II. TINJAUAN PUSTAKA. batang dan daun sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi dkk, 2007). 1. Bagian vegetatif a. Akar Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Akar tanaman kelapa sawit berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh kebawah dan kesamping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuarter. Akar primer tumbuh kebawah didalam tanah sampai permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju kelapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Akar tertier dan kuarter merupakan bagian perakaran paling dekat dengan permukaan tanah. Kedua jenis akar ini banyak di tumbuhi bulu-bulu halus yang dilindungi oleh tudung akar (kaliptra). Bulu-bulu tersebut paling efektif dalam menyerap air, udara dan unsur hara dari dalam tanah. Kedua akar ini paling banyak ditemukan 2-2,5 m dari pangkal batang sebagian berada diluar piringan. Pada bagian ini tanahnya akan lebih remah dan lembab sehingga merupakan lokasi yang paling sesuai untuk penyebaran pupuk. 3

2 b. Batang Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak dipucuk batang, terbenam didalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter cm/tahun. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara m, sedangkan yang di alami mencapai 30 m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan dan iklim setempat. c. Daun Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara helai. 2. Bagian Generatif a. Bunga Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman, dari masing-masing terangkai dalam dalam satu tandan. 4

3 b. Buah Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan tumuh subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur 3,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan hingga buah matang dan siap panen kurang lebih 5 6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya. Buah berukuran sekitar 2 5 cm berbentuk oval. B. Hama Kumbang Tanduk pada Tanaman Kelapa Sawit Kumbang tanduk merupakan serangga yang menyerang tanaman kelapa sawit. Umumnya kelompok serangga berguna (Helful or beneficial insect) dan serangga merugikan (Harmful or injerous insect). Serangga merugikan terdiri dari : a. Poisonous insect seperti ulat bara/ulat api, lebah. b. Pest yaitu crop pest seperti serangga hama pada tanaman yang dibudidayakan. c. Pinat pest seperti serangga ham pada tanamn hutan atau tanaman lainnya. d. Stored groin pest seperti serangga hama gudang. e. House hold pest seperti serangga hama pada rumah tangga, contoh hama serangga kecoa. f. Domestic animal pest seperti hama pada luka yang diderita hewan ternak. g. Disease pest seperti serangga yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun faktor penyakit. 1. Terjadinya Hama 5

4 Penyebab terjadinya hama menurut Susniahti, dkk (2005) adalah sebagai berikut : a. Perubahan Lingkungan Pada ekosistem alami makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan tanpa diimbangi oleh musuh alaminya. b. Perpindahan Tempat Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Secara pasif dilakukan oleh faktor lain seperti, tertiup angin atau oleh manusia. Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan cepat bila faktor lingkungan mendukungnya. c. Aplikasi Insektisida Yang Tidak Bijaksana Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Resistensi terhadap insektisida dapat terjadi kalau digunakan jenis insektisida yang lama (bahan aktif yang sama atau kelompok senyawa yang sama) secara terusmenerus, terutama dosis yang digunakan tidak tepat (dosis sublethal). Pada populasi serangga di alam terjadi keragaman genetik antara individunya. 6

5 Ada individu yang tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan insektisida jenis yang sama terus-menerus maka individu yang ada dalam populasi tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan. Apabila serangga tersebut berkembang biak dan masih digunakan insektisida yang sama dengan dosis yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin banyak demikian seterusnya. Resurgensi adalah peningkatan jumlah populasi serangga yang terjadi. Setelah aplikasi insektisida, populasi serangga yang mula-mula rendah kemudian meningkat lagi dengan cepat melebihi tingkat populasi sebelum aplikasi insektisida. Pennyebab utama terjadinya resurgensi adalah terbunuhnya musuh alami serangga hama tersebut pada waktu aplikasi insektisida. Musuh alami tanaman yang sama. Sehingga serangga hama tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar sehingga diperlukan strategi pengendaliannya. Secondery pest/potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti, tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangga sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama utama. Includently pes/occasional pest adalah hama yang menyebabkan kerusakan tanaman sangat kecil/kurang berarti tetapi sewaktu-waktu populasinya dapat meningkat dan akan menimbulkan kerusakan ekonomi pada tanaman. 2. Hama Kumbang Tanduk 7

6 Kumbang tanduk (O. rhinoceros) merupakan hama utama tanaman kelapa sawit muda, terutama tanaman ulang di areal sebelumnya terserang berat dan tanaman dapat mati. Apabila hama ini dapat bertahan dalam areal tanaman maka hasil tanaman akan menurun, bahkan pada saat awal produksinya akan tertunda. Kumbang ini menggerek jaringan pucuk melalui salah satu ketiak pelepah. Setelah masuk pelepah daun yang belum terbuka (bila daun yang muncul bentuknya seperti digunting menyerupai kipas). Seekor kumbang mampu tinggal satu minggu dan merusak 4 (empat) pelepah. Pada tanaman <2 tahun sangat bahaya karena dapat merusak titik tumbuh (Tim pengembangan materi LPP, 2007). C. Biologi dan Siklus Hidup O.rhinoceros berikut : Menurut Kalshoven (1981) kumbang tanduk diklasifikasikan sebagai Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Scarabaeidae : Oryctes : Oryctes rhinoceros L 8

7 a. Telur Telur berwarna putih, dengan diameter sekitar 3 mm dan diletakkan pada tengah gumpalan serbuk atau material. Pada awalnya telur berbentuk oval tetapi mulai membulat sekitar suatu minggu setelah peletakan, dan akan menetas sekitar hari (Wood,1968). Pada tandan kosong yang belum terdekomposisi sempurna (baru diletakkan di lapangan) biasanya dijumpai telur dan larva saja (Rahayuwati, dkk. 2002). Telur diletakkan di tempat daunan yang telah lapuk atau lunak. Telur berwarna putih kecoklatan agak lonjong, dan panjangnya 3 4 mm. Periode masa inkubasi 7 18 hari, dengan rata rata selama 12 hari (Lever, 1969). Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula mula oval, kemudian bulat dengan diameter sekitar 3 mm. Telur telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang telah melapuk). Setelah sekitar dua minggu telur telur ini akan menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir. Stadium telur berkisar antara hari, rata rata 12 hari (Kalshoven, 1981). Gambar 1. Telur O. rhinoceros 9

8 b. Larva Larva berada di daerah yang membusuk. Warna larva keputih-putihan tetapi kepalanya bewarna kehitaman dan bagian belakang perutnya bewarna biru keabuan. Tubuhnya samar-samar melengkung membentuk setengah lingkaran. Larva O. rhinoceros berkaki tiga pasang. Larva hidup dari memakan bagian organik yang ada di dekatnya. Larva terdiri dari tiga instar. Masa larva instar pertama hari, instar kedua hari, dan instar ketiga hari (Lever, 1969). Larva ini dikenal dengan nama lundi, bertubuh silinder dengan bentuk melengkung atau menyerupai huruf C. Kepala berkembang sempurna dan memiliki tungkai pada toraks sedang tungkai palsu pada abdomen tidak ada. Pada toraks dan abdomen terdapat spirakel yang masing masing berjumlah sepasang dan delapan pasang. Larva tipe ini biasanya lamban dan kurang aktif dan disebut dengan scarabaeform (Jumar, 2000). Larva mempunyai tiga instar (peroide larva). Periode perkembangan larva bervariasi, tergantung dengan media perkembangbiakan. Larva memerlukan 5 7 bulan untuk berkembang sampai selesai masa larva pada jaringan batang, tetapi di dalam material yang lain seperti serbuk gergaji larva hanya membutuhkan waktu sekitar 4 5 bulan (Wood, 1968). 10

9 Gambar 2. Larva O. rhinoceros c. Pupa Larva O. rhinoceros membuat kokon saat akan memasuki fase pupa dan akan terus berada didalamnya sampai menjadi imago. Imago masih akan berada dalam kokon selama hari sampai sklerotsi selesai. Kokon dapat melakukan stridulasi jika dilakukan gangguan. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan pada larva lain agar tidak menggangu pupa tersebut. Kokon pun terbuat dari serat serat tandan kosong yang dijalin menjadi lonjong. Kokon biasanya dijumpai pada tandan kosong yang sudah terdekomposisi sempurna (Rahayuwati, dkk. 2002). Periode antara berhentinya makan sampai menjadi pupa adalah 6 hari, dan periode pupa berlangsung antara hari, rata-rata 20 hari. Periode Pupa pada umumnya berlangsung didalam kokon tetapi bisa terjadi di dalam tumbuhtumbuhan yang busuk atau bahkan batang kelapa busuk yang mana masih berdiri. Kepompong berada di (dalam) suatu sel atau kepompong terdiri atas kokon dan pengumpulan bekas pengeratan atau ketika berada di dalam serabut batang. Panjangnya adalah mm, warna kuning kecoklatan dan jika jantan terdapat terompet/tanduk pada atas kepala (Lever, 1969). 11

10 Gambar 3. Pupa O. rhinoceros d. Imago Pada waktu ganti kulit dari pupa ke imago dibutuhkan waktu 24 jam. Ganti kulit dimulai dengan terbentuknya pupa dari bagian kepala kemudian imago bergerak sehingga bungkus pupa terlepas. Mula-mula elytra bewarna keputihan, kemerahan, merah kehitaman dan hitam. Waktu yang dibutuhkan dari elytra berubah dari warna keputihan sampai bewarna hitam antara lima sampai enam hari. Walaupun elytra ini sudah bewarna hitam tetapi masih lunak jika ditekan. Jika dilakukan gangguan pada kokon dengan dilakukan perobekan maka imago akan keluar kokon walaupun sklerotasi belum selesai (Rahayuwati dkk, 2002). Kumbang yang baru keluar terbang menuju pohon kelapa dan memakan pucuk kelapa sambil mencari pasangan, kemudian terjadi perkawinan. Dan setelah itu kumbang betina terbang menuju tumpukan sampah-sampah atau menuju tumpukan tandan kosong kelapa sawit untuk bertelur. Umur kumbang antara 2-4,5 bulan (Siswanto, 2003). Kumbang O. rhinoceros warnanya hitam, permukaan bagian bawah badannya berwarna hitam kecoklatan, panjang tubuh mm dan lebarnya 20 mm. Culanya yang terdapat pada kepala menjadi ciri khas kumbang ini. Cula 12

11 kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina. Selain itu kumbang ini mempunyai mandible yang kuat dan cocok untuk melubangi pohon (Rukmana, 1997). Gambar 4. Imago O. rhinoceros e. Siklus Hidup Kumbang Tanduk (O. rhinoceros) Siklus hidup kumbang tanduk (O. rhinoceros) adalah sebagai berikut : Tabel 1. Siklus Hidup Kumbang Tanduk (O. rhinoceros) Fase JangkaWaktu (Hari) Telur 8-12 Instar Pertama Instar Kedua Instar Ketiga Prapupa 8-13 Pupa Dewasa Betina 274 Dewasa Jantan 192 Total (Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit, tempat berkembang biak kumbang tanduk kelapa sawit (O. rhinoceros) yaitu : Rumpukan batang kelapa sawit di areal replanting Rumpukan batang yang telah dicacah 13

12 Tanaman yang masih berdiri pada sistem underplanting, sasaran untuk peletakan telur Larva berkembang sangat baik pada tandan kosong kelapa sawit yang diaplikasikan pada gawangan maupun pada lubang tanaman besar. D. Gejala Serangan Kumbang dewasa akan menggerek pucuk kelapa sawit, serangan kumbang tanduk dapat menghambat pertumbuhan, dan jika sampai merusak titik tumbuh akan dapat mematikan tanaman. Pada areal peremajaan, serangan kumbang tanduk dapat menunda produktivitas sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat mencapai 25%. Akhir-akhir ini serangan kumbang tanduk juga di laporkan menyerang tanaman tua sebagai akibat aplikasi mulsa tandan kosong kelapa sawit yang tidak tepat (lebih dari satu lapis). Akibat serangan ini produksi tanaman kelapa sawit menurun dan dapat menyebabkan tanaman kelapa sawit mati (Utomo dkk,2007). E. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Dan Penyebaran Populasi O. rhinoceros Makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan terus berkembang. Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam makanan, dan besarnya butiran material berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga (Jumar, 2000). Masalah kumbang tanduk saat ini semakin bertambah dengan adanya aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang 14

13 tanam besar. Aplikasi mulsa tandan kosong kelapa sawit yang kurang tepat dapat mengakibatkan timbulnya masalah kumbang tanduk di areal kelapa sawit tua. Tandan kosong kelapa sawit yang di aplikasikan setelah membusuk akan menjadi breeding site kumbang tanduk (Susanto, dkk. 2012). Tanaman kelapa sawit muda diserang O. rhinoceros cukup berat. Dengan demikian tanaman muda yang diserang disebabkan oleh beberapa faktor: Adanya ekspansi serangan kumbang dari tanaman yang sudah produksi, ke areal TBM dimana umumnya terjadi kerusakan tanaman cukup serius. Kumbang ini menyerang dari dalam areal, dimana eks tandan kosong banyak disebar. Terlihat adanya perkembang biakan kumbang pada batang batang pohon kelapa sawit yang dirumpuk, O. rhinoceros berkembang pada sawit eks ganoderma yang tidak disanitasi dapat bertahan serta berkembang biak dengan baik pada daerah rumpukan. Sehingga bila kacangan mucuna berhasil menutup dengan baik rumpukan batang sawit akan mengakibatkan O. rhinoceros semakin berkembang pada kelembaban yang tinggi dan pelapukan yang cepat terjadi (Pasaribu, 2005). Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembang larva yang sesuai adalah oc dengan kelembaban relative 85-95%. Satu siklus hidup dari telur sampai dewasa 6-9 bulan (Susanto, 2000). 15

14 F. Teknik pengendalian Hama Kumbang Tanduk a. Pengendalian secara Manual Pengendalian secara Manual di lakukan dengan menggunakan wingkling, alat sejenis gancu kecil terbuat dari kawat jari-jari sepeda yang di bentuk sedemikian rupa sehingga ujungya menyerupai gancu. Jika terlihat tanda-tanda serangan kumbang maka langsung di wingkling. Pelaksanaan sensus dan wingkling di lakukan setiap bulan, jika hasil sensus di dapati 5 ekor kumbang per ha maka pada blok tersebut harus dilakukan pengendalian secara chemis dengan menggunakan Insektisida yang mempunyai bahan aktif sipermetrin (PPKS, 2010) Kriteria serangan kumbang tanduk (O. rhinoceros) adalah sebagai berikut : Ringan Sedang Berat (R) : Tanaman digerek, pucuk belum rusak (S) : Tanaman digerek, pucuk rusak tapi tumbuh lagi (B) : Tanaman digerek, pucuk tidak tumbuh dan perlu disisip. b. Pengendalian secara Kimiawi Insektisida berasal dari kata insect, yang berarti serangga dan cide artinya membunuh. Secara harfiah insektisida membunuh atau mengendalikan serangga hama. Pengertian insektisida menjadi sangat luas, yaitu semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah, merusak, menolak, atau mengurangi serangga hama. Pengertian bahan dapat berupa bahan kimiawi maupun bahan non kimiawi. Menarik, mengusir, menghalau (repel) atau mengatur pertumbuhan serangga (Komar, 2008). Pengendalian O. rhinoceros dilakukan dengan penaburan insektisida Furadan dekat pupus tanaman. Furadan 3G merupakan suatu zat kimia yang 16

15 berbahan aktif karbofuran 3 %. Zat ini berfungsi untuk mengendalikan hama kumbang tanduk dengan cepat. Dosis yang diberikan 5 gr/pohon, 50 % di sebar dipucuk tanaman dengan rotasi satu kali dalam sebulan. c. Pengendalian secara Hayati Pengendalian hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasi musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama yang merugikan. Feromon adalah substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme kelingkungannya untuk mengadakan komunikasi secara intraspesifik dengan individu lain. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama. Dengan menggunakan ferotrap (perangkap feromon) ini memungkinkan pengumpulan kumbang-kumbang O. rhinoceros sebelum merusak tanaman kelapa sawit. Feromon dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan kumbang tanduk dengan efektif, ramah lingkungan dan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian pengendalian secra konvensional. Setelah 4 bulan pemasangan ferotrap, kerusakan tanaman kelapa sawit akibat serangan kumbang O. rhinoceros menurun dari l17 tanaman menjadi 27 tanaman sedangkan jumlah kumbang yang terperangkap menurun dari 85 kumbang menjadi 40 kumbang di kebun kelapa sawit seluas 28,8 ha. Pemasangan ferotrap mengakibatkan populasi kumbang O. rhinoceros menurun sampai di bawah ambang kritis (lebih kecil dari 3 kumbang/bulan/ha) (PPKS, 2010). 17