TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho
|
|
- Fanny Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem Peradilan di Indonesia" merupakan pembicaraan tentang penjelasan atau keterangan konstitusional mengenai Sistem Peradilan di Indonesia. Persoalannya adalah siapa yang berwenang memberi penjelasan dan di mana atau dalam bentuk apa penjelasan tersebut dapat ditemukan. Karen a tafsir merupakan hasil dari penafsiran, maka kedudukan atau status dari pihak yang melakukan penafsiran tentu akan berpengaruh terhadap hasilnya. Pihak yang melakukan penafsiran tentunya adalah mereka yang mempunyai otoritas, sehingga penjelasan yang diberikan dapat dijadikan pedoman atau pegangan sesuai dengan kebutuhan. Otoritas dari pihak yang memberikan penjelasan/tafsir dapat didasarkan pada kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan hukum maupun atas dasar kriteria lain. Perbedaan kedudukan/statusdari pihakyang memberi penjelasan, akan berpengaruh terhadap penjelasan yang diberikan. Pihak yang secara formal menurut hukum diberi kewenangan untuk melakukan penafsiran, penjelasan/tafsir yang dihasilkan memiliki kekuatan hukum jika dibuat sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. *Makalah ini disampaikan dalam Diskusi Panel Pembangunan Hukum Arah Pengembangan Sistem Peradilan Indonesia. diselenggarakan oleh BPHN Departemen Hukum dan HAM Rl bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. pada tanggal24-27 April 2007 di Yogyakarta 193
2 Siapakah yang berwenang melakukan tafsir konstitusi terhadap sistem peradilan di Indonesia? Konstitusi atau undang-undang dasar sebagai hukum tertinggi negara (the highest law of the land) tentu tidak mungkin memuat norma hukum sampai detail dan lengkap. Pengaturan penyelenggaraan kehidupan bernegara melalui organ-organ negara dan pengaturan tentang haklkewajiban serta perlindungan warga negara (yang merupakan bagian utama dalam konstitusi) memerlukan pengaturan lebih lanjut. Pengaturan berbagai hal yang diperintakan dalam undang-undang dasar dalam bentuk peraturan hukum yang tingkatnya lebih rendah dikenal dengan sebutan undang-undang organik. Lembaga legislatif sebagai lembaga pembuat undang-undang, adalah lembaga yang melakukan penafsiran konstitusi dengan produk yang berupa undang-undang. Jika undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif tersebut dibuat mengikuti tata cara yang telah ditentukan dan tidak bertentangan dengan konstitusi maka undangundang tersebut mempunyai kekuatan berlaku secara yuridis. Selanjutnya, bagaimana untuk mengetahui tafsir konstitusi terhadap sistem peradilan di Indonesia? Konstitusi atau undangundang dasar tidak membuat tafsir, karena bukan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum. Sebagai hukum dasar, konstitusi justru berisi norma-norma hukum yang memerlukan perumusan lebih lanjut. Perumusan norma lanjutan dalam bentuk undang-undang pada hakikatnya merupakan penafsiran. Berbeda dengan penafsiran yang dilakukan oleh lembaga peradilan, penafsiran yang dilakukan oleh lembaga pembentuk undang-undang lebih berbobot politik. Hal terse but tidak dapat dihindarkan mengingat bahwa lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga politik yang terdiri dari wakil-wakil rakyat 194
3 yang dipilih melalui mekanisme politik. Dengan demikian tidaklah keliru pendapat yang mengatakan bahwa hukum adalah hasil dari proses politik (law is a product of political process) dan bukan datang dari langit. Proses politik yang berlangsung di lembaga perwakilan dalam pembuatan undang-undang pada umumnya ditentukan oleh besar kecilnya jumlah suara anggota yang mendukung dan yang menentang. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai empat kewenangan, yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; (3) memutus pembubaran partai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Kewengan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar pada hakikatnya adalah kewenangan untuk menafsirkan. Berdasarkan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang Dasar, maka Mahkamah Konsitusi diposisikan sebagai the sole interpreter of the constitution. Hal tersebut cukup mempunyai alasan yang kuat karena penafsiran Mahkamah Konstitusi melalui putusan yang dibuat bersifat final and binding. Dengan demikian, bentuk tafsir konstitusi terhadap sistem peradilan di Indonesia dapat berupa undang-undang maupun putusan Mahkamah Konstitusi. 195
4 Meskipun kedua lembaga tersebut merupakan lembaga 'penafsir konstitusi ", karen a hakikat dari dua lembaga terse but berbeda, maka juga terdapat perbedaan dalam proses penafsiran. Lembaga legislatif diberi hak inisiatif untuk membuat tafsir konstitusi yang berupa undang-undang. Sedangkan peradilan (Mahkamah Konstitusi) tidak dapat mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan penafsiran. Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan bersifat menunggu pihak-pihak yang mengajukan perkara untuk diperiksa dan diputus. Para pihak yang mengajukan permohonan itupun haruslah pihak yang mempunyai legal standing, yakni pihak-pihak yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan oleh undang-undang. Keberadaan berikut kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi merupakan akibat dari perubahan paradigma Undang Undang Dasar 1945 yang tidak lagi menganut sistem pembagian kekuasaan tetapi pemisahan kekuasaan dengan menerapkan prinsip checks and balances. Masing-masing organ negara dalam kedudukan yang sederajat satu dengan yang lain. Sebelum UUD 1945 diubah, paradigma yang dipakai adalah "supremacy of parliament" dengan menempatkankan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara dan diberi wewenang untuk menjalankan kedaulatan rakyat. (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum diubah). Melalui Perubahan Ketiga, kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945). Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum merupakan pasangang dari penerapan asas kedaulatan rakyat (demokrasi), sehingga pelaksanaan kedaulatan rakyat akan dikontrol oleh norma-norma hukum (nomokrasi). 196
5 Prinsip kedaulatan rakyat menghendaki keterbukaan (tranparancy) dan tanggung jawab (accountability). Sedangkan prinsip negara hukum menghendaki semua bentuk tindakan dan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan negara harus didasarkan atas hukum. Dua prinsip penyelenggaraan pemerintahan negara harus tercermin dalam penataan sistem peradilan kita. Kehadiran sebuah komisi yang bersifat mandiri dan diberi wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim merupakan (Pasai24B ayat (1) UUD 1945) merupakan paradigma baru untuk membangun sistem peradilan di Indonesia. Di luar lembaga legislatif dan peradilan, seseorang sebagai pribadi dapat melakukan penafsiran sesuai dengan pemahamannya. Namun demikian penafsiran jenis ini tidak mempunyai kekuatan hukum. Penafsiran secara individual baru berpengaruh jika dilakukan oleh seorang ahli di bidangnya dan yang kemudian pendapatnya diakui sebagai doktrin atau ajaran hukum. Konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Sedangkan yang dimaksud dengan UUD 1945 adalah UUD 1945 yang telah diubah melalui Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga dan Perubahan Keempat. Menurut Pasal II Aturan Tambahan, dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal saja. Artinya, UUD 1945 setelah perubahan tidak lagi menyertakan penjelasan seperti yang pernah ada sebelumnya. Selain 197
6 itu, kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam kondisi normal hanya menyangkut tiga hal saja, yakni (1) mengubah danmenetapkan Undang-Undang Dasar; (2) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan (3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi berdasarkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. 8agaimana tafsir konstitusi terhadap sistem peradilan di Indonesia dilakukan? Tafsir konstitusi terhadap sistem peradilan harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang Undang Dasar Ketentuan yang mengatur tentang sistem peradilan di Indonesia dirumuskan dalam 8A8 IX Undang-Undang Dasar 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman. 8A8 IX terdiri atas Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 248, Pasal 24C dan Pasal 25. Mengingat bahwa UUD 1945 tidak memiliki penjelasan, maka kita harus melihat pada ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasalnya. UUD 1945 tidak menyebutkan tentang sistem peradilan. 8A8 IX yang terdiri atas Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 248, Pasal 24C dan Pasal 25 mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman dan tidak secara eksplisit mengatur tentang sistem peradilan di Indonesia. Kata peradilan hanya disebut dalam Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi: 'Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, Pasal 248 menyebutkan sebuah Komisi Yudisial yang bersifat mandiri dan mempunyai wewenang untuk mengusulkan 198
7 pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim bukan merupakan wewenang kekuasaan kehakiman. Ketentuan yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman pasca perubahan undang-undang dasar telah mengalami perubahan. Sebelum perubahan, ketentuan kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 hanya terdiri dua pasal, yakni Pasal 24 dan 25. Pasal 24 UUD 1945 sebelum diubah berbunyi: 'Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang". Rumusan Pasal 24 sebelum diubah berbeda sekali dengan rumusan setelah perubahan. Sebelum perubahan, sistem peradilan atau kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman. Setelah perubahan kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, tetapi juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat (2)). Meskipun sama-sama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan fungsinya terdapat perbedaan. Mahkamah Agung melaksanakan peradilan untuk menegakkan undang-undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi melaksanakan peradilan untuk menegakkan konstitusi. Karena mempunyai fungsi untuk menegakkan konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi disebut sebagai the guardian of the constitution. Di samping itu, dalam Pasal 24 ayat (2) secara eksplisit disebutkan badan-badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah 199
8 Agung yang meliputi lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Artinya, bahwa pelaku kekuasaan kehakiman diluar Mahkamah Konstitusi berpuncak pada dan berada di bawah Mahkamah Agung. Dengan demikian Mahkamah Agung merupakan peradilan tertinggi yang membawahi empat lingkungan peradilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (2) UU No.4 Tahun Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa pelaku kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Bagaimana kedudukan badan atau lembaga lain yang melakukan fungsi peradilan? Apakah hal itu bertentangan dengan konstitusi? Kalau dianggap bertentangan, bagaimana kekuatan dari putusan dari badanbadan atau lembaga-lembaga tersebut? Untuk perihal ini Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan melalui pengujian undang-undang. Perubahan pasal-pasal yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman melalui Perubahan Ketiga, merupakan bagian dari perubahan paradigma UUD Kemandirian kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan peradilan dijamin oleh konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi: 'Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna rnenegakkan hukum dan keadilan ". 200
9 Bagaimanakah mekanisme kontrol terhadap pelaku kekuasaan kehakiman yang bersifat merdeka dilakukan? Hakim sebagai pelaku utama dalam sistem peradilan memiliki kebebasan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan ke pengadilan. Campur tangan dari pihak manapun terhadap perkara yang diperiksa, diad iii dan diputus oleh hakirn tidak dapat dibenarkan. Hakim dalam menjalankan tugasnya tidak bertanggungjawab kepada lembaga lain. Tanggung jawab hakim merupakan tanggungjawab profesi yang tidak tunduk pada lembaga lain. Undang-undang tidak menyebutkan kepada siapa hakim atau peradilan harus bertanggungjawab. Undang-undang hanya menyebutkan bahwa peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Selanjutnya undangundang menyatakan bahwa peradilan dilakukan 'OEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (Pasal 1, Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 48 ayat (1) dan (2) UU No. 24 Tahun 2003). Mengingat hakim/peradilan mempunyai kedudukan yang merdeka dalam melaksanakan fungsinya, maka transparansi dalam menjalani fungsi peradilan merupakan hal yang sangat amat penting. Sidang peradilan harus terbuka untuk umum, kecuali ditentukan lain. Prinsip terbuka untuk umum dalam persidangan masih harus diikuti oleh terbukanya akses bagi publik untuk memperoleh putusan pengadilan secara mudah, cepat dan biaya ringan. Kecepatan dan kemudahan untuk segera dapat mengetahui putusan pengadilan merupakan suatu kebutuhan dan sekaligus tantangan dalam rangka menciptakan sistem peradilan di lndonseia. Sesuai dengan paradigma baru yang didasarkan pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas (kedaulatan 201
10 rakyat/demokrasi dan negara hukum), maka bentuk pertanggungan jawab lembaga peradilan dapat diwujudkan dalam bentuk penyampaian putusan secara cepat, mudah dan biaya ringan. Dalam rangka untuk melaksanakan prinsip checks and balances dalam sistem pemisahan kekuasaan, Mahkamah Konstitusi diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap undang-undang. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pengujian undangundang merupkan proses penafsiran. Mahkamah Konstitusi akan menguji apakah suatu undang-undang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden itu sesuai atau tidak dengan konstitusi (UUD 1945). Konstitusionalitas undang-undang yang diperiksa Mahkamah Konstitusi diputuskan dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan tafsir konstitusi yang bersifat mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi yang diambil dalam sidang pleno hakim konstitusi merupakan pendapat Mahkamah Konstitusi yang berkekuatan hukum. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi adalah final and binding dan tidak perlu ada lembaga khusus untuk melaksanakan putusan (eksekusi) karena semua pihak wajib melaksanakan putusan. Putusan mengikat sejak dibacakan dalam sidang pleno hakim konstitusi yang terbuka untuk umum. Dengan demikian, tidak ada pendapat Mahkamah Konstitusi yang disampaikan di luar persidangan dalam bentuk selain Putusan. Sejalan dengan itu, maka tidak pernah ada fatwa yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, yang perlu untuk diperhatikan adalah bagaimana penafsiran dilakukan Apakah suatu penafsiran konstitusi itu harus dilakukan berdasarkan prinsip "original intent", tekstual ataukah yang 202
11 bersifat kontekstual, sepenuhnya tergantung dari hakim yangjumlahnya sembilan orang. Pembicaraan tentang penafsirkan konstitusi apakah harus mengikuti original intent atau tidak, pernah menjadi perdebatan yang hangat di Amerika Serikat. Perdebatan dipicu ketika Attome General Edwin Meese Ill berbicara di depan Amarican Bar Association pada tahun Dalam pidatonya, dia memberikan dukungan terhadap 'a jurisprudence of original intention". Dia berpendapat bahwa: "The original meaning of constitutional provisions and statutes provided the only reliable guide for judment". Tiga bulan setelah itu Jutice William J. Brennen menyatakan ketidaksetujuannya atas pemikiran dari Meesee dan para pendukungnya. Dia menyatakan bahwa penafsiran yang didasarkan pada original intent tidak praktis dan tidak memadai (impractical and inadequate) dan untuk mengetahui secara Pasali tentang original intent bukan hal yang mudah. Bagaimana para hakim Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran konstitusional dalam perkara pengujian undang-undang tentunya terpulang dari orientasi para hakim yang berjumlah sembilan orang itu. Jika para hakim berpikiran "conservative"tentu sependapat dengan Meesee, namun jika berpikiran sedikit 'tiberal "dan mendukung judicial activism" mungkin akan sependapat dengan Jutice William J. Brennen. Menjelang usia empat tahun, Mahkamah Konstitusi telah memeriksa, mengadili dan memutus benyak perkara pengujian undang-undang. Sebagian dari perkara pengujian undang-undang yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi merupakan undang-undang yang terkait dengan penyelenggaraan sistem peradilan di Indonesia. 203
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciPERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciHubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI
Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciKuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciKEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciLEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia
LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciKEKUA U SAAN N KEHAKIMAN
KEKUASAAN KEHAKIMAN SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUUXIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka I. PEMOHON 1. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) (Pemohon I)
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2
PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciFaridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan
TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciSIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam suatu negara harus memiliki hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya agar negara yang dipimpin dapat berjalan dengan baik.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut
Lebih terperinci2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial
Lebih terperinciPOLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)
A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi
Lebih terperinciAnalisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciI. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.
Lebih terperincikeberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara
Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinci-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciPERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan
PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
Lebih terperinciPemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida
Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Kuasa Hukum Zenuri Makhrodji, SH, DR. (can) Saiful Anam,
Lebih terperinciKUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 22/PUU-XIII/2015 Pertimbangan DPR Dalam Rangka Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Berkaitan Dengan Hak Prerogatif Presiden I. PEMOHON 1. Prof. Denny Indrayana,
Lebih terperinciARTIKEL 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
Artikel I. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2004 Kekuasaan ARTIKEL 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,
Lebih terperinciPUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan
Lebih terperinci