PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK ZULKARNAEN FAHMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK ZULKARNAEN FAHMI"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK ZULKARNAEN FAHMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Zulkarnaen Fahmi NIM C ii

3 ABSTRACT ZULKARNAEN FAHMI. The Comparison of Artificial Neural Network Models And Statistical Analysis In Determining The Types Of Freshwater Fishes Using Acoustic Descriptors. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK HESTIRIANOTO. Fisheries acoustic survey was one of holistic methods used to estimated the abundance of fish stocks to provide data and information for the fisheries management. Limitations of fisheries acoustic survey application that was in classifying the target backscattered acoustic energy (echo trace) into the classification of the target fishes in the species ranks. Therefore, it has developed a method of identification of fish species utilizing acoustic descriptors that can efficiently distinguish the structure of fish shoal. In this thesis, Hydroacoustic descriptor approach categorized as Volume Backscattering (Sv), Target Strength (Ts), Area Backscattering Strength (Sa), Skewness, Kurtosis, Height, Depth And Height Relative of Fish were used to classify Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), and Patin (Pangasius hypothalamus). Model of artificial neural network were developed utilized architecture Backpropagation and Multi Layer Perceptron compared with Statistical method. Results of Cluster analysis showed that the identification and classification of the carp was determined by the descriptors Height, Relative Height, Skewness and Kurtosis. Tilapia could be identified only by depth, whereas catfish classification determined by all parameters except depth. Discriminant analysis showed the results of the identification accuracy of 68.3% carp, tilapia of 79.4% and catfish could be identified with accuracy of 87.4%. Overall, discriminant analysis could distinguish three types of freshwater fish with a precision of 77.5%. Application of ANN with Backpropagation neural network model (8-30-1) obtained the optimum level of accuracy of the identification of three types of fishes at 84.8%. While the development of the Multi Layer Perceptron with ANN model ( ) obtained the degree of accuracy of identification and classification of carp, tilapia and catfish at 87.5%. In this thesis concluded that the application and development of the Multi Layer Perceptron ANN gives the best accuracy rate compared with ANN Backpropagation and Statistical Analysis. Keywords : identification, acoustic descriptor, artificial neural network. iii

4 RINGKASAN ZULKARNAEN FAHMI. Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO. Survey akustik perikanan merupakan salah satu metode holistik yang digunakan untuk menduga kelimpahan stok ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan. Keterbatasan aplikasi survey akustik perikanan yaitu dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Oleh karena itu telah dikembangkan metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan parameter deskriptor akustik sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan yang berbeda. Dalam tesis ini dilakukan identifikasi dan klasifikasi ikan menggunakan ikan uji yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), dan Patin (Pangasius hypothalamus). Parameter deskriptor akustik yang diperoleh yaitu backscattering volume (Sv), target strength (TS), backscattering area (Sa), Skewness, Kurtosis, Tinggi, Kedalaman dan Ketinggian Relatif ikan. Permodelan Jaringan Saraf Tiruan dilakukan dengan mengembangkan arsitektur JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron yang dibandingkan dengan hasil Analisis Statistik menggunakan parameter masukan deskriptor akustik. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa identifikasi dan klasifikasi ikan mas sangat ditentukan oleh deskriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis. Ikan nila dapat diidentifikasi hanya dengan deskriptor Kedalaman, sedangkan klasifikasi ikan patin ditentukan oleh seluruh deskriptor kecuali parameter Kedalaman. Analisis diskriminan memperlihatkan hasil ketepatan identifikasi ikan mas sebesar 68,3%, ikan nila sebesar 79,4% dan ikan patin dapat diidentifikasi dengan ketepatan sebesar 87.4%. Secara keseluruhan analisis diskriminan dapat membedakan ketiga jenis ikan air tawar dengan ketepatan sebesar 77,5%. Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dengan model jaringan saraf ideal (8-30-1) diperoleh tingkat ketepatan optimum identifikasi 3 jenis ikan uji sebesar 84,8%. Sedangkan pengembangan JST Multi Layer Perceptron dengan model jaringan saraf ideal ( ) diperoleh tingkat ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan mas, nila dan patin sebesar 87,5%. Dalam tesis ini disimpulkan bahwa aplikasi dan pengembangan JST Multi Layer Perceptron memberikan tingkat ketepatan yang paling baik dibandingkan dengan JST Backpropagation dan Analisis Statistik. Kata kunci : Identifikasi, deskriptor akustik, jaringan saraf tiruan. iv

5 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB v

6 PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK ZULKARNAEN FAHMI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vi

7 Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Endi S Kartamihardja, M.Sc vii

8 Judul Tesis Nama NIM : Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik : Zulkarnaen Fahmi : C Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Ketua Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 18 Agustus 2011 Tanggal Lulus: viii

9 PRAKATA Kajian mengenai aplikasi akustik perikanan di perairan umum Indonesia baru mulai dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap. Sedangkan penggunaan metode jaringan saraf tiruan untuk identifikasi jenis ikan air tawar termasuk relatif baru. Dengan selesainya penelitian dan tulisan tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan saran yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan peneliti BRPPU Palembang dan staff teknisi BRPSI Jatiluhur yang sangat membantu dalam memberikan kemudahan selama pengambilan data di lapangan. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada pimpinan di lingkup P4KSDI, Balitbang KP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan Magister di IPB yang sangat berguna dalam pengembangan kapasitas keilmuan dan karir penulis. Akhirnya dengan hati yang tulus dan penuh cinta kasih penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua, istri (Mia Sumiati), anak (Jillan dan Fabian) dan saudara-saudara tercinta atas dukungan moral dan materil, pengertian, do a serta kesabaran yang menyertai selama studi ini. Semoga seluruh dukungan yang diberikan bernilai ibadah dan diterima oleh Allah SWT. Bogor, Agustus 2011 Penulis ix

10 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung pada tanggal 12 November 1977, sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Harun al Rasyid dan Ibu Djarehah Noor (alm.). Pendidikan Sekolah Dasar sampai atas ditempuh di Bandung. Setamat SMA pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan Strata-1 di Universitas Padjadjaran, Jatinangor pada Jurusan Management Sumberdaya Perairan, lulus pada tahun Penulis pernah terlibat dalam kegiatan survey topografi dan SIG untuk pemetaan lahan eksplorasi migas di Kalimantan dan Sumatera pada tahun Sejak tahun 2005, penulis mengabdi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Perikanan, Balitbang KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sampai saat ini penulis terlibat secara aktif sebagai peneliti bidang sumberdaya perikanan, khususnya kegiatan penelitian pendugaan stok ikan dengan akustik di wilayah perairan umum daratan Indonesia. Pada tahun 2009, penulis menempuh program Magister pada program studi Teknologi Kelautan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan minat Akustik dan Instrumentasi Kelautan dengan beasiswa tugas belajar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. x

11 GLOSARI DAFTAR ISTILAH Akustik = Ilmu tentang suara yang mempelajari sifat perambatan suara di dalam suatu medium. Jaringan Saraf Tiruan = Model yang dibuat untuk simulasi sistem saraf biologi. Deskriptor Akustik = Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari pantulan akustik suatu obyek Fungsi Aktivasi = Fungsi yang spesifik menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah sel setelah menerima sinyal terbobot. Iterasi = Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data Perambatan Balik = Metode pelatihan terbimbing dimana galat (Backpropagation) dirambatkan balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi bobot. Perceptron Layar Jamak = Metode pelatihan terbimbing dimana setiap (Multi Layer Perceptron) nilai keluaran jaringan akan selalu dibandingkan dengan target sampai diperoleh bobot dimana iterasi mencapai nilai yang sama antara keluaran dengan target yang diharapkan. xi

12 DAFTAR ISI Halaman GLOSARI... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv I PENDAHULUAN Latar belakang Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 II TINJUAUAN PUSTAKA Jaringan Saraf Tiruan Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural) Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology) Arsitektur JST Backpropagation Fungsi Aktivasi JST Backpropagation Aturan pembelajaran (Learning Rule) Backpropagation Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Aturan pembelajaran JST MLP Proses Pengujian Deskriptor Akustik Ikan Air Tawar Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan Patin (Pangasius hypothalmus) III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Data Akustik Pengambilan Data Akustik Pemrosesan Data Akustik Analisis Nilai Deskriptor Akustik Jaringan Saraf Tiruan xii

13 3.4.1 Arsitektur JST Rancangan Awal dan Pelatihan JST Rancangan Akhir dan Pelatihan JST IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data akustik ikan Pengambilan data kualitas air Analisis Statistik Analisis Korelasi Analisis Faktor Analisis Cluster Analisis Diskriminan JST Backpropagation JST Multi Layer Perceptron V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY Tabel 2. Deksriptor akustik Tabel 3. Rangkuman nilai variance, skewness dan VMR Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik Tabel 6. Nilai Communalities Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance) Tabel 8. Nilai Final Cluster Tabel 9. Nilai Test of Equality Tabel 10. Nilai Wilk s Lambda Tabel 11. Nilai Matriks Struktur Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan Tabel 13. Nilai MSE dan %E JST-PR Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation Tabel 15. Matriks Konfusi JST-PR Tabel 16. Matriks Konfusi JST-MLP Tabel 16. Matriks Konfusi Pengujian Model JSTPR dan JST-MLP xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Penelitian... 6 Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia... 7 Gambar 3 Arsitektur JST Backpropagation Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan Gambar 8. Letak dan Posisi Alat Penelitian Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP Gambar 12. Diagram alir Metode Penelitian Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR Gambar 18. Grafik MSE vs Epoch JST-MLP xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 2. Pengukuran Morfometrik Ikan Lampiran 2. Echogram Ikan Lampiran 3. Pengukuran Kualitas Air Lampiran 4. Citra X-Ray Ikan Lampiran 5. Analisis Statistik Lampiran 6. Source Code Jaringan Saraf Tiruan xvi

17 I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa kekayaan plasma nutfah ikan di perairan umum daratan Indonesia mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia (Kartamihardja et al., 2008). Salah satu upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari sebagaimana diamanatkan dalam UU No 31 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka diperlukan data dan informasi tentang kondisi stok ikan di suatu perairan. Survey akustik menggunakan echosounder kuantitatif telah umum digunakan untuk menduga kelimpahan dan biomass ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan (Simmonds dan MacLennan, 2005). Aplikasi hidroakustik untuk menduga stok ikan dapat memberikan data dan informasi mengenai kepadatan ikan, kedalaman dan topografi dasar perairan (Wijopriono et al., 2006). Penelitian mengenai klasifikasi dan identifikasi target akustik ikan untuk membedakan hingga tingkat spesies masih merupakan bidang yang masih luas dan berpotensi untuk dikaji. Kesulitan identifikasi spesies dalam akustik perikanan adalah keterbatasan dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Identifikasi ikan dalam pengolahan data akustik secara konvensional dilakukan dengan mengidentifikasi gema (echo) pada echogram dalam besaran target strength oleh orang yang telah terlatih dan dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan. Metode ini sangat tergantung pada tingkat keahlian, pengalaman orang yang mengolah data akustik, dan memakan waktu yang banyak. Selain itu metode tersebut dapat menghasilkan bias yang relatif tinggi dan sulit untuk memperoleh data secara kuantitatif identifikasi sampai tingkat spesies (Charef et al., 2010). Aplikasi jaringan saraf tiruan (JST) menjadi salah satu terobosan besar dalam upaya meningkatkan akurasi pendugaan stok ikan dengan aplikasi

18 2 hidroakustik. JST memberikan solusi dalam efisiensi, efektivitas pengolahan data akustik, bebas dari interpretasi data yang subyektif dan akurasi data yang dihasilkan dapat teruji (Jech dan Michaels, 2006). Penggunaan JST dalam indentifikasi dan klasifikasi kawanan ikan di Indonesia telah dilakukan untuk identifikasi beberapa kawanan ikan pelagis di Indonesia. Jaya dan Sriyasa (2004) membandingkan aplikasi JST dan deskriptor akustik untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Selat Bali dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan yang terbatas. Selanjutnya, penelitian untuk memperoleh permodelan JST yang memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi kawanan ikan pelagis di Indonesia telah dilakukan dengan menggunakan masukan parameter deskriptor akustik (Muhiddin, 2007). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan untuk pengembangan aplikasi JST dalam identifikasi beberapa jenis ikan air tawar ekonomis penting dengan metode akustik sorot terbagi. Data dan informasi mengenai karakteristik beberapa parameter deskriptor akustik ikan air tawar diharapkan dapat mengidentifikasi, jenis ikan tawar sampai tingkatan spesies sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan akurasi pendugaan stok ikan di perairan umum Indonesia Kerangka Pemikiran Pendugaan stok ikan di suatu perairan dapat dilakukan dengan salah satu metode holistik, yaitu melakukan survey hidroakustik untuk dapat menduga status stok ikan secara spasial secara cepat (rapid assessment). Kendala utama dalam aplikasi pendugaan stok dengan perangkat hidroakustik kuantitatif, adalah kesulitan dalam mengidentifikasi jenis ikan yang terekam dalam echogram. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat ketelitian dalam mengestimasi kelimpahan stok ikan di perairan umum tropis yang multispesies seperti di Indonesia. Oleh karena itu, maka dikembangkan suatu metode analisis pengolahan data akustik dengan mengekstrasi parameter deskriptor akustik yang dapat membedakan setiap jenis ikan. Deskriptor akustik tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan alat bantu statistik atau program jaringan saraf tiruan sehingga dapat diperoleh parameter karakteristik jenis ikan (Gambar 1).

19 3 Ikan dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) cara, yakni identifikasi ikan secara ex-situ dan in situ. Identifikasi ikan secara ex situ atau secara taksonomi adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi ikan dengan mengambil sampel ikan, dilihat ciri-ciri meristik dan morfometriknya (atau dilihat sampel DNA nya) serta mencocokannya dengan kunci identifikasi dan taksonomi. Identifikasi ikan secara in situ atau secara hidroakustik adalah suatu usaha untuk mengenali atau mengidentifikasi ikan dengan gelombang suara pada suatu area tertentu, dan waktu tertentu tanpa menyentuh ikan tersebut (Fauziyah, 2005). Penggunaan metode akustik untuk pendugaan stok sumberdaya perikanan terdapat kelebihan dan kekurangannya. Wudianto (2001) mengungkapkan beberapa kelebihan metode akustik dibanding metode lainnya antara lain : (1) metode akustik tidak tergantung pada ketersediaan data statistik perikanan seperti hasil tangkapan dan upaya penangkapan, (2) memiliki skala waktu yang lebih baik, (3) biaya operasional relatif rendah, (4) hasilnya memiliki ragam (variance) yang rendah untuk ketelitian yang tinggi, dan (5) memiliki kemampuan untuk mengestimasi kelimpahan absolut ikan. Adapun kekurangan metode akustik antara lain : (1) sulit dalam mengidentifikasi ikan berdasarkan spesies, (2) kurang teliti digunakan untuk sampling ikan dekat permukaan dan dasar, (3) relatif rumit dan kompleks, (4) diperlukan biaya awal yang tinggi, (5) diperlukan sampling biologi ikan dan (6) kemungkinan terjadi bias saat penentuan target strength dan kalibrasi. Metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan deskriptor akustik telah lama dikembangkan sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos dan Paterakis, 1993 dalam Muhiddin, 2007). Sistem pengolah sinyal akustik untuk identifikasi ikan dengan metode deskriptor akustik berisi program untuk transformasi citra digital, pengolahan citra digital, pengukuran dan komputasi deskriptor dan fungsi diskriminan untuk identifikasi spesies (Fauziyah, 2005). JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari sistem pemrosesan informasi pada jaringan sel saraf manusia (Lawrence, 1992). Keunggulan identifikasi dan klasifikasi ikan dengan JST yaitu memberikan hasil

20 4 yang lebih cepat, memperkecil peluang kesalahan identifikasi dan dapat menekan biaya operasi (Muhiddin, 2007). Identifikasi jenis ikan dengan JST dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, input sinyal akustik yang terekam dalam echogram dan pemilihan deskriptor akustik yang akan digunakan dalam bentuk algoritma untuk mengidentifikasi ikan dan pemilihan arsitektur JST yang tepat untuk memberikan tingkat ketepatan yang optimum. Muhiddin (2007) menyebutkan bahwa permodelan JST Backpropagation dengan parameter masukan deskriptor akustik memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi jenis kawanan ikan sebesar 70% - 100%. Charef et al. (2010) menggunakan arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Laut Cina Selatan dengan tingkat ketepatan sebesar 87.6 %, sedangkan Robotham et al. (2010) membandingkan aplikasi arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) dengan arsitektur Probabilistic Neural Network (PNN) dan Support Vector Machine (SVM). Hasil penelitian Robotham et al. (2010) menyebutkan hasil klasifikasi kawanan ikan pelagis di perairan Chili dengan menggunakan arsitektur PNN dan SVM memberikan tingkat ketepatan sebesar 89.5%, lebih baik dibandingkan dengan aplikasi arsitektur MLP yang memberikan tingkat ketepatan sebesar 79.4%. Jenis ikan air tawar ekonomis penting yang banyak terdapat di perairan umum seperti waduk dan danau di Indonesia antara lain ikan nila (O.niloticus), ikan patin (P. hypothalmus) dan ikan mas (C. caprio) (Umar dan Kartamihardja, 2006). Keberhasilan introduksi jenis ikan air tawar di perairan umum Indonesia sangat menarik untuk dikaji sejauh mana dinamika stok ikan tersebut di habitat barunya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif karakteristik beberapa jenis ikan air tawar ekonomis penting dengan metode akustik sorot terbagi. Selanjutnya aplikasi JST dilakukan dengan menggunakan input nilai deskriptor akustik yang dikembangkan untuk identifikasi spesies dari modifikasi rumusan Charef et al. (2010). Hasil akhir penelitian ini adalah data dan informasi karakteristik beberapa jenis ikan air tawar sehingga akan bermanfaat langsung dalam usaha pengkajian stok dan pelestarian sumberdaya ikan tersebut.

21 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Penelitian ini adalah : 1. Pengukuran kuantitatif beberapa parameter deskriptor akustik beberapa jenis ikan air tawar (nila, patin dan mas) dengan akustik sorot terbagi yang meliputi parameter Sv, Area Backscattering Strength, Target Strength,, Skewness, Kurtosis, Ketinggian, Ketinggian relatif dan Kedalaman ikan. 2. Pengembangan dan aplikasi program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dalam penentuan jenis ikan air tawar dengan akustik sorot terbagi berdasarkan parameter deskriptor akustik yang diperoleh Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengukur deskriptor beberapa jenis ikan air tawar (mas, nila, patin) dari echogram SIMRAD EY Membandingkan program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan model statistik dalam penentuan jenis ikan air tawar. 3. Menentukan karakteristik akustik ikan Mas, Nila dan Patin Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam hal : 1. Peningkatan akurasi pendugaan stok ikan dengan metode akustik di perairan umum daratan Indonesia. 2. Peningkatan produktivitas penangkapan ikan target.

22 Gambar 1. Kerangka Penelitian 6

23 II TINJUAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN). JST adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja jaringan saraf manusia dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya (Siang, 2005). Jaringan saraf manusia merupakan kumpulan sel-sel saraf (neuron). Neuron mempunyai tugas mengolah informasi. Komponen-komponen utama dari sebuah neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Dendrit. Dendrit bertugas untuk menerima informasi. 2. Badan sel (soma). Badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi. 3. Akson (neurit). Akson mengirimkan impuls ke sel saraf lainnya. Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia Hubungan antara sel saraf dipengaruhi oleh bobot (weight) yang menentukan besarnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf lainnya (Lawrence, 1992 dalam Muhiddin, 2007). Dendrit menerima sinyal dari neuron lain melalui celah sinaptik. Sinyal yang berupa impuls elektrik tersebut diperkuat/diperlemah di celah sinaptik, yang selanjutnya soma akan

24 8 menjumlahkan sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlah sinyal tersebut melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui akson. Jaringan saraf manusia memiliki daya komputasi yang menakjubkan dimana manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang diterima sebelumnya, yang digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf, yang bekerja secara simultan (Siang, 2005). JST dikembangkan untuk meniru sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf manusia. JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Masukan data akan dipelajari oleh JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keputusan terhadap data yang belum pernah dipelajari. Definisi JST menurut Muhiddin (2007) antara lain sebagai berikut : 1. JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi 2. Struktur JST menyerupai struktur jaringan saraf biologi 3. Pemrosesan informasi pada setiap impuls saraf dilakukan secara paralel 4. Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematik yang dapat digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural) Sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lain, dimana output dari sel saraf itu sendiri ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu pola hubungan antar neuron, metode untuk menentukan bobot penghubung dan fungsi aktivasi (Siang, 2005). Input dari sejumlah neuron (x 1,x 2, x n ) melalui penghubung dengan bobot hubungan (w 1,w 2, w n ) akan diterima oleh neuron Y sebagai fungsi penjumlahan. Selanjutnya impuls yang diterima Y akan ditentukan oleh fungsi aktivasi. Apabila nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) lebih kuat maka sinyal akan diteruskan. Nilai tersebut juga dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot dalam meningkatkan kualitas koneksi antar satu neuron dengan neuron lainnya.

25 9 Sel saraf tiruan baik berupa sel tunggal atau jamak terdiri dari parameter masukan (x), bobot (w), bias (b), masukan murni (net/n) dan fungsi transfer (F), serta keluaran yang berupa skalar (O). Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktifkan keluaran sel. Masukan murni untuk fungsi transfer F diperoleh dari penjumlahan berbobot n = x * w + b. O = F(x w + b) Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology) Pola komunikasi antar sel saraf tiruan terjadi dari sebuah sel saraf tiruan ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksitas yang terjadi antara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang terjadi dalam suatu JST. Bentuk koneksi yang terjadi antar sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory connections (bersifat menghambat pengiriman sinyal), dan exhibitory connections (bersifat mengirimkan sinyal ke sel saraf tiruan pada lapisan berikutnya) Arsitektur JST Backpropagation Model JST Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai dalam pelatihan. JST Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Sebagai ilustrasi pada Gambar 3 di bawah ini terdapat arsitektur JSTB (JST Backpropagation) yang terdiri dari n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. Pada layar masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi menerima informasi dari luar dalam bentuk file atau data hasil pengolahan dari program lainnya. Pada layar tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari layar masukan yang telah terlebih dahulu diberi bobot tertentu, sedangkan layar keluaran merupakan hasil yang diharapkan dari hasil pengolahan dari layar sebelumnya (layar tersembunyi).

26 10 Gambar 3. Arsitektur JST Backpropagation Fungsi Aktivasi JST Backpropagation Fungsi aktivasi yang dipakai dalam JSTB merupakan fungsi yang kontinyu, terdiferensiasi dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang sering dipakai yaitu fungsi sigmoid biner (Gambar 4) yang memiliki interval nilai (0,1). f x = 1 (2) 1 + e x Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner Fungsi lain yang dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar (Gambar 5) yang mirip dengan fungsi sigmoid bipolar dengan interval nilai (-1,1). f x = 2 1 (3) 1 + e x

27 11 Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar Aturan pembelajaran (Learning Rule) JST Backpropagation Pelatihan JSTB terdiri dari 3 tahapan yaitu fase propagasi maju, propagasi mundur dan perubahan bobot. Pada propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi (z j ) selanjutnya dipropagasikan maju ke layar di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan sampai menghasilkan keluaran jaringan (y k ). n z net j = v jo + x i v ji 4 i=1 z j = f z net j = e z_net j (5) Berikutnya keluaran jaringan (y k ) akan dibandingkan dengan target yang harus dicapai (t k ). Selisih antara nilai keluaran dan target adalah kesalahan (galat) yang terjadi. p y_net k = w ko + z j w kj (6) i=1 y k = f y_net k = e y_net k (7) Sehingga selisih kesalahan/galat antara keluaran jaringan dengan target yang harus dicapai dirumuskan sebagai berikut : E = y k t k (8)

28 12 Fase tahap kedua yaitu propagasi mundur, berdasarkan galat y k -t k, dihitung faktor δ k yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan y k. δ k juga di pakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Faktor δ j dihitung disetiap unit dilayar tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit di layar dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. δ k = t k y k y k 1 y k (9) w kj = α δ k z j (10) m δ_net j = δ k w kj (11) k=1 δ j = δ_net j z j 1 z j (12) v ji = α δ j x i (13) Fase terakhir yaitu fase perubahan bobot, dimana setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya. Ketiga fase tersebut diiterasi hingga jaringan dapat mengenali pola yang diberikan yaitu jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari batas tolerasi yang diijinkan. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran dirumuskan : w kj baru = w kj lama + w kj (14) Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi dirumuskan : v ji baru = v ji lama + v ji (15) Keterangan : x 1. x n y 1. y n z 1. z n v ji w kj δ α : Masukan : Keluaran : Nilai lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran : Galat informasi : Konstanta berkelanjutan

29 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Model jaringan perceptron ditemukan pertama kali oleh Rosenbatt (1962) dan Minsky Papert (1969). Perceptron merupakan salah satu bentuk jaringan sederhana, perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu pola tipe tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear (Siang, 2005). Model JST MLP merupakan salah satu tipe arsitektur JST yang umum dan paling sederhana digunakan karena memiliki keunggulan dalam kecepatan dan ketepatan pengolahan data (Basheer,2000). JST MLP terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), x unit lapisan tersembunyi dan y unit keluaran (Gambar 6). Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb. Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1. Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalu proses pembelajaran. Fungsi aktivasinya dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan negatif Aturan Pembelajaran (Learning Rule) JST MLP Algoritma pelatihan perceptron akan membandingkan hasil keluaran jaringan dengan target sesungguhnya setiap kali pola dimasukkan. Jika terdapat perbedaan, maka bobot akan dimodifikasi.

30 14 Misalkan s sebagai vektor masukan, t adalah target keluaran, α adalah laju pemahaman, θ adalah nilai threshold. Algoritma untuk pelatihan perceptron adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0 ). Set laju pembelajaran α ( 0 < α 1) (untuk penyederhanaan set α =1). Kemudian set epoch = 0. Langkah 1 : Apabila vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama dengan target (y t), lakukan langkah-langkah 2 6. Langkah 2 : Untuk setiap pasangan (s, t), kerjakan langkah 3 5. Pada langkah ini epoch = epoch + 1. Epoch atau iterasi akan berhenti jika y = t atau tercapainya epoch maksimum. Langkah 3 : Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1,..., n) Langkah 4 : Hitung respon untuk unit output : net = y = f net = i x i w i + b (16) 1 jika net > θ 0 jika θ net θ 1 jika net < θ (17) Langkah 5 : Perbaiki bobot dan bias pola jika terjadi kesalahan, y t. Jika pada setiap epoch diketahui bahwa keluaran jaringan tidak sama dengan target yang diinginkan, maka bobot harus di ubah menggunakan rumus : Δwi = α t xi = t xi (karena α = 1) (18) Bobot baru = bobot(lama) + Δwi (19) Langkah 6 : Test kondisi berhenti, jika tidak terjadi perubahan bobot pada epoch tersebut.

31 Proses Pengujian Proses pengujian merupakan tahap penyesuaian terhadap bobot yang telah terbentuk pada proses pelatihan. Algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Ambil bobot dari hasil pembelajaran, Langkah 1 : Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2 4, Langkah 2 : Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi = si; i=1,.,n, Langkah 3 : Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b, Langkah 4 : Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net). 2.2 Deskriptor Akustik Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor yang dihasilkan dikelompokkan kedalam 5 tipe deskriptor utama yaitu : 1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal dan vertikal 2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target 3. Energetic Descriptors, yang menjelaskan total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dan pusat massa kawanan ikan. 4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan 5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari jenis ikan yang diamati. Deskriptor akustik yang dihasilkan akan dianalisis dengan metode analisis komponen utama sehingga dapat ditentukan variabel-variabel bebas (deskriptor akustik) yang dapat berpengaruh dalam membedakan sekumpulan kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996).

32 Ikan Air Tawar Ikan Mas (Cyprinus carpio) Klasifikasi dan Morfologi Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Osteichthyes Sub Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Species : Cyprinus carpio Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varietas). Bila dipotong di bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas, ada merah, kuning, abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang. Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid. Pada bagian itu terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis sungut yang pendek. Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jarijari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya satu terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak. Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau strain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan

33 17 kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut: a) Majalaya : badan agak pendek dengan punggung tinggi, dinding perut tebal, warna hijau keabu-abuan, dan sisik di bagian punggung lebih gelap dibandingkan dengan sisik-sisik di bagian lainnya. b) Punten : badan pendek, mempunyai punggung tinggi, mata agak menonjol, dan gerakan lambat dan jinak. c) Taiwan : badan agak panjang, punggung agak bulat, sirip ekor bagian bawah dan sirip dubur bagian tepi berwarna kuning kemerahan, dan kurang jinak. d) Kumpay : badan panjang dengan warna sisik kuning emas, kuning kemerahan, ciri khas dari ikan mas varietas ini adalah sirip-siripnya sangat panjang. e) Sinyonya : badan panjang, mempunyai punggung pendek, ciri khas varietas ini mata pada ikan dewasa bermata sipit dan kurang menonjol, termasuk ikan mas yang jinak. f) Merah : badan panjang dengan punggung pendek, warna merah kekuningan, dan mata agak menonjol. g) Kancra domas : badan panjang, sisik bagian punggung berwarna gelap, warna tubuh coklat keemasan, atau coklat kemerahan, sisik-sisik kecilkecil dan tidak teratur. h) Kaca : badan berukuran sedang, dan sebagian badan tidak tertutup sisik, sisik hanya terdapat sepanjang garis rusuk (linea lateralis) dan dekat sirip Habitat Ikan mas memijah pada saat masuknya air baru dari saluran air, telur melekat pada kakaban dan rerumputan. Di alam, ikan mas akan memijah di perairan yang dangkal, atau dimana di areal perairan yang pada musim kemarau kekeringan, sedangkan pada musim hujan tergenang. Tergenangnya areal itu akan menimbulkan bau tanah yang dapat merangsang terjadinya pemijahan.

34 Kebiasaan Makan Ikan mas menyukai tempat hidup di perairan air tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu kuat. Ikan mas dapat hidup baik pada ketinggian air m di atas permukaan laut pada suhu C. Ikan mas termasuk jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik Larva ikan mas lebih suka makan rotifera, protozoa, dan udang-udangan, seperti Moina sp, dan Dapnia sp. Setelah berukuran 10 cm, makan Chironomidae, Oligochaeta, Epemenidae, Tubificidae, Molusca, dan bahan-bahan organik lainnya. Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan. Ikan mas termasuk ikan yang memiliki kebiasaan di berbagai bagian perairan, di permukaan air, di tengah perairan, dan juga di dasar perairan. Namun ikan mas dewasa lebih cenderung pemakan dasar (bottom feeder) dengan mengaduk-ngaduk dasar perairan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Klasifikasi dan Morfologi Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Kelas : Osteichtes Ordo : Percomorphi Sub-ordo : Percoide Familia : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Nila berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi badan 2 : 1. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki perbandingan antara tinggi dan tebal badan 4 :1. Jadi nila merah bisa dikatakan berbadan gepeng.

35 19 Tubuh nila merah terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Ketiganya memiliki perbandingan satu banding dua banding satu. Mulut, mata, hidung dan tutup insang terdapat pada kepala. Mulut kecil membelah bagian depan kepala. Sepasang mata besar berada di bagian atas kepala. Sepasang lubang hidung kecil berada di depan mata. Tutup insang menutup sebagian belakang kepala. Ikan nila termasuk ikan bersisik. Sisik berjenis ctenoid menutup seluruh permukaan badan. Pada bagian itu melekat warna. Warna nila berwarna macam, ada yang berwarna pink, ada yang berwarna albino, ada yang albino bercak merah, dan ada juga yang pink bercak hitam. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip dada, sirip venteral, sirip ekor, sirip dubur, dan sirip punggung. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan kecil dan memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Sirip anus agak panjang. Sirip ekor membulat Habitat Habitat alami ikan nila terdapat di danau-danau. Ikan nila tidak menyukai badan perairan yang mengalir seperti sungai. Meskipun begitu, ikan nila menyukai lingkungan yang terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Dalam lingkungan dengan oksigen yang tinggi, ikan nila dapat bernafas baik dan mengambil makanan yang cukup cepat. Sedangkan dalam lingkungan dengan kandungan oksigen rendah, ikan nila tidak bisa bernafas dengan baik, dan mengambil makanan perlahan-lahan. ikan nila sangat toleran pada salinitas yang tinggi, tetapi tidak dapat memproduksi telur, sperma dan tidak dapat bertelur Kebiasaan makan Ikan nila termasuk omnivora atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis kuning telur, nila merah suka dengan phytoplankton. Besar sedikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp,

36 20 Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan nila merah adalah tipe ikan floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengadukngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas Ikan Patin (Pangasius pangasius) Klasifikasi dan Morfologi Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies : Chordata, : Vertebrata, : Pisces, : Teleostei, : Ostariophysi, : Siluroidei, : Pangasidae, : Pangasius, : Pangasius pangasius Selain klasifikasi di atas, ada juga para ahli yang menglasifikasi lain, seperti Patin Siam dengan nama latin Pangasianodon hypophthalmus. Ikan patin bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu ikan patin bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah ikan patin berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor. Tidak seperti ikan mas dan nila, ikan tak bersisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja. Namun kulit patin tidak halus seperti lele, tetapi agak kasar. Pada bagian itu terlihat warna tubuhnya. Warna tubuh patin seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip dubur. Tubuh ikan patin terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,

37 21 hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Patin bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip Selain kelima sirip, Patin memiliki adipose fin yang letaknya di belakang sirip punggung seperti halnya pada kelompok piranha. Patin Siam dan Patin Lokal dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bentuk sirip punggung, patil pada sirip dada. Patin Siam bertubuh lebih panjang dari Patin Lokal, tetapi memiliki sirip punggung dan memiliki patil yang lebih pendek. Atau Patin Lokal lebih pendek, hampir menyerupai tubuh ikan betutu. Selain itu, patin siam berdaging agak kuning. Sedangkan Patin Lokal berdaging putih dan rasanya lebih enak Habitat Ikan patin umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang tenang, terutama di sungai-sungai berlumpur atau berpasir. Kadang-kadang ikan ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar. Ikan ini hidup subur di sungai, danau, waduk dan kolam. Penyebaran ikan patin meliputi Thailand, Burma, India Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina, Sumatra dan Kalimantan. Ikan patin termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak, diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus (pedado) dan Pangasius nieuwenhuisl (lawang). Ikan patin mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap amonia dan buangan nitrogen lainnya dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan buatan, seperti dalam sangkar terapung. Ikan ini juga mempunyai daya reproduksi,

38 22 benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur Kebiasaan makan Ikan patin dilihat dari kebiasaan makanan (food habbit), di habitat alami dan pada masa fase cenderung bersifat karnivora. Di dalam kolam-kolam pemeliharaan ikan ini bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan baik jasad-jasad hewani maupun nabati, misalnya macam-macam buah-buahan dari tumbuhan pinggir sungai, biji-bijian, udang (Crustacea), Molusca, Copepoda, Ostracoda, Cladosera, Isopoda, Amphipoda, cacing dan sisa-sisa organisme lainnya. Jenis makanan yang dapat dimakan larva berumur sekitar 4 5 hari adalah organisme renik berupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati (phytoplankton) yang berukuran mikron, misalnya Brachionus calicyflorus, Synchaeta sp, Notholca sp, Polyarthra platiptera, Hexartha mira, Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Chonchilus sp, Filina sp, Brachionus angularis, Karatella cochlearis dan Keratella quadrata. Larva ikan patin cenderung memangsa hewan-hewan kecil lain yang hidup di permukaan sediment atau yang melayang-layang di air, seperti larva insekta dan larva Crustacea. Selain itu ikan patin dikategorikan sebagai ikan "bottom feeder".

39 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi atas pengumpulan data, pengolahan data dan pelaporan hasil kegiatan. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Scientific Echosounder Simrad EY-60 frekuensi 120 khz (ES120-7C) b) Jaring berbentuk kerucut dengan diameter alas 1 meter dan tinggi 5 meter. Bahan jaring terbuat dari PVC (polyvinylchoride) dengan ukuran mata jaring 0,5 cm, sehingga diupayakan ikan tidak merasa stress selama masa pengambilan data. c) Ikan air tawar yaitu ikan nila (O. niloticus), ikan mas (C. caprio), dan ikan patin (P. hypothalmus). 3.3 Data Akustik Pengambilan Data Akustik Pengambilan data akustik pada ikan air tawar dilakukan secara in situ dengan metode pengukuran aspek dorsal (vertical fixed beaming), dimana ikan ditempatkan pada jaring (net cage) yang telah dimodifikasi agar tingkat stress ikan dapat dikurangi akibat terbatasnya ruang gerak. Pengambilan data akustik untuk tiap jenis ikan sebanyak 5 ekor dengan panjang yang berbeda berlangsung 2 sampai 3 hari/jenis ikan atau setara memperoleh kurang lebih pola kawanan yang terdeteksi oleh akustik (Lampiran 1). Setelah itu, ikan diukur panjang total (TL) dan berat untuk setiap ukuran untuk memperoleh hubungan panjang-beratnya. Selain itu diukur pula lebar penampang dorsal (B) dari masingmasing ikan yang diuji (Gambar 7). Untuk memperoleh data hubungan bentuk gelembung renang (swimbladder) ikan dengan nilai backscattering (σ bs ) maka dilakukan pengambilan foto rontgen ikan (foto X-Ray).

40 24 Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan alat scientific echosounder SIMRAD EY-60 split beam dengan frekuensi tranducer 120 khz (ES120-7C) yang memiliki sudut tranmisi (half beam width) 7 o dan dioperasikan dengan pulse duration ms. Jaring ikan ditenggelamkan sedalam kurang lebih 5 meter, dan posisi tranducer ditempatkan 0.5 meter di bawah permukaan air (Gambar 8). Pengaturan parameter akustik selama pengambilan data tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY60 Parameter Frequency Pulse Duration Power transmit SV threshold TS threshold Echogram Nilai 120 KHz ms 50 watt -70 db -80 db TVG = 40 log R

41 Gambar 8. Letak dan Posisi Alat Penelitian 25

42 Pemrosesan Data Akustik Sinyal akustik yang terekam dalam echogram selanjutnya diolah untuk mengubah raw data dengan perangkat lunak Echoview 4.8. Data yang dihasilkan dari pemrosesan data berupa matriks data akustik (MDA) yang terdiri dari matriks data target strength dan backscaterring volume (Sv). Selanjutnya setiap file memuat MDA dianalisis dengan menggunakan deskriptor akustik yang dikembangkan untuk identifikasi spesies dari modifikasi rumusan Charef et al. (2010) seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Deksriptor akustik menurut Charef et al. (2010) yang telah dimodifikasi Deskriptor akustik Energetik Sv (db) TS (db) Sa (db) Formula Hitungan 10 log 10 σ sv σ sv = volume backscattering coefficients 10 log 10 σ bs σ bs = backscattering cross section 10 log 10 σ bs ΨR 2 Sa = area backscattering strength, Ψ = equivalent beam angle (steradians), R = range (m) Skewness K 3 dimana K (E SD ) 2 3 = n i (E i E n ) 3 jika n=3; 0 jika n<3 n 1 (n 2) E i = Energi akustik sampel ke-i, E n = Energi akustik sampel ke-n, E SD = Standar deviasi energi akustik Kurtosis n(n + 1) n 1 n 2 (n 3) i E i E n E SD 4 3 n 1 2 n 2 (n 3) Morfometrik Tinggi (m) Bathymetrik Kedalaman (m) Tinggi terli hat = Vertikal ak hir Vertikal awal cγ Tinggi nyata = Tinggi terli hat 2 c = Kecepatan suara di air (m/s), γ = panjang pulsa (ms) n D i i=1 ; n Di = Kedalaman pada sampel i, n = Σ sampel Ketinggian Relatif (m) Ketinggian minimum + (Tinggi maksimum /2) 100 Kedalaman

43 27 Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik Analisis Nilai Deskriptor Akustik Analisis data statistik digunakan untuk mencari keeratan hubungan antar parameter deskriptor akustik dengan Analisis Faktor, mengelompokkan sampel ikan dengan nilai deskriptor akustik berdasarkan ukuran kemiripan (simmilarity) atau ketakmiripan (dissimilarity) dengan Analisis gerombol (Clusterring Analysis), dan Analisis Diskriminan (Discriminant Factor Analysis) unuk mengelompokkan individu ke dalam suatu obyek kelas berdasarkan sekumpulan peubah-peubah bebas (Fauziyah, 2005). Hasil analisis parameter deskriptor akustik menjadi pembanding dengan hasil yang diperoleh dari aplikasi JST Backpropagation dan MLP. Berdasarkan rekomendasi hasil penelitian Muhiddin (2007) aplikasi JSTB berbasis data deskriptor akustik disarankan untuk menguji terlebih dahulu nilai deskriptor yang diperoleh secara statistik agar dalam tingkat pembelajaran JST diperoleh hasil yang optimal parameter deskriptor yang signifikan dapat membedakan antara jenis ikan yang diuji cobakan.

44 Jaringan Saraf Tiruan Arsitektur JST JST yang dipakai dalam penelitian ini yaitu tipe JSTB dengan 1 lapisan tersembunyi dengan 8 unit masukan, 1 lapisan tersembunyi, dan 3 unit keluaran. JSTB dipakai menggunakan model JST-PR (Pattern Recognition) dengan metode pelatihan scale conjugate gradient. Apabila jaringan telah memahami pola yang diberikan maka JST menguji keseluruhan data nilai deskriptor akustik yang diberikan. Proporsi perbandingan antara jumlah sampel pembelajaran dan sampel uji sebesar 70 : 30. Adapun JST MLP yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 8 unit masukan, 4 unit tersembunyi dan 3 unit keluaran. JST MLP menggunakan aturan pembelajaran terbimbing untuk pembanding hasil yang diperoleh dari arsitektur JST Backpropagation Rancangan Awal dan Pelatihan JST Nilai deskriptor akustik yang diperoleh masih dalam bentuk riil, oleh karena itu perlu dilakukan konversi nilai-nilai deskriptor akustik yang diperoleh dari bilangan riil menjadi bilangan biner atau bipolar. Formula untuk merubah bilangan riil menjadi bilangan biner/bipolar dalam JST dilakukan dengan rumus transformasi linier : x = b a (x a) b a + a (20) dimana, x' = bilangan biner/bipolar x = bilangan riil a = data minimum b = data maksimum Untuk menjalankan JSTB, mula-mula dilakukan penghitungan unit masukan keseluruhan yang sudah diboboti dengan bias. Setelah itu nilai tersebut diaktivasi dengan fungsi sigmoid biner dan bipolar agar dapat terkirim pada lapisan diatasnya (feed forward ). Apabila galat yang diperoleh masih besar dari learning rate, maka dilakukan backpropagation untuk merubah bobot sehingga pada setiap lapisan diperoleh hasil yang diharapkan.

45 29 Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation Pada pelatihan JST MLP, iterasi terus dilakukan untuk semua data uji sampai diperoleh bobot dimana nilai keluaran sama dengan nilai target yang ditentukan, selanjutnya nilai bobot yang diperoleh digunakan untuk menguji data secara keseluruhan. Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP Rancangan Akhir dan Pelatihan JST Apabila telah diperoleh hasil pelatihan JST dalam rancangan awal, maka nilai bobot baru untuk setiap lapisan dirubah menjadi nilai bobot yang sama dengan hasil dari perancangan awal. Setelah itu hasil dari masing-masing

46 30 arsitektur JST dibandingan dengan hasil perhitungan nilai deskriptor secara analitik (statistik). Gambar 12. Diagram alir metode penelitian

47 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan Data akustik yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis ikan yaitu ikan mas, nila dan patin masing-masing sebanyak 5 ekor. Pengambilan data dilakukan menggunakan instrumen akustik bim terbagi (Simrad 120 khz) pada bulan Januari, 2011 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur. Ikan mas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rataan panjang total sebesar 30,86 cm dengan nilai rataan berat sebesar 440 gram. Panjang total ikan nila yang digunakan memiliki nilai rataan sebesar 29,40 cm, dengan nilai rataan berat sebesar 615 gram. Sedangkan panjang total ikan patin dalam penelitian ini memiliki nilai rataan sebesar 36,98 cm dengan nilai rataan berat sebesar 394 gram. Rangkuman ukuran morfometrik ikan uji dapat dilihat pada lampiran 1. Hubungan nilai rataan target strength ikan mas dibandingkan dengan panjang total ikan memiliki koefisien korelasi sebesar (R 2 = 0,996) dengan nilai rataan target strength untuk sampel data sebesar -52,14 db ± 4,50. Nilai rataan target strength untuk panjang total minimum ikan mas 26,3 cm yang memiliki berat 250 gram sebesar -63,72 db, sedangkan nilai rataan target strength panjang total maksimum ikan mas 37 cm dengan berat 800 gram sebesar -52,58 db (Gambar 12). Nilai korelasi hubungan target strength dan panjang total untuk ikan nila dengan jumlah sampel data yang sama diperoleh sebesar (R 2 = 0,859) dengan nilai rataan target strength sebesar -60,79 db ± 2,87. Panjang total minimum ikan nila sebesar 23,5 cm dengan berat 313 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar db dan panjang total maksimum sebesar 38,5 cm dengan berat gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -59,62 db (Gambar 12). Nilai rataan target strength ikan patin diperoleh sebesar -56,63 db ± 4,22 dengan koefisien korelasi sebesar (R 2 = 0,837). Ikan patin dengan panjang total minimum 31,5 cm dengan berat 235 gram memiliki nilai rataan target strength

48 32 sebesar -63,70 db, sedangkan untuk panjang total maksimum 45 cm dengan berat 748 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -55,80 db (Gambar 13). Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan Ikan mas (C. caprio) adalah jenis ikan yang memiliki gelembung renang dengan 2 ruangan (2-chamber), sedangkan ikan nila (O. niloticus) dan ikan patin (P. pangasius) adalah jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang (1- chamber). Perbedaan tipe gelembung renang ini sangat mempengaruhi terhadap nilai backscattering cross section, skewness, variance dari deskriptor target strength ikan. Menurut Frouzova et al. (2011) perbedaan tipe gelembung renang dapat dilihat salah satunya dari parameter variance dan skewness dari nilai target strength yang diperoleh. Distribusi normal nilai target strength ikan mas menunjukkan nilai keragaman (variance) sebesar 45,10 dengan nilai rataan target strength sebesar -52,14 db, sedangkan nilai keragaman ikan nila dan patin masing-masing sebesar 25,15 dan 22,53 dengan nilai rataan target strength sebesar -60,79 db dan -56,63 db. Begitu pula dengan nilai skewness ikan mas diperoleh sebesar 0,74, sedangkan ikan nila dan patin sebesar 0,32 dan 0,43 (Gambar 14).

49 33 Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan Selain nilai variance dan skewness, analisis indeks sebaran data atau dikenal dengan Fano factor diperoleh nilai indeks VMR (variance mean ratio) untuk ketiga jenis ikan uji berada pada interval 0 sampai 1 dengan nilai VMR masing-masing sebesar 4,85e-05 (mas), 3,13e-06 (nila), dan 1,52e-05 (patin), sehingga dapat dikatakan sebaran data yang diperoleh berada dibawah nilai ratarata (under dispersed). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa nilai target strength ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang memiliki nilai keragaman yang lebih rendah daripada ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang. Selain itu ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang akan memiliki nilai target strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang. Sedangkan untuk kedua tipe gelembung renang tersebut memiliki nilai VMR yang sama (Tabel 3). Jenis Ikan Tabel 3. Rangkuman nilai variance, skewness dan VMR Type Swimbladder Variance Skewness VMR Mas 2- chambered > 50 > < VMR< 1 Nila 1- chambered < 50 < < VMR< 1 Patin 1- chambered < 50 < < VMR< 1

50 Pengambilan data kualitas air Data kualitas air yang diukur selama pengambilan data akustik meliputi parameter suhu, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (ph). Pengambilan data kualitas air dilakukan dalam selang waktu 4 jam dari permukaan sampai dasar jaring (0-5 m). Suhu air yang terukur selama penelitian berkisar antara 26,62 o C 28,08 o C dengan nilai rataan sebesar 27,34 o C. Suhu yang tertinggi terdapat pada kedalaman 3 meter, sedangkan suhu yang terendah terukur pada kedalaman 1 meter. Kadar oksigen terlarut tercatat pada interval 5,05 ppm 5,79 ppm dengan nilai rataan sebesar 5,46 ppm. Sedangkan derajat keasaman yang terukur berkisar antara 7,51 8,07 dengan nilai rataan 7,80. Kadar ph air menunjukkan semakin ke dasar semakin basa, sedangkan oksigen terlarut menunjukkan nilai yang tertinggi pada kedalaman 2 meter selanjutnya menurun dengan bertambahnya kedalaman. Tabel 4 memperlihatkan rangkuman nilai rataan pengukuran kualitas air. Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air Kedalaman ph DO Suhu 0 7,61 ±0,04 5,34 ±0,03 27,10 ±0,24 1 7,63 ±0,07 5,05 ±0,09 26,62 ±0,31 2 7,51 ±0,07 5,79 ±0,18 27,14 ±0,25 3 7,95 ±0,17 5,61 ±0,28 28,08 ±0,27 4 8,05 ±0,07 5,52 ±0,19 27,62 ±0,33 5 8,07 ±0,11 5,47 ±0,30 27,49 ±0,24 Hasil pengukuran kualitas air selama pengambilan data akustik, menggambarkan bahwa kondisi faktor lingkungan tidak menunjukkan anomali yang dapat menimbulkan stress terhadap ikan uji yang akan berpengaruh terhadap nilai akustik yang diperoleh. Hasil pengamatan kualitas air yang yang tercantum pada tabel 4 menunjukkan waduk Ir. H. Djuanda memiliki daya dukung lingkungan yang baik bagi pertumbuhan ikan dengan ketersediaan oksigen terlarut yang tinggi.

51 Analisis Statistik Data akustik yang tersimpan dalam format echogram dianalisis menggunakan program pengolahan Echoview versi 4.8. Data yang diperoleh kemudian diekstraksi menggunakan metode Region Analysis untuk menghasilkan parameter deskriptor akustik untuk setiap pola kawanan (shoaling) ikan uji. Data yang dianalisis sebanyak 116 echogram, masing-masing 56 file echogram ikan nila, 40 file echogram ikan mas dan 20 file echogram untuk ikan patin. Deskriptor akustik yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel yang terbagi dalam 3 kategori yaitu deskriptor morfometrik (Tinggi), batimetrik (Kedalaman dan Ketinggian Relatif) dan energetik (Sv, TS, Sa, Skewness dan Kurtosis) Analisis Korelasi Analisis korelasi dilakukan untuk menjelaskan keeratan hubungan antara variabel deskriptor akustik yang dinyatakan dengan besar kecilnya koefisien korelasi. Pada sub bab ini akan dibahas hubungan antara deskriptor secara keseluruhan. Tabel 5 memperlihatkan hampir seluruh variabel deskriptor akustik memiliki korelasi satu sama lain kecuali untuk variabel tinggi kawanan ikan (H) terhadap posisi ketinggian terhadap dasar perairan (Ketinggian Relatif) dan variabel target strength (Ts) terhadap sebaran data (Kurtosis). Variabel kedalaman (Depth) berkorelasi secara negatif terhadap nilai Sv dan TS, artinya bahwa semakin dalam posisi kawanan ikan akan memberikan nilai Sv dan TS yang semakin kecil. Disisi lain nilai Sa kawanan ikan memberikan korelasi positif terhadap nilai Sv dan TS, sehingga dapat dikatakan semakin besar nilai Sa akan memberikan nilai Sv dan TS yang besar pula. Selain itu nilai Sa berkorelasi negatif secara signifikan terhadap ketinggian kawanan ikan terhadap dasar (Ketinggian Relatif), dimana hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai Sa akan semakin besar bila posisi kawanan ikan semakin dekat ke permukaan. Namun posisi kawanan ikan terhadap dasar perairan tidak menentukan pengaruh perubahan tinggi kawanan ikan begitu pula ukuran sebaran data yang diperoleh tidak memberikan pengaruh terhadap nilai target strength yang diperoleh.

52 36 Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik Correlations Deskriptor Tinggi Kedalaman Ketinggian Relatif Skewness Kurtosis Sv TS Sa Tinggi 1 Kedalaman 0,074 ** 1 Ketinggian Relatif -0,025-0,765 ** 1 Skewness 0,499 ** -0,039 ** 0,153 ** 1 Kurtosis 0,330 ** -0,041 ** 0,153 ** 0,868 ** 1 Sv 0,084 ** -0,660 ** 0,445 ** 0,185 ** 0,109 ** 1 Target strength -0,158 ** -0,676 ** 0,480 ** 0,067 ** 0,022 0,879 ** 1 Sa 0,062 ** -0,286 ** -0,031 * -0,.041 ** -0,106 ** 0,668 ** 0,555 ** 1 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Analisis Faktor Analisis Faktor dilakukan untuk melihat variabel deskriptor akustik yang mencirikan tiap kawanan ikan uji. Analisis ini digunakan untuk mendistribusikan pembobotan pada komponen utama dengan mereduksi dimensi data sehingga mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variabel deskriptor akustik. Hasil analisis faktor dapat dijelaskan melalui hasil communalities, total varians explains, dan rotated component matrix. Tabel 6. Nilai communalities Communalities Deskriptor Initial Extraction Tinggi 1,000 0,549 Kedalaman 1,000 0,855 Ketinggian Relatif 1,000 0,872 Skewness 1,000 0,912 Kurtosis 1,000 0,822 Sv 1,000 0,927 Target strength 1,000 0,858 Sa 1,000 0,889 Extraction Method: Principal Component Analysis.

53 37 Communalities menunjukkan jumlah varians dari variabel deskriptor akustik yang dapat dijelaskan oleh komponen factor yang terbentuk dalam analisis faktor.semakin besar nilai communalities, maka semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Hasil analisis menunjukkan nilai communalities setiap deskriptor > 0.5 sehingga analisis komponen utama dapat dilakukan untuk setiap variabel deskriptor. Nilai communalities yang tinggi sebesar 0,912 dan 0,927 yang diperoleh oleh variabel Skewness dan Sv dapat menjelaskan keeratan hubungan diatas 90%, sedangkan variabel Tinggi hanya dapat menjelaskan keeratan hubungan kurang dari 55% (0,549) dan variabel lainnya dapat menjelaskan keeratan hubungan antara 80% - 90% (Tabel 6). Total Variance dapat menjelaskan dasar jumlah faktor yang diperoleh. Hasil analisis diperoleh untuk nilai eigenvalues di atas 1 ( > 1) diperoleh dengan 3 faktor. Dengan tiga factor, angka eigenvalues masih di atas 1, sebesar 1,238. Namun untuk 4 faktor angka eigenvalues sudah di bawah 1, sebesar 0,703 sehingga proses analisis factor berhenti pada 3 faktor saja. Dari 3 faktor yang terbentuk diperoleh nilai total varians kumulatif sebesar 83,457%. Varians faktor pertama diperoleh sebesar 40,859%, varians factor kedua diperoleh sebesar 27,216% dan varians faktor ketiga diperoleh nilai sebesar 15,473% (Tabel 7).

54 38 Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance) Component Total Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % Total Variance Explained Extraction Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance % Rotation Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance % 1 3,269 40,859 40,859 3,269 40,859 40,859 2,289 28,617 28, ,177 27,216 68,074 2,177 27,216 68,074 2,207 27,589 56, ,238 15,473 83,547 1,238 15,473 83,547 2,187 27,342 83, ,703 8,790 92, ,261 3,264 95, ,169 2,118 97, ,104 1,297 99, ,079 0, ,000

55 39 Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik Komponent matrik hasil rotasi memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata dengan cara memperbesar faktor loading setiap deskriptor. Komponen pertama terdiri dari variabel deskriptor bathimetrik yaitu Ketinggian Relatif dan Kedalaman. Komponen kedua terdiri dari 3 deskriptor energetik yaitu Sv, Area Backscattering strength dan target strength, sedangkan komponen ketiga terdiri dari deksriptor morfometrik yaitu tinggi kawanan ikan dan deskriptor energetik yaitu Skewness dan Kurtosis (Gambar 15). Berdasarkan hasil analisis faktor maka dapat disimpulkan sesuai klasifikasi deskriptor akustik (Reid et. al, 2000) kawanan ikan dapat dibedakan berdasarkan pengelompokkan jenis deskriptor (batimetrik, energetik dan morfometrik). Namun pada hasil penelitian ini deskriptor morfometrik yang diperoleh (tinggi kawanan ikan) tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kelompok deskriptor energetic (skewness dan kurtosis). Hal ini karena bentuk kawanan (shoaling) ikan uji tidak memberikan pola yang jelas seperti halnya gerombolan (schooling) ikan laut.

56 Analisis Cluster Analisis Cluster dilakukan untuk mengelompokkan ikan uji berdasarkan kesamaan karakteristik deskriptor akustik yang diperoleh. Nilai deskriptor yang diperoleh akan diklasifikasikan menggunakan metode non hirarki sehingga parameter deskriptor yang berada dalam satu cluster akan memiliki kemiripan satu sama lain (Santoso,2002). Hasil analisis cluster menggunakan metode K-means Cluster diperoleh dari proses iterasi untuk mengelompokkan 5730 sampel diperoleh jarak minimum antar pusat cluster adalah 18,091 pada iterasi ke-25. Adapun hasil akhir dari proses clustering dijelaskan berikut ini : Tabel 8. Nilai Final Cluster Final Cluster Centers Deskriptor Cluster Mas Nila Patin Zscore: Tinggi 0, , ,09888 Zscore: Kedalaman -1, , ,73706 Zscore: Ketinggian Relatif 26, , ,65581 Zscore: Skewness 0, , ,32068 Zscore: Kurtosis 0, , ,26873 Zscore: Sv -0, , ,73427 Zscore: Target strength -0, , ,72236 Zscore: Sa -20, , ,34411 Hasil keluaran akhir dari analisis cluster, pada cluster 1 variabel Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan variabel lainnya memiliki nilai di bawah rata-rata total sampel. Cluster 2 hanya variabel Kedalaman yang memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan pada cluster 3 justru sebaliknya hanya variabel deskriptor Kedalaman yang berada di bawah rata-rata sampel (Tabel 8). Menurut Santoso (2002), nilai z-score menentukan kekuatan terhadap pembentukan cluster, jika nilai z-score semakin besar dan bernilai positif maka deksriptor tersebut berpengaruh semakin kuat terhadap kelompoknya, begitu pula sebaliknya jika z-score bernilai negatif. Berdasarkan kedelapan deskriptor yang diuji dengan analisis cluster dapat disimpulkan bahwa kekuatan pembentuk cluster 1 (Ikan Mas), ditentukan oleh deskriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis. Pembentukan

57 41 Cluster 2 (Ikan nila) hanya ditentukan oleh deskriptor Kedalaman, sedangkan pembentukan Cluster 3 (Ikan patin) ditentukan oleh hampir seluruh deskriptor akustik kecuali descriptor Kedalaman Analisis Diskriminan Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive ) berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Asumsi yang digunakan dalam analisis diskiminan pada penelitian ini adalah : (a) Variabel deskriptor akustik harus berdistribusi normal dan (b) Matriks varians-covarians variabel deskriptor akustik harus berukuran sama. Tabel 9. Nilai Test of Equality Tests of Equality of Group Means Deskriptor Wilks' Lambda F df1 df2 Sig. Zscore: Tinggi 0, , ,000 Zscore: Kedalaman 0, , ,000 Zscore: Ketinggian Relatif 0, , ,000 Zscore: Skewness 0, , ,000 Zscore: Kurtosis 0, , ,000 Zscore: Sv 0, , ,000 Zscore: Target strength 0, , ,000 Zscore: Sa 0, , ,000 Tabel 9 di atas berfungsi untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok ikan uji untuk setiap variabel deskriptor akustik. Jika nilai Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup, begitu pula sebaliknya bila nilai Sig. untuk F test < 0,05 (Santoso, 2002). Dari table 1 di atas diperoleh nilai setiap deskriptor akustik berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini berarti seluruh deskriptor akustik yang digunakan dalam penelitian ini dapat membedakan secara nyata setiap kelompok ikan uji.

58 42 Tabel 10. Nilai Wilk s Lambda Wilks' Lambda Step Number of Variables Lambda df1 df2 df3 Exact F Statistic df1 df2 Sig , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0, , , ,000 0,000 Pada step 1, deskriptor yang dimasukkan hanya deskriptor Tinggi dengan angka Wilk s Lambda adalah 0,749. Hal ini berarti 74,9% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antar grup. Selanjutnya sampai pada step 8, dengan seluruh deskriptor akustik digunakan, angka Wilk s Lambda turun menjadi 0,340. Penurunan angka Wilk s Lambda tentu baik bagi model diskriminan, karena varians yang tidak dapat dijelaskan juga semakin kecil (dari 74,9% menjadi 34,0%). Dilihat dari kolom F dan signifikansinya, secara statistik seluruh deksriptor akustik berbeda secara siginifikan untuk ketiga kelompok ikan uji (Tabel 10). Tabel 11. Nilai Matriks Struktur Deskriptor Structure Matrix Function 1 2 Kedalaman 0,536 * -0,385 Ketinggian Relatif -0,406 * 0,374 Sa 0,315 * 0,169 Tinggi 0,203 * 0,135 Skewness 0,113 0,625 * Target strength -0,261 0,456 * Kurtosis 0,010 0,439 * Sv -0,175 0,309 *

59 43 Struktur matriks fungsi diskriminan yang menjelaskan korelasi antara variabel deskriptor akustik diperoleh hasil korelasi deskriptor Kedalaman pada fungsi 1 memiliki nilai 0,536, lebih besar dibandingkan pada fungsi 2 (-0,385) sehingga deskriptor Kedalaman dimasukkan sebagai variabel dalam fungsi diskriminan 1. Selain itu variabel deskriptor Ketinggian Relatif, Area Backscattering strength dan Tinggi juga masuk dalam fungsi diskriminan 1, sedangkan deskriptor Sv, Target strength, Skewness dan Kurtosis dimasukkan dalam fungsi diskriminan 2 (Tabel 11). Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables Nilai matriks struktur yang diperoleh dari analisis diskriminan dapat menjelaskan tingkat kontribusi dalam proses identifikasi dan klasifikasi. Dari kedelapan deskriptor yang digunakan, deskriptor Skewness dan Kedalaman memiliki persentase %, diikuti deskriptor Target strength, Kurtosis dan Ketinggian Relatif memiliki kontribusi %, dan deskriptor Sa, Sv dan Tinggi memiliki kontribusi dibawah 10% (Gambar 16).

60 44 Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan Classification Results a Kode Ikan Predicted Group Membership Mas Nila Patin Total Original Count Mas Nila Patin % Mas 68,3 15,9 15,9 100,0 Nila 6,7 79,4 13,9 100,0 Patin 6,7 8,6 84,7 100,0 a. 77.5% of original grouped cases correctly classified. Hasil klasifikasi yang dilakukan dengan metode analisis diskiminan diperoleh jumlah sampel ikan mas yang dapat diidentifikasi sebesar 68,3%, ikan nila yang dapat diidentifikasi sebesar 79,4%, dan ikan patin yang dapat teridentifikasi sebesar 87.4%. Secara keseluruhan model fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan pengklasifikasian 3 kelompok ikan uji sebesar 77,5% (Tabel 12). Ketepatan identifikasi jenis ikan yang paling tinggi diperoleh oleh jenis ikan patin, hal ini dapat dijelaskan karena hampir seluruh variabel deskriptor akustik kecuali variabel Kedalaman dapat membedakan secara jelas dibandingkan dengan ikan mas dan nila. Ketepatan identifikasi jenis ikan nila sangat dipengaruhi oleh variabel deskriptor Kedalaman dimana ikan nila terdeteksi pada kedalaman 1-5 meter. Hal ini sesuai dengan sifat ikan nila sebagai hewan omnivora yang dapat beradaptasi sebagai ikan permukaan maupun ikan dasar. Sedangkan ketepatan identifikasi ikan mas ditentukan oleh variabel deksriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis seperti yang diperlihatkan dari hasil analisis Cluster. 4.4 JST Backpropagation Perancangan awal arsiteksur model JSTB menggunakan input deskriptor akustik yang sama digunakan dalam analisis statistik sebelumnya. Untuk memperoleh model arsitektur JSTB yang optimum maka dilakukan asumsi sebagai berikut :

61 45 a. Penentuan metode pelatihan yang tepat Metode pelatihan JSTB bertujuan untuk mempercepat kerja jaringan saraf tiruan dalam mengenali suatu pola (Demuth & Beale, 1998 dalam Muhiddin, 2004; Adetiba et. al, 2011). Metode pelatihan backpropagation yang digunakan bertujuan untuk memperoleh nilai Mean Square Error (MSE) di bawah toleransi yang ditentukan dengan jumlah iterasi yang paling sedikit (minimum). Salah satu aplikasi JSTB untuk pengenalan pola yaitu menggunakan JSTPR (Pattern Recognition). JSTPR dapat mengenali pola dalam bentuk deretan vektor dengan baik menggunakan metode pelatihan Scaled Conjugate Gradient Backpropagation. b. Penentuan jumlah neuron dalam lapisan tersembunyi JSTPR adalah jaringan 2 lapis feed-forward dengan input dan target masukan dalam bentuk biner dengan fungsi aktivasi pada layar tersembunyi menggunakan tansig dan fungsi aktivasi pada layar ouput menggunakan biner. Penentuan jumlah neuron yang menghasilkan nilai ketepatan yang tinggi menggunakan metode trial and error. Percobaan menggunakan berbagai jumlah neuron dari neuron, diperoleh ketepatan pengenalan jenis ikan di atas 80 % kecuali untuk jumlah neuron 1 dan 80 yang hanya memberikan ketepatan akurasi sebesar 67,44 % dan 31,63 %. Nilai MSE yang paling kecil diperoleh pada penggunaan jumlah neuron sebanyak 50 yang memberikan nilai MSE sebesar 0,0783 dengan persentase error sebesar 15,58%. Tabel 13. Nilai MSE dan % E JST-PR No Algoritma Pelatihan Fungsi Pelatihan Neuron MSE % E 1 Scale Conjugate Gradient trainscg 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,65

62 46 Hasil aplikasi JSTPR dalam pengenalan 3 jenis ikan dengan 5730 sampel pola diperoleh nilai MSE dengan ketepatan yang paling tinggi yaitu model JSTPR dengan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi sebanyak 30 neuron (Tabel 13). Penggunaan 30 neuron pada lapisan tersembunyi JSTPR memberikan nilai MSE pada data uji sebesar 0,0809 dengan persentase error sebesar 16,16%. Nilai MSE yang diperoleh pada saat digunakan pada data uji diperoleh sebesar 0,0858 dengan persentase error sebesar 17,44%. Sedangkan nilai MSE yang diperoleh pada saat validasi model JST-PR sebesar 0,0778 dengan tingkat akurasi sebesar 84,66 % (Tabel 14). Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation Sampel MSE % Error Training ,09E-02 1,62E+01 Validasi 860 7,78E-02 1,53E+01 Testing 860 8,59E-02 1,74E+01 Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR Tingkat akurasi pengenalan 3 jenis ikan uji secara rinci dapat dilihat pada matrik konfusi. Pada saat pelatihan model JST-PR dengan 30 neuron memberikan ketepatan pengenalan jenis ikan mas sebesar 28,1%, ikan nilai sebesar 27,6% dan

63 47 ikan patin sebesar 28,4% dengan total akurasi sebesar 84,1%. Pada saat validasi model JST-PR diperoleh nilai akurasi pengenalan jenis ikan mas sebesar 27,1%, ikan nila sebesar 26,0% dan ikan patin sebesar 31,6% dengan total akurasi sebesar 84,8%. Dari hasil aplikasi model JST-PR dapat disimpulkan bahwa pengenalan 3 jenis ikan air tawar menggunakan input masukan deskriptor akustik dapat dikenali dengan baik (Tabel 15). Tabel 15. Matriks konfusi JST-PR Mas Nila Patin Total % Prediction % Prediction % Prediction % Prediction Training 28,10 27,60 28,40 84,10 Validasi 27,10 26,00 31,60 84,80 Testing 29,00 25,90 27,70 82,60 All 28,10 27,10 28,80 84, JST Multilayer Perceptron JST-MLP terdiri dari beberapa neuron yang terhubung dan mempunyai input masukan dan keluaran dimana perceptron akan menghitung jumlah nilai perkalian penimbang dan masukan dari parameter permasalahan yang kemudian dibndingkan dengan nilai threshold. Aplikasi JST-MLP dikembangkan dengan menggunakan metode pelatihan Backpropagation. Hasil percobaan aplikasi model JST-MLP diperoleh model arsitektur yang memberikan nilai MSE yang paling kecil yaitu model JST-MLP ( ), yaitu menggunakan 8 jenis masukan, 3 layar tersembunyi dan 1 keluaran. Besar nilai laju pelatihan ditentukan sebesar 0,5. Setelah 81 iterasi diperoleh nilai MSE sebesar 0,0692 dengan ketepatan akurasi sebesar 85,7% (Gambar 18).

64 48 Gambar 18. Grafik MSE vs Epoch JST-MLP Algoritma pelatihan yang digunakan dalam JST-MLP yaitu algoritma Levenberg-Marquard yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan algoritma pelatihan yang lain. Hasil identifikasi 3 jenis ikan uji dalam JST-MLP pada saat validasi diperoleh ketepatan penentuan jenis ikan mas sebesar 27,7%, ikan nila sebesar 27,8% dan ikan patin sebesar 30,2% (Tabel 16). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari aplikasi JST yang memberikan nilai ketepatan yang lebih tinggi dalam penentuan 3 jenis ikan air tawar yaitu aplikasi JST-MLP dengan metode pelatihan Backpropagation. Tabel 16. Matriks konfusi JST-MLP Classification Results a Kode Ikan Predicted Group Membership Mas Nila Patin Total Count Mas Nila Patin % Mas 27,7 86,9 Nila 27,8 84,9 Patin 30,2 85,4 a. 85,7% of original grouped cases correctly classified.

65 49 Pengujian terhadap dua model JST yang diperoleh dengan menggunakan data acak sampel data ketiga jenis ikan uji dengan jumlah masing-masing sampel sebanyak 150 sampel, diperoleh ketepatan klasifikasi dan identifikasi jenis ikan menggunakan model JSTPR sebesar 95,6 %, lebih baik dibandingkan dengan model JST-MLP dengan nilai akurasi sebesar 95,1 %. Namun secara keseluruhan kedua model JST yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan akurasi klasifikasi dan identifikasi ikan diatas 90% (Tabel 17). Tabel 17. Matriks konfusi Pengujian Model JSTPR dan JST-MLP Model JST JST PR JST MLP Additional Test Jenis Ikan Predicted Group Membership Mas Nila Patin Mas 30,7 Nila 32,4 Patin 32,2 Mas 27,9 Nila 33,8 Patin 33,8 a. 95,6 % of correctly classified by JST PR b. 95,1 % of correctly classified by JST MLP

66 V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam tesis ini metode JST dan Analisis Statistik digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi jenis ikan mas, nila, dan patin. Hasil penelitian ini memberikan hasil bahwa : 1. Analisis diskriminan memberikan ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan sebesar 77.5 %. 2. Aplikasi JST Backpropagation dengan menggunakan JSTPR diperoleh ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan sebesar 84.8%. 3. Aplikasi JST-MLP dengan metode pelatihan Backpropagation diperoleh ketepatan identifikasi dan klasifikan ikan mas, nila dan patin sebesar 85.7% Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi dan pengembangan JST memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi dengan menggunakan model arsitektur JST-MLP ( ), dibandingkan dengan JST Backpropagation dan analisis statistik. 5.2 Saran Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan untuk identifikasi dan klasifikasi jenis ikan air tawar perlu dilakukan uji coba terhadap jenis ikan lain, untuk melihat sejauh mana model JST dari hasil penelitian ini dapat melihat variasi dalam identifikasi dan klasifikasi jenis ikan air tawar di Indonesia.

67 DAFTAR PUSTAKA Adetiba E, Ekeh JC, Matthews VO, Daramola SA, Eleanya MEU Estimating An Optimal Backpropagation Algorithm for Training An ANN with the EGFR Exon 19 nucleotide Sequence: An Electronic Diagnostic Basis for Non Small Cell Lung Cancer(NSCLC). JETEAS. 2 (1): (ISSN: ) Basheer IA, Hajmeer M Artificial neural networks: fundamentals, computing, design, and application. J Microbiol Methods. 43:3 31. Charef A, Ohshimo S, Aoki I, Absi NA Classification Of Fish Schools Based On Evaluation Of Acoustic Descriptor Characteristics. Fisheries Science. 76:1-11. Demuth H, Beale M Neural Network Toolbox for Use with MATLAB, User s Guide Ver Boston. MathWorks Inc. 515 pp. Diner N, Weill A, Coail JY, and Coudevil JM "Ines-Movies": A New Acoustic Data Acquisition and Processing System. ICES Journal of Marine Science, 45: Fauziyah Identifikasi, Klasifikasi dan Analisis Struktur Spesies Kawanan Ikan Pelagis berdasarkan Metode Deskriptor Akustik. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 178 hal. Frouzova JK, Kubecka J, Mrkvicka T Differences In Acoustic Target Strength Pattern Between Fish With One And Two Chambered Swimbladder During Rotation In The Horizontal Plane. Fisheries Research. 109: Georgakarakos S, Paterakis OA "School": A Software for Fish School Identification. ICES Journal of Marine Science, 8: Haralabous J, Georgakarakos S Artificial Neural Networks as a Tool for Species Identification of Fish School. ICES Journal of Marine Science, 53: Jaya I, Sriyasa W Fish School Identification in the Bali Straits Using Acoustic Descriptors and Artificial Neural Networks Techniques. IReSES Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. Vol. 1(4): Jech JM, Michaels WL A Multifrequency Method to Classify and Evaluate Fisheries Acoustics Data. Can J Fish Aquat Sci. 63: Kartamihardja ES, Purnomo K, Tjahjo DWH, Umar C, Sunarno MTD dan. Koeshendrajana S Petunjuk Teknis Pemulihan Sumberdaya Ikan di Perairan Umum Daratan Indonesia. Jakarta. Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP. Lawrence, Introduction to Neural Networks and Expert System. California Scientific Software. 264 pp. Muhiddin AM, Permodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Akustik. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 165 hal.

68 49 Reid D, Scalabrin C, Petitgas P, Masse J, Auckland R, Carrera P, and Georgakarakos S Standard protocol for the analysis of school based data from echosounder surveys. Fisheries Research, 47: Robotham A, Bosch P, Estrada JCG, Castilla J, Calvo IP Acoustic Identification of small pelagic fish species in Chile using support vector machines and neural networks. Fisheries Research. 102: Umar C, Kartamihardja ES Keanekaragaman Jenis Ikan dan Produksi Tangkapan di Perairan Waduk Ir. H Djuanda Jatiluhur. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur Agustus Santoso S Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta. Penerbit Elex Media Komputindo. 342 hal. Siang JJ Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta. Penerbit Andi. 308 hal. Simmonds EJ, MacLennan DN Fisheries Acoustic : Theory and Practice 2 nd ed. London. Blackwell Science Ltd. 437 p. Wijopriono, Natsir M, Slotte A and Priatna A Spatial Distribution and Shoaling Behaviour of Fishery Resources in the waters off western coast of Aceh : preliminary results from the post tsunami expedition IFRJ Indonesian Fisheries Research Journal. 12 : Wudianto Analisis sebaran dan kelimpahan ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker,1853) di perairan Selat Bali; kaitannya dengan optimasi penangkapan. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 221 hal.

69 50 Lampiran 1. Pengukuran Morfometrik Ikan Ikan Mas (Cyprinus carpio) No TL FL DL DL 1 W 1 26,30 21,50 6,90 4, ,10 25,50 6,90 4, ,20 23,20 7,70 4, ,70 27,00 7,80 4, ,00 31,00 9,70 5, Ikan Nila (Oreochromis niloticus) No TL FL DL DL 1 W 1 23,50 20,00 8,50 3, ,50 21,50 8,80 3, ,00 21,80 9,80 4, ,50 27,40 11,80 5, ,50 31,50 11,90 4, Ikan Patin (Pangasius pangasius) No TL FL DL DL 1 W 1 31,50 27,00 6,40 2, ,00 30,10 6,30 3, ,20 29,00 5,70 3, ,20 30,00 6,90 2, ,00 37,00 8,60 4, Keterangan : TL = Total Length (cm) FL = Fork Length (cm) DL = Dorsal Length bag. tengah (cm) DL 1 = Dorsal Length bag. atas (cm) W = Bobot Ikan (gram)

70 51 Lampiran 2. Echogram ikan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan Patin (Pangasius hypothalmus)

71 52 Lampiran 3. Pengukuran Kualitas Air 1. Derajat Keasaman (ph) Depth WIB WIB WIB WIB WIB WIB 0 7,62 7,65 7,65 7,63 7,58 7,56 1 7,72 7,67 7,64 7,64 7,64 7,50 2 7,37 7,51 7,56 7,54 7,54 7,53 3 8,09 8,14 8,02 7,94 7,84 7,68 4 7,93 8,03 8,09 8,13 8,09 8,04 5 8,10 8,14 8,14 8,18 7,97 7,90 2. Oksigen terlarut (mg/l) Depth WIB WIB WIB WIB WIB WIB 0 5,38 5,31 5,37 5,32 5,35 5,31 1 5,10 5,16 5,02 5,10 5,03 4,91 2 6,10 5,90 5,75 5,72 5,66 5,61 3 6,07 5,76 5,63 5,54 5,34 5,35 4 5,71 5,68 5,66 5,48 5,42 5,21 5 5,62 5,76 5,77 5,36 5,30 5,02 3. Suhu ( o C) Depth WIB WIB WIB WIB WIB WIB 0 27,60 27,10 27,10 27,10 27,00 26, ,10 26,80 26,80 26,60 26,30 26, ,60 27,30 27,10 27,00 27,10 26, ,20 28,60 28,20 28,00 27,90 27, ,20 27,80 27,50 27,50 27,30 27, ,90 27,60 27,50 27,50 27,20 27,30

72 53 Lampiran 4. Citra X-Ray Ikan a. Citra X Ray ikan Mas lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan) b. Citra X Ray ikan Nila lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan) c. Citra X Ray ikan Patin lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi

Lebih terperinci

Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia

Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia II TINJUAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated neural

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

2. TINJUAUAN PUSTAKA

2. TINJUAUAN PUSTAKA 2. TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air. Data hidroakustik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan data akustik ikan Data akustik yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis ikan yaitu ikan mas, nila dan patin masing-masing sebanyak 5 ekor. Pengambilan

Lebih terperinci

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1 3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MUHAMMAD FAHRUL RIZA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

Analisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia

Analisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA (JITIKA) Vol.11, No.1, Februari 2017 ISSN: 0852-730X Analisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia Muhammad Ulinnuha

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi 25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN NEURAL NETWORK PERCEPTRON PADA PENGENALAN POLA KARAKTER

PEMANFAATAN NEURAL NETWORK PERCEPTRON PADA PENGENALAN POLA KARAKTER PEMANFAATAN NEURAL NETWORK PERCEPTRON PADA PENGENALAN POLA KARAKTER Fakultas Teknologi Informasi Universitas Merdeka Malang Abstract: Various methods on artificial neural network has been applied to identify

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA A. Pendahuluan Keluarga cichlidae terdiri dari 600 jenis, salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis sp). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat popouler

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK AMIR HAMZAH MUHIDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) 1. Klasifikasi Menurut Muktiani (2011 : hal 4), Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Galih Probo Kusuma, Dr Melania Suweni Muntini, MT Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) Klasifikasi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), menurut Trewavas (1983) dalam Suyanto (2005) sebagai berikut:

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci