PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016"

Transkripsi

1 ATTACHMENT SEBAGAI PREDIKTOR TINGKAT PASSION PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI PERNIKAHAN JARAK JAUH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Clarissa Felita Andriani NIM : PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

2 ii

3 iii

4 HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN Rencana Tuhan selalu terbaik, Dan lebih baik dari Apa yang sudah kita rencanakan If you cannot do great things, Do small things in a great way -Napoleon Hill- You never know how STRONG You are.. Until being strong is the ONLY choice you have Dengan penuh rasa syukur dan bangga, aku persembahkan skripsi ini untuk Tuhan Yesus Kristus, Keluargaku tercinta, papa, mama, kakak, adik serta seluruh keluarga besarku, Pacar, sahabat, teman dan orang-orang terdekatku.. iv

5 v

6 ATTACHMENT SEBAGAI PREDIKTOR TINGKAT PASSION PADA INDIVIDU DEWASA AWAL YANG MENJALANI PERNIKAHAN JARAK JAUH Clarissa Felita Andriani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh dapat diprediksi oleh secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment. Variabel prediktor dalam penelitian ini adalah empat jenis attachment yaitu, secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment dan variabel kriteriumnya adalah passion. Subjek dalam penelitian ini adalah individu dengan usia tahun dan sedang menjalani pernikahan jarak jauh. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 124 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala attachment dan skala passion yng dibuat sendiri oleh peneliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan Software Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 23.0 for Windows. Dari hasil analisis didapatkan nilai R 2 sebesar 0,407 atau 40,7 %, yang artinya sebanyak 40,7% variabel gaya attachment berpengaruh terhadap tingkat passion. Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa secure attachment (t=2,864, p=0,005 ; p<0,05) dan dismissing attachment (t=-2,354, p=0,020 ; p<0,05) mampu memprediksi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh, yang berarti hipotesis pertama dan ketiga diterima. Selain itu, hipotesis kedua dan keempat yang menyatakan preoccupied attachment (t=-1,241, p=0,217 ; p>0,05) dan avoidant fearfull attachment (t=-1,608, p=0,111 ; p>0,05) mampu memprediksi tingkat passion pada individu yang menjalani pernikahan jarak jauh, ditolak. Kata kunci : Kata kunci : attachment, passion, dewasa awal, pernikahan jarak jauh. vi

7 ATTACHMENT AS PREDICTOR OF PASSION LEVEL ON EARLY ADULTHOOD INDIVIDUALS WHO HAVE LONG DISTANCE MARRIAGE Clarissa Felita Andriani ABSTRACT This study aims to see whether the level of passion, of an individual early adulthood who have long-distance marriage can be predicted by secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment and avoidant fearful attachment. The predictor variables in this study were four different types of attachment namely secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment and avoidant fearful attachment, while the criterion variable was passion. The predictor variables in this study were four different types of attachment namely secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment and avoidant fearful attachment while the criterion variable was passion. The subject of this study were individuals within 20 to 40 years old who were having long distance marriage. The total subject of the study were 124 participants. The measuring instrument that used in this study was attachment scale and scale of passion, made by the researcher. The Data analysis used in this research was a multiple regression analysis with the software Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 23.0 for Windows. As the results of the analysis obtained 0,407 or 40,7%, which means as many as 40,7% the attachment style influence the level of passion. The analysis showed that secure attachment (t = 2.864, p = 0.005; p <0.05) and dismissing attachment (t = , p = 0.020; p <0.05) were able to predict the level of passion in early adulthood individuals who were undergoing long distance marriage, which means the first and third hypothesis was accepted. In addition, the second and fourth hypothesis which stated preoccupied attachment (t = , p = 0.217; p> 0.05) and avoidant attachment fearful (t = , p = 0.111; p> 0.05) were able to predict the level passion in individuals who undergo long-distance marriage, was rejected. Keywords : attachment, passion, early adulthood, long distance marriage. vii

8 viii

9 KATA PENGANTAR Puji Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Attachment Sebagai Prediktor Tingkat Passion Pada Individu Dewasa Awal Yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si, selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 3. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi, Psi. selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi dengan penuh kesabaran. Semoga ilmu yang Ibu berikan dapat saya jadikan bekal untuk masa depan. 4. Ibu Debri Pristinella, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran. 5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengalaman, pelajaran dan pengetahuan ix

10 selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 7. Seluruh responden yang bersedia membantu saya dalam pengisian kuisioner. Terima kasih atas bantuan dan kerja samanya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 8. Kedua Orang tuaku, Yustinus Widodo Soemarsono dan Veronica Rina Hartati. Terimakasih atas kasih sayang, nasehat, kesabaran, serta doa dan dukungan yang telah diberikan.. 9. Kakak-kakakku, Alvita Wina Kartika dan Brian Fernaldi Anggadha serta adikku yang besar, Davin Aditya Wicaksono. Terimakasih atas doa dan dukungan yang diberikan. 10. Teman, sahabat, saudara dan pacar terbaik, Yudhianto Tobias Paramartha yang selalu menemaniku saat suka dan duka. Terima kasih atas dukungan, canda dan tawa yang diberikan dan terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik saat aku berkeluh kesah. Semoga hubungan kita selalu diberkati oleh Tuhan. 11. Sahabat-sahabat terbaik, teman-teman Psikologi Terima kasih untuk suka duka yang kita rasakan bersama, canda dan tawa serta perjuangan bersama kita selama berdinamika di Fakultas Psikologi. x

11 12. Sahabat-sahabat terbaikku sejak SMA. Terima kasih untuk semangat yang diberikan terus-menerus untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga persahabatan kita selalu diberkati. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Yogyakarta, 16 Mei 2016 Penulis Clarissa Felita Andriani xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB II LANDASAN TEORI xii

13 A. Attachment Definisi attachment Aspek attachment Proses pembentukkan attachment Faktor dan kondisi pembentuk attachment Jenis-jenis attachment B. Passion Definisi passion Faktor yang mempengaruhi passion Aspek passion C. Dewasa awal Definisi masa dewasa awal Tugas perkembangan masa dewasa awal Perkembangan psikososial masa dewasa awal D. Pernikahan Definisi pernikahan Definisi pernikahan jarak jauh Strategi dalam menjaga pernikahan jarak jauh Pernikahan jarak jauh pada masa dewasa awal E. Dinamika prediksi gaya attachment bagi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh F. Bagan prediksi gaya attachment bagi tingkat passion pada individu dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh xiii

14 G. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis penelitian B. Variabel penelitian C. Definisi operasional variabel penelitian Gaya attachment Passion D. Metode dan alat pengumpulan data Metode pengumpulan data Instrumen penelitian E. Subjek penelitian F. Validitas dan reliabilitas alat pengumpulan data Validitas Reliabilitas G. Uji coba alat ukur Subjek Pelaksanaan uji coba Seleksi item H. Teknik analisis data Uji asumsi a. Uji normalitas b. Uji linearitas xiv

15 c. Uji asumsi regresi Uji hipotesis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Subjek penelitian B. Pelaksanaan penelitian C. Deskripsi subjek D. Deskripsi hasil penelitian E. Analisis data Uji asumsi a. Uji normalitas b. Uji linearitas c. Uji multikolinieritas d. Uji heteroskedastisitas e. Uji autokorelasi Uji hipotesis F. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

16 DAFTAR TABEL Tabel 1. Skor item-item favorable pada skala gaya attachment Tabel 2. Skor item-tem unfavorable pada skala gaya attachment Tabel 3. Blueprint skala gaya attachment sebelum seleksi item Tabel 4. Skor item-item favorable pada skala passion Tabel 5. Skor item-item unfavorable pada skala passion Tabel 6. Bluprint skala passion sebelum seleksi item Tabel 7. Reliabilitas skala gaya attachment sebelum uji coba Tabel 8. Reliabilitas skala gaya attachment setelah uji coba Tabel 9. Reliabilitas skala passion sebelum uji coba Tabel 10. Reliabilitas skala passion setelah uji coba Tabel 11. Blueprint skala gaya attachment setelah seleksi item Tabel 12. Distribusi item skala penelitian gaya attachment Tabel 13. Blueprint skala passion setelah seleksi item Tabel 14. Distribusi item skala penelitian passion Tabel 15. Jenis kelamin subjek Tabel 16. Usia subjek Tabel 17. Pendidikan terakhir Tabel 18. Pekerjaan Tabel 19. Usia pernikahan Tabel 20. Alasan menjalani pernikahan jarak jauh Tabel 21. Intensitas bertemu pasangan xvi

17 Tabel 22. Subjek tinggal dengan Tabel 23. Pasangan subjek tinggal dengan Tabel 24. Deskripsi data penelitian Tabel 25. Kategorisasi passion Tabel 26. Hasil uji normalitas residu Tabel 27. Hasil uji linearitas Tabel 28. Hasil uji multikolinieritas Tabel 29. Hasil uji heteroskedastisitas Tabel 30. Hasil uji autokorelasi Tabel 31. Koefisien determinasi Tabel 32. Uji F Tabel 33. Hasil analisis regresi xvii

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model attachment Gambar 2. Prediksi secure attachment bagi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh Gambar 3. Prediksi preoccupied attachment bagi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh Gambar 4. Prediksi dismissing attachment bagi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh Gambar 5. Prediksi avoidant fearfull attachment bagi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh xviii

19 DAFTAR LAMPIRAN A. Skala penelitian sebelum uji coba B. Skala penelitian C. Reliabilitas skala attachment Reliabilitas skala attachment sebelum uji coba Hasil sebelum seleksi item skala attachment Hasil seleksi item skala attachment Reliabilitas skala attachment setelah uji coba Reliabilitas skala attachment per jenis D. Reliabilitas skala passion Reliabilitas skala passion sebelum uji coba Hasil sebelum seleksi item skala passion Hasil seleksi item skala passion Reliabilitas skala passion setelah uji coba Reliabilitas skala passion per aspek E. Data demografik F. Deskripsi hasil penelitian G. Uji asumsi regresi H. Uji hipotesis xix

20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah menjalin hubungan intim dengan lawan jenis maupun sesama jenis, belajar hidup dengan suami atau istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, menjalankan rumah tangga, menemukan kelompok sosial, menerima tanggung jawab warga negara, dan mulai bekerja (Monks, Knoers, & Haditono, 1996 ; Papalia dan Feldman, 2014). Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dalam ikatan pernikahan. Pernikahan adalah hubungan timbal balik antar pasangan berdasarkan emosi, kekeluargaan dan ketergantungan dalam hal seksual (Lemme, 1995). Pada dasarnya, pernikahan dapat memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual dan kesempatan pertumbuhan emosional serta sebagai sumber identitas dan harga diri (Gardiner, Kosmitzky dan Myers, dalam Papalia, 2009). Undang-undang No. 1 tahun 1974, pasal 1 menyebutkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai pasangan suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Pernikahan merupakan ikatan yang dibangun untuk melegitimasi suatu relasi seksual (Ratus dkk, 2008). Dalam suatu perkawinan, masing-masing pasangan akan memperoleh dukungan sosial, rasa nyaman, pemenuhan kebutuhan seksual serta 1

21 2 memiliki teman untuk bertukar pikiran (Ginanjar, 2009). Dalam kehidupan nyata, setiap pasangan suami istri memiliki pola kehidupan yang berbeda satu sama lain. Ada beberapa pasangan suami istri yang setelah menikah tetap tinggal bersama dan ada pula pasangan suami istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan pekerjaan atau studi (Dewi dan Basti, 2008). Hal tersebut membuat mereka menjalani pernikahan jarak jauh. Alasan individu menjalani pernikahan jarak jauh adalah studi, mengejar karir, gaji yang lebih besar dan untuk kesetaraan wanita dalam dunia kerja (Ferree dan Hochshild dalam Forsyth dan Gramling, 1998). Selain itu, pernikahan jarak jauh juga membuat jenjang sosial lebih cepat naik, karena individu lebih memilih untuk bekerja di daerah dengan biaya hidup yang lebih tinggi dan keluarga tinggal di daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah. Dewasa ini, banyak individu yang menjalani pernikahan jarak jauh yang dikarenakan adanya tuntutan pekerjaan atau mengejar karier. Hal ini sesuai peryataan Maines (dalam Margiani dan Iga, 2013) yang menyatakan bahwa pernikahan jarak jauh merupakan pernikahan terpisah antara suami dan istri yang didasari komitmen karena tuntutan karier dan pekerjaan. Seperti juga pada pernikahan pada umumnya, suami dan istri memiliki kebutuhankebutuhan yang bisa dipenuhi oleh pasangannya masing-masing. Menurut Harley dan Chalmers (Satidarma, 2001) menyebutkan bahwa ada beberapa kebutuhan dalam pernikahan yaitu, kebutuhan akan pujian, kebutuhan

22 3 kasih sayang, kebutuhan berkomunikasi, kebutuhan dukungan keluarga, kebutuhan kebersamaan keluarga, dukungan keuangan, kejujuran dan keterbukaan, penampilan fisik, kebersamaan dan kebutuhan seksual. Pernikahan jarak jauh mengakibatkan tidak terpenuhinya beberapa kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan seksual. Dalam pernikahan jarak jauh, kebutuhan seksual tidak dapat terpenuhi setiap saat karena kondisi terpisah dengan pasangan. Hal ini bertolak belakang dengan salah satu tujuan pernikahan yaitu pemuasan kebutuhan seksual (Papalia, 2009). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu individu yang menjalani pernikahan jarak jauh dengan usia 28 tahun, ia mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan pasangannya 6 bulan sekali karena pasangannya menjadi TKI di luar negeri. Intensitas yang cukup lama untuk bertemu membuat kebutuhan seksual tidak dapat terpenuhi. Hal ini bertentangan dengan data rata-rata frekuensi individu untuk melakukan hubungan seksual adalah 9 kali dalam sebulan (Call dkk dalam Sprecher dan McKinney, 1993). Pada wanita atau istri yang menjalani pernikahan jarak jauh, hidup terpisah dengan suami merupakan tantangan yang cukup berat. Kelelahan fisik akibat rutinitas untuk mengurus rumah tangga akan mengakibatkan kelelahan psikologis yang berpengaruh dalam tingkah laku sehari-hari. Hal ini berdampak pada perilaku agresif yang muncul saat mengasuh anak. Namun, kemungkinan terjadinya perilaku agresif tersebut dapat diminimalisir karena adanya dukungan sosial (Margiani dan Ekayati,2013)

23 4 Pernikahan jarak jauh juga rentan mengalami perselingkuhan. Terdapat kasus mengenai seorang wanita yang harus tinggal terpisah dengan suaminya karena suami harus bekerja sebagai TKI di Malaysia. Suami sudah bekerja selama 1 tahun 3 bulan di Malaysia. Selama ditinggal suami bekerja di Malaysia, wanita tersebut melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang diketahui tetangganya sendiri ( Perselingkuhan terjadi bila dua orang terlibat dalam hubungan seksual dan emosional dan salah satu darinya sudah menikah atau menjalani komitmen (Baswardono,2003). Beberapa ahli membedakan faktor pendorong perselingkuhan antara pria dan wanita. Faktor pendorong pria melakukan perselingkuhan adalah suasana baru, pengalaman seks, percaya mengenai citra kejantanannya, tidak mampu mengendalikan godaan dan jatuh cinta (Eriany, 2004). Sedangkan, faktor pendorong wanita melakukan perselingkuhan adalah jatuh cinta, mencari keintiman hubungan dekat dan menginginkan seks yang menyenangkan (Baswardono,2003 ). Perselingkuhan memberikan dampak seperti, mengalami stress yang mengakibatkan kecemasan dan kegelisahan sehingga menjadi sulit tidur, sering terbangun di tengah malam dan lebih sensitif terhadap suara. Selain itu, individu akan sulit berkonsentrasi dan kehilangan kepercayaan dalam kemampuan berinteraksi sehingga akan menarik diri (Spring dan Spring, 2000). Selain itu, perselingkuhan juga mengakibatkan prestasi kerja yang menurun, sering timbul keributan dan pertengkaran pada pasangan (Eriany, 2004).

24 5 Data statistik menunjukkan bahwa frekuensi perceraian di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi. Pada tahun 2011 kasus perceraian terjadi sebanyak kejadian, tahun 2012 sebanyak kejadian dan tahun 2013 sebanyak kejadian. Adanya perselingkuhan merupakan penyebab kedua terbesar terjadinya perceraian setelah faktor ekonomi. Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari sebagai konsultan perkawinan, perceraian disebabkan karena perselingkuhan. Di negara barat, sebanyak 75% suami pernah melakukan selingkuh dan 25% istri juga pernah melakukan perselingkuhan. Di Indonesia belum ada statistik yang pasti, namun dari kasus yang ditangani oleh Prof. Dr. Dadang Hawari 90% kasus retaknya pernikahan disebabkan oleh perselingkuhan suami dan 10% perselingkuhan istri ( Dari data tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan seks merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam hubungan pernikahan. Seks atau seksual merupakan kata yang merujuk pada struktur anatomi organ reproduksi dan kepuasan seksual. Dengan kata lain, seks merupakan hal yang merujuk pada aktivitas fisik yang melibatkan organ seks untuk tujuan reproduksi atau kesenangan, dengan contoh masturbasi, memeluk, mencium dan hubungan intim. Seks juga berhubungan dengan perasaan, pengalaman dan dorongan yang merangsang seperti fantasi dan pikiran seksual, dorongan seksual atau perasaan tertarik secara seksual terhadap orang lain. Menurut (Ratus dkk, 2008), human sexuality merujuk pada cara bagaimana individu mengalami dan mengekspresikan dirinya sebagai makhluk seksual. Seksualitas

25 6 merupakan salah satu komponen cinta pada pernikahan yang terdapat pada teori Sternberg. Pernikahan dibangun atas dasar cinta. Menurut teori segitiga cinta (triangular subtheory of love), tiga elemen atau komponen dari cinta adalah intimacy, passion dan commitment. Intimacy adalah perasaan emosi yang mengandung kehangatan, kedekatan, kepercayaan, keterikatan dan keterbukaan diri. Passion adalah daya tarik fisik dan seksual terhadap orang lain. Commitment adalah elemen kognitif mengenai pembuatan keputusan tentang mempertahankan relasi meskipun relasi tersebut menghadapi masalah serta keputusan untuk mencintai dan tinggal dengan orang yang dicintai. Passion atau gairah merupakan salah satu komponen yang sangat penting karena manusia merupakan makhluk seksual (Santrock, 2011). Menurut Sternberg (1997), kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam pernikahan seperti nurturance, succorance, kebutuhan akan afeksi, kebutuhan untuk dominan, submission dan aktualisasi diri berkontribusi terhadap munculnya pengalaman mengenai passion. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berkaitan dengan kebahagiaan dalam pernikahan. Dalam pernikahan, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka akan memiliki kebahagiaan dalam pernikahan yang cukup tinggi (Blazer, 1963). Passion juga merupakan dorongan yang dikarakteristikkan dengan physiological arousal dan keinginan untuk bersama dengan individu lain (Baumeister & Bratslavsky, 1999). Physiological arousal adalah daya tarik fisik dan seksual, komunikasi

26 7 seksual, pemenuhan kebutuhan seksual dan fenomena lain yang berkaitan dalam hubungan cinta atau relasi romantis (Sternberg, 1997). Dalam hubungan cinta, kebutuhan seksual akan mendominasi dan penting (Ratus dkk,2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cuber & Harof (dalam Anindyadjati, Budiarto dan Monica, 2006) mengungkapkan bahwa situasi perkawinan yang sering terjadi adalah pada awal perkawinan passion dan keromantisan tinggi dan lama kelamaan keromantisan tersebut memudar. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang baru saja menikah akan lebih menunjukkan kemesraan dengan bergandengan tangan atau berangkulan. Dengan kata lain, passion merupakan elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang merasa ingin dekat secara fisik, menikmati atau merasakan sentuhan fisik atau melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Passion merupakan salah satu komponen cinta yang didalamnya mengandung unsur emosi. Emosi dibentuk dari pengalaman pengalaman yang terjadi sepanjang hidup, salah satunya dalam proses attachment. Attachment merupakan ikatan emosional yang dibina antara anak dengan ibu sejak masa bayi. Responsivitas, keberadaan, dan aksesbilitas figur attachment akan mengembangkan internal working model atau working model (Feeney dan Noller, 1996 ; Hazan dan Shaver, 1987). Internal working model merupakan representasi mental yang meliputi pengetahuan mengenai relasi dengan figur attachment, seperti penolakan dan penerimaan yang dimiliki melalui hubungan sehari-hari dengan ibunya yang kemudian mempengaruhi cara pandang terhadap diri dan lingkungan. Menurut Schmitt (2004), internal

27 8 working model merupakan hal yang sangat penting karena titik permulaan dari hubungan individu dengan individu lainnya. Apa yang dipelajari individu saat proses attachment akan digeneralisasikan di kemudian hari, salah satunya adalah relasi romantis pada saat ia dewasa. Bartholowmew dan Horowitz (1991) menyebutnya internal working memory sebagai representasi mental diri (model of self) dan representasi mental akan orang lain (model of others). Representasi mental akan diri merupakan pandangan individu terhadap dirinya sendiri yang menghasilkan gambaran penilaian mengenai berharganya diri individu tersebut. Representasi mental akan orang lain merupakan pandangan terhadap orang lain yang menghasilkan gambaran penilaian mengenai seberapa orang lain dapat dipercaya dan dapat memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan. Individu dengan secure attachment memiliki model of self dan model of other positif. Individu dengan secure attachment memiliki harga diri yang tinggi. Individu memiliki gambaran positif terhadap orang lain sehingga ia mudah mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan yang mereka jalin (Baron dan Byrne, 2005). Hubungan yang dijalani oleh individu secure attachment cenderung lama, dengan komitmen dan memuaskan. Selain itu, individu dengan secure attachment tidak mudah marah, tidak ingin bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil yang positif dari konflik (Shaver, Brennan, Mikulincer, dalam Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan preoccupied attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang positif. Individu dengan preoccupied

28 9 attachment merasa nyaman dengan kedekatan namun terkadang individu merasa orang-orang disekitar enggan menjalin hubungan dekat dengan dirinya (Feeney dan Noller, 1996). Memburuknya suatu hubungan mendorong terjadinya depresi karena individu memiliki kebutuhan untuk dicintai (Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan dismissing attachment memiliki model of self yang positif dan model of other yang negatif. Individu dengan dismissing attachment merupakan individu yang mandiri. Individu akan memilih untuk tidak bergantung pada orang lain dan tidak membiarkan orang lain untuk bergantung pada dirinya (Feeney dan Noller, 1996). Selain itu, individu juga merasa sangat layak untuk berhubungan dekat dengan orang lain (Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan fearful attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang negatif. Individu dengan fearful attachment sangat menginginkan menjalin hubungan intim dengan orang lain namun mereka sangat sulit percaya terhadap orang lain dan bergantung pada orang lain. Individu juga merasa khawatir jika dirinya akan tersakiti bila menjalin hubungan intim dengan orang lain (Feeney dan Noller, 1996). Selain itu, individu dengan fearful attachment memiliki harga diri yang rendah. Individu tidak mengalami keintiman dan kesenangan dalam interaksi dengan pasangan romantis yang mereka miliki (Tidwell, Reis, dan Shaver dalam Baron dan Byrne 2005). Hazan dan Shaver (1987) mengemukakan bahwa hubungan cinta yang dibentuk oleh orang dewasa sangat berhubungan dengan interaksi yang terjadi

29 10 antara orang tua dan anak-anak. Pola attachment seorang anak dengan orang tuanya memberikan penjelasan kepada anak mengenai arti sebuah hubungan. Hubungan yang dibina sejak kecil dengan orang tuanya akan memberikan pengaruh saat anak membangun hubungan dengan pasangannya di masa dewasa. Survey yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver (1987) mengenai keterkaitan antara cinta dengan pola attachment, mendapatkan hasil pola attachment pada masa kanak-kanak akan berjalan paralel dengan attachment pada orang dewasa (adult attachment) terutama kelekatan pada hubungan cinta. Hazan dan Shaver (1987) juga mengungkapkan bahwa bayi dengan pengasuh utamanya dan pasangan suami istri dalam ikatan pernikahan memiliki beberapa ciri yang sama, diantaranya keduanya akan merasa aman ketika yang lain dekat dan responsif, dapat merasakan keintiman secara fisik dan melakukan kegiatan bersama. Ikatan pernikahan yang dilakukan pada pasangan suami istri akan mengandung tiga komponen cinta menurut Sternberg yaitu intimacy, passion dan commitment. Beberapa peneliti melakukan studi mengenai kaitan attachment dengan komponen cinta Sternberg. Penelitian yang dilakukan oleh Vebrianingsih (2011), mengenai gaya kelekatan sebagai prediktor tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran pada individu dewasa awal dengan subjek sebanyak 64 orang didapatkan hasil bahwa gaya kelekatan aman mampu memprediksi tingkat keintiman dalam hubungan berpacaran, sedangkan gaya kelekatan terokupasi, gaya kelekatan takut menghindar dan gaya kelekatan menolak tidak mampu memprediksi tingkat keintiman dalam berpacaran. Tidak hanya intimacy, penelitian juga

30 11 dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan tidak aman dengan komitmen. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2014) mengenai hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta dengan subjek sebanyak 203 orang mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kelekatan tidak aman dan komitmen pada wanita dewasa awal yang berpacaran di Yogyakarta. Individu pada masa dewasa mempunyai tugas perkembangan untuk menjalin hubungan romantis melalui tahap berpacaran sebelum masuk ke dalam tahap pernikahan. Penelitian yang dilakukan oleh Marasabessy (2012) mengenai perbedaan cinta berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg antara wanita dengan pria masa dewasa awal dengan 60 subjek (30 pria dan 30 wanita) dihasilkan bahwa tidak ada perbedaan intimacy secara signifikan antara pria dan wanita, dan ada perbedaan passion dan commitment secara signifikan antara pria dan wanita pada dewasa awal. Hasil penelitian ditemukan bahwa passion dan commitment pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Peneliti menyarankan untuk menambahkan variabel yang berkaitan dengan cinta seperti pacaran jarak jauh. Penelitian sebelumnya meneliti mengenai tingkat intimacy dan hubungan komitmen dengan kelekatan pada hubungan berpacaran. Setelah individu menjalani proses berpacaran, mereka akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Melihat banyaknya dewasa awal yang sudah menikah dan mengambil keputusan untuk menjalani pernikahan jarak jauh untuk mengejar karier, peneliti ingin meneliti komponen passion dalam kehidupan pernikahan jarak

31 12 jauh karena komponen pasiion tidak dapat dipenuhi setiap saat oleh pasangan. Sejauh ini komponen passion belum banyak diteliti. Padahal terdapat dampak tertentu bila passion sebagai salah satu komponen cinta diabaikan seperti perselingkuhan. Disaat yang bersamaan, perselingkuan juga rentan dialami oleh pasangan yang menjalani pernikahan jarak jauh. Berdasarkan halhal tersebut maka peneliti ingin mengetahui attachment sebagai prediktor tingkat passion pada dewasa awal yang menikah dan manjalani pernikahan jarak jauh. B. Rumusan Masalah Apakah secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment dapat menjadi prediktor bagi tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh berdasarkan secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan di bidang Pskologi Sosial dan Psikologi Perkembangan, khususnya mengenai attachment dan passion pada dewasa awal yang menjalani pernikahan jarak jauh.

32 13 2. Manfaat Praktis a. Bagi subyek yang menjalani pernikahan jarak jauh Manfaat praktis dari penelitian ini adalah subyek mengetahui gaya attachment yang dapat mendukung peningkatan passion dalam menjalankan pernikahan jarak jauh. b. Bagi yang akan menjalani pernikahan jarak jauh Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan evaluasi bagi individu yang menjalani pernikahan jarak jauh sehingga mereka dapat memahami gaya attachment yang mereka miliki dan dapat menjaga hubungan pernikahan jarak jauh dengan pasangan, dengan melihat tingkat passion yang mereka miliki.

33 BAB II DASAR TEORI A. Attachment 1. Definisi attachment Attachment mengacu pada relasi antara dua orang yang memiliki perasaan kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal unttuk mempertahankan relasinya. Dalam bahasa psikologi perkembangan, attachment adalah adanya relasi antara figur sosial dengan dengan fenomena yang dianggap mencerminkan karakteristik yang baik. Dalam psikologi perkembangan, figur sosial yang dimaksud adalah bayi dengan seseorang atau pengasuhnya dan fenomenanya adalah ikatan yang terjalin diantara mereka (Bowlby dalam Santrock 1995). Attachment atau kelekatan merupakan ikatan emosional yang kuat antara bayi dengan pengasuhnya. Responsifitas, kepedulian dan keberadaan figur attachment merupakan gagasan yang membentuk internal working model. Internal working model adalah representasi mental yang meliputi pengetahuan mengenai relasi dengan figur attachment, seperti penolakan dan penerimaan yang dimiliki melalui hubungan sehari-hari dengan ibunya yang kemudian mempengaruhi cara pandang terhadap diri (self) dan figur attachment (other) (Feeney dan Noller, 1996). Menurut Papalia dan Feldman (2014), attachment adalah timbal balik, ikatan emosional yang bertahan antara infant dengan pengasuhnya dan pada kualitas hubungan yang dijalin.attachment terbentuk dari relasi 14

34 15 dengan individu dengan mengutamakan responsifitas dan kepedulian dari figur attachment (Kail dan Cavanaugh, 2010). Bowlby (1991) menjelaskan bahwa attachment merupakan suatu proses yang akan dijalani oleh setiap individu sejak lahir sampai meninggal. Bowlby juga menjelaskan bahwa attachment dapat berkembang selama masa dewasa. Ikatan emosional antara anak dan pengasuhnya memiliki ikatan emosional yang sama pada individu dewasa yang menjalin hubungan romantis (Hazan dan Shaver, 1987). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Crowell dkk. (2002) bahwa attachment yang dibentuk pada masa anak-anak akan stabil pada individu dewasa yang sudah menikah. Hubungan romantis pada masa dewasa awal merupakan proses attachment atau proses dekat dengan orang lain. Setiap individu memiliki proses yang berbeda-beda karena setiap individu memiliki sejarah pembentukan attachment yang bervariasi. Menurut Hazan dan Shaver (Anindyadjati dkk, 2006) mengungkapkan bahwa anak dan pengasuh memiliki ciri-ciri yang sama dengan pasangan suami istri. Ciri-ciri tersebut antara lain keduanya merasa aman ketika yang lain dekat dan responsif dan merasa tidak aman jika pasangan/pengasuh tidak responsif, keduanya dapat merasakan keintiman secara fisik dan keduanya melakukan kegiatan bersama. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa attachment pada dewasa awal adalah relasi antara dua orang yang memiliki ikatan emosional atau perasaan kuat satu sama lain dan melakukan

35 16 banyak hal unttuk mempertahankan dan menjaga kualitas relasinya dalam hubungan romantis merasakan keintiman secara fisik dan keduanya melakukan kegiatan bersama. Relasi yang dijalin akan membentuk skema kognitif yang mempengaruhi cara pandang terhadap diri dan orang lain. 2. Aspek attachment Menurut Armsden dan Greenberg (1987), terdapat 3 aspek dalam membentuk attachment. 3 aspek tersebut adalah : a. Komunikasi Komunikasi yang dijalin antara individu dengan figur attachment akan membentuk ikatan emosional yang kuat antara individu dengan figur attachment (Barrocas, 2012). Individu yang memiliki tingkat komunikasi yang tinggi pada saat bayi dengan figur attachment menganggap bahwa komunikasi komponen yang penting untuk mengkomunikasikan kebutuhan dan tujuannya dalam menjalin hubungan intim (Feeney dan Noller, 1996) b. Kepercayaan Kepercayaan dibangun oleh individu melalui hubungan yang dijalin dengan figur attachment melalui proses belajar bahwa figur attachment secara kosisten selalu ada dan responsif dalam memenuhi kebutuhan mereka (Barrocas, 2012). Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai perasaan yang aman dan keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi kebutuhan. Kepercayaan merupakan hasil dari relasi yang sangat kuat dengan pasangan. Relasi yang dimaksud adalah relasi yang dijalin oleh individu dengan pasangannya dan mereka dapat mempercayai satu sama

36 17 lain (Collins dan Repinsky dalam Barrocas 2012). Kualitas dalam suatu hubungan dapat dicirikan dengan adanya keterbukaan dan saling percaya (Noller dalam Barrocas 2012). c. Alienasi Alienasi adalah rasa terasing, penghindaran dan penolakan dari figur attachment. Perasaan ini akan muncul ketika figur attachment tidak ada saat individu membutuhkan (Barrocas, 2012). Pengalaman alienasi membuat individu tidak mampu mengkomunikasikan kebutuhan dan tujuan dalam menjalani hubungan intim. Setiap jenis attachment memiliki tingkat alienasi yang berbeda, pada secure attachment tingkat alienasi tergolong rendah karena figur attachment yang responsif dan tepat dalam memberikan kebutuhan. Pada preoccupied attachment, dismissing attachment dan avoidant fearfull attachment tingkat alienasi cukup tinggi karena sifat figur attachment yang tidak konsisten dan tidak tepat dalam pemenuhan kebutuhan serta tidak responsif dan sifat penolakan dari figur attachment. 3. Proses pembentukan attachment Menurut Papalia dan Feldman (2014), attachment adalah timbal balik, ikatan emosional yang bertahan antara infant dengan pengasuhnya dan mereka saling berkontribusi pada kualitas hubungan yang dijalin. Attachment terbentuk dari relasi dengan individu dengan mengutamakan responsifitas dan kepedulian figur attachment (Kail dan Cavanaugh, 2010). Selain itu, keberadaan figur attachment juga sangat diperlukan dalam pembentukan attachment. Jika orang tua atau figur attachment suportif dan kooperatif dalam interaksi dengan anak,

37 18 anak akan mengembangkan internal working memory dan relasi yang positif serta dapat mengeksplorasi lingkungan dengan percaya diri (Feeney dan Noller, 1996). Responsifitas, kepedulian dan keberadaan figur attachment merupakan gagasan yang membentuk internal working model. Internal working model adalah representasi mental yang meliputi pengetahuan mengenai relasi dengan figur attachment, seperti penolakan dan penerimaan yang dimiliki melalui hubungan sehari-hari dengan ibunya yang kemudian mempengaruhi cara pandang terhadap diri (self) dan figur attachment (other) (Feeney dan Noller, 1996). Bartholowmew dan Horowitz (1991) mengembangkan internal working memory sebagai representasi mental diri (model of self) dan representasi mental akan orang lain (model of others) pada attachment di masa dewasa awal. Representasi mental akan diri merupakan pandangan individu terhadap dirinya sendiri yang menghasilkan gambarn penilaian mengenai berharganya diri individu tersebut. Representasi mental akan orang lain merupakan pandangan terhadap orang lain yang menghasilkan gambaran penilaian mengenai seberapa orang lain dapat dipercaya dan dapat memberikan dukungan dan perlindungan yang dibutuhkan. Bartholomew (dalam Feeney dan Noller, 1996) mengemukakan bahwa model of self dan model of others dapat dikombinasikan untuk memberikan definisi pada empat gaya attachment pada individu dewasa. Oleh sebab itu, empat gaya attachment pada individu dewasa didasari oleh dua dimensi yaitu obyek dari mental models (self dan other) dan perasaan tentang obyek tersebut (positif dan negatif). Representasi mental diri yang positif mengharapkan

38 19 individu agar diterima sehingga mampu menjalin relasi, sedangkan representasi mental diri yang negatif mengharapkan bahwa orang lain akan merespon dirinya secara negatif seperti tidak diterima sehingga cukup sulit menjalin relasi. Representasi mental akan orang lain yang positif mengakibatkan harapan yang positif kepada orang lain, misalnya kepercayaan. Representasi mental akan orang lain yang negatif mengakibatkan harapan yang negatif kepada orang lain, misalnya ketidakpercayaan (Bartholomew dan Horowitz, 1991). Individu dengan secure attachment memiliki model of self dan model of other positif. Individu dengan preoccupied attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang positif. Individu dengan dismissing attachment memiliki model of self yang positif dan model of other yang negatif. Individu dengan fearful attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang negatif (Bartholomew dan Horowitz, 1991). Berikut merupakan tabel adult attachment : Model of self Positif Model of other Negatif Positif Secure attachment Dismissing attachment Negatif Preoccupied attachment Avoidant fearfull attachment Gambar 1. Model attachment

39 20 4. Faktor dan kondisi pembentuk attachment Menurut Papalia, dkk (2009) terdapat dua faktor yang mempengaruhi pembentukan attachment. Faktor-faktor tersebut adalah a. Sesitivitas figur Sensivitas figur dapat diartikan sebagai kepekaan figur kelekatan terhadap kebutuhan-kebutuhan individu. Selain itu, sensitivitas figur dapat diartikan pula sebagai sejauh mana figur kelekatan mengetahui kebutuhan-kebutuhan individu. b. Responsivitas figur Responsitivitas figur dapat diartikan sebagai cara figur kelekatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Dalam hal ini, sangat diperlukan responsivitas figur kelekatan. Respon figur kelekatan diharapkan mampu merespon indvidu sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan. Pikunas (dalam Ervika, 2005) menyatakan bahwa gaya kelekatan dapat dibentuk dalam beberapa kondisi. Kondisi yang membentuk kelekatan adalah a. Pengasuh individu Kelekatan akan timbul jika adanya interaksi antara individu dengan orang dewasa sebagai figur lekat. Interaksi yang terjadi antara individu dengan orang dewasa harus bersifat intensif. Dalam penelitian ini, interaksi berlangsung antara individu dengan pasangannya. Menurut Hazan dan Shaver ( dalam Anindyadjati dkk, 2006) mengungkapkan

40 21 bahwa anak dan pengasuh memiliki ciri-ciri yang sama dengan pasangan suami istri. Ciri-ciri tersebut antara lain keduanya merasa aman ketika yang lain dekat dan responsif dan merasa tidak aman jika pasangan/pengasuh tidak responsif, keduanya dapat merasakan keintiman secara fisik dan keduanya melakukan kegiatan bersama. b. Komposisi keluarga Individu memiliki kemungkinan untuk memilih anggota keluarga atau orang-orang terdekatnya untuk dijadikan figur kelekatan. Figur kelekatan yang akan dipilih adalah individu yang mampu responsif terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Dalam penelitian ini, figur kelekatan yang utama adalah pasangan hidup. Namun tidak menutup kemungkinan pula figur kelekatannya adalah orang lain. Menurut Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun dan Acocella, 1995) yang dimaksud orang lain adalah orang tua, teman sebaya, saudara, dan masyarakat. 5. Jenis-jenis attachment Bartholomew (dalam Feeney dan Noller, 1996) mengemukakan bahwa model of self dan model of others dapat dikombinasikan untuk memberikan definisi pada empat gaya attachment pada individu dewasa. Oleh sebab itu, empat gaya attachment pada individu dewasa didasari oleh dua dimensi yaitu obyek dari mental models (self dan other) dan perasaan tentang obyek tersebut (positif dan negatif). Berikut macam-macam gaya attachment yang diuraikan oleh Bartholomew dan Horowitz (1991), yaitu :

41 22 a. Secure attachment (gaya kelekatan aman) Individu dengan secure attachment memiliki model of self dan model of other positif. Individu dengan secure attachment memiliki harga diri yang tinggi. Individu memiliki gambaran positif terhadap orang lain sehingga ia mudah mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan yang mereka jalin (Baron dan Byrne, 2005). Hubungan yang dijalani oleh individu secure attachment cenderung lama, dengan komitmen dan memuaskan (Shaver dan Brennan dalam Baron dan Byrne, 2005). Menurut Mikulincer (dalam Baron dan Byrne, 2005), individu dengan secure attachment tidak mudah marah, tidak ingin bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil yang positif dari konflik. Individu dengan secure attachment tidak mudah bergantung dan tidak ingin menghindar. Selain itu, individu juga memiliki sikap kelayakan diri dan harapan bahwa orang lain dapat menerima dan responsif (Bartholomew dan Horowitz, 1991). Dalam hal seksualitas, Hazan et. al (1994) dalam Shaver dan Schachner (2004) menyatakan bahwa individu dengan secure attachment terbuka terhadap pengalaman seksual dan menikmati berbagai aktivitas seksual. Individu juga menikmati kontak fisik dengan pasangannya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bogaert dan Sadava (2002) didapatkan hasil bahwa individu dengan secure attachment memiliki daya tarik fisik yang tinggi. Selain itu, individu dengan secure attachment cenderung melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangannya.

42 23 Dalam menjalin hubungan interpersonal, individu dengan secure attachment akan mudah untuk dekat dengan orang lain. Selain itu, individu juga tidak khawatir jika orang lain dekat dengan mereka dan ketika orang lain meninggalkan mereka (Shaver, Hazan, and Bradshaw dalam Weber dan Harvey, 1994). Oleh karena itu, individu dengan secure attachment akan mudah untuk menjalin komunikasi dengan orang lain, begitu juga dengan pasangannya. Berkaitan dengan komunikasi seksual, individu dengan secure attachment mampu menyampaikan mengenai apa yang disukai, tidak disukai dan keinginan dalam hal seksualitas dengan pasangannya. b. Preoccupied attachment (gaya kelekatan terpreokupasi) Individu dengan preoccupied attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang positif. Individu memiliki pandangan yang negatif tentang dirinya sendiri namun memiliki harapan yang positif bahwa orang lain akan mencintai dan menerima (Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan preoccupied attachment memiliki ketergantungan yang tinggi dengan pasangannya dan mencari kedekatan dalam hubungan. Hal ini dikarenakan individu dengan preoccupied attachment memiliki rasa malu karena merasa tidak pantas menerima cinta dari orang lain dan terus berusaha untuk menerima keadaan dirinya (Lopez dkk, dalam Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan preoccupied attachment merasa nyaman dengan kedekatan dan sangat cemas akan keberlangsungan hubungannya (Feeney dan Noller, 1996). Memburuknya suatu hubungan mendorong

43 24 terjadinya depresi karena individu memiliki kebutuhan untuk dicintai (Baron dan Byrne, 2005). Oleh karena itu, individu dengan preoccupied attachment cenderung bergantung dengan orang lain terutama dengan pasangannya. Individu dengan preocuupied attachment memiliki sikap ketidaklayakan diri, namun individu memandang orang lain positif (Bartholomew dan Horowitz, 1991). Saat menjalin hubungan interpersonal, individu dengan preoccupied attachment selalu merasa cemas jika pasangannya tidak benar-benar mencintainya atau individu ingin terus bersama dengan pasangan mereka. Individu sering diliputi rasa cemburu dan emosi yang tidak menentu. Pasangan individu dengan preoccupied attachment sering merasa enggan karena individu menuntut untuk selalu dekat dengan pasangannya (Shaver, Hazan, dan Bradshaw dalam Weber dan Harvey, 1994). Berkaitan dengan seksualitas, individu dengan preoccupied attachment memiliki ketakutan atau kecemasan mengenai daya tarik fisik dan seksual terhadap pasangannya. Selain itu, individu juga melakukan hubungan seksual untuk mempertahankan hubungan (Schachner & Shaver, 2004). Komunikasi seksual antara individu preoccupied attachment dengan pasangannya menjadi kurang baik karena individu sering diliputi emosi yang tidak menetu dan dapat menimbulkan pertengkaran.

44 25 c. Dismissing attachment (gaya kelekatan menolak) Individu dengan dismissing attachment memiliki model of self yang positif dan model of other yang negatif. Individu dengan dismissing attachment merupakan individu yang mandiri. Individu akan memilih untuk tidak bergantung pada orang lain dan tidak membiarkan orang lain untuk bergantung pada dirinya (Feeney dan Noller, 1996). Oleh sebab itu, individu dengan dismissing attachment akan menghindari hubungan romantis karena mereka sangat menjaga dirinya dari kekecewaan akan hubungan romantis, menjaga kualitas kemandirian dengan selalu mengandalkan dirinya sendiri sehingga tidak mudah disakiti oleh orang lain (Baron dan Byrne, 2005). Individu dengan dismissing attachment akan sering mengalami konflik saat menjalin hubungan dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan individu merasa layak untuk menjalin hubungan akrab namun tidak mempercayai pasangan. Berkaitan dengan seksualitas individu dengan dismissing attachment melakukan hubungan seksual dikarenakan dorongan situasi sosial, seperti norma sosial dan pengaruh dari orang-orang sekitarnya (Schachner dan Shaver, 2004). Kualitas komunikasi seksual individu dengan pasangannya kurang karena individu memiliki sikap tidak percaya terhadap pasangan yang membuat tidak mampu mengkomunikasikan mengenai kebutuhan seksualnya. Oleh karena itu, individu dengan dismissing attachment akan sulit untuk menjalin komunikasi yang mendalam. Individu akan menghindari interaksi

45 26 langsung dan memilih kontak tidak langsung seperti (McGowan, Daniels dan Byrne dalam Baron dan Byrne, 2005). d. Avoidant-fearful attachment (gaya kelekatan takut-menghindar) Individu dengan avoidant fearful attachment memiliki model of self yang negatif dan model of other yang negatif. Individu dengan avoidant fearful attachment sangat menginginkan menjalin hubungan intim dengan orang lain namun mereka sangat sulit percaya terhadap orang lain dan bergantung pada orang lain. Individu juga merasa khawatir jika dirinya akan tersakiti bila menjalin hubungan intim dengan orang lain (Feeney dan Noller, 1996). Selain itu, individu dengan avoidant fearful attachment memiliki harga diri yang rendah. Individu tidak mengalami keintiman dan kesenangan dalam interaksi dengan pasangan romantis yang mereka miliki (Tidwell, Reis dan Shaver dalam Baron dan Byrne 2005). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa individu dengan avoidant fearful attachment adalah individu yang menginginkan kedekatan dengan orang di sekitarnya namun takut disakiti atau ditolak oleh orang lain. Sikap menghindari akan muncul sebagai bentuk dari penolakan dan ketakutan dari orang-orang disekitarnya, termasuk pasangannya. Individu dengan avoidant fearful attachment merasa tidak nyaman saat menjalin kedekatan dengan orang lain dan sulit mempercayai orang lain sepenuhnya (Shaver, Hazan dan Bradshaw dalam Weber dan Harvey, 1994). Berkaitan dengan seksualitas, individu dengan avoidant

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara attachment (X) dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah (Y), maka penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah 1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994)

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH

HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara adult attachment style dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa baru angkatan 2014 Fakultas Psikologi. Penentuan responden dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT STYLE DENGAN KOMITMEN PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL Binti Khumairoh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy DATA PRIBADI Nama ( inisial ) : Jenis Kelamin : Usia : Fakultas : Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Kadang-kadang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT LAPORAN PENELITIAN STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TINGKAH LAKU INTIM DARI EMPAT POLA ATTACHMENT DEWASA PADA INDIVIDU MENIKAH DENGAN USIA PERNIKAHAN DIBAWAH LIMA TAHUN DI BANDUNG Oleh : Fredrick Dermawan Purba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan sepasang pria dan wanita, karena pada saat ini merupakan babak baru dalam kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, Kinerja Karyawan

ABSTRAK. Kata kunci : Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, Kinerja Karyawan ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi secara parsial terhadap kinerja karyawan. Sampel dalam penelitian ini adalah 50 responden

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN POLA KELEKATAN DEWASA PADA IBU BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI)

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI) PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI) SKRIPSI HENRETHA LEONTI LUMINGAS 11.40.0031 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2016 i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

Abstrak. vii Univeristas Kristen Maranatha

Abstrak. vii Univeristas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh hubungan antara adult attachment styles dan jealousy pada peserta bina pranikah klasis X, Bandung. Penelitian ini menggunakan metode hubungan dengan teknik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KETERANDALAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KETERANDALAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KETERANDALAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Survei Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan manusia pada masa dewasa. Pernikahan idealnya dimulai ketika individu berada pada rentang usia dewasa awal.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN KEJENUHAN BELAJAR SISWA

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN KEJENUHAN BELAJAR SISWA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN KEJENUHAN BELAJAR SISWA UD UL TESIS KURNIA FITROTIN S300110008 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI, OPTIMISME, DAN HARAPAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR DI YAYASAN SEKOLAH X SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI, OPTIMISME, DAN HARAPAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR DI YAYASAN SEKOLAH X SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI, OPTIMISME, DAN HARAPAN DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR DI YAYASAN SEKOLAH X SURAKARTA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Selviana Elisa. Dibimbing Oleh : Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si.

Selviana Elisa. Dibimbing Oleh : Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si. Studi Mengenai Gambaran Attachment Style Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Angkatan 2014 Dalam Menjalin Relasi Dengan Civitas Akademika Selviana Elisa Dibimbing Oleh : Drs. Amir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motivasi berprestasi sangat penting bagi kehidupan. Motivasi berprestasi yang baik akan membawa dampak positif bagi setiap individu. Hal ini terbukti dengan penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL III SUMATERA SELATAN

PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL III SUMATERA SELATAN PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL III SUMATERA SELATAN LAPORAN AKHIR Dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci