pengembangannya baik produksi, produktivitas maupun kwalitas lingkungan yang lebih seimbang antara keduanya. Ada tiga komponen teknologi utama dalam k

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pengembangannya baik produksi, produktivitas maupun kwalitas lingkungan yang lebih seimbang antara keduanya. Ada tiga komponen teknologi utama dalam k"

Transkripsi

1 DAMPAK KEGIATAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK TERHADAP PESERTA DAN NON PESERTA PROGRAM BAMBANG WINARso dan WAHYUNING K. SEJATI Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 10, Bogor ABSTRAK Dalam upaya mencukupi kebutuhan daging nasional, pemerintah telah berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut baik melalui kebijakan impor ternak hidup, impor daging segar/beku maupun melalui kebijakan program pengembangan ternak di dalam negeri. Salah satu program kebijakan pengembangan ternak potong khususnya sapi potong adalah melalui program Sistem Integrasi Padi Teak (SIPT) merupakan program yang diarahkan pada pemanfaatan limbah pertanian yang saling dibutuhkan antara limbah ternak dan limbah tanaman dengan filosophi Zero waste. Tidak dipungkiri lagi bahwa program tersebut disalah satu sisi mengalami keberhasilan. Namun disisi lain maslh diperlukan penyempurnaan. Tulisan ini mencoba melihat kinerja dari peternak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan program SIPT. Sejauh mana dampak yang ditimbulkan terhadap keduanya dengan adanya kegiatan tersebut. Penelitian dilakukan di sentra temak yang terdapat adanya kegiatan SIPT baik di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur maupun di Nusa Tenggara Barat. Informasi dilapangan menunjukkan bahwa adanya dampak positif baik bagi peternak peserta maupun peternak non peserta dengan adanya kegiatan SIPT tersebut telah dirasakan. Kata kunci : Sistem integrasi padi-ternak, produksi daging sapi PENDAHULUAN Seperti diketahui bahwa Indonesia senantiasa dihadapkan pada permasalahan kebutuhan daging yang cenderung defisit yang menjadikan kegiatan impor ternak hidup maupun impor daging segar sulit untuk diatasi. Selama periode sembilan tahun tahun terakhir ( ) kecenderungan impor ternak hidup terutama sapi bakalan meningkat 7,38% rata-rata/tahun. Dimana besarnya volume ratarata sekitar kg pertahun setara dengan ekor sapi bakalan dengan berat rata-rata 350 kg/ekor. Sementara impor bibit sapi betina meningkat 16,63% rata-rata/tahun dengan total nilai impor rata-rata US $ (Tabel 1 Lampian). Hal ini terjadi tidak lain adalah dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi dalam negeri yang juga terus mengalami perkembangan pesat. Dimana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri tersebut disamping sebagian impor, juga dipasok dari wilayah sentra produksi ternak sapi potong dalam negeri terutama Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur. Permasalahannya bahwa ketersediaan sapi diwilayah sentra produsen seperti tersebut diatas cenderung semakin terbatas. Selama kurun waktu duabelas tahun terakhir ( ) pengeluaran ternak dari daerah produsen terutama Jawa Timur cenderung terus menurun tajam rata-rata-19,34% rata-rata/tahun. Sejalan dengan hal tersebut maka pemerintah telah berupaya untuk mengatasi permasalahan kekurangan daging diatas. Salah satu kegiatan utama dalam hal tersebut adalah dicanangkannya program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T). Program tersebut merupakan program terobosan teknologi Badan Litbang Pertanian dalam rangka upaya meningkatkan produktivitas padi yang sekaligus dikaitkan dengan pengembangan ternak, mengingat keduanya merupakan komoditas yang saling membutuhkan (Simbiose mutualistis) yang didalamnya terdapat kegiatan SIPT. Kegiatan Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT) yang merupakan kajian yang diarahkan pada pemanfaatan limbah secara maksimal antar kedua komoditas utama yaitu limbah tanaman pangan dan limbah ternak. Sehingga melalui filosofi Zero waste diharapkan kedua komoditas utama tersebut dapat ditingkatkan 69

2 pengembangannya baik produksi, produktivitas maupun kwalitas lingkungan yang lebih seimbang antara keduanya. Ada tiga komponen teknologi utama dalam kegiatan Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) tersebut yaitu : (a) teknologi budidaya padi, (b) teknologi budidaya ternak dan (C) teknologi pengolahan jerami dan kompos. (HARYANTO et al., 2002). Pada tahun 2002, kegiatan SIPT telah dilaksanakan disamping dilakukan pada wilayah sebelas provinsi, menurut rencana cakupan wilayah kabupaten diperluas lagi. Pada pelaksanaan tahun 2003 ada perluasan tiga wilayah provinsi yaitu Provinsi Namroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan ini pada tahun 2003 didalamnya telah mencakup empatbelas provinsi dan dua puluh empat kabupaten (DIT. JEN. PETERNAKAN, 2003). Hasil pengamatan lapang terhadap kegiatan ini yang dilakukan di 3 (tiga) wilayah contoh yaitu Provinsi masing-masing Jawa-Timur, Jawa Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat, pelaksanaan SIPT menunjukkan keragaan yang bervariasi dan masih banyak menemui kendala. Sehingga masih diperlukan pembenahan terutama pembenahan manajemen baik di tingkat perencanaan program maupun aplikasi di lapangan. Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian Pemantapan Program dan Strategi Kebijakan Peningkatan Produksi Daging Sapi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, tahun Dalam kajian ini potret keragaan pelaksanaan kegiatan lebih mendapat penekanan. PEMBAHASAN Data tahun 2003 menunjukkan bahwa secara nasional pelaksanaan kegiatan SIPT yang dilakukan pada tahun 2002 telah dialokasikan di 21 kabupaten yang didalamnya terdapat tidak kurang dari 25 kecamatan, 40 desa dan 34 kelompok tani ikut terlibat didalamnya. Pada awal kegiatan telah tersalurkan tidak kurang dari ekor ternak sapi dengan pola sistem kredit maupun dengan pola bagi hasil. Dari hasil pengamatan lapang terhadap kinerja pelaksanaan kegiatan SIPT di tiga lokasi contoh menunjukkan kinerja sebagai berikut. Kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi yang telah melaksanakan kegiatan program P3T yang didalamnya terdapat kegiatan SIPT. Kegiatan SIPT ditempatkan di dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lombok-Barat dan Kabupaten Bima. Pengembangan ternak sapi potong, diwilayah Nusa Tenggara Barat terutama di Lombok Barat dilakukan berdasarkan pewilayahan pengembangan. Kawasan wilayah Lombok Barat bagian Utara seperti daerah Bayan, Gangge, Tanjung, Sekotong dan tempat lainnya lebih ditekankan untuk pengembangan sapi potong pola breeding. Sistem pengembangan ternak sapi potong pola ini sebenarnya merupakan pola bergilir yang dulu pernah dirintis yang dikenal dengan nama pola "Sumba kontrak ". Namun pola tersebut telah mengalami penyempurnaan sistem aturan main dan saat ini pola tersebut diberi nama sistem 'Tastura" yang sebenarnya merupakan akronim dari kata-kata 'Tatas Tuhu Tresna ". Yang mana pola ini lebih tepat dikatakan pemeliharaan ternak sapi dengan sisten induk bergulir. Salah stu hal yang mendasari adanya kebijakan pengembangan ternak sapi potong diwilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah disinyalir adanya pengurasan ternak yang cukup serius terutama disebabkan oleh adanya kegiatan pengiriman ternak hidup antar pulau yang terus menerus. Disamping itu juga adanya pemotongan ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Petemakan mengambil langkah berupaya pengembangan sistem breeding tersebut. Pada sistem breeding di wilayah NTB walau masih menghadapi calving interval yang panjang, namun kebijakan ini perlu ditempuh yang didasarkan atas kondisi dimana disamping di akibatkan oleh meningkatnya permintaan ternak bibit dari beberapa wilayah di Indonesia juga adanya permintaan dari luar negeri seperti dari Malaysia. Yang menjadi permasalahaan adalah apabila kegiatan ekspor 7 0

3 Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak tersebut tidak dipantau dan diawasi maka tidak menutup kemungkinan bahwa ternak-ternak sapi bibit yang di ekspor tersebut dapat saja merupakan sapi-sapi kwalitas terbaik yang sebenarnya hal ini harus dihindari karena ini akan dapat merugikan karena adanya pengurasan Plasma Nutfah ternak sapi setempat. Tabel 1. Perkembangan impor sapi dari beberapa negara asal selama sepuluh tahun terakhir ( ) No. Tahun Australia-New Zaeland Australia-Korea Selatan Australia-Jepang Korea Selatan-Belanda-Australia-UEA Singapura-Autralia- United State Korea Selatan-Australia Australia 8., Australia Australia Australia 11. Trend rata-rata/tahun (%) = 7,38 5,21 16,63 8,51 Sunlber: BADAN PUSAT STATISTIK (2006) Sapi bakalan Sapi induk Kg US $ Kg US $ Negara asal sapi bakalan Sementara untuk kawasan wilayah Kabupaten Lombok Barat bagian Tengah terutama daerah Narmada dan Wirasinga lebih diarahkan untuk pengembangan ternak sapi potong sistem penggemukan (fattening). Hal ini disesuaikan berdasarkan kondisi agroekosistem setempat, dimana diwilayah Lombok Barat bagian tengah lebih didominasi oleh lahan sawah beririgasi teknis. Sehingga tepat untuk upaya pengembangan sistem penggemukan dengan asumsi adanya kelebihan limbah pertanian yang mencukupi utk pengembangan usaha tersebut. Permasalahannya bahwa usaha penggemukan di NTB tergolong bisnis ternak sapi potong dimana Daily gain yang masih rendah, yang menyebabkan kegiatan fattening ternak sapi potong diwilayah ini untuk mendapatkan benefit membutuhkan waktu yang cukup panjang, sehingga sulit untuk bersaing dipasaran. Hal lain dengan masuknya daging impor ilegal dapat mengakibatkan turunnya harga daging ternak dipasaran. Implikasinya adalah dengan harga daging yang murah tersebut tentu akan berdampak rendahnya harga temak hidup yang pada akhirnya peternak jualah yang akan menderita kerugian sehingga menyebabkan pengem- bangan ternak sistem "kereman" kurang menarik. Kasus pelaksanaan kegiatan SIPT di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan ternak sapi potong dengan pola SIPT memberikan dampak positif bagi petani disekitar proyek yang secara langsung tidak terlibat dengan proyek tersebut. Adanya kegiatan SIPT mampu meningkatkan kinerja jual beli ternak kereman ditingkat petani. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kegiatan SIPT tersebut berdampak positif terhadap usaha ternak kereman di wilayah ini (Tabel Lampiran). Namun demikian dalam pelaksanaan program-program pengembangan ternak sapi potong diwilayah ini tidak sepenuhnya berjalan mulus, terutama program-program yang bersifat Top down. Disamping diwarnai oleh ketidak konsistenannya peraturan yang sering dianggap berubah-ubah juga petunjuk pelaksanaan yang dibuat di pusat banyak kelemahan dan kurang bisa di aplikasikan didaerah. Seperti kasus kegagalan proyek SIPT di salah satu kelompok ternak di Lombok Barat dimana merupakan salah satu contoh kurang bisa operasionalnya juklak di lapangan. Kasus kegiatan penggemukan sapi potong di Nusa 7 1

4 Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak Tenggara Barat meunjukkan gejala yang sama terutama pada daerah-daerah dimana pakan menjadi suatu yang bermasalah. Mengingat usaha kereman lebih mengandalkan pada kontinuitas dan kwalitas pakan, maka tidak semua wilayah sanggup untuk melakukan usaha ternak sapi kereman. Kasus di Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan wilayah yang memiliki lahan pertanian yang cukup besar. Data tahun 2002 tidak kurang dari ha lahan sawah beririgasi. Disamping penggunaan lahan sawah beririgasi, maka wilayah Jawa Timur juga terdapat lahan kering yang potensial untuk mendukung pengembangan ternak terutama sapi potong. Yaitu berupa lahan tegalan/kebun seluas ha, lahan ladang seluas ha dan lahan padang penggembalaan seluas ha (BADAN PUSAT STATISTIK, 2002). Dengan kondisi penggunaan lahan yang demikian maka, wilayah ini dilihat dari potensi ketersediaan limbah pertanian sangat besar. Hal yang demikian menjadikan wilayah Jawa Timur disamping merupakan lumbung hasil pertanian juga merupakan lumbung ternak secara nasional. Dengan dukungan kondisi alam yang demikian maka menjadikan usaha pengembangan ternak sapi potong di masyarakat dapat berkembang pesat. Seperti diketahui bahwa wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan daerah penyangga kebutuhan ternak sapi potong secara nasional. Sehingga wilayah ini disamping mampu memenuhi sendiri akan kebutuhan konsumsi daging ternak, juga mampu mensuplai ternak hidup maupun daging segar ke beberapa wilayah di Indonesia. Namun demikian Jawa Timur kini mulai menghadapi kendala, dengan semakin tingginya pengurasan ternak maka pertumbuhan populasinya semakin berkurang, seperti yang dikemukakan WINARSO et al. (2005), bahwa penurunan populasi ternak salah satunya disebabkan oleh beralihnya profesi peternak ke profesi lainnya sejalan dengan semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian ke bentuk lain. Selain berkurangnya lahan pertanian juga menyebabkan kehilangan sumber pakan ternak. Lokasi pengamatan di Jawa Timur di fokuskan di Kabupaten Blitar, menunjukkan bahwa dalam pengembangan ternak sapi potong, kebijakan diarahkan untuk pengembangan ternak skala rakyat. Dimana wilayah Blitar Utara yang penggunaan lahannya lebih didominasi oleh lahan sawah, maka dalam pengembangan ternak sapi potong diarahkan untuk kegiatan penggemukan (fattening) ternak sapi potong. Sementara wilayah Blitar Selatan yang lebih didominasi oleh lahan kering, maka wilayah ini diarahkan untuk pengembangan ternak sapi potong dengan sistem breeding. Blitar telah melaksanakan program pengembangan ternak sapi potong dengan SIPT. Pada pelaksanaan kegiatan anggaran tahun 2002 kegiatannya telah dialokasikan diwilayah Kecamatan Wlingi khususnya Desa Klemuran dan kelompok tani yang diikut sertakan adalah kelompok tani "Among Tani ". Pada tahun anggaran 2003 kegiatan yang sama dialokasikan di Desa Siraman Kecamatan Kesamben dan melibatkan dua kelompok tani yaitu Kelompok Tani "Rejeki Mulyo" dan Kelompok Tani "Ngudi Makmur (DINAS PERTANIAN KABUPATEN BLITAR, 2003). Pada anggaran tahun 2002 telah dialokasikan ternak sapi potong betina sebanyak 86 ekor, sementara pada tahun 2003 sebanyak 40 ekor. Kegiatan SIPT yang diaplikasikan di Blitar telah menarik minat masyarakat untuk mengembangkan ternak sapi potong menjadi semakin besar. Hanya saja sehubungan sebagian besar peserta proyek merupakan peternak pemula, hal ini tentu membutuhkan bimbingan teknis secara terpadu, baik teknis pertanian maupun peternakan yang selama ini terkesan kurang koordinasi. Secara teknis pelaksanaan program SIPT di wilayah ini dapat dikatakan berhasil, dimana limbah jerami dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sementara hasil kotoran ternak (kompos) juga telah termanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan pupuk organik oleh anggota kelompok. Disisi lain dilihat dari aspek penerapan teknologi pakan ternak, pemahaman tentang gizi ternak oleh petani belum sepenuhnya memahami. Hal ini tampak dari pola pemberian pakan. yang sepenuhnya menggunakan jerami dan kurang diimbangi dengan pakan hijauan lainnya seperti rumput- 7 2

5 rumputan. Sehingga kurang baik bagi pertumbuhan ternak itu sendiri. Hal ini terlihat dari kwalitas ternak yang kurang baik terutama dilihat dari kesehatan ternaknya, ternak terlihat kurus baik induk maupun pedetnya. Hal ini mengindikasikan kurangnya gizi pakan yang diberikan, terutama jenis pakan lainnya seperti rumput dan mineral lain. Kasus di Provinsi Jawa Barat Kegiatan proyek SIPT pada pelaksanaan tahun anggaran 2002 dialokasikan di empat wilayah Kabupaten, yaitu masing-masing di wilayah Kabupaten Subang, Krawang, Kuningan dan Kabupaten Majjalengka. Kabupaten Majalengka merupakan salah satu lokasi contoh yang diamati kinerjanya dalam pelaksanaan kegiatan SIPT. Keragaan pengembangan ternak sapi potong di Majalengka seperti halnya kasus di daerah lainnya bahwa kegiatan SIPT merupakan satu kesatuan antara beberapa sub kegiatan yang ada didalamnya, seperti kegiatan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) yang terangkum dalam satu program yang bernama P3T, yang didalamnya juga terdapat kegiatan SIPT. Pelaksanaan dilapangan menunjukkan bahwa kegiatan SIPT yang di alokasikan di Majalengka telah berjalan baik. Melibatkan dua kelompok tani yaitu kelompok tani Walahar dan Kelompok Tani Cisampih. Hasil pengamatan lapang dari jumlah bantuan sapi yang diterima sebanyak 80 ekor dimana 40 ekor diperuntukkan bagi usaha penggemukan dan 40 ekor diperuntukkan usaha pembibitan. Dari jumlah tersebut sebagian anggota telah menikmati hasilnya baik berupa hasil gaduhan berupa ternak penggemukan maupun pedet. Permasalahan tetap saja ada bahwa upaya pengembangan ternak tersebut masih memerlukan penanganan dan pembinaan yang lebih baik. Seperti kasus bahwa teknologi yang disampaikan belum sepenuhnya direspon oleh petani peserta. Diantara kasus adalah bahwa sebagian besar peserta kegiatan SIPT belum memanfaatkan pupuk kandang dilahan pertaniannya padahal ini sebenarnya merupakan paket anjuran dalam kegiatan SIPT. Kegiatan pengembangan ternak sapi potong oleh pemerintah pada masyarakat yang diaplikasikan dalam bentuk berbagai proyek, diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi masayrakat peternak. Baik yang terlibat langsung dengan kegiatan proyek maupun yang tidak terlibat langsung. Kegiatan pengembangan ternak sapi potong melalui SIPT belum sepenuhnya mampu memberikan dampak positif bagi peternak peserta. Wilayah Jawa Barat yang sebenarnya sangat potensial untuk usaha kereman akan tetapi belum diupayakan secara maksimal. Sampai saat inipun wilayah ini masih termasuk wilayah konsumen daripada produsen, mengingat besarnya kebutuhan daging masih jauh lebih tinggi daripada ketersediaan stock ternak yang ada. Dengan kondisi yang demikian maka Jawa Barat masing sering harus mendatangkan ternak dari luar wilayah dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen daging lokalnya (Tabel Lampiran 2). Kegiatan pengembangan ternak melalui pola SIPT merupakan usaha pengembangan antara ternak dan tanaman pangan. Konsep ini lebih mengedepankan keseimbanagan pemanfaatan limbah dari masing-masing komoditi agar lebih termanfaatkan secara optimal. Namun demikian konsep tersebut pelaksanaan dilapangan belum sepenuhnya lancar, terutama dalam kasus pemanfaatan jerami sebagai pakan pokok ternak belum semua petani peserta melaksanakan apa yang disarankan. Kasus di wilayah Jawa Barat maupun di Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa jerami merupakan limbah yang tidak saja dibutuhkan sebagai pakan ternak semata, namun juga dibutuhkan untuk mulsa tanaman palawija khususnya kedele. Dengan kondisi yang demikian kebutuhan jerami untuk ternak tergeser oleh kebutuhan bahan mulsa untuk tanaman palawija. Lain halnya kasus di Jawa Timur, mengingat lokasi kegiatan proyek merupakan wilayah irigasi teknis dengan pola tanam padi tiga kali tanam per tahun, maka jerami sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pakan ternak. Sehingga tidak heran apabila di wilayah Jawa Timur dalam pemberian jerami untuk pakan ternak cukup tinggi. Curahan jam kerja pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh tenaga kerja keluarga Menunjukkan bahwa antara pola pembibitan dan pola penggemukan tidak terlalu berbeda. 73

6 Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak Kasus di Jawa Barat curahan jam kerja keluarga dalam memelihara ternak sapi pola kereman tampaknya lebih dominan jika dibandingkan dengan pola pembibitan. Curahan jam kerja untuk budidaya ternak sapi kereman lebih didominasi untuk mencari hijauan pakan ternak. Sementara kasus di Jawa Timur justru sebaliknya, bahwa memelihara ternak dengan pola pembibitan lebih menyita waktu jika dibandingkan dengan pola penggemukan. Dilihat dari peningkatan pendapatan usahatani masyarakat disekitar kegiatan maupun terhadap masyarakat yang terlibat langsung. Adanya kegiatan pengembangan ternak melalui sistem SIPT belum memberikan dampak secara nyata. Peningkatan hasil produksi tanaman pangan khususnya padi temyata belum mampu memberikan peningkatan produksi padi. Penggunaan pupuk buatan maupun curahan kerja keluarga, masih menunjukkan kondisi sama antara setelah adanya kegiatan proyek SIPT maupun dengan sebelum adanya proyek SIPT. Proyek SIPT belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan usahatani maupun terhadap perilaku petani dalam mengadopsi teknologi yang disampaikan. Seperti yang dikemukakan oleh YUSDJA et al. (2003), bahwa banyaknya program yang telah dilaksanakan tetapi tidak memberikan dampak yang meyakinkan pada penyelamatan ternak potong dalam masyarakat diwilayah produksi. Pemerintah sebaiknya merubah strategi peningkatan populasi ternak sapi sekalipun dengan teknik sama seperti Inseminasi Buatan, pemberantasan penyakit kandungan, pemotongan ternak betina produktif dan lainnya. Ada beberapa penyebab yang menjadikan kegiatan tersebut belum tempak hasilnya yaitu : Pertama : Peternak yang terlibat dalam kegiatan SIPT merupakan peternak baru sehingga dalam hal pemeliharaan ternak masih banyak menemui kendala karena belum terbiasa berhadapan dengan ternak sapi potong, seperti kasus di Blitar-Jawa Timur. Kedua : Teknologi yang disampaikan belum sepenuhnya direspon oleh petani peserta. Kasus di Jawa Barat menunjukkan sebagian besar peserta kegiatan SIPT belum memanfaatkan pupuk kandang dilahan pertaniannya padahal ini sebenarnya merupakan paket anjuran dalam kegiatan SIPT. Ketiga : Cenderung membawa ternaknya ke masing-masing domisili tempat tinggalnya dan tidak mau ditaruh dalam kandang kelompok dengan alasan terlalu jauh dari lokasi tempat tinggal. Keempat : Pendekatan hamparan yang dilakukan dalam kegiatan SIPT tidak sepenuhnya cocok untuk diaplikasikan disemua lokasi kegiatan, kondisi yang demikian masih perlu penyesuaian pendekatan apabila kegiatan tersebut akan dilanjutkan kembali. Dalam hal pembinaan kelompok ternak pendekatan domisili dapat dijadikan suatu pertimbangan, kasus dikelompok tani "Spakek" Lombok Tengah merupakan kasus yang cocok untuk diadopsi. Disamping keempat hal tersebut permasalahan yang masih ada adalah Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada TA 2002 terhadap kegiatan SIPT, telah ditemukan beberapa masalah baik yang menyangkut maslah komponen pengembangan (lokasi, temak, peternak, petugas, teknologi maupun pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan). Permasalahan lokasi misalnya lokasi kegiatan SIPT tidak sesuai untuk pengembangan wilayah/kawasan peternakan. Hal ini disebabkan oleh proses penetapan lokasi yang tidak melibatkan instansi peternakan. Disamping adanya ketentuan proyek yang mengharuskan bahwa lokasi SIPT sehamparan dengan lokasi program tani terpadu (PTT), yang ternyata juga menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang berkaitan dengan ternak adalah sulitnya untuk mendapatkan ternak dengan ras tertentu yang sudah biasa makan jerami terfermentasi, sehingga ternak harus didatangkan dari luar lokasi atau bahkan dari luar provinsi. Disisi lain pengadaan ternak sering tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (20%). Hal ini lebih disebabkan oleh karena proses pengadaan yang tidak melibatkan Dinas Peternakan setempat. Permasalahan yang berkaitan dengan peternaknya adalah, petani peserta SIPT belum berpengalaman dalam beternak sapi, sehingga tatalaksana pemeliharaan ternak dan pengetahuan tentang penyakit ternak masih kurang, rendahnya pernahaman thd pentingnya budidaya, pemahaman pemahaman jerami sebagai pakan ternak maupun pemanfaatan 74

7 kotoran ternak sebagai pupuk maupun masih sulitnya merubah pola pikr usahatani agar mengarah pada wawasan agribisnis. Sementara permasalahan petugas dilapangan diantaranya adalah bahwa koordinasi antar instansi baik tingkat pusat maupun daerah masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain adalah belum adanya persamaan persepsi maupun konsep tentang pelaksanaan program PTT dan SIPT. Disisi lain kendala teknologi terutama tentang fermentasi jerami dan pengolahan kotoran ternak yang juga belum difahami. Sedangkan permasalahan dalam pelaksanaan dilapangan diantaranya adalah alokasi anggaran bantuan langsung masyarakat (BLM) terlalu rinci sehingga menyulitkan petugas, sosialisasi program yang tidak optimal disamping pelaksanaan kegiatan SIPT yang sangat tergantung musim yang kadang tidak sejalan dengan kesiapan petugas juga adanya tim teknis yang pada umumnya tidak menyususn rencana kerja yang jelas. Seperti yang dikemukakan oleh YUSDJA dan ILHAM (2006) bahwa kebijakan implementasi program untuk ternak sapi potong diprioritaskan atau dikonsentrasikan pada propinsi penghasil ternak sapi. Pembenahan ternak pada wilayah produksi akan dapat mengurangi impor daging dan ternak diwilayah konsumsi dan menekan angka pengurasan ternak. Pengembangan ternak sapi potong melalui berbagai kegiatan yang selama ini diupayakan tidak lain dimaksudkan untuk meningkatkan populasi ternak dalam negeri, juga diharapkan agar kita mampu berswasembada daging. Tujuan lain adalah untuk menjaga keseimbangan stock ternak lokal. Namun demikian upaya yang telah dirintis tersebut belum sepenuhnya berjalan seperti apa yang diharapkan. Dengan adanya kegiatan pengembangan ternak dibeberapa wilayah potensial, secara umum telah berdampak positif terhadap pengembangan populasi ternak yang dikembangkan disalah satu sisi, namun disisi lain dengan rendahnya harga daging dipasaran menyebabkan kurang gairahnya usaha pengembangan ternak sapi potong terutama yang dilakukan melalui sistem kereman. Dari kinerja keragaan pelaksanaan kegiatan SIPT dibeberapa lokasi contoh tersebut menunjukkan bahwa program crops livestock system (CLS) belum dapat dikatakan berhasil karena sebagian daerah yang menerima program tidak dapat menjalankan prinsip ini dan pada akhirnya kembali kepada bentuk tradisional. Selain itu, program ini berskala kecil dan masih bersifat trial and error sehingga tidak dapat diharapkan langsung efektif mendukung progra swasembada. Model-model penggemukan sapi yang lain yang umum dilakukan adalah penggemukan yang sifatnya mandiri dan berbentuk koperasi. Penggemukan yang bersifat kontrak tidak ada lagi. Pembangunan peternakan masa mendatang sebaiknya menggunakan pendekatan industri sapi potong. Dengan kata lain pemerintah harus meninggalkan cara-cara lama dalam pengembangan peternakan, seperti strategi dan program yang difokuskan pada usaha sapi potong rakyat. Sudah terbukti selama 20 tahun pembanguan peternakan dengan strategi membangun usaha rakyat ternyata tidak berhasil. Pertimbangan lain usaha rakyat bersifat tradisionil, ektensif, jauh dari kerangka pembangunan industri agribisnis sapi potong. YUSDJA et al. (2004) telah menyarankan pula bahwa ada dua cara yang saat ini dapat segera dilakukan yakni pertama pemerintah memfokuskan program-program pembangunan peternakan untuk meningkatkan kemampuan usaha ternak skala kecil (bukan usaha rakyat) yang bersifat komersil hingga skala menengah. Program-program pemerintah hampir diseluruh Indonesia fokus pada pembangunan usaha rakyat. Untuk itu, pemerintah di wilayah otonom (Kabupaten) diharapkan melakuan pendataan tentang keberadaan usaha penggemukan skala kecil dan skala menengah ini. Langkah selanjutnya adalah membuat kebijakan pembangunan peternakan komersil di wilayahnya masing-masing. Secara nasional, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif seperti penyediaan pelayanan investasi yang cukup, memberikan porsi perhatian yang tinggi terhadap pembangunan peternakan. Program-proram yang selama ini diterapkan seperti inseminasi buatan (IB), program bantuan seperti CLS, BLM, Ketahanan Pangan dan sebagainya sebaiknya difokuskan pada wilayah sentra produksi sehingga program-program itu mempunyai skala yang besar dan diharapkan dapat mempengaruhi secara efektif terhadap populasi dan produktivitas di wilayah produksi. 7 5

8 Masalah pembibitan untuk menghasilkan sapi bakalan tidak menarik investor karena ada cara yang lebih mudah yakni dengan mengimpor sapi bakalan. Sementara pembibitan yang dilakukan oleh peternakan rakyat mempunyai skala yang sangat kecil sehingga sulit diharapkan berkembang menjadi perusahaan pembibitan. Selain itu, investasi untuk pembibitan membutuhkan waktu lama dan biaya yang relatif besar dan resikonya tinggi. Atas dasar itu, untuk tujuan melestarikan dan mengembangkan potensi yang ada maka sebaiknya investasi usaha pembibitan dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk BUMN atau pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta. Strategi ini diharapkan dapat mendorong investor lain di masa datang untuk mengembangkan pengembangan usaha pembibitan. Usaha pembibitan yang ada saat ini harus dibina dan dikembangkan terutama usahausaha pembibitan yang berskala menengah. Meningkatkan kemampuan perusahan pembibit skala menengah ini dapat menjadi cikal bakal perusahaan pembibitan di masa datang setidaknya dapat membantu pengadaan sapi bakalan untuk kebutuhan di wilayah sentra pembibitan. Kebijakan impor sapi bakalan ternyata telah mulai memberikan dampak negatif bagi produksi dalam negeri. Namun demikian sisi positip dari impor sapi bakalan ini adalah pertama mengurangi pengurasan trnak di wilayah WSP dan di sisi lain kebutuhan daging terpenuhi di WSK sehingga inflasi dapat ditekan. Oleh karena itu jumlah impor sapi bakalan harus mempertimbangkan tingkat pengurasan dan tingkat kemampuan produksi dalam negeri. Oleh karena itu untuk antisipasi masa depan, paling tidak RPH modern yang ada di WSP harus kembali dihidupkan untuk tujuan melayani pasar daging khususnya di WSK. Implementasi program untuk masa datang harus melibatkan daerah khususnya para penerima proyek. Pemerintah sebaiknya meninggalkan pendekatan "top down" yang menganggap semua daerah penerima proyek adalah sama dan menggantikannya dengan pendekatan partisipatif. Selain itu programprogram harus difokuskan pada WSP dan jumlahnya harus diperbesar sampai pada suatu ukuran dapat menjawab masalah produktivitas, populasi dan pendapatan peternak pada tingkat proyek. Jenis program untuk tujuan yang sama tidak perlu berbentuk sama, apalagi kalau program seperti CLS yang sangat tergantung akan keberadaan lahan pertanian yang mungkin tidak sesuai untuk wilayah-wilayah seperti NTT dan NTB. Peran usaha rakyat dalam produksi daging nasional secara bertahap akan terus menurun. Oleh karena itu, struktur industri harus dikembangkan diluar usaha rakyat dan tradisional saat ini. Usaha rakyat yang ada sekarang ini dapat dijadikan bumper untuk membangun insdustri peternakan dari skala kecil hingga mengalami pertumbuhan dalam jangka panjang. Hal yang perlu dilakukan untuk menggeser struktur produksi dari yang ada sekarang adalah peluang investasi yang lebih besar untuk usaha sapi potong dan menggerakan investasi untuk pengadaan pakan hijauan bagi penyelamatan industri sapi potong rakyat yang ada sekarang. Dengan menjadikan usaha rakyat yang ada sekarang menjadi bumper, maka industri peternakan modern dapat dimulai dengan segera tanpa harus kuatir menunggu produksi untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. DAFTAR PUSTAKA BADAN PENELITIAN dan PENGEMBANGAN PERTANIAN Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Temak (SIPT). Badan Litbang Pertanian, Jakarta. BADAN PUSAT STATISTIK INDONESIA Luas lahan menurut penggunaannya di Indonesia tahun Badan Pusat Statistik, Jakarta. BADAN PUSAT STATISTIK Perdagangan luar negeri Indonesia. Ekspor - Impor. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN Petemakan Dalam Angka, HUTABARAT B., RACHMANTO B., WINARSO B., IQBAL M., SuPRIYADI H., SITUMORANG J. dan TAMBUNAN M Potensi dan peluang pemanafaatan sumber-sumber pertumbuhan produksi pertanian unggulan di Kalimantan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian 7 6

9 SIMATUPANG P., E. JAMAL dan MH. TOGATOROP Sistem gaduhan sapi tradisional Bali faktor pendorong, penopang dan karakteristiknya. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 12. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. STATISTIK PETERNAKAN Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. YUSDJA. Y, N. ILHAM dan S. WAHYUNING Outlook Peternakan Laporan Hasil Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. YUSDJA Y., MALIAN H., B. WINARSO, R. SAYUTI dan AS. BAGYO Analisis kebijaksanaan pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. WINARSO, B., R. SAYUTI dan C. MUSLIM Tinjauan ekonomi ternak sapi potong di Jawa Timur. FAE Vol. 23. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 7 7

10 Tabel lampiran 1. Kegiatan pengembangan ternak sistem integrasi padi temak (SIPT) pengaruhnya terhadap kinerja petemak peserta proyek di lokasi desa contoh, 2004 No. Keterangan 1. Jawa Barat : Sebelum Setelah Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan Kegiatan pengadaan ternak dalam satu tahun (kali) - 2,00 1,00 1,40 Rata-rata ternak yang dibeli per tahun (ekor) - 4,00 1,20 2,73 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) - 10,00 89,00 Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) ,00 Kegiatan penjualan temak dalam satu tahun (kali) - 2,00 1,00 1,42 Jumlah temak dijual dalam satu tahun (ekor) - 4,00 2,00 2,67 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) - 1,50-2,49 Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) - 1,20-0,25 Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) - - 0,10 2. Jawa Timur : Kegiatan pengadaan ternak dalam satu tahun (kali) - 2,00 1,00 2,00 Rata-rata ternak yang dibeli per tahun (ekor) - 2,00 2,33 2,00 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) - 40,00 11,81 61,00 Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) - 123,00 - Kegiatan penjualan ternak dalam satu tahun (kali) - - 1,00 2,00 Jumlah ternak dijual dalam satu tahun (ekor) - - 2,00 2,00 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) - - 2,74 9,50 Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) - - 1,33 9,50 Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) Nusa Tenggara Barat : Kegiatan pengadaan ternak dalam satu tahun (kali) 0,25 1,00 Rata-rata ternak yang dibeli per tahun (ekor) 3,00-2,00 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) 55,00 160,50 Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) 15,00-48,89 Kegiatan penjualan temak dalam satu tahun (kali) - - 1,25 Jumlah temak dijual dalam satu tahun (ekor) - - 2,00 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) - - Tabel lampiran 2. Alokasi tenaga kerja keluarga dan keragaan pengadaan pakan ternak dalam kegiatan pengembangan ternak SIPT di desa contoh, 2004 No. Keterangan Pesera proyek SIPT Non peserta proyek SIPT Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan 1. Jawa Barat : a. Pemberian pakan rata-rata per hari : Rumput 42,50 44,33-31,44 Kacang-kacangan - 3,67-6,11 Batangjagung - 17,66-6,14 Dedak/katul 1,50 2,24-1,50 Konsentrat ,55 Jerami 00 0,03-2,39 b. Alokasi tenaga kerja dalam keluarga : Jam/hari 0,33 2,98-2,33 Jumlah (orang) 0,27 1,27-1,67 7 8

11 Lanjutan : Tabel lampiran 2 No. Keterangan Peserta proyek SIPT Non peserta proyek SIPT Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan a. Jawa Timur : Pemberian pakan rata-rata per hari : Rumput 46,27 50,77-59,00 Kacang-kacangan ,00 Batangjagung - 5,00-16,50 Dedak/katul 1,14 2,83-10,30 Konsentrat 0,33 1,90-4,12 Jerami 25,00 31,00-5,50 b. Alokasi tenaga kerja dalam keluarga : Jam/hari 3,05 1,69-2,55 Jumlah (orang) 1,00 0,62-2,30 3. Nusa Tenggara Barat : a. Pemberian pakan rata-rata per hari : Rumput 50, ,56 Kacang-kacangan 7, ,85 Batang jagung 1, Dedak/katul 1, ,57 Konsentrat 0, Jerami 9, ,26 b. Alokasi tenaga kerja dalam keluarga : Jam/hari 2, ,75 Jumlah (orang) 2, ,50 Tabel lampiran 3. Dampak kegiatan program pengembangan ternak SIPT terhadap hasil dan kegiatan usahatani di lokasi desa contoh, 2004 Peserta proyek SIPT Non peserta proyek SIPT No. Keterangan Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan MH MK MH MK MH MK MH MK I. Jawa Barat : a. Produksi padi (ton/ha) - - 1,25 0, ,96 0,98... b Jumlah penggunaan pupuk buatan (kw/ha) ,07 13,08-1,06 1,12 c Jumlah penggunaan pupuk kandang (ton/ha) ,04 25, ,52 - d Penggunaan obat-obatan (Rp. 000/ha) ,75 39, ,17 60,00 e. Curahan tenaga kepa terhadap usahatani : Dalam keluarga (HOK) - 16,69 16,75-17,58 19,63 : Luar keluarga (HOK) - 0,50 0,50-15,00 2,67 2. Jawa Timur a. Produksi padi (ton/ha) 1,33 1,64 1,13 1, ,57 2,12 b. Jumlah penggunaan pupuk buatan (kw/ha) 16,27 16,92 24,85 25, ,04 1,00 c. Jumlah penggunaan pupuk kandang (ton/ha) - 0, ,03 - d. Penggunaan obat-obatan (Rp. 000/ha) 10,33 11,05 40,30 38, ,80 48,38 e. Curahan tenaga ketja terhadap usahatani : Dalam keluarga (HOK) 12,36 12,41 18,60 8, ,54 15,54 Luar keluarga (HOK) 6,36 6,36 22, ,93 1,93 79

12 Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak Lanjutan : Tabel lampiran 3 Peserta proyek SIPT Non peserta proyek SIPT No. Keterangan Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan MH MK MH MK MH MK MH MK 3. Nusa Tenggara Barat : a. Produksi padi (ton/ha) : 1,73 1,75-1,10 1,70 1,20 2,05 b. Jumlah penggunaan pupuk buatan (kw/ha) 28,61 28,61 1,00 1,00 0,72 0,50 c. Jumlah penggunaan pupuk kandang (ton/ha) 0,19 0, ,10 0,10 d. Penggunaan obat-obatan (Rp. 000/ha) 29,24 29, ,30 30,00 25,30 23,6 e. Curahan tenaga ketja terhadap usahatani : Dalam keluarga (HOK) 22,40 15,05 13,00 13,00 14,00 14,33 Luar keluarga (HOK) 9,65 10, ,67 Tabel lampiran 4. Kegiatan pengembangan ternak SIPT dampaknya terhadap kinerja peternak non peserta proyek di lokasi desa contoh, 2004 No. Keterangan 1. Jawa Barat : Sebelum Setelah Pembibitan Penggemukan Pembibitan Penggemukan Kegiatan pengadaan temak dalam satu tahun (kali) - 1,00-1,50 Rata-rata ternak yang dibeli per tahun (ekor) 1,75-1,50 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) 40,00-32,25 Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) Kegiatan penjualan temak dalam satu tahun (kali) 1,25 1,75 Jumlah temak dijual dalam satu tahun (ekor) 2,00-1,75 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) 7,00-0,45 Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) - - 0,53 Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) 1,80-0,50 2. Jawa Timur: Kegiatan pengadaan temak dalam satu tahun (kali) 1,50 1,00 1,00 Rata-rata ternak yang dibeli per tahun (ekor) 2,17 2,33 2,00 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) 56,00 43,33 - Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) 135,9 - Kegiatan penjualan temak dalam satu tahun (kali) 1,60 1,00 1,00 Jumlah temak dijual dalam satu tahun (ekor) 2,20 2,00 1,25 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) 6,30 1,95 2,74 Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) 6,42 1,33 2,08 Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) 0,00-4,54 3. Nusa Tenggara Barat : Kegiatan pengadaan temak dalam satu tahun (kali) 2,50-3,00 Rata-rata temak yang dibeli per tahun (ekor) 4,00-3,00 Biaya pengadaan sarana obat-obatan per tahun (Rp. 000) 60, Biaya Inseminasi buatan/kawin per tahun (Rp. 000) Kegiatan penjualan temak dalam satu tahun (kali) 2,50 3,50 Jumlah temak dijual dalam satu tahun (ekor) 4,00-3,50 Pupuk kandang yang dihasilkan dalam satu tahun (ton) Penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani (ton) Jumlah pupuk kandang yang dijual dalam satu tahun (ton) 80

13 Tabel lampiran 5. Keragaan keluar masuknya trnak sapi potong pada wilayah konsumen dan produsen selama 12 tahun terakhir ( )... Jawa Timur NTB Temak masuk No. Tahun Keluar Potong Total Keluar Potong Total DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan Timur '

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK DALAM UPAYA PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING DI INDONESIA: SUATU TINJAUAN EVALUASI

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK DALAM UPAYA PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING DI INDONESIA: SUATU TINJAUAN EVALUASI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PADI-TERNAK DALAM UPAYA PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING DI INDONESIA: SUATU TINJAUAN EVALUASI Chairul Muslim Pusat Analisi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 98

ICASEPS WORKING PAPER No. 98 ICASEPS WORKING PAPER No. 98 PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN SWASEMBADA DAGING DI NUSA TENGGARA BARAT Bambang Winarso Maret 2009 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

TINJAUAN EKONOMI TERNAK SAPI POTONG DI JAWA TIMUR

TINJAUAN EKONOMI TERNAK SAPI POTONG DI JAWA TIMUR TINJAUAN EKONOMI TERNAK SAPI POTONG DI JAWA TIMUR Bambang Winarso, Rosmiyati Sajuti, Chaerul Muslim Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor 16161 ABSTRACT East Java

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PERANAN KELOMPOK PETERNAK SAPI POTONG DENGAN PENDEKATAN SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) DI NUSA TENGGARA BARAT, JAWA TIMUR, DAN JAWA BARAT

PERANAN KELOMPOK PETERNAK SAPI POTONG DENGAN PENDEKATAN SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) DI NUSA TENGGARA BARAT, JAWA TIMUR, DAN JAWA BARAT PERANAN KELOMPOK PETERNAK SAPI POTONG DENGAN PENDEKATAN SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) DI NUSA TENGGARA BARAT, JAWA TIMUR, DAN JAWA BARAT CHAIRUL MUSLIM Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 99

ICASEPS WORKING PAPER No. 99 ICASEPS WORKING PAPER No. 99 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN POPULASI TERNAK MELALUI BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI LAMPUNG Bambang Winarso April 29 Pusat Analisis

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 18-25 ISSN 1693-8828 Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Cahyati Setiani dan Teguh Prasetyo Balai Pengkajian

Lebih terperinci

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi A. Latar Belakang Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi dengan pasokan sapi lokal. Menurut data

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani 1 PANDUAN Mendukung Penyusun : Sasongko WR Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Henny Mayrowani Ashari Bambang Winarso Waluyo PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

KAPASITAS PETERNAK PADA TEKNOLOGI PENGOLAHAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN DALAM MENDUKUNG INTEGRATED FARMING SYSTEM POLA SAPI POTONG DAN PADI

KAPASITAS PETERNAK PADA TEKNOLOGI PENGOLAHAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN DALAM MENDUKUNG INTEGRATED FARMING SYSTEM POLA SAPI POTONG DAN PADI KAPASITAS PETERNAK PADA TEKNOLOGI PENGOLAHAN JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN DALAM MENDUKUNG INTEGRATED FARMING SYSTEM POLA SAPI POTONG DAN PADI Agustina Abdullah, Hikmah M.Ali, Jasmal A.Syamsu Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak komoditas ekspor. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut seca

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak komoditas ekspor. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut seca INTEGRASI TANAMAN PADI - SAM PERAH DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT AGUS NURAWAN, A. GUNAWAN, HASMI B dan IGP. ALIT D Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jaiva Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya manusia dan alam yang sangat potensial dalam menunjang pembangunan ekonomi serta mempunyai faktor daya

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2) Pendahuluan KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI 2010 1) Oleh : Teguh Boediyana 2) 1. Meskipun daging sapi bukan merupakan bahan makanan yang pokok dan strategis seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI DI LAHAN MARGINAL UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SAPI BAKALAN DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI DI LAHAN MARGINAL UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SAPI BAKALAN DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI DI LAHAN MARGINAL UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SAPI BAKALAN DI NUSA TENGGARA BARAT Mashur Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Tenggara Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif (

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif ( Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SUMATERA UTARA KHAIRIAH dan PRAMA YUFD1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

Proposal Masa Depan CONTOH PROPOSAL USAHA. Tanpa Usaha Keras, Ide itu HAMPA «Inspirasi Oh Inspirasi Dialog Terbuka Tersimpan Tanda Tanya»

Proposal Masa Depan CONTOH PROPOSAL USAHA. Tanpa Usaha Keras, Ide itu HAMPA «Inspirasi Oh Inspirasi Dialog Terbuka Tersimpan Tanda Tanya» Proposal Masa Depan Tanpa Usaha Keras, Ide itu HAMPA «Inspirasi Oh Inspirasi Dialog Terbuka Tersimpan Tanda Tanya» CONTOH PROPOSAL USAHA PROPOSAL USAHA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PETERNAKAN BUDI DAYA SAPI

Lebih terperinci

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 Sugiarto dan Hendiarto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK KERBAU MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK KERBAU MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK KERBAU MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH NONO SETYAWAN Dinas Peternakan Kabupaten Brebes PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR Ir. Ati Rubianti, M.Si Ir. Amirudin Pohan, M.Si Ir. Medo Kote. M.Si X277 Kementrian Pertanian Balai Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik adalah Program

Lebih terperinci