BAB I PENDAHULUAN. salah satu langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk menciptakan
|
|
- Vera Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tata kelola pemerintahan yang buruk merupakan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia dalam implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (Djalil, 2014). Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Pelaksanaan reformasi birokrasi di bidang pemerintahan di Indonesia pada prinsipnya dimulai sejak tahun 2006 melalui penetapan Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai pilot project (Djalil, 2014). Pemerintah Indonesia selanjutnya menyusun dan mengembangkan konsep dan kebijakan reformasi birokrasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang grand design reformasi birokrasi dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-rb) No. 20 Tahun 2010 tentang road map reformasi birokrasi Reformasi birokrasi mulai diterapkan pada pemerintah daerah secara formal sejak tahun 2012 melalui penerbitan Permenpan-rb No. 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintahan yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme,
2 mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk membentuk sikap mental birokrat agar mampu melaksanakan tugasnya secara lebih efisien dan efektif sehingga pemerintahan yang akuntabel dan transparan dapat terwujud dengan baik (Djalil, 2014). Salah satu program yang harus dilaksanakan untuk mendukung suksesnya reformasi birokrasi di pemerintah daerah adalah penguatan fungsi pengawasan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2005 menjelaskan bahwa tujuan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah untuk mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, mendorong efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas, mendorong terwujudnya akuntabilitas yang tinggi, mengawal reformasi birokrasi, dan mengawasi disfunctional behavior aparat pemerintah (Djalil, 2014). Fungsi pengawasan di pemerintahan ini bergantung pada peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). APIP memainkan perannya sebagai aparat pengawas internal yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah agar pelaksanaan program pemerintah yang efisien dan efektif dapat tercapai. Salah satu bagian dari APIP adalah auditor Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang disebut juga sebagai auditor internal pemerintah daerah. Auditor internal pemerintah daerah berperan sangat penting dalam menyukseskan reformasi birokrasi di pemerintah daerah. Menurut Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (2014), peran auditor internal pemerintah
3 daerah dalam menyukseskan reformasi birokrasi diwujudkan dalam bentuk: (a) assurance activities, yaitu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; (b) anti corruption activities, yaitu memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; (c) consulting activities, memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Berbagai aktivitas auditor internal pemerintah daerah tersebut akan menghasilkan informasi dan laporan hasil pengawasan dalam rangka untuk memberikan keyakinan yang memadai kepada kepala daerah bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Informasi dan laporan hasil pengawasan dari auditor internal pemerintah daerah ini diperlukan oleh kepala daerah sebagai pedoman untuk membuat kebijakan dalam rangka mewujudkan sistem birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pentingnya peran auditor internal pemerintah daerah dalam menyukseskan reformasi birokasi di pemerintah daerah menunjukkan perlunya auditor internal pemerintah daerah melaksanakan perannya dengan sebaik mungkin. Namun, hasil studi sebelumnya yang dilakukan di sektor swasta menunjukkan bahwa profesi auditor dapat mengalami role conflict dan role ambiguity. Hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa role conflict dan role ambiguity terjadi pada auditor eksternal di kantor akuntan publik yang ada di Australia (Chong dan Monroe, 2015), Amerika Serikat (Jones et al., 2012; Jones et al., 2010, Viator, 2001),
4 Thailand (Ussahawanitchakit, 2008), dan Selandia Baru (Fisher, 2001). Hasil studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa role conflict dan role ambiguity terjadi pada auditor internal di perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia (Aghghaleh et al., 2014; Ahmad dan Taylor, 2009) dan auditor internal yang merupakan anggota American Institute of Certified Public Accountants (Larson, 2004). Role theory menyatakan bahwa ketika individu menghadapi ketidakcocokan harapan peran secara bersamaan sehingga kepatuhan pada satu harapan peran akan membuat sulit atau tidak mungkin untuk memenuhi harapan peran lainnya secara efektif maka individu tersebut akan mengalami role conflict (Kahn et al., 1964 seperti yang dikutip Agarwal, 1999). Role theory juga menyatakan bahwa ketika seorang individu tidak memiliki informasi yang memadai untuk menghasilkan kinerja yang efektif dari suatu peran tertentu maka individu tersebut akan mengalami role ambiguity (Kahn et al., 1964 seperti yang dikutip Senatra, 1980). Auditor internal pemerintah daerah mempunyai indikasi mengalami role conflict dan role ambiguity. Role conflict dapat timbul pada auditor internal pemerintah daerah karena adanya peran auditor internal pemerintah daerah dalam memberikan assurance activities (peran pengawasan audit) kepada instansi pemerintah daerah sekaligus bersama-sama memberikan consulting activities (peran konsultasi) pada manajemen instansi pemerintah daerah. Role ambiguity dapat terjadi pada auditor internal pemerintah daerah ketika mereka tidak memiliki kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar dalam melaksanakan tugas-tugas audit pada saat pelaksanaan peran pengawasan audit.
5 Peran auditor internal pemerintah daerah berupa peran pengawasan audit dan peran konsultasi dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. PER/05/M.PAN/03/2008, Permenpan No. 19 Tahun 2009, dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI). Peraturan dan standar tersebut menjelaskan bahwa kegiatan utama auditor internal pemerintah daerah adalah melakukan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi, asistensi, dan konsultasi. Peran pengawasan audit yang dilakukan oleh auditor internal pemerintah daerah merupakan kegiatan pemberian keyakinan yang mencakup audit, reviu, pemantauan, dan evaluasi (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Peran konsultasi yang dilakukan oleh auditor internal pemerintah daerah merupakan kegiatan pemberian masukan dan rekomendasi yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah daerah yang mencakup sosialisasi, asistensi, dan konsultasi (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Peran pengawasan audit dan peran konsultasi merupakan dua peran auditor internal pemerintah daerah yang memiliki harapan peran yang saling bertentangan atau tidak konsisten. Hubungan antara auditor internal pemerintah daerah dan instansi pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan pengawasaan audit merupakan hubungan antara auditor dan auditee yang mengharuskan adanya independensi (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 poin 2100 menyatakan bahwa auditor internal pemerintah daerah harus bersikap independen dalam semua hal yang berkaitan
6 dengan audit. Hubungan antara auditor internal pemerintah daerah dan manajemen instansi pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan konsultasi merupakan hubungan antara konsultan dengan penerima jasa yang memerlukan adanya kerjasama (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Auditor internal pemerintah daerah pada saat melaksanakan kegiatan konsultasi perlu menjalin kerjasama dan koordinasi dengan manajemen instansi pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas fungsi pengawasan dan tata kelola di instansi pemerintah daerah. Hubungan kerjasama dan koordinasi selama kegiatan konsultasi memungkinkan timbulnya hubungan sosial yang dekat antara auditor internal pemerintah daerah dan manajemen instansi pemerintah daerah. Hubungan sosial yang dekat dapat timbul dari adanya kedekatan emosional yang tercipta melalui seringnya interaksi kerja, tingginya intensitas kebutuhan komunikasi kerja, dan perlakuan yang baik dari manajemen instansi pemerintah daerah kepada auditor internal pemerintah daerah selama kegiatan konsultasi. Hubungan sosial yang dekat dengan manajemen instansi pemerintah daerah dapat mengganggu independensi auditor internal pemerintah daerah pada saat mereka melaksanakan peran pengawasan audit pada instansi pemerintah daerah. Kedekatan emosional antara auditor internal pemerintah daerah dan manajemen instansi pemerintah daerah yang tercipta melalui kegiatan konsultasi akan membuat auditor internal pemerintah daerah menjadi lebih segan untuk melakukan pemeriksaan audit yang ketat sehingga auditor internal pemerintah daerah cenderung akan bersikap lebih toleran kepada manajemen instansi pemerintah daerah selama pemeriksaan audit.
7 Rasa segan dan sikap toleran auditor internal pemerintah daerah kepada manajemen instansi pemerintah daerah tersebut menyebabkan auditor internal pemerintah daerah sulit untuk bersikap independen selama melakukan peran pengawasan audit. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa auditor internal pemerintah daerah yang sebelumnya telah melaksanakan peran konsultasi akan mengalami kesulitan untuk melaksanakan peran pengawasan audit dengan baik karena kedua peran tersebut memiliki harapan/persyaratan pemenuhan peran yang saling bertentangan. Hal ini mengindikasikan terjadinya role conflict pada auditor internal pemerintah daerah. Pekerjaan auditor internal pemerintah daerah sangat tergantung pada kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar. Ketiadaan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar yang jelas dapat mengakibatkan auditor internal pemerintah daerah mengalami role ambiguity. Ketidakjelasan kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar akan mengakibatkan auditor internal pemerintah daerah memiliki informasi dan pemahaman yang kurang memadai tentang tugas-tugas audit yang harus mereka lakukan sehingga mereka akan merasa kurang percaya diri dan kurang fokus dalam melaksanakan audit. Kondisi ini dapat membuat auditor internal pemerintah daerah menjadi tidak dapat menghasilkan kinerja yang efektif dalam memenuhi peran pengawasan audit karena mereka tidak mengetahui dengan pasti bagaimana cara melaksanakan tugas-tugas audit secara efektif. Ahmad dan Taylor (2009) menyatakan bahwa tidak adanya kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar akan membuat auditor internal merasa kurang percaya diri dalam membuat penilaian
8 dan keputusan audit karena mereka tidak memiliki pemahaman yang memadai sehingga mereka akan mengalami role ambiguity. Breaugh dan Colihan (1994) menyatakan bahwa role ambiguity mengacu pada persepsi karyawan mengenai ketidakpastian berbagai aspek pekerjaan mereka. Fenomena role conflict dan role ambiguity perlu untuk dikaji karena hasil studi sebelumnya menunjukkan role conflict dan role ambiguity dapat membawa dampak buruk pada sikap kerja dan hasil pekerjaan seseorang. Hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa role conflict berhubungan dengan rendahnya job satisfaction (Jones et al., 2010; Kim et al., 2009; Anton, 2009; Jaramillo et al., 2006; Fisher, 2001), rendahnya affective commitment (Addae et al., 2008), job performance yang kurang baik (Viator, 2001; Fisher, 2001), dan tingginya turnover intention (Solli-Saether, 2011; Jones et al., 2010; Anton, 2009; Hang-yue et al., 2005; Viator 2001). Hasil studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa role ambiguity berhubungan dengan rendahnya job satisfaction (Jones et al., 2010; Kim et al., 2009; Anton, 2009; Jaramillo et al., 2006; Hang-yue et al., 2005; Fisher, 2001), rendahnya affective commitment (Solli-Saether, 2011; Addae et al., 2008), job performance yang kurang baik (Solli-Saether, 2011; Jones et al., 2010; Anton, 2009; Viator, 2001; Fisher, 2001), dan tingginya turnover intention (Solli- Saether, 2011; Jaramillo et al., 2006; Hang-yue et al., 2005; Viator 2001). Sikap kerja dan hasil kerja pegawai yang kurang baik tentunya akan menghambat perkembangan organisasi. Penelitian ini akan mengkaji fenomena role conflict dan role ambiguity, khususnya yang terkait dengan faktor penentu dan dampaknya. Penelitian
9 sebelumnya telah mengkaji fenomena role conflict dan role ambiguity dengan menggunakan sampel auditor internal yang bekerja di perusahaan swasta di Malaysia (lihat: Aghghaleh et al., 2014; Ahmad dan Taylor, 2009). Aghghaleh et al. (2014) mengkaji faktor penentu role ambiguity yang ditinjau dari faktor personal dan organisasional, sementara Ahmad dan Taylor (2009) mengkaji dampak role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah hasil penelitian sebelumnya tentang faktor penentu dan dampak dari role conflict dan role ambiguity pada auditor internal di sektor swasta mampu digeneralisasi dalam jenis organisasi yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memperkuat validitas eksternal penelitian tentang fenomena role conflict dan role ambiguity. Penelitian ini mengkaji faktor penentu dan dampak dari role conflict dan role ambiguity pada auditor internal di sektor publik, khususnya di dalam organisasi pemerintah daerah. Penelitian ini mengkaji faktor organisasional berupa formalization sebagai faktor penentu dari role conflict dan role ambiguity. Penelitian ini juga akan mengkaji dampak dari role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence dan job performance. Formalization mengacu pada sejauh mana organisasi secara eksplisit memformalkan standar pelaksanaan, deskripsi pekerjaan, dan kebijakannya (Podsakoff et al., 1986). Pemilihan formalization sebagai variabel dalam penelitian ini karena hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan hubungan yang belum konsisten. Hasil penelitian Aghghaleh et al. (2014), Podsakoff et al. (1986), Rogers dan Molnar (1976), dan Rizzo et al. (1970) menunjukkan bahwa
10 formalization berhubungan negatif dengan role conflict dan role ambiguity. Hasil penelitian Agarwal (1999) menunjukkan bahwa formalization berhubungan positif dengan role conflict dan role ambiguity. Hasil penelitian Organ dan Greene (1981) menunjukkan bahwa formalization berhubungan negatif dengan role ambiguity dan berhubungan positif dengan role conflict. Hasil penelitian Jackson dan Schuler (1985) dan Bamber et al. (1989) menunjukkan bahwa formalization berhubungan negatif dengan role ambiguity dan tidak berhubungan dengan role conflict. Penelitian sebelumnya mengkaji formalization dengan menggunakan unit analisis berupa organisasi (Aghghaleh et al., 2014; Agarwal, 1999; Jackson dan Schuler, 1985). Fenomena role conflict dan role ambiguity yang dikaji dalam penelitian ini merupakan fenomena yang dialami oleh individu dalam suatu organisasi sehingga unit analisisnya adalah individu. Penelitian ini akan mengkaji formalization dengan menggunakan unit analisis individu. Penelitian ini mengkaji formalization dalam bentuk persepsi atau kondisi yang dirasakan responden terhadap tingkat formalization yang terjadi dalam organisasi mereka. Hal ini seperti yang dilakukan dalam penelitian Podsakoff et al. (1986). Formalization penting untuk dikaji pada auditor internal pemerintah daerah karena Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-rb) dalam upaya membangun pilar reformasi birokrasi sejak tahun 2007 hingga saat ini sedang dalam proses menyusun dan mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU), termasuk didalamnya RUU yang berkaitan dengan eksistensi dan peran auditor internal pemerintah
11 daerah. Kemenpan-rb dalam upaya untuk membangun pilar reformasi birokrasi telah mengembangkan 9 RUU paket reformasi birokrasi. Lima RUU telah berhasil ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU), yaitu: UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Rahman, 2015). Empat RUU yang belum dijadikan sebagai UU adalah RUU Sistem Pengawasan Nasional (disebut juga RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah), RUU Etika Penyelenggara Negara, RUU Akuntabilitas Penyelenggara Negara, dan RUU Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah (Rahman, 2015). RUU yang berkaitan dengan auditor internal pemerintah daerah adalah RUU SPIP. Salah satu latar belakang disusunnya RUU SPIP adalah kurang maksimalnya kinerja APIP di daerah (auditor internal pemerintah daerah). RUU SPIP diharapkan nantinya dapat menjadi UU yang akan memberikan landasan yang kuat bagi auditor internal pemerintah daerah dan APIP lainnya agar dapat menjalankan tugas dan perannya secara lebih efektif dan efisien. Independensi merupakan isu yang sering menjadi sorotan pada profesi auditor internal pemerintah daerah. Ahmad dan Taylor (2009) menyatakan bahwa independensi merupakan aspek yang tidak mudah untuk diterapkan oleh auditor internal. UU No. 23 Tahun 2014 pasal 216 poin 3 menyatakan bahwa Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Posisi auditor internal pemerintah daerah yang sejajar atau berada di bawah pihak/lembaga yang diawasi dapat membuat auditor internal
12 pemerintah daerah sulit untuk bersikap independen karena posisi tersebut memberikan keterbatasan kendali pada auditor internal pemerintah daerah dalam melakukan pemeriksaan dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan. Padahal, independensi merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh seluruh auditor saat melakukan pemeriksaan/audit. Nilai suatu audit sangat tergantung pada persepsi publik tentang independensi auditor (Arens et al., 2012). Arena dan Azzone (2009) menyatakan bahwa unit audit internal harus memiliki independensi dan kompetensi yang cukup besar untuk dapat melaksanakan pekerjaan mereka dengan cara yang tepat. Independensi sangat diperlukan agar kredibilitas hasil audit meningkat (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Pentingnya independensi dalam aktivitas audit internal mengindikasikan perlunya auditor internal untuk memiliki komitmen yang kuat dalam menjaga independensi mereka (commitment to independence). Auditor internal pemerintah daerah yang memiliki commitment to independence yang kuat tentunya akan selalu berusaha mengutamakan independensi pada saat melakukan aktivitas audit internal. Adanya isu independensi auditor internal pemerintah daerah ini membuat penelitian ini perlu untuk mengkaji aspek independensi auditor internal pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan commitment to independence. Commitment to independence merupakan (a) sebuah keyakinan yang kuat dan penerimaan atas kode etik profesi yang bersangkutan dengan nilai independensi profesional; (b) kesediaan untuk mengerahkan upaya yang besar untuk memenuhi prinsip dasar profesi dalam mempertahankan independensi; (c) keinginan pribadi yang kuat untuk independen setiap saat (Ahmad dan Taylor,
13 2009). Ahmad dan Taylor (2009) sebelumnya telah mengkaji dampak role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence pada auditor internal perusahaan swasta di Malaysia. Ahmad dan Taylor (2009) berargumen bahwa peran auditor internal saat ini menjadi semakin meningkat dipengaruhi oleh konflik peran dan ambiguitas peran sehingga hal tersebut mungkin akan berdampak buruk pada komitmen mereka untuk melaksanakan independensi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa role conflict dan role ambiguity dapat mengakibatkan commitment to independence menjadi sulit untuk dilakukan oleh auditor internal pada saat melaksanakan tugas audit. Penelitian ini akan menguji apakah hasil penelitian Ahmad dan Taylor (2009) ini mampu digeneralisasi dalam konteks organisasi pemerintah daerah. Penelitian ini mengkaji dampak role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence auditor internal pemerintah daerah. Dampak role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence perlu untuk dikaji kembali karena Ahmad dan Taylor (2009) mengembangkan sendiri instrumen commitment to independence, namun Ahmad dan Taylor (2009) menyatakan bahwa instrumen commitment to independence tersebut tidak memenuhi uji validitas secara statistik (nilai Kaiser-Meyer-Olkin measure of sampling (KMO) di bawah 0,6 dan nilai factor variance di bawah 60 persen). Instrumen commitment to independence yang dikembangkan Ahmad dan Taylor (2009) hanya memenuhi face validity dari tiga orang ahli. Hal ini menunjukkan bahwa validitas konstruk commitment to independence yang dikembangkan Ahmad dan Taylor (2009) masih belum baik. Oleh karena itu,
14 dengan mengkaji kembali dampak role conflict dan role ambiguity terhadap commitment to independence pada auditor internal pemerintah daerah diharapkan akan diperoleh hasil penelitian yang telah memenuhi persyaratan validatas instrumen penelitian dengan baik. Penelitian sebelumnya telah menguji dampak role conflict dan role ambiguity terhadap job performance, akan tetapi hasilnya masih belum konsisten untuk hubungan antara role conflict dan job performance sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Fisher (2001) dan Viator (2001) menyatakan bahwa role conflict berhubungan negatif dengan job performance, sementara Burney dan Widener (2007), Gregson et al. (1994), dan Rebele dan Michaels (1990) menyatakan bahwa role conflict tidak berhubungan dengan job performance. Fisher (2001) menyarankan bahwa penelitian selanjutnya harus mencoba untuk mengkaji apakah ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan dalam lokasi geografis, model penelitian, atau ukuran dari job performance auditor. Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan sampel auditor eksternal di New Zealand (Fisher, 2001) dan Amerika (Viator, 2001; Gregson et al., 1994; Rebele dan Michaels, 1990). Penelitian ini akan mengkaji dampak role conflict dan role ambiguity terhadap job performance pada auditor internal di sektor publik di Indonesia. Ukuran job performance yang akan digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan ukuran job performance yang digunakan dalam penelitian Burney dan Widener (2007), Fisher (2001), Viator (2001), Gregson et al. (1994), dan Rebele dan Michaels (1990). Penelitian ini akan menggunakan instrumen self-reported performance
15 evaluation yang dikembangkan oleh Fogarty et al. (2000). Kelebihan instrumen job performance Fogarty et al. (2000) adalah instrumen tersebut meminta subjek untuk mengevaluasi kinerja relatif mereka terhadap orang lain sehingga akan meminimalkan kecenderungan bias kemurahan hati (leniency bias) yang sering terjadi pada ukuran mutlak self-report pada saat auditor menilai job performance diri mereka sendiri (Fogarty dan Kalbers, 2006). Job performance auditor internal pemerintah daerah penting untuk dikaji karena Pemerintah Indonesia saat ini sedang berfokus pada perbaikan kinerja auditor internal pemerintah daerah yang dinilai masih rendah dalam melakukan pengawasan intern dan pencegahan korupsi di pemerintah daerah. Hasil penilaian tingkat kapabilitas 474 APIP kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ( ) dengan menggunakan Internal Audit Capability Model (IA-CM) yang dilakukan oleh BPKP menunjukkan bahwa sebanyak 404 APIP (85,23%) masih berada pada level 1 (initial), 69 APIP (14,56%) berada pada level 2 (infrastructure), dan 1 APIP (0,21%) berada pada level 3 (integrated) (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun, 2015). Kondisi APIP yang sebagian besar masih berada pada level 1 menunjukkan bahwa masih rendahnya kinerja APIP dalam melakukan pengawasan intern yang efektif. APIP dinilai belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan belum dapat mencegah tindakan pelanggaran. 1.2 Perumusan Masalah Auditor internal pemerintah daerah memiliki indikasi mengalami role conflict dan role ambiguity. Role conflict dapat timbul pada auditor internal
16 pemerintah daerah karena adanya dua peran auditor internal pemerintah daerah yang memiliki harapan peran yang saling bertentangan atau tidak konsisten, yaitu peran pengawasan audit dan peran konsultasi. Auditor internal pemerintah daerah untuk dapat melaksanakan peran konsultasi perlu menjalin kerjasama dan koordinasi dengan manajemen instansi pemerintah daerah, namun di sisi lain auditor internal pemerintah daerah memerlukan independensi agar dapat melaksanakan peran pengawasan audit dengan baik. Hubungan kerjasama dan koordinasi antara auditor internal pemerintah daerah dan manajemen instansi pemerintah daerah selama pemberian jasa konsultasi memungkinkan timbulnya kedekatan emosional yang dapat mengganggu independensi auditor internal pemerintah daerah pada saat melakukan pengawasan audit kepada manajemen instansi pemerintah daerah. Auditor internal pemerintah daerah dapat mengalami role ambiguity ketika mereka tidak memiliki kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar untuk melaksanakan peran mereka. Ketidakjelasan kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan standar akan mengakibatkan auditor internal pemerintah daerah memiliki informasi dan pemahaman yang kurang memadai tentang tugas-tugas audit yang harus mereka lakukan sehingga mereka akan merasa kurang fokus dan tidak mengetahui dengan pasti bagaimana cara melaksanakan tugas-tugas audit secara efektif. Role conflict dan role ambiguity dapat dipengaruhi oleh faktor organisasional (Aghghaleh et al., 2014; Agarwal, 1999; Rogers dan Molnar, 1976; Rizzo et al., 1970). Faktor organisasional merupakan faktor yang dapat memengaruhi perilaku individu untuk sesuai dengan perilaku yang diharapkan
17 oleh organisasi. Organisasi dapat menekan perilaku individu melalui berbagai peraturan dan kebijakan. Salah satu bentuk faktor organisasional adalah formalization, yaitu sejauh mana organisasi secara eksplisit memformalkan standar pelaksanaan, deskripsi pekerjaan, dan kebijakannya (Podsakoff et al., 1986). Pemerintah Indonesia melalui Kemenpan-rb dalam upaya membangun pilar reformasi birokrasi sejak tahun 2007 hingga saat ini sedang dalam proses menyusun dan mengesahkan sembilan RUU paket reformasi birokrasi. Lima RUU telah disahkan menjadi UU, sementara empat RUU lainnya masih dalam proses pengesahan menjadi UU. Salah satu RUU yang belum disahkan adalah RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah yang berkaitan dengan eksistensi, peran, dan pekerjaan auditor internal pemerintah daerah. Adanya formalization pada auditor internal pemerintah daerah mungkin akan memberikan pengaruh terhadap fenomena role conflict dan role ambiguity dengan cara formalization memberikan kejelasan pada pekerjaan auditor internal pemerintah daerah. Independensi merupakan aspek profesional yang penting bagi auditor (Vanasco, 1996). Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 mengharuskan auditor internal pemerintah daerah untuk bersikap independen dalam semua hal yang berkaitan dengan audit. Independensi sangat diperlukan agar kredibilitas hasil audit meningkat (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Pentingnya independensi dalam aktivitas audit internal mengindikasikan perlunya auditor internal untuk memiliki komitmen yang kuat dalam menjaga independensi mereka (commitment to independence). Ahmad dan Taylor (2009) mendefinisikan commitment to independence sebagai (a) sebuah keyakinan yang kuat dan
18 penerimaan atas kode etik profesi yang bersangkutan dengan nilai independensi profesional; (b) kesediaan untuk mengerahkan upaya yang besar untuk memenuhi prinsip dasar profesi dalam mempertahankan independensi; (c) keinginan pribadi yang kuat untuk independen setiap saat. Commitment to independence ditunjukkan dalam bentuk sikap auditor internal untuk tidak mendasarkan penilaian mereka tentang hal-hal audit kepada orang lain, terutama manajemen (Ahmad dan Taylor, 2009). Fenomena role conflict dan role ambiguity mungkin akan memberikan dampak pada kemampuan auditor internal pemerintah daerah dalam mempertahankan commitment to independence. Role conflict dan role ambiguity dapat menciptakan tekanan atau ketegangan kerja yang akan melemahkan kemampuan auditor dalam mempertahankan commitment to independence (Ahmad dan Taylor, 2009). Job performance berkaitan dengan evaluasi kinerja yang dilakukan atas suatu pekerjaan dan akan berpengaruh pada peningkatan jabatan dan insentif yang akan diberikan pada auditor internal pemerintah daerah. Pemerintah Indonesia saat ini sedang berfokus pada perbaikan kinerja auditor internal pemerintah daerah yang dinilai masih rendah dalam melakukan pengawasan intern dan pencegahan korupsi di pemerintah daerah. Fenomena role conflict dan role ambiguity mungkin akan memberikan dampak pada job performance auditor internal pemerintah daerah. Rizzo et al. (1970) menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami role conflict dan role ambiguity maka dia akan mengalami stres, menjadi tidak puas, dan menunjukkan job performance yang rendah dibandingkan jika dia tidak mengalami role conflict dan role ambiguity.
19 Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan utama yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah formalization berhubungan dengan role conflict dan role ambiguity? 2. Apakah role conflict dan role ambiguity berhubungan dengan commitment to independence dan job performance? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara formalization dengan role conflict dan role ambiguity pada auditor internal pemerintah daerah. Penelitian ini juga bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara role conflict dan role ambiguity dengan commitment to independence dan job performance auditor internal pemerintah daerah. 1.4 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan memperluas literatur tentang fenomena role conflict dan role ambiguity yang terjadi di sektor publik khususnya di organisasi pemerintah daerah dengan menguji secara empiris faktor penentu dan dampak dari role conflict dan role ambiguity pada auditor internal pemerintah daerah. Fenomena role conflict dan role ambiguity perlu dikaji pada auditor internal pemerintah daerah karena sebagian besar penelitian sebelumnya mengenai faktor penentu dan dampak dari role conflict dan role ambiguity lebih berfokus pada auditor internal di sektor swasta (lihat: Aghghaleh et al., 2014; Ahmad dan Taylor, 2009; Larson, 2004),
20 sementara belum ada penelitian yang mengkaji topik tersebut pada auditor internal pemerintah daerah. Adanya reformasi birokrasi di sektor publik Pemerintah Indonesia, termasuk pemerintah daerah, membuat peran auditor internal pemerintah daerah menjadi semakin diperkuat. Peran auditor internal pemerintah daerah tidak lagi diwujudkan hanya dalam bentuk assurance activities, tetapi diperluas dalam bentuk anti corruption activities dan consulting activities. Kemenpan-rb juga dalam upaya membangun pilar reformasi birokrasi saat ini sedang dalam proses menyusun dan mengesahkan RUU yang akan lebih memperkuat eksistensi dan peran auditor internal pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan intern. Adanya perubahan yang cukup signifikan dalam peran auditor internal pemerintah daerah ini mungkin akan menimbulkan indikasi terjadinya role conflict dan role ambiguity pada auditor internal pemerintah daerah. Indikasi role conflict dan role ambiguity pada auditor internal pemerintah daerah ini perlu diuji secara empiris. Dengan mengkaji fenomena role conflict dan role ambiguity pada auditor internal pemerintah daerah diharapkan akan meningkatkan validitas eksternal penelitian tentang fenomena role conflict dan role ambiguity.
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1 Visi Visi adalah pandangan ideal keadaan masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan, dan secara potensial
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
- 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup, dan batasan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup, dan batasan penelitian, serta sistematika
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian dan kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan rumusan masalah akan ditentukan pertanyaan penelitian
Lebih terperinciPIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 82 TANGGAL : 2 DESEMBER 2014 TENTANG : PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN
BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi
Lebih terperinci2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb
No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration sampai pada new public service atau yang dikenal good governance menuntut pemerintah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001 telah memberikan kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengurus keuangannya sendiri dan sejalan dengan kewenangan
Lebih terperinci2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.822, 2017 KEMENLU. Pengawasan Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN DI KEMENTERIAN
Lebih terperinciStandar Audit Internal Pemerintah Indonesia. Asosiasi Audit Internal Pemerintah Indonesia
Standar Audit Internal Pemerintah Indonesia Asosiasi Audit Internal Pemerintah Indonesia Peran APIP Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika
Lebih terperinciSetyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama
Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinciPENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL
Lampiran II Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor Tentang Tahun Piagam Pengawasan Internal di Lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL 1. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan salah satu penyebab semakin meratanya kasus korupsi dan buruknya tata kelola pemerintahan daerah. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP disebutkan bahwa dalam rangka mencapai
Lebih terperinciBUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK
salinan BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena karena
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciArahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015
Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015 Kapabilitas APIP: a. Lima tahun kedepan, level Kapabilitas APIP ditargetkan mencapai 85% Level-3, 1% Level-1. b.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan publik dan emiten wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia berimplikasi pada akuntabilitas dan transparansi sistem pengelolaan keuangan
Lebih terperinciBUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH
BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA.
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 812 TAHUN 2OI5 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan intern yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,
KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN NOMOR : /IJ-DAG/KEP/01/2017 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terdapat tuntutan sektor publik khususnya pemerintah yaitu terlaksananya akuntabilitas pengelolaan keuangan sebagai bentuk terwujudnya praktik
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. optimal, yaitu harus dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi. program secara efektif, efisien dan ekonomis.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini akuntabilitas atas kinerja suatu lembaga milik pemerintah menjadi hal yang sangat penting. Dalam setiap instansi yang mengelola dana dan menaungi hajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.88. 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Pengawasan Intern. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK-SETJEN/2015
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi di Indonesia didesain agar bisa menciptakan birokrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi birokrasi di Indonesia didesain agar bisa menciptakan birokrasi pemerintahan yang profesional dan berkinerja tinggi. Instansi pemerintah dituntut
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009.
18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 86 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG
1 BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 86 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang
Lebih terperinciKONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN
KONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN 1. Peran APIP harus lebih diitingkatkan agar permasalahan terkait masih adanya Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah yang
Lebih terperinciLAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,
BAB I PENDAHULUAN Pemahaman kegiatan pengawasan harus berangkat dari suatu pemahaman manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing, actuating dan controlling. Controlling adalah salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar belakangi penelitian. Dimana dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
131 BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh etika, kompetensi, independensi, dan pengalaman terhadap pendeteksian kecurangan melalui Skeptisisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan negara pada dasarnya harus dikelola secara transparan dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut ditandai dengan diterapkannya
Lebih terperinciBADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING TINGKAT KAPABILITAS APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan, akuntabel, efektif dan efisien, pimpinan instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah wajib melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan Intern Pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui bahwa suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Karena itu masyarakat mengharapkan penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perekonomian suatu bangsa menuntut penyelenggara negara untuk lebih profesional dalam memfasilitasi dan melayani warga negaranya. Birokrasi yang berbelit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan kepemerintahan, dan penguatan kelembagaan dengan sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya
Lebih terperinciMEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA. Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
MEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Abstrak Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI)
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR :32 TAHUN 2011
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR :32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM INTERNAL AUDIT (INTERNAL AUDIT CHARTER) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kebijakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingginya kehidupan demokrasi, menuntut pemerintah sebagai perumus kebijakan berkewajiban untuk transparan dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemerintahan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.400, 2014 ADMINISTRASI. Keuangan. BPKP. Tugas. Fungsi. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Agensi Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. Pihak kepala unit organisasi berperan
Lebih terperinciSATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Abstrak Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesejahteraan
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
Lebih terperinciANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1 ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL
KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS
Lebih terperinciWALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
; I... WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berbagai diskusi ilmiah, korupsi diakui sebagai musuh bersama bagi masyarakat Indonesia, karena dampak nyata kegiatan korupsi bukan hanya menimbulkan high cost
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah mengambil berbagai langkah penting dalam meuwujudkan
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah melewati perjalanan panjang dalam mewujudkan suatu sistem desentralisasi. Sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri,
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1123, 2014 KEMEN KP. Pengawasan. Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN
Lebih terperinciPIAGAM AUDIT INTERN. Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : Januari 2016 Inspektur Jenderal RILDO ANANDA ANWAR
PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan (assurance activities) dan konsultansi (consulting activities), yang dirancang untuk memberi
Lebih terperinciJABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA)
JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA) Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi
Lebih terperinciStandar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo
1 Sudahkah APIP melaksanakan Audit sesuai Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo Pengantar Pada bagian pendahuluan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 5 tahun 2008 tentang Standar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pembangunan manusia merupakan salah satu indikator bagi kemajuan suatu negara. Suatu negara dikatakan maju bukan saja dihitung dari pendapatan domestik
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 32/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN, SISTEM DAN PROSEDUR PENGAWASAN DALAM PENERAPAN STANDAR AUDIT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya harapan masyarakat akan terwujudnya good corporate governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya aparatur negara menjadi faktor kunci bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan hadirnya
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan
Lebih terperinciATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSPEKTORAT JENDERAL ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI INTEGRITAS, PROFESIONAL, SEJAHTERA Budaya Kerja Pola
Lebih terperinciINSPEKTORAT MENJADI APIP YANG EFEKTIF
INSPEKTORAT MENJADI APIP YANG EFEKTIF DALAM PENINGKATAN KUALITAS KINERJA PEMERINTAH DIY PAPARAN INSPEKTUR DIY FORUM SKPD TAHUN 2018 PERAN APIP SEBAGAI AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH Meningkatkan Akuntabilitas
Lebih terperinci