BAB 5 HASIL ESTIMASI MODEL DAN ANALISA EFISIENSI KANTOR PELAYANAN PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 HASIL ESTIMASI MODEL DAN ANALISA EFISIENSI KANTOR PELAYANAN PAJAK"

Transkripsi

1 BAB 5 HASIL ESTIMASI MODEL DAN ANALISA EFISIENSI KANTOR PELAYANAN PAJAK 5.1. Hasil Estimasi Hasil estimasi yang diperoleh dengan menggunakan program FRONTIER versi 4.1 dengan menggunakan fungsi Produksi disajikan dalam tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Variabel Parameter Koefisien Stochastic Frontier Model Constant 0,29908 (0, ) Ln HC 1 0,32204 * (0, ) Ln PC 2 0,12217 * (0, ) Ln TB 3 0,77250 *** (0, ) Year 4-0,07918 ** (0, ) Inefficiency Effect Model Constant d 0 1,68238 *** (0, ) RWPNE d 1 1,40108 ** (0, ) CWP d 2-1,85305 ** (0, ) AUDIT d 3-0,00309 ** (0, ) YEAR d 4-0,38191 *** (0, ) Variance Parameter = 2 2 u + v 2 0,19736 *** (0, ) = 2 u / 2 0,99997 *** (0, ) log likelihood -3, Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan standar error, tanda *, **, dan *** menunjukkan level signifikan t- test masing-masing pada a = 10%, 5%, dan 1% 63

2 64 Hasil estimasi pada tabel 5.1 merupakan model terbaik yang dipilih setelah mencoba beberapa model, pemilihan model didasarkan pada hasil uji model seperti uji tanda koefisien regresi yang konsisten dengan teori ekonomi, uji signifikansi variabel melalui uji t, besarnya nilai koefisien in-efisiensi ( ) dan nilai log likelihood. Beberapa model yang sudah dilakukan selengkapnya dapat dilihat pada Appendix A. Berdasarkan uji tanda koefisien sesuai hipotesa pada Bab 4 sub bab 2.4.2, tanda koefisien telah sesuai hipotesa yang diharapkan. Ini berarti model stochastic frontier dengan fungsi Produksi telah memenuhi kriteria teori ekonomi. Uji signifikasi variabel melalui uji t menunjukkan bahwa variabelvariabel utama dalam proses produksi yaitu variabel Human Capital, Physical Capital, dan Tax Base mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Besarnya elastisitas masing-masing variabel tergantung pada nilai koefisiennya. Untuk variabel Human Capital dengan koefisien sebesar 0,322 dapat diinterpretasikan penambahan input Human Capital KPP sebesar 1% akan meningkatkan penerimaan pajak KPP tersebut sebesar 0,32% dengan asumsi input yang lain tetap. Koefisien variabel Physical Capital sebesar 0,122 dapat diinterpretasikan bahwa penambahan barang modal sebesar 1% akan meningkatkan pencapaian penerimaan pajak sebesar 0,122% dengan asumsi input yang lain tidak berubah. Sedang koefisien variabel Tax Base sebesar 0,773 dapat diinterpretasikan bahwa meningkatnya basis pajak sebesar 1% akan mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak sebesar 0,77% dengan asumsi input yang lain tidak berubah. Nilai koefisien variabel Year pada model stochastic frontier sebesar -0,079 mengindikasikan bahwa besarnya penerimaan pajak KPP Pratama cenderung mengalami penurunan sebesar 0,08% selama periode penelitian. Untuk model efek in-efisiensi, variabel yang signifikan pada fungsi Produksi dan fungsi Translog adalah variabel RWPNE, CWP, AUDIT dan YEAR. Variabel RWPNE interpretasinya adalah KPP Pratama yang memiliki Wajib Pajak Non-Efektif yang besar relatif lebih in-efisien dibanding KPP Pratama yang memiliki Wajib Pajak Non-Efektif yang lebih kecil dalam

3 65 mengumpulkan penerimaan pajak. Variabel CWP dapat diinterpretasikan sebagai KPP Pratama yang mngalokasikan anggaran operasional yang lebih besar untuk pelayanan kepada Wajib Pajak, relatif lebih efisien dibanding KPP Pratama lainnya di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Variabel Audit bermakna KPP Pratama yang mempunyai tax effort besar melalui pemeriksaan pajak relatif lebih efisien dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Dan variabel YEAR interpretasinya adalah technical inefficiency seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat menunjukkan trend yang menurun selama tahun 2005 sampai 2008, yang berarti bahwa KPP tersebut menunjukkan peningkatan kinerja. Parameter varians yaitu 2 dan menunjukkan nilai yang signifikan yang berarti bahwa pengaruh error penelitian yang disebabkan karena faktor in-efisensi ( u 2 ) dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan ( v 2 ) sebesar 19,74% (nilai 2 ) dari model, dan faktor in-efisensi ( u 2 ) dalam keseluruhan error penelitian sebesar 99,97% (nilai ) Pengujian Statistik Uji Log Likelihood Ratio Untuk menguji hasil maximum likelihood estimation (MLE) sesuai model Battese and Coelli (1993, 1995) pada Model terhadap : (a) apakah ada efek inefisiensi pada model; (b) apakah efek in-efisiensi tidak bersifat stochastic; dan (c) apakah efek in-efisiensi bukan merupakan fungsi linear dari variabel-variabel yang ada; dilakukan uji statistik Generalized Log Likelihood Test. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Pengujian Statistik Uji Log Likelihood Ratio Kriteria Null Hypothesis Log Nilai likelihood 2 0,95 Keputusan Efek In-efisiensi Ho : = d 0 = d 1 d 4 = 0 (21,3923) 35, ,5916 Tolak Ho Non Stochastic Ho : = d 0 = d 4 = 0 (11,0261) 14,4800 7,81473 Tolak Ho Non Linear Ho : d 1 = d 2 d 4 = 0 (17,7900) 28,0078 9,43773 Tolak Ho Intersep Ho : d 0 = 0 (9,5455) 11,5189 3,84146 Tolak Ho Hipotesa H 0 pertama bahwa tidak ada efek in-efisiensi dalam model (H 0 : = d 0 = d 1 = d 2 = d 3 = d 4 = 0) pada Model ditolak yang berarti pada fungsi tersebut ada efek inefisiensi. Hipotesa H 0 kedua bahwa efek in-efisiensi tidak bersifat

4 66 stochastic dalam model (H 0 : = d 0 = d 4 = 0) pada Model ditolak yang berarti bahwa efek in-efisiensi bersifat stochastic. Parameter merepresentasikan efek inefisiensi dalam model, parameter d 0 merepresentasikan efek waktu (time effect) dan parameter d 4 menggambarkan time varying technical inefficiency. Sehingga apabila = d 0 = d 5 = 0 maka model bersifat deterministik. Hipotesa H 0 ketiga bahwa efek in-efisiensi bukan fungsi linear (H 0 : d 1 = d 2 = d 3 = d 4 = d 5 = 0) pada Model juga ditolak. Ini mengindikasikan bahwa efek gabungan (joint effect) dari keempat variabel ini pada technical inefficiency adalah signifikan, didukung oleh efek individu dari seluruh variabel secara statistik signifikan. Hipotesa H 0 keempat bahwa tidak ada intersep (H 0 : d 0 = 0) pada Model ditolak yang berarti bahwa pada fungsi tersebut ada intersep Analisa Efisiensi Teknis Kantor Pelayanan Pajak Hasil estimasi stochastic frontier dengan fungsi Produksi memberikan prediksi technical efficiency antara KPP-KPP yang berada di jajaran Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat sebagaimana ditunjukkan tabel 5.3. Dari hasil tabel 5.3, tahun 2005, yang merupakan titik awal modernisasi KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, nilai rata-rata efisiensi KPP hanya 0,39 dari skala tertinggi 1. Ini berarti awal modernisasi, baik KPP Pratama yang baru dibentuk yaitu KPP Pratama Tanah Abang Tiga, KPP Pratama Sawah Besar Satu, KPP Pratama Menteng Tiga dan KPP Pratama Gambir Empat, maupun KPP yang sebelumnya bernama KPP Paripurna masih menyesuaikan dengan sistem kerja (workflow) dan sistem administrasi yang baru. KPP Pratama yang secara rata-rata paling efisien selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 adalah KPP Pratama Gambir Satu. Analisa yang akan dilakukan selanjutnya akan lebih memfokuskan kepada kedua KPP Pratama ini sebagai acuan (benchmark) pencapaian efisiensi KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat.

5 Kode KPP Kantor Pelayanan Pajak Tabel 5.3 Technical Efficiency KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat Average TE Rank TE Rank TE Rank TE Rank TE Rank 1 Pratama Gambir 1 0,86388 (1) 0,75431 (5) 0,77581 (7) 0,92022 (2) 0,82855 (1) Positif 8 Pratama Sawah Besar 1 0,68035 (2) 0,74589 (6) 0,95119 (4) 0,91807 (3) 0,82388 (2) Positif 10 Pratama Tanah Abang 1 0,59926 (3) 0,75788 (4) 0,99838 (1) 0,65583 (9) 0,75284 (3) Negatif 2 Pratama Gambir 2 0,46182 (5) 0,94472 (1) 0,81820 (6) 0,75759 (6) 0,74558 (4) Negatif 12 Pratama Tanah Abang 3 0,26863 (10) 0,59607 (10) 0,98964 (2) 0,99954 (1) 0,71347 (5) Positif 7 Pratama Menteng 3 0,22952 (14) 0,80988 (2) 0,98719 (3) 0,76822 (5) 0,69870 (6) Negatif 3 Pratama Gambir 3 0,26574 (11) 0,56734 (11) 0,74613 (9) 0,86270 (4) 0,61048 (7) Positif 5 Pratama Menteng 1 0,38720 (7) 0,47544 (13) 0,86949 (5) 0,64023 (10) 0,59309 (8) Positif 15 Pratama Kemayoran 0,43186 (6) 0,61486 (9) 0,61663 (11) 0,70247 (8) 0,59146 (9) Positif 6 Pratama Menteng 2 0,27458 (9) 0,63535 (8) 0,66294 (10) 0,57368 (13) 0,53664 (10) Negatif 9 Pratama Sawah Besar 2 0,15726 (15) 0,64009 (7) 0,61434 (12) 0,71724 (7) 0,53223 (11) Negatif 11 Pratama Tanah Abang 2 0,23250 (13) 0,43542 (14) 0,75782 (8) 0,61968 (12) 0,51135 (12) Positif 4 Pratama Gambir 4 0,24792 (12) 0,77121 (3) 0,56365 (13) 0,40927 (15) 0,49801 (13) Negatif 14 Pratama Cempaka Putih 0,50942 (4) 0,48105 (12) 0,45848 (15) 0,52861 (14) 0,49439 (14) Positif 13 Pratama Senen 0,29572 (8) 0,37033 (15) 0,54443 (14) 0,62442 (11) 0,45873 (15) Positif Average 0,3937 0,6400 0,7570 0,7132 0,6260 Positif Trend 67

6 Analisa Efisiensi Teknis dari Variabel Output Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya untuk melihat korelasi antara hasil prediksi efisiensi teknis pada tabel 5.3 dengan kontribusi masing-masing KPP Pratama pada tabel 3.4. Hasil komparasi kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa KPP Pratama yang dikategorikan paling efisien pada tabel 5.3 yaitu KPP Pratama Gambir Satu merupakan KPP Pratama yang berada di urutan kelima sebagai andalan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat dalam penerimaan pajak dibawah KPP Pratama Gambir Dua, KPP Pratama Sawah Besar Satu, KPP Pratama Tanah Abang Tiga dan KPP Pratama Tanah Abang Satu, dengan rata-rata kontribusi selama tahun 2005 sampai 2008 sebesar 5,21% dari total penerimaan pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, di atas rata-rata kontribusi seluruh KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat sebesar 3,92%. Selanjutnya, pada tabel 5.4 disajikan pencapaian realisasi penerimaan KPP Pratama dibandingkan dengan target yang ditetapkan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Penentuan besarnya target penerimaan tiap KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat selama ini didasarkan pada data historis penerimaan pajak tahun sebelumnya, ditambah proyeksi penerimaan Wajib Pajak yang baru terdaftar, ditambah data historis pembayaran pajak Wajib Pajak yang pindah dari KPP lain, dikurangi data historis pembayaran pajak Wajib Pajak yang pindah ke KPP lain. Hasil ini kemudian ditambah dengan proyeksi kenaikan penerimaan pajak yang diadaptasi dari asumsi makro dalam APBN seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi, untuk menentukan besarnya target penerimaan pajak tahun berjalan. Penentuan target penerimaan seperti model di atas mempunyai kelemahan yaitu target penerimaan belum tentu mencerminkan potensi pajak yang ada di wilayah kerja KPP Pratama tersebut, karena tidak memperhitungkan besarnya tax base yang dihadapi KPP Pratama tersebut. Sehingga ada kemungkinan KPP Pratama yang realisasi penerimaan pajaknya melampaui target penerimaan terjadi karena basis pajaknya jauh di atas target penerimaan. Sebaliknya, KPP Pratama yang realisasi penerimaan pajaknya tidak dapat melampaui target penerimaan, terjadi karena basis pajaknya berada di bawah target penerimaan.

7 69 Tabel 5.4 Pencapaian Target Penerimaan Pajak KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat (dalam persen) No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Tanah Abang 2 108,15 114,81 114,76 152,23 122,49 2 Pratama Tanah Abang 3 115,33 112,51 114,68 112,15 113,67 3 Pratama Menteng 3 77,28 97,59 127,75 131,17 108,45 4 Pratama Kemayoran 109,02 93,32 102,80 125,31 107,61 5 Pratama Menteng 1 83,66 121,34 107,92 112,44 106,34 6 Pratama Sawah Besar 1 96,03 94,93 103,71 124,65 104,83 7 Pratama Menteng 2 94,80 103,09 111,70 108,33 104,48 8 Pratama Gambir 2 95,50 101,73 95,27 119,98 103,12 9 Pratama Gambir 1 93,22 81,36 94,09 136,52 101,30 10 Pratama Gambir 3 89,38 103,41 92,04 116,45 100,32 11 Pratama Sawah Besar 2 65,18 88,55 115,07 123,58 98,09 12 Pratama Gambir 4 101,96 91,11 85,42 113,87 98,09 13 Pratama Tanah Abang 1 90,19 92,67 99,51 109,68 98,01 14 Pratama Senen 87,12 86,24 81,35 111,60 91,58 15 Madya Jakarta Pusat 98,62 76,30 89,58 99,58 91,02 16 Pratama Cempaka Putih 97,18 67,13 89,00 110,46 90,94 Rata-rata 93,91 95,38 101,54 119,25 102,52 Sumber : Telah diolah kembali Dari tabel 5.4, KPP Pratama Gambir Satu selama tahun 2005 sampai 2008, hanya mampu mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat pada tahun 2008., Yang menarik dari hasil ini adalah KPP Pratama Tanah Abang Dua yang berada pada urutan 12 pada tabel 5.3 yang berarti lebih in-efisien di banding KPP Pratama Gambir Satu, selama tahun 2005 sampai 2008 justru selalu melampaui target yang ditetapkan Kantor Wilayah DJP Jakarta. Oleh karena itu bahasan lebih lanjut mengenai korelasi antara target penerimaan dengan tax base dalam tesis ini akan didalami pada analisis variabel input Tax Base Analisa Efisiensi Teknis dari Variabel Input Untuk menganalisa penyebab suatu KPP relatif lebih efisien dibanding KPP lainnya maka hasil prediksi technical efficiency pada tabel 5.3 akan dikolaborasi dengan hasil estimasi Model pada tabel 5.1, dimana ada dua bagian yang perlu diperhatikan yaitu variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak

8 70 (stochastic production frontier model) dan variabel yang menyebabkan inefisiensi (inefficiency effect model). Pada bagian model stochastic production frontier, seluruh faktor produksi berpengaruh terhadap pencapaian penerimaan pajak yaitu Human Capital, Physical Capital dan Tax Base dengan besar koefisien masing-masing 0,32; 0,12; dan 0,77. Nilai koefisien tersebut menunjukkan elastisitas faktor produksi (input) terhadap output (penerimaan pajak). Pada bagian model efek in-efisiensi dari hasil estimasi tabel 5.1, faktor-faktor yang menyebabkan in-efisiensi adalah rasio Wajib Pajak non-efektif, biaya pelayanan per Wajib Pajak, dan pemeriksaan pajak. Besarnya koefisien masing-masing faktor in-efisiensi tersebut adalah 1,40; -1,85; dan -0,003. Nilai koefisien tersebut menunjukkan besarnya pengaruh (influence) variabel tersebut terhadap in-efisiensi KPP dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Variabel YEAR tidak dibahas mendalam karena hanya menunjukkan perubahan efisiensi seiring berjalannya waktu. Hal pertama yang akan dibahas adalah faktor Human Capital sebagai faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan KPP dalam mengumpulkan pajak. Variabel Human Capital dalam tesis ini di proxy dari realisasi belanja pegawai yang sebagaimana dijelaskan dalam bab 4 dapat merepresentasikan tingkat pendidikan dan pengalaman pegawai. Dalam proses produksi, produktivitas tenaga kerja dapat diukur dari kemampuan tenaga kerja itu untuk menghasilkan output yaitu rata-rata kemampuan tiap pegawai KPP dalam mengumpulkan penerimaan pajak (rasio LTR), atau dari sisi pembiayaan yaitu besarnya output yang dihasilkan dari tiap Rp 1,- yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja tersebut. Produktifitas pegawai KPP Pratama dari sisi pembiayaan disajikan dalam tabel 5.5 yang menggambarkan perbandingan antara realisasi penerimaan pajak KPP Pratama dengan belanja pegawai.

9 71 Tabel 5.5 Perbandingan Realisasi Penerimaan Pajak dengan Belanja Pegawai di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Gambir 2 473,66 530,69 378,82 306,22 422,35 2 Pratama Gambir 1 624,60 350,09 256,95 275,83 376,87 3 Pratama Tanah Abang 3 353,78 404,20 412,44 331,34 375,44 4 Pratama Sawah Besar 1 414,75 355,50 377,24 284,03 357,88 5 Pratama Tanah Abang 1 284,58 329,98 299,89 187,95 275,60 6 Pratama Kemayoran 241,17 254,32 222,65 213,59 232,93 7 Pratama Gambir 3 155,86 254,81 240,38 184,73 208,95 8 Pratama Cempaka Putih 442,40 137,09 100,68 102,00 195,54 9 Pratama Tanah Abang 2 149,79 193,12 213,43 162,02 179,59 10 Pratama Menteng 1 202,98 170,38 204,40 121,49 174,81 11 Pratama Gambir 4 207,47 248,89 138,93 84,24 169,88 12 Pratama Menteng 2 130,88 202,30 194,75 139,04 166,74 13 Pratama Senen 127,68 162,03 181,82 179,67 162,80 14 Pratama Menteng 3 95,97 185,70 182,94 129,99 148,65 15 Pratama Sawah Besar 2 61,66 177,85 147,49 135,92 130,73 Rata-rata 264,48 263,80 236,86 189,20 238,58 Sumber : Telah diolah kembali Tabel 5.5 dapat diinterpretasikan bahwa setiap Rp 1,- yang dialokasikan untuk belanja pegawai mampu menghasilkan penerimaan pajak rata-rata Rp 238,58. Dari data tersebut, perbandingan antara realisasi penerimaan pajak KPP Pratama Gambir Satu berada di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat dan menempati peringkat kedua dari produktivitas pembiayaan pegawai. Hal ini relevan dengan hasil perhitungan rasio LTR pada tabel 3.7, dimana KPP Pratama Gambir Satu memiliki rasio LTR di atas rata-rata seluruh KPP Pratama sebesar 5,83 dan berada pada peringkat keempat dari 15 KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Hasil ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan KPP Pratama Gambir Satu paling efisien di antara ke-14 KPP Pratama lainnya adalah produktivitas pegawainya yang berada di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Sehingga dapat dikatakan bahwa KPP Pratama yang produktivitas pegawainya di bawah KPP Pratama Gambir Satu diindikasikan mengalami kelebihan pegawai. Kesimpulan ini didukung tabel 3.6 dimana jumlah pegawai KPP Pratama Gambir Satu berada di bawah rata-rata

10 72 jumlah pegawai seluruh KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat selama tahun 2005 sampai Apabila dilihat lebih dalam, komposisi pegawai KPP Pratama Gambir Satu berdasarkan tingkat pendidikan sebagaimana disajikan tabel 3.9, menunjukkan bahwa pegawai di KPP Pratama Gambir Satu terutama pada tingkat pendidikan formal S-1 berada di bawah rata-rata seluruh KPP. Kelebihan pegawai pada tingkat pendidikan tinggi (S-1) di satu sisi bisa meningkatkan nilai SDM (Human Capital) yang berarti dapat meningkatkan produktivitas, namun di sisi yang lain apabila alokasi dari sumber daya ini tidak tepat maka hasilnya tidak akan optimal bahkan menyebabkan distorsi. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3.10 yang menunjukkan rasio HCTR (Ability of Human Capital to Create Tax Revenue Ratio/HCTR Ratio). Dapat dilihat bahwa KPP Pratama Gambir Satu memiliki SDM yang produktif pada tiap level pendidikan (terutama pada tingkat pendidikan S1 dan S2) dalam mengumpulkan penerimaan dan berada di atas rata-rata KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Pada pembahasan mengenai variabel Human Capital di atas, fokus yang diberikan masih terbatas pada korelasi antara pegawai sebagai faktor input dengan output (penerimaan pajak). Penerimaan pajak berasal dari pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, pelaksanaan kewajiban ini dapat terlaksana dengan baik jika tingkat kepatuhan Wajib Pajak tinggi. Kepatuhan pajak (tax compliance) dapat dicapai melalui kesadaran Wajib Pajak itu sendiri dalam memenuhi kewajibannya (voluntary compliance) atau upaya represif Kantor Pelayanan Pajak dalam penegakan law enforcement berupa pemeriksaan pajak atau penagihan aktif (force compliance). Jika tax ratio Indonesia ( 13% dari PDB) dan persentase jumlah Wajib Pajak dibanding jumlah penduduk produktif ( 11% dari penduduk produktif) dijadikan ukuran kesadaran pajak, maka dapat dikatakan bahwa voluntary compliance Wajib Pajak masih rendah. Sehingga peranan KPP dalam mengayomi Wajib Pajak menjadi penting dan pegawai pajak (fiskus) sebagai faktor produksi utama KPP dituntut bekerja lebih keras dalam memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak. Supaya dapat memberikan pelayanan yang optimal, pengukuran beban kerja pegawai harus diperhatikan.

11 73 Dari tabel 3.8 yang mengambarkan beban kerja pegawai KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, KPP Pratama Gambir Satu memiliki beban kerja pegawai di bawah rata-rata seluruh KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat dan menempati peringkat 12 dari 15 KPP Pratama. Sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa beban kerja tidak hanya memperhitungkan kuantitas Wajib Pajak yang harus dilayani tetapi lebih ditekankan pada kompleksitas dari usaha Wajib Pajak. Meskipun jumlah Wajib Pajak secara kuantitas besar, namun apabila Wajib Pajak tersebut merupakan perusahaan kecil dengan transaksi yang lazim dan pembukuan yang sederhana, tentu tidak membutuhkan analisa komprehensif jika dibandingkan dengan perusahaan besar dengan transaksi-transaksi khusus yang membutuhkan pengetahuan tertentu untuk menentukan dasar pengenaan pajaknya. Sehingga apabila perhitungan beban kerja ini dihubungkan dengan produktivitas pegawai, KPP Pratama yang memiliki beban kerja yang besar dengan tipikal Wajib Pajak yang umum, namun produktivitas pegawai yang berada di bawah rata-rata seluruh Kantor Pelayanan Pajak, diindikasikan bahwa pegawai KPP Pratama tersebut kurang optimal dalam menggali potensi pajak yang ada diwilayahnya. Dari hasil analisa variabel Human Capital secara parsial, terdapat beberapa KPP Pratama yang produktivitas pegawainya di bawah KPP Pratama Gambir Satu dan juga berada di bawah rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Pada keadaan ini, terdapat dua kemungkinan yaitu KPP Pratama tersebut mengalami kelebihan pegawai dan/atau pegawai pada KPP Pratama tersebut kurang optimal dalam mengali potensi pajak yang ada di wilayahnya. KPP Pratama yang diindikasikan perlu mendapat perhatian sehubungan dengan Human Capital yang dimiliki ada 10 KPP Pratama selain KPP Pratama Sawah Besar Satu, KPP Pratama Gambir Dua, KPP Pratama Tanah Abang Satu, dan KPP Pratama Tanah Abang Tiga. Sehingga penambahan Human Capital akan meningkatkan penerimaan pajak KPP Pratama (sufficient condition) sebagaimana interpretasi hasil estimasi model pada tabel 5.1 berlaku apabila KPP Pratama tersebut memiliki produktivitas pegawai di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat (necessary condition).

12 74 Selanjutnya, faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi KPP Pratama dalam mengumpulkan penerimaan pajak adalah Physical Capital. Elastisitas Physical Capital terhadap penerimaan pajak dari koefisien regresi tabel 5.1 sebesar 0,12, menunjukkan bahwa kenaikan investasi berupa barang modal sebesar 1% akan meningkatkan kemampuan KPP Pratama dalam mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 0,12%. Sebagaimana halnya dengan variabel Human Capital, dimana perbedaan produktivitas tenaga kerja menjadi salah satu faktor penentu efisiensi KPP Pratama, pengukuran produktivitas investasi atas pembelian barang modal juga harus dilakukan. Hasil perhitungan rasio PCTR pada tabel 3.12 menunjukkan bahwa produktivitas aset tetap yang dikuasai KPP Gambir Satu berada di atas rata-rata seluruh KPP Pratama dan menempati peringkat ketiga dari 15 KPP Pratama. Analisa lebih dalam untuk variabel Physical Capital tidak dapat dilakukan karena tidak ada data pendukung mengenai komposisi aset tetap berdasarkan jenis dan satuan unit (variabel Physical Capital di proxy dari nilai agregat aset tetap dalam rupiah). Sehingga tidak dapat ditentukan secara spesifik mengenai aset tetap yang dapat paling mempengaruhi peningkatan penerimaan. Sebagai bahan pertimbangan, KPP Pratama sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya merupakan organisasi yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja/pegawai (labor intensive) dalam mengumpulkan penerimaan (output). Kegiatan utama KPP Pratama adalah mengawasi pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak secara formal (administrasi) dan material. Pengawasan kewajiban secara material dilakukan melalui analisa data historis (data internal KPP Pratama) dan data external. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas ini, maka dibutuhkan sarana pendukung antara lain berupa komputer yang terintegrasi baik internal KPP Pratama tersebut maupun dengan Kantor Wilayah atau Kantor Pusat. Jadi dapat diduga bahwa aset tetap yang berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak adalah sarana komputerisasi yang terintegrasi. Dari hasil analisa variabel Physical Capital secara parsial, terdapat beberapa KPP Pratama yang memiliki produktivitas aset tetap di bawah KPP Pratama Gambir Satu dan juga berada di bawah rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Sebagaimana halnya variabel Human Capital,

13 75 pada kondisi ini terdapat dua kemungkinan yaitu KPP Pratama tersebut menguasai terlalu banyak aset tetap dan/atau aset tetap yang dikuasai KPP Pratama kurang optimal diberdayakan untuk mengali potensi pajak yang ada di wilayahnya. KPP Pratama yang diindikasikan perlu mendapat perhatian sehubungan dengan Physical Capital yang dimiliki ada 9 KPP Pratama, selain KPP Pratama Sawah Besar Satu, KPP Pratama Gambir Dua, KPP Pratama Tanah Abang Satu, KPP Pratama Tanah Abang Tiga, dan KPP Pratama Kemayoran. Sehingga penambahan Physical Capital akan meningkatkan penerimaan pajak KPP Pratama (sufficient condition) sebagaimana interpretasi hasil estimasi model pada tabel 5.1 hanya apabila KPP Pratama tersebut memiliki produktivitas aset tetap di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat (necessary condition). Variabel input selanjutnya dari model stochastic frontier yang memiliki pengaruh terhadap output KPP Pratama adalah input material (Tax Base). Variabel Tax Base sangat penting karena merupakan dapat dijadikan ukuran apakah KPP Pratama telah optimal dalam menggali potensi yang ada di wilayah kerjanya yang dikaitkan dengan faktor input lain yaitu Human Capital dan Physical Capital. Pada subbab huruf c telah dipaparkan mengenai proxy dari variabel Tax Base ini yaitu relative tax capacity yang diadopsi dari metode Representative Tax System. Dalam RTS dikenal adanya tax effort yang merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan pajak (actual tax collection) dengan relative tax capacity. Besarnya tax effort masing-masing KPP Pratama ditampilkan pada tabel 5.6. Dari hasil tabel 5.6 dapat dilihat bahwa KPP Pratama Gambir Satu berada pada peringkat kedua dibawah KPP Pratama Menteng Tiga dan memiliki tax effort index di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Apabila hasil ini dihubungkan dengan variabel Human Capital dan Physical Capital, KPP Pratama yang memiliki tax effort index di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, juga memiliki produktivitas Human Capital dan Physical Capital di atas rata-rata seluruh KPP Pratama yaitu KPP Pratama Sawah Besar Satu, KPP Pratama Gambir Dua, KPP Pratama Tanah Abang Satu, dan KPP Pratama Tanah Abang Tiga. Adapun

14 76 peringkat technical efficiency KPP Pratama tersebut berada di peringkat lima besar. Tabel 5.6 Tax Effort Index KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Menteng 3 36,88 142,62 172,59 117,68 117,44 2 Pratama Gambir 1 122,59 105,25 105,18 116,19 112,30 3 Pratama Tanah Abang 1 104,17 119,72 145,41 79,14 112,11 4 Pratama Sawah Besar 1 100,83 107,26 128,75 111,21 112,01 5 Pratama Gambir 2 68,94 131,44 108,91 88,70 99,50 6 Pratama Tanah Abang 3 28,58 83,72 142,60 120,40 93,82 7 Pratama Menteng 1 57,30 83,66 137,42 87,01 91,35 8 Pratama Gambir 3 41,69 90,92 108,43 115,81 89,21 9 Pratama Menteng 2 45,64 104,07 111,62 72,58 83,48 10 Pratama Kemayoran 64,97 90,45 89,13 85,98 82,63 11 Pratama Sawah Besar 2 29,96 105,13 97,14 97,68 82,48 12 Pratama Gambir 4 36,57 123,05 96,62 56,03 78,07 13 Pratama Tanah Abang 2 36,09 68,90 123,30 76,85 76,28 14 Pratama Cempaka Putih 61,53 77,18 77,38 76,33 73,11 15 Pratama Senen 42,69 56,09 85,66 82,28 66,68 Rata-rata 58,56 99,30 115,34 92,26 91,37 Sumber : Telah diolah kembali Pada tabel 5.4 mengenai pencapaian target penerimaan pajak KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, KPP Pratama Gambir Satu hanya menempati peringkat ke-9 dari 16 KPP di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat dengan rata-rata realisasi penerimaan sebesar 101,3% dari target penerimaan pajak. Untuk itu, pada tabel 5.7 disajikan perbandingan antara target penerimaan dengan kapasitas pajak relatif (relative tax capacity). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tabel 5.7, dapat diduga bahwa penetapan target penerimaan KPP Pratama Gambir Satu overvalue, karena besarnya target penerimaan KPP Pratama Gambir Satu berada di atas kapasitas pajak relatif yang dimiliki KPP tersebut. Oleh karena itu, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa penentuan target penerimaan terhadap tiap-tiap Kantor Wilayah DJP maupun Kantor Pelayanan Pajak sebaiknya ditentukan di samping berdasarkan data historis realisasi penerimaan pajak dan data historis perekonomian dan prediksi ekonomi pada berbagai kondisi

15 77 perekonomian (krisis, moderat, optimis), juga didukung oleh data eksternal seperti data SAKERNAS sebagai dasar penghitungan potensi PPh Pasal 21, data SUSENAS untuk menghitung potensi PPh Orang Pribadi, data Survey Industri, Perdagangan, dan Jasa untuk menghitung potensi PPh Badan, data Input Output untuk menghitung potensi PPN dan seterusnya. Tabel 5.7 Rasio Target Penerimaan Pajak dengan Relative Tax Capacity (dalam persen) Rank KPP Rata-rata 1 Pratama Tanah Abang 1 115,50 129,20 146,13 72,16 115,75 2 Pratama Gambir 1 131,51 129,37 111,78 85,11 114,44 3 Pratama Sawah Besar 1 105,00 112,99 124,14 89,21 107,83 4 Pratama Menteng 3 47,72 146,15 135,10 89,72 104,67 5 Pratama Gambir 2 72,19 129,20 114,32 73,93 97,41 6 Pratama Gambir 3 46,64 87,92 117,80 99,45 87,95 7 Pratama Menteng 1 68,50 68,94 127,33 77,39 85,54 8 Pratama Cempaka Putih 63,31 114,97 86,95 69,10 83,58 9 Pratama Gambir 4 35,87 135,05 113,10 49,21 83,31 10 Pratama Tanah Abang 3 24,78 74,41 124,35 107,36 82,72 11 Pratama Sawah Besar 2 45,96 118,73 84,42 79,05 82,04 12 Pratama Menteng 2 48,14 100,96 99,93 67,00 79,01 13 Pratama Kemayoran 59,59 96,92 86,70 68,62 77,96 14 Pratama Senen 49,00 65,03 105,30 73,72 73,27 15 Pratama Tanah Abang 2 33,37 60,02 107,44 50,48 62,83 Rata-rata 63,14 104,66 112,32 76,77 89,22 Sumber : Telah diolah kembali Variabel keempat dari model stochastic frontier adalah variabel Year yang merepresentasikan perubahan teknologi (technological change). Dari hasil estimasi yang dilakukan sebagaimana ditampilkan tabel 5.1, nilai koefisien variabel Year sebesar -0,079 mengindikasikan bahwa besarnya penerimaan pajak KPP Pratama cenderung mengalami penurunan sebesar 0,08% selama periode penelitian. Hal ini sesuai dengan data yang disajikan pada tabel 3.4 mengenai sumbangan penerimaan pajak KPP terhadap total penerimaan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Meskipun secara nominal penerimaan pajak seluruh KPP Pratama mengalami peningkatan, namun rasio besarnya kontribusi KPP Pratama tersebut semakin berkurang dan diambil alih oleh KPP Madya Jakarta Pusat.

16 78 Bahkan tahun 2008, kontribusi KPP Madya Jakarta Pusat terhadap penerimaan pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat sebesar 56,60% Analisa Efisiensi Teknis dari Variabel In-efisiensi Pada bagian ini akan dibahas mengenai variabel-variabel penyebab inefisiensi Kantor Pelayanan Pajak yaitu rasio Wajib Pajak non-efektif, biaya pelayanan per Wajib Pajak, dan pemeriksaan pajak yang merepresentasikan tax effort KPP dalam mengumpulkan penerimaan. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa keberhasilan pemungutan pajak berhubungan erat dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya (nonefektif), baik karena usahanya tidak beroperasi sementara atau adanya itikad tidak baik untuk menghindari pajak (tax evasion), akan menambah beban kerja KPP. Ini disebabkan secara administratif Wajib Pajak tersebut masih terdaftar sehingga perlakuannya sama dengan Wajib Pajak yang aktif seperti KPP harus tetap menerbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) atas tidak lapor dan KPP harus terlebih dahulu melakukan pemeriksaan atau verifikasi lapangan atas permohonan Wajib Pajak, sebelum memutuskan bahwa Wajib Pajak tersebut berstatus non-efektif. Koefisien regresi variabel RWPNE pada tabel 5.1 sebesar 1,40 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah Wajib Pajak non-efektif sebesar 1%, akan menyebabkan in-efisiensi KPP Pratama meningkat sebesar 1,40%. Semakin besar Wajib Pajak yang non-efektif maka KPP Pratama semakin in-efisien dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Gambaran rasio Wajib Pajak non-efektif di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat disajikan pada tabel 5.8. Dari rasio Wajib Pajak non-efektif yang ada di KPP dalam tabel 5.8, KPP Pratama Gambir Satu memiliki rasio Wajib Pajak non-efektif di atas rata-rata seluruh KPP Pratama dalam kurun waktu tahun 2005 sampai 2008 dan berada di urutan delapan dari 15 KPP Pratama. Untuk lebih mendalami pengaruh Rasio WP Non Efektif ini terhadap efisiensi, pada tabel 5.9 ditampilkan persentase jumlah Wajib Pajak efektif dibandingkan jumlah Wajib Pajak terdaftar pada masingmasing KPP Pratama.

17 79 Tabel 5.8 Rasio Wajib Pajak Non-Efektif Kantor Pelayanan Pajak (dalam persen) No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Tanah Abang 2 58,79 54,35 56,49 62,13 57,94 2 Pratama Gambir 4 43,26 42,76 48,82 73,21 52,01 3 Pratama Gambir 3 32,19 30,68 58,53 52,41 43,45 4 Pratama Menteng 3 44,51 40,61 32,34 42,66 40,03 5 Pratama Gambir 2 27,72 26,73 23,12 58,11 33,92 6 Pratama Tanah Abang 1 38,81 34,00 32,95 22,65 32,10 7 Pratama Sawah Besar 2 30,54 29,41 32,12 35,51 31,89 8 Pratama Gambir 1 26,45 25,84 47,59 25,45 31,33 9 Pratama Cempaka Putih 0,05 0,05 60,71 61,54 30,59 10 Pratama Kemayoran 3,05 2,84 40,53 56,23 25,67 11 Pratama Sawah Besar 1 24,75 23,55 25,42 20,14 23,46 12 Pratama Tanah Abang 3 9,26 8,48 8,47 26,81 13,25 13 Pratama Menteng 2 14,30 13,41 10,77 11,40 12,47 14 Pratama Senen 10,38 9,86 10,61 7,23 9,52 15 Pratama Menteng 1 10,07 9,54 8,52 9,92 9,51 Rata-rata 24,94 23,47 33,13 37,69 29,81 Sumber : Telah diolah kembali Dari hasil tabel 5.9, tingkat kepatuhan Wajib Pajak KPP Pratama Gambir Satu untuk Wajib Pajak Badan di bawah rata-rata seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, sedang tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi berada di atas rata-rata seluruh KPP Pratama. Apabila hasil ini dihubungkan dengan sumber penerimaan pajak KPP Pratama yang dapat dilihat pada tabel 3.3, kontribusi Wajib Pajak efektif yang dominan pada KPP Pratama Gambir Satu, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi, selaras dengan sumber penerimaan utama KPP Pratama tersebut yaitu berasal dari PPh Orang Pribadi (pasal 25/29 dan PPh Pasal 21). Sehingga, meskipun secara kuantitas rasio WP Non Efektif KPP Pratama Gambir Satu berada di atas rata-rata rasio WP Non Efektif seluruh KPP Pratama di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, namun secara kualitas Wajib Pajak efektif pada KPP Pratama Gambir Satu memberikan pengaruh yang signifikan bagi penerimaan pajak.

18 80 Tabel 5.9 Persentase Jumlah Wajib Pajak Efektif Kantor Pelayanan Pajak KPP Rata-rata Badan OP Badan OP Badan OP Badan OP Badan OP Pratama 49,17 80,48 49,17 80,48 49,17 80,48 49,17 80,48 49,17 80,48 Gambir 1 Pratama 61,24 73,15 61,24 73,15 61,24 73,15 61,24 73,15 61,24 73,15 Gambir 2 Pratama 55,88 58,44 55,88 58,44 55,88 58,44 55,88 58,44 55,88 58,44 Gambir 3 Pratama 40,92 70,69 40,92 70,69 40,92 70,69 40,92 70,69 40,92 70,69 Gambir 4 Pratama 92,16 86,26 92,16 86,26 92,16 86,26 92,16 86,26 92,16 86,26 Menteng 1 Pratama 85,08 89,83 85,08 89,83 85,08 89,83 85,08 89,83 85,08 89,83 Menteng 2 Pratama 59,16 61,40 59,16 61,40 59,16 61,40 59,16 61,40 59,16 61,40 Menteng 3 Pratama 75,07 78,13 75,07 78,13 75,07 78,13 75,07 78,13 75,07 78,13 Sawah Besar 1 Pratama 69,28 67,47 69,28 67,47 69,28 67,47 69,28 67,47 69,28 67,47 Sawah Besar 2 Pratama 67,24 67,62 67,24 67,62 67,24 67,62 67,24 67,62 67,24 67,62 Tanah Abang 1 Pratama 52,90 39,73 52,90 39,73 52,90 39,73 52,90 39,73 52,90 39,73 Tanah Abang 2 Pratama 83,57 91,91 83,57 91,91 83,57 91,91 83,57 91,91 83,57 91,91 Tanah Abang 3 Pratama 82,07 95,97 82,07 95,97 82,07 95,97 82,07 95,97 82,07 95,97 Senen Pratama 68,18 70,06 68,18 70,06 68,18 70,06 68,18 70,06 68,18 70,06 Cempaka Pth Pratama 79,05 71,85 79,05 71,85 79,05 71,85 79,05 71,85 79,05 71,85 Kemayoran Rata-rata 68,06 73,53 68,06 73,53 68,06 73,53 68,06 73,53 68,06 73,53 Sumber : Data Wajib Pajak Terdaftar dan Efektif Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat dan diolah Berdasarkan hasil analisa efek in-efisiensi untuk variabel Rasio WP Non Efektif di atas dan mengacu pada KPP Pratama Gambir Satu sebagai dasar acuan, KPP Pratama yang harus meningkatkan intensifikasi Wajib Pajak terhadap Wajib Pajak efektif (dilihat dari kontribusi penerimaan pajak) dan non efektif (dilihat dari Rasio WP Non Efektif) di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat adalah KPP Pratama Tanah Abang Dua, KPP Pratama Gambir Empat, KPP Pratama Sawah Besar Dua, KPP Pratama Gambir Tiga, dan KPP Pratama Cempaka Putih. Variabel kedua dalam model efek in-efisiensi adalah Biaya Pelayanan per Wajib Pajak dengan nilai koefisien sebesar -1,85, diinterpretasikan sebagai

19 81 tambahan biaya pelayanan sebesar Rp 1.000,- akan menaikkan efisiensi KPP tersebut dalam mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 1,85%.. Tabel 5.10 menggambarkan besarnya biaya operasional Kantor Pelayanan Pajak yang dialokasikan untuk menyelenggarakan pelayanan kepada Wajib Pajak. Tabel 5.10 Biaya Pelayanan per Wajib Pajak di KPP Pratama (dalam ribu rupiah) No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Tanah Abang Pratama Menteng Pratama Menteng Pratama Gambir Pratama Gambir Pratama Gambir Pratama Menteng Pratama Sawah Besar Pratama Sawah Besar Pratama Tanah Abang Pratama Gambir Pratama Senen Pratama Tanah Abang Pratama Kemayoran Pratama Cempaka Putih Rata-rata Sumber : Telah diolah kembali Merujuk pada hasil yang disajikan tabel 5.10, KPP Pratama Gambir Satu mengalokasikan anggaran operasional KPP dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak di atas rata-rata seluruh KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Dari hasil ini yang menjadi perhatian adalah alokasi anggaran operasional pada KPP Pratama Menteng Satu, KPP Pratama Menteng Tiga, KPP Pratama Gambir Empat, dan KPP Pratama Gambir 3 yang berada di atas rata-rata seluruh KPP Pratama, namun tidak selaras dengan besarnya Rasio WP Non Efektif dan kontribusi penerimaan pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa anggaran operasional tersebut tidak tepat sasaran (disallocation) sehingga harus dilakukan pengkajian ulang mengenai belanja pegawai dan belanja barang tersebut.

20 82 Selanjutnya, variabel ketiga dalam model efek in-efisiensi adalah variabel pemeriksaan pajak dengan koefisien sebesar -0,003; diinterpretasikan sebagai tambahan 1 pemeriksaan yang dilakukan KPP akan menaikkan efisiensi KPP tersebut dalam mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 0,003%. Meskipun nilai koefisiennya sangat kecil dibanding koefsien variabel lainnya tetapi variabel ini tetap mempunyai pengaruh signifikan terhadap efisiensi Kantor Pelayanan Pajak. Tabel 5.11 mengambarkan kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan masingmasing KPP selama tahun 2005 sampai Tabel 5.11 Jumlah Pemeriksaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak No Kantor Pelayanan Pajak Rata-rata 1 Pratama Gambir Pratama Tanah Abang Pratama Tanah Abang Pratama Cempaka Putih Pratama Sawah Besar Pratama Gambir Pratama Senen Pratama Kemayoran Pratama Sawah Besar Pratama Menteng Pratama Gambir Pratama Menteng Pratama Tanah Abang Pratama Gambir Pratama Menteng Rata-rata Sumber : Telah diolah kembali Hasil yang ditampilkan tabel 5.11 yang diperoleh dari Laporan Penyelesaian dan Tunggakan SP3 Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, menunjukkan bahwa KPP Pratama Gambir Satu melakukan kegiatan pemeriksaan dibawah rata-rata seluruh KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Apabila ditinjau lebih lanjut, kegiatan pemeriksaan pajak sebagaimana telah disebutkan dalam bagian sebelumnya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai sarana untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (force compliance) dan menambah penerimaan pajak.

21 83 Berkenaan dengan upaya menambah penerimaan pajak, pemeriksaan pajak menjadi efektif apabila ketetapan pajak hasil pemeriksaan tersebut dilunasi oleh Wajib Pajak (Wajib Pajak setuju dengan koreksi yang dilakukan pemeriksa). Namun hasil pemeriksaan ini akan menambah masalah baru bagi KPP jika ketetapan pajak tersebut tidak dilunasi dan menjadi tunggakan pajak. Pada tabel 5.12 disajikan penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan dan tunggakan pajak serta pencairan tunggakan pajak. Dari tabel tersebut terlihat bahwa KPP Pratama Gambir Satu memiliki saldo tunggakan terkecil dibanding KPP Pratama lainnya di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Tabel 5.12 Rata-rata Hasil Pemeriksaan Pajak dan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Tahun Kantor Pelayanan Pajak Setoran Pajak Tunggakan Pajak Pencairan Tunggakan Pratama Tanah Abang % 78.11% 15.27% Pratama Senen 0.37% 64.77% 3.96% Pratama Tanah Abang % 53.05% 6.36% Pratama Gambir % 43.84% 3.36% Pratama Kemayoran 0.65% 37.96% 3.53% Pratama Menteng % 32.80% 6.50% Pratama Sawah Besar % 32.29% 3.09% Pratama Cempaka Putih 1.17% 28.44% 4.60% Pratama Menteng % 28.05% 14.39% Pratama Tanah Abang % 22.26% 6.30% Pratama Sawah Besar % 18.06% 2.34% Pratama Gambir % 14.91% 7.99% Pratama Gambir % 13.97% 3.11% Pratama Menteng % 11.76% 4.91% Pratama Gambir % 9.74% 1.16% Rata-rata 1.71% 30.89% 5.83% Keterangan : Setoran pajak, tunggakan pajak, dan pencairan tunggakan merupakan persentase terhadap penerimaan pajak selama tahun Sumber : Telah diolah kembali Hasil ini dapat diartikan bahwa tunggakan pajak sebagai efek dari pemeriksaan pajak (meskipun tidak semua tunggakan pajak berasal dari pemeriksaan pajak) mempunyai pengaruh terhadap in-efisiensi KPP Pratama. Besarnya tunggakan pajak menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas dari pemeriksaan pajak itu sendiri dan upaya penagihan aktif yang dilakukan KPP Pratama. Karena pemeriksaan dan penagihan pajak merupakan representasi tax effort KPP Pratama, maka hasil pada tabel 5.12 dapat dihubungkan dengan tabel

22 mengenai tax effort index. Kedua tabel ini menunjukkan korelasi positif dimana KPP Pratama yang memiliki tax effort index yang rendah cenderung memiliki saldo tunggakan yang besar yaitu KPP Pratama Tanah Abang Dua, KPP Pratama Senen, dan KPP Pratama Kemayoran. Seluruh variabel-variabel yang telah dijelaskan di atas, secara bersamasama membentuk fungsi stochastic production frontier dan inefficiency effect menentukan tingkat efisiensi teknis suatu KPP. Besarnya pengaruh variabel tersebut ditentukan oleh besarnya koefisien hasil estimasi dari persamaan Model. Sehingga meskipun suatu KPP berdasarkan data yang ada efisien pada satu variabel, hal itu belum menjadi jaminan bahwa KPP tersebut dikategorikan efisien jika pada variabel lain justru lebih tidak efisien, demikian pula sebaliknya.

BAB 3 ANALISA DESKRIPTIF KANTOR PELAYANAN PAJAK DI KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA PUSAT Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak

BAB 3 ANALISA DESKRIPTIF KANTOR PELAYANAN PAJAK DI KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA PUSAT Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak BAB 3 ANALISA DESKRIPTIF KANTOR PELAYANAN PAJAK DI KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA PUSAT 3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Secara bertahap sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009. 1 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal dan implementasi perencanaan pembangunan setiap tahun. Strategi dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Kontribusinya Terhadap Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Berikut adalah data jumlah wajib pajak yang berhasil dihimpun

Lebih terperinci

Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif

Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro Ringkasan eksekutif Peran perpajakan sangat penting bagi APBN. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauhmana penerimaan perpajakan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang didunia. Sehingga isu mengenai pembangunan nasional merupakan fokus utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu potensi penerimaan dalam negeri terbesar yang menjadi prioritas utama pemerintah. Berdasarkan data APBN tahun 2006-2011 pajak memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor migas dan sektor non migas. Salah satu penerimaan negara yang bersumber dari sektor non migas adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak baik orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahannya, Indonesia memiliki beberapa bentuk penerimaan bagi pendapatan negara. Salah satu bentuk penerimaan terbesar negara adalah dari sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar nomor empat di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa (www.bps.go.id). Pemerintah dalam

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Pemeriksaan Pajak atas SPT WP Badan Salah satu kewajiban setiap Wajib Pajak adalah mengisi dengan benar, jelas, dan lengkap serta menyampaikan secara langsung atau melalui pos

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novi Norma Melya Nugraha, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novi Norma Melya Nugraha, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum yang berpedoman pada Pancasila dan juga berpegang teguh pada aturan yang ada di negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan kemakmuran yang berasaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari penerimaan dalam negeri maupun penerimaan luar negeri.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari penerimaan dalam negeri maupun penerimaan luar negeri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berkewajiban untuk memenuhi kepentingan warga negaranya, salah satunya melalui pelaksanaan berbagai pembangunan yang sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Untuk mengkordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ITDA) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai salah satu kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem administrasi perpajakan dengan sistem self assessment, diharapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sistem administrasi perpajakan dengan sistem self assessment, diharapkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai pada tahun 1983 yang menerapkan sistem administrasi perpajakan dengan sistem self assessment, diharapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) menyebutkan bahwa, Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah satu sumber dana pembangunan perlu dipacu secara terus menerus melalui penggarapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan reformasi administrasi muncul setelah proses perubahan administrasi secara alamiah gagal, sehingga timbul dorongan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan reformasi administrasi muncul setelah proses perubahan administrasi secara alamiah gagal, sehingga timbul dorongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan orientasi dalam penerimaan negara yang lebih mengandalkan penerimaan dari perpajakan, menuntut Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan yang mendasar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini adalah menyejahterakan rakyat dan menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang akan digunakan dalam pembiayaan pembangunan di pemerintahan. Pajak berkontribusi di dalam Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini negara Indonesia akan terus melakukan pembangunan nasional di berbagai bidang yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur (Punarbhawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian suatu negara tidak terlepas dari tingkat pendapatannya yang baik. Pendapatan negara bersumber dari danaeksternal maupun internal. Dana eksternal diperoleh

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan 1 Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penagihan Tunggakan Pajak Dengan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jember) Effectiveness and Contribution

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KPP PRATAMA BEKASI SELATAN

EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KPP PRATAMA BEKASI SELATAN EFEKTIVITAS PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KPP PRATAMA BEKASI SELATAN PENDAHULUAN Latar Belakang Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan I. PENDUHULUAN I.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan dampak akumulasi agregat ekonomi yang tercermin dari aktifitas bisnis, meskipun fluktuasinya tidak tergambar secara jelas, dengan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG AGRISE Volume XII No. 3 Bulan Agustus 2012 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG (ANALYSIS OF TECHNICAL

Lebih terperinci

KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010

KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010 KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010 Latar Belakang Masalah Komponen perpajakan merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara. Dalam tiga tahun terakhir total penerimaan perpajakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi, dan informasi telah mengubah berbagai aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Salah satu ciri utama globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang paling besar kontribusinya. Penerimaan negara yang diterima dari pajak cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank syariah Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di BI pada tahun 2009-2012. Penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang notabenenya masih tergolong sebagai negara berkembang tentunya masih berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH Bab ini merupakan inti dari penulisan tesis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Keseluruhan pembahasan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Penyebab Terjadinya Piutang Pajak Pada Bab ini akan dibahas mengenai laporan perkembangan piutang pajak pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Laporan perkembangan piutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan pancasila dari undangundang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara dan bangsa yang yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diambil dari beberapa instansi negara yakni Departemen Keuangan, Badan Kepegawaian

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam negeri menjadi semakin diperhitungkan. Dengan adanya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar jika berbagai sumber daya dikelola dengan baik, serta pendapatan nasional negara tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Burton (2004:3) peran penerimaan pajak sangatlah penting bagi kemandirian suatu pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyidikan dan penagihan. Sistem pemeriksaan harus dapat mendorong kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. penyidikan dan penagihan. Sistem pemeriksaan harus dapat mendorong kebenaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penegakan hukum (Law Enforcement) dilakukan dengan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan. Sistem pemeriksaan harus dapat mendorong kebenaran dan kelengkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama dalam mempengaruhi realisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama dalam mempengaruhi realisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama dalam mempengaruhi realisasi penerimaan pajak, baik pajak daerah maupun pajak nasional. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era perkembangan ekonomi saat ini yang semakin meningkat, hampir beberapa negara dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal tersebut dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak sebagai sumber penerimaan negara digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan sebagai sumber pembiayaan pembangunan tanpa adanya kontraprestasi langsung sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar. Kurang lebih 2/3 penerimaan negara saat ini dihasilkan dari pajak. Pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri, (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri, (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pajak merupakan sumber penerimaan yang paling dominan, hal tersebut terbukti dari angka yang terdapat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fungsi pajak ialah fungsi Budgetair yang artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Angka pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang berkembang, sebenarnya Indonesia memiliki berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar didunia. Dengan besar dan luasnya wilayah Negara Republik Indonesia yang dimiliki, pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sebuah Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada mulanya pajak merupakan suatu pemberian secara cuma-cuma (upeti) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Tipe Penelitian. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini dapat digolongkan dalam post positivism (Norman and Yvonna : 1994 : 107). Mengacu pada perspektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, sedangkan penerimaan negara dari devisa yang berasal dari ekspor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah suatu negara terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya semakin meningkat. Perkembangan perekonomian global

Lebih terperinci

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI. Ita Rosdiana

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI. Ita Rosdiana PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI Ita Rosdiana 21109060 KEPATUHAN WAJIB PAJAK Grup Asian Agri baru membayar 50% atau Rp. 969,68 miliar dari

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak. (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam penerimaan negara. Perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap. Tabel 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumber pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah krisis ekonomi merupakan topik hangat yang sudah sering diperbincangkan sejak dahulu. Terjadinya krisis sangat mempengaruhi perekonomian negara kita karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak adalah penyangga utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, seiring dengan tuntutan pembangunan yang diakomodir

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BPRS, seperti nilai rasio keuangan financing to deposit ratio (FDR) dan

BAB IV PEMBAHASAN. BPRS, seperti nilai rasio keuangan financing to deposit ratio (FDR) dan BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik BPRS Sampel Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki karakteristik masing-masing yang dipengaruhi oleh daerah tempat operasionalnya. Perbedaan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... v. DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 8 1.3 Maksud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang sebenarnya memiliki banyak potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Tetapi pada kenyataannya, Indonesia belum bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pemerintahaan di bawahnya, yaitu pemerintah daerah (Kiz-Katos dan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pemerintahaan di bawahnya, yaitu pemerintah daerah (Kiz-Katos dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi berperan penting dalam agenda reformasi kelembagaan di seluruh belahan dunia. Tekanan internal dan eksternal mendorong banyak negara berkembang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang terus melakukan pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai dengan sila kelima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci