BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah mahasiswa baru UGM tahun Diploma Ekstensi Strata 1 Strata 2 Strata 3. Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah mahasiswa baru UGM tahun Diploma Ekstensi Strata 1 Strata 2 Strata 3. Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompleks Universitas Gadjah Mada (UGM) dan sekitarnya dari tahun ke tahun mengalami perkembangan lingkungan fisik yang pesat. Beberapa perkembangan yang dapat diamati antara lain yaitu: peningkatan pemakaian kendaraan bermotor di lingkungan kampus dan sekitarnya, pembangunan fasilitas umum (masjid, bank, toko swalayan, medical centre, lapangan olahraga, tempat parkir, dan lain-lain) serta pembangunan gedung di beberapa fakultas sebagai sarana pendukung perkuliahan. Pertambahan jumlah mahasiswa UGM setiap tahun ajaran baru (dapat dilihat pada Tabel 1.1) dan kebutuhan terhadap ruang belajar yang representatif tentunya menjadi salah satu alasan perlunya penambahan fasilitas pendidikan tersebut. Hasilnya, beberapa lahan bervegetasi dan tanah terbuka di kompleks UGM dikonversi menjadi lokasi bangunan gedung-gedung baru. No. Tahun Masuk Tabel 1.1 Jumlah mahasiswa baru UGM tahun Diploma Ekstensi Strata 1 Strata 2 Strata 3 Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Jumlah Sumber: UGM dalam angka,

2 Secara administratif, kompleks UGM berada di Kabupaten Sleman dan berbatasan langsung dengan Kotamadya Yogyakarta. Aktivitas sosial-ekonomi perkotaan yang berlangsung di dua wilayah administratif tak luput memberikan kontribusi terhadap perubahan penggunaan lahan. Daerah permukiman penduduk di sekitar kompleks UGM telah dipadati oleh bangunan rumah kost mahasiswa maupun tempat perdagangan dan usaha jasa lainnya. Sejumlah vegetasi di lahan sekitar permukiman penduduk menjadi berkurang akibat perubahan penggunaan lahan tersebut. Kemudian pemakaian kendaraan bermotor (mobil dan motor roda dua) berbahan bakar fosil di lingkungan kompleks UGM dan sekitarnya selalu mengalami peningkatan dalam beberapa kurun waktu terakhir. Sebagai contoh pada tahun 2002, jumlah dan jenis kendaraan yang melewati kompleks Universitas Gadjah Mada dapat dilihat pada Tabel 1.2. Di sisi lain jumlah kendaraan bermotor yang makin banyak jelas membutuhkan fasilitas berupa tempat parkir. Alhasil terjadilah perubahan penggunaan lahan berupa perluasan maupun pembangunan lahan parkir baru. Tabel 1.2 Jumlah dan jenis kendaraan yang melewati perempatan Depok pada pukul WIB, 21 November 2002 No Jenis Kendaraan Jumlah per jam Persentase 1. Sepeda motor ,03 % 2. Mobil ,54 % 3. Bus 356 8,43 % Jumlah % Sumber: Rahman, 2003 Disadari atau tidak, kegiatan manusia yang melibatkan perubahan lahan dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem disekitarnya. Contoh konkrit, peruntukan lahan pertanian (sawah dan ladang) yang dikonversi menjadi areal permukiman atau industri akan membawa dampak terhadap perubahan iklim lokal. Air hujan yang semula lebih mudah berinfiltrasi melalui sawah, ladang, tanah terbuka, atau lahan bervegetasi menjadi tidak dapat terserap ke dalam tanah 2

3 yang telah ditutup oleh lapisan semen, aspal atau material kedap air lainnya. Suhu udara dipastikan pula mengalami peningkatan pada jam-jam tertentu karena adanya perubahan radiasi matahari pada siang hari, gedung-gedung tinggi yang telah dibangun oleh manusia bisa menghalangi pergerakan angin serta menjebak panas yang berasal dari radiasi matahari. Perubahan penggunaan lahan akan membawa dampak terhadap unsur unsur iklim maupun cuaca yang ada di daerah bersangkutan. Salah satu dampaknya adalah perubahan terhadap besarnya imbangan radiasi dan energi yang ada. Dampak yang paling dirasakan manusia dengan perubahan imbangan radiasi dan energi adalah berubahnya temperatur udara (Nurjani, 2002) Neiburger (1995) menyebutkan tiga cara kegiatan manusia mengubah keadaan atmosfer yaitu: (1) mengubah sifat permukaan bumi; (2) menambahkan energi ke dalam atmosfer dari sumber buatan dan (3) menambahkan zat bahan ke dalamnya. Perubahan permukaan bumi mempengaruhi cara sinar matahari diserap dan dipancarkan kembali ke atmosfer, dan mengubah tahanan gesek terhadap angin. Selain itu perubahan tersebut juga mempengaruhi penguapan air dan penghantaran bahang, dan dengan demikian mengubah kelembapan dan suhu. Rozari dalam Sudibyakto (1993) menyatakan bahwa dampak fisik dari pembangunan pada perubahan lingkungan atmosfer (cuaca) kota merupakan hubungan sebab-akibat. Dikatakan bahwa struktur suhu atmosfer bagian bawah sebuah kota sangat berbeda dengan struktur alamiah daerah sekelilingnya, Hal ini disebabkan, kota mempunyai sumber bahang (heat) tambahan yang berasal dari kebutuhan serta aktivitas manusia kota, dengan jumlah sebanding dengan jumlah penduduk kota bersangkutan. Secara umum kenaikan suhu terjadi karena emisi dari matahari yang sampai di permukaan bumi langsung diterima oleh muka bumi, kurang atau tanpa adanya penyerap sinar yang lain. Fenomena ini biasa terjadi pada kondisi lahan yang pada awalnya penggunaan lahan/liputan lahan memiliki potensi sebagai pengendali bahang terasa (sensible heat) alami, menjadi kurang berpotensi atau bahkan tidak berpotensi. Contoh nyata adalah daerah hutan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Daerah hutan memiliki banyak vegetasi yang mengurangi 3

4 pantulan cahaya sebagai bagian dari spektrum radiasi baik sinar langsung maupun sinar yang dipantulkan oleh obyek lain di sekitar vegetasi. Vegetasi juga memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang terkandung di atmosfer, sehingga dapat mengurangi efek rumah kaca. Sebaliknya daerah perkotaan yang padat dan terbuka cenderung langsung menerima bahang pada permukaan sehingga meningkatkan suhu permukaan dan udara. Peningkatan suhu udara akan mengurangi tingkat kenyamanan penduduk kota dalam melaksanakan segala kegiatannya (Widyatmanti, 1998). Pulau bahang adalah suatu fenomena suhu udara kota yang disebabkan oleh kepadatan bangunan yang lebih tinggi daripada daerah terbuka disekitarnya (pinggir kota maupun pedesaan). Pulau bahang mempunyai sejumlah implikasi baik positif maupun negatif pada lingkungan biologi, ekonomi, dan meteorologi (Oke, 1992). Dari segi ekonomi, pulau bahang menguntungkan dalam upaya mengurangi kebutuhan pemanasan ruang pada musim dingin. Tetapi adanya pulau bahang menyebabkan permintaan air conditioner meningkat pada musim kemarau, dan mempengaruhi proses pelapukan kimia dari material-material bangunan. Selain itu, kepadatan bangunan yang tinggi biasanya diikuti dengan tingginya tingkat aktivitas manusia baik di luar maupun di dalam bangunan. Aktivitas manusia yang diwujudkan dalam penggunaan sarana/prasarana yang menghasilkan bahang, menyebabkan meningkatnya suhu udara tempat beraktivitas atau dengan kata lain antropogenic heat yang dihasilkan tinggi. Perubahan-perubahan dan fenomena yang disebutkan di atas juga merupakan faktor terjadinya perubahan iklim mikro di suatu wilayah, selain aspek hidrologi dan aerodinamik kota, serta permukaan alami. Berawal dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan distribusi energi perkotaan dan sekitarnya yang memicu terjadinya pulau panas atau bahang (heat island). Judul penelitian yang diajukan oleh penulis adalah Studi Pulau Bahang (Heat Island) di Kompleks Universitas Gadjah Mada 4

5 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diasumsikan bahwa perkembangan perubahan penggunaan lahan serta fenomena aktivitas sosial-ekonomi manusia di kompleks Universitas Gadjah Mada dan sekitarnya akan dapat mempengaruhi perubahan iklim mikro di daerah tersebut. Maka dalam penelitian ini perlu dirumuskan dua permasalahan yang dikaji, yaitu : 1. Apakah pulau bahang (heat island) terjadi di daerah penelitian? 2. Bagaimana bentuk pulau bahang (heat island) yang terjadi di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji karakteristik pulau bahang (heat island) yang terjadi di daerah penelitian. 2. Mengkaji sebaran suhu pulau bahang (heat island) di daerah penelitian Sasaran Penelitian Sasaran penelitian yang ingin dicapai adalah : Mengetahui perkembangan iklim mikro di kawasan perkotaan berdasarkan perubahan penggunaan lahan dan penutup lahan dalam jangka waktu tertentu.. Adapun area spesifik yang diteliti oleh penulis berupa kawasan pendidikan yakni kompleks Universitas Gadjah Mada. 5

6 1.5. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain adalah : 1. Dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Klimatologi Kota khususnya dalam melakukan pengamatan kondisi pulau bahang di perkotaan. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam perencanaan penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan perubahan iklim mikro kota khususnya di kompleks Universitas Gadjah Mada dan sekitarnya Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya Telaah Pustaka Perkembangan Kota Wilayah perkotaan terbentuk jika terdapat perubahan lahan tumbuhtumbuhan (vegetasi) digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, bangunan, dan struktur lain yang diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi manusia (Khomarudin, et al, 2004). Perubahan penggunaaan lahan akan dipicu oleh adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang membutuhkan akan tempat tinggal. Pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan relatif lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk di wilayah pedesaan. Hal ini mengungkapkan bahwa perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan akan lebih cepat dibandingkan dengan perubahan lahan di wilayah pedesaan. Perubahan lahan khususnya pemukiman di wilayah perkotaan juga dipengaruhi oleh jarak dari suatu obyek geografi, seperti pusat kota, wilayah industri, daerah pendidikan, jalan utama dan lain sebagainya. 6

7 Skala Atmosfer di Kota Menurut Oke (1992) terdapat dua skala pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji iklim kota, yaitu : 1. Urban Boundary Layer Yaitu bagian atmosfer dengan skala lokal hingga meso, yang karakteristiknya dipengaruhi oleh permukaan kota secara umum (gambar 1.1). Secara fisik dapat digambarkan bahwa lapisan ini adalah rata-rata ketinggian bangunan (atap) suatu kota hingga ke atas. 2. Urban Canopy Layer Skala atmosfer ini menghasilkan skala mikro yang prosesnya dipengaruhi oleh bangunan-bangunan yang ada dalam kota (gambar 1.1). Secara fisik, lapisan ini adalah lapisan dari ketinggian bangunan (atap) hingga ke bawah. (a) (b) Gambar 1.1 Skala atmosfer pada iklim kota yang diilustrasikan pada gambar (a) dan (b) (Oke, 1992) 7

8 Karakteristik Iklim Kota Karakteristik iklim kota pada dasarnya lebih spesifik meliputi radiasi matahari, suhu, kelembapan, arah dan kecepatan angin, keawanan, dan sebagainya. 1. Radiasi matahari Sinar matahari merupakan sumber energi radiasi dan cahaya bagi permukaan bumi dalam hal ini perkotaan. Energi matahari yang datang dan sampai ke permukaan bumi disebut insolasi atau incoming solar radiation. Sinar yang masuk tersebut berupa gelombang dengan panjang yang bervariasi, yang sebagian diserap oleh atmosfer (sinar infra merah) dan sebagian lagi sampai ke permukaan bumi dan dapat menghasilkan suatu efek fotokimia tertentu (Wisnubroto, 1981). Sinar dari spektrum matahari yang diserap atau dipancarkan oleh permukaan bumi, akhirnnya dirubah dari gelombang pendek menjadi gelombang panjang yang dikenal dengan panas. Panas yang dihasilkan merupakan bahan bakar untuk proses cuaca dan iklim. Panas yang ditransfer baik secara vertikal maupun horisontal akan menimbulkan variasi temperatur udara dan permukaan. Energi yang diterima oleh permukaan sangat erat hubungannya dengan jenis material penutup permukaan dan bentuk geometri kota. Permukaan perkotaan (urban surface layer) akan memberikan keseimbangan energi dengan atmosfer diatasnya sesuai dengan sifat radiatif dan termalnya serta kondisi aerodinamik kota tersebut. Radiasi merupakan proses pemindahan energi dengan gelombang elektromagnetik. 2. Suhu Suhu udara merupakan parameter iklim yang sangat erat hubungannya dengan kesetimbangan energi. Suhu udara juga merupakan ukuran yang mewakli banyaknya energi radiasi matahari berupa panas yang dapat dirasakan (sensible heat), yang berperan dalam pemanasan atmosfer. Faktorfaktor utama yang menentukan suhu udara di suatu tempat adalah insolasi dan lintang geografi, tinggi tempat tersebut, jarak dari laut, kekuatan angin (prevailing wind), arus laut, awan dan curah hujan, serta kondisi mikro 8

9 tempat tersebut (terlindungi atau tidak). Faktor terakhir umumnya berasosiasi dengan suhu permukaan yang memberikan kontribusi panas terhadap suhu udara. Nilai suhu udara umumnya merupakan hasil dari reaksi unsur iklim lainnya. (Widyatmanti, 1998). Antara kota dan daerah sekelilingnya menunjukkan perbedaan suhu, meskipun kedua daerah ini terletak dalam satu wilayah dengan kesamaan data meteorologi. Faktor fisik kota yang mempengaruhi perbedaan tersebut, yaitu (Prawiro, 1988 dalam Handoko, 2003) : a. Materi Kota Materi kota dengan desa berbeda. Di desa, tanah masih banyak yang terbuka dan ditumbuhi vegetasi, sedangkan di kota sudah banyak bangunan yang terbuat dari batu, semen dan besi. Materi kota lebih mudah menyerap panas, dan panas lebih mudah menjalar sampai ke dalam, sehingga kapasitas thermalnya lebih besar. b. Pembangkitan panas di dalam kota Pembangkitan panas di kota ini dikarenakan adanya pembakaran, baik dalam rumah tangga, kendaraan bermotor dan dari pabrik-pabrik. Dengan demikian akan menghasilkan banyak energi panas. c. Cepat perginya air hujan Tanah di kota sebagian besar tertutup dengan materi kedap air, yang berupa bangunan, genteng, logam dan aspal. Air hujan yang jatuh terus mengalir di atas bangunan-bangunan dan lewat saluran-saluran yang kedap air keluar dari kota. Air yang meresap ke dalam tanah hanya sedikit dan cepat pergi, akibatnya penguapan air tidak banyak berlangsung dan tidak banyak panas yang terhisap untuk penguapan. d. Struktur Kota Kota tersusun oleh bangunan-bangunan dengan berbagai macam bentuk dan ketinggian. Dilihat dari kejauhan dari tempat yang lebih tinggi, permukaan daerah kota sangat kasar sehingga sinar matahari yang jatuh di kota, sebagian besar tidak terpantul embali ke atmosfer, melainkan terjebak oleh adanya relief yang kasar tersebut. 9

10 e. Udara kota Udara kota banyak mengalami pencemaran, yang berupa gas dan partikel. Banyak proses pembakaran berlangsung, maka banyak pula gas karbon dioksida yang dihasilkan, sehingga kadar gas tersebut relatif tinggi. Salah satu sifat gas karbon dioksida adalah menyerap panas, baik panas dari sinar matahari ataupun dari hasil pantulan di permukaan. Partikel-partikel yang banyak dalam udara kota seperti debu, asap, buangan pabrik, juga mempunyai sifat seperti karbon dioksida, yaitu menyerap panas Suhu harian memiliki fluktuasi karena adanya perbedaan antara radiasi matahari yang diterima dan yang dipancarkan kembali oleh bumi. Sejak matahari terbit sampai kira-kira satu atau dua jam setelah tengah hari jumlah energi yang diterima oleh bumi lebih besar daripada yang hilang. Oleh karena itu, kurva suhu terus menerus naik. Sebaliknya kira-kira jam sampai matahari terbit jumlah energi yang dilepaskan oleh bumi lebih besar daripada yang diterima (Wisnubroto, 1981). 3. Kelembapan Udara Seperti halnya suhu udara, kelembapan udara memiliki hubungan dengan keseimbangan energi. Perbedaannya, kelembapan udara merupakan ukuran dari banyaknya energi radiasi yang berbentuk bahang laten, yang berfungsi untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan penerima radiasi. Artinya semakin banyak air yang diuapkan semakin lembab udara dan semakin banyak energi yang berbentuk panas laten (panas yang dilepaskan atau diserap setiap satuan massa oleh suatu sistem dalam fase pertukaran panas) (Widyatmanti, 1998). Variasi kelembapan relatif umumnya berlawanan dengan suhu, yaitu maksimum menjelang pagi dan minimum pada sore hari (Wisnubroto, 1981). Sebagai contoh, pada pagi hari, ketika suhu mendekati minimumnya untuk hari itu, kelembapan relatif dapat mendekati 100%. Tetapi mendekati sore hari, ketika suhu udara lebih tinggi, kelembapan relatif akan menjadi lebih rendah, mungkin hanya 40 50%, meskipun jumlah nyata uap air di dalam 10

11 udara tidak berubah (Trewartha, 1995). 4. Arah dan kecepatan angin Jumlah bangunan gedung yang meningkat seiring dengan perkembangan kota serta perkerasan permukaan secara dominan seperti aspal, paving di plasa, pelataran parkir dan lain-lain akan menyimpan dan melepas panas juga mengurangi efek aliran dan pergerakan udara sehingga mengurangi kecepatan angin. Selanjutnya proses pengangkutan panas dari akumulasi panas perkotaan menjadi lambat. Berkurangnya kecepatan angin mengakibatkan menurunnya laju pertukaran termodinamik antara lapisan udara dengan menghasilkan pelindung dari angin yang secara prinsip mengakibatkan suhu lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari. Pergerakan udara perkotaan yang umumnya menuju pusat kota akan menjadi panas dan lebih tercemar oleh polutan udara (Widyatmanti, 1998). 5. Keawanan Awan adalah kumpulan titik-titik air atau kristal es yang melayanglayang di atmosfer (Wisnubroto, 1981). Awan terjadi sebagai akibat adanya kondensasi. Dengan adanya awan ini akan mempengaruhi variasi suhu harian. Pada saat hari cerah, radiasi surya cepat memanaskan daratan dan tentunya kemudian memanaskan udara di atasnya. Pada malam yang cerah terjadi pula pelepasan radiasi yang kuat berasal dari bumi yang menyebabkan cepatnya proses pendinginan. Tetapi ketika langit berawan sangat menurunkan radiasi surya yang datang selama siang hari sehingga mengurangi pemanasannya, sedangkan pendinginan pada malam hari pun menjadi terhambat (Trewartha, 1995). 11

12 Keseimbangan Energi Neraca energi merupakan pertukaran atau keseimbangan energi dan massa yang terjadi di permukaan bumi. Neraca energi dapat dilihat dalam jangka waktu yang panjang (1 tahun), atau pun pendek. Dalam skala mikro keseimbangan energi dilihat dalam jangka waktu pendek, karena suatu sistem akan bervariasi dengan adanya akumulasi ataupun pengurangan yang terjadi dalam sistem skala mikro. Adanya aliran energi baik di udara maupun pada permukaan tanah akan menghasilkan respon dalam bentuk perubahan suhu. Meskipun hanya dilakukan dalam skala mikro dibawah canopy layer, pengendalian terhadap neraca energi masih sangat berguna bagi lingkungan fisik perkotaan yang dibutuhkan untuk menunjang kenyamanan lingkungan perkotaan, yang mana pencapaian distribusi energi skala meso akan dipercepat oleh plume perkotaan yang relatif tebal dan berada di lapisan perbatasan (boundary layer). Neraca energi perkotaan akan semakin membesar apabila di dalam lingkungan fisik perkotaan tersebut juga terjadi pelepasan bahang antropogenik dari proses pembakaran dan refrigasi. Keseimbangan energi juga dipengaruhi oleh kemampuan karakteristik lahan dalam menyerap, memancarkan, kapasitas penyimpanan maupun meloloskan energi. Kemampuan setiap karakteristik lahan untuk melakukan reaksi terhadap radiasi panas tersebut dinyatakan dalam albedo dan emisivitas. Albedo berarti perbandingan antara radiasi yang dipantulkan dengan yang diterima, sedangkan emisivitas adalah rasio antara total energi radiasi yang dipancarkan per satuan waktu per satuan luas permukaan dengan jumlah yang diserap, dalam kondisi yang sama (Widyatmanti, 1998). Interaksi dari matahari, atmosfer dan radiasi terestrial di permukaan bumi tanpa adanya faktor anthropogenik adalah suatu fenomena yang sangat kompleks. Apalagi dengan ditambahi adanya perubahan yang dibuat oleh manusia hal ini akan menjadi masalah yang luar biasa. Persamaan dasar dari total keseimbangan energi adalah sebagai berikut (Landsberg, 1981) 12

13 + Q N = Q I (1-A) + (Q L - Q L ) = +Qs + Q H + Q E + Q P Keterangan : Q N = total keseimbangan energi (W/m2) Q I = kedatangan radiasi gelombang pendek (W/m2) A = albedo (%) Q L = kedatangan radiasi gelombang panjang dari atmosfer (W/m2) Q L = radiasi gelombang panjang keluar yang diemisikan oleh permukaan (W/m2) Qs = aliran panas masuk/keluar dari tanah atau permukaan lain (heat storage) (W/m2) Q H = panas yang tersisa (sensible heat) yang ada diantara atmosfer dan tanah (W/m2) Q E = kehilangan panas melalui evapotranspirasi dari permukaan (latent heat) (W/m2) Q P = produksi panas atau penolakan panas dari sumber buatan manusia, termasuk dari metabolisme manusia dan hewan (anthropogenic heat) (W/m2) Faktor Q L (radiasi gelombang panjang yang keluar yang diemisikan oleh permukaan) sangat bergantung dari suhu permukaannya. Hal ini sesuai dengan rumus dari Stefan Boltzman, yaitu (Landsberg, 1981) Q L = ε σ T 0 4 Keterangan : ε = emisivitas σ = konstanta Stefan-Boltzman = 5,67 x 10-8 W/m 2 /K 4 T 0 = suhu permukaan benda (K) 13

14 Pulau Bahang (Heat Island) Khomarudin, et al. (2004) menjelaskan bahwa pulau bahang atau pulau panas (heat island) adalah suatu fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya hingga mencapai 3 10 C. Fenomena ini disebabkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan dari vegetasi menjadi daerah yang beraspal, beton dan lahan terbuka. PROFIL PULAU PANAS Perkampungan Daerah Bisnis Permukiman di Permukiman di Permukiman di Pusat Kota Perkotaan Taman Pedesaan Pedesaan Gambar 1.2 Profil Pulau Panas (Khomarudin, et al, 2004) Sedangkan Givoni dalam Adiningsih, et al (1994) mengungkapkan bahwa heat island atau pulau panas adalah suatu fenomena di mana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara daerah terbuka di sekitarnya atau desa (pinggir kota). Masih berdasarkan pengungkapan Givoni, ada 5 faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan perkembangan pulau panas tersebut, yaitu : 1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi neto antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya. 2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari. 14

15 3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di kota (transportasi, industri, dan sebagainya). 4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi yang lebih rendah di daerah kota dibandingkan dengan daerah desa yang permukaannya lebih terbuka. 5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota. Moran, Morgan, dan Wiersma dalam Adiningsih, et al (1994) menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya pulau panas adalah: 1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di kota daripada di lingkungan luar kota. 2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas (radiasi gelombang panjang) lebih cepat daripada lapangan hijau atau danau. 3. Jumlah permukaan air per satuan luas di dalam kota lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota. Menurut Lowry dalam Adiningsih, et al (1994), ada lima sifat fisik yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu antar kota dan pedesaan, yaitu : 1. Bahan Penutup Permukaan Permukaan daerah perkotaan terdiri dari beton dan semen yang mempunyai konduktivitas kalor sekitar 3 kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada desa. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau desa, sehingga energi yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk bahang. Sebaliknya daerah pinggir kota atau desa yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di kota juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 15

16 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung menjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan, dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah, dan menjadi tersedia untuk penguapan sehingga cenderung menyejukkan udara. 4. Sumber Kalor Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk. 5. Kualitas Udara Udara kota banyak mengandung bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan-kendaraan bermotor. Sedangkan di daerah pedesaan dengan kegiatan industri yang masih kurang, keadaan kualitas udaranya jauh lebih baik dibandingkan dengan kualitas udara kota. Widyatmanti (1998) menyebutkan bahwa pulau bahang merupakan fenomena alam yang terjadi karena dampak langsung pengubahan permukaan lingkungan alami menjadi perkotaan sehingga menimbulkan distribusi energi yang tidak merata antara kawasan perkotaan dengan kawasan pinggiran atau pedesaan. Fenomena tersebut ditandai dengan perbedaan atau gradien suhu udara horisontal yang tajam antara kedua kawasan tersebut. Perbedaan tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah intensitas pulau bahang, yang dipengaruhi oleh banyak faktor dan bervariasi, menurut waktu dan tempat. Pulau panas dapat terjadi pada skala mikro dimana terjadi kontras antara penggunaan lahan yang memiliki emisivitas permukaan rendah dan tinggi. Biasanya terjadi di pusat kota dengan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, atau lahan terbangun di antara lahan tidak terbangun. Beberapa faktor yang memperkuat intensitas pulau bahang, yang perlu diperhatikan dalam pengaruhnya dengan peningkatan suhu perkotaan adalah sebagai berikut: Terperangkapnya radiasi balik (berupa gelombang panjang) oleh atmosfer perkotaan yang tercemar oleh emisi gas-gas kota. Meningkatnya penerimaan radiasi gelombang pendek dan penahanan radiasi 16

17 gelombang panjang oleh geometri kota yang kompleks dalam pertukaran panas dan keberadaan canyon dan koridor kota yang dominan. Tingginya daya simpan panas (bahang) pada siang hari dan daya lepas panas di malam hari oleh mayoritas material penutup permukaan tanah daerah pusat kota. Berkurangnya peranan vegetasi sebagai salah satu unsur ekosistem alami yang memiliki kemampuan menyimpan panas laten, sehingga energi yang digunakan dalam bentuk panas terasa (sensible heat) lebih besar dan meningkatkan atmosfir perkotaan. Morfologi kota yang bervariasi dengan dominasi bangunan tinggi, mengakibatkan berkurangnya kecepatan angin dan sirkulasi udara, menyebabkan atmosfir kota yang panas tidak dapat tersalur bebas Efek Perubahan Lahan terhadap Pulau Panas Baumann, 2001 dalam Khomarudin, et al (2004) dalam kajian Urban Heat Island di Washington, DC menyebutkan beberapa efek Urban Heat Island sebagai berikut : 1. Dalam kondisi perkotaan biasanya lahan didominasi oleh beton, aspal dan bangunan. Kemampuan menyeimbangkan pemantauan dan penyerapan energi radiasi berkurang, sehingga timbullah peningkatan suhu udara di permukaan kota. 2. Pada lahan perkotaan yang didominasi oleh beton, aspal dan bangunan menyebabkan turunnya kemampuan lahan untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh, sehingga air hujan akan langsung dialirkan di permukaan (run off). Dalam kasus ini lahan akan mudah terkena banjir dan kekeringan karena daya simpan terhadap air akan berkurang. 3. Sebagai tambahan terhadap permukaan horisontal, banyak kota besar mempunyai permukaan vertikal besar dari bentuk geometris yang berbeda. Permukaan vertikal ini berfungsi seperti jurang curam yang mempengaruhi radiasi dan pola angin. Radiasi dipantulkan bolak-balik oleh dinding 17

18 bangunan menghasilkan energi yang terperangkap dan suhu yang lebih tinggi. Bangunan juga mengganggu arus angin yang menciptakan lebih sedikit rugi bahang. Kota besar mempunyai sekitar 25 persen lebih sedikit percepatan angin dibanding area pedesaan, sungguhpun bangunan dapat menghasilkan pergolakan lokal dan kondisi-kondisi pergerakannya. 4. Pada suhu yang tinggi akan meningkatkan penggunaan energi, seperti penggunaan mesin pendingin yang banyak mengandung zat-zat rumah kaca seperti CFC sehingga akan meningkatkan jumlah polutan di udara. Efek ini tidak baik bagi kesehatan. 5. Akhirnya dengan kondisi suhu udara yang panas dan polusi udara yang tinggi, wilayah perkotaan tidak akan nyaman untuk ditinggali Penelitian Sebelumnya Oke (1978) mengemukakan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa kota besar dunia secara umum menunjukkan, bahwa pola tahunan pulau panas umumnya memperlihatkan suhu maksimum pada bulan Oktober sampai Desember, yang merupakan periode dengan penutupan awan dan kecepatan angin terendah. Selama musim panas dan musim semi, dengan peningkatan keawanan dan kecepatan angin, maka perbedaan suhu daerah kota dan desa menjadi lebih besar. Sebagai contoh, pengaruh dari keawanan dan kecepatan angin terhadap pulau panas diperlihatkan variasi karakteristik suhu udara secara vertikal dari daerah pinggir kota ke pusat kota dalam kondisi langit tak berawan dan angin lemah. Adiningsih, Santosa dan Widyasari (1994) dalam Studi Pulau Panas di Jakarta dan Sekitarnya Dengan Menggunakan Data Satelit melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji pulau panas dan perkembangannya di Jabotabek, berdasarkan analisis data suhu udara harian dari stasiun-stasiun klimatologi dan data suhu permukaan yang diturunkan dari data satelit NOAA/AVHRR. Hasil analisis memperlihatkan bahwa pusat pulau panas senantiasa terjadi di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, dan makin menghilang ke arah timur, barat, terutama ke arah selatan. Pulau panas berkembang dengan cepat dan terlihat lebih jelas pada 18

19 musim kemarau. Suhu pusat pulau panas berubah dari waktu ke waktu selama periode pengamatan. Pola pulau panas hasil estimasi suhu dari citra satelit tampaknya dapat digambarkan dengan lebih baik dan jelas dibandingkan dengan suhu udara permukaan. Namun suhu udara dari stasiun-stasiun klimatologi dapat menggambarkan besarnya suhu di pusat pulau panas lebih akurat daripada data suhu permukaan dari satelit. Sedangkan Yamashita, 1994 dalam Widyatmanti (1998) mengungkapkan bahwa fenomena dalam iklim kota, berkembang seiring dengan meningkatnya urbanisasi. Hal ini menyebabkan perubahan lingkungan kota dimana manusia hidup. Kepadatan penduduk dan perubahan lingkungan akibat urbanisasi menimbulkan perbedaan elemen-elemen dalam iklim kota jika dibandingkan dengan iklim di pedesaan. Diantara fenomena iklim kota, heat island atau pulau panas merupakan hal yang paling berhubungan dengan lingkungan tempat kita hidup sehari-hari. Seiring dengan meningkatnya panas yang diterima, heat island muncul tidak hanya di malam hari tetapi juga di pagi hingga siang hari pada musim kemarau, yang selanjutnya disebut thermal pollution type atau tipe panas yang diakibatkan oleh adanya polusi dalam hal ini hasil aktivitas lingkungan. Salah satu kenampakan heat island yang ditunjukkan dengan perbedaan garis isothermal di pinggiran kota yang disebut cliff. Kenampakan lainnya berupa isoterm yang berpencar di pusat daerah perkotaan yang disebut plateau. Di lain pihak terdapat tempat yang suhunya lebih rendah daripada suhu sekitarnya didalam kota. Tempat ini disebut cool island atau heat sink atau pulau dingin, yang biasanya berupa wilayah yang memiliki vegetasi kerapatan sedang hingga tinggi,dan tubuh air seperti kolam, daerah perkotaan. Penelitian ini menggunakan pengukuran suhu udara secara langsung di lapangan. Tetapi Yamashita menyarankan penggunaan data penginderaan jauh berupa citra Landsat untuk mendapatkan persebaran heat island yang lebih akurat, untuk mengetahui hubungan yang jelas antara heat island dengan pengaruh fenomena di dalamnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sebuah kota besar dapat menyimpan energi total yang jauh lebih besar daripada daerah sekitarnya karena konsentrasi aktivitas manusia di kota tersebut. 19

20 Widyatmanti (1998) menyimpulkan bahwa pulau bahang (heat island) tidak hanya terjadi di pusat kota tapi juga di pinggiran. Beberapa pulau bahang ditemukan di daerah yang jaraknya relative cukup jauh dengan pusat kota. Terjadinya suhu yang tinggi lebih disebabkan oleh adanya bangunan yang padat pada satu wilayah, tetapi tidak didukung oleh kebersamaan bangunan lain. Sehingga pengaruh terhadap lingkungan radiusnya tidak luas. Sedangkan di pusat kota adanya pulau panas lebih dominant disebabkan oleh terperangkapnya panas dari permukaan bumi atau bangunan yang umumnya memiliki emisivitas tinggi, sehingga mengakibatkan nilai suhu udara di sekitar gedung, lebih tinggi dari daerah sekitarnya Kerangka Pemikiran Suhu merupakan salah satu parameter iklim yang sangat erat hubungannya dengan kesetimbangan energi. Suhu udara juga merupakan ukuran yang mewakili banyaknya energi radiasi matahari berupa panas yang dapat dirasakan (sensible heat), yang berperan dalam pemanasan atmosfer. Suhu menjadi elemen yang lebih mudah dikenali oleh makhluk hidup terutama oleh manusia apabila terjadi perubahan dalam bentuk peningkatan suhu udara. Hal tersebut dikarenakan sifat suhu yang bisa dirasakan melalui kulit manusia. Iklim di daerah perkotaan (urban) umumnya mempunyai perbedaan dengan daerah pinggiran kota (suburban) dan pedesaan (rural) disekitarnya. Daerah perkotaan memiliki kondisi spesifik, baik kepadatan bangunan, penduduk maupun aktivitasnya akan mempengaruhi proses kerja iklim. Kepadatan dan jenis penggunaan lahan juga mempengaruhi radiasi sinar matahari yang jatuh ke bumi. Jika hal ini tidak dikontrol dengan baik akan terjadi peningkatan suhu permukaan yang berpengaruh terhadap peningkatan suhu udara. Peningkatan suhu udara dalam jumlah kecil akan bermanfaat jika kondisi iklim di daerah tersebut memerlukan peningkatan suhu untuk adaptasi penduduk. Dalam penelitian ini, kajian terhadap pulau panas (heat island) dititikberatkan pada daerah dengan penggunaan lahan berbeda serta kepadatan bangunan yang beragam dalam ruang lingkup kecil. Disamping itu 20

21 memperhatikan pula faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab munculnya pulau panas/bahang (heat island) yaitu pengaruh aktivitas manusia. Contoh konkret yaitu pemakaian kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil. Salah satu hasil emisi kendaraan bermotor tersebut berupa CO 2, dimana unsur kimia ini ditengarai dapat mengikat panas yang berada dalam udara ambien. 21

22 Perubahan Fisik Lahan Aktivitas manusia selain merubah lahan Perubahan Hidrologi Permukaan Perubahan Morfologi Permukaan Perubahan Jenis Permukaan Perubahan Nilai Albedo Mempengaruhi Keseimbangan Radiasi dan Energi Perubahan Kondisi Iklim Mikro pada Lahan Berbeda Perubahan ΔT pada ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah Pembentukan Pulau Panas (Heat Island) Pemetaan (Spasial dan Temporal Suhu Udara dalam bentuk Peta Isoterm) Gambar 1.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 22

23 1.8. Batasan Istilah Batasan istilah mendasarkan pada teori-teori yang sudah ada, baik itu definisi maupun batasan dalam penelitian ini. Angin adalah pergerakan udara pada arah horisontal atau hampir horisontal (Wisnubroto, 1981). Awan adalah kumpulan titik-titik air atau kristal es yang melayang-layang di atmosfer (Wisnubroto, 1981). Cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu dan dapat dideskripsi dengan menggunakan informasi dari satu stasiun pengamatan (Marbun, 1982). Iklim adalah keadaan/kondisi rata-rata cuaca pada suatu daerah tertentu dalam waktu cukup lama/sepanjang musim (Marbun, 1982). Iklim Mikro adalah iklim dari lapisan-lapisan udara yang terendah akan tetapi juga dapat diartikan iklim dari wilayah yang sempit seperti hutan, kota, desa, rawa (Daldjoeni, 1986). Pulau panas / bahang (heat island) adalah suatu fenomena suhu udara kota yang disebabkan oleh kepadatan bangunan yang lebih tinggi daripada daerah terbuka disekitarnya (pinggir kota maupun pedesaan). Pulau bahang mempunyai sejumlah implikasi baik positif maupun negatif pada lingkungan biologi, ekonomi, dan meteorologi (Oke, 1992). Penutup Lahan adalah hal yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Contoh: Bangunan, Vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1990). Suhu Udara adalah panas atau dinginnya udara, diukur dengan alat thermometer dinyatakan dengan derajad (Skala Celcius, Fahrenheit, Reamur) (Marbun, 1982). 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

STUDI PULAU BAHANG (HEAT ISLAND) DI KOMPLEKS UNIVERSITAS GADJAH MADA. Noor Arya Gede Wicaksana Sudibyakto

STUDI PULAU BAHANG (HEAT ISLAND) DI KOMPLEKS UNIVERSITAS GADJAH MADA. Noor Arya Gede Wicaksana Sudibyakto STUDI PULAU BAHANG (HEAT ISLAND) DI KOMPLEKS UNIVERSITAS GADJAH MADA Noor Arya Gede Wicaksana arya_geo@mail.ugm.ac.id Sudibyakto sudib@ugm.ac.id Abstract The phenomena of increasing temperature in many

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Semenjak manusia pada jaman purbakala sampai dengan jaman sekarang, manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya yang telah kita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian dan kandungan gas atmosfer. 2. Memahami fungsi

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

STRUKTURISASI MATERI

STRUKTURISASI MATERI STRUKTURISASI MATERI KOMPETENSI DASAR 3.9 Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan 4.8 Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

A. EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca (green house effect) memegang peranan penting dalam melindungi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi.

A. EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca (green house effect) memegang peranan penting dalam melindungi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi. A. EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca (green house effect) memegang peranan penting dalam melindungi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi. Disebut sebagai pelindung, karena gas karbondioksida, metana dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Thermal Imaging Salah satu metode yang digunakan dalam penyelidikan masalah termal adalah thermal imaging. Thermal imaging digunakan untuk melihat dan mengukur energi termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah. Atmosfer Bumi 800 km 700 km 600 km 500 km 400 km Aurora bagian atas Meteor 300 km Aurora bagian bawah 200 km Sinar ultraviolet Gelombang radio menumbuk ionosfer 100 km 80 km Mesopause Stratopause 50 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI RADIASI MATAHARI NAMA NPM JURUSAN DISUSUN OLEH : Novicia Dewi Maharani : E1D009067 : Agribisnis LABORATORIUM AGROKLIMAT UNIVERSITAS BENGKULU 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan running modifikasi, didapatkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

Urban Development Effect to Air Temperature in Jakarta Area. Ali Mas at

Urban Development Effect to Air Temperature in Jakarta Area. Ali Mas at J.Agromet 23 (1):52-60,2009 EFEK PENGEMBANGAN PERKOTAAN TERHADAP KENAIKAN SUHU UDARA DI WILAYAH DKI JAKARTA Urban Development Effect to Air Temperature in Jakarta Area Ali Mas at Pusdatin Klimatologi dan

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal /.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga Mata Pelajaran : IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Standar Kompetensi : 1.7. Memahami saling ketergantungan dalam

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kegiatan urbanisasi semakin meningkat, tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan berdampak dengan

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Prakiraan Cuaca Hujan Mei 2018 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang)

Gambar 1. Peta Prakiraan Cuaca Hujan Mei 2018 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang) PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2018 Pada bulan Mei 2018, sebagian wilayah di Jawa Timur mulai memasuki masa peralihan dari musim penghujan menuju kemusim kemarau. Namun sebagian kecil wilayah Jawa Timur

Lebih terperinci

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur.

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Biasanya keadaan atmosfer yang dipengaruhi oleh radiasi matahari (sumber utama energi pada sistem iklim) adalah (1) radiasi mthr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci