II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2012 perkebunan kelapa sawit di Indonesia seluas ha, yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2012 perkebunan kelapa sawit di Indonesia seluas ha, yang"

Transkripsi

1 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Kebutuhan masyarakat dunia yang terus meningkat akan minyak kelapa sawit menjadikan pembangunan industri kelapa sawit di Indonesia semakin pesat. Pada tahun 2012 perkebunan kelapa sawit di Indonesia seluas ha, yang mayoritas dimiliki perkebunan swasta dan pemerintah. Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi banyak faktor, seperti lingkungan, genetis dan teknis agronomi. Ketiga faktor tersebut saling terkait didalam menunjang pertumbuhan tanaman. Untuk mengharapkan produksi kelapa sawit melalui CPO yang maksimal, maka ketiga faktor tersebut harus selalu dalam kondisi optimal. Faktor teknis (budidaya) merupakan salah satu faktor yang biasanya menjadi titik lemah dari pencapaian produksi CPO. Hal ini disebabkan pola tanam, pemupukan yang tidak berimbang dan adanya serangan hama penyakit. Pesatnya penambahan luas perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan cara penambahan areal melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi. Program intensifikasi dilakukan melalui pergantian tanaman dan peremajaan tanaman tua yang menyebabkan adanya gangguan hama (khususnya kumbang tanduk) akan semakin meningkat seiring dengan tersedianya bahan organik sebagai media hidup dari kumbang (Turner dan Gillbanks, 2003) Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) O. rhinocerosmerupakan salah satu hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh adanya peremajaan tanaman (khususnya dengan sistem under planting), pohon mati akibat serangan penyakit busuk pangkal

2 batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma boninense dan adanya aplikasi jankos pada areal tanaman kelapa sawit baik di TBM maupun di TM (Dongoran et al., 2010). Serangan O. rhinoceros dapat terjadi pada areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) dan serangan berat dapat menyebabkan tanaman menjadi rusak atau menimbulkan kematian (Cahyasiwi et al., 2010 ; Dongoran et al., 2010). Kumbang Oryctes aktif mulai senja sampai malam hari guna mencari makan(sampai dengan pukul 21.00). Tanaman yang banyak mengalami serangan ialah tanaman yang baru dipindah tanam, terutama pada areal yang dekat perkampungan dan bersemak atau banyak tanaman kelapa (Sudharto et al.,2006). Kumbang hinggap pada pelepah daun yang agak muda, kemudian mulai menyerang bakal daun muda dan titik tumbuhmelalui pelepah. Kumbang menggerek ke dalam kumpulan daun yang akan tumbuh yang menyebabkan daunmenjadi rusak (Cahyasiwi et al., 2010). O. rhinoceros utamanya menyerang atau memakan titik tumbuh tanaman dan dapat menimbulkan kematian tanaman dengan gejala serangan sebagai berikut : 1. Adanya lubang bekas gerekan kumbang pada bagian pangkal pelepah muda tanaman. 2. Tunas tanaman di pembibitan menjadi kering karena gerekan dibagian pangkalnya. 3. Pelepah terlihat terpuntir sehingga posisinya tampak tidak beraturan. 4. Pelepah muda yang baru tumbuh daunnya terlihat seperti kipas. 5. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM), pelepah muda mengering diantara daun tua yang menghijau. 7

3 Serangan O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun 1 mencapai 60% dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25% (Buana et al., 2006).Serangan pada tanaman muda sangat berbahaya jika serangan mencapai titik tumbuh. Areal tanaman yang banyak terserang dapat mengurangi produksi sebesar 0,2-0,3 ton/ha selama 18 bulan panen tahun pertama (Sudharto et al.,2006). Pengendalian O. rhinoceros berpusat pada tindakan preventif denganmenghilangkan tempat breeding site,mengumpulkan larva dan pupa serta mengeluarkan kumbang dari lubang gerekan (Cahyasiwi et al., 2010 ; Susanto et al., 2010) Biologi O. rhinoceros O. rhinoceros meletakkan telurnya pada batang kelapa sawit, pupuk kandang, kompos, dan bahan organik yang sedang membusuk atau melapuk.telur yang baru diletakkan berbentuk lonjong dan berubah menjadi bentuk oval, saat telur berumur satu minggu memiliki ukuran panjang 4,75-5,80 mm dan lebar 2,95-3,25 mm serta berdiameter 3-4 mm. Telur berwarna putih dan menjelang menetas berubah menjadi keabu-abuan, periode telur berlangsung selama hari (Bedford, 1976 dalam Marheni, 2012). Larva berupa uret yang baru menetas berwarna putih kemudian berubah menjadi kuning dan menjelang pergantian kulit menjadi kuning kecoklatan. Larva instar satu (L 1 ) berukuran panjang 7-8 mm dan larva instar tiga (L 3 ) memiliki panjang mencapai mm dengan lebar 25 mm. Pada pakan tankos stadia L 1 berumur rata-rata 16,0±3,37 hari, L 2 20,67±2,97 hari dan L 3 65,95±2,76 hari.sedangkan pada pakan batang kelapa sawit L 1 berumur rata-rata 23,43±2,62 8

4 hari, L 2 33,60±3,70 hari dan L 3 94,10±4,33 hari (Marheni, 2012). Lamanya fase larva sangat bervariasi tergantung pada kualitas makanan, namun secara umum stadia larva pada batang kelapa sawit berkisar hari (Norman et al., 2004). Pupa berwarna kuning coklat dengan panjang ± 5 cm dan lebar ± 2.5 cm. Pada pupa sudah tampak bakal kepala, sayap, pronotune, abdomen dan tungkai dengan lama stadia pupa antara hari (Sudharto et al.,2006). Kumbang O. rhinoceros yang baru keluar dari pupa tidak segera aktif tetapi masih tetap tinggal di dalam kokon selama hari tanpa makan. Kumbang yang masih belum aktif ini disebut praimago. Kumbang berwarna coklat hitam dengan permukaan sayap depan kasar dan tidak mengkilap. Panjang tubuh kumbang 3-5 cm dan lebar ± 2 cm. Setelah kumbang keluar dari rumah kepompong, langsung terbang menuju pucuk kelapa sawit untuk mencari pakan. Kumbang jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat ujung abdomennya. Kumbang jantan mempunyai ujung abdomen yang relatif halus,sedangkan kumbang betina ujung abdomennya mempunyai rambut yang lebih banyak dan lebih panjang dibandingkan dengan jantan(norman et al., 2004) serta kumbang betina memiliki antena lebih panjang dari jantan, yakni 8.962±1.642 sensillum/mm 2 dan 8.665±1.254 sensillum/mm 2 untuk kumbang jantan (Renou et al dalam Marheni, 2012). Fase siklus hidup O. rhinoceros dapat dilihat pada Gambar Kerusakan akibat serangan O. rhinoceros Produktivitas kelapa sawit selain ditentukan oleh bahan tanaman yang unggul, kesesuaian lahan, iklim dan tindakan kultur teknis khususnya 9

5 pemupukan,serta adanya serangan hama dan penyakit. Serangan O. rhinoceros semakin berat karena media berkembangbiak yang sangat melimpah yaitu batang kelapa sawit hasil peremajaan yang telah membusuk pada ribuan hektar lahan peremajaan kelapa sawit dan jutaan ton tandan kelapa sawit di setiap tahunnya. Serangan O. rhinoceros pada kelapa sawit tidak hanya menyerang pada tanaman belum menghasilkan (TBM) tetapi dapat juga menyerang tanaman menghasilkan (TM) (Hutauruk, 2002), yang secara langsung akan berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Intensitas serangan bervariasi dari ringan sampai berat yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman kelapa sawit menghasilkan sebesar 13% (Sudharto et al., 2006). Kerusakan O. rhinoceros pada tahap TBM dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 40-92% pada panen di tahun pertama (Chung et al., 1999). A B D C Gambar1. Oryctes rhinoceros (A) Telur, (B) Larva, (C) Pupa dan (D) Imago Serangan O. rhinoceros umumnya akan menimbulkan kerugian pada areal peremajaan walaupun kematian jarang ditemukan, akan tetapi akibat serangan tersebutmenyebabkan tanaman menjadi sangat terhambat pertumbuhannya 10

6 sehingga dapat menunda masa panen (Cahyasiwi et al., 2010). Kemunduran masa produksi ini berkorelasi dengan tingkat serangan, pada serangan ringan produksi mundur 5-6 bulan, serangan sedang mundur 1 tahun dan serangan berat mundur 2,5 tahun (Sudharto et al.,2006). Tanaman dapat sembuh dari serangan pertama kali, akan tetapi setelah tiga kali serangan secara berturut-turut menyebabkan tanaman menjadi rusak dan akan menyebabkan kehilangan daun tombak dan biasanya tanaman tersebut harus diganti. Kerusakan seperti ini mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat (Susanto et al., 2010). Hutauruk (2002) mengatakan bahwa pada batang sawit yang sudah mengalami pembusukan terdapat larva O. rhinocerospada areal tanpa penutup tanah dan ekor/batang dengan penutup tanah. Jumlah larva yang begitu besar pada akhirnya merupakan sumber hama yang sangat besar terhadap tanaman disekitarnya. Penanaman kacangan penutup tanah dilakukan untuk mengurangi perkembangan O. rhinoceros pada batang kelapa sawit tua yang belum membusuk Pengendalian O. rhinoceros Serangan O. rhinoceros dapat dikendalikan dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian, seperti pengendalian secara fisik atau manual, perangkap, hayati dan kimia (Susanto et al., 2010 ; Cahyasiwi, 2010). 11

7 Pengendalian secara fisik Pengendalian secara fisik biasanya dilakukan dengan melakukan pengutipan larva dan imago O. rhinoceros. Pengutipan dilakukan dengan membongkar tumpukan batang kelapa sawit atau janjangan kosong tempat breedingsite sedangkan pengutipan imago dilakukan dengan mengambil kumbang yang lengket pada daun tanaman menggunakan pengait yang dibengkokkan ujungnya (Susanto et al., 2010). Pembongkaran tempat perkembangbiakan O. rhinocerosdilakukan dengan pembelahan batang kelapa sawit yang sedang membusuk, pembongkaran sisa batang kelapa sawit yang telah dicincang bertujuan untuk mengumpulkan larva, pupa dan praimago. Pengendalian secara fisik menggunakan tenaga kerja yang sangat banyak sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar Pengendalian dengan perangkap Pengendalian menggunakan perangkap biasanya dilakukan dengan menggunakan feromon dan cahaya. Feromon yang digunakan merupakan senyawa kimia dari ethyl-4-methyl oktanoat dan senyawa ini dapat bertahan hingga 3 bulan dilapangan (Susanto et al., 2007). Feromon ditempatkan diwadah perangkap yang terbuat dari seng, kemudian wadah tersebut ditempatkan di areal penanaman baru (TBM 1-3) dengan jarak 1 perangkap feromon/2 ha dan feromon dapat diganti setelah 3 bulan (Prasetyo et al., 2009). Pengendalian dengan perangkap cahaya dilakukan pada malam hariagar kumbang O. rhinoceros mendatangi lampu dan akhirnya tertangkap oleh jaring. Aplikasi perangkap cahaya dan jaring biasanya dilakukan pada saat populasi O. rhinoceros tinggi (Rozziansha et al., 2014). 12

8 Pengendalian denganmenggunakan perangkap jaring membutuhkan biaya yang sangat mahal, untuk biaya pembelian bahan dan tenaga kerja Pengendalian secara kimia Pengendalian secara kimia dilakukan dengan cara menyemprot dan menaburkan insektisida pada daun atau pupus tanaman. Pengendalian ini selain membutuhkan biaya yang sangat besar juga dapat menyebabkan matinya serangga penyerbuk kelapa sawit (Elaeidobius kamerunicus) dan serangga bermanfaat lainnya. Penggunaan insektisida kimia berbahan aktif diazinon, cypermetrin, karbofuran diketahui dapat mengendalikan O. rhinoceros(dongoranet al., 2010), namun penggunaan insektisida berbahan aktif karbofuran maupun karbaril untuk mengendalikan O. rhinoceros dapat mengakibatkan tercemarnya lingkungan. Chong et al. (2007) mengatakan aplikasi insektisida cypermetrin secara berturut turut selama 3 bulan dapat menurunkan serangan baru O. rhinoceros dari 8,9% menjadi 4,4%. Negrisoli et al. (2010) mengatakan bahwa penggunaan insektisida berbahan aktif deltametrin, cypermetrin, klorpirifos, triazofos dapat mengakibatkan menurunnya keefektifan nematoda entomopatogen S. carpocapsae dan S. glaseri Pengendalian hayati Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami dari O. rhinoceros, seperti predator,parasitoid dan patogen. Mikroorganisme alami (entomopatogen) yang dapat menyerang O. rhinocerosdiantaranya adalah jamur Metarhizium anisopliae,virus Baculovirus oryctes dan nematoda (Moslim, 2007 ; 13

9 Dongoran et al., 2010 ; Abidin et al., 2014). Baculovirus yang digunakan menyebabkan terjadinya pengurangan atau perpendekan umur kumbang O. rhinoceros serta terjadinya penurunan populasi larva O. rhinoceros sebesar 24,3% setelah 12 bulan diaplikasi (Prasad et al., 2008). Novilih, (2010) mengatakan di antara organisme menguntungkan tersebut yang banyak dipergunakan dalam pengendalian hayati adalah nematoda entomopatogens (NEP) dan NEP sudah dipergunakan untuk pengendalian serangga, tungau dan moluska pada tanaman pertanian, kehutanan dan kesehatan (Yeates, 2004) dan S. carpocapsae memiliki potensi yang besar sebagai entomopatogen untuk banyak serangga hama (Shahina dan Tabassum, 2010). Interaksi dan kompetisi antara nematoda entomopatogen dengan agens hayati lainnya (virus, bakteri, jamur) berlangsung secara langsung dan tidak langsung dalam hal berkompetisi di dalam mencari inang (Kaya, 2002) Nematoda Entomopatogen (NEP) Nematoda entomopatogen (NEP) adalah agens hayati dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Adam dan Nguyen, 2002 ; Nguyen dan Smart, 2004)yang memiliki virulensi sangat kuat terhadap berbagai serangga (Subagiya, 2005). NEP dapat diproduksi secara massal baik dengan cara in vivo maupun in vitro dan perbanyakan in vivo biasanya dilakukan pada larva Tenebrio molitor, Galerria mellonella (Ehlers dan Shapiro, 2005). Saat juvenil infektif (ji) menginfeksi serangga inang kemungkinan di dalam tubuh inang tersebut terdapat bakteri yang mematikan (Kaya, 2002). NEP membunuh serangga inang dengan bantuan bakteri simbiotik (Prabowo dan Indrayani, 2009) yang dibawa dalam saluran pencernaan (intestine) dan nematoda Steinernema berasosiasi dengan 14

10 bakteri Xenorhabdus (Kaya, 2002 ; Adam dan Nguyen, 2002 ; Boemare, 2002). Tanpa bakteri simbion di dalam serangga inang nematoda tidak akan dapat bereproduksi karena bakteri simbion berfungsi sebagai makanan yang sangat diperlukan oleh nematoda (Ehlers, 2001). Bakteri Xenorhabdus menghasilkan enzim lechitinase, protease dan entomotoksin yang mempengaruhi proses kematian serangga (Boemare, 2002), dan ini berguna untuk pertumbuhan dan reproduksi Steinernema spp. sampai ketersediaan makanan berkurang dan saat itu nematoda menjadi juvenil infektif (Forst dan Clarke, 2002). Juvenil infektif yang hidup bebas (free living), masuk ke dalam tubuh inang melalui lubang alami, seperti mulut anus, spirakel dan kutikula (Dowds dan Arne, 2002 ; Tanada dan Kaya, 1993). Stadia juvenil infektif (ji) menyimpan cadangan makan di dalam tubuhnya untuk melakukan mobilitas dan aktivitasnya serta menginfeksi inang. Selama belum menemukan inang, daya tahan tubuh nematoda tergantung kepada ketersediaan cadangan makanan yang dimilikinya. Penipisan cadangan makanan ini selain menyebabkan penurunan viabilitas juga dapat menurunkan efektivitas nematoda (Sulistyanto, 2010). Bakteri berkembang biak dengan cepat di dalam hemolimfa serangga inang dan membunuh inang dalam waktu jam dengan septicaemia. Nematoda berubah menjadi JI 3 kemudian JI 4 dan menjadi nematoda jantan atau betina dari generasi pertama. Nematoda betina meletakkan telur di dalam tubuh induknya dan telur menetas serta berubah menjadi JI 2 sampai JI 4 pada generasi kedua. Reproduksi nematoda pada serangga inang biasanya dalam 2-3 generasi dan bila pasokan makanan terbatas maka telur yang dihasilkan langsung menjadi juvenil infektif dan dapat bertahan hidup beberapa bulan tanpa 15

11 ada makan (Adam dan Nguyen, 2002). Kumar et al. (2011) mengatakan ada 3 fungsi bakteri Xenorhabdus pada nematoda Steinernema, yaitu : membunuh serangga inang dengan cepat, memproduksi nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan nematoda dan kolonisasi pertumbuhan juvenil infektif nematoda Strategi nematoda dalam mencari inang (foraging behaviour) berbeda beda, S. carpocapsae selalu berada di atas permukaan tanah dan menggunakan taktik sit and wait (ambusher) dan akan menginfeksi serangga inang yang umumnya aktif bergerak (Sulistyanto, 2010). Gaugler (2002) mengatakan kemampuan S. carpocapsae yang secara aktif mencari serangga inang, memiliki potensi reproduksi yang tinggi serta dapat diproduksi secara massal, membuat nematoda sangat cocok untuk dikembangkan sebagai alternatif agens hayati yang ramah lingkungan. Sulistyanto dan Ehlers (1998) menyatakan bahwa patogenisitas nematoda dengan bakteri simbion seperti permainan musik instrumen dimana patogenisitas dimulai saat nematoda menemukan inang dan menaklukan pertahanan inang kemudian dilanjutkan pada penetrasi bakteri, namun banyak ji yang mencapai T. molitor gagal dalam menginfeksi inang. Salah satu hal yang paling penting di dalam pengendalian hayati adalah keakuratan mengidentifikasi hama dan menguntungkan bagi manusia serta tidak mematikan organisme yang ada. Hal ini memiliki dampak langsung terhadap penentuan rentang geografis serta perizinan penggunaan agenshayati (Schauff danlasalle, 1998). Penggunaan S. carpocapsae dengan dosis 800 ji/larva dapat mematikan L 1 dan L 2 O.rhinoceros sebanyak 86.7% dan L 3 sebanyak 100%setelah 144 jam diaplikasi (Novilih, 2010). 16

12 Biologi nematoda Steinernema sp. Nematoda Steinernema sp. adalah agens hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama. Teknik pengendalian hama ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida karena memiliki inang yang luas serta mudah dikembangbiakkan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang tinggi. Nguyen dan Smart (2004) mengatakan bahwa Steinernema sp. dapat menginfeksi lebih dari 250 spesies serangga yang berasal dari 75 famili. Nematoda Steinernema sp. mempunyai siklus hidup yang sangat sederhana yakni dari telur, juvenil, dewasa. Juvenil instar pertama keluar dari telur dan menjadi ji yang dapat menginfeksi inangnya. Stadia juvenil terdiri dari tiga instar yaitu JI 1, JI 2 dan JI 3. Stadia infektif nematoda adalah pada JI 3 yang secara morfologis dan fisiologis dapat hidup untuk waktu yang lama sebelum mendapat inang (Nguyen dan Smart, 2004) Morfologi nematoda Steinernema sp. Karakteristik dari NEP Steinernema sp. dapat dilihat pada kepala yang berbentuk sedikit bulat, memiliki 6 bibir (labial) dan setiap papilla labial tersebut memiliki perbedaan satu sama lainnya, memiliki 4 cephalic papila dan ukuran amphids kecil.stoma berkurang,pendek dan lebardengan dinding sclerotic mencolok, oesophagus berada di usus. Saraf cincin biasanya berada di sekitar isthimus atau di bagian anteriorbasal. Ekskretoris pori pori terbuka dengan waktu yang berbeda (Boemare, 2002). 17

13 Steinernemasp. betina memiliki panjang tubuh µm, lebar µm, panjang stomata 7-12 µm, lebar stomata 5,0-8,5 µm, panjang ekor µm, lebar vulva µm. Untuk stadia juvenil infentif, panjang tubuh µm, lebar µm, panjang ekor µm (Stock, 1993). Steinernemasp. betina memiliki ovari bertipe amphidelphic yang tumbuh dari arah anterior ke posterior, vulva terletak pada bagian tengah panjang tubuhnya. Dewasa betina dengan ovarium terbuka, vaginapendek, berotot. Vulva terletak didekattengah tubuh, dengan atau tanpa bibir menonjolbibir dan epiptyma bisa ada bisa tidak (Gambar 2). Gambar 2. SEM Steinernemasp. betina. (A) muka (B) daerah vulva (C) daerah vulva menunjukkan epiptygma. (D) ekor. (Dimodifikasi dari Nguyen dan Smart, 1996.) Sumber : Nguyen dan Smart, (2004). Dewasa jantan monorchic dengan testis melipat spikula berbentuk simetris dan terdapat gubernakulum dengan midventral tunggal dan pasang genital 18

14 papilla dan 7-10 precloacal serta ekor bulat atau digital mucronat (Gambar 3). JI 3 dengan stoma terbuka, kutikula annual dengan 6-8 gundukan di punggungnya. oesophagus berada di usus. Gambar 3.SEM Steinernemasp. jantan (A) Kepala menunjukkan papila labial dan cephalic.(b) spikula. (C) Gubemaculum menunjukkan Y berbentuk cuneus. (D) Ventral pandanganekor jantan menunjukkan papila dan tips spikula. (E), (F) ekor jantan dengan tujuh dan sepuluhpreanal papila. (Dimodifikasi dari Nguyen dan Smart, 1996). Sumber : Nguyen dan Smart, (2004). 19

15 Ekologi nematoda Steinernema sp. Lingkungan yang sesuai merupakan faktor utama bagi perkembangbiakan nematoda. Kemampuan nematoda untuk menyebar, mempertahankan diri, menemukan inang dan bereproduksi dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu tanah (Gaugler, 2001). Kelembaban merupakan syarat penting untuk bertahan hidup dalam habitat mikro nematoda, pada kelembaban relatif 26-27%, suhu 22 o C, ji hanya bertahan selama 3 jam. Pada kelembaban 70-80%, nematoda dapat bertahan hidup sampai 20 hari (Nguyen dan Smart, 2004).Nematoda yang terdapat di dalam tubuh inang akan beradaptasi secara biologi dan perilaku, Yeates (2004) mengatakan bahwa adaptasi perilaku nematoda berkaitan dengan kondisi lingkungan yang meliputi proses : a. Habitat inang, terdiri dari makanan, air dan suhu. b. Oksigen c. Media hidup d. Perilaku habitat spesifik e. Perilaku biogeografis Mekanisme menginfeksi nematoda Steinernema sp. Nematoda patogen serangga menginfeksi inang dengan cara memasuki lubang alami seperti spirakel, mulut dan anus serta melakukan penetrasi langsung dengan menembus kutikula. Infeksi nematoda Steinernema sp. sebagian besar melalui serangga inangnya masuk ke dalam saluran pencernaan selanjutnya menuju hemosel. Selanjutnya bakteri (Xenorhabdus) dilepaskan melalui anus yang menyebabkan keracunan dan kematian inang (Subagiya, 2005). Mekanisme patogenisitas nematoda entomopatogen secara umum dilakukan melalui tiga 20

16 tahap, yaitu invasi, evasi dan toksikogenesis. Invasi merupakan proses terjadinya penetrasi nematoda entomopatogen ke dalam tubuh serangga inang melalui kutikula dan lubang alami, seperti mulut, anus, spirakel dan stigma. Evasi adalah tahap nematoda mengeluarkan baktei simbion di dalam tubuh serangga inang sedangkan toksikogenesis merupakan tahapan bakteri simbion menghasilkan toksin sehingga dapat menyebabkan kematian pada serangga inang (Sulistyanto, 2010). Bakteri Xenorhabdus menghasilkan enzim Lechitinase, Protease dan entomotoksin (hydrocyl dan acetoxyl) yang berfungsi merusak hemocel dan menghambat senyawa Prophenoloxidase yang berfungsi sebagai ketahanan internal serangga (Simoes dan Rosa, 1996). Bakteri juga akan menghasilkan toksin di dalam hemocel serangga yang dapat menyebabkan kematian pada serangga apabila mekanisme pertahanan tubuh serangga tidak berhasil dalam mengatasi kompleksitas simbiose nematoda-bakteri (Boemare, et al. 1996). Nematoda diberi makan oleh bakteri dari jaringan inang dan berkembang dengan cepat hingga dewasa, kemudian nematoda memasuki masa reproduksi dan menghasilkan telur. Semua nutrient (sterol) yang ada dalam tubuh inang akan menjadi sumber makanannya (Bilgrami dan Gaugler, 2004), namun nematoda juga dapat membunuh serangga inang tanpa adanya bakteri meski sanagat lambat dan tidak akan dapat bereproduksi (Sulistyanto, 2010). Selanjutnya nematoda akan berkembang menjadi generasi kedua dan ketiga yang akan keluar lagi dari bangkai inang dan mencari inang baru (Yeates, 2004).Secara umum gejala atau tanda inang yang terinfeksi oleh nematoda entomopatogen adalah serangga akan berhenti bergerak dan makan serta terjadi perubahan warna kutikula. 21

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen 3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super

Lebih terperinci

Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros. Weiser (1991) mengemukakan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae

Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros. Weiser (1991) mengemukakan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros Oleh: Erna Zahro in dan Presti Mardiyani P. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman perkebunan (BBPPTP) Surabaya Heterorhabditis sp.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS- BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Patogenisitas Nematoda Entomopatogen dengan Berbagai Konsentrasi Terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura Mortalitas merupakan indikator patogenisitas nematoda entomopatogen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk telur lonjong, warna putih, panjang 3-4 mm, lebar 2-3 mm. Ratarata

TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk telur lonjong, warna putih, panjang 3-4 mm, lebar 2-3 mm. Ratarata TINJAUAN PUSTAKA Biologi O. rhinoceros L. berikut : Klasifikasi kumbang badak menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom : Animalia Phylum Class Ordo Family Genus : Arthropoda : Insecta : Coleoptera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros L. berikut : Sistematika dari O. rhinoceros menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat 7 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : Animalia; Filum: Arthropoda;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI & PENANGGULANGAN HAMA KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros) NO. ISK/AGR-KBN/29 Status Dokumen No. Distribusi DISAHKAN Pada tanggal 25 Februari 2015 Dimpos Giarto V. Tampubolon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes

Lebih terperinci

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG TEKANAN Metarhizium anisopliae DAN FEROMON TERHADAP POPULASI DAN TINGKAT KERUSAKAN OLEH Oryctes rhinoceros PADA TANAMAN KELAPA di Desa Pulorejo Kec Ngoro, Kab. Jombang Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Pertama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama adalah organisme yang menginfeksi tanaman dan merusaknya sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran. Infeksi hama dan penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur APLIKASI TEKNOLOGI PRODUKSI MASSAL NEMATODA ENTOMOPATOGEN SEBAGAI BIOPESTISIDA HAMA WERENG PADA KELOMPOK TANI PADI DI KECAMATAN REMBANG, KABUPATEN PASURUAN Sri Rahayuningtias dan Nugrohorini Progdi Agroteknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Ika Ratmawati, SP. POPT Ahli Muda Pendahuluan Alunan lagu nyiur hijau menggambarkan betapa indahnya tanaman kelapa yang berbuah lebat dan melambaikan nyiurnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat berpotensi dalam perdagangan buah tropik yang menempati urutan kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa

Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa Oleh : Rudy Trisnadi,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BERBAGAI MEDIA PAKAN BUATAN

KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BERBAGAI MEDIA PAKAN BUATAN KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BERBAGAI MEDIA PAKAN BUATAN skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi Oleh Meinita Eka Haryani 4411410015 JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Bahan Aktif IGR terhadap Viabilitas Steinernema spp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Bahan Aktif IGR terhadap Viabilitas Steinernema spp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Bahan Aktif IGR terhadap Viabilitas Steinernema spp. Salah satu keunggulan dari nematoda entomopatogen adalah dapat diaplikasikan bersama dengan beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in

TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in Perbanyakan Nematoda Entomopatogen Perbanyakan nematoda entomopatogen dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah

Lebih terperinci

Berburu Kwangwung Di Sarangnya

Berburu Kwangwung Di Sarangnya PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Berburu Kwangwung Di Sarangnya Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Sudah puluhan

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

KERAGAMANTANAMAN DANPRODUKSI KELAPASAWIT PTPERKEBUNANNUSANTARAV

KERAGAMANTANAMAN DANPRODUKSI KELAPASAWIT PTPERKEBUNANNUSANTARAV ALBUM FOTO http://www.riaupos.co/ KERAGAMANTANAMAN DANPRODUKSI KELAPASAWIT PTPERKEBUNANNUSANTARAV 2 JUNI 2014 2 3 KATAPENGANTAR PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) Persero merupakan salah satu perkebunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) berat dan tanaman dapat mati. Apabila hama ini dapat bertahan dalam areal

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) berat dan tanaman dapat mati. Apabila hama ini dapat bertahan dalam areal TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) Kumbang tanduk O. rhinoceros merupakan hama utama pertanaman kelapa sawit muda, terutama pertanaman ulang di areal sebelumnya terserang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 N ematoda Entomopatogen - ISBN

I. PENDAHULUAN. 1 N ematoda Entomopatogen - ISBN I. PENDAHULUAN Salah satu kebutuhan bahan pokok penduduk Indonesia adalah pangan. Salah satu kendala utama produksi pangan adalah serangan serangga hama. Disamping menurunkan produksi, serangan hama juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam sistematika klasifikasi, Menurut Nugroho (2013) Spodoptera

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam sistematika klasifikasi, Menurut Nugroho (2013) Spodoptera BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Hama Spodoptera litura Dalam sistematika klasifikasi, Menurut Nugroho (2013) Spodoptera litura dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia Filum Arthropoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode dalam pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

SERANGAN RHYNCOPHORUS FERRUGENIUS DI WILAYAH JAWA TIMUR

SERANGAN RHYNCOPHORUS FERRUGENIUS DI WILAYAH JAWA TIMUR SERANGAN RHYNCOPHORUS FERRUGENIUS DI Gambar 1 Pohon Kelapa Sumber : Yuliyanto, 2013 WILAYAH JAWA TIMUR Yudi Yuliyanto, SP. dan Dina Ernawati, SP. Kelapa yang dalam bahasa latin dikenal dengan nama Cocos

Lebih terperinci

EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR. Oleh : Nugrohorini 1)

EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR. Oleh : Nugrohorini 1) 132 Jurnal Pertanian MAPETA, ISSN : 1411-2817, Vol. XII. No. 2. April 2010 : 72-144 EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR Oleh : Nugrohorini 1) ABSTRACT Entomopatogenic

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci