dilokasi yang berbeda. Sedangkan Sawit (1993) dan Kusnadi (2005) mempelajari multioutput. Penelitian yang mempelajari rumahtangga petani peternak diantaranya oleh Ngqangweni dan Delgado (2003) di Provinsi Limpopo. Menurut Ngqangweni dan Delgado (2003) bahwa keputusan aktivitas ekonomi rumahtangga peternak di area semi-arid dilakukan oleh rumahtangga dan anggota keluarganya. Barret, et al. (2004) mempelajari perilaku pemasaran ternak pada level rumahtangga di Kenya Bagian Utara dan Ethiopia Bagian Selatan. Penelitian lain yang berkaitan dengan rumahtangga peternak yaitu oleh Best (1987), Gulelat (2002), Dutilly-Diane, et al. (2003) dan Maltsoglou dan Rapsomanikis (2005). Best (1987) mempelajari ternak di pekarangan dan mata pencaharian rumahtangga di Serawak berkaitan dengan innovasi dan perbaikan. Dutilly-Diane et al. (2003) mempelajari perilaku rumahtangga pada kegagalan pasar berkaitan dengan manajemen sumberdaya alami

26 42 dalam rangka meningkatkan produksi ternak di Sahel. Sedangkan Maltsoglou and Rapsomanikis (2005) mempelajari kontribusi ternak terhadap pendapatan rumahtangga di Vietnam. Seperti pada studi-studi rumahtangga industri, rumahtangga usahatani juga bertujuan untuk mempelajari keputusan ekonomi rumahtangga produksi, konsumsi dan alokasi waktu kerja. Produksi yang diamati merupakan jumlah produksi usahatani (Suprapto, 2001; Andriati, 2003; Ambarsari, 2005; dan Anwar, 2005), nelayan (Muhammad, 2002) dan ternak yang dihasilkan oleh anggota rumahtangga. Konsumsi rumahtangga berdasarkan konsumsi pangan dan non pangan. Konsumsi pangan berdasarkan produksi sendiri maupun yang dibeli dipasar. Pengeluaran untuk konsumsi dilakukan berdasarkan pendapatan rumahtangga dan anggotanya. Selain pengeluaran untuk konsumsi, rumahtangga juga mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran investasi baik investasi usaha maupun investasi pendidikan dan kesehatan. Pendapatan anggota rumahtangga berasal dari usahataninya sendiri, usahatani lain dan dari non pertanian. Pendapatan rumahtangga yang dianalisis sebagai pengeluaran merupakan pendapatan yang dibelanjakan (Andriati, 2003; Ambarsari, 2005, dan Anwar, 2005). Suprapto (2001) menganalisis pendapatan yang dibelanjakan sebagai total pendapatan (TR). Studi menyangkut pendapatan telah dilakukan oleh Hyun et al. (1979) terhadap rumahtangga di Korea. Rumahtangga menabung lebih besar dari pendapatan mereka yaitu empatperlima bersumber dari pendapatan sementara mereka dan sisanya dari pendapatan tetap. Sebagian produksi yang dihasilkan rumahtangga dijual dipasar dan sebagian dikonsumsi. Selisih antara produksi dan konsumsi atau digunakan sebagai bibit

27 43 dikenal dengan surplus produksi atau disebut dengan marketable surplus. Dalam analisis aktivitas ekonomi rumahtangga petani, marketable surplus dianalisis sebagai salah satu aktivitas rumahtangga (Sawit, 1993; Suprapto, 2001 dan Anwar, 2005). Fokus utama penelitian Mitch (1990) adalah mengukur respon suplai tenaga kerja atau marketable surplus terhadap perubahan harga dan variabel eksogenus lain. Ada dua hal menurut Mitch yang mendorong rumahtangga semi subsisten untuk menyimpan persediaan pangan hasil utama yaitu pertama, rumahtangga ingin meminimumkan ketergantungan mereka pada pasar lokal untuk kebutuhan dasar pangan dan menyimpan stok makanan sebagai kemungkinan gangguan suplai yang tidak diantisipasi. Kedua, persediaan hasil utama yang diproduksi merupakan perilaku profit-seeking dalam respon pergerakan harga yang tergantung musim. Rumahtangga petani, nelayan dan peternak berusaha mengalokasikan semua tenaga kerja keluarganya (pria, wanita dan anak) (Suprapto, 2001; Hendayana dan Togatorop, 2003) untuk menambah pendapatan mereka. Alokasi tenaga kerja anggota keluarganya yaitu alokasi dalam usahatani sendiri maupun di luar usahatani. Pada usaha nelayan curahan kerja dianalisis berdasarkan curahan kerja melaut, agroindustri dan non perikanan (Muhammad, 2002). Dalam mengelola usahataninya, rumahtangga selain menggunakan tenaga kerja anggota keluarga juga tenaga kerja luar keluarga (Sawit, 1993; Andriati 2003; Ambarsari, 2005 dan Kusnadi, 2005). Curahan kerja berasal dari dalam maupun luar keluarga terdiri dari tenaga kerja pria dewasa (Muhammad, 2002), pria dan wanita (Kusnadi, 2005), pria dewasa dan wanita dewasa, buruh tani pria dan wanita (Andriati, 2003). Menurut Chavas, et al. (2004) menyatakan bahwa tenaga kerja rumahtangga secara khas terdiri dari pria,

28 44 wanita dan anak. Curahan waktu kerja sesuai hasil penelitian Hendayana dan Togatorop (2003) adalah kegiatan on-farm dalam memelihara ternak menunjukkan persentase paling besar. Curahan waktu kerja kegiatan on-farm usaha ternak di Jawa Barat sebesar 31.9 persen dan di Sumatera Utara sebesar 48.7 persen. Sebaliknya pada kegiatan non-farm yakni masing-masing 44.4 persen dan 17.5 persen. Lebih lanjut menurut Hendayana dan Togatorop, curahan waktu kerja berhubungan dengan tingkat pendapatan rumahtangga. Curahan waktu kerja tinggi menghasilkan pendapatan tinggi, curahan waktu kerja tinggi menghasilkan pendapatan rendah. Curahan waktu kerja rendah menghasilkan pendapatan tinggi dan curahan waktu kerja rendah dapat menghasilkan pendapatan rendah. Rumahtangga mengkombinasikan beberapa input dalam proses produksi usahataninya. Input yang digunakan dalam usahatani tanaman pangan diantaranya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja (Suprapto, 2001; Andriati, 2003; Ambarsari, 2005, Anwar, 2005 dan Kusnadi, 2005). Muhammad (2002) memasukkan input yang digunakan sebagai biaya operacional, terdiri dari biaya perawatan alat tangkap, biaya kerusakan ringan, biaya perbekalan trip melaut, retribusi dan biaya BBM. Dalam penelitian Kusnadi (2005), input yang dianalisis adalah harga bayangan dari input tersebut. Harga bayangan dinyatakan sebagai nilai produktivitas marjinal input usahatani yang diturunkan dari fungsi produksi usahatani. Harga bayangan tergantung tingkat penggunaan input sendiri dan seperangkat penggunaan input lainnya. Adanya harga bayangan input merupakan spesifikasi persamaan simultan yang dilakukan Kusnadi (2005). Penggunaan harga bayangan input usahatani dapat menangkap adanya ketidaksempurnaan pasar input yang dihadapi rumahtangga.

29 45 Aktivitas ekonomi rumahtangga dapat mempengaruhi kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya tersebut maka perlu dukungan dari pemerintah. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga dan keluarganya. Studi aktivitas ekonomi rumahtangga, mempelajari dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan rumahtangga dapat dianalisis dengan pendekatan analisis simulasi. Dalam usahatani tanaman pangan, kebijakan yang biasanya disimulasi adalah kebijakan harga baik harga output maupun harga input (Sawit, 1993; Andriati 2003; Anwar, 2005 dan Kusnadi, 2005). Walaupun demikian beberapa penelitian pada level rumahtangga tersebut tidak melakukan simulasi kebijakan (Suprapto, 2001 dan Ambarsari 2005). Simulasi kebijakan yang dianalisis Andriati (2003) adalah dampak kebijakan perubahan harga gabah. Analisis simulasi untuk melihat dampak kebijakan peningkatan harga padi, penurunan harga pupuk, peningkatan upah tenaga kerja dan penambahan luas lahan garapan. Anwar (2005) juga menganalisis respon produksi dan konsumsi pangan rumahtangga petani dengan simulasi perubahan kebijakan harga. Menurut Ngqangweni dan Delgado (2003), pemerintah melakukan intervensi dalam mempermudah rumahtangga miskin menginvestasi ternak untuk memperbaiki mata pencaharian mereka. Kebijakan pemerintah diantaranya : (1) meningkatkan peran lembaga perkreditan, (2) memperbaiki infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan, (3) memberikan pendidikan keterampilan kepada anak muda, (4) mengontrol sumberdaya padang penggembalaan untuk menghindari penggembalaan

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Pada bagian ini akan dibahas keadaan umum wilayah penelitian dan keadaan umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA Jurnal Agribisnis dan Pembangunan Masyarakat (AGROPEM) ISSN: 2089-6670 Vol. 1, No. 1, Januari 2012 : hal. 1 9 ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA Femi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI RAKYAT MELALUI INTEGRASI SAPI-TANAMAN DI SULAWESI UTARA

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI RAKYAT MELALUI INTEGRASI SAPI-TANAMAN DI SULAWESI UTARA PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI RAKYAT MELALUI INTEGRASI SAPI-TANAMAN DI SULAWESI UTARA Femi Hadidjah Elly 1, Bonar M. Sinaga 2, Sri Utami Kuntjoro 2, dan Nunung Kusnadi 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI Berdasarkan tujuan penelitian pertama, dalam bab ini akan dibahas besarnya biaya transaksi berdasarkan usaha ternak sapi jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi kelapa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mengalami keterpurukan ekonomi sejak tahun 1997, setelah itu Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan itu, namun begitu ekonomi riil Indonesia belum

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA-TERNAK SAPI DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN. A.H.S. Salendu dan F.H.

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA-TERNAK SAPI DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN. A.H.S. Salendu dan F.H. ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA-TERNAK SAPI DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN A.H.S. Salendu dan F.H. Elly*) Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Rikky Herdiyansyah SP., MSc KOMPONEN AGRIBISNIS Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mengetahui tentang komponen agribisnis Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan pembahasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Pengembangan Sapi Potong Peningkatan ekonomi masyarakat dan pertambahan penduduk disertai dengan peningkatan kesadaran tentang nilai-nilai gizi, menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci