UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI HUKUM KESEMPATAN KERJA YANG SAMA (EEOL) PADA PEKERJA WANITA DI JEPANG MAKALAH NON SEMINAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI HUKUM KESEMPATAN KERJA YANG SAMA (EEOL) PADA PEKERJA WANITA DI JEPANG MAKALAH NON SEMINAR"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI HUKUM KESEMPATAN KERJA YANG SAMA (EEOL) PADA PEKERJA WANITA DI JEPANG MAKALAH NON SEMINAR FRITA HANDAYANI NPM FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK DESEMBER, 2013

2

3

4 Abstrak Makalah ini membahasa bagaimana implementasi Equal Employment Opportunity Law (EEOL) terhadap pekerja wanita di Jepang. Implementasi EEOL di Jepang berbeda dengan negara lain. Jepang dengan pola struktur masyarkat patriaki yang kuat yang lebih mendahulukan kedudukan pria dibandingkan dengan wanita membuat penerapan EEOL ini menemukan beberapa hambatan. Walaupun presentase pekerja wanita dalam angkatan kerja Jepang tidaklah sedikit, masih ditemukan beberapa bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh perusahaan terkait penempatan kerja dan promosi jabatan. Hasil analisis dalam makalah ini menunjukkan bahwa EEOL masih belum mampu mengatasi diskriminasi yang dialami oleh para pekerja wanita dikarenakan tidak adanya sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melakukan praktek diskriminasi. Kata kunci: Equal Employment Opportunity Law (EEOL), pekerja wanita, diskriminasi Abstract This paper discusses how implementation of the Equal Employment Opportunity Law (EEOL) against female workers in Japan. Implementation EEOL in Japan is different from other countries. Japan with the strong structure of patriarchal society culture which put the position of men above women making the application of this EEOL find some obstacles. Although the percentage of female workers in the Japanese labor force is quite large in the reality still found some form of discrimination by the company related work placements and promotions against female workers. The results of the analysis in this paper shows that EEOL still not able to overcome the discrimination experienced by women workers due to the lack of strict punishment for those who engage in discriminatory practices. Keywords: Equal Employment Opportunity Law (EEOL), female workers, discrimination

5 Pendahuluan Jepang masih menjadi negara berkembang dalam hal kesetaraan gender begitulah pernyataan Mariko Brando di New York Times, 25 Juli Alasan mengapa wanita tidak dilibatkan dalam pekerjaan terletak pada struktur masyarakat tradisional Jepang yang merupakan masyarakat patriarki yang lebih memandang pria daripada wanita. Begitu juga dengan perlakuan terhadap wanita dalam sejarah masyarakat Jepang. Dahulu, wanita dipekerjakan untuk pekerjaan administrasi jangka pendek dan membuat teh. Wanita ini disebut sebagai Office Ladies. Posisi penting dalam karir hanya ditujukan untuk pria. Mengapa pria lebih dikhususkan karena didasari oleh pembawaan biologis yang membedakan antara pria dan wanita. Banyak orang Jepang yang percaya bahwa dikarenakan wanita yang mengandung, merekalah yang sepenuhnya bertanggung jawab untuk merawat anak. Pria biasanya tidak memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam merawat anak. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan wanita tidak mendapatkan posisi yang nyaman dalam dunia kerja. Namun, dengan arus globalisasi yang telah membawa banyak ideologi yang berasal dari barat, Jepang mengalami perubahan dalam hal kesetaraan gender.. Ideologi tersebut tentunya ada yang bertentangan dengan struktur masyarakat sosial di negara yang terpengaruh oleh arus globalisasi (Appadurai, 1996). Globalisasi bisa dilihat sebagai aliran masuknya ideologi, kesan dan informasi dari belahan dunia lain dan menyebabkan adanya perubahan di bidang praktek institusi nasional. 1 Koshal, Rajindar K.; Yamada, Yuko; Miyazima, Sasuke; Kosha, Manjulika; and Gupta, Ashok K. (2004). Female Workers in Japan: Opportunities & Challenges. Journal of International Women's Studies, 6(1), (

6 Dengan masukknya ideologi kesetaraan gender, telah muncul berbagai pro dan kontra, serta perubahan peraturan dan hukum yang mengatur tentang kesetaraan gender tersebut. perubahan peraturan dan hukum tentang kesetaraan gender di Jepang tidaklah sama dengan negara barat yang memperkenalkan ideologi tersebut. Bentuk kesetaraan gender pada makalah ini lebih difokuskan kepada kesempatan wanita di dalam dunia kerja. Sejak Jepang menyetujui ratifikasi Equal Employment Opportunity Law (EEOL) pada tahun 1997 dan Konvensi Internasional mengenai diskriminasi terhadap wanita (CEDAW). Apa sajakah implikasi EEOL kepada para pekerja wanita Jepang untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sama dengan pria. Sejarah Singkat EEOL di Jepang Equal Employment Opportunity Law yang disingkat menjadi EEOL bertujuan memberikan kesempatan yang sama bagi pria maupun wanita di tempat kerja dan melarang diskriminasi dalam perekrutan, penerimaan, penugasan, dan promosi kerja. Jepang menyatakan EEOL pada tahun 1985 untuk memenuhi persyaratan ratifikasi Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW), dokumen yang berisi pembukaan dan 30 artikel yang mendefinisaikan diskriminasi dan menetapkan agenda nasional untuk memperbaiki diskriminasi tersebut. Negara-negara uang menandatangai konvensi tersebut berkomitmen; menyertakan asas kesetaraan pria dan wanita dalam sistem hukum, menghapuskan semua hukum diskriminatif dan menerapkan hukum yang tepat yang melarang diskriminasi terhadap perempuan. membentuk pengadilan dan institusi publik lainnya untuk menjamin

7 perlindungan yang efektif bagi perempuan dari diskriminasi; dan memastikan penghapusan segala tindakan diskriminasi terhadap perempuan oleh perorangan, organisasi atau perusahaan. (United Nations, 2001) Pemerintah Jepang menjadi negara ke 72 yang menandatangani CEDAW pada tahun Walaupun Jepang tidak bisa mengesahkan CEDAW tanpa memperkenalkan undang-undang baru tentang kesetaraan kerja, EEOL tidak mencapai parlemen sampai tahun EEOL disahkan pada 17 Mei 1985 daan mulai berlaku pada tanggal 1 April Poin utama dari EEOL ini adalah: Perusahaan berupaya dengan sukarela untuk memperlakukan wanita sejajar dalam perekrutan, penerimaan, penempatan pekerjaan, dan promosi jabatan. Dilarang memperlakukan wanita berbeda dari Pria dalam hal pelatihan keterampilan kerja, tunjangan, usia pensiun, dan pemberhentian kerja. Pada tahun 1997 EEOL diubah untuk memperkuat dan memperbaiki kelemahan daari EEOL tahun Hukum baru tersebut: Melarang diskriminasi dalam perekrutan, penerimaan, penempatan, dan promosi kerja; Memberikan kewenangan pemerintah untuk menengahi perselisihan berdasarkan pengaduan dari satu pihak; Mewajibkan kementerian tenaga kerja untuk mempublikasikan namanama perusahaan yang tidak mematuhi peringatan administratif; Perusahaan diminta untuk mengambil langkah-langkah untuk

8 mencegah pelecehan seksual. Sementara revisi EEOL dilaksanakan pada tanggal 1 April 1999, masih tidak ada sanksi pidana yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan diskriminasi terhadap pekerja wanita Jepang. Pekerja Wanita di Jepang Pekerja wanita memberikan peranan kepada perekonomian Jepang. Pada tahun 2007, sekitar 41,5 persen dari total pekerja adalah wanita. Tingkat partisipasi tenaga kerja wanita Jepang telah menunjukan dari sekitar setengah dari semua perempuan antara 15 sampai 65 tahun terlibat dalam pekerjaan. Sebagian dari mereka sudah menikah dan wanita paruh baya dari usia 40 sampai 54 tahun memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja tertinggi di antara perempuan di berbagai kelompok usia. Terkait dengan klasifikasi dalam industri, wanita terkonsentrasi pada industri tersier, khususnya di sektor jasa, penjualan, restauran, keuangan, asuransi, dan lain sebagainya. Di industri manufaktur, perempuan menonjol di industri ringan, seperti produksi tekstil dan makanan, bukan di industri berat. Statistik ini menunjukkan bahwa perempuan tidak menganggap pekerjaan rumah tangga sebagai satu-satunnya pilihan dan memainkan peran yang sangat signifikan dalam pasar tenaga kerja. Tidak seperti kebanyakan pria, sebagian besar wanita yang mencari kemungkinan untuk memasuki pasar kerja memenyelesaikan masalah mereka sendiri. Dari sudut pandang siklus kehidupan, perempuan secara umum harus membuat keputusan pada tiga waktu yang berbeda, yaitu, saat menikah, setelah melahirkan dan ketika anak mereka memulai sekolah. Sementara kebanyakan wanita bercita-cita untuk bekerja, pada kenyataanya karir mereka dibatasi.

9 Kurva M disebut sebagai suatu gambaran tentang partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Berikut adalah grafik yang menjelaskan mengenai kurva M. Gambar 1 Presentase pekerja wanita dalam angkatan kerja tahun 2007 Sumber:Kokuritsu Josei Kyouiku Kaikan 2009 Titik pertama dari kurva M berdasarkan persentasi partisipasi kerja yang sesungguhnya, pada kelompok usia memiliki tingkat partisipasi sebesar 71.3% pada tahun Puncak ini dikarenakan wanita memasuki angkatan kerja setelah meyelesaikan pendidikan tinggi. Di bagian bawah adalah kategori usia dengan partisipasi angkatan kerja 64.2%. Kemiringan dalam kurva tersebut disebabkan para wanita meninggalkan pekerjaan mereka untuk membesarkan anakanak. Puncak kedua dalam kurva muncul ketika wanita kembali bekerja setelah membesarkan anak-anak mereka. Wanita dalam kelompok usia memiliki tingkat partisipasi sebesar 72%. Kurva berpola M mulai terlihat di Jepang dengan gabungan dari pesatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 1960an dan dominasi pekerja paruh waktu menjadi alternatif bagi wanita yang ingin kembali bekerja setelah melahirkan. Istilah paruh waktu (part-timer) tidak hanya meliputi pekerja dengan waktu kerja

10 yang sedikit/terbatas, tetapi juga ditujukan kepada pekerja yang bekerja penuh (fulltime) tetapi dipekerjakan berdasarkan kontrak dan dibayar per jam tanpa mendapat keuntungan tunjagan seperti pekerja full-timer. Jumlah wanita yang telah menikah yang menjadi ibu rumah tangga dengan kerja paruh waktu melampaui jumlah ibu rumah tangga yang tidak bekerja paruh waktu pada tahun Ibu rumah tangga yang bekerja paruh waktu dapat dibagi menjadi dua kategori 2. Kategori pertama, mendahulukan pekerjaan rumah tangga dibandingkan karir. Ibu rumah tangga dengan kategori ini cenderung menunda karir mereka untuk memfokuskan diri mereka untuk melahirkan dan merawat anak. Kategori kedua, adalah mereka yang memprioritaskan karir mereka di kantor. Terdapat empat jenis wanita yang menikah 3, yaitu: (1) Ibu rumah tangga yang bekerja paruh waktu. Wanita yang memilih untuk bekerja paruh waktu melihat pekerjaan mereka untuk menambahkan penghasilan keluarga mereka. Mereka biasanya bekerja sebagai penjaga kasir, menjadi pelayan di snack bar 4, dan menjadi asisten penjualan di pertokoan dan kios. Pilihan yang lain adalah di perusahaan sementara (hakken) yang mengirim pekerja professional yang dipekerjakan berdasarkan kontrak kemudian mengirimkan kepada perusahaan yang meminta tenaga professional tersebut. Para pekerja ini terdiri dari berbagai macam cakupan seperti memprogram computer, penterjemah, sekretaris, pembukuan, menyusun dan membersihkan bangunan. Opsi lain di luar pasar kerja adalah membangun usaha sendiri. Seperti membangun toko sendiri yang 2 Bishop, Beverly (2004) Globalization and Women in the Japanese Workforce. Routledge hlm Sugimoto, Yoshio. (1997) An Introduction to Japanese Society. Cambridge : Cambridge University Press. hlm tempat umum di mana makanan kecil dan makanan ringan disajikan biasanya di counter

11 menjual berbagai jenis barang seperti pakaian, aksesoris, makanana dan lain sebagainya. Alasan utama mereka memilih untuk bekerja paruh waktu karena dianggap lebih fleksibel dari segi waktu maupun memilih pekerjaan yang sesuai dengan keinginan. Kategori umur yang masuk dalam jenis ini adalah mereka yang sudah mencapai pertengahan umur 30 dan anak-anak mereka sudah masuk masa sekolah. (2) Wanita karir yang bersaing dengan pria di tempat kerja dan sebagian besar memiliki kebebasan dalam mengatur kehidupan keluarga mereka. Kebanyakan dari jenis ini masuk ke dalam kategori pekerja di jalur eksekutif yang ingin mengincar jabatan atau posisi penting di dalam pekerjaaan mereka atau yang dikenal dengan istilah sogo shoku. Wanita dalam grup inilah yang banyak berkontribusi dalam memberikan dororongan untuk kesetaraan gender dalam perekrutan dan promosi di tempat kerja. (3) Ibu rumah tangga purna waktu yang harus tunduk pada permintaan suami mereka. Ibu rumah tangga purna waktu dianggap memiliki peranan penting dalam mengatur keuangan rumah tangga. Mereka yang mengatur pengeluaran kebutuhan sehari-hari seperti makanan sehari-hari, membayar tagihan bulanan dan lain sebagainya. Namun ternyata, suami lah yang menjadi pemimpin dalam membuat keputusan besar di dalam keluarga. 5 Sebuah survei nasional menunjukkan bahwa hanya dalam jumlah kecil ibu rumah tangga yang mebuat keputusan tentang pembelian barang-barang yang besar dan penting seperti tanah, rumah, mobil, dan furnitur. Sebagian besar orang merasa bahwa seluruh kekuatan dalam pengambilan keputusan terletak pada suami, bukan istri. Hal ini 5 Sugimoto, Yoshio (1997) An Introduction to Japanese Society.Cambridge University Press. Hlm 174

12 menunjukkan bahwa kekuatan istri dalam urusan rumah tangga di Jepang mungkin dibesar-besarkan, meskipun tren saat ini lebih ke arah kesetaraan diantara pasangan suami istri. (4) Networkers yang terdiri dari wanita yang tidak ingin bekerja di dunia bisnis tetapi ingin memperoleh kesetaraan gender di dalam rumah tangga. Beberapa wanita memilih untuk bekerja di organisasi komunitas di lingkungan mereka. Termasuk di dalamnya para perkumpulan pekerja yang bertujuan untuk membangun stuktur kerja alternatif yang mana karyawan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Perkumpulan ini tidak mengharapkan keuntungan sebagai tujuan utama mereka dan berusaha membangun sebuah networking antara anggota. Para wanita yang masuk dalam kategori ini mengatur organisasi di perguruan tinggi, pusat pendidikan budaya untuk orang dewasa, medirikan toko daur ulang, berkerja sebagai penghubung dari rantai koperasi yang besar. Terdapat pula sebuah perkumpulan pelayanan keluarga, yang mana para anggotanya saling membantu dalam tugas-tugas rumah tangga seperti membersihkan rumah, belanja, mencuci dan merawat bayi dengan biaya nominal. Organisasi ini memiliki stuktur masyarakat yang horizontal. Wanita yang berumur 40 sampai 50 tahun lebih yang memiliki banyak waktu luang dan biaya untuk memiliki anak dan pendidikan anak memiliki peranan penting dalam aktifitas organisasi mereka. Di dukung pula dengan suami mereka yang masih bekerja dan memiliki banyak waktu dan sumber penghasilan yang memadai. Jalur Pekerjaan Untuk Wanita EEOL memberikan peluang kepada perusahaan untuk memperkenalkan sistem dual tracks-dua jalur sistem penerimaan pegawai. Sebuah sistem yang

13 menggeser proposi pekerja wanita menjadi pekerja non-reguler pada angkatan kerja. Sistem dua jalur ini terbagi dua, kategori pertama adalah mereka yang memegang jabatan dengan kesempatan promosi jabatan untuk posisi manajerial dan eksekutif (sogoshoku), kategori kedua adalah mereka yang diposisi dimana peluang dan promosi jabatan terbatas (ippanshoku). (a) Pekerja Wanita di Jalur Eksekutif Bagi wanita yang bersungguh-sungguh dengan karirnya, EEOL telah memberikam efek positif yaitu membuka kesempatan untuk masuk berbagai macam jenis pekerjaan. Namun terkadang banyak perusahaan yang membuat suatu syarat tersirat yang menyulitkan bagi para wanita untuk masuk ke dalam sogoshoku maupun bagi para wanita yang ingin mendapatkan promosi jabatan di tempat kerja. Salah satu syarat tersebut adalah latar belakang pendidikan yang menjadi hambatan wanita untuk masuk ke jalur sogoshoku. Ada suatu pemahaman dalam masyarakat Jepang bahwa biasanya wanita jarang yang mampu menyelesaikan studinya sampai jenjang sarjana, karena membutuhkan biaya serta finansial keluarga yang cukup. Sering terjadi overqualifikasi bagi wanita yang telah menyelesaikan studinya di jenjang sarjana (4 tahun). Diantara tahun 1982 hingga 1992 pekerjaan yang paling banyak dipilih bagi wanita yang lulus dari program 4 tahun berganti dari pekerjaan yang professional menjadi pekerjaan kantor dan sejenisnya. Beberapa wanita harus memberikan komitmen lebih bila mereka berada di bagian pekerjaan umum. Perusahaan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menlanjutkan ke sogoshoku, tetapi hal tersebut tidak berlaku selama masih ada peraturan yang mengikat. Sebagai contoh, hanya pegawai yang diberikan pelatihanlah yang diberi kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan. Jarang

14 sekali wanita yang dipilih untuk mengikuti pelatihan tersebut. Menurut artikel yang ditulis oleh Japan s Woman-Working Problem bahwa Hampir setengah dari wanita Jepang adalah lulusan universitas. Namun sayangnya kurang dimanfaatkan. Hanya 67% perempuan berpendidikan perguruan tinggi yang saat ini bekerja, dan banyak dari mereka dibawar dengan upah rendah atau ditutup jalur karirnya sebagai office lady yang hanya berperan untuk menyiapkan teh bagi manajer pria dan membersihkan meja kantor mereka di akhir hari. 6 Artikel ini menunjukkan dengan jelas bahwa belum tentu wanita yang sudah memiliki kualifikasi dapat dengan mudah mendapatkan posisi yang ideal dan setara dengan pekerja pria di jalur eksekutif Wanita yang berhasil masuk ke jalur eksekutif tidak begitu menyukai waktu lamanya bekerja berlebih yang harus dia lakukan. Sulit bagi wanita untuk mengambil keputusan apakah dia bisa melanjutkan untuk bekerja dengan menganggu beban yang sama seperti salaryman 7. Pekerja sogoshoku wanita, pada beberapa instansi, memiliki pekerjaan yang lebih berat dari pada rekan salaryman yang lain. Walaupun pekerjaan mereka setara dengan pegawai pria, wanita masih tidak mendapatkan kesempatan untuk naik jabatan. Wanita pun dituntut untuk melakukan pekerjaan domestic sambil bekerja di perusahaan. Masyarkat partriaki Jepang lebih setuju bila wanita dirumah saja dan mengurusi rumah tangga. Tidak ada kompenisasi bagi wanita yang ingin melambungkan karirnya. Tidak seperti di Amerika ataupun Indonesia yang memiliki pembantu rumah tangga atau babysitters, di Jepang semua pekerjaan domestik dilakukan secara mandiri oleh wanita. Inilah yang menyebabkan wanita 6 Sylvia Ann Hewlett (2011). Japan s Working-Woman Problem. ( 7 Pekerja kerah putih di Jepang

15 kelelahan pada pekerjaan kantor yang menuntut mereka untuk bekerja multi-tasking dengan jam kerja yang lama. Tidak heran mengapa tingginya angka wanita yang keluar dari sogoshoku. (b) Pekerja Wanita di Jalur Umum (Ippanshoku) Ippanshoku tidak memiliki tanggung jawab dan peran yang sama dengan pekerja umumnya. Ippanshoku diartikan secara harfiah adalah pekerja biasa yang berbeda dengan sogoshoku yang menuntut pekerjaan multi-tasking. Sebagian besar wanita lebih memilih ippanshoku karena mereka sangat paham dengan tuntuan pekerjaan sogoshoku, dan mengetahui bahwa pindah dari satu jalur ke jalur yang lain tidaklah mudah. Berikut ini adalah contoh diskriminasi yang dilakukan di tempat kerja. Sebagian kecil pekerja wanita diberikan kesempatan untuk berpindah jalur pekerjaannya melalui tes promosi jabatan yang diberikan oleh perusahaan. Tetapi untuk bisa mengikuti tes tersebut para pekerja harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan dan biasanya hanya pria yang dapat mengikuti pelatihan tersebut. Tampak dari contoh diatas diskriminasi masih kerap terjadi di perusahaan. Perusahaan memang memberikan hak yang sama dalam penerimaan pekerjaan tetapi para pekerja wanita tidak leluasa untuk memilih jalur pekerjaan yang mereka inginkan. Contoh lainnya adalah pekerja wanita telah dibujuk atau ditempatkan di bawah tekanan untuk tidak mengambil jalur sogoshoku. Pekerja wanita yang ingin masuk ke jalur sogoshoku harus siap melakukan pekerjaan yang sama dengan pegawai pria, salah satunya adalah siap untuk dipindahkan dimana saja di dalam negeri setiap saat, dan ini merupakan sesuatu hal yang tidak menarik bagi kebanyakan wanita Jepang, yang biasanya lebih memilih tinggal bersama orang tua bila belum menikah dan setelah menikah tidak ingin hidup terpisah dari suami

16 mereka. Kegagalan EEOL dalam Memperbaiki Diskirminasi Pekerja Wanita EEOL memainkan ide yang memaksakan bagi Jepang dari luar, dan menganggap hukum tersebut sebagai bentuk dan impelialisasi kebudayaan Barat. Terdapat oposisi dari para boss perusahaan. Pria dan wanita secara biologis berbeda dan sudah sewajarnya diperlakukan berbeda, dan Undang-undang perlindungan Jepanglah yang menurunkan derajat wanita di posisi pekerjaannya dan penyebab terjadinya diskriminasi terhadap wanita. Di tahun 1990an sebelum hukum persamaan kesempatan kerja ini benarbenar memiliki pengaruh yang kuat di Jepang, terdapat banyak pengaduan mengenai diskriminasi terhadap wanita. Salah satu pengaduan diajukan oleh wanita yang baru lulus dari kuliah adalah mereka tidak mendapatkan respon untuk meminta brosur perusahaan; tidak diijinkan untuk mengikuti ujian masuk, dibatasi oleh kondisi yang hanya menerima pelajar yang tinggal dengan keluarganya atau belum menikah. Pada prakteknya di lapangan, wanita memang diberi kesempatan yang sama untuk bekerja dengan pria, tetapi hal ini tidak berlaku bila wanita ingin menekuni bidang karirnya. Wanita masih sulit untuk bisa mendapatkan posisi eksekutif di perusahaan, walaupun mereka mempunyai dikatakan memiliki kesempatan yang sama dengan pria. Dapat dilihat makna kesempatan yang sama hanya berlaku untuk perekrutan pekerjaan di perusahaan. Diibaratkan wanita dan pria masuk dalam pintu masuk yang sama tetapi belum tentu memiliki posisi dan jabatan yang sama. Berdasarkan artikel pada New York Times tertulis Sejak Undang Undang Kesempatan Kerja yang Sama pada tahun 1985, wanita telah

17 menjadi pemandangan umum di pabrik, di lokasi konstruksi, dan di belakang roda taksi. Tetapi mereka sudah jauh kurang berhasil mencapai posisi otoritas, yang tetap memegang wewenang adalah salayman berbaju abu-abu. 8. Setelah penguatan EEOL memiliki efek di tahun 1999, beberapa pekerja regular wanita menjadi di klasifikasikan kembali menjadi pekerja non-reguler. Di dalam artikel yang sama dipaparkan pula walaupun kasus diskriminasi yang demikian nyata di Jepang, tuntutan hukum tetap langka karena adanya budaya yang enggan untuk menuntut sampai proses pengadilan. Masalah besar yang lain adalah bahwa hukum kesempatan yang sama pada dasarnya tidak bergigi. Meskipun telah dilakukan revisi untuk memperkuat hukum tersebut, tidak ada hukuman nyata bagi perusahaan yang terus menerus melakukan pelanggaran. Kesimpulan Globalisasi telah membawa ideologi baru ke Jepang, salah satunya adalah tentang kesetaraan gender. Jepang perlu menyesuaikan diri dengan ideology tersebut mengingat struktur dominan pada masyarakat Jepang adalah patriarki. Salah satu poin dalam ide kesetaraan gender tersebut adalah tentang persamaan kesempatan bekerja baik pria maupun wanita. Sejak Hukum Kesempatan Kerja Yang Sama atau yang lebih dikenal dengan Equal Employment Opportunity Law mulai di implementasikan di Jepang pada tahun 1989, banyak terjadi perubahan pada regulasi yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Terbukan kesempatan bagi wanita untuk berkarir dan bekerja di perusahaan yang sama dengan pria. Namun pada praktek lapangannya, masih terdapat diskriminasi terhadap wanita. Akibat dari 8 Martin Fackler (2007) Career Women in Japan Find a Blocked Path. (

18 implementasi EEOL ada dua jalur yang bisa dipilih oleh wanita bila ingin bekerja di kantor. Mereka harus memilih antara jalur eksekutif (sogoshoku) yang memiliki banyak tanggung jawab yang harus dipenuhi, atau jalur pekerja biasa (ippanshoku) yang tidak memiliki tanggung jawab besar dan tidak memiliki akses untuk promosi jabatan. Walaupun seorang wanita sudah masuk di dalam jalur eksekutif, tidak dapat dipastikan bahwa wanita tersebut akan mendapatkan hak promosi yang sama seperti pegawai pria. Walaupun perubahan kesetaraan gender secara legal telah tercapai namun praktik dilapangan, kultur dan sosial norma di masyarakat belum menunjukkan dampak yang signifikan. 9 Implementasi EEOL untuk mengatasi diskriminasi dikalangan pekerja wanita kurang efektif karena tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap nasib pekerja wanita. Pekerja wanita dalam dunia pekerjaan masih mendapatkan diskriminasi. Keberadaan EEOL tidak begitu kuat perannya di Jepang karena tidak adanya sanksi yang tegas kepada perusahaan yang melakukan diskriminasi terhadap wanita. 9 Barret, Kelly. Women in the Workplace: Sexual Discrimination in Japan

19 Daftar Referensi Appadurai, A (1996) Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. Minneapolis: University of Minnesota Press. Barret, Kelly. Women in the Workplace: Sexual Discrimination in Japan. Bishop, Beverly (2004) Globalization and Women in the Japanese Workforce. Routledge Koshal, Rajindar K.; Yamada, Yuko; Miyazima, Sasuke; Kosha, Manjulika; and Gupta, Ashok K. (2004). Female Workers in Japan: Opportunities & Challenges. Journal of International Women's Studies. Martin Fackler (2007) Career Women in Japan Find a Blocked Path. Sugimoto, Yoshio (1997) An Introduction to Japanese Society.Cambridge: University Press. Sylvia Ann Hewlett (2011) Japan s Working-Woman Problem. Working Condition and Labour Market

PROFIL PEKERJA WANITA JEPANG PADA ZAMAN MODERN. Oleh : Amaliatun Saleha NIP:

PROFIL PEKERJA WANITA JEPANG PADA ZAMAN MODERN. Oleh : Amaliatun Saleha NIP: PROFIL PEKERJA WANITA JEPANG PADA ZAMAN MODERN Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 ABSTRAK Jumlah pekerja wanita

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beberapa negara di dunia menganut konsep patriaki, menurut Bhasin (Kartika, 2014:2), Jepang juga termasuk sebagi negara kapitalis yang menganut konsep patriaki di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi laki-laki. Sistem patriarki hidup dalam realita sehari-hari, baik kelas bawah, di rumah,

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

Undang-undang Diskriminasi Status Keluarga & Saya

Undang-undang Diskriminasi Status Keluarga & Saya Undang-undang Diskriminasi Status Keluarga & Saya 1T: Apakah Undang-undang Diskriminasi Status Keluarga (Family Status Discrimination Ordinance (FSDO)) itu? 1J: FSDO adalah undang-undang antidiskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL

STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL UNIVERSITAS INDONESIA STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL SOSIOLOGI INDUSTRI DAN KETENAGAKERJAAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 AHMAD MUTSLA Z (1206240234) DETANIA SAVITRI (1206210534) FEBRYAN DWI PUTRA (1206210540)

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG Oleh: Nittya Satwasti Sugita I Ketut Markeling I Ketut Sandi Sudarsana Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan ditetapkan agar tujuan dan sasaran suatu perusahaan tercapai, setiap perusahaan baik itu yang bergerak dalam bidang industri maupun jasa selalu dilandasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN PADA PELAYANAN TERPADU KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang YB. Mangunwijaya (Alm)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang YB. Mangunwijaya (Alm) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dewasa ini jumlah wanita yang memiliki pekerjaan diluar rumah semakin meningkat, hampir 40,6% pendatang baru dalam dunia kerja antara tahun 1996 dan 2006

Lebih terperinci

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Jakarta, 6 September 2016 Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam ras, warna kulit, agama, bahasa, dll. Dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM

PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM PEREMPUAN BALI DALAM PERWALIAN ANAK : SUATU STUDI GENDER DALAM HUKUM Oleh : Anak Agung Bayu Krisna Yudistira Made Suksma Prijandhini Devi Salain Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu

Lebih terperinci

BAB PERTAMA PENDAHULUAN. adanya peluang kerja di suatu badan usaha (Maitland, 1993). Tenaga kerja

BAB PERTAMA PENDAHULUAN. adanya peluang kerja di suatu badan usaha (Maitland, 1993). Tenaga kerja BAB PERTAMA PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan lowongan kerja yang dimuat di media massa, merupakan salah satu aktivitas awal rekrutmen yang bertujuan untuk menyebarkan informasi mengenai

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA KOMITE PEREMPUAN IndustriALL Indonesia Council 2014 1 LAPORAN HASIL SURVEY

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL

MANAJEMEN OPERASIONAL MANAJEMEN OPERASIONAL SUBSISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA Astrid Lestari Tungadi, S.Kom., M.TI. PENDAHULUAN Subsistem yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam hal keterampilan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif. Penelitian ini meneliti hukum positif berupa peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Dengan telah adanya struktur organisasi, manajer harus menemukan orang-orang untuk mengisi pekerjaan yang telah dibuat atau menyingkirkan orang dari pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial K102 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial 1 Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial Copyright Organisasi Perburuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu sama lain

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sudah banyak wanita yang bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dan di berbagai macam perusahaan. Permintaan untuk karyawan wanita dari masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

Pengaruh lingkungan komputerisasi, praktek organisasi dan karakteristik pekerjaan pada kepuasan kerja dengan gender

Pengaruh lingkungan komputerisasi, praktek organisasi dan karakteristik pekerjaan pada kepuasan kerja dengan gender Pengaruh lingkungan komputerisasi, praktek organisasi dan karakteristik pekerjaan pada kepuasan kerja dengan gender sebagai variabel moderasi (studi pada PT pupuk Kaltim-Bontang) Disusun Oleh : Yudi Zatmiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kini menghadapi percepatan pembangunan dalam bidang ekonomi, teknologi, dan infrastruktur. Industrialisasi bangkit dalam skala global dengan melibatkan segala

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin

Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin 1T: Apakah Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin (SDO) itu? 1J: SDO adalah sebuah undang-undang anti-diskriminasi yang disahkan pada tahun 1995. Menurut undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1984 (7/1984) Tanggal: 24 JULI 1984 (JAKARTA) Sumber: LN 1984/29; TLN NO. 3277 Tentang: PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat beroperasi dan berpartisipasi dalam

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TLN No. 3019, ps.1.

BAB I PENDAHULUAN. TLN No. 3019, ps.1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia di zaman keterbukaan dan demokrasi sekarang ini, tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda kewarganegaraannya. Sering terjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci