II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA A."

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu golongan jamur yang dapat dimakan, yang dikenal dengan nama white log mushroom. Beberapa nama lain jamur tiram adalah jamur mutiara, jamur kayu atau jamur shimeji (Suriawiria, 1999). Klasifikasi jamur tiram adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1978). Kerajaan : Tumbuhan (Regnum plantae) Sub kerajaan : Thallophyta Divisi : Mycota Sub divisi : Eumycotina Kelas : Basidiomycetes Sub kelas : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Agaricaceae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus ostreatus Jamur tiram bersifat saprofit dan tumbuh menyebar sesuai iklim pertumbuhannya. Kecepatan tumbuh miselium dipengaruhi oleh suhu. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi jika dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pertumbuhan tubuh buah jamur). Jamur memiliki suhu inkubasi antara 25ºC-28ºC dengan kelembaban 80%-90%. Suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) 16ºC-22ºC dengan kelembaban 80%-90%. Apabila suhu terlalu tinggi dan kelembaban terlalu rendah maka bakal jamur akan kering dan mati. ( Cahyana et al.,1997). Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu, walaupun jamur tiram putih mempunyai tudung yang lebih tipis dibandingkan jamur tiram abu-abu. Tubuh jamur tiram relatif lebih besar dan daging buahnya lebih tebal bila dibandingkan dengan jamur merang serta media produksinya tidak perlu dikomposkan seperti media produksi jamur champignon. Pertumbuhan jamur 4

2 tiram putih lebih cepat dan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan (Cahyana et al,. 1997). Pada proses budidaya jamur tiram, nutrisi bahan baku atau bahan yang ditambahkan harus sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram. Bahan baku yang digunakan dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, atau campuran antara serbuk kayu dan jerami. Jamur termasuk ke dalam organisme heterotrofik, yaitu tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhannya. Oleh karena itu pada bahan baku perlu ditambahkan bahan makanan berupa bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein; kapur sebagai sumber mineral dan pengatur ph; serta gips sebagai penambah mineral dan bahan yang mengokohkan media. Kadar air media dijaga hingga 50% - 65% dengan ph media diatur antara ph 6 7 (Cahyana et al., 1993). Jamur tiram tumbuh sepanjang tahun di berbagai iklim, dan merupakan tumbuhan hasil pertanian organik yang tidak mengandung kolesterol. Budidaya jamur tiram bisa dilakukan di dalam rumah jamur atau kumbung. Syarat rumah jamur suhu ruangan tidak lebih dari 28 o C kelembaban ruangan 80%-90%. Jamur tiram yang tumbuh mula-mula kecil-kecil putih pipih. Pada saat jamur masih muda ujungnya melengkung ke bawah membentuk lengkungan. Jika sudah tua dan siap panen yaitu sekitar umur hari, jamur bagian tengan dan ujung tangkai berada di bawah dan ujungnya naik. Panen kedua dilakukan setelah umur jamur antara hari setelah panen pertama. Usia produktif dari jamur tiram ini adala 4-6 bulan dengan produksi tiap log media antara kg. Jamur melebar hingga diameter 20 cm dan tubuhnya tebal. Konsumsi jamur tiram selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 %. Jamur tiram putih dapat diolah menjadi berbagai masakan untuk sayur, lauk, dan makanan ringan. Jamur tiram mempunyai bagian-bagian tubuh buah seperti tangkai (stipa), lamella (gill), tudung (pileus), dan margin (Zadrazil dan Kurtzman, 1978 ). Bagian-bagian jamur tiram ditunjukkan dalam Gambar 1 di bawah. Pertumbuhan tubuh buah jamur tiram pada substrat ditandai dengan adanya bentuk seperti kancing yang sangat kecil, kemudian berkembang menjadi pipih. Tubuh buah jamur ini menyerupai cangkang kerang, diameter tudung 5

3 3cm-15cm, mula-mula berwarna kebiru-biruan/kecoklatan, bagian pinggir tudung tidak berlekuk, lamella mempunyai warna keputihan (Dicknison dan Lucas, 1983). Pada akhirnya jamur tiram akan berwarna putih setelah dewasa. lamella (gill) tangkai (stipa) tudung (pileus) Gambar 1. Jamur tiram dan bagian-bagiannya B. Nilai Gizi Jamur Tiram Jamur tiram memiliki kandungan gizi yang cukup baik, terutama kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Komposisi zat gizi pada jamur tiram segar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi jamur tiram segar * KOMPOSISI BOBOT KERING (%) Kadar air ** Protein kasar (NX4.38) Lemak Karbohidrat Serat kasar Abu Energi (kalor) * Chang et al. (1993) ** Bobot basah Hampir semua jenis jamur segar memiliki kandungan air sebanyak 85% -95% sedangkan pada jamur yang sudah dikeringkan hanya mengandung 5%-20%. Kandungan air pada jamur yang bervariasi dipengaruhi oleh jenis jamur, suhu, dan kelembaban selama pertumbuhan (Crisan dan Sands, 1978). Kandungan lemak jamur tiram antara 1.08%-9.4% bobot kering, terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, sterol, sterol ester, dan 6

4 fosfolipid. Asam lemak utama adalah asam oleat (79.4%), asam palmitat (14.3%), asam linoleat (6.3%). Lemak netral utama pada jamur tiram adalah trigliserida, yaitu sekitar 29% (Bano dan Rajaratnam, 1989). Karbohidrat merupakan unsur utama pada jamur, yaitu berkisar 57.6%-81.8% dan mengandung serat kasar 7.5% - 8.7% (Chang et al., 1993). Komposisi karbohidrat adalah 4.22% karbohidrat terlarut, 1.66% pentosan, dan 32.6% heksosan. Jamur tiram tidak memiliki pati. Karbohidrat disimpan dalam glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur (Crisan dan Sand, 1978). Jamur tiram memiliki kadar protein antara 10.5% % bobot kering dengan daya cerna protein sekitar 60%-70%. Kandungan asam amino esensial jamur tiram cukup lengkap yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Kandungan asam amino esensial jamur tiram dapat dilihat dalam Tabel 2 (Chang et al., 1993). Tabel 2. Kandungan asam amino esensial jamur tiram KOMPOSISI KANDUNGAN (mg/g) Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Total asam amino esensial Total asam amino * Chang et al., (1993) * Dinyatakan dalam mg asam amino per gram nitrogen protein kasar C. Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan 7

5 produk akibat aktivitas biologi dan kimia (Brooker et al., 1974). Pengeringan pada dasarnya merupakan proses pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang ada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Ada 3 hal yang mempengaruhi proses pengeringan yaitu (1) kecepatan udara, (2) suhu udara, dan (3) kelembaban udara ( Brooker et al., 1992 ). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya proses penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap, air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air karena perbedaan tekanan pada bagian dalam dan bagian luar (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry, 1981). Pada proses pengeringan yang pertama kali mengalami penguapan adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan air selanjutnya terjadi pada air terikat. Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih kecil dari perpindahan air pada permukaan bahan (Brooker et al., 1974). Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan 8

6 menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry, 1981). Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 2). Buckle, et al., 1987 dalam Suherman, 2005 menyatakan bahwa laju pengeringan suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sifat fisik dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air). 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pindah panas. 3. Sifat-sifat lingkungan dari alat pengering (suhu, kelembaban, dan laju udara). 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas). Gambar 2. Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun. Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan bahan pangan atau hasil pertanian dilakuakn dengan tiga cara, yaitu secara langsung, tidak langsung, dan kombinasi keduanya. Pada cara langsung, di mana bahan pertanian 9

7 langsung menerima radiasi matahari, contoh pengeringan ini adalah penjemuran dengan lamporan. Pada cara tidak langsung, panas dari radiasi matahari tidak langsung memanaskan bahan, tetapi melalui perantara fluida (udara atau air) sehingga ruang pengering dan kolektor tidak pada satu sistem yang sama, contohnya pada pengeringan sistem kolektor datar. Bangunan tembus cahaya yang dilengkapi dengan absorber merupakan kombinasi keduanya. Salah satu cara meningkatkan panas dalam ruang pengering adalah dengan dilengkapi dengan plat hitam (absorber) yang berfungsi untuk meningkatkan penyerapan radiasi surya yang jatuh ke permukaan bangunan tembus cahaya. D. Pengeringan Jamur Pengeringan jamur tiram dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dioven, pengeringan beku, dan dengan iradiasi gamma dari Co-60. Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Fatimah (2006), mengeringkan jamur tiram dengan menggunakan oven gelombang mikro, di mana dihasilkan rendemen tertinggi pada penggunaan daya sebesar 80 Watt dengan suhu rata-rata o C. Total waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jamur tiram dari kadar air 90% bb menjadi di bawah 12% bb adalah 200 menit hingga 240 menit. E. Energi Surya Energi surya merupakan radiasi elektromagnetik yang memancar dari permukaan matahari secara terus menerus. Bumi dengan jarak rata-rata dari matahari sebesar 1.5 x meter hanya menerima sebagian kecil dari radiasi tersebut. Dari proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan mengeluarkan panas dengan laju kwh/dt, radiasi yang jatuh di wilayah Indonesia mencapai 9x10 17 kj/thn atau setara dengan 28.35x10 18 MW energi listrik (Abdullah et. al., 1990). 10

8 Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk energi radiasi gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat keberadaannya yang selalu berubah-ubah, sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah-ubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfer (Abdullah et. al., 1990). Menurut Kadir (1989) efektifitas pemanfaatan energi surya dapat ditingkatkan dengan menggunakan kolektor panas. Sinar matahari dikonsentrasikan pada suatu tempat sehingga diperoleh suhu yang tinggi. Kolektor digunakan untuk mengumpulkan radiasi surya dan mengubahnya menjadi panas. Pada umumnya bahan yang digunakan sebagai penyerap adalah pelat logam yang dicat hitam. Jumlah iradiasi surya yang jatuh pada permukaan bumi dipengaruhi oleh deklinasi surya, yang merupakan perubahan posisi planet bumi dengan sudut kemiringan O terhadap orbitnya atau sudut antara garis matahari dengan bumi dengan bidang ekuator. F. Bangunan Tembus Cahaya Bangunan tembus cahaya sering dikenal dengan nama green house. Panas yang terjadi di dalam green house sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada di dalamnya dan diubah menjadi gelombang panjang yang tak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang (Abdullah et. al., 1990). Suhu pada ruang pengering dipengaruhi oleh besarnya iradiasi matahari yang diterima alat, penyerapan iradiasi matahari serta transmisivitas lapisan penutup yang digunakan. Oleh karena itu lapisan penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki nilai transmisivitas yang tinggi dengan absorbsivitas dan refleksivitas yang rendah (Abdullah. et al., 1990). Tabel 3 berikut menyajikan beberapa bahan tembus cahaya. 11

9 Tabel 3. Transmisi cahaya dan panas beberapa transparan (Nelson, 1978) Jenis Bahan Transmisi Cahaya (%) Transmisi Panas (%) Udara Kaca (double strength) FRP (fiberglass reinforced plastic) Polyetylene : a. 1 lapisan 88 - b. 2 lapisan 81 - c. Dengan (3/16) ruang 85 - udara Fiberglass : - a. Bening (clear) b. Warna jade c. Kuning d. Putih salju e. Hijau f. Merah kekuningan g. Jernih (canary) G. Pengering Tipe Rak Mesin pengering tipe rak dapat digunakan untuk mengeringkan bahan atau produk yang berbentuk granula, biji atau powder. Pengering tipe rak memiliki kapasitas yang besar dan mudah dalam pengoperasiannya. Secara umum, pengering tipe rak terdiri dari sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat rak-rak tempat meletakkan bahan yang akan dikeringkan, sedangkan udara panas dialirkan melalui rak-rak tersebut. H. Pemanas Menurut Kamaruddin et al. (1994), umumnya kawat-kawat dengan penampang (strip) atau berbentuk pita (ribbon) banyak dipakai sebagai elemen pemanas. Pemanas listrik digunakan secara luas dan ekstensif untuk aplikasi domestik dan industri. Dalam bidang agroindustri, pemanas listrik digunakan untuk proses pengeringan dan pemanasan. Sesuai dengan penggunaan mesin maka transfer energi panas dapat dilakukan secara radiasi, konveksi atau konduksi. Dalam mesin tertentu 12

10 kadang-kadang diperlukan sirkulasi udara untuk memperoleh pemanasan yang merata karena itu dalam mesin diperlukan kipas atau blower. Untuk mengatur suhu dapat dilakukan dengan menggunakan thermostat. Thermostat adalah suatu alat yang bisa mengatur sendiri untuk membuka dan menutup hantaran dan aliran listrik berdasarkan perubahan suhu. Thermostat yang dipakai untuk mengatur suhu ada yang memakai komponen bimetal, thermokopel atau bellow unit sensing bulb. Selain itu, pengaturan suhu dapat juga menggunakan rangkaian elektronik dengan menggunakan sensor suhu (Kamaruddin et al., 1994). I. Hasil Hasil Penelitian Tentang Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca Perkembangan penelitian mengenai pengering berenergi surya di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai bentuk desain untuk komoditas yang bermacam-macam. Abdullah et al., (1994) mengenalkan pengering berenergi surya dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama pengering ERK. Pengering bangunan segi empat berdinding transparan, dilengkapi dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan. Wulandani (1997), pada percobaan pengering kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam bangunan berdinding transparan UV stabilized plastic tipe bak, menghasilkan efisiensi pengeringan 57.7% dan efisiensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air. Kopi dapat dikeringkan selama 72 jam (efektif pada siang hari) pada suhu 37ºC, dari kadar air kopi dari 68 %bb hingga kadar air akhir 13 %bb. Nelwan (1997) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakkan di atas rak pengering, dilengkapi dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengeringan yang dihasilkan adalah 18.4% dan efisiensi energi sebesar 12.9 MJ/kg air yang diuapkan. Dengan beban 228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 60% bb hingga 7% bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan selain energi surya adalah kerosene. 13

11 Madani (2002) melakukan uji kinerja alat pengering efek rumah kaca tipe rak dengan energi surya untuk pengering kerupuk udang. Berdasarkan hasil pengujiannya, alat ini mampu menghasilkan suhu pengeringan berkisar 35ºC - 45 ºC dengan RH optimum berkisar 50%-60%. Pengaturan exhaust fan dapat meningkatkan suhu dalam ruang pengering baik siang hari maupun pada malam hari dengan peningkatan suhu sebesar 3ºC-5ºC. Efisiensi sistem pengeringan terbaik pada siang hari tanpa pemanas tambahan sebesar 38.64% pada kondisi waktu pengering pukul 07:00 WIB sampai 16:40 WIB, dan beban optimum kg, serta pada kondisi 4 jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan beban optimum kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:00 WIB, serta jendela untuk udara masuk dibuka, dan exhaust fan hidup selama 9.66 jam. Sedangkan efisiensi terbaik dengan pemanas tambahan atau pada malam hari sebesar 9.23% dengan kondisi beban optimum kg, waktu pengeringan 19:00 WIB sampai 12:40 WIB, serta jendela ditutup sampai pukul 06:00 WIB, dan exhaust fan hidup. Agriana (2006) melakukan uji kinerja alat pengering surya hybrid tipe efek rumah kaca unuk pengeringan dendeng jantung pisang dan mendapatkan suhu rata-rata ruang pengering mencapai 41.6ºC dengan RH mencapai 54.85% dan radiasi surya sebesar sampai W/m 2 dapat menurunkan kadar air dari sekitar 78%-81% menjadi 22%-28% serta efisiensi sistem sebesar 19.31%. J. Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid Tipe Rak Berputar Pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak berputar adalah pengering berenergi surya dan biomassa dengan dinding transparan untuk pemerangkapan panas dari surya. Wadah produk berupa rak yang dapat diputar secara horizontal, sehingga setiap rak dapat menerima panas secara merata. Performansi alat pengering tipe ini telah dilakukan untuk pengujian berbagai produk pertanian. Triwahyudi (2009) menggunakan alat ini untuk 14

12 mengeringkan kapulaga lokal (Amomum cardamomum Wild). Pada suhu ruang pengering rata-rata 41.3 O C-48.1 O C kapulaga dapat dikeringkan dari kadar air awal 80.3%bb-82.7%bb menjadi 9.9%bb-10.6%bb dalam waktu jam, laju penurunan kadar air 1.5%bb/jam-2.4%bb/jam. Kebutuhan energi untuk menguapkan air dari produk adalah 21.1MJ/kg-29.6MJ/kg dan efisiensi total sistem berkisar antara 11.4%-16.1%. Pergeseran rak 45 O memberikan hasil terbaik dengan nilai ragam suhu sebesar 1.2% dan nilai ragam kadar air sebesar 1.1%. Konsumsi energi untuk pemutaran rak relative kecil yaitu sebesar kwh kwh. Widodo (2009), melakukan kajian pola sebaran aliran udara panas pada model pengering efek rumah kaca hybrid tipe rak berputar menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) dan dihasilkan disain pengering dengan aliran udara optimal. Simulasi suhu dan kecepatan aliran udara menunjukkan bahwa suhu rata-rata ruang pengering 53.6 O C dengan deviasi standar 1.3 O C, dan kecepatan aliran udara rata-rata 0.29 m/dt dengan deviasi standar 0.19m/dt. Larasati (2010) melakukan uji performansi pengering tipe ini untuk pengeringan rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan dihasilkan percobaan terbaik pada perlakuan pemutaran rak selama 5 menit setiap setengah jam dan pergeseran posisi rak 45 O setiap 60 menit. Suhu yang dihasilkan pengeringan berkisar antara 26.7 O C-46.4 O C. Laju pengeringan sebesar 46.09%bk/jam dan lama pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan rosella dari kadar air 90% bb menjadi 10% bb berkisar antara jam, efisiensi pengeringan tertinggi adalah 9.39%, serta kebutuhan energi untuk menguapkan air rata-rata sebesar MJ/kg produk. Mutu rosella yang dikeringkan dengan mesin pengering ERK lebih baik jika dibandingkan dengan dijemur. Putri (2010), menguji performansi pengering ini untuk cengkeh. Dengan suhu pengeringan sebesar O C, cengkeh dapat dikeringkan dari kadar air awal 69.58% bb % bb hingga kadar air akhir 1.13% bb % bb selama jam jam. Laju pengeringan rata-rata berkisar antara 5.89 % bk/jam % dan konsumsi energi untuk menguapkan produk berkisar antara kj/kg kj/kg, serta efisiensi total 15

13 sistem pengeringan berkisar antara 8.95% %. Perlakuan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh berwarna kuning kemerahan tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh tertinggi sedangkan yang memiliki tingkat kematangan cengkeh yang berwarna hijau tertinggi memiliki nilai rendemen cengkeh terendah. 16

SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA. PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA. PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI UJI PERFORMANSI MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR PADA PENGERINGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) Oleh : GALUH FEKAWATI RUSTAM. M. F14052365 2010 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurutus ostreatus) termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur ini dinamakan jamur tiram karena tudungnya berbentuk setengah lingkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya terkandung banyak kebaikan dan manfaat

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di alam bebas, misalnyadi hutan atau di kebun, jamur dapat tumbuh sepanjang tahun, terutama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM Disusun oleh: Nama : JASMADI Nim : Kelas : S1 TI-2A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA JL. Ring road utara, condongcatur, sleman yogyakarta ABSTRAK Budidaya jamur tiram memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang merupakan jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi dan ekonomis yang tinggi, serta permintaan pasar yang meningkat. Menurut Widyastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Cengkeh termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang berasal dari Maluku. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang cukup potensial dalam upaya memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) digolongkan ke dalam organisme yang berspora, memiliki inti plasma, tetapi tidak berklorofil. Tubuhnya tersusun dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu dari famili Agaricaceae yang pembudidayaannya relatif mudah, karena mempunyai daya adaptasi

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau ovster mushroom. Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Pengaruh Komposisi Ampas Tebu Sebagai Media Pertumbuhan Terhadap Kualitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

TUGAS AKHIR Pengaruh Komposisi Ampas Tebu Sebagai Media Pertumbuhan Terhadap Kualitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) TUGAS AKHIR Pengaruh Komposisi Ampas Tebu Sebagai Media Pertumbuhan Terhadap Kualitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Andini Islami 1409100061 Dosen Pembimbing I : Adi Setyo Purnomo, M.Sc, Ph.D Dosen

Lebih terperinci

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam % BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Jamur Tiram yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik dari segi rasa maupun kegunaannya. Produk jamur tiram ini sangat baik karena merupakan salah satu jamur kayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. lemak. Selain itu jamur juga banyak membutuhkan peluang usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan salah satu komoditas pertanian yang dapat dikembangkan untuk diversifikasi bahan pangan dan penganekaragaman makanan yang tinggi dalam rasa dan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci