PERATURAN DAERAH PERDA) TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA KOTA BATAM TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH PERDA) TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA KOTA BATAM TAHUN"

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH PERDA) TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BATAM TAHUN PEMERINTAH KOTA BATAM TAHUN 2011

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berkenaan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, telah memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta keragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kerangka dasar pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Selain itu, hal ini diharapkan juga dapat meningkatkan daya saing yang ada di daerah. Oleh karena itu, kebijakan yang disusun di daerah pada dasarnya dilakukan untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Walaupun undang-undang secara jelas menyatakan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan daerah tetap harus memperhatikan antara perencanaan pemerintahan pusat, provinsi dan antar pemerintah daerah, sehingga pencapaian tujuan daerah mendukung pencapaian tujuan nasional. Aspek hubungan tersebut memperhatikan kewenangan yang diberikan, baik yang terkait dengan hubungan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, pelayanan umum serta keuangan. Landasan hukum mengenai sistem perencanaan pembangunan telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dimana disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan penyusunannya dilakukan secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-1

3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan pemerintahannya harus menyusun perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud, disusun secara berjangka meliputi (i) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), (ii) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan (iii) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Menyikapi peraturan Perundangan tersebut di atas, Pemerintah Kota Batam bersama dengan DPRD Kota Batam telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam Berkaitan dengan uraian di atas serta menindaklanjuti kewajiban Pemerintah Kota Batam setelah melaksanakan pemilihan Kepala Daerah secara langsung, maka sesuai amanat peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah Kota Batam diwajibkan menyusun RPJMD. RPJMD Kota Batam Tahun merupakan penjabaran visi, misi dan program Walikota Batam yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan, dimana penyusunannya memperhatikan RPJM Nasional dan RPJMD Provinsi, memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Program lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dokumen RPJMD ini pada dasarnya disusun berdasarkan beberapa pendekatan berikut: 1. Pendekatan Politik, pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah sebagai proses penyusunan rencana program, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan para calon Kepala Daerah. Dalam hal ini rencana pembangunan adalah penjabaran agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah saat kampanye ke dalam RPJMD; 2. Pendekatan Teknokratik, pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk hal tersebut; 3. Pendekatan Partisipatif, pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki; ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-2

4 4. Pendekatan Atas-Bawah (top-down) dan Bawah- Atas (bottom-up), pendekatan ini dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Hasil proses tersebut kemudian diselaraskan melalui musyawarah pembangunan. RPJMD Kota Batam Tahun disusun melalui tahapan perencanaan partisipatif dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan daerah Kota Batam. Berbagai tahapan analisis sektoral & tata ruang, penjaringan aspirasi masyarakat, serta dialog yang melibatkan pemangku kepentingan strategis telah dilakukan dalam rangka mewujudkan perencanaan yang komprehensif. Tahapan proses penyusunan RPJMD Kota Batam, secara umum dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar I-1 Proses Penyusunan RPJMD Kota Batam Tahun (Draf) RPJPD Kota Batam Kondisi lingkungan strategis & hasil evaluasi Rancangan Awal RPJMD (Oleh Bappeko) Visi, Misi, Program KDH RPJM Nasional dan Provinsi Musrenbang Perumusan Rancangan Akhir RPJMD Berdasarkan hasil Musrenbang RPJMD RPJMD ditetapkan dengan Perda setelah berkonsultasi dengan Provinsi Sumber : Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-3

5 1.2 DASAR HUKUM PENYUSUNAN Landasan hukum sebagai dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam Tahun adalah sebagai berikut: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902) sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, san Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Nomor 111 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4237); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor. 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 4286); ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-4

6 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 12. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-5

7 17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 24. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 25. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 5 Tahun 2001 tentang Kebersihan Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2001 Nomor 5 Seri B) sebagaimana ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-6

8 terakhir diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 5 Tahun 2001 tentang Kebersihan Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 46); 28. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 16 Tahun 2001 tentang Penerimaan Sumbangan dari Pihak Ketiga Kepada Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2002 Nomor 20 Seri D); 29. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2001 Nomor 18 Seri C) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2003 Nomor 30 Seri C) ; 30. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2002 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2002 Nomor 1 Seri D); 31. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2002 tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2002 Nomor 20 Seri D); 32. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 6 Tahun 2002 tentang Ketertiban Sosial di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2002 Nomor 22 Seri E); 33. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2003 Nomor 42 Seri E); 34. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2004 Nomor 52 Seri C Tambahan Lembaran Daerah Nomor 32); 35. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pemekaran, Perubahan dan Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan dalam Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2005 Nomor 65 Seri D Tambahan Lembaran Daerah Nomor 34); 36. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2006 Nomor 1 Seri D); 37. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2006 Nomor 2 Seri E Tambahan Lembaran Daerah Nomor 37); ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-7

9 38. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2006 Nomor 7 Seri A ); 39. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 44); 40. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 8) 41. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 9) 42. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 10) 43. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 11) 44. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 12). 45. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 13) 46. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 14) 47. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 16 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2007 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 55); 48. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kepelabuhanan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 56 ); 49. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 58 ); ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-8

10 50. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 5 Tahun 2009 tentang Retribusi Penggunaan Tanah dan / atau Bangunan yang dikuasai Pemerintah Daerah untuk Pemasangan Reklame (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 61); 51. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 6 Tahun 2009 tentang Menara Telekomunikasi di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 62 ); 52. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 7 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Terumbu Karang (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 63 ); 53. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 64); 54. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 65); 55. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 12 Tahun 2009 tentang Retribusi Izin Usaha di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 66 ); 56. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2010 tentang Urusan Pemerintah yang menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 67 ); 57. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2010 Nomor 4,, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 69 ); 58. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 71 ); 59. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 72 ); 60. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2011 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 73 ); ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-9

11 61. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi IMB (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2011 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 74 ); 62. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Kota Batam (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2011 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 75 ); 1.3 HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah, berhubungan erat dengan RPJP Daerah, RPJMD Provinsi dan RPJM Nasional karena berdasarkan Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dijelaskan bahwa RPJM Daerah berpedoman pada dokumen RPJP Daerah dan memperhatikan RPJMD Provinsi dan Nasional. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 25 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 RPJM Daerah juga merupakan payung bagi dokumen perencanaan dibawahnya yaitu Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan dasar dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Dokumen RKPD merupakan dokumen perencanaan anggaran pemerintah daerah yang ditetapkan setiap tahun (Pasal 5 Ayat 3 UU Nomor 25 Tahun 2004), RKPD mengacu pada RKP sehingga secara langsung RAPBD akan berhubungan dengan RAPBN terutama dilihat dari keterkaitan keuangan/fiskal antara pusat dan daerah seperti (DAU, DAK, dan Bagi Hasil) dan kebijakan lainnya yang masih diatur oleh pemerintah pusat Hirarki perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi dasar dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Oleh karena itu RPJMD merupakan bagian yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan. Sehingga RPJMD harus singkron dan sinergi antar daerah, antar waktu, antar ruang dan antar fungsi pemerintah serta menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Sebagai dokumen perencanaan kebijakan pembangunan 5 (lima) tahun ke depan, RPJMD Kota Batam harus mengacu dan mengarah bagi terwujudnya ketentuan dalam kebijakan pemanfaatan ruang baik struktur tata ruang maupun pola ruang. Pada Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 disebutkan bahwa RPJM Daerah menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-10

12 Perangkat Daerah (Renstra SKPD) sehingga dengan demikian RPJM Daerah juga secara tidak langsung menjadi payung dalam penyusunan Renstra SKPD, selanjutnya Renstra SKPD dijabarkan dalam Rencana Kerja Tahunan atau Renja SKPD yang merupakan dokumen perencanaan paling aplikatif dari RPJMD. Pembangunan Jangka Panjang Kota Batam Tahun merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, Kota Batam diharapkan dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pembangunan nasional. Pelaksanaan RPJPD Kota Batam terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJMD I Tahun , RPJMD II Tahun , RPJMD III Tahun , dan RPJMD IV Tahun RPJP Provinsi digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Provinsi. Pentahapan rencana pembangunan nasional disusun dalam masingmasing periode RPJM sesuai dengan visi, misi, dan program. Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini keterkaitan RPJMD dengan dokumen perencanaan lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hubungan RPJMD dengan RPJPD Berdasarkan arahan dalam RPJPD Kota Batam , bahwa RPJMD merupakan penjabaran program lima tahunan RPJPD yang dilaksanakan berdasarkan periode Kepala Daerah. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa RPJMD yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Kepala Daerah, dalam penyusunannya tetap berpedoman kepada RPJPD Kota. Dalam RPJPD ditetapkan bahwa visi jangka panjang daerah adalah Terwujudnya Batam sebagai Bandar Dunia yang Madani. Dengan misi 1) Mewujudkan Batam sebagai Bandar berstandar Internasional. 2) Menciptakan Batam sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi. 3) Menciptakan Masyarakat Madani (agamis, sejahtera, maju, berbudaya, menegakkan supremasi hokum, berkeadilan dan demokratis). 4) Menciptakan Pemerintahan yang Transparan dan Akuntabel. Dalam kaitan tersebut Pemerintah Kota Batam dalam RPJMD menetapkan Visi Kota Batam yaitu: Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional. ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-11

13 2. Hubungan RPJMD dengan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Perda Provinsi Kepulauan Riau Nomor 3 tahun 2011 tentang RPJMD Provinsi Kepri ditetapkan Visi yaitu Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan dengan misi sebagai berikut: 1). Mengembangkan Budaya Melayu sebagai payung bagi budaya lainnya dalam kehidupan masyarakat 2). Meningkatkan pendayagunaan sumber daya kelautan dan pulau-pulau kecil 3). Mengembangkan wisata yang berbasis kelautan dan budaya setempat 4). Mengembangkan potensi ekonomi local dengan keberpihakan kepada rakyat kecil (Wong cilik) 5). Meningkatkan investasi dengan pembangunan infrastruktur yang berkualitas 6). Memberdayakan masyarakat melalui pendidikan dan kesehatan yang berkualitas 7). Mengembangkan etos kerja, disiplin, budi pekerti dan supremasi hokum 8). Mengembangkan kehidupan yang demokratis, keadilan serta berkesetaraan gender 9). Mengembangkan pembangunan yang ramah lingkungan Hubungan RPJMD dengan RTRW Kota Batam dimana RTRW Kota Batam Tahun belum ditetapkan sebagai Peraturan daerah, namun dalam rancangan Perda RTRW telah dijelaskan kebijakan yang ditempuh dalam RTRW Oleh sebab itu untuk melihat hubungan antara RPJMD dengan RTRW sesuai dengan pasal 29 ayat 1 PP 8 tahun 2008 maka kebijakan RPJMD dan RTRW dapat dijelaskan sebagai berikut: Dalam RTRW ditetapkan bahwa tujuan Penataan Ruang Kota Batam adalah Terwujudnya Bandar dunia yang madani berbasis industry, pariwisata, perdagangan dan jasa, yang produktif, aman, nyaman, maju, berkualitas, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta berdaya saing kuat di era global. ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-12

14 Gambaran tentang hubungan antara RPJMD Kota Batam Tahun dengan dokumen perencanaan lainnya baik dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan maupun dengan sistem keuangan secara diagramatis dapat dilihat dalam Gambar di bawah ini. Gambar I-2 Dokumen Perencanaan yang menjadi Pedoman dan Perhatian dalam Penyusunan RPJMD Kota/Kabupaten LINGKUP INTERNAL RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kab/Kota RPJM Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Menjadi Perhatian Menjadi Perhatian RPJMD Prov Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Menjadi Perhatian Merupakan Pedoman RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kab/Kota Menjadi Perhatian RTRW Kab/Kota Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota lainnya RPJMD Kab/Kota Rencana Pembangunan Jangka Menegah Kab/Kota lainnya Sumber : Permendagri 54/2010 Dalam hal kaitannya dengan sistem keuangan yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka RPJMD Kota Batam akan dijabarkan ke dalam RKPD untuk setiap tahunnya, dan dapat dijadikan pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Batam. Berikut ini diuraikan secara diagramatis kaitan antara RPJMD ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-13

15 dengan dokumen perencanaan di tingkat pusat, dokumen perencanaan yang menjadi pedoman dan turunan dari RPJMD, serta perencanaan keuangan daerah. Gambar I-3 Hubungan RPJM Daerah Kota Batam dengan Dokumen Perencanaan Lainnya PEMERINTAH PUSAT RPJP NASIONAL Pedoman RENSTRA K/L Pedoman RPJMD NASIONAL Pedoman Dijabarkan Diacu RENJA K/L RKP Pedoman Pedoman RKA K/L RAPBN Pedoman Pedoman RINCIAN APBN APBN Diacu Diperhatikan Diserasikan melalui musrenbang PEMERINTAH DAERAH RPJP DAERAH Pedoman RPJMD DAERAH Pedoman RENSTRA SKPD Dijabarkan Pedoman Diacu RKPD Pedoman RAPBD Pedoman APBD RENJA SKPD Pedoman RKA SKPD Pedoman RINCIAN APBD UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-14

16 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan RPJMD Kota Batam Tahun ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Menjelaskan tentang latar belakang, dasar hukum penyusunan, hubungan antar dokumen perencanaan, sistematika penulisan, serta maksud dan tujuan penyusunan RPJMD Kota Batam. BAB 2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Gambaran umum kondisi daerah menjelaskan tentang kondisi geografi dan demografi Kota Batam secara komprehensif sebagai basis/dasar analisis dan pijakan dalam penyusunan perencanaan. BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Bab ini menguraikan analisis pengelolaan keuangan daerah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menghasilkan gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah. BAB 4 ISU STRATEGIS Bab ini memuat berbagai isu strategis yang akan menentukan kinerja pembangunan dalam 5 (lima) tahun mendatang. BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Bab ini menjelaskan visi dan misi Pemerintah Daerah Kota Batam untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, yang disertai dengan tujuan dan sasarannya. BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Bab ini memuat dan menjelaskan strategi dan arah kebijakan pembangunan Kota Batam untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Bab ini menjelaskan mengenai kebijakan umum yang akan diambil dalam pembangunan jangka menengah dan disertai dengan program pembangunan daerah yang akan direncanakan. ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-15

17 BAB 8 PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Dalam bab ini diuraikan indikator yang akan dicapai melalui sejumlah program yang akan dilaksanakan pada Tahun BAB 9 PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN Bab terakhir ini memuat pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan dokiumen RPJMD Tahun MAKSUD DAN TUJUAN Maksud Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam Tahun dimaksudkan untuk memberikan arah sekaligus menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan pembangunan jangka menengah Kota Batam secara konsisten dan berkesinambungan Tujuan Adapun tujuan penyusunan RPJMD Kota Batam adalah sebagai berikut: 1. menetapkan visi, misi, dan program pembangunan daerah jangka menengah; 2. sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja (Renja) SKPD, dan perencanaan penganggaran; 3. menjamin keterkaitan, konsistensi, sinergisitas, dan keterpaduan dokumen RPJMD dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal, sekaligus juga sebagai pedoman dalam melihat dan memelihara konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. ** Pemerintah Kota Batam PENDAHULUAN I-16

18 BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH 2.1 ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI Karakteristik Lokasi dan Wilayah Karakteristik lokasi dan wilayah Kota Batam dapat ditinjau dari beberapa aspek strategis sebagaimana diuraikan berikut ini Luas dan Batas Wilayah Administrasi Luas wilayah Kota Batam seluas 426, Ha, terdiri dari luas wilayah darat 108,265 Ha dan luas wilayah perairan/laut 318, Ha. Kota Batam meliputi lebih dari 400 (empat ratus) pulau, 329 (tiga ratus dua puluh sembilan) di antaranya telah bernama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara. Dalam hal ini Kota Batam berbatasan dengan: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Singapura dan Malaysia : Kabupaten Lingga : Kabupaten Karimun dan Laut Internasional : Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang Letak dan Kondisi Geografis A Posisi Astronomis Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kota Batam tahun , terletak antara ' 00 Lintang Utara dan ' ' 04 Bujur Timur. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-1

19 Gambar 2.1 Peta Wilayah Kota Batam sumber : Bappeda Kota Batam, 2011 B Posisi Geostrategik Sebagaimana diuraikan pada Subbab sebelumnya, Kota Batam berbatasan dengan daerah dan negara lain. Hal ini memiliki implikasi pada posisi geostrategik Kota Batam. Singapura dan Malaysia yang berada di sebelah utara Kota Batam, secara ekonomi makro memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam perekonomian Batam. Letak strategis Batam telah menjadi daya tarik bagi Singapura untuk merelokasikan aktivitas industri mereka ke Batam karena ketersediaan lahan yang cukup dan kemudahan investasi yang diberikan. Sebelah selatan Kota Batam berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lingga dan sebelah barat dengan Kabupaten Karimun serta laut internasional. Karakteristik wilayah ini secara geografis tidak jauh berbeda, begitu juga dari sisi sosiokulturalnya. Kabupaten Karimun merupakan wilayah pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan) yang pembentukannya bersamaan dengan Kota Batam. Daerah ini terkenal dengan industri pertambangan batu granit dan produksi perikanan yang juga merupakan kebutuhan bagi proses pembangunan Kota Batam. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-2

20 Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan terletak di sebelah timur Kota Batam. Kedua daerah ini memiliki keterkaitan emosional dan kultural dengan Kota Batam. Kota Tanjung Pinang sekaligus merupakan ibukota Provinsi Kepulauan Riau, sehingga menjadi pusat pemerintahan Provinsi. Kota ini juga memiliki potensi wisata yang cukup besar, baik wisata bahari dan terutama wisata sejarah. Keberadaan Pulau Penyengat sebagai salah satu icon budaya Melayu telah menjadikan kawasan ini tempat tujuan wisata yang cukup terkenal. Kabupaten Bintan selain merupakan daerah yang kaya dengan sumberdaya alam, baik laut dan darat terutama bauksit, juga merupakan kawasan yang cukup kaya dengan hasil pertanian dan perkebunan. Produk hasil bumi ini turut memberikan andil bagi kebutuhan masyarakat Batam. Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di jalur pelayaran internasional. Singapura dan Malaysia yang berada di sebelah utara Kota Batam sangat terkait dengan posisi tersebut. Posisi ini menjadi unik bagi Kota Batam yang membedakan dengan daerah lain di Indonesia Topografi Wilayah Kota Batam relatif datar dengan variasi berbukit-bukit di tengah pulau dengan ketinggian antara 7 hingga 160 mdpl. Wilayah yang memiliki elevasi 0 hingga 7 mdpl terdapat di pantai utara dan pantai selatan Pulau Batam dan sebelah timur Pulau Rempang serta sebelah utara, timur dan selatan Pulau Galang. Sedangkan pulau-pulau kecil lainnya, sebagian besar merupakan kawasan hutan mangrove. Wilayah yang memiliki ketinggian sampai 100 m dpl dengan topografi berbukit-bukit yang sangat sesuai untuk kawasan resapan air untuk cadangan air baku, umumnya berada di bagian tengah Pulau Batam, Rempang dan Galang serta Galang Baru. Wilayah Kota Batam yang memiliki kemiringan lereng 0 3% tersebar di pesisir pantai di Teluk Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering dan Teluk Duriangkang. Wilayah yang memiliki kemiringan lereng 3 10% tersebar hampir diseluruh Pulau Batam mulai dari Perbukitan Dangas Pancur di Sekupang dan Tanjung Uncang ke sebelah timur, dari Teluk Jodoh sampai Duriangkang dan terus ke pesisir timur, sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan. Lereng antara 10 20% sebagian besar berada di daerah kaki bukit dengan relief relatif rendah, tersebar dibagian tengah pulau Batam dan pulau-pulau besar lainnya. Lereng 20 40% sebaran luasnya membentuk jalur sempit di punggung bukit sepanjang bukit Dangas Pancur dan bukit Senyum. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-3

21 Sementara itu wilayah dengan kelerengan di atas 40% berada di sepanjang bukit Dangas Pancur. Beberapa puncak bukit di Pulau Batam antara lain Bukit Dangas Pancur 169 m, Bukit Temoyong 179 m, Bukit Senimba 140 m dan Bukit Tiban 110 m Geologi Wilayah Kota Batam seperti daerah lainnya di Provinsi Kepulauan Riau, juga merupakan bagian dari paparan kontinental. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa erosi atau penyusutan daratan protersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia/Singapura di bagian utara sampai dengan Pulau Moro dan Kundur serta Karimun di bagian selatan Hidrologi Kota Batam memiliki 2 (dua) wilayah air tanah, yaitu: 1. Perbukitan lipatan yang terdapat hampir di sebagian wilayah. Wilayah air tanah ini terdapat pada kawasan dengan batuan penyusun berupa batu pasir, batu lempung, fillit, dan kuarsit yang bersifat padu. Umumnya, air tanah tersimpan dalam aquafir berupa rekahan atau secah, serta pada material rombakan hasil lapukan batuan padu tersebut dan terdapat pada kedudukan dangkal. 2. Air tanah yang terdapat di daerah batuan beku. Jenis air tanah ini terdapat di bagian timur Pulau Batam yang tersusun oleh granit dan hasil erupsi lainnya. Daerah batuan beku di wilayah Kota Batam terdapat di Pulau Buluh, Pulau Bulan Lintang, Pulau Lengkana, Pulau Sekanak, Pulau Mekawa, Pulau Dendang, dan Pulau Air Asam. Batuan penyusun ini terdapat pada daerah batuan beku berupa batu pasir dan batu lempung keras dan bersifat kedap air Klimatologi Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2010 berkisar antara 21,1 0 C 24,4 o C dan suhu maksimum berkisar antara 32,2 o C - 34,5 o C, sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun 2010 adalah 26,7 o C - 28,7 o C. Keadaan tekanan udara rata-rata untuk tahun 2010 berkisar antara 1008,2 1019,9 MBS dengan tekanan minimum antara 1003,6 1007,6 MBS dan maksimum antara 1007,6 1017,4 MBS. Sementara kelembaban udara minimum di Kota Batam rata- ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-4

22 rata berkisar antara %, dan maksimum antara %. Kecepatan angin maksimum knot. Banyaknya hari hujan selama setahun di Kota Batam pada tahun 2010 adalah 193 hari dan banyaknya curah hujan setahun 2052,8 mm Penggunaan Lahan Rencana penggunaan lahan di Kota Batam dilihat dari rencana pola ruang Kota Batam, dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel II.1 Penggunaan Lahan berdasarkan Pola Ruang Kota Batam No. JENIS PENGGUNAAN 1 LINDUNG LUAS m² Ha a. Buffer Jalan 109, b. Genangan 117, c. Hutan Bakau 20,740,000 2,074 d. Hutan Buru 21,660,000 2,166 e. Hutan Kota 119,577,700 11, f. Hutan Lindung 144,800,000 14,480 g. Hutan Wisata 9,016, h. Waduk 31,070,000 3,107 i. Sempadan Pantai 4,863,000 4, TOTAL KAWASAN LINDUNG 351,952,800 35, BUDIDAYA a. Fasilitas Pelabuhan 22,460,000 2,246 b. Fasilitas Umum 23,300,000 2,330 c. Jasa 56,240,000 5,624 d. Kawasan Bandara 12,260,000 1,226 e. KKOP 1,554, ,4 f. Wisata 100,600,000 10,060 g. Perikanan 2,381, h. Industrian 129,300,000 12,930 i. Permukiman 182,900,000 18,290 j. Pertanian/Peternakan 138,400,000 13,840 k. Pusat Pemerintahan 667, l. Infrastruktur Jalan 60,634,700 6, TOTAL KAWASAN BUDIDAYA 730,697, TOTAL KESELURUHAN 1,082,650, ,265 Sumber: Bappeda Kota Batam Tahun 2011, data olahan ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-5

23 2.1.2 POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH Merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun , dalam kurun waktu tersebut, rencana potensi pengembangan wilayah, dapat diuraikan sebagai berikut. A Struktur Ruang Wilayah 1. Sistem pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan di Kota Batam sebagai komponen pembentuk struktur ruang wilayah kota dikembangkan dengan Sistem Pusat Kota, Sub Pusat Kota dan Pusat Lingkungan, yang melayani tidak hanya internal Kota Batam dan kawasan perbatasan, namun juga lingkup regional, nasional, dan internasional, sesuai arahan RTRWN dan penetapan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. 2. Sistem pusat-pusat pelayanan Kota di Kota Batam yang dilandaskan pada layanan langsung kebutuhan masyarakat dan layanan pendukung pengembangan kegiatan-kegiatan usaha produktif, berdasarkan hirarki dan skala pelayanannya dibedakan atas: Pusat Kota, yang merupakan pusat pelayanan hirarki ke 1 (satu) untuk pelayanan lokal seluruh kota, regional, nasional, dan internasional; Sub Pusat Kota, yang merupakan pusat pelayanan hirarki ke 2 (dua) untuk pelayanan lokal setingkat wilayah kecamatan; dan Pusat Lingkungan (Neighbourhood Services Center), yang merupakan pusat pelayanan hirarki ke 3 (tiga) untuk pelayanan lokal setingkat wilayah kelurahan atau setingkat satuan lingkungan permukiman (neighbourhood unit). 3. Dalam jangka waktu Tahun , Batam Center merupakan pusat kota dalam sistem pusat pelayanan kota, yang berperan sebagai pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa dan industri. Sub pusat kota tersebar di beberapa wilayah kota termasuk di P. Rempang dan P. Galang, P. Belakang Padang dan P. Buluh dengan peran masing-masing baik sebagai sub pusat pelayanan industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. 4. Pada Pusat Kota dialokasikan kegiatan-kegiatan pelayanan perkotaan untuk mendukung pengembangan fungsi-fungsi utama wilayah Kota Batam (pemerintahan, perdagangan dan jasa, industri, alih muat angkutan laut, pariwisata, dan lain-lain) serta kegiatan-kegiatan pelayanan tertentu terkait dengan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang didukung dengan infrastruktur yang memadai. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-6

24 5. Untuk memperkuat orientasi dan pergerakan eksternal Kota Batam di era persaingan global, struktur ruang wilayah kota dimantapkan melalui peningkatan kualitas layanan dan pengembangan simpul-simpul (outlet) transportasi berupa bandara, pelabuhan laut, dan pelabuhan penyeberangan untuk menciptakan akses regional, nasional, dan internasional yang lebih berdayaguna, berhasilguna, dan berdaya saing. 6. Arahan RTRWN untuk pengembangan Pelabuhan Internasional Batam sesuai kondisi realistik setempat diterjemahkan sebagai sebuah sistem pelabuhan bebas berskala pelayanan nasional dan internasional dengan dermaga outlet di Pelabuhan Batu Ampar dan Pelabuhan Kabil, yang telah ditetapkan untuk ditingkatkan hirarkinya menjadi pelabuhan internasional hub (hub international port). 7. Dalam jangka menengah arus pergerakan penumpang dan barang nasional serta internasional masih akan dilayani oleh pelabuhan nasional dan internasional yang ada di P. Batam, namun untuk selanjutnya akan dikembangkan pelabuhan baru pada lokasi yang strategis di P. Rempang dan/atau Galang. 8. Untuk menciptakan aksesibilitas yang tinggi antar Pusat Kota dan dengan Sub Pusat Kota, dan ke/dari simpul-simpul (outlet) utama transportasi (Kawasan Primer), serta ke/dari Kawasan-kawasan Sekunder (Kawasan Industri, Kawasan Pusat Pemerintahan, Kawasan Perdagangan dan Jasa, dan lain-lain) dikembangkan jalan tol, jalan lintas atas (flyover), simpang susun (interchange), jalan lintas bawah (underpass), dan jaringan transportasi massal (MRT/LRT) yang dapat berada di atas dan/atau di bawah permukaan tanah/air. 9. Untuk menunjang berbagai kegiatan penghidupan dan kehidupan kota, selain sistem jaringan transportasi juga ditingkatkan pengembangan sistem jaringan prasarana dan sarana yang lain yaitu : jaringan energi, jaringan telekomunikasi, jaringan sumber daya air, dan penyehatan lingkungan permukiman. B Pola Ruang Wilayah 1. Pola ruang wilayah Kota Batam dikembangkan secara serasi, selaras dan terpadu dengan struktur ruang wilayah kota, mencakup kawasan-kawasan lindung dan kawasan-kawasan budidaya untuk mendukung kegiatan sosialekonomi dan kelestarian lingkungan hidup di wilayah darat dan laut; 2. Mengembangkan ragam Ruang Terbuka Hijau Kota (hutan lindung, hutan kota, jalur hijau, taman median jalan, tamankota, taman lingkungan, bumi perkemahan dll) dalam rangka mewujudkan tutupan hijau minimal 30 % dari ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-7

25 luas wilayah darat kota, untuk meningkatkan fungsi lindung wilayah kota, peresapan air, pengaturan iklim mikro, dan estetika kota; 3. Mengembangkan kawasan-kawasan budidaya sesuai kondisi, potensi, serta karakteristik sumber daya alam dan lahan berdasarkan kriteria lokasi kegiatan dan standar teknik pemanfaatan ruang menurut ketentuan perundangundangan; 4. Mengalokasikan pemanfaatan ruang untuk pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam di Pusat-pusat Pelayanan Primer sesuai prioritas sektoral PP Nomor 5 Tahun 2011, tahap pertama pada kawasan-kawasan pemanfaatan yang tersedia di P. Batam, selanjutnya ke pulau-pulau yang lain dari tujuh pulau yang telah ditetapkan; 5. Menciptakan keseimbangan perkembangan dan pemerataan pembangunan antara ketujuh pulau yang ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan pulau-pulau sekitar melalui pengembangan Kawasan Strategis, Kawasan Khusus, dan Kawasan-kawasan Prioritas atau melalui pendekatan Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI); 6. Memanfaatkan secara optimal areal lahan yang diserahkan pengembang kepada Pemerintah Kota untuk peningkatan fasilitas pelayanan umum dan bangunan pemerintah, secara serasi dan selaras dengan pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan dan ruang terbuka hijau kota; 7. Mengintensifkan pemanfatan ruang pada kawasan-kawasan budidaya yang memiliki nilai ekonomi tinggi di P. Batam, P. Rempang dan pulau-pulau yang lain dengan mengarahkan pembangunan secara vertikal; 8. Mengendalikan kegiatan reklamasi di kawasan-kawasan pengembangan pantai untuk mengurangi tekanan dan tingkat kerusakan kawasan bukit dan perbukitan di P. Batam, dan melakukan subtitusi bahan timbun dengan pasir darat dan/atau pasir laut; dan 9. Mengembangkan pemanfaatan ruang di wilayah laut secara terpadu dengan wilayah darat dan pesisir untuk meningkatkan keserasian, keselarasan, dan untuk menghindarkan dampak negatif tak diinginkan terhadap lingkungan laut. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-8

26 Gambar 2.2. Konsep Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang Wilayah ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-9

27 2.1.3 WILAYAH RAWAN BENCANA Kawasan rawan bencana Kota Batam terdiri dari: Kawasan Rawan Banjir, yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana banjir yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung, yaitu pada dataran di bagian hilir dan muara sungai, serta pada kawasan-kawasan cekungan di sepanjang bantaran sungai; Kawasan Rawan Longsor, yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana tanah longsor yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung, yaitu pada kawasan-kawasan bukit dan perbukitan dengan struktur geologi dan lapisan tanah yang rentan; Kawasan Rawan Abrasi, yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana abrasi yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung, yaitu pada kawasan-kawasan pesisir berombak besar dengan struktur geologi pantai cenderung curam dan rentan, terutama pada kawasan-kawasan pesisir yang menghadap secara langsung ke Selat Malaka dan Laut Cina Selatan; dan Kawasan Rawan Gerakan Tanah yaitu kawasan pada jalur-jalur sesar geologi yang berpotensi mengalami bencana gerakan dan atau gempa bumi, yaitu dipulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru, di Kecamatan Galang, yang bagi perlindungannya diberlakukan sempadan sesar selebar 100 meter (seratus meter) di kiri-kanan garis sesar. Kawasan Rawan Gelombang Pasang yaitu kawasan yang berada pesisir pantai yang tertutama yang menghadap langsung ke Selat Malaka dan Laut Cina Selatan `pada musim-musim tertentu rawan gelombang pasang DEMOGRAFI Penduduk Kota Batam bersifat heterogen terdiri dari multi suku yang ada ada di Indonesia, dengan penduduk aslinya adalah suku Melayu. Penduduk Kota Batam hingga Juni tahun 2011 tercatat sebanyak jiwa yang berarti meningkat sebesar 4,35% dibanding keadaan akhir tahun 2010 yang hanya berjumlah jiwa. Hingga Juni 2011, komposisi penduduk terdiri dari jiwa (51,68%) laki-laki dan jiwa (48,32%) perempuan, yang berarti rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk sebesar 106,96 atau setiap 107 orang penduduk laki laki terdapat 100 orang penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di Kota Batam telah meningkat dari 600 jiwa per km 2 pada 2009 menjadi sekitar 641 jiwa per km 2 pada tahun ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-10

28 Berikut ini diuraikan perkembangan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan Kota Batam dari tahun 2000 sampai dengan tahun Gambar 2.3 Perkembangan jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Batam ,25 9,85 6, , ,29 4,33 2,31 5,08 15,99 4,11 1, Jun 11 Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan Sumber: Dinas Kependudukan dan Capil Kota Batam, 2010 Kota Batam memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Hal ini terutama disebabkan adanya migrasi penduduk dari luar daerah ke Kota Batam. Faktor ini juga yang mengakibatkan karakteristik penduduk Kota Batam multi-etnis. Penyebaran penduduk per Kecamatan di Kota Batam dapat dikatakan relatif tidak merata dengan konsenterasi masih pada Kecamatan yang berada di wilayah Pulau Batam. Penyebaran penduduk per Kecamatan dapat dilihat pada gambar berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-11

29 Gambar 2.4. Jumlah Penduduk Kota Batam Per Kecamatan s/ d Juni Batu Aji, 110,613 Sagulung, 163,84 7 Belakang Padang, 24,384 Bulang, 12,0888 Galang, 15,573 Sei Beduk, 120,368 Nongsa, 59,029 Batam Kota, 146,229 Bengkong, 116,98 3 Lubuk Baja, 98, 106,805 Sekupang, 131,17 Batu 1 Ampar, 95,672 Sumber : Dinas Kependudukan dan Capil Kota Batam di Batam Dalam Angka 2010 Kota Batam memiliki pertumbuha an penduduk yang sangat tinggi dan multi etnis. Hal ini dikarenakan adanya migrasi besar yang masuk ke Kota Batam. Selain itu, sebaran penduduk tidak merata dan terpusat di Pulau Batam ASPEK KESEJAHTERAAN SOSIAL FOKUS EKONOMI KESEJAHTERAAN DAN PEMERATAAN Berikut ini diuraikan analisis kinerja atas fokus kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Kota Batam menggunakan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Salah satu indikasi keberhasilan pembangunan yang ada adalah melalui indikator pertumbuhan ekonomi. Walaupun begitu, pertumbuha n ekonomi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembangunan adalah kesejahteraan rakyat seluas-luasnya. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-12

30 Indikasi perkembangan ekonomi salah satunya dapat direpresentasikan dengan PDRB. PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perkembangan PDRB Kota Batam pada tahun dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang direpresentasikan dengan pertumbuhan PDRB atas harga konstan selama periode dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. Tabel II.2 Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Batam Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Periode (Juta rupiah) Lapangan Usaha * 2009** 2010** (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pertanian, Peternakan,Kehutanan dan , , , , ,68 Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian , , , , ,78 3 Industri Pengolahan , , , , ,57 4 Listrik, Gas & Air Bersih , , , , ,89 5 Bangunan , , , , ,61 6 Perdagangan, Hotel & Restoran , , , , ,61 7 Pengangkutan & Komunikasi , , , , ,77 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan , , , , ,01 9 Jasa Jasa , , , , ,30 TOTAL PDRB , , , , ,22 Laju Pertumbuhan 7,48% 7,52% 7,18% 4,86% 7,77% Ket : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber: BPS, Kota Batam Dalam Angka (Olahan), 2010 Perekonomian Kota Batam setiap tahun relatif mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari indikasi total PDRB atas harga konstan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, pertumbuhan ekonomi selama 3 (tiga) tahun terakhir mengalami kecenderungan penurunan. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi berada di posisi 7,52 %, namun mengalami penurunan di tahun 2009 hanya menjadi 4,86 % dan pada tahun 2010 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Kota Batam akan semakin membaik dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 7,77 %. Penurunan ini salah satunya karena adanya pengaruh krisis finansial global pada 2008 yang berimbas terutama pada kinerja industri manufaktur dan ekspor. Memburuknya kondisi keuangan bahkan resesi yang dialami sebagian negara prinsipal menjadi determinan utama perlambatan kinerja industri manufaktur Kota Batam, sehingga dampaknya dirasakan hingga tahun ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-13

31 Nilai PDRB (Rp Juta) Laju Pertumbuhan (%) Perda RPJMD Kota Batam Gambar 2.5. Perekonomian Kota Batam 40,000, % 10% 30,000, % 7.52% 8% 7.18% 20,000,000 6% 10,000, % 4% 0 2% TOTAL PDRB Laju Pertumbuhan Namun, seiring dengan perbaikan yang terjadi dalam ekonomi secara global (faktor eksternal) dan semakin kondusifnya iklim usaha, maka diharapkan pada tahun-tahun mendatang pertumbuhan ekonomi Kota Batam dapat mengalami peningkatan. Tabel II.3 Target PDRB, Per Kapita PDRB, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Kota Batam Tahun Lapangan Usaha (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PDRB (Trilyun Rp) - Harga Berlaku 50,75 54,47 58,81 63,60 69,74 - Harga Konstan ,16 32,42 35,01 37,86 41,51 2. PDRB Per Kapita (juta Rp) - Harga Berlaku 48,70 47,27 46,15 45,14 45,54 - Harga Konstan ,94 28,13 27,47 26,87 27,11 3. Pertumbuhan Ekonomi (%) 7,30 7,50 7,65 7,8 8 Sumber: BPS Seperti tabel diatas, berdasarkan analisa perkembangan tahun sebelumnya maka diperkirakan terjadinya pertumbuhan PDRB Kota Batam serta Laju Pertumbuhan Ekonomi untuk tahun Total PDRB akan terus meningkat hingga tahun 2015 namun PDRB Per Kapita mengalami penurunan yang diakibatkan pesatnya laju pertumbuhan penduduk di Kota Batam. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-14

32 Struktur Ekonomi Dilihat dari struktur ekonomi, industri pengolahan merupakan sektor utama yang sangat dominan dalam perekonomian Kota Batam. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian daerah ini yang rata-rata setiap tahunnya di atas 60%. Pada tahun 2006 kontribusi industri pengolahan berada di tingkat 61,91 %, namun mengalami penurunan menjadi 58,80 % di tahun Penurunan ini juga salah satunya dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi akibat krisis global yang terjadi pada Walaupun cenderung mengalami sedikit penurunan kontribusi selama periode , industri pengolahan tetap merupakan sektor terpenting atas perkembangan perekonomian Kota Batam. Sektor usaha yang cukup memberikan kontribusi signifikan kedua, yaitu perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2006 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 22,75 % bagi perkonomian Kota Batam dan mengalami peningkatan menjadi 26,54 % di tahun Dalam hal ini subsektor perdagangan merupakan usaha yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap perekonomian di banding dengan sub sektor hotel dan restoran. Selain itu, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga cukup memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian Kota Batam, sekitar 5-6% selama periode Namun, bila dilihat dari kecenderungannya, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan cenderung mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada tabel II.3 dibawah ini. Tabel II.4 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam Periode (Atas Dasar Harga Berlaku, % persen) Lapangan Usaha ** 2010** (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pertanian, Peternakan,Kehutanan dan Perikanan 1,39 1,27 1,17 1,17 1,13 2 Pertambangan dan Penggalian 0,15 0,11 0,13 0,12 0,12 3 Industri Pengolahan 61,91 62,45 60,80 59,20 58,80 4 Listrik, Gas & Air Bersih 0,73 0,73 0,40 0,78 0,77 5 Bangunan 1,98 1,98 2,04 2,48 2,72 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 22,75 23,07 25,10 25,93 26,54 7 Pengangkutan & Komunikasi 3,03 3,02 2,91 2,81 2,71 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,60 6,26 6,03 5,98 5,74 9 Jasa Jasa 1,46 1,46 1,45 1,53 1,47 TOTAL PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, Batam Dalam Angka (olahan), **) Angka Sementara Selama periode kecenderungan kontribusi tiga sektor (lapangan usaha) utama terhadap perekonomian Kota Batam dapat dilihat dalam Gambar berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-15

33 70,00 Gambar 2.6. Kecederungan Kontribusi Tiga Sektor (Lapangan Usaha) Utama Kota Batam Periode Kontribusi % 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 61,91 62,08 60,43 59,20 58,80 22,75 23,07 25,10 25,93 26,54 6,60 6,20 6,03 5,98 5, Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel & Restoran Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sumber: BPS, Batam Dalam Angka (olahan) Hal yang patut menjadi perhatian penting dalam dominasi industri pengolahan Kota Batam ialah bahwa pada umumnya industri pengolahan ini berada di kawasan industri dan cenderung bersifat eksklusif. Produk dari industri pengolahan ini pada umumnya didistribusikan/dipasarkan di luar Kota Batam. SISI PRODUKSI : Kota Batam didominasi oleh sektor industri pengolahan (60%) yang umumnya berada di kawasan industri dan cenderung bersifat eksklusif. Produk dari industri pengolahan ini pada umumnya didistribusikan/dipasarkan di luar Kota Batam SISI DISTRIBUSI : Hasil industri pengolahan umumnya dipasarkan di luar PDRB dan Pendapatan Regional Per Kapita Kota Batam PDRB perkapita ialah jumlah PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah. Dalam hal ini PDRB perkapita dapat menggunakan harga berlaku ataupun harga konstan. Sedangkan pendapatan regional dapat diartikan merupakan Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Atas Biaya Faktor Produksi. PDRN Atas Biaya Faktor Produksi merupakan PDRB setelah dikeluarkan biaya penyusutan barang-barang modal karena aus akibat digunakan dalam proses produksi, dan pajak tidak langsung netto (pajak setelah dikurangi subsidi pemerintah). Per kapita pendapatan regional dalam hal ini ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-16

34 merupakan hasil setelah dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah Kota Batam. Tabel II.5 Per Kapita PDRB dan Per Kapita Pendapatan Regional Kota Batam Periode (Harga Berlaku) Tahun Per Kapita PDRB (Rp) Per Kapita Pendapatan Regional (Rp) (1) (2) (3) , , , , , , ** , , ** , ,33 Sumber: BPS, Batam Dalam Angka (olahan) **) Angka Sementara Selama periode , perkapita PDRB dan per kapita pendapatan regional Kota Batam mengalami kecenderungan kenaikan, namun pada tahun 2009 cenderung terjadi penurunan dan pada tahun 2010 diperkirakan mengalami kenaikan. Hal ini secara umum dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global yang masih relatif melambat, sehingga berdampak pada pertumbuhan PDRB yang menjadi relatif lebih kecil di satu sisi, namun di sisi lain jumlah penduduk mengalami peningkatan, sehingga perkapita PDRB menjadi cenderung menurun. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2008 mencapai Rp36,8 juta dan kemudian mengalami sedikit peningkatan menjadi Rp36,9 juta di tahun 2009 dan tahun 2010 diperkirakan mengalami peningkatan menjadi 37,2 juta. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-17

35 Grafik 2.1. Per Kapita PDRB dan Per Kapita Pendapatan Regional Kota Batam Periode , serta Pertumbuhannya (Harga Berlaku) rupiah PDRB Per Kapita Pendapatan Regional Per Kapita Sumber: BPS, Batam Dalam Angka (olahan) Besaran PDRB per kapita Kota Batam sangat besar bila dibandingkan dengan Provinsi Kepri dan Nasional. Pada tahun 2008, PDRB per kapita Kota Batam telah mencapai Rp 51,71 juta, sedangkan Kepri sebesar Rp 38,98 juta dan tingkat nasional hanya berada dalam kisaran Rp 24,3 juta. Bila dibandingkan dengan tingkat Nasional, Kota Batam memiliki PDRB per kapita 2,1 kali lebih besar. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa komparasi antara PDRB Kota Batam, Provinsi Kepri dan tingkat Nasional pada tahun Namun yang patut menjadi perhatian adalah indikator PDRB per kapita belum dapat mengindikasikan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-18

36 Gambar 2.7. Komparasi PDRB Per Kapita Kota Batam dengan Provinsii Kepri dan PDB Per Kapita Nasional Tahun 2009 Jutaan (Rp) ,71 38,98 24, Batam Prov. Kepri Indonesia Sumber: BPS Kota Batam, Prov. Kepri dan BPS RI Distribusi Pendapatan dan Pengeluaran Serta Indeks Gini Ratio Aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan sebagai salah satu hal sangat penting dalam proses pembangunan ekonomi menjadi agenda yang penting bagi pemeritah khususnya Pemerintah Kota Batam. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa diikutii peningkatan pemerataan pendapatan masyarakat akan menimbulkan berbagai masalah sosial sebagai ekses negative dari pembangunan. Untuk mengukur pemerataan pendapatan, Bank tiga kelompok, yaitu: Dunia membagi penduduk menjadi a. b. c. Kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah Kelompok 40% penduduk berpendapatan menengah Kelompok 20% penduduk berpendapatan tinggi Ketidakmerataan sebaran pendapatann ditentukann berdasarkan besarnya persentasee pendapatan yang dinikmati oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah dengan criteria sebagai berikut: a. b. c. Kurang dari 12% disebut sebagai tingkat ketidakmerataan pendapatann tinggi Antara 12 hingga 17% disebut sebagai tingkat ketidakmerataan pendapatann sedang Lebih dari 17% disebut sebagai tingkat ketidakmerataan pendapatan rendah Untuk melihat kondisi distribusi pendapatan penduduk Kota Batam dapat dilihat padaa tabel berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-19

37 Tabel II.6 Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Batam Kelompok (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 40 % Rendah 20,47 19,99 20,11 21,69 22, % Sedang 48,35 53,34 36,31 37,83 39, % Tinggi 31,18 26,67 43,58 40,48 38,53 35 Sumber : Susenas (BPS) Berdasarkan tabel diatas terlihat kondisi pembagian pendapatan penduduk Kota Batam yang diukur dengan tingkat ketimpangan pengeluaran menurut kriteria Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2010 pola pembagian pengeluaran 40 persen penduduk yang tergolong berpenghasilan rendah menghasilkan 22,00 persen dari total pendapatan regional. Hal ini berarti pendapatan penduduk Kota Batam mempunyai ketimpangan yang rendah dan porsi pengeluarannya meningkat dibanding keadaan tahun 1998 dan 2000, namun sedikit menurun dibanding keadaan tahun Keadaan yang sama ditunjukkan oleh perkembangan Indeks Gini (Gini Ratio) di Kota Batam yaitu sebesar 0,245. Indeks tersebut menunjukkan adanya ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan di Kota Batam, tetapi masih dalam kategori yang masih rendah. Disamping itu indeks Gini Kota Batam tersebut ternyata masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Kepulauan Riau yang indeks Gininya sebesar 0,290 pada tahun Selama periode tahun bagian pendapatan regional yang diperoleh 20 persen penduduk yang terkaya (berpenghasilan tinggi) secara relatif menurun, yang sebagian besar tersaalur pada kelompok berpendapatan sedang (menengah). Sedangkan penduduk pada kelompok berpendapatan rendah juga meningkat meskipun lebih rendah peningkatannya dibanding peningkatan porsi pendapatan penduduk pada kelompok berpendapatan menengah. Berdasarkan data pada tabel diatas terlihat menunjukkan pemerataan pendapatan dan kenaikan tingkat hidup golongan penduduk berpenghasilan menengah merupakan tulang punggung proses pertumbuhan ekonomi daerah ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-20

38 Laju Inflasi Inflasi ialah meningkatnya a harga-harga secara umum dan terus menerus selamaa waktu tertentu. Inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan hargaa barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli. Kestabilan inflasii merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungann yang padaa akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi Kota Batam selama periode mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Tingkat inflasi tertinggi sebesar 8,39 % terjadi di tahun 2008, kemudian menurun drastis di tahun 2009 menjadi hanya sebesar 1,88 %.Tingkat inflasi yang tinggi di tahun 2008 dilatarbelakangi oleh adanya kebijakan pemerintah menaikann harga BBM pada tanggal 23 Mei 2008, sehingga mengakibatkan naiknya hargaa berbagai kebutuhan konsumsi pokok masyarakat dan harga barang-barang lainnyaa serta tarif angkutan. Kemudian pada bulan Desember 2008 pemerintah melakukan kebijakan penurunan hargaa BBM, namun penurunan harga BBM tersebut tidak segera diikuti dengan penurunan berbagai kebutuhan pokok masyarakat dan harga barang lainnya, serta tarif angkutan. Walaupun demikian tingkat inflasi yang terjadi di Kota Batam tahun 2008 masih relatif lebih rendah, jika dibandingkan dengan tingkat inflasii yang terjadi di Kota Pekanbaru (9,02 %) dan Nasional (11,06 %). Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Batam Periode Persentase (%) ,39 7,4 4,84 4,58 1, * Sumber : Badan Pusat Statistik ( olahan) ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-21

39 Pada tahun 2010 tingkat inflasi mengalami kenaikan lagi menjadi sebesar 7,4%.Tekanan inflasi di tahun 2010 berasal dari kenaikan indeks harga pada kelompok bahan makanan (volatile food price) terutama bumbu-bumbuan dan padipadian. Hal ini akibat adanya cuaca yang ekstrem yang berdampak pada kenaikan harga sejumlah komoditas seperti cabai merah dan beras. Perkembangan laju inflasi di akhir tahun 2010 mendapat tekanan dari gangguan pasokan komoditas sayur dan bumbu-bumbuan yang terpantau dari hasil survei harga pada responden pedagang di sejumlah pasar di Kota Batam karena mengalami gangguan akibat kondisi cuaca yang kurang baik untuk produksi pertanian dan transportasi laut, di lain pihak permintaan cenderung meningkat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Akibatnya sejumlah komoditas sayuran dan bumbu-bumbuan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi, antara lain tomat, cabe merah, cabe rawit dan bawang merah Kesempatan Kerja Perluasan kesempatan kerja yang layak dapat menunjukkan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini dapat dilihat secara umum dari perkembangan kondisi ketenagakerjaan yang ada. Komposisi ketenagakerjaan di Kota Batam sangat didominasi oleh sektor industri. Pada tahun 2010, sekitar 60 % tenaga kerja menggantungkan hidupnya di sektor industri. Perkembangan ketenagakerjaan Kota Batam selama periode ditandai dengan peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor industri. Terjadi pertumbuhan positif tenaga kerja sektor industri sebesar 10,5%. Hal ini terutama mencerminkan mulai membaiknya perekonomian global akibat krisis ekonomi tahun 2008 yang sangat berpengaruh terhadap sektor industri di Kota Batam. Seiring dengan semakin stabilnya perekonomian global saat ini diharapkan perkembangan industri Kota Batam di masa datang akan menjadi lebih baik lagi, sehingga tenaga kerja yang terserap dalam sektor inipun dapat meningkat. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-22

40 Tabel II.7 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Kota Batam Tahun Tenaga Kerja Pertumbuhan Tahun 2009 Tahun 2010 jumlah Jenis Usaha tenaga kerja WNI WNA Jumlah WNI WNA Jumlah (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Pertanian, Kehutanan, Perikanan ,6 2 Pertambangan ,2 3 Industri ,4 4 Listrik, Gas dan Air ,0 5 Bangunan ,2 6 Perdagangan, Perhotelan ,0 7 Angkutan, Pergudangan, Komunikasi ,0 8 Keuangan, Asuransi ,9 9 Jasa ,9 TOTAL ,5 Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Batam (olahan ) Di sisi lain sektor usaha pertanian, pertambangan, bangunan dan keuangan/asuransi mengalami kenaikan selama periode yang sama. Secara keseluruhan jumlah tenaga kerja pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 10,5 %, dimana pada tahun 2009 terdapat sebanyak tenaga kerja dan bertambah menjadi hanya sebesar tenaga kerja. Peningkatan tenaga kerja di sektor industri dalam hal ini diimbangi oleh kenaikan tenaga kerja pada sektor-sektor lainnya, sehingga secara agregat jumlah tenaga kerja relatif konstan Kemiskinan dan Masalah Sosial Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya. Selain ditandai dengan kerentanan pada tingkat ekonominya, masyarakat miskin juga pada umumnya ditandai dengan kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf, lingkungan yang buruk dan ketiadaan akses infrastruktur maupun pelayanan publik yang memadai. Komitmen pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan telah diupayakan selama ini. Selain itu, dengan adanya komitmen MDGs (Millennium Development Goals) dalam menanggulangi kemiskinan dan kelaparan upaya untuk mengatasi permasalahan inipun menjadi lebih kuat. Kondisi kemiskinan penduduk Kota Batam tahun 2009 berdasarkan data masyarakat penerima dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berasal dari Program ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-23

41 Kompensasi Penanggulangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) sebesar Rumah Tangga Sasaran. Grafik 2.3 Jumlah Rumah Tangga Sasaran Per Kecamatan di Kota Batam Tahun SAGULUNG SEI BEDUK BENGKONG NONGSA GALANG BATU AMPAR BATU AJI BATAM KOTA SEKUPANG BULANG BEL. PADANG LUBUK BAJA Sumber Data : BPS, 2010 Dalam rangka pelaksanaan program Nasional dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Batam berdasarkan PPLS08 BPS Kepri 2008 adalah sebanyak jiwa. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum dilaksanakan melalui pemberdayaan, kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan akses masyarakat produksi, mengembangkan potensi dan peluang agar masyarakat dapat keluar dari kondisi kemiskinan tersebut. Tabel II.8 Perkembangan Angka Pengangguran Di Kota Batam Tahun Tahun Jumlah Pengangguran (%) (1) (2) , , , ,33 Sumber: BPS Meskipun batas garis kemiskinan telah mengalami peningkatan pada tahun 2010 dibanding tahun 2008 dan 2009, namun secara persentase jumlah pengangguran di ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-24

42 daerah ini pasca krisis ekonomi global telah mengalami penurunan, yaitu dari 6,69% dan 7,95% pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 6,33% tahun Tabel II.9 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin & Garis Kemiskinan Di Kota Batam Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Garis Kemiskinan Tahun Miskin (000 Org) Miskin (%) Rp/Kapita Bulan (1) (2) (3) (4) ,34 7, ,64 10, ,29 7, ,39 7, ,78 6, ,70 7, Sumber: BPS Jumlah penduduk miskin di Kota Batam setelah berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008 menurun menjadi 55,29 ribu orang (7,65%) dan 41,39 ribu orang (7,22%), sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 jumlah penduduk miskin di daerah ini cenderung meningkat masing-masing menjadi 54,78 ribu orang (6,76%) dan 69,70% ribu orang (7,26%). Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut sejalan dengan peningkatan batas garis kemiskinan yaitu dari Rp /kapita/bulan tahun 2008 menjadi Rp /kapita/bulan dan Rp /kapita/bulan tahun 2009 dan 2010, seperti yang dilihat pada table diatas. Walaupun pesatnya pembangunan di Kota Batam, dalam kenyataannya masih terdapat penduduk Kota Batam yang termasuk dalam katagori miskin Selain itu, permasalahan sosial yang cukup pelik juga terkait dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Batam. Penyandang masalah sosial adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau ganguan tidak dapat melakukan fungsi sosialnya. Perkembangan penyandang masalah sosial Kota Batam yang ditangani disajikan pada tabel berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-25

43 Tabel II.10 Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang ditangani Tahun Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Tahun (1) (2) (3) 1. Wanita Tuna Susila Waria Penyandang Cacat Pekerja Migran Keluarga Veteran Anak Terlantar Lansia/ Miskin Gepeng Korban Bencana Komunitas Adat Terpencil Rumah Tak Layak Huni Wanita Rawan Sosial Sumber : Dinas Sosial Kota Batam, FOKUS KESEJAHTERAAN SOSIAL Berikut ini diuraikan analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial Kota Batam menggunakan beberapa indikator yang relevan Derajat Pendidikan Pendidikan telah disadari akan memberi kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan sosial-ekonomi secara luas. Hal ini menjadikan pendidikan sebagai salah satu agenda penting dan strategis yang menuntut perhatian sungguh-sungguh dari semua pihak karena akan menjadi faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment), yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Dari tabel di bawah terlihat bahwa secara umum penduduk Batam relatif telah melek huruf. Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun persentase angka melek huruf dari tahun 2005 sampai dengan Jika dilihat rata-rata lama sekolah, penduduk kota Batam mengenyam pendidikan diatas 10 tahun. Hal ini berarti pada umumnya penduduk Kota Batam telah menamatkan pendidikan sampai tingkat SMP. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-26

44 Tabel II.11 Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah Kota Batam Tahun Indikator (1) (2) (3) (4) (4) (5) 1. Angka Melek Huruf 98,8 98,8 98,84 98,84 98,85 2. Rata Rata Lama Sekolah 10,7 10,7 10,7 10,7 10,71 Sumber :BPS Kota Batam, Derajat Kesehatan Masyarakat Kesejahteraan sosial masyarakat salah satunya dapat diindikasi dengan tingkat kesehatannya. Indikator seperti angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA), dan status gizi merupakan indikator penting dalam mengukur tingkat kesehatan masyarakat. Berikut diuraikan beberapa indikator kesehatan Kota Batam selama periode Tabel II.12 Indikator Derajat Kesehatan Kota Batam Tahun INDIKATOR PENCAPAIAN (1) (2) (3) (4) (5) Angka Kematian Ibu (AKI)/ Maternal Mortality Rate (MMR) Angka Kematian Bayi (AKB)/Infant Mortality Rate (IMR) Angka Kematian Balita (AKABA) Status Gizi Sangat Kurus Gizi Kurang 7/ / / / (29/ KH) (56/ KH) (38.4/ KH) (113,8/ KH) 175/ / / / (7,2/1000KH) (4,5/1000KH) (7,1/1000KH) (6,29/1000KH) DATA TIDAK ADA 4/ / / (0,16/1000 KH) (7,6/1000 KH) (0,68/1000KH) 3% 0,27% 0,46% 0,42% 18,40% 4,13% 4,13% 2,81% Sumber: Dinas Kesehatan Kota Batam,2010 Diharapkan dengan tingkat kesehatan masyarakat yang baik, maka kualitas hidup menjadi lebih baik dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan pun dapat mengalami kenaikan secara signifikan. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-27

45 2.2.3 Fokus Seni Budaya dan Olahraga Potensi seni dan budaya di Kota Batam yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai aset budaya daerah, adalah sebagai berikut : a. Potensi Kesenian, yaitu : Teater Makyong dan tari Jogi serta Joged Dangkung b. Potensi Budaya, yaitu : Mandi Safar, Cukur Rambut, Sunat Rasul, Musik Silat. c. Potensi Permainan Rakyat : Gasing d. Jumlah Kelompok Sanggar Seni, yaitu: 43 kelompok e. Jumlah Pentas Seni Setahun, yaitu: 50 kali f. Jumlah Lokasi Pentas Seni, yaitu: 20 tempat Selain itu, terdapat juga kampung/rumah adat dan beberapa objek wisata penting lainnya yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai destinasi wisata budaya Kota Batam antara lain di Pulau Galang, Pulau Bulang Lintang, Pulau Panjang dan Nongsa. Sedangkan untuk potensi olahraga yang akan dijadikan olahraga unggulan adalah sepak takraw. 2.3 ASPEK PELAYANAN UMUM Pelayanan publik atau pelayanan umum Kota Batam merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kota Batam dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan FOKUS LAYANAN URUSAN WAJIB A. Pendidikan Layanan pendidikan terhadap masyarakat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang dimiliki. Sampai tahun 2010, jumlah bangunan sekolah di Kota Batam sudah sebanyak 873 buah yang terdiri dari 373 buah gedung TK, 295 buah gedung sekolah tingkat dasar, 121 buah gedung sekolah tingkat menengah dan 84 buah gedung sekolah tingkat menegah atas, secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II.13 Banyaknya Fasilitas Pendidikan Menurut Jenis Sekolah Tahun 2010 Jenis Sekolah Jumlah (1) (2) 1 TK SD/MI SLTP/MTS SMA/MA/SMK 84 ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-28

46 TOTAL FASILITAS 873 Sumber :Dinas Pendidikan Kota Batam, 2010 Selain jumlah fasilitas pendidikan, hal penting yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan tenaga pengajar yang dapat dilihat dari rasio murid guru. Dari angka tersebut, dapat dilihat beban rata-rata tenaga pengajar/guru yang merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Tabel II.14 Rasio Murid Guru Menurut Jenis Pendidikan Tahun 2010 Jenis Sekolah Jumlah Murid Jumlah Guru Rasio Murid Guru (1) (2) (3) (4) 1. TK ,99 2. SD/MI ,31 3. SLTP/MTS ,34 4. SMA/MA/SMK ,91 TOTAL ,07 Sumber :Dinas Pendidikan Kota Batam, 2010 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga guru di Kota Batam yang masih diperlukan adalah di tingkat pendidikan dasar, karena secara rata-rata beban seorang guru SD/MI relatif lebih banyak (24-25 murid per guru) dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. B. Kesehatan Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan tujuan tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik, pada gilirannya memperoleh kehidupan yang sehat dan produktif. Upaya pencapaian derajat kesehatan tercermin dari peningkatan jumlah sarana dan prasarana kesehatan, jumlah tenaga medis serta sarana-sarana lainnya yang semakin meningkat. Tabel II.15 Sarana Kesehatan Berdasarkan Kecamatan dan Jenisnya di Kota Batam Tahun 2010 KECAMATAN RSU RS KHUSUS PUSKESMAS PUSTU PUSKEL BP RB POLINDES ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-29

47 DARAT LAUT 1. BENGKONG BATU AMPAR BEL. PADANG LUBUK BAJA GALANG BULANG SEKUPANG BATU AJI BATAM KOTA SUNGAI BEDUK SAGULUNG NONGSA KOTA BATAM Sumber : Dinas Kesehatan Kota Batam, 2010 Seiring dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah tenaga medis pun diupayakan masih dapat melayani pertambahan tersebut begitu juga dengan sarana/prasarana kesehatan lainnya seperti apotik dan toko obat. Tabel berikut ini memperlihatkan kondisi jumlah tenaga medis dan prasarana kesehatan tahun 2007 sampai Tabel II.16 Banyaknya Dokter Dirinci Menurut Jenisnya di Kota Batam Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) (5) Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi JUMLAH Sumber : Dinas Kesehatan Kota Batam, 2010 Tabel II.17 Banyaknya Apotik, Pedagang Besar Farmasi dan Toko Obat di Kota Batam Tahun Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Apotik Pedagang Besar Farmasi Toko Obat JUMLAH Sumber : Dinas Kesehatan Kota Batam, 2010 ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-30

48 C. Pekerjaan Umum Pembangunan infrastruktur jalan sebagian besar sudah mampu membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan arus lalu lintas orang dan barang sehingga berdampak pada pertumbuhan perekonomian kota. Perkembangan panjang dan kelas jalan di Kota Batam tahun 2002 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel II.18 Perkembangan Panjang dan Kelas Jalan Kota Batam Tahun Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IIIA Kelas III B Kelas III C Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) ,54 124,40 117,37 247,35 168,38 84,83 992, ,90 138,05 117,37 253,15 183,78 115, , ,90 138,05 117,37 253,15 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 253,15 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 257,29 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 257,29 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 257,29 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 257,29 183,78 130, , ,90 138,05 117,37 258,19 183,78 130, ,68 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam, 2010 Hingga tahun 2010, sebanyak 85% jalan di Kota Batam telah diaspal, sedangkan sisanya 15% masih berupa jalan kerikil, tanah, dan tidak dirinci. Perkembangan panjang jalan menurut jenis permukaan (km) selama periode tahun 1992 hingga 2010 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel II.19 Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan(km), Tahun Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci Jumlah % jalan aspal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,33-87,77-355,10 75% , ,73 66% ,49 20,21 113,40-416,14 68% ,19 69,89 124,48-792,56 75% ,49 72,89 109,38-805,76 77% ,08 70,39 82,98-808,45 81% ,42 17,30 69,39-791,11 89% ,90 65,59 111,48-892,97 80% ,40 65,59 125,49-914,48 79% ,33 83,09 120,71-924,63 80% ,07 84,09 127,71-992,87 79% ,67 83,56 145, ,44 78% ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-31

49 Tahun Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci Jumlah % jalan aspal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,34 82,57 157, ,64 78% ,13 82,57 151, ,64 78% ,69 82,57 145, ,78 79% ,92 73,00 130, ,78 81% ,92 73,00 130, ,78 81% ,00 74,00 103, ,78 84% ,93 73,00 92, ,68 85% Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam, 2010 Selain itu, kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Batam juga disediakan melalui beberapa waduk yang ada. Nama Waduk Tabel II.20 Penyediaan air bersih di Kota Batam 2010 Volume (x m 3) Kapasitas Desain WTP (Lt/Dtk) Kapasitas /Produksi (Lt/Dtk) (1) (2) (3) (4) 1 Sei Harapan ,33 2 Sei Baloi ,63 3 Sei Nongsa ,71 4 Sei Ladi ,70 5 Muka Kuning ,40 6 Duriangkang ,35 7 Waduk Tembesi Belum Operasi 8 Waduk Rempang Belum Operasi 9 Waduk Sei Gong 20 Belum Operasi Jumlah ,12 Sumber: BP Batam, 2010 D. Penataan Ruang Pada dasarnya ruang lingkup penyelenggaraan penataan ruang di Kota Batam meliputi pengaturan mengenai kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Untuk mendukung hal tersebut, serta meningkatkan sistem penataan ruang yang lebih baik, telah diupayakan penggunaan teknologi informasi, yaitu melalui penyelenggaraan penataan ruang Kota Batam yang berbasis pada sistem Informasi, atau yang dikenal dengan Geographic Information System (GIS) RTRW Kota Batam. Untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh informasi saat ini telah dikembangkan pula sistem informasi tataruang kota yang berbasis WEB (WEB GIS ) melalui alamat gis.batamkota.go.id\ ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-32

50 E. Perumahan Tingginya kebutuhan rumah bagi masyarakat miskin perkotaan, juga telah diantisipasi dengan penyediaan perumahan murah yang layak khususnya dalam bentuk rumah susun. Perkiraan kebutuhan rusunawa di Batam untuk mengatasi problema rumah bagi tenaga kerja adalah 589 blok guna menampung lebih kurang tenaga kerja. Adapun rumah susun yang tersedia di Batam berjumlah 60 twin blok dengan rincian pada tabel berikut ini (sumber data Pemko dan BP Batam). Tabel II.21 Jumlah Rumah Susun di Kota Batam s/d Tahun 2010 Lokasi Pengelola Jumlah Blok Type Kapasitas Hunian (orang) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Tg. Piayu Perumnas 4 twin blok Perumnas 1 twin blok Batu Ampar Jamsostek 6 twin blok Otorita Batam 4 twin blok Sekupang Otorita Batam 4 twin blok Sumber: Dinas Tata Kota, Kota Batam twin blok Pemko Batam 4 twin blok Mukakuning Otorita Batam 9 twin blok Pemko Batam 3 twin blok Pemko Batam 2 twin blok Pemko Batam 2 Twin blok Jamsostek 1 Twin blok Tg. Uncang Pemko Batam 4 Twin blok Pemko Batam 6 Twin blok 24 & Kabil Otorita Batam 2 Twin blok Otorita Batam 1 Twin blok Menpera 2 Twin blok Jamsostek 3 Twin blok Batam Centre REI 2 Twin blok 21 & Jumlah - 60 twin blok Dalam tahun 2011 ini juga telah direncanakan akan dibangun beberapa rumah susun baru, baik oleh Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah Kota Batam seperti secara rinci dijelaskan melalui tabel dibawah ini: Tabel II.22 Lokasi yang Akan Dibangun Rumah Susun Lokasi Pengelola Jumlah Blok Type Tahun Pembangunan (1) (2) (3) (4) (5) ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-33

51 Tg. Uncang PU/Pemko 6 twin blok 24/30/ Tg. Uncang Menpera/Pemko 1 twin blok Jumlah - 7 twin blok - - Sumber: Dinas Tata Kota, Kota Batam 2010 F. Penanaman Modal Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam dalam pelayanan penanaman modal salah satunya melalui pelaksanaan pelayanan perizinan satu atap (One Stop Service) di gedung Sumatera Promotion Center (SPC) Batam Center. Penanaman modal asing (PMA) di Kota Batam selama periode mencapai 82 proyek senilai $885 juta. Sedangkan dalam penanaman modal dalam negeri (PMDN) dalam periode digunakan untuk 16 proyek dengan nilai mencapai Rp77,8 milyar. Tabel II.23 Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN) Kota Batam Tahun Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA) (PMDN) Tahun Nilai Investasi Proyek Nilai Investasi (Rp) Proyek (USD)* (1) (2) (3) (4) (5) Realisasi Investasi Rencana Investasi Sumber: BP Batam, 2010 *= termasuk perluasan usaha 114 Dari hasil penanaman modal PMA dan PMDN selama periode ini diestimasi dapat menyerap sebanyak pekerja. Pada tahun 2010 rencana investasi asing PMA sebesar US$391 juta dengan rencana proyek baru sebanyak 13 dan perluasan sebanyak 2 buah proyek, dari rencana investasi PMA tersebut pada tahun 2010 terealisasi sebanyak 73 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 89,9 juta dan telah menyerap sebanyak tenaga kerja. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-34

52 Tabel II.24 Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Jenis Investasi Kota Batam Tahun Penyerapan Tenaga Kerja Jenis Penanaman Modal (orang) TOTAL (1) (2) (3) (4) (5) PMA PMDN TOTAL Sumber: Badan Promosi dan Investasi Daerah Provinsi Kepulauan Riau, 2010 G. Kependudukan Dan Catatan Sipil Dalam rangka peningkatan Tertib Administrasi Kependudukan, Pemerintah Kota Batam secara terus menerus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya memiliki dokumen kependudukan terutama kepada masyakat yang kurang mampu. Oleh karena itu pemerintah memprogramkan pemberian akte kelahiran gratis. Disamping itu perbaikan pelayan dokumen kependudukan terus dibenahi baik yang ada di Kelurahan, kecamatan serta pada Dinas Kependudukan. Program pelaksanaan penerapan kartu tanda penduduk elektronik e-ktp di Kota Batam pada tahun 2012 sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor /1565A/SJ perihal Penerbitan NIK tahun 2011 dan Pemantapan Persiapan Penerapan KTP Elektronik tahun Adapun tujuan penerapan KTP Elektronik adalah diharapkan: 1. Memberikan keabsahan identitas dan kepastian hokum atas dokumen kependudukan. 2. Memberikan perlindungan status hak sipil setiap penduduk. 3. Merupakan bentuk pengakuan Negara bagi setiap penduduk. H. Ketenagakerjaan Pelayanan ketenagakerjaan bagi masyarakat akan terus dibutuhkan sebagai upaya memfasilitasi bagi para pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan yang sesuai. Gambar berikut ini merupakan perkembangan banyaknya pencari kerja yang terdaftar pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Batam selama periode Tabel II.25 Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Periode ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-35

53 Tahun Pencari Kerja Pria Wanita TOTAL (1) (2) (3) (4) Sumber : Dinas Tenaga Kerja kota Batam, 2010 Selama periode tahun 2010, dari sekitar pencari kerja, sebanyak 45% atau pencari kerja telah ditempatkan. Berikut ini diuraikan situasi pencari kerja yang terdaftar pada dinas tenaga kerja Kota Batam dari mulai yang mencari kerja, yang telah ditempatkan dan yang telah dihapus berdasarkan tingkat pendidikannya. Tabel II.26 Situasi Pencari Kerja yang Terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Per Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Yang Terdaftar Tahun 2010 Yang Telah Ditempatkan Tahun 2010 Yang Dihapuskan Tahun 2010 Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) S D S M P SMTA Sederajat D I / D II /D III S 1 / S TOTAL Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, 2010 I. Perhubungan 1. Perhubungan Darat Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan angkutan umum di Kota Batam adalah melalui program kuningisasi sejak tahun Kondisi ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-36

54 perkembangan program ini sejak tahun 2001 sampai dengan 2008 dapat dilihat tabel berikut ini. Tabel II.27 Kuningisasi Angkutan Umum Kota Batam dari Tahun 2001 s/d 2008 TAHUN JUMLAH KENDARAAN (1) (2) TOTAL Sumber: Dinas Perhubungan Kota Batam, 2010 Pada tahun 2001 program kuningisasi baru dalam penyiapan konsep program dan sosialisasi program. Sejak tahun 2002 sampai 2008 tiap tahunnya terjadi penambahan kuningisasi angkutan umum di Kota Batam dimana sampai dengan tahun 2008 telah terdaftar angkutan umum sebanyak kendaraan. Tingginya kebutuhan angkutan umum yang murah bagi masyarakat perkotaan, sejak tahun 2004 telah pula diterapkan bus pilot project sebagai model bus umum perkotaan di Batam. Saatini telah tersedia 23 bus yang melayani 2 trayek utama yaitu trayek Sekupang- Batam Centre dan Batu Aji Batam Centre. Guna mewujudkan citra Kota Batam sebagai kota tujuan wisata yang nyaman dan modern telah pula diterapkan kebijakan taxi berargo. Diharapkan dalam lima tahun kedepan semua angkutan taksi di Batam sudah memenuhi standart minimal yang dapat disejajarkan dengan taksi-taksi yang ada di negara tetangga seperti Singapura. Saat ini jumlah armada taksi yang tersedia di Kota Batam sebanyak 2477 dari 25 badan usaha. Angka ini hanya bertambah 23 uni dari data tahun Perhubungan Laut Sarana perhubungan laut merupakan salah satu sarana yang sangat penting karena sangat berkaitan dengan mobilitas barang dan orang dari dan ke Kota Batam. Saat ini untuk sarana perhubungan laut telah tersedia empat pelabuhan penumpang internasional dengan tujuan Singapura dan Malaysia, dua pelabuhan penumpang domestik dan tiga pelabuhan angkutan barang baik untuk tujuan domestik maupun internasional dengan kapasitas sandar ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-37

55 kapal maksimum DWT. Perkembangan jumlah penumpang antar pulau dan internasional yang datang dan berangkat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel II.28 Jumlah Penumpang Pelabuhan Domestik Kota Batam Penumpang Tahun Datang Berangkat (1) (2) (3) Sumber: Kantor Pelabuhan Laut Batam, 2010 Tabel II.29 Jumlah Penumpang Pelabuhan Internasional Kota Batam Penumpang Tahun Datang Berangkat (1) (2) (3) Sumber: Kantor Pelabuhan laut Batam, 2010 ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-38

56 Tahun Perkembangan arus barang yang masuk melalui pelabuhan Batam juga mengalami kecenderungan kenaikan tiap tahunnya. Berikut ini diuraikan perkembangan lalu lintas kapal dan barang selama periode 1998 sampai Tabel II.30 Lalu Lintas Kapal dan Barang Batam Tahun Domestik (Antar Pulau) Internasional Jumlah Kapal Barang (000 Ton) Jumlah Kapal Barang (000 Ton) Berangkat/ Datang Bongkar Muat Berangkat/ Datang Bongkar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-39 Muat , , ,83 590, , , , , , , , , , , , , , , ,23 724, , , , , ,20 336, ,43 952, ,84 567, ,36 972, ,22 960, ,30 959, ,29 685, , , ,96 816, , , ,41 989, , , ,84 986, , ,46 Sumber: Kantor Pelabuhan Laut Batam, 2010 Dalam rangka memperlancar arus kapal, barang dan penumpang dalam perhubungan laut, pelabuhan laut di Kota Batam dillengkapi dengan beberapa fasilitas sebagai berikut. Tabel II.31 Fasiltas Pelabuhan Laut di Kota Batam, Tahun 2010 Pelabuhan Keterangan Kargo Sekupang Sekupang Ferry Term Batu Ampar Kabil Batam Centre Ferry Term (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kapasitas Sandar Kapal DWT 4 kapal DWT DWT 2 Panjang Dermaga (m) Kedalaman pada sisi Dermaga (m) Gudang Terbuka (m2) kapal 5 Gudang Tertutup (m2) Luas Ponton A - 9,07 x 18,14 M x 12 M 7 Luas Ponton B - 9,07 x 18,14 M x 15 M

57 Sumber: BP Batam, Perhubungan Udara Sarana dan fasilitas perhubungan udara di Kota Batam selama ini dilakukan pada Bandara Hang Nadim Batam yang melayani kegiatan penerbangan dan bongkar muat. Kondisi kapasitas Bandara Hang Nadim Batam dapat dilihat pada tabel berikut ini. DESKRIPSI Tabel II.32 Fasilitas Bandara Hang Nadim UNIT KONDISI SAAT INI ULTIMATE DESIGN RENCANA TAHAP AKHIR (1) (2) (3) (4) 1. LANDASAN PACU Meter 4025 X X 45 2.APRON M² TERMINAL M² PESAWAT Type B.747 B KAPASITAS TERMINAL Penumpang per Tahun KAPASITAS KARGO Ton KAPASITAS PENYIMPANAN BAHAN BAKAR Kiloliter Sumber : Bandara Hang Nadim Batam, 2010 Perkembangan Jumlah penumpang yang berangkat, datang dan transit melalui Bandara Hang Nadim cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel II.33 Perkembangan Penumpang Bandara Hang Nadim Batam Tahun Tahun Kedatangan Keberangkatan Transit (1) (2) (3) (4) ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-40

58 Tahun Kedatangan Keberangkatan Transit Sumber : KUPT Bandara Hang Nadim Batam J. Komunikasi dan Informatika Dalam penyelenggaraan pemerintah peran serta masyarakat sangat penting terutama dalam proses penetapan kebijakan publik yang merupakan sebuah kontrak sosial antara eksekutif, legislatif dan masyarakat. Untuk itu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam melalui E-Government. Untuk menyampaikan kebijakan publik dan menerima informasi dan aspirasi dari masyarakat, Pemerintah Kota Batam telah menyediakan website dengan alamat Selanjutnya kedepan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam era globalisasi perlu dilakukan pembuatan digital map yang mudah diakses bagi masyarakat dan dunia usaha. K. Lingkungan Hidup Dinamika dan tantangan kondisi lingkungan hidup Kota Batam antara lain adalah rusaknya kawasan tangkapan air (catchment area) sebagai akibat perubahan fungsi kawasan hutan konservasi/lindung menjadi kawasan budidaya, rusaknya kawasan hijau (green area), pencemaran lingkungan akibat limbah industri dan usaha hotel, terjadinya perambahan dan pembakaran hutan, serta kerusakan lingkungan akibat penambangan illegal. Selain daripada itu juga dihadapkan pada kondisi menurunnya habitat hutan mangrove yang mengakibatkan berkurangnya daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota. Adanya buangan limbah industri dan limbah domestik secara langsung atau sembarangan ke media lingkungan juga telah mengakibatkan musnahnya atau menurunnya biota pesisir dan laut/perairan. Guna mengurangi permasalahan-permasalaan lingkungan hidup seperti diuraikan di atas, Pemerintah Kota Batam telah mengupayakan berbagai hal, antara lain memfasilitasi lahirnya kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan hidup secara komprehensif di semua sektor pembangunan. Upaya ini diantaranya telah melahirkan ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-41

59 Peraturan Daerah Kota Batam No. 5 Tahun 2001 tentang Kebersihan Kota Batam dan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Disamping itu juga telah dibentuk Pos Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (P3SLH) yang didirikan pada tanggal 10 Oktober 2007 berdasarkan Keputusan Walikota Batam, No. Kpts. 173/HK/X/2007. L. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, Dan Persandian Peningkatan kinerja birokrasi Pemerintah Kota Batam dalam pelayanan administrasi umum diantara dilakukan melalui : Disiplin Pegawai Dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur, Pemerintah Kota Batam telah berupaya melakukan pembinaan terhadap aparatur pemerintah dan memberikan tindakan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan kepemimpinan. Jumlah aparatur yang mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel II.34 Jumlah Aparatur yang mengikuti Diklat Kepemimpinan Tahun TAHUN Jenis Diklat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 ADUM DIKLATPIM IV DIKLARPIM III DIKLATPIM II TOTAL Sumber : BKD Kota Batam, 2010 Pengawasan Strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, efisien, efektif dan berwibawa adalah dengan melaksanakan program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan, program peningkatan kapasitas kelembagaan dan program peningkatan pelayanan penyelenggaraan pemerintahan. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-42

60 2.3.2 FOKUS LAYANAN URUSAN PILIHAN A. Kelautan dan Perikanan Kondisi kelautan dan perikanan Kota Batam cukup potensial, dimana pada tahun 2009 telah dapat dihasilkan ,96 ton dari perikanan laut tangkap dan budidaya. Dalam upaya mendukung pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan,selama ini telah dilakukan fasilitasi dan bantuan bagi para nelayan di wilayah Kota Batam. Tabel II.35 Produksi Perikanan Menurut Kecamatan (ton) Tahun 2010 Kecamatan Perikanan Laut Budi Daya Perikanan Laut Jumlah (1) (2) (3) (4) 1 Blk. Padang 9.033,137 75, ,987 2 Bulang , , ,580 3 Galang 3.883, , ,835 4 Sei beduk 262,392 17, ,942 5 Nongsa 6.103,273 88, ,473 6 Sekupang 178,890 49, ,890 7 Lubuk Baja 250,800 26, ,300 8 Batu Ampar 71, ,088 9 Batam Kota 236,370 6, , Sagulung 781,722 1, , Batu Aji 0 0 0,00 12 Bengkong 456, ,843 TOTAL ,76 543, ,96 Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam, 2010 Selama periode tahun rumah tangga perikanan Kota Batam mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2010 telah terdapat rumah tangga. Tabel II.36 Banyaknya Rumah Tangga Perikanan menurut Jenis Kegiatan, Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Perikanan Laut Budidaya Laut JUMLAH Sumber : Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam, 2010 B. Pertanian ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-43

61 Pertanian bukan merupakan sektor utama di Kota Batam. Walaupun begitu, perhatian dan fasilitasi dari pemerintah Kota Batam melalui Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan tetap diupayakan secara optimal bagi para petani. Hingga tahun 2010, tercatat terdapat penduduk yang bekerja disektor pertanian pangan. C. Kehutanan Penggunaan lahan Kota Batam salah satunya ialah difungsikan sebagai hutan, baik itu hutan yang dapat dikonversikan, hutan produksi, hutan PPA/suaka, ataupun hutan lindung. Kelangsungan hutan hingga saat masih terus diusahakan dijaga untuk agar keseimbangan lingkungan Kota Batam dapat terkendali. Berikut ini diuraikan luas hutan menurut fungsinya di Kota Batam pada tahun Saat ini sedang dilakukan proses paduserasi antara RTRW Provinsi Kepulauan Riau dengan TGHK kehutanan untuk memperoleh kesepakatan mengenai luasan kawasan hutan di wilayah Provinsi Kepri termasuk Kota Batam. Pemerintah Kota Batam melalui Gubernur Provinsi Keprulauan Riau telah mengusulkan peta paduserasi TGHK dengan RTRW Provinsi dan Kota Batam. Didalam usulan tersebut telah direncanakan minimum 30 % kawasan hutan di Kota Batam dengan rincian sebagai berikut: Tabel II.37 Luas dan Jenis Kawasan Hutan Usulan Paduserasi Kota Batam Tahun 2010 ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-44

62 Sumber : Bappeda Kota Batam 2011 berdasarkan usulan paduserasi yang sudah dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun , luas kawasan hutan di Kota Batam sebesar 30.46% dari luas daratan atau seluas ,52 hektar. D. Energi Penyediaan ketenagalistrikan di Kota Batam dikelola oleh PT. PLN Batam untuk wilayah Pulau Batam. Sedangkan untuk wilayah pulau-pulau lainnya seperti di Belakang Padang, Pulau Terong, Pulau Pecung, Pulau Buluh, Pulau Kasu, Pulau Karas, Pulau Sembulang dan Pulau Abang penyediaan ketenagakelistrikan dikelola PT. PLN. Cabang Tanjung Pinang. PT. PLN Batam merencanakan secara bertahap untuk penyediaan listrik di pulau-pulau tersebut. Jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan dan daya terpasang di Kota Batam dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel II.38 Banyaknya Mesin, Kekuatan dan Tenaga yang Dibangkitkan PT. PLN Batam dan PT. PLN Cabang Tanjung Pinang Tahun 2010 Jenis Pengelolaan Jumlah Mesin (Unit) Daya Terpasang (KW) Tenaga yang Dibangkitkan (KWH) (1) (2) (3) (4) 1 PT. PLN Batam PLTD Belakang Padang PLTD Pulau Buluh PLTD Pulau Kasu PLTD Pulau Terong PLN Pulau Pecong PLTD Karas PLTD Sembulang PLTD Pulau Abang JUMLAH Sumber : PLN Cabang Tanjung Pinang dan PLN Batam Sejalan dengan perkembangan Kota Batam yang pesat sebagai pusat kegiatan industri, perdagangan, jasa, pariwisata dan alih kapal tentunya kebutuhan akan tenaga listrik semakin meningkat apalagi nantinya diiringi dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan daya tenaga listrik. Adapun rencana pembangkit tenaga listrik di Kota Batam kurun waktu dapat dilihat pada tabel berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-45

63 Tabel II.39 Rencana Pengembangan Tenaga Listrik di Kota Batam Nama dan Jenis Pembangkit (1) (2) (3) (4) Unit Pembangkit Sendiri 1. PLTD Sei Baloi PLTD Batu Ampar II PLTD Batu Ampar I PLTD Sekupang PLTD Tanjung Sengkuang Unit Pembangkit TOP (IPP) 1. PLTD Panaran I + Meefog PLTD Panaran II Chiller PLTD Jumbo PLTMG Kabil PLTU TJK I Unit PLTU TJK I Unit Tambahan Unit Pembangkit 1. PLTG TM 2500 Panaran PLTG Sengkuang Unit PLTG Sengkuang Unit CombineCycle PLTG Tg. Sengkuang Unit 1 & PLTG Tg. Sengkuang PLTG Tg. Sengkuang Unit CombineCycle PLTG Tg. Sengkuang Unit 3 & PLTU Tg. Kasam 2 # PLTU Tg. Kasam 2 # PLTU Tg. Kasam 3 # PLTMG Batu Ampar 1` PLTMG Batu Ampar Sumber : PT. PLN Batam E. Pariwisata Perkembangan Kota Batam sebagai sebuah daerah industri telah memberikan efek mutiplier bagi sektor lainnya. Salah satu sektor yang berkembang ini adalah sektor pariwisata. Hingga saat ini, Kota Batam mampu secara kontinyu menjadi kota ke 3 penyumbang wisatawan asing terbesar di Indonesia. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-46

64 Gambar 2.8 Perbandingan Wisman yang Berkunjung ke Indonesia Melalui Pintu Masuk 40% 30% 20% 10% 0% Ngurah Rai (Bali) Soekarno Hatta (Jakarta) Batam Lainnya Sumber: BPS Kota Batam Sebagai upaya menjadikan kota Batam sebagai tujuan wisata utama, pada tahun 2010 telah keluarkan program Visit Batam Melalui Visit Batam 2010, dinas pariwisata Kota Batam menggelar event-event menarik yang akan membantu meningkatkan kunjungan wisatawan ke Batam. Selain itu secara bertahap dinas pariwisata kota Batam juga secara kontinyu terus memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana pariwisata untuk kenyamanan wisatawan. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-47

65 Gambar 2.9 Jumlah Wisatawan Mancanegara (Wisman) yang Berkunjung ke Pulau Batam Tahun 2010 Singapura Lainnya Malaysia Korea Selatan Jepang Inggris Amerika Serikat Australia Taiwan Sumber: BPS Kota Batam ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-48

66 2.4 ASPEK DAYA SAING DAERAH FOKUS KEMAMPUAN EKONOMI DAERAH A Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa atraktif tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin besar angka konsumsi RT, maka mengindikasikan semakin atraktif bagi peningkatan kemampuan ekonomi daerah. Gambar 2.10 Perkembangan Rerata Nilai Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga Per Bulan Kota Batam MAKANAN BUKAN MAKANAN Sumber : BPS Kota Batam (olahan) Rerata pengeluaran rumah tangga Kota Batam selama periode makin meningkat. Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kemampuan ekonomi Kota Batam. Selain itu, komposisi pengeluaran bukan makanan juga makin besar, yang dapat menjadi indikasi kesejahteraan meningkat. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-49

67 Gambar 2.11 Komposisi Rerata Pengeluaran Rumah Tangga Per Bulan Kota Batam Tahun ,0% 60,0% 60,1% 50,0% 40,0% 39,9% 30,0% 20,0% 23,3% 16,6% 24,8% 18,7% 10,0% 7,1% 4,0% 5,5% 0,0% MAKANAN Bahan Makanan Makanan Jadi,Minuman, Rokok & tembakau BUKAN MAKANAN Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi & Olahraga Transportasi dan Komunikasi Sumber : BPS Kota Batam (olahan) FOKUS FASILITAS WILAYAH/ INFRASTRUKTUR A Infrastruktur Jalan Kondisi jalanan di Kota Batam cenderung mengalami perbaikan setiap tahunnya. Hingga tahun 2010, jalan Kota Batam yang dalam kondisi baik telah mencapai 81,9%. Keberadaan infrastruktur jalan yang layak akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing sektor riil. Hal ini karena proses distribusi barang dan jasa darat akan selalu berkaitan dengan ketersediaan dan kelayanan jalan. Tabel II.40 Panjang Jalan menurut Kondisi Jalan (km), Tahun Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jumlah % Jalan Kondisi Baik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,33 50,61 38,15-355,09 75,0% ,33 84,59 51,80-402,72 66,1% ,91 86,29 29,94-416,14 72,1% ,81 165,27 124,48-792,56 63,4% ,11 165,27 112,38-805,76 65,5% ,70 162,77 85,98-808,45 69,2% ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-50

68 Tahun Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jumlah % Jalan Kondisi Baik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,06 115,27 66,78-791,11 77,0% ,70 160,39 111,88-892,97 69,5% ,39 160,39 104,54-914,32 71,0% ,40 163,39 109,84-924,63 70,4% ,64 148,83 80,28 49,12 992,87 72,0% ,74 149,60 80,28 59, ,44 72,9% ,64 149,60 80,28 65, ,64 72,8% ,42 144,32 79,48 64, ,64 73,4% ,99 148,46 68,92 64, ,78 74,1% ,99 148,46 68,92 64, ,78 74,1% ,99 148,46 68,92 64, ,78 74,1% ,24 156,51 55,59 24, ,78 78,3% ,15 156,51 27,49 13, ,68 81,9% Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam FOKUS IKLIM INVESTASI A Proses Perizinan Dalam rangka meningkatkan kegiatan investasi dan aktivitas usaha di Kota Batam yang merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh berbagai kemudahan yang diberikan sebagai insentif daya tarik usaha oleh pemerintah. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam untuk menyikapi hal ini adalah melalui pelaksanaan pelayanan perizinan satu atap (One Stop Service). Sampai saat ini penerbitan izin yang dikeluarkan melalui one stop service untuk berbagai bidang usaha dari 2002 hingga tahun 2010 adalah lebih kurang sebanyak izin. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II.41 Izin yang Dikeluarkan Pemerintah Kota Batam Melalui One Stop Service Periode Tahun DINAS/BADAN TAHUN TOTAL (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 DISPERINDAG 4,073 5,082 4,451 4,584 4,213 4,536 4,871 3,730 6,583 42,023 2 DINKES ,576 3 DISPARBUD ,005 4 DISKIMPRAS / DINAS TATA KOTA ,150 6,057 ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-51

69 DINAS/BADAN TAHUN TOTAL 5 DISPENDA 692 1,549 1,486 3,213 3,822 4,754 1,620 2,893 5,210 25,239 6 BAPEDALDA ,502 7 BPM DISHUB DISNAKER 112-1, ,883 6, BADAN KOMINFO BAPERTADA DINAS KP2K TOTAL 5,658 8,067 8,176 9,594 10,147 11,787 8,988 9,835 17,768 90,020 Sumber: Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu FOKUS SUMBER DAYA MANUSIA A Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dimensi manusia dalam pembangunan, pada dasawarsa terakhir ini muncul sebagai salah satu isu yang telah mendunia. Sasaran dasar pembangunan pada akhirnya adalah penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup pajang dan sehat), dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah (1) umur panjang dan sehat yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir, (2) berpengetahuan dan berketerampilan yang diukur melalui angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta (3) akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran konsumsi. Perkembangan IPM Kota Batam beserta komponen-komponennya dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 disajikan pada tabel berikut ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-52

70 Tabel II.42 Perkembangan Indeks Komponen IPM Kota Batam Tahun Tahun Indeks Harapan Hidup Indeks Pengetahuan Indeks Daya Beli IPM (1) (2) (3) (4) (5) ,81 89,6 78,2 76, ,91 89,7 78,5 76, ,94 89,7 78,7 76, ,02 89,7 79,1 77, ,09 89,9 79,3 77,51 Sumber : BPS Kota Batam Indeks Daya Beli mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 78,2 pada tahun 2005 terus meningkat hingga mencapai 79,3 pada tahun 2009, meskipun selama rentang waktu tersebut terjadi beberapa kali kenaikan harga BBM yang mengakibatkan harga barang kebutuhan pokok meningkat. Hal tersebut sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Fenomena ini mengindikasikan bahwa penduduk Kota Batam masih mampu bertahan ditengah-tengah kesulitan ekonomi. Sementara komponen lain seperti Indeks Harapan Hidup juga mengalami keadaan yang sama. Harapan hidup masyarakat Kota Batam terus meningkat hingga pada tahun 2009 mencapai angka 70,76. Hal ini merupakan suatu indikasi semakin baiknya tingkat kesehatan masyarakat sebagai dampak dari semakin lengkapnya sarana dan prasarana kesehatan. Hal yang tidak berbeda dengan kedua indeks di atas yang mengalami kenaikan tiap tahunnya, indeks pengetahuan mengalami peningkatan dari tahun 2005 yaitu sebesar 89,6 menjadi 89,9 di tahun Indeks pengetahuan ini terdiri dari komponen melek huruf dan lama bersekolah dengan perbandingan 2:1 sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Batam yang sudah dapat membaca dan menulis sekitar 90% dari seluruh penduduk. IPM Kota Batam sendiri sebagai indeks komposit mengalami kenaikan yang dari 76,5 di tahun 2005 menjadi 77,51 di tahun Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan penduduk Kota Batam telah mengalami perbaikan selama ini. ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-53

71 Grafik 2.4. Perkembangan Indeks Komponen IPM Kota Batam Tahun Indeks Harapan Hidup Indeks Pengetahuan Indeks Daya Beli Sumber : BPS Kota Batam Grafik 2.5. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota se Provinsi Kepri Tahun , Karimun 76, Bintan 76, Lingga Kota Tanjung Pinang Anambas PROVINSI RIAU 77,28 77, Natuna Kota Batam Sumber : BPS Kota Batam Jika dibandingkan dengann kabupaten/kota lain di Provinsi Kepri, IPM Kota Batam selalu menduduki peringkat pertama. Hal ini menggambarkan pembangunan manusiaa di Kota Batam dalam kurun waktu cukup berhasil. Peningkatann IPM setiap tahunnya mengindikasikann semakin baiknya kualitas hidup masyarakat Batam yang ditandai dengan peningkatan taraf hidup berupa meningkatnya kemampuan dayaa ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-54

72 beli, angka harapan hidup yang semakin tinggi serta tingkat pendidikan yang membaik Grafik 2.6 Perkembangan IPM dan Kecenderungan IPM Kota Batam Nilai IPM Kecenderungan pertumbuhan IPM yang relatif baik, seperti dijelaskan di atas, menggambarkan sebagian kecil penduduk miskin di Batam kurang beruntung, dan ini patut mendapat perhatian khusus. Persentase penduduk miskin di Kota Batam relatif rendah lebih rendah dibanding persentase penduduk miskin di Kepulauan Riau dan bahkan nasional. Hal ini artinya penangangan penduduk miskin yang relatif sedikit ini tidak akan banyak menyedot anggaran Pemerintah Kota Batam. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pelayanan prima bagi warga masyarakat penduduk miskin. Grafik 2.7 Persentase Pendudukan Miskin Kota Batam, Kepulauan Riau dan Nasional ** Pemerintah Kota Batam GAMBARAN UMUM DAERAH II-55

73 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pendapatan Daerah Penerimaan Pemerintah Kota Batam Tahun secara nominal terus mengalami peningkatan. Bila tahun 2007 sebesar Rp.681 milyar, maka pada tahun 2011 menjadi Rp.1,293 milyar. Peningkatan ini relatif besar, rata-rata meningkat sebesar 17 % per tahun. Dana perimbangan merupakan sumber penerimaan terbesar selama tahun , atau rata-rata memberikan kontribusi sekitar 75,07% dari seluruh penerimaan. Walaupun kontribusinya besar, namun dana perimbangan hanya mengalami kenaikan sekitar 13,6% per tahun atau lebih rendah dari pertumbuhan total penerimaan. PAD menjadi sumber pendapatan berikutnya, yaitu 17,84% dari seluruh penerimaan antara tahun PAD mengalami pertumbuhan relatif tinggi, yaitu 26,1%. Dari struktur penerimaan ini, tampak bahwa PAD walaupun masih kecil kontribusinya, namun semakin menjadi sumber penerimaan yang penting bagi Pemerintah Kota Batam. PAD tahun 2011 telah meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun Penerimaan PAD retribusi, walaupun kontribusinya relatif masih rendah, namun mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Dari jenisnya, retribusi secara prinsip diterima dengan adanya pelayanan, sehingga peningkatannya masih dianggap wajar, karena disertai dengan pelayanan. Tabel 3.1. Penerimaan Pemerintah Kota Batam Tahun (juta Rp) PENDAPATAN PAD 111, , , , ,788 Perimbangan 509, , , , ,688 Lain-lain Pendapatan yg Sah 60,500 76,454 3,295 65, ,162 Total Pendapatan 681, , ,744 1,088,282 1,293, 324 * Sumber: APBD. * Data KUA & PPA P-APBD 2011 Penerimaan dana perimbangan dominan bersumber dari Bagi Hasil Pajak sebesar Rp.172 milyar dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 225 milyar. Sumber ini diantaranya berasal dari BPHTB yang sejak tahun 2011 sudah menjadi kewenangan daerah. Sedangkan Dana Alokasi Umum juga masih menjadi penerimaan terbesar, ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-1

74 yaitu sekitar Rp. 316 milyar pada tahun 2011 dan memberikan kontribusi sekitar 37,89% dari penerimaan, walaupun demikian peningkatannya relatif normal, yaitu hampir seimbang dengan pertumbuhan penerimaan. Tabel 3.2. Struktur Penerimaan Pemerintah Kota Batam Tahun * 2011 (juta Rp) Struktur (%) Pertumbuhan (%) Pendapatan Asli Daerah 273, Hasil Pajak Daerah 228, Hasil Retribusi Daerah 26, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 17, Dana Perimbangan 860, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak 397, Dana Alokasi Umum 316, Dana Alokasi Khusus 39, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya 107, Lain-lain Pendapatan yang Sah 124, Sumber: APBD, * Data KUA & PPA P-APBD 2011 Secara umum pendapatan daerah yang diperoleh dari PAD dan dana perimbangan, secara substansial adalah berasal dari pajak dan sejenisnya yang ditarik oleh pemerintah (pusat) dan daerah. Bila seluruh pendapatan tersebut dikaitkan dengan kegiatan ekonomi (PDRB) di Kota Batam, maka dapat diperkirakan rasio Pendapatan terhadap PDRB (tax ratio). PDRB dipahami sebagai basis pajak atau basis penerimaan daerah secara langsung maupun tidak langsung. Semakin besar PDRB menunjukkan basis penerimaan/pendapatan yang meningkat pula. Dari tahun , tax ratio Kota Batam berfluktuatif, namun memiliki kecenderungan kuat untuk mengalami peningkatan. Artinya potensi penerimaan daerah relatif tumbuh dengan baik. Namun demikian, pertumbuhan tax ratio ini perlu disikapi dengan hati-hati, karena bila tax ratio terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat mengganggu aktivitas ekonomi. ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-2

75 Gambar 3.1. Pertumbuhan dan Trend Tax Ratio Kota Batam Belanja Daerah Belanja Pemerintah Kota Batam sejak tahun , secara nominal juga terus mengalami peningkatan. Rata-rata mengalami pertumbuhan belanja daerah sekitar 17,9% per tahun. Belanja daerah tahun 2007 sebesar Rp.894 milyar, meningkat menjadi Rp milyar tahun Proporsi belanja tidak langsung rata-rata dari tahun sebesar 43,6% atau cenderung proporsinya mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Total belanja tidak langsung pada tahun 2011 adalah sebesar Rp.644 milyar. Belanja langsung dalam arti dialokasikan dalam bentuk kegiatan langsung kepada masyarakat, rata-rata adalah 50,1% dari seluruh belanja, atau senilai Rp.646 milyar pada tahun Nilai belanja langsung ini cenderung mengalami pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan total belanja, yaitu rata-rata 19,5% atau seimbang dengan pertumbuhan pendapatan kecuali pada tahun Secara umum, struktur belanja ini relatif lebih baik pada tingkat kabupaten/kota, yang pada umumnya proporsi belanja tidak langsungnya lebih besar daripada belanja langsung. Artinya, di Kota Batam relatif tersedia anggaran yang dapat dialokasikan secara langsung untuk kegiatan di masyarakat. ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-3

76 Tabel 3.3. Belanja Pemerintah Kota Batam Tahun (juta Rp) * Belanja Tidak Langsung 309, , , , ,327 Belanja Langsung 584, , , , ,997 Total 894, ,021 1,139,072 1,291,092 1,290,324 Sumber: APBD, * KUA-PPA P-APBD 2011 Pada Belanja Tidak Langsung, komponen terbesar adalah untuk belanja pegawai, yaitu mencapai 42,01% dari seluruh belanja, dan pada tahun 2011 mencapai Rp.543 milyar. Tingkat pertumbuhannya sedikit lebih rendah daripada rata-rata pertumbuhan belanja daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya tetap untuk belanja pegawai relatif terkendali. Pada Belanja Langsung, komponen terbesar adalah belanja barang dan jasa serta belanja modal. Tabel 3.4. Struktur Belanja Pemerintah Kota Batam Tahun * Struktur 2011 (%) Belanja Tidak Langsung 644,327 49,9 Belanja Pegawai 543,219 42,07 Belanja Subsidi 15,712 1,22 Belanja Hibah 73,813 5,72 Belanja Bantuan Sosial 4,126 0,32 Belanja Bagi Hasil Kepada Kelurahan 6,955 0,54 Belanja Tidak Terduga 500 0,04 Belanja Langsung 645, Sumber: APBD, * KUA-PPA P-APBD 2011 Belanja per kapita menunjukkan perkiraan besaran alokasi dana kepada seluruh penduduk. Nilai yang lebih besar mencerminkan bahwa tersedia kapasitas layanan pemerintah yang besar kepada penduduk, secara langsung maupun tidak langsung. Total belanja per kapita pada tahun 2007 adalah sekitar Rp.1,23 juta per orang per tahun dan pada tahun 2011 relatif tetap, yaitu sekitar Rp.1,24 juta per orang pertahun. Pada belanja langsung per kapita, nilainya fluktuatif dan cenderung menurun bila dibandingkan dengan tahun Walaupun demikian, bila ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-4

77 dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota di Indonesia, maka belanja per kapita Pemerintah Kota Batam masih lebih tinggi. Tabel 3.5. Belanja per Kapita Pemerintah Kota Batam Tahun * Belanja Tidak Langsung 427, , , , ,456 Belanja Langsung 806, , , , ,256 Sumber: APBD (data diolah), * Angka Perkiraan Secara umum pertumbuhan belanja per kapita di Kota Batam melambat. Penyebabnya adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif tinggi. Sebagai akibatnya, walaupun pendapatan pemerintah meningkat cukup tinggi, namun karena pertumbuhan penduduk juga sangat tinggi, maka kapasitas pelayanan per kapitanya juga menurun. Karena itulah maka kecenderungan belanja langsung dan tidak langsung per kapita di Kota Batam cenderung semakin tumbuh namun melambat. Harapan baiknya adalah bahwa trend laju pertumbuhan belanja langsung per kapita lebih tinggi daripada belanja tidak langsung per kapita. Artinya terbuka peluang anggaran lebih besar bagi kegiatan yang menyentuh langsung pada masyarakat. Gambar 3.2. Pertumbuhan dan Trend Belanja per Kapita Pemerintah Kota Batam 1,000, , ,000 ( Rp / Kapita ) 700, , , , , , ,000 Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-5

78 3.2 KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN MASA LALU Proporsi Penggunaan Anggaran Penjelasan mengenai proporsi penggunaan anggaran untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dapat memberikan pemahaman mengenai kebijakan pengalokasian dana yang menunjang pelayanan langsung kepada masyarakat. Jika proporsi pemenuhan kebutuhan aparatur lebih kecil dibandingkan dengan belanja yang diperuntukan untuk masyarakat (belanja publik), maka hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan pengelolaan keuangan daerah difokuskan untuk pembiayaan pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat. Gambaran penggunaan anggaran untuk pemenuhan kebutuhan aparatur Kota batam untuk kurun tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, dapat dilihat pada tabel berikut: No Uraian Tabel 3.6. Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Kota Batam Periode Total belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur (Juta Rp) * ) Total pengeluaran (Belanja) (Juta Rp) Prosentase (a) (b) (a) / (b) x 100% 1 TA ,02% 2 TA ,22% 3 TA ,98% 4 TA 2011** ,77% Rata-rata 46,25% Sumber : APBD (kompilasi) Ket : * ) belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dihitung dari nilai belanja pegawai, baik yang berasal dari pos belanja langsung dan belanja tidak langsung. ** Angka APBD Murni 2011 Dari Tabel di atas, terlihat bahwa belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur selama periode , rata-rata sebesar 46,25% dari total pengeluaran belanja yang ada. Nilai ini relatif cukup baik, dimana anggaran yang tersedia lebih besar dialokasikan bagi pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat. Selama periode ini, terlihat terdapat kecenderungan peningkatan proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur. Hal ini perlu dicermati lebih lanjut di masa depan agar dapat menjaga konsistensi dan keberpihakan pengalokasian dana yang menunjang pelayanan langsung kepada masyarakat. Di sisi lain, proporsi penggunaan anggaran belanja per urusan Pemerintah Kota Batam cukup mengalami fluktuasi selama periode Urusan pendidikan pada tahun 2008 memperoleh alokasi sebesar 22,2% dari keseluruhan belanja dan ** Pemerintah Kota Batam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III-6

79 turun cukup drastis di tahun 2009 menjadi 17,5%. Walaupun begitu, pada tahun 2010 alokasi urusan pendidikan meningkat kembali menjadi sebesar 23,9%. Penurunan alokasi pada urusan pendidikan di tahun 2009, terutama karena fokus alokasi anggaran bergeserr ke urusan pekerjaan umum yang meningkat tajam padaa tahun yang sama. Gambar 3.3. Perkembangan Proporsi Alokasi Belanja Per Urusan yang Dominan Pemerintah Kota Batam % 35% 30% 34,9% Pemerintahan Umumm Kesehatan 30, 5% Pendidikan Pekerjaan Umum 30,2% 25% 22,2% 23,9% 20% 17,5% 18,4% 17,8% 15% 10% 10,0% 11,5% 11,1% 9,7% 5% Urusan yang paling dominan memperoleh alokasi belanja Kota Batam ialah urusan pemerintahan umum, namun dengann kecenderungan penurunan. Di tahun 2008 alokasi untuk urusan pemerintahan mum sebesar 34,9% dan turun hanya menjadi 30, 2% saja di tahun Diharapkan ke depan pengalokasian belanja dapat lebih didorong untuk urusan yang bersentuhan langsungg dalam layanan bagi masyarakat. Tabel 3.7. Analisiss Proporsi Belanja Per Urusan Kota Batam Periode No URUSAN Proporsi Proporsi Proporsi Rp Juta Rp Juta Rp Juta (%) (%) (%) Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Umum Perumahan Penataan Ruang Perencanaann Pembangunan Perhubungann Lingkungan Hidup Pertanahan Kependudukan dan Catatan Sipil ,2% 10,0% 11,5% 0,0% 0,0% 1,0% 2,9% 3,1% 0,6% 1,7% ,5% 11,1% 18,4% 1,5% 0,4% 0,9% 2,1% 3,8% 0,5% 1,3% ,9% 9,7% 17,8% 1,2% 0,5% 0,7% 1,8% 2,2% 0,5% 1,2% ** Pemerintah Kota Batam PEN NGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKAA PENDANAAN III-7

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...iv. DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... I LATAR BELAKANG... I-1

DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...iv. DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... I LATAR BELAKANG... I-1 Revisi Indikator RPJMD Kota Batam 2011-2016 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 1.2 DASAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD memuat visi, misi, dan program pembangunan dari Bupati

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

Pembangunan Nasional dan Daerah

Pembangunan Nasional dan Daerah Perencanaan Berdasarkan PP 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wakatobi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

RPJMD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 54 TAHUN 2008 TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2008 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008-2013

Lebih terperinci

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU.

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kabupaten yang baru berusia 17 tahun, sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengisi pembangunan, dapat dilihat akses-akses masyarakat yang terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lamongan tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan yang substansinya memuat visi, misi, dan arah pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan sebelum diimplementasikan. Pentingnya perencanaan karena untuk menyesuaikan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2011-2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehubungan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TANGGAL : 14 MARET 2009 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Pemerintah Kabupaten Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Pembangunan nasional di selenggarakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G Design by (BAPPEDA) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Martapura, 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013-2017 ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015 i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Proses tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2015 insi Kepulauan Riau menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Berdasarkan hasil Pilkada tersebut ditetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih

Lebih terperinci

MAJU, MANDIRI, ADIL DAN SEJAHTERA. RPJMD

MAJU, MANDIRI, ADIL DAN SEJAHTERA. RPJMD Pendahuluan 1. 1 LATAR BELAKANG Rencana Jangka Menengah Daerah () Provinsi Jambi 2010-2015 merupakan penjabaran visi, misi dan program Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi terpilih berdasarkan Pemilihan Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menjalankan amanat perundang-undangan tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang diatur dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Pandeglang Tahun 2016-2021 disusun dengan maksud menyediakan dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016 BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN NATUNA TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. daerah sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan kewenangan masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Amandemen ke-empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan nasional adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

H a l I-1 1.1 LATARBELAKANG

H a l I-1 1.1 LATARBELAKANG H a l I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengacu pada Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tiga bulan setelah Bupati / Wakil Bupati terpilih dilantik wajib menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka mengaktualisasikan otonomi daerah, memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai komitmen

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI Nomor : Tanggal : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci