BAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya aparatur negara menjadi faktor kunci bagi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan hadirnya wajah birokrasi yang berkinerja optimal masih belum terpenuhi. Kinerja buruk mengakibatkan rendahnya kualitas layanan publik yang diberikan aparat birokrasi. Dari hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyebutkan, sangat sedikit pemerintah daerah yang mendapat nilai memadai dalam laporan evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah (Kompas, 2012). Kinerja pemerintah memiliki implikasi yang luas terhadap kehidupan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja pemerintah akan dapat memperbaiki iklim investasi yang amat diperlukan oleh bangsa ini agar dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Soekarwo (Gubernur Jawa Timur) mengungkapkan bahwa investor ternyata memantau pelaksanaan pemerintah dalam sebuah provinsi dan mereka tidak ingin menanamkan modalnya jika masih banyak penyelewengan atau pelanggaran dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah tersebut (Akuntan Indonesia Mitra dalam Keberlanjutan, 2011b). Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah wujud nyata penerapan akuntabilitas di Indonesia. 1

2 2 Inpres ini mendefinisikan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan misi dan visi instansi pemerintah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui seperangkat indikator kinerja (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2011). Pelaksanaan evaluasi AKIP difokuskan untuk peningkatan mutu penerapan manajemen berbasis kinerja (Sistem Akuntabiltas Kinerja Intansi Pemerintah) dan peningkatan kinerja instansi pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan instansi pemerintah yang berorientasi pada hasil. Evaluasi atas AKIP harus menyimpulkan hasil penilaian atas fakta objektif instansi pemerintah dalam mengimplementasikan perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2014c). Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa pelaksanaan evaluasi AKIP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) dibantu oleh Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan inspektorat provinsi. Inspektorat provinsi melakukan evaluasi AKIP yang ada di wilayahnya yang penetapannya oleh Kementerian PAN dan RB dan dalam pelaksanaan evaluasi di bawah superivisi Tim Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Pusat yang terdiri dari Kementerian PAN dan RB dan

3 3 Kementerian Dalam Negeri (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2014c). Berdasarkan laporan Hasil Evaluasi AKIP yang di lakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2012), pada tahun 2011 dan 2012 Instansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memperoleh predikat CC yang berarti perlu banyak perbaikan meski tidak mendasar. Begitu pula pada tahun 2013, Instansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memperoleh predikat CC berdasarkan laporan Hasil Evaluasi AKIP yang di lakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Tempo, 2014). Tabel 1.1 Kategori nilai dari evaluasi AKIP No. Predikat Nilai Angka Interpretasi 1. AA > Memuaskan 2. A >75-85 Sangat baik 3. B >65-75 Baik, perlu sedikit perbaikan 4. CC >50-65 Cukup (memadai), perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar 5. C >30-50 Kurang, perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar 6. D 0-30 Sangat Kurang, perlu banyak sekali perbaikan dan perubahan yang sangat mendasar. Sumber: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2014c Dari informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa Instansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama 3 tahun berturut-turut memperoleh predikat CC yang berarti belum mengalami peningkatan kinerja yang signifikan. Tetapi jika dilihat dari laporan Hasil Evaluasi AKIP berdasarkan Surat Kepala Inspektorat Provinsi Jawa

4 4 Barat Nomor /660/X/Inspt tanggal 20 juni 2013 terdapat beberapa instansi yang memperoleh predikat AA (memuaskan), seperti berikut ini: Tabel 1.2 Laporan Hasil Evaluasi AKIP tingkat Provinsi Jawa Barat yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang memperoleh predikat AA No. Instansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Predikat 1. Dinas Perkebunan AA 2. Dinas Olahraga dan Pemuda AA 3. Biro Yansos Setda AA 4. Rumah Sakit Jiwa Cisarua AA Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2013 Namun, menurut Holid Nurmjamil (Pikiran Rakyat, 2012), pengamat dari Pusat Kajian Politik Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Bandung Barat mengatakan bahwa: Posisi inspektorat daerah yang mempunyai hierarki di bawah kepala daerah membuat fungsinya dianggap meragukan. Inspektorat daerah memiliki beban moral ketika berada di bawah kepala daerah. Ketika pengawasan ada di bawah kepala daerah pengawasan kinerja pemerintah daerah tidak akan pernah dianggap objektif. Adanya kesan menutupi kelemahan pemda. Bahkan, sering kali isu yang beredar di publik bahwa inspektorat malah jadi mediator. Bukannya mengawasi kinerja internal pemerintah daerah, tetapi malah jadi media ketika ada penyimpangan. Begitu pula dengan Teteng Kusjiadi, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Solidaritas Masyarakat untuk Kedaulatan Rakyat (LBH SMKR) dalam Radar Tasikmalaya (2014) berharap agar para auditor dari Inspektorat Jawa Barat benarbenar objektif dan tak mudah diintervensi oleh penguasa. Maka dari itu Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prajoso dalam Jawa Pos National Network (2014) mengatakan di

5 5 daerah, ada inspektorat juga, namun fungsinya tidak jalan. Karena setiap objek laporan pengawasannya harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan dalam hal ini kada (kepala daerah). Kalau sudah begitu, alamat tidak bisa ditindaklanjuti lagi apalagi kalau kepala daerahnya terlibat. Untuk mengubah ini salah satu pokoknya adalah memperkuat pengawasan internal pemerintah. Peran inspektorat akan kita perkuat, selain itu seorang irjen akan dengan leluasa mengawasi seorang menteri, inspektur daerah mengawasi kepala daerah. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Provinsi Jawa Tengah, Bambang Adiputranta juga mengemukakan tentang perlunya penguatan inspektorat yang memiliki peran strategis, mengingat Pemerintah memerlukan keberadaan pemeriksa eksternal dan pengawasan internal, agar bisa diperoleh check and balance dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pemeriksa eksternal pemerintah serta pengawasan internal/ Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang diharapkan dapat memberikan early warning dalam tata kelola keuangan negara dan juga menjadi koordinator perbaikan SPI dari hasil audit BPK (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2013). Pentingnya pengawasan juga dikemukakan J.B. Sumarlin yang dikutip oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2004) adalah:

6 6 Tuntutan terhadap kinerja penyelenggaran pemerintahan di era reformasi tidak hanya menginginkan agar cita-cita segara dapat terwujud secara efektif, namun juga menginginkan adanya reformasi di segala bidang, terutama terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean government) dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Good governance mensyaratkan adanya pengawasan yang dilakukan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di bawah lingkup organisasi yang bersangkutan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh unit pengawasan di luar organisasi yang bersangkutan. Mardiasmo (2009) juga mengatakan terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya pemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan di luar pihak eksekutif yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), untuk mengawasi kinerja pemerintahan daerah. Pengendalian adalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen dengan baik, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inspektorat Provinsi merupakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) guna pengawasan intern. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan

7 7 keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance) (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2014). Dengan demikian, dalam tugas inspektorat provinsi sama dengan auditor internal. Audit internal yang dinyatakan oleh International Professional Practices Framework atau IPPF (The Institute of Internal Auditors, 2014) yaitu: Audit internaling is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization s operatons. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. yang artinya: Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance. Jika tindakan evaluasi berhasil dalam meningkatkan kinerja unit, maka berarti menunjang kearah perbaikan kinerja organisasi secara keseluruhan. Tanpa fungsi audit internal, pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja organisasi.

8 8 Inspektorat Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan evaluasi AKIP harus menggunakan professional judgement-nya dengan mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi pada setiap kriteria, dan didukung dengan suatu kertas kerja evaluasi (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2014c). Maka, untuk menjaga profesionalisme inspektorat provinsi sebagai salah satu APIP harus mematuhi kode etik yang di atur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Kode etik ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pelaksanaan audit sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2014a). Dengan demikian, untuk memperoleh hasil pengawasan yang optimal, pastinya para pengawas dituntut memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi. Dapat memberi masukan-masukan yang diperlukan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam upaya pelaksanaan pengelolaan instansi yang memenuhi prinsip-prinsip efisiensi serta mengamankan kekayaan instansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku adalah misi satuan pengawasan internal dalam manajemen instansi. Sehingga informasi berupa rekomendasi harus praktis, layak, memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat, bersifat korektif dan konstruktif, juga harus dapat diterapkan serta menghindari hal-hal yang tidak di inginkan untuk antisipasi dimasa yang akan datang.

9 9 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Profesionalisme Auditor internal dan pengaruhnya terhadap Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Penulis menyusun penelitian ini dalam sebuah usulan penelitian dengan judul : PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT) Rumusan Masalah Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana profesionalisme auditor internal di Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat di Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 3. Bagaimana pengaruh profesionalisme auditor internal Inspektorat Provinsi Jawa Barat terhadap peningkatan akuntabilitas kinerja intansi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana profesionalisme auditor internal di Inspektorat Provinsi Jawa Barat.

10 10 2. Untuk mengetahui bagaimana akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat di Inspektorat Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh profesionalisme auditor internal Inspektorat Provinsi Jawa Barat terhadap peningkatan akuntabilitas kinerja intansi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat Manfaat Penelitian SecaraTeori Secara teori penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis karena dapat memberikan pemahaman mengenai profesionalisme auditor internal terhadap peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2. Penelitian ini memberikan masukan bagi instansi pemerintah berupa infomasi kepada Inspektorat Provinsi Jawa Barat, khususnya auditor internal dan pimpinan untuk memberikan gambaran mengenai pentinganya peranan pengawasan daerah dalam menunjang peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 3. Penelitian ini diharapkan akan menyumbangkan pemikiran bagi mata kuliah Audit Internal serta Akuntansi Sektor Publik tentang profesionalisme auditor internal pada sektor publik dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

11 Secara Praktis Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi auditor dalam peningkatan profesionalisme auditor internal agar dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang bersih dan berwibawa serta tertib dan teratur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehingga dapat meningkatakan pelaksanaan pemerintah yang lebih baik (good governance). 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk keperluan penyusunan skripsi ini, penulis mengadakan penelitian di Inspektorat Provinsi Jawa Barat di Jl. Surapati No. 4 Bandung, adapun waktu penelitian dimulai pada bulan Juni tahun 2014 sampai dengan Juli 2014.