KARAKTERISTIK TANAH SAWAH DAN PENGELOLAANNYA DI KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK TANAH SAWAH DAN PENGELOLAANNYA DI KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK TANAH SAWAH DAN PENGELOLAANNYA DI KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto ABSTRAK Kabupaten Merauke, merupakan kabupaten paling timur Indonesia dengan luas wilayah + 4,397,900 ha, yang terbagi menjadi 11 Distrik (Anonymous, 2006). Kawasan yang sangat luas tersebut menyimpan potensi yang bisa diandalkan untuk pengembangan pertanian baik tanaman pangan maupun komoditas perkebunan. Menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan pangan, Kabupaten Merauke akan menjadi salah satu tumpuan bagi kabupaten lain di Papua maupun wilayah Indonesia umumnya dalam penyediaan pangan. Untuk itu, penelitian sumberdaya tanah sawah sangat diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional. Hasil dari penelitian ini: (1) Tekstur tanah subgroup Vertic Endoaquept liat berat, liat, dan liat berdebu; (2) Tekstur tanah subgroup Aeric Endoaquept liat berdebu dan lempung; (3) Tanah subgroup Typic Endoaquept liat, liat berdebu, dan lempung berdebu; (4) Tanah subgroup Typic Plinthaquult liat berdebu dan lempung berdebu; (5) Kandungan C-organik dari semua subgroup rendah sampai sedang, dan kompos jerami sisa panen dan jika pupuk kandang tersedia maka keduanya sebaiknya diberikan untuk mempertahankan C-organik pada tingkat 2%; (6) Reaksi tanah dari semua group umumnya masam, namun tidak harus diberi kapur kecuali pada contoh tanah CT-5 yang mempunyai KTK terendah (6,43 cmol (+) kg -1 ), kejenuhan Ca terendah (4%), dan kejenuhan Al tertinggi (36%) dari contoh tanah lainnya (CT-33 dan CT-4); (7) Nisbah Ca/K dan Mg/K dapat dijadikan penduga untuk menentukan rekomendasi pupuk KCl, dimana pada umumnya takaran pupuk KCl yang direkomendasikan berkisar kg/ha. Status P potensial di semua subgroup tanah nilai rendah, sehingga takaran pupuk P yang direkomendasikan adalah 100 kg SP-36/ha. PENDAHULUAN Sampai dengan tahun 2004 data dan informasi sumberdaya lahan untuk mendukung pembangunan pertanian pada skala tinjau (1: ) baru mencapai 54% dari wilayah daratan Indonesia, dengan penyebaran lebih banyak terkonsentrasi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan secara parsial di sebagian wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Seperti wilayah Papua lainnya, data dan informasi sumberdaya lahan/ potensi lahan Kabupaten Merauke sangat minim, apalagi pada skala operasional yang berguna sebagai dasar untuk perencanaan pengembangan pertanian 281

2 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto tingkat regional (kabupaten). Kalaupun ada data/informasi tersebut keberadaannya tersebar di berbagai instansi/swasta dan belum terbasis datakan (data base) secara baik. Dengan demikian konstribusi data/informasi sumberdaya lahan tersebut untuk perencanaan belum optimal. Di lain pihak kawasan yang sangat luas dari Kabupaten Merauke menyimpan potensi yang bisa diandalkan untuk pengembangan pertanian baik tanaman pangan maupun komoditas perkebunan. Menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan pangan, Kabupaten Merauke akan menjadi salah satu tumpuan bagi kabupaten lain di Papua maupun wilayah Indonesia umumnya dalam penyediaan pangan. Sejak tahun 2000 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua, telah menyusun peta Zona Agro Ekologi (ZAE) pada skala 1: di seluruh Propinsi Papua. ZAE merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai kesamaan/keseragaman karakteristik sumberdaya lahan (biofisik). Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya tanah, seperti: lereng, topografi, litologi, drainase dan sumberdaya iklim (tipe curah hujan, kelembaban udara, dan radiasi matahari). Dengan demikian setiap zona mempunyai kesamaan dalam kelompok komoditas yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Masing-masing zona agro ekologi mempunyai karakteristik yang berbeda, salah satu perbedaan yang dapat langsung diamati adalah penampilan kegiatan pertanian serta jumlah dan jenis komoditas yang dihasilkan (Kepas, 1989). ZAE yang telah tersusun pada skala 1: tersebut dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi, sedangkan data/informasi sumberdaya lahan skala 1: belum dibuat. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun anggaran 2004 Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke bekerja sama dengan BPTP Papua untuk melakukan kegiatan penyusunan pewilayahan komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Kabupaten Merauke, merupakan kabupaten paling timur Indonesia dengan luas wilayah + 4,397,900 ha, yang terbagi menjadi 11 Distrik (Anonymous, 2006). Kawasan yang sangat luas tersebut menyimpan potensi yang bisa diandalkan untuk pengembangan pertanian baik tanaman pangan maupun komoditas perkebunan. Menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan pangan, Kabupaten Merauke akan menjadi salah satu tumpuan bagi kabupaten lain di Papua maupun wilayah Indonesia umumnya dalam penyediaan pangan. 282

3 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya Penelitian sumberdaya tanah sawah sangat diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan nasional harus dipertahankan, dimana salah satu sentra produksi padi di Provinsi Papua adalah Kabupaten Merauke sangat berpotensi sebagai wilayah pensuplai beras, sehingga pengelolaannya harus dilakukan didasarkan pada pertimbangan karakateristik tanah sawahnya dalam hubungan untuk rekomendasi pemupukkannya. Tujuan dari peneliti ini adalah mempelajari karakteristik tanah sawah di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua dan pengelolaannya untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Lahan sawah yang diteliti sebanyak 14 pedon yang terbesar di Distrik Tanah Miring, Jagebog, Semangga, dan Kurik yang merupakan sentral produksi padi di Merauke. Ke-14 pedon tersebut tersebar di landform teras marin, rawa belakang, dan dataran estuasin sepanjang pantai dengan bahan aluvium dan tanahnya diklasifikasikan kedalam Vertik Endoaquepts (3 pedon), Aeric Endoaquepts (2 pedon), Typic Endoaquepts (6 pedon), dan Typic Plintaquults (3 pedon). Pada setiap subgroup dibuat profil dimana subgroup Vertic Endoaquepts terdiri 3 profil (CT/11, SM/5, SM/1), Aeric Endoaquepts 2 profil (CT/7 dan SM/23), Typic Endoaquepts 6 profil (CT/18, CT/14, SM/4, SM/6, SM/7, SM/19), Typic Plinthaquults 3 profil (CT/5, CT/33, CT/4). BAHAN DAN METODE Ada tiga kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini, masing-masing adalah: Pengamatan tanah Peta hasil interpretasi satuan lahan skala 1: digunakan sebagai peta kerja di lapangan. Pengecekan batas delineasi satuan lahan hasil interpretasi dilakukan sekaligus dengan pengamatan tanah dan lingkungan. Pengamatan tanah di lapangan mengikuti metode transek dengan memperhatikan hubungan antara tanah dan landscape (Steers dan Hajek, 1978; White, 1966). Intensitas pengamatan tergantung dari heterogenitas terrain/landform, toposekuen, litosekuen. Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui pemboran, minipit, dan pembuatan profil yang mengacu pada Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff, 1993) dan Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Parameter sifat-sifat tanah yang diamati di 283

4 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto lapangan antara lain: kedalaman tanah (sampai bahan induk atau lapisan kedap), tekstur, drainase, reaksi tanah/ph, keadaan batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah. Sedangkan parameter fisik lingkungan yang diamati antara lain: landform, bahan induk, relief/lereng, penggunaan lahan dan pengelolaannya, gejala-gejala erosi. Hasil pengamatan lapangan disimpan dalam basis data Site and Horizon Description. Perubahan batas delineasi satuan lahan dan diskripsi karakteristik tanah dan lingkungan dilakukan di lapangan. Pengambilan contoh tanah Contoh tanah diambil dari profil tanah atau minipit. Contoh tanah profil diambil di seluruh horison tanah untuk mendukung klasifikasi tanah, sedangkan contoh minipit diambil sampai kedalaman + 60 cm (mengikuti horisonisasi, dapat terdiri dari 2-3 contoh) untuk mendukung sifat kesuburan tanah yang mewakili satu jenis tanah di dalam satuan lahan. Apabila satuan lahan mempunyai penyebaran luas, contoh tanah dapat diambil lebih dari satu titik dan distribusi contoh tanah harus merata seluruh areal penelitian. Contoh tanah dianalisis di laboratorium Puslitbangtanak Bogor mengikuti metode yang tercantum dalam Soil Survey Investigation Report No. 1 (Soil Survey Lab. Staff, 1991), dan penuntun analisa tanah (Sulaeman et al., 2005). Data hasil analisis tanah digunakan untuk reklasifikasi, evaluasi tingkat kesuburan, dan evaluasi lahan. Penyusunan satuan evaluasi lahan Pada wilayah yang telah terdapat peta dan data tanahnya dilakukan kompilasi dan penyesuaian dengan satuan lahan yang sedang disusun. Peta satuan evaluasi lahan dan legendanya sudah tersusun dan diselesaikan di lapangan. Delineasi satuan evaluasi lahan relatif tetap, hanya klasifikasi tanah yang menunggu hasil analisis contoh tanah. Komponen satuan evaluasi lahan terdiri dari: landform, relief dan lereng, bahan induk, penggunaan lahan, fase, tanah (klasifikasi subgrup; proporsi; karateristik yang menyajikan kelas kedalaman, drainase, tekstur, dan ph). Lahan sawah yang diteliti sebanyak 14 pedon yang terbesar di Distrik Tanah Miring, Jagebog, Semangga, dan Kurik yang merupakan sentral produksi padi di Merauke. Ke-14 pedon tersebut tersebar di landform teras marin, rawa belakang, dan dataran estuasin sepanjang pantai dengan bahan aluvium dan tanahnya diklasifikasikan kedalam Vertik Endoaquepts (3 pedon), Aeric 284

5 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya Endoaquepts (2 pedon), Typic Endoaquepts (6 pedon), dan Typic Plintaquults (3 pedon). Pada setiap subgroup dibuat profil dimana subgroup Vertic Endoaquepts terdiri 3 profil (CT/11, SM/5, SM/1), Aeric Endoaquepts 2 profil (CT/7 dan SM/23), Typic Endoaquepts 6 profil (CT/18, CT/14, SM/4, SM/6, SM/7, SM/19), Typic Plinthaquults 3 profil (CT/5, CT/33, CT/4). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah lapisan tanah atas dari tanah sawah di Kabupaten Merauke disajikan pada Tabel Karakteristik Vertic Endoaquepts a. Tekstur tanah dan C organik tanah Tekstur tanah sawah pada subgroup Vertic Endoaquept contoh CT 11 liat berat, contoh SM-5 liat, contoh SM-1 liat berdebu. Kandungan C-organik tanah sawah pada subgroup Vertic Endoaquept contoh CT 11 (2.10% C), contoh SM-5 (2,82% C), contoh SM-1 (1,54% % C) dinilai sedang. Kandungan C-organik tanah sebaiknya dipertahankan minimal 2,00 % dengan cara secara konsisten mengembalikan kompos jerami padi hasil padi atau pupuk kandang jika di lokasi petani memelihara ternak. b. Reaksi tanah (ph) dan kation-kation dapat ditukar Reaksi tanah (ph) pada subgroup Vertic Endoaquept contoh CT 11, SM-5, dan SM-1 masing-masing: 4,60; 5.00, dan 4,50 (Tabel 1). Meskipun ph tanah sawah dinilai masam tetapi ph tanah tidak harus dinaikkan dengan kapur, sebab penggenangan pada tanah tersebut dapat meningkatkan ph tanah yang dikenal dengan self-liming effect. Teknologi kapur hanya digunakan, jika tanaman padi ditanam pada tanah sawah mineral masam dengan ph 3,00 yang mengandung Ca < 1 cmol Ca (+) kg -1 atau kejenuhan Ca < 25%, dan % kejenuhan Al 60%, sebab jika tidak dikapur maka tanaman dapat kahat Ca dan keracunan Al. Kalsium dapat ditukar (Ca-dd) dari contoh tanah tersebut > 2 cmol Ca (+) kg -1 dan kejenuhan Ca-nya 40 51% tidak mengakibatkan kahat Ca, dan kejenuhan Al < 1 2% tidak mengakibatkan keracunan Al. 285

6 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah lapisan tanah atas dari tanah sawah pada berbagai subgroup tanah di Kabupaten Merauke Subgroup Kode Pasir (%) Vertic Endoaquept Debu Liat PH C-org P K P Caddd Mg-dd K-dd Na- KTK Al-dd H-dd (%) (%) (H 2 O) (%) pot* pot# av** CT ,60 2, ,01 12,12 0,92 0,92 29,93 0,66 0,34 SM ,00 2, ,40 15,18 0,44 3,97 6,43 0,01 0,06 SM ,50 1, ,13 7,93 0,29 0,67 25,65 0,31 0,19 CT ,80 0, ,90 5,78 0,15 1,22 23,91 0,01 0,19 Aeric Endoaquept SM ,60 2, ,41 0,69 0,07 0,06 6,78 0,51 0,29 CT ,90 2, ,76 10,61 0,18 2,18 32,00 0,34 0,28 Typic Endoaquept CT ,30 2, ,96 6,52 0,31 1,35 19,42 1,40 0,42 SM ,60 1, ** 18,86 5,64 0,29 0,24 17,17 0,00 0,04 SM ,30 2, ,03 10,73 0,84 0,79 31,13 1,42 0,47 SM ,20 1, ** 12,82 9,51 0,30 2,71 27,97 0,00 0,02 Typic Plinthaquults SM ,20 1, ,18 0,01 0,07 0,00 4,69 1,19 0,25 CT ,20 0, ,23 0,07 0,01 0,01 6,43 2,33 0,40 CT ,70 2, ,31 1,18 0,07 0,12 13,46 1,27 0,40 CT ,40 2, ,82 3,07 0,14 0,66 14,95 3,54 0,37 Keterangan * = P 2 O 5 -HCl 25% (mg/100 g); ** = P tersedia dengan pelarut Bray 1 (ppm P 2 O 5 ); *** = P tersedia dengan pelarut Olsen; # = K 2 O-HCl 25% (mg/100 g) 286

7 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya Nisbah kation-kation dapat ditukar dapat dijadikan indikator tingkat kesuburan tanah. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K yang ideal untuk pertumbuhan tanaman yang optimal masing-masing adalah 13 ½ /1, 6 ½ /1, dan 2/1 (Westerman, 1990; Mengel dan Kirby, 1978). Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Vertic Endoaquept disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Vertic Endoaquept No. Contoh Ca/K Ca/Mg Mg/K CT-11 SM-5 SM-1 13/1 51/1 45/1 0,99/1 1,50/1 1,66/1 13/1 35/1 27/1 Nisbah Ca/K contoh CT-11 hampir sama dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk K tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,99 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-5 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk K hanya sedikit diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,44 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak jauh berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk K hanya sedikit diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,29 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak jauh berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-11 0,99/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 12,12 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh SM-5 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 15,18 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh SM-1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 2), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 7,93 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,60 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. 287

8 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto Nisbah Mg/K contoh CT-11 adalah 13/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 2), namun pupuk K tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,92 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-5 adalah 35/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (tabel 2), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,44 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) meskipun sedikit lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-1 adalah 27/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 2), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,29 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) meskipun sedikit lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. c. Fosfat dan Kalium Fosfat potensial tanah sawah subgroup Vertic Endoaquept contoh CT-11 (13 mg P 2 O 5 /100 g), SM-5, (12 mg P 2 O 5 /100 g), SM-1 (14 mg P 2 O 5 /100 g) masing-masing dinilai rendah, sebab < dari 20 mg P 2 O 5 /100 g (Tabel 1). Demikian juga, P-Bray 1 dari contoh-contoh tanah tersebut masing-masing: 6; 5; dan 2 ppm P 2 O 5 yang dinilai rendah, sebab lebih kecil dari nilai batas kritisnya (10 ppm P 2 O 5 ), sehingga pupuk P diberikan 100 kg SP-36/ha. Kalium potensial tanah sawah subgroup Vertic Endoaquept contoh CT-11 (37 mg K 2 O)/100 g), SM-5 (28 K 2 O)/100 g), SM-1 (15 K 2 O)/100 g) sedang sampai tinggi (Tabel 1). Demikian juga, kalium dapat ditukar (K-dd) sebagai ukuran ketersediaan K contoh-contoh tanah tersebut masing-masing: 0,92; 0,44; 0,29 cmol (+) kg -1 yang dinilai sedang sampai tinggi, sebab pada dan di atas nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ), sehingga pupuk KCl di lokasi CT-11 untuk sementara tidak harus diberikan selama K-dd lebih tinggi dari nilai batas kritisnya, sedangkan pupuk KCl di lokasi SM-5 dan SM-1 dianjurkan untuk diberikan (50 KCl/ha). Namun, kompos jerami hasil panen sebaiknya dikembalikan lagi ke tanah. 2. Karakteristik Aeric Endoaquepts a. Tekstur tanah dan C organik tanah Tekstur tanah pada subgroup Aeric Endoaquept contoh CT-7 liat berdebu dan contoh SM-23 lempung. 288

9 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya Kandungan C-organik tanah sawah pada subgroup Aeric Endoaquept contoh CT-7 (0.81 %) dan contoh SM-23 (2,12 %) masing-masing dinilai rendah sampai sedang. Oleh karena itu, kandungan C-organik tanah harus dipertahankan pada nilai 2,00 %. b. Reaksi tanah (ph) dan kation-kation dapat ditukar Reaksi tanah (ph) pada subgroup Aeric Endoaquept contoh CT-7 dan contoh SM-23 masing-masing 4,80 dan 4,60. Meskipun ph tanah sawah dinilai masam tetapi ph tanah tidak harus dinaikkan dengan kapur. Kalsium dapat ditukar (Ca-dd) dari contoh tanah tersebut > 2 cmol (+) Ca kg -1 dan kejenuhan Canya 21 79% tidak mengakibatkan kahat Ca, dan kejenuhan Al < 1 8% tidak mengakibatkan keracunan Al. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Aeric Endoaquept disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Aeric Endoaquept No. Contoh Ca/K Ca/Mg Mg/K CT-7 SM /1 20/1 3/1 2/1 39/1 10/1 Nisbah Ca/K contoh CT-7 adalah 126/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 3), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,15 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-23 adalah 20/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 3), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-7 adalah 3/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 3), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 5,78 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0.50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh SM-23 adalah 2/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 3), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 0,69 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak jauh berbeda dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. 289

10 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto Nisbah Mg/K contoh CT-7 adalah 39/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 3), sehingga pupuk K harus diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,15 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-23 adalah 10/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 3), sehingga pupuk K diberikan (100 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0.30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. c. Fosfat dan Kalium Fosfat potensial tanah sawah subgroup Aeric Endoaquept contoh CT-7 dan contoh SM-23 masing-masing 5 dan 2 mg P 2 O 5 /100 g masing-masing dinilai rendah, sebab < dari 20 mg P 2 O 5 /100 g (Tabel 1). Demikian juga, P-Bray 1 dari contoh-contoh tanah tersebut masing-masing 4 ppm P 2 O 5 yang dinilai rendah, sebab lebih kecil dari nilai batas kritisnya (10 ppm P 2 O 5 ), sehingga pupuk P harus diberikan dengan takaran 100 kg SP-36/ha. Kalium potensial tanah sawah subgroup Aeric Endoaquept contoh CT-7 dan SM-23 masig-masing 10 dan 3 mg K 2 O/100 g dinilai rendah (Tabel 1). Demikian juga, kalium dapat ditukar (K-dd) sebagai ukuran ketersediaan K contoh-contoh tanah tersebut masing-masing 0,15 dan 0,07 cmol (+) kg -1 yang dinilai rendah, sebab di bawah nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ), sehingga pupuk KCl mutlak harus diberikan selama K-dd lebih rendah dari nilai batas kritisnya. Jika harga pupuk KCl mahal maka kompos jerami hasil panen harus dikembalikan lagi ke tanah. 3. Karakteristik Typic Endoaquepts a. Tekstur tanah dan C organik tanah Tekstur tanah pada subgroup Typic Endoaquept contoh CT-18 liat, contoh CT-14 lempung liat berdebu, contoh SM-4 liat berdebu, contoh SM-6 liat, contoh SM-7 liat berdebu, contoh SM19 lempung berdebu. Kandungan C-organik tanah sawah pada subgroup Typic Endoaquept contoh CT-18 (2,56% C), CT-14 (2,92% C), SM-4 (1,46% C), SM-6 (2,21% C), SM-7 (1,56% C), SM19 (1,22% C) masing-masing dinilai rendah sampai sedang (Tabel 1). Kandungan C-organik tanah harus dipertahankan pada nilai 2,00 %. 290

11 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya b. Reaksi tanah (ph) dan kation-kation dapat ditukar Reaksi tanah (ph) pada subgroup Typic Endoaquept contoh CT-18, CT-14, SM-4, SM-6, SM19 masing-masing: 4,90; 4,30; 5,60; 4,30; dan 4,20 dinilai masam, sedangkan contoh SM-7 adalah 7,20 dinilai basis (Tabel 1). Reaksi tanah contoh SM-7 disebabkan pengaruh air laut yang masuk di wilayah tersebut, hal ini ditunjukkan oleh nilai Na-dd setinggi 2,71 cmol (+) kg -1 (% kejenuhan Na terhadap KTK = 9,69%). Oleh karena itu, padi yang ditanam pada tanah sawah dengan subgroup Typic Endoaquept terutama profil SM-7 menggunakan varietas yang tahan garam, jika tidak maka dikhawatirkan terganggu karena konsentrasi Na tinggi. Bahaya keracunan Na dapat diperkecil dengan gypsum-caso 4 sebagai bahan amelioran. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Typic Endoaquept disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Typic Endoaquept No. Contoh Ca/K Ca/Mg Mg/K CT-18 CT-14 SM-4 SM-6 SM-7 SM-19 60/1 10/1 65/1 14/1 43/1 3/1 1/1 0,5/1 3/1 1/1 1,35/1 18/1 59/1 21/1 19/1 13/1 32/1 14/1 Nisbah Ca/K contoh CT-18 adalah 60/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,18 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh CT-14 adalah 10/1 tidak begitu berbeda dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk K hanya sedikit diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,31 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak jauh berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg - 1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-4 adalah 65/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk K hanya sedikit diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,29 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak jauh berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. 291

12 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto Nisbah Ca/K contoh SM-6 adalah 14/1 tidak begitu berbeda dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk K untuk sementara tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,84 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-7 adalah 43/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk K hanya sedikit diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,30 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) sama tingginya dengan nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh SM-19 adalah 3/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 4), sehingga kapur pertanian yang diberikan dalam bentuk dolomit dengan takaran tidak kurang 500 kg/ha, sebab nilai Ca (0,18 cmol (+) kg -1 ) dan Mg-dd (0,01 cmol (+) kg -1 ) (Tabel 1) dinilai sangat rendah, dan juga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd (0,07 cmol (+) kg -1 ) (Tabel 1) jauh lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-18 adalah 1/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 10,61 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0.60 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-14 adalah 0,5/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 6,52 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0.60 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Namun, nisbah Ca/Mg perlu ditingkatkan dengan pemberian kapur dalam bentuk CaCO 3 sekitar kg/ha. Liebhardt (1981) melaporkan konsep nisbah kation-kation dapat ditukar dapat dijadikan sebagai dasar rekomendasi kapur dan pupuk K. Nisbah Ca/Mg contoh SM-4 adalah 3/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 5,64 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh SM-6 adalah 1/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 10,73 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. 292

13 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya Nisbah Ca/Mg contoh SM-7 adalah 1,35/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 9,51 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0.60 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh SM-19 adalah 18/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 0.01 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh CT-18 adalah 59/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,18 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh CT-14 adalah 21/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,31 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak banyak berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-4 adalah 19/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,29 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) tidak banyak berbeda dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-6 adalah 13/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), namun pupuk K tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,84 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-7 adalah 32/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,30 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) sama tingginya dengan nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh SM-19 adalah 0,14/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 4), sehingga pupuk Mg dan K harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd dan K-dd contoh tanah tersebut masingmasing 0,01 dan 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Namun, nisbah Mg/K perlu ditingkatkan dengan pemberian kapur dalam bentuk dolomit sekitar 250 kg/ha. 293

14 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto c. Fosfat dan Kalium Fosfat potensial tanah sawah subgroup subgroup Typic Endoaquept contoh CT-14, SM-6, dan SM-19 masing-masing 9, 9, dan 5 mg P 2 O 5 /100 g dinilai rendah (Tabel 1). Kecuali contoh SM-6 dengan P potensial dan P tersedia (P- Bray 1) yang dinilai sama rendahnya, sebaliknya contoh CT-14 dengan P potensial rendah (9 mg P 2 O 5 /10 g) dan P tersedia (P-Bray1) tinggi (26 ppm P 2 O 5 ). Pupuk P yang direkomendasikan 100 kg SP-36/ha. Kalium potensial tanah sawah subgroup subgroup Typic Endoaquept CT- 14, SM-4, SM-6, dan SM-7 berkisar mg K 2 O/100 g dinilai sedang sampai tinggi diikuti dengan K-dd berkisar 0,29 0,84 cmol (+) kg -1 dinilai sedang sampai tinggi (Tabel 1), sehingga pupuk KCl tidak harus diberikan. Sebaliknya, K potensial contoh tanah CT-18 dan SM-19 berkisar 4 17 mg K 2 O/100 g dinilai rendah diikuti K-dd berkisar 0,07 0,18 cmol (+) kg -1 dinilai rendah, sehingga pupuk KCl harus diberikan. 4. Karakteristik Typic Plinthaquults a. Tekstur tanah dan C organik tanah Tekstur tanah pada subgroup Typic Plinthaquults contoh CT-5 lempung berliat, contoh CT-33 liat berdebu, dan contoh CT-4 liat berdebu. Kandungan C-organik tanah sawah subgroup Typic Plinthaquults contoh CT-5 (0,85% C), contoh CT-33 (2,21% C), dan contoh CT-4 (2,69% C). Pada umumya kandungan C organik tanah sawah tersebut > 1%. Pengembalian kompos jerami hasil panen atau pemberian pupuk kandang dapat mempertahankan kandungan C-organik tanah 2%. b. Reaksi tanah (ph) dan kation-kation dapat ditukar Reaksi tanah (ph) pada subgroup Typic Plinthaquults contoh CT-5, CT-33, dan contoh CT-4 masing-masing: 4,20; 4,70; dan 4.40 dinilai masam. Kemasaman tanah sawah pada subgroup Typic Plinthaquults lebih jelek dibandingkan tanah sawah dari subgroup tanah lainnya, terutama pada contoh tanah CT-5 yang mempunyai KTK terendah (6,43 cmol (+) kg -1, kejenuhan Ca terendah (4%), dan kejenuhan Al tertinggi (36%) (Tabel 5), sehigga kapur perlu diberikan. Banyak tanaman akan respons terhadap aplikasi Ca pada saat kejenuhan Ca terhadap KTK jatuh < 25%. Kahat Ca sering terjadi pada tanaman 294

15 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya yang ditanam pada tanah dengan ph < 4,25 yang mengandung < 400 mg Ca kg -1 (2 cmol kg -1 Ca ) (Melsted, 1953). Tabel 5. KTK, Ca-dd dan persen kejenuhan Ca, Al-dd dan persen kejenuhan Al Contoh KTK (cmol (+) kg -1 ) Ca-dd (cmol (+) kg -1 ) dan % kejenuhan Ca Al-dd (cmol (+) kg -1 ) dan % kejenuhann Al CT-5 CT-33 CT-4 6,43 13,46 14,95 0,23 (4%) 2,31 (17%) 1,82 (12%) 2,33 (36%) 1,27 (9%) 3,54 (24%) Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Typic Plinthaquults disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K contoh tanah pada subgroup Typic Plinthaquults No. Contoh Ca/K Ca/Mg Mg/K CT-5 CT-33 CT-4 23/1 33/1 13/1 3/1 2/1 0,6/1 7/1 17/1 22/1 Nisbah Ca/K contoh CT-5 adalah 23/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 6), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,01 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh CT-33 adalah 33/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (Tabel 6), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/K contoh CT-4 adalah 13/1 sama seperti nisbah Ca/K ideal (13 ½ /1) (tabel 6), namun pupuk K harus diberikan (50 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,14 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-5 adalah 3/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 6), sehingga pupuk Mg harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,50 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Ca/Mg contoh CT-33 adalah 2/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 6), namun pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 1,18 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya (0,60 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. 295

16 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto Nisbah Ca/Mg contoh CT-4 adalah 0,6/1 lebih sempit dibandingkan dengan nisbah Ca/Mg ideal (6 ½ /1) (Tabel 6), namun pupuk Mg tidak harus diberikan, hal ini ditunjukkan Mg-dd contoh tanah tersebut 3,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih tinggi dari nilai batas kritisnya. Nisbah Mg/K contoh CT-5 adalah 7/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel ), sehingga pupuk K harus diberikan (100 kg KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,01 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh CT-33 adalah 17/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (Tabel 6), sehingga pupuk K harus diberikan (100 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,07 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. Nisbah Mg/K contoh CT-4 adalah 22/1 lebih lebar dibandingkan dengan nisbah Mg/K ideal (2/1) (tabel 6), sehingga pupuk K diberikan (50 KCl/ha), hal ini ditunjukkan K-dd contoh tanah tersebut 0,14 cmol (+) kg -1 (Tabel 1) lebih rendah dari nilai batas kritisnya (0,30 cmol (+) kg -1 ) untuk tanaman padi. c. Fosfat dan Kalium Fosfat potensial tanah sawah subgroup Typic Plinthaquult untuk contoh CT-5, CT-33, CT-4 masing-masing 2, 12, dan 10 mg P 2 O 5 /100 g (Tabel 1) yang dinilai rendah (< 20 mg P 2 O 5 /100 g), sehingga pupuk P yang diberikan adalah 100 kg SP-36/ha. Meskipun ketersediaan P yang diukur dengan pelarut Bray 1 dengan contoh tanah yang sama masing-masing 12, 15, dan 18 ppm P 2 O 5, lebih tinggi dari nilai batas kritisnya untuk tanaman padi yaitu 6 ppm P 2 O 5, sehingga seolah-olah pupuk P tidak harus diberikan. Perlu diketahui pengukuran P potensial dan P tersedia menggunakan contoh tanah dari ordo Ultisols sering bias, hal ini kemungkinan konsentrasi Fe dalam filtrat lebih tinggi dari batas konsentrasi yang diperbolehkan. Untuk membuktikan kemungkinan adanya interfere Fe terhadap pengukuran P, maka perlu dilakukan in-depth research. Kalium potensial tanah sawah subgroup Typic Plinthaquult untuk contoh CT-5, CT-33, CT-4 masing-masing 1, 5, dan 7 mg K 2 O/100 g (Tabel 1) yang dinilai rendah (< 10 mg K 2 O/100 g). Demikian juga, K-dd dengan contoh yang sama dinilai sangat rendah masing-masing: 0.00; 0.07; dan 0,14 cmol (+) kg -1 yang dinilai rendah, sehingga pupuk K (100 kg KCl/ha) mutlak harus diberikan. 296

17 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tektur tanah subgroup Vertic Endoaquept liat berat, liat, dan liat berdebu; tekstur tanah subgroup Aeric Endoaquept liat berdebu dan lempung, tanah subgroup Typic Endoaquept liat, liat berdebu, dan lempung berdebu, tanah subgroup Typic Plinthaquult liat berdebu dan lempung berdebu. 2. Kandungan C-organik dari semua subgroup rendah sampai sedang, dan kompos jerami sisa panen dan jika pupuk kandang tersedia maka keduanya sebaiknya diberikan untuk mempertahankan C-organik pada tingkat 2%. 3. Reaksi tanah dari semua group umumnya masam, namun tidak harus diberi kapur kecuali pada contoh tanah CT-5 dengan KTK (6,43 cmol (+) kg - 1 ) terendah, kejenuhan Ca (4%) terendah, dan kejenuhan Al (36%) tertinggi dari contoh tanah lainnya (CT-33 dan CT-4). 4. Nisbah Ca/K dan Mg/K dapat dijadikan penduga untuk menentukan rekomendasi pupuk KCl, dimana pada umumnya takaran pupuk KCl yang direkomendasikan berkisar kg/ha. 5. Status P potensial di semua subgroup tanah nilai rendah, sehingga takaran pupuk P yang direkomendasikan adalah 100 kg SP-36/ha. Saran 1. Membuat peta ZAE skala 1:50.000, sebab peta ZAE skala 1: yang sudah ada hanya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengembangan pertanian di tingkat provinsi. 2. Informasi sumberdaya lahan skala 1: mendesak diperlukan untuk mengetahui wilayah potensial yang bisa dikembangkan untuk budidaya pertanian, penyusunan pewilayahan komoditas pertanian unggulan dan meramu alternatif teknologi pengelolaan lahan pertanian yang bisa diterapkan di setiap wilayah pengembangan sesuai pemanfaatan dan kemampuan lahannya. 3. Hasil analisis sumberdaya lahan yang ditunjang dengan analisis sosial ekonomi dapat dituangkan dalam peta pewilayahan komoditas pertanian 297

18 M. Al-Jabri dan C. Tafakresnanto yang menginformasikan jenis komoditas unggulan suatu daerah yang sesuai dengan daya dukung lahannya secara spasial. 4. Penyusunan peta tersebut sudah sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat pemerintah daerah membutuhkan informasi yang akurat mengenai komoditas pertanian unggulan dan alternatif teknologi pertanian yang bisa diimplentasikan di daerah tersebut. Bagi pemerintah daerah informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan perencanaan operasional untuk pengembangan pertanian di wilayah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonymous Kabupaten Merauke Dalam Angka BPS Kabupaten Merauke, Pupua. FAO Agro-ecological zoning guidelines. FAO Soil Bulletin 73. Rome. Kepas Pedoman Usahatani Lahan Kering Zone Agro-Ekosistem Vulkanis. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan The Ford Foundation. Malang. Liebhardt, The basic cation saturation concept of lime and potassium recommendation on Delaware s Coastal Plain Soils. Soil Sci. Soc. Am. J. 45: Melsted, S. W Some observed calcium deficiencies in corn under field condition. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 17: Mengel, K., and E. A. Kirkby Magnesium. p, In Principles of plant nutrition. Int. Potash Inst., Worblaufen-Bern, Switzerland. Soil Survey Staff Keys to Soil Taxonomy. A Basic System of soil classification for Making and Interpreting Soil Surveys, 2 th edition Nasional Resources Conservation Service, USDA. Soil Survey Staff Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCS- USDA. Washington DC. Sulaeman, Suparto, dan Eviati Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian. Deptan. Steers, C.A., and B.F. Hajeek Determination of map unit composition by a random selection of transects. Soil Sci. Soc. Am. J. 43: Westerman, R. L Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. 784 p. White, E.M Validity of transect method for estimating composition of soilmap areas. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 30:

19 Karakteristik Tanah Sawah dan Pengelolaannya TANYA JAWAB Pertanyaan (Ir. Suparto, BBSDLP): Bagaimana mempformulasikan takaran pupuk P dan K Jawab : Takaran pupuk P ditetapkan dengan pendekatan status P HCl 25% dan P. Bray Status P-HCl 25% rendah (< 20mg P 2 O/mg) = 200 kg SP-36/ha Status P-HCl 25% sedang (20-40 mg P 2 O 5 /100g) = 100 kg SP-36/ha Status P-HCl 25% tinggi (> 40 mg P 2 O 5 /100g) = 50 kg SP-36/ha Takaran pupuk K ditetapkan dengan pendekatan ketersediaan K (K dapat ditukar) K dapat ditukar < 0.1 me/100 g = 200 kg KCl/ha K dapat ditukar 0,1 0,2 me/100 g = 100 kg KCl/ha K dapat ditukar > 0.2 me/100 g = 50 kg KCl/ha 299

REKOMENDASI KEBUTUHAN KAPUR DAN PUPUK KALIUM UNTUK PADI DI LAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK

REKOMENDASI KEBUTUHAN KAPUR DAN PUPUK KALIUM UNTUK PADI DI LAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK REKOMENDASI KEBUTUHAN KAPUR DAN PUPUK KALIUM UNTUK PADI DI LAHAN RAWA LEBAK M. Al-Jabri Balai Penelitian Tanah ABSTRAK Rekomendasi pemupukan P dan K berdasarkan Peta Status Hara P dan K Tanah Sawah berskala

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 Nasih Widya Yuwono, Benito Heru Purwanto & Eko Hanudin Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Survei lapangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA Seminar Nasional Serealia, 2013 ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG DAN REKOMENDASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA Fadjry Djufry 1 dan Henry Sosiawan 2 1) Balai Pengkajian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III LAMPIRAN Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel Kontrol 0-20 0.12 0.25 0.94 20-40 0.34 0.41 0.57 40-60 0.39 0.45 0.50 60-80 0.28 0.39 0.57 80-100 0.23

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN SAWAH BERIRIGASI DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA Frans Ferdinan 1*, Jamilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah DAMPAK POLA TANAM PADI PADI DAN PADI SEMANGKA TERHADAP Al DAN Fe PADA KONDISI TANAH TIDAK DISAWAHKAN DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA The impact of Rice- Rice and Rice- Watermelon

Lebih terperinci

Pemetaan Tanah.

Pemetaan Tanah. Pemetaan Tanah nasih@ugm.ac.id Peta Geologi dan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta Peta : alat pemberita visual suatu wilayah Peta ilmu bumi (geografi) Peta topografi Peta geologi dan sebagainya Peta

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. 17 IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq) DI DESA TOLOLE KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq) DI DESA TOLOLE KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 4 (5) : 559-564, Oktober 2016 ISSN : 2338-3011 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq) DI DESA TOLOLE KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Evaluation

Lebih terperinci

Pemupukan Tanaman Kopi dan Kakao Perlu Memperhatikan Interaksi Antarhara. Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Pemupukan Tanaman Kopi dan Kakao Perlu Memperhatikan Interaksi Antarhara. Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Pemupukan Tanaman Kopi dan Kakao Perlu Memperhatikan Interaksi Antarhara Erwin Prastowo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Pemupukan untuk meningkatkan produksi

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70 hektar.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70 hektar. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Jepara terdiri dari 16 desa, 8 desa merupakan daerah pantai dan 8 desa merupakan daerah daratan dengan total luas 2.466,70

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

Bawang merah (Allium ascalonicum) mempunyai prospek

Bawang merah (Allium ascalonicum) mempunyai prospek TEKNIK PENGKAJIAN TUMPANG SARI BAWANG MERAH DAN CABAI MERAH SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN HAMA TIKUS Budiono 1 Bawang merah (Allium ascalonicum) mempunyai prospek yang cukup baik untuk meningkatkan

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOLOGI REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA DI PROVINSI JAMBI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

KAJIAN TEKNOLOGI REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA DI PROVINSI JAMBI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi KAJIAN TEKNOLOGI REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA DI PROVINSI JAMBI Rima Purnamayani, Jon Hendri, Hendri Purnama, Busyra, Nur Imdah, Salam Lubis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi www.jambi.litbang.pertanian.go.id

Lebih terperinci

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pengembangan usahatani jagung yang lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Agus Hasbianto dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan ABSTRAK Jagung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI A. Kasno dan Nurjaya ABSTRAK Padi merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis dalam keamanan pangan nasional. Swasembada

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada Januari 2013 sampai Juli 2014. Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di: 1) Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci