STRATEGI PENGENDALIAN PADA PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN YANG MEMANFAATKAN UDARA LINGKUNGAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGENDALIAN PADA PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN YANG MEMANFAATKAN UDARA LINGKUNGAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGENDALIAN PADA PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN YANG MEMANFAATKAN UDARA LINGKUNGAN SKRIPSI LOVREN DEVTER SIMBOLON F DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 CONTROL STRATEGY ON CORN DRYING THAT UTILIZED AMBIENT AIR Lovren Devter and Leopold O. Nelwan Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java. Indonesia, Phone , ABSTRACT In artificial drying, consumption of thermal energy is about 90%-95% of requirement total energy (Manalu, 1999; Nelwan, 1997). Ambient air drying is a drying method that use unheated air, thus its thermal energy consumption is very low. Indonesia is a tropical country that ambient air condition generally has high relative humidity, however the mean temperature is more than 30 o C and the relative humidity is lower than 70%. This condition is potential to dry the corn up to it s equilibrium moisture content (Me) i.e. 14%. Because of the fluctuative condition, the ambient air doesn t have potential ability to dry at all. In deep bed dryer, there are various moistures in layers. Therefore, control system based on differences of moisture content in corn layers is needed to flow the potential ambient air -high of air temperature and low relative humidity- and to control the velocity of ambient air flow. The control system consists of detector of temperature and RH by SHT11 and SHT75 sensor, LCD, power supply and zero crossing circuits. The controlling system program was written C language, and written by Uc51 software 3.48 version, and also has function as compiler to convert C language to file.hex. The controlling strategy compare equilibrium moisture content in layer with the ambient as a hint of round of blower. If ambient Me < Me of the lower layer, the blower flows the maximum flow rate (0.455 m 2 /s). Contraryly, if Me >Me of the upper layer, the blower won t flows. And if Me of the lower layer < ambient Me < Me of the upper layer, the blower flows the ambient air with five different levels of flow rate ( 0.398m 2 /s, m 2 /s, m 2 /s, m 2 /s,and m 2 /s ) based on the comparation of the third Me. The experiment without control system showed that when the ambient temperature is about 25.7 o C - 36 o C and average ambient RH is about 55.25% %, can dry the corn from average moisture content 20.48% b.k to 16.08% bk in 46.5 hours and consumed electrical energy as much as MJ/kg of water evaporated. But, In the experiment with control system with average ambient temperature is about 27.9 o C 40.6 o C, and average ambient RH is about 39.47% %, the drying process start from average moisture content 20.89% b.k to 16.20% b.k due hours and consume electric energy as much as MJ/kg of water evaporated. Control Strategy Program worked properly and consumed less electrical energy and drying time process than the experiment without control system. Keywords : corn, drying, control system, moisture content.

3 Lovren Devter Simbolon. F Strategi Pengendalian pada Pengeringan Jagung Pipilan yang Memanfaatkan Udara Lingkungan. Di bawah bimbing oleh Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP. M.Si Ringkasan Pengembangan jagung sebagai komoditas perdagangan dan industri menyebabkan pentingnya aspek prapengolahan, salah satunya yaitu aspek pengeringan. Pada pengeringan artificial kebutuhan energi termal untuk pengeringan sangat tinggi, kira-kira 90% - 95% dari total kebutuhan energi (Manalu, 1999; Nelwan, 1997). Oleh sebab itu, pengeringan dengan udara lingkungan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi konsumsi energi termal dalam proses pengeringan. Indonesia merupakan negara tropis dimana kondisi udara lingkungan pada umumnya memiliki kelembaban relatif (RH) yang tinggi, akan tetapi pada siang hari suhu rata-rata dapat lebih tinggi dari 30 o C dengan RH lebih rendah dari 70%. Udara dengan kondisi demikian cukup potensial untuk digunakan sebagai media pengeringan bijibijian, mengingat kadar air keseimbangan jagung pada kondisi tersebut dapat mencapai kurang dari 14%. Akan tetapi, karena kondisinya berfluktuasi, tidak semua udara berpotensi untuk digunakan sebagai media pengeringan. Pada pengeringan tipe tumpukan terjadi variasi kadar air antara lokasi yaitu pada lapisan bawah, tengah dan atas. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem kendali otomatis berbasis beda kadar air pada tumpukan jagung yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengatur laju aliran udara yang potensial untuk pengeringan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang strategi pengendalian pada sistem pengering dengan udara lingkungan untuk jagung pipilan berbasis beda kadar air pada tumpukan dengan potensinya pada udara lingkungan serta merancang perangkat keras dan perangkat lunak sistem kendali untuk keperluan strategi pengendalian. Sistem kendali yang didesain meliputi rangkaian pembacaan suhu dan RH yang dideteksi sensor SHT11 dan SHT75, rangkaian LCD, rangkaian catu daya dan rangkaian pengatur laju aliran udara pada blower (zero crossing). Program sistem kendali untuk strategi pengendalian disusun menggunakan bahasa C dan ditulis dalam software Uc51 versi 3.48 yang juga berfungsi sebagai kompiler yang akan mengkonversi bahasa C ke dalam file berekstensikan.hex. Strategi pengendalian yang digunakan adalah dengan membandingkan kadar air kesetimbangan (Me) pada tumpukan jagun lapisan bawah dan lapisan atas serta Me lingkungan. Jika Me lingkungan < Me tumpukan jagung lapisan bawah maka kipas akan menyala maksimal atau Timer0 (laju aliran udara m 3 /s), sebaliknya jika Me lingkungan > Me tumpukan jagung lapisan atas maka kipas tidak akan berputar (Timer 66). Sedangkan jika Me tumpukan jagung lapisan bawah < Me lingkungan < Me tumpukan jagung lapisan atas maka kipas akan berputar pada lima tingkat kecepatan yaitu Timer30 (laju aliran udara m 3 /s), Timer35 (laju aliran udara m 3 /s), Timer40 (laju aliran udara m 3 /s), Timer45 (laju aliran udara m 3 /s) dan Timer50 (laju aliran udara m 3 /s) sesuai dengan hasil perbandingan dari ketiga Me tersebut. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung varietas hybrid yang diperoleh dari dua lokasi dengan kadar air yang berbeda-beda. Pada pengujian tanpa sistem kendali jagung diperoleh dari balai Balitrov yang berada di daerah Cimanggu. Sedangkan pada pengujian dengan sistem kendali jagung diperoleh dari kelompok tani di desa Iwul kecamatan Parung, Bogor.

4 Berdasarkan hasil pengujian pada pengeringan jagung pipilan tanpa menggunakan sistem kendali diperoleh data yang menunjukkan bahwa dengan suhu lingkungan yang berkisar antara 25.7 o C - 36 o C dan RH antara 55.25% % dapat mengeringkan jagung dari kadar air awal rata-rata 20.48% b.k hingga mencapai kadar air akhir ratarata 16.08%b.k dengan lama pengeringan 46.5 jam serta konsumsi energi listrik sebesar 7.59 MJ atau MJ/kg air yang diuapkan. Sedangkan hasil pengujian pada pengeringan jagung pipilan dengan menggunakan sistem kendali menunjukkan bahwa pengeringan dengan suhu lingkungan berkisar antara 27.9 o C 40.6 o C, dan RH lingkungan antara 39.47% % dapat menurunkan kadar air awal rata-rata 20.89%b.k hingga mencapai kadar air akhir rata-rata 16.20%b.k dengan lama pengeringan efektif (pada kondisi kipas menyala maksimal) yaitu jam serta konsumsi energi listrik sebesar MJ atau MJ/kg air yang diuapkan. Strategi pengendalian pada pengeringan jagung pipilan yang telah didesain secara umum berfungsi dengan baik dan konsumsi energi listrik yang digunakan serta waktu pengeringan pada pengujian dengan sistem kendali lebih rendah dan lebih cepat dibandingkan dengan pengujian tanpa sistem kendali.

5 STRATEGI PENGENDALIAN PADA PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN YANG MEMANFAATKAN UDARA LINGKUNGAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh LOVREN DEVTER SIMBOLON F DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul skripsi : Strategi Pengendalian pada Pengeringan Jagung Pipilan yang Memanfaatkan Udara lingkungan Nama NIM : Lovren Devter Simbolon : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Leopold O. Nelwan, S.TP. M.Si.) (Dr. Ir. I Made Subrata, M.Agr) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M. Eng) NIP Tanggal lulus :

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Strategi Pengendalian pada Pengeringan Jagung Pipilan yang Memanfaatkan Udara Lingkungan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Yang membuat pernyataan Lovren Devter Simbolon F

8 Hak Cipta milik Lovren Devter Simbolon, tahun 2011 Hak Cipta dillindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya.

9 BIODATA PENULIS Lovren Devter Simbolon. Lahir di Durian Luncuk, 23 Oktober 1988 dari Bapak S. Simbolon dan ibu R. Sihotang, sebagai putra kedua dari tujuh bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Tunas Bangsa dan melanjutkan SD di SD Negeri 102/1 Batanghari, setelah itu melanjutkan SLTP di SLTP Negeri 6 Batanghari dan menamatkan SMA di SMA Negeri 1 Batanghari pada tahun Di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memilih Program Studi Teknik Mesin Dan Biosistem. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi ekstra maupun intra kampus, seperti menjadi anggota komisi Kopelkhu di UKM PMK IPB dan Kepala Bidang Aksi dan Pelayanan di GMKI Cabang Bogor. Penulis juga pernah mengikuti Program Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh IPB yaitu IPB GO FIELD 2009 dan melaksanakan Praktik Lapangan di PT Cakung Permata Nusa di Kalimantan Selatan pada tahun 2010.

10 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk segala anugerahnya. Terlebih lagi pada saat ini saya telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Strategi Pengendalian pada Pengeringan Jagung Pipilan yang Memanfaatkan Udara Lingkungan. Pada kesempatan ini juga saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung saya baik dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada: 1. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. I Made Subrata, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi ke-ii yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penelitian dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku dosen penguji atas asaran dan masukan yang telah diberikan. 4. Bapak Bugaran Saragih yang telah banyak memberikan motivasi. 5. Bapak Harto, Mas Firman dan Mas Darma yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Papa, mama serta abang dan adik-adikku (Fernando, Lia, Charlie, Ines, Yopita dan Dyah) yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa. 7. Semua dosen yang telah membagikan ilmu selama belajar di Teknik Mesin dan Biosistem 8. Seluruh staf Departemen Teknik Mesin dan Biosistem untuk semua bantuan yang telah diberikan. 9. Lab TET yang telah membiaya penelitian ini 10. Yusenda untuk segala masukan, doa dan dukungannya 11. Teman-teman kostan Bilo dan Nur Fikri 12. Yan, David, Mudho, Arie Tambosoe, Iqbal, Irfan, Dede, Nova, Imuz, Mila, Miftah, Fauzi, Kak Cecep, Mas Furqon yang telah membantu saya dalam penelitian ini. 13. Teman-teman GMKI cabang Bogor 14. Teman-teman TEP 44 (Ensemble) Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita selalu dalam penyertaan Tuhan. Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Besar harapan penulis, skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, November 2011 Penulis viii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiii DARTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. JAGUNG (Zea Mays L)... 3 B. PENGERINGAN... 4 B.1 Teori Pengeringan... 4 B.2 Metode Pengeringan... 6 B.3 Sistem Pengeringan yang Memanfaatkan Udara Lingkungan yang Potensial dengan Sistem Kontrol... 8 C. KADAR AIR... 9 D. LAJU PENGERINGAN E. SENSOR SUHU DAN KELEMBABAN RELATIF F. KONVERSI NILAI OUTPUT SHT11 DAN SHT III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. ALAT DAN BAHAN C. PROSEDUR PENELITIAN D. DESAIN ALAT PENGERING E. DESAIN SISTEM KENDALI F. STRATEGI PENDENDALIAN G. METODE PENGAMBILAN DATA H. PENGOLAHAN DATA IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ALAT PENGERING JAGUNG PIPILAN B. SISTEM KENDALI B.1 Perangkat Keras Sistem Kendali (Hardware) B.2 Modul SHT11 dan SHT B.3 Modul LCD B.4 Zero Crossing (Pengendali Kecepatan Blower) C. PERANGKAT LUNAK SISTEM KENDALI (SOFTWARE) D. STRATEGI PENGENDALIAN E. UJI KINERJA ALAT PENGERING TANPA SISTEM KENDALI E.1 Perubahan Suhu dan RH E.2 Perubahan Kadar Air F. UJI KINERJA ALAT PENGERING DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI F.1 Perubahan Suhu dan RH F.2 Hubungan Kadar Air Kesetimbangan Terhadap Putaran Kipas F.3 Perubahan Kadar Air ix

12 G. PENURUNAN KADAR AIR TANPA SISTEM KENDALI DAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI H. KONSUMSI ENERGI LISTRIK SELAMA PROSES PENGERINGAN TANPA SISTEM KENDALI DAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI 43 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Data produksi jagung Tabel 2 Persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI Tabel 3. Jenis-jenis sensor suhu dan kelembaban dengan tingkat keakurasiannya Tabel 4. Nilai koefisien konversi RH, (Sensirion. Crop. 2008) Tabel 5. Koefisien konversi suhu berdasarkan SO T, (Sensirion. Crop. 2008) Tabel 6. Koefisien konversi temperature berdasarkan VDD (Sensirion. Crop. 2008) Tabel 7. Spesifikasi pinpada LCD tipe LMB162AFC Tabel 8. Konsumsi energi selama proses pengeringan jagung pipilan dengan dan tanpa menggunakan sistem kendali xi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jagung (Zea Mays L)... 3 Gambar 2. Kurva psikrometrik chart untuk pengeringan... 5 Gambar 3(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 3(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 4(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 4(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 5(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 5(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 6(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 6(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 7(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 7(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 8(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 8(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 9(a). Akurasi maksimal RH SHT Gambar 9(b). Akurasi maksimal suhu SHT Gambar 10. Prosedur penelitian Gambar 11. Desain alat pengering tipe tumpukan (batch) Gambar 12. Strategi pengendalian Gambar 13. Letak titik-titik pengukuran Gambar 14. Alat pengering tipe Batch (tumpuk) Gambar 15. Rangkaian pembacaan sensor, LCD dan catu daya Gambar 16. Rangkaian pengaturan putaran kipas (zero crossing) Gambar 17. Modul mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro System ver Gambar 18. Modul mikrokontroler Petrafuzz ver Gambar 19. Modul SHT Gambar 20. Modul SHT Gambar 21. Jalur penghubung antara SHT75 dengan port pada mikrokontroler. 26 Gambar 22. Rangkaian LCD yang terhubung dengan port pada Mikrokontroler 27 Gambar 23. Trafo dan Catu daya. 28 Gambar 24. Blower.. 28 Gambar 25. Rangkaian zero crossing.. 29 Gambar 26. Rangkaian IC LM Gambar 27. Skema strategi pengendalian Gambar 28. Perubahan suhu lingkungan dan suhu pengering terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Gambar 29. Grafik perubahan suhu terhadap waktu pada lima tingkatan selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Gambar 30. Hubungan antara RH terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali xii

15 Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38. Gambar 39. Gambar 40. Hubungan antara kelembaban mutlak terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Hubungan antara kadar air rata-rata lapisan terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Fluktuasi suhu terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Perubahan suhu tumpukan terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Hubungan antara RH terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Hubungan kelembaban mutlak terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Hubungan antara kadar air kesetimbangan terhadap waktu dan putaran kipas selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Perubahan kadar air terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali tahap I Perubahan kadar air terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali tahap II penurunan kadar air tanpa sistem kendali dan menggunakan sistem kendali selama proses pengeringan terhadap waktu xiii

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabel kadar air selama proses pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali Lampiran 2. Data suhu sampel selama proses pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali Lampiran 3. Data RH inlet dan outlet selama proses pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali Lampiran 4. Data Daya, Tegangan, Arus dan Cos θ selama proses pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali Lampiran 5. Tabel pengukuran suhu, kelembaban dan kadar air kesetimbangan yang sensor selama proses pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali Lampiran 6. Tabel pengukuran kecepatan dan laju angin selama prose pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali Lampiran 7. Tabel pengukuran suhu tumpukan selama proses pengeringan jagung Pipilan dengan sistem kendali Lampiran 8. Tabel pengukuran kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H) Selama proses pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali Lampiran 9. Tabel penurunan kadar air basis basah dan basis kering selama Pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali Lampiran 10. Tabel konsumsi energi listrik tahap 1 dan tahap 2 selama proses pengeringan jagungpipilan dengan sistem kendali Lampiran 11. Program pembacaan Sensor SHT11, SHT75, LCD dan strategi pengendalian Lampiran 12. Program zero crossing dan penyalaan lampu untuk pengambilan data waktu penyalaan kipas xiv

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jagung merupakan salah satu tanaman pangan terpenting. Selain sebagai bahan makanan, jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak, bahan baku tepung dan bahan baku industri. Oleh karena itu, pengembangan jagung sebagai komoditas perdagangan dan industri menyebabkan pentingnya aspek pra-penggolahan pada tahap pascapanen menuju pengolahan industry, salah satunya yaitu aspek pengeringan. Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air dari suatu bahan dimana terjadi proses penggeluaran air menuju kadar air kesetimbangan. Hal tersebut bertujuan untuk memperlambat laju kerusakan produk dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga (Handerson dan Perry, 1976). Pada pangeringan artificial kebutuhan energi termal untuk pengeringan sangat tinggi, kirakira 90% - 95% dari total kebutuhan energi (Manalu, 1999; Nelwan, 1997). Berdasarkan hal tersebut, pengeringan yang memanfaatkan udara lingkungan merupakan salah satu alternatif penghematan konsumsi energi termal untuk pengeringan. Indonesia merupakan negara tropis dimana kondisi udara lingkungan pada umumnya memiliki kelembaban relatif (RH) yang tinggi, akan tetapi pada siang hari suhu dapat lebih tinggi dari 30 o C dengan kelembaban lebih rendah dari 70%. Udara dengan kondisi demikian cukup potensial untuk digunakan sebagai media pengeringan biji-bijian, mengingat kadar air kesetimbangan jagung pada kondisi tersebut dapat mencapai kurang dari 14%. Akan tetapi, karena kondisinya berfluktuasi tidak semua udara berpotensi untuk digunakan sebagai media pengeringan. Selain itu pada pengeringan buatan dengan tipe tumpukan (batch), biji-bijian dikeringkan dengan cara ditumpuk dalam suatu wadah dengan pertimbangan kapasitas yang lebih besar dan kemudahan dalam pengoperasian. Pada kondisi tersebut menyebabkan terjadinya variasi kadar air antara lokasi. Widodo dan Hendriadi (2004) mengatakan pengeringan bahan pertanian dengan pengeringan tipe bak datar menghasilkan kadar air akhir yang kurang seragam pada lapisan bawah, tengah dan atas. Perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan bawah dan atas sebesar 4-6% untuk pengeringan bak datar juga disebutkan oleh Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000). Oleh sebab itu, dibutuhkan sistem kendali otomatis yang dapat mengendalikan pengaliran udara pada waktu yang tepat yaitu ketika suhu udara lingkungan relatif tinggi dan RH rendah (udara lingkungan yang potensial). Penelitian terdahulu oleh Hendarto (2008) mengenai studi implementasi sistem kendali on-off pada In Store Dryer (ISD) untuk komoditas jagung, pengeringan jagung pipilan dilakukan dengan menggunakan udara lingkungan yang potensial. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyatakan bahwa pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan sistem kendali on-off menunjukkan bahwa pengeringan jagung dari kadar air 18%-15%bk membutuhkan waktu 33 jam dan konsumsi energi selama proses pengeringan sebesar 175 MJ atau 1.59 MJ/kg air yang diuapkan. Sedangkan tanpa sistem kendali pengeringan dilakukan dalam waktu 68 jam dengan konsumsi energi selama proses pengeringan sebesar 360 MJ atau 1.45 MJ/kg air yang diuapkan. Namun dalam penelitian tersebut pendugaan perhitungan kadar air bahan kurang tepat. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian tersebut hanya menggunakan sistem pengendali on-off dengan dua sensor yang dipasang pada tumpukan jagung lapisan atas dan pada lingkungan disekitar pengering. 1

18 Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih efektif dengan konsumsi energi selama proses pengeringan lebih rendah. Dengan mempertimbangkan beda kadar air pada lapisan atas dan bawah terhadap potensinya pada udara lingkungan, strategi pengendalian pada penelitian ini diprogram sedemikian rupa sehingga blower tidak selalu berputar maksimal selama proses pengeringan. Penelitian lanjutan yang dilakukan adalah pengeringan tipe tumpukan dengan penambahan sensor yang dipasang pada tumpukan jagung lapisan bawah, lapisan atas dan pada lingkungan disekitar pengeringan. Dengan adanya sistem kendali ini diharapkan proses pengeringan yang dilakukan lebih terkendali (efektif) dan konsumsi energi yang digunakan lebih rendah. B. TUJUAN PENELITIAN 1. Merancang strategi pengendalian pada sistem pengering dengan udara lingkungan untuk jagung pipilan berbasis beda kadar air pada tumpukan dengan potensinya pada udara lingkungan. 2. Merancang perangkat keras dan perangkat lunak sistem kendali untuk keperluan strategi pengendalian. 2

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG (Zea Mays L) Jagung (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia misalnya di Madura dan Nusa Tenggara juga menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga berfungsi sebagai pakan ternak, bahan baku tepung, dan bahan baku industri. Adapun klasifikasi ilmiah tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Division : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub division : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Gramincaea (rumput-rumputan) Familia : Graminaceae Genus : Zae Spesies : Zea Mays L. Gambar 1. Jagung (Zea Mays L) Dari tahun 2000, produksi jagung setiap tahunnya cenderung meningkat. Berdasarkan situs BPS (2010), peningkatan data produksi jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data produksi jagung Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) Sumber : BPS (Tahun 2010) Dalam industri pangan maupun pakan, jagung yang digunakan dalam bentuk yang telah dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga mencapai kadar air kesetimbangan sehingga mencegah tumbuhnya mikriorganisme pembusuk. Kadar air jagung yang siap dipipil berada pada kisaran 30% - 17%. Sedangkan kadar air pada kisaran 17% - 12% sudah dapat dikonsumsi atau disimpan (Suwadi dan Suarni 2001). 3

20 Standar mutu yang digunakan sebagai acuan utama dalam pengeringan jagung adalah SNI Tabel 2 merupakan persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan yang harus dipenuhi berdasarkan SNI Tabel 2 Persyaratan mutu standar jagung sebagai bahan baku pakan berdasarkan SNI No Komposisi Syarat Mutu Satuan 1 Kadar air (maksimum) 14 % 2 Kadar protein kasar (minimum) 7.5 % 3 Kadar serat kasar (maksimum) 3.0 % 4 Kadar abu (maksimum) 2.0 % 5 Kadar lemak (minimum) 3.0 % 6 Mikotoksin a. Aflaktosin (maksimum) 5.0 Ppb b. Okratoksin (maksimum) 5.0 Ppb 7 Butir pecah (maksimum) 5.0 % 8 Warna lain (maksimum) 5.0 % 9 Benda asing (maksimum) 2.0 % B. PENGERINGAN B.1 Teori Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air dari suatu bahan dimana terjadi proses penggeluaran air menuju kadar air kesetimbangan. Proses pengeringan bertujuan untuk memperlambat laju kerusakan produk dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga (Handerson dan Perry, 1976). Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini berfungsi antara lain untuk membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan, dan kemudian membawa uap air keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di permukaan bahan dapat terjadi secara alamiah akibat adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara lingkungan di sekitar bahan. Meskipun proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir, proses pengeringan ini dapat dipercepat dengan memodifikasi kondisi udara lingkungan yaitu dengan pencampuran udara kering dan uap air. Pengkondisian udara laingkungan ini dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan (cooling), pelembaban (humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan pencampuran udara berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam diagram psikometri (Goswami, 1986). Menurut Henderson dan Perry (1976), proses pengeringan terdiri dari dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap/konstan dan periode dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan periode perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban tertentu. 4

21 Selama pengeringan berlangsung terjadi penurunan suhu bola kering disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak (H), kelembaban relatif (RH), tekanan uap dan suhu pengembunan. Sedangkan suhu bola basah dan entalpi tetap. Ilustrasi aktivitas pengeringan dapat dilihat pada kurva psikrometrik chart pada Gambar 2. Entalpi (kj/kg uk ) h 1 h 2 Volume spesifik (m 3 /kg uk ) Suhu pengembunan RH Kelembaban mutlak (kgair/kguk) T ud T p Keterangan: (1) (2) = Proses pemanasan udara (1) (3) = Proses pengeringan Tud = Suhu udara Tp = Suhu pengeringan Gambar 2. Kurva psikrometrik chart untuk pengeringan Proses pengeringan dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara, suhu pengeringan dan RH pengeringan. Semakin cepat aliran udara pengering maka semakin cepat pula uap air terbawa sehingga tidak terjadi penjenuhan dipermukaan bahan. Suhu pengeringan juga sangat berpengaruh terhadap laju penguapan bahan dan lama pengeringan. Selain itu, suhu pengeringan harus disesuaikan dengan karakteristik bahan yang dikeringkan sebab suhu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas bahan yang dikeringkan. Selain kecepatan aliran dan suhu, RH udara pengering juga berpengaruh terhadap pemindahan uap air dari dalam bahan ke permukaan dan menentukan kemampuan permukaan bahan untuk menampung uap air. Besarnya kelembaban relatif (RH) berbanding terbalik dengan kemampuan udara menyerap uap air sehingga semakin rendah RH maka semakin tinggi kemampuan udara dalam menyerap uap air dan laju pengeringan semakin cepat (Ramelan, 1996). 5

22 B.2 Metode Pengeringan Metode pengeringan merupakan suatu cara yang diterapkan/digunakan dalam proses pengeringan. Metode Pengeringan dapat dikategorikan dengan cara yang berbeda. Secara umum, metode pengeringan terdiri dari dua metode yaitu pengeringan manual/alami (natural drying) dan pengeringan buatan/mekanis (artificial drying) Pada pengeringan natural/alami panas pengeringan dipengaruhi oleh udara sekitar atau matahari. Pengeringan natural/alami ini bisa dilakukan dengan cara penjemuran. Pengeringan dengan sistem ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain tergantung pada cuaca, sulit dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas dan terbuka, mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pengeringan artificial (pengeringan buatan) dilakukan dengan menggunakan panas tambahan. Keuntungannya antara lain yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas dan kondisi pengeringan dapat dikontrol (widodo dan hendriadi, 2004). Menurut brooker et al. (1982) metode pengeringan mekanis berdasarkan mode operasi dalam proses pengeringan pada umumnya terdiri dari dua yaitu: Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying) Pengeringan kontinyu (continous drying) adalah pengeringan terus menerus, bahan yang dikeringkan bergerak melalui ruang pengering dan mengalami kontak dengan udara pemanas secara paralel atau berlawanan. Pada saat yang bersamaan, produk yang kering akan keluar pada bagian outlet prngering dan produk yang akan dikeringkan akan masuk melalui inlet alat pengering. Pada pengeringan ini, terjadi pemerataan kadar air produk yang dikeringkan. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying) Pada Pengeringan tipe tumpukan (batch drying), bahan yang akan dikeringkan dalam keadaan diam. Bahan ditempatkan pada bak pengering dan udara dialiran pada bagian bawah tumpukan yang dihembuskan melewati biji/produk yang dikeringkan. Pengeringan tipe tumpukan memiliki sistem yang sederhana dan dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan setelah pengeringan selesai. Namun kekurangan pada pengeringan sistem ini akan terjadi variasi kadar air tumpukan biji-bijian mulai dari lapisan bawah (dimana udara pengering masuk) hingga lapisan paling atas (Brooker et.al, 1982) Berdasarkan pergerakan biji yang dikeringkan, secara umum metode pengering mekanis terdiri dari dua yaitu: Pengeringan Static Bed Pada pengeringan static bed, produk yang dikeringkan tidak mengalami pergerakan atau dalam keadaan diam. Pengeringan static bed atau yang biasa disebut pengeringan tipe tumpuk, contohnya pengeringan tipe bak. Adapun sistem pengeringan tipe bak yaitu udara pengering bergerak dari bawah ke atas melalui butir-butir produk yang ditumpuk dan melepaskan sebagian panasnya untuk menghasilkan penguapan. Pada pengeringan tipe ini, udara pengering semakin ke atas akan semakin turun suhunya. Penurunan suhu tersebut harus diatur sedemikian rupa agar pada saat mencapai lapisan atas masih terdapat energi panas sehingga penguapan dapat berlangsung terus dengan cara mengatur tebal tumpukan. Pada pengeringan tipe bak, terjadi variasi kadar air tumpukan biji-bijian mulai dari lapisan bawah (dimana udara pengering masuk) hingga lapisan paling atas (Brooker et.al, 1982). 6

23 Pengeringan Resirkulasi Pengeringan resirkulasi merupakan pengeringan yang menggunakan prinsip sirkulasi dimana pengeringan ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pada proses pengeringan yang bertujuan untuk penyeragaman kadar air pada produk yang dikeringkan dan dapat mempercepat efektifitas dan efisiensi pengeringan. Contoh pengeringan resirkulasi adalah: 1. Pengeringan Tipe Cross-Flow Sistem pengeringan cross-flow dikategorikan dengan arah reltif dari biji-bijian dan perpindahan udara melalui pengering. Pada pegeringan ini udara pengering mengalir melalui pengering secara horizontal, tegak lurus dengan arah aliran biji-bijian yang jatuh bebas. 2. Pengeringan Tipe Mix-Flow Pengeringan tipe mix-flow merupakan model pengeringan yang berdasarkan aliran udara yang digunakan dengan aliran produk yang akan dikeringkan. Pengeringan model ini diperkenalkan berdasarkan dua dimensi dasar yaitu berdasarkan aliran udara dan jagung disekitar inlet dan outlet saluran aliran. Pada pengeringan ini, digunakan menggunakan beberapa blok untuk pengaliran udara yang searah, berlawanan dan tegak lurus dengan aliran biji/produk. 3. Pengeringan Tipe Rotari Tumpukan Pengeringan Tipe Rotari Tumpukan meliputi wadah pengering yang terdiri dari dua buah drum silindris berpori sehingga memiliki dua ruangan yaitu bagian dalam dan bagian luar. Produk yang akan dikeringkan akan diletakkan pada rauangan bagian luar yaitu berada diantara dua dinding drum. Ruang drum bagian dalam dihubungkan dengan kipas sentrifugal menggunakan ducting yang berfungsi untuk memasukkan udara pengering. Di dalam ducting dipasang elemen pemanas yang berfungsi untuk memanaskan udara yang masuk. Prinsip kerja dari pengeringan tipe rotari tumpukan ini adalah udara yang telah dipanaskan dialirkan melalui ducting ke tumpukan jagung pipilan dalam drum silindris sedemikian rupa sehingga aliran udara mengalir ke radial ketika melalui tumpukan. Drum silindris tersebut dapat diputar untuk menciptakan efek pengadukan biji dengan menggunakan motor listrik melali gear box yang memutar poros dari silinder. Berdasarkan sumber energi yang digunakan, metode pengeringan mekanis yang umum digunakan adalah sebagai berikut: Pengeringan dengan Energi Surya 1. Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse) Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al., 1996). 2. Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying) Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap air. Energi matahari 7

24 dikumpulkan menggunakan pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang biasanya terbuat dari plastik transparan. Solar drying disebut juga iradiasi surya. Suhu pada pengeringan jenis ini umumnya 20 sampai 30 C lebih tinggi dari pada di tempat terbuka (open sun drying) dengan waktu pengeringan yang lebih singkat. Sistem solar drying juga digunakan pada pengeringan bijian, selain menggunakan sistem batch drying dan continous flow drying. 3. Pengering dengan Sumber Energi Konvesional Pada pengering buatan udara yang mengitari produk dibuat dengan menggunakkan kipas atau blower. Panas diperlukan untuk menaikkan suhu udara pengering. Penambahan panas pada udara pengering bertujuan untuk menaikan kapasitas udara yang membawa uap dan untuk memanaskan produk menjadi lebih tinggi (Hall, 1963 dalam Sulikah 2007). Panas yang digunakan pada proses pengeringan buatan berasal dari berbagai sumber energi panas yang ada, tergantung dari ketersediaan sumber energi yang ada disekitar proses pengeringan yang sedang berlangsung. Kebanyakan sumber energi yang digunakan adalah bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. 4. Pengeringan Dengan Menggunakan Udara Lingkungan Selain menggunakan matahari, pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan udara lingkungan. Pengeringan dengan sistem ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pemanasan udara (menggunakan heater) sehingga udara yang masuk akan dipanaskan terlebih dahulu lalu di hembuskan pada produk. Selain dengan pemberian panas tambahan. pada prinsipnya pengendalian suhu pada pengering dapat melalui pengaturan aliran udara. Saat jumlah udara per satuan waktu dari luar sistem (lingkungan) yang masuk ditingkatkan, suhu dalam sistem pengering akan menurun. Sebaliknya ketika jumlah aliran udara yang masuk dikurangi maka suhu udara di dalam ruang akan meningkat. Disamping itu, debit udara pada pengeringan tumpukan juga memberikan perbedaan penurunan kadar air. Pada penelitian ini, pengeringan yang akan digunakan adalah pengeringan jagung pipilan tipe tumpukan yang memanfaatkan udara lingkungan yang potensial yaitu saat suhu tinggi dan kelembaban rendah untuk media pengering. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan kebutuhan energi termal yang sangat tinggi untuk pengeringan. Namun karena kondisi lingkungan yang berfluktuasi sehingga tidak semua udara berpotensi untuk media pengeringan maka diperlukan suatu sistem kendali yang dapat mengontrol kondisi udara yang potensial tersebut. B.3 Sistem Pengeringan yang Memanfaatkan Udara Lingkungan yang Potensial dengan Sistem Kontrol Penggunaan kontrol otomatis untuk mengatur laju aliran udara telah memberikan penghematan energi yang cukup signifikan pada saat pengeringan. Pada saat kadar air masih lebih tinggi dari kadar air keseimbangan, aliran udara dijalankan, sedangkan ketika lebih rendah aliran udara dihentikan. Namun pengendalian harus diatur sedemikian rupa, sehingga penghematan energi dan keseragaman kadar air tetap terjaga. Jika pengeringan dilakukan menggunakan kipas yang tidak dapat dikendalikan, kerugian energi untuk pengaliran udara akan dialami. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian laju aliran udara mengunakan kontrol otomatis, agar hal tersebut dapat diminimalkan. Penelitian mengenai pengeringan dengan menggunakan sistem kontrol telah banyak dilakukan sebelumnya. Hendarto (2008) melakukan pengeringan jagung pipilan pada In-Store 8

25 Drying (ISD) dengan teknik kontrol on-off pada blower udara penghembus udara keluar bin. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyatakan bahwa pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan sistem kendali on-off menunjukkan bahwa pengeringan jagung dari kadar air 18%- 15%bk membutuhkan waktu 33 jam dan konsumsi energi selama proses pengeringan sebesar 175 MJ atau 1.59 MJ/kg air yang diuapkan. Sedangkan tanpa sistem kendali pengeringan dilakukan dalam waktu 68 jam dengan konsumsi energi selama proses pengeringan sebesar 360 MJ atau 1.45 MJ/kg air yang diuapkan. Namun dalam penelitian tersebut pendugaan perhitungan kadar air bahan kurang tepat. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian tersebut hanya menggunakan sistem pengendali on-off dengan dua sensor yang dipasang pada tumpukan jagung lapisan atas dan pada lingkungan disekitar pengering. C. KADAR AIR Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air basis kering dapat lebih dari 100 persen. ( Syarif dan Halid, 1993). Perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: 100% (1) M W W x 100%... (2) Keterangan: m = Kadar air basis basah (%b.b) M = Kadar air basis kering (%b.k) W m = Massa air (kg) W d = Massa bahan kering (kg) Persamaan Konversi nilai kadar air basis basah menjadi nilai kadar air basis kering adalah sebagai berikut:... (3) Kadar Air Kesetimbangan Menurut somantri (2003), kadar air kesetimbangan atau Equilibrium of moisture content (EMC) merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan pembasahan pada bahan-bahan pangan. Kadar air keseimbangan didefenisikan sebagai kandungan air udara sekitarnya. Kadar kesetimbangan menentukan tingkat kadar air bahan pangan terendah yang dapat dicapai dalam 9

26 proses pengeringan pada kondisi suhu dan kelembaban nisbi udara pengering tertentu. Kadar air kesetimbangan didefinisikan sebagai kadar air suatu bahan setelah bahan itu diletakkan disuatu lingkungan udara tertentu dalam waktu yang tidak terhingga lamanya. Kadar air kesetimbangan tergantung terhadap suhu dan kelembaban udara lingkungan serta jenis bahan itu sendiri. Hal tersebut merupakan suatu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan. Menurut Hall (1957) didalam Hendarto (2008), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kadar air keseimbangan adalah kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kematangan bahan. Kadar air keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu kadar air keseimbangan dinamis dan kadar air keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam. Sedangkan, kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan atau udara pengering dalam keadaan bergerak. Untuk menentukan nilai kadar air keseimbangan digunakan persamaan EMC Henderson (Thompson, 1967) dalam Brooker et al. (1992) di dalam Hendarto (2008). (4) Keterangan: Me = Kadar air keseimbangan (%d.b.) Pv/Pvs = Kelembaban udara (%) T = Suhu udara ( o C) Untuk jagung pipilan: K = x 10-5 C = N = D. LAJU PENGERINGAN Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dinyatakan dengan. (5) Keterangan: dw/dt = laju pengeringan (%b.k/jam) w t = kadar air pada waktu t (%b.k) w t+δt = kadar air pada waktu t + Δt (%b.k) Δt = selang waktu (jam) 10

27 E. SENSOR SUHU DAN KELEMBABAN RELATIF SHT10 SHT10 merupakan sebuah chip/sensor digital yang dapat mengukur suhu dan kelembaban relatif dengan biaya yang terjangkau (lebih rendah dari harga sensor SHT yang lainnya). Adapun spesifikasi SHT10 adalah sebagai berikut: Konsumsi energi : 80uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Output : digital Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 3(a). Akurasi maksimal RH SHT10 Gambar 3(b). Akurasi maksimal suhu SHT10 SHT11 SHT11 merupakan sensor suhu dan kelembaban relatif. Sensor ini dapat digunakan sebagai alat pengindra suhu dan kelembaban dalam aplikasi pengendali suhu dan kelembaban ruangan maupun aplikasi pemantau suhu dan kelembaban relatif ruangan. Adapun spesifikasi SHT11 adalah sebagai berikut: Konsumsi energi : 80uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Output : digital dan telah terkalibrasi Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 4(a). Akurasi maksimal RH SHT11 Gambar 4(b). Akurasi maksimal suhu SHT11 11

28 SHT15 SHT15 adalah sebuah chip/sensor digital yang dapat mengukur suhu dan kelembaban relatif khusus untuk memperoleh kualitas pengukuran yang baik dan presisi. Sensor ini telah teruji kualitas dan keakurasiannya. Adapun spesifikasi SHT15 adalah sebagai berikut: Konsumsi energi : 80uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Output : digital Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 5(a). Akurasi maksimal RH SHT15 Gambar 5(b). Akurasi maksimal suhu SHT15 SHT21 SHT21 merupakan salah stu sensor untuk mengukur suhu dan kelembaban relatif. Adapun spesifikasi SHT21 adalah sebagai berikut: Output : I 2 C digital Konsumsi energi : 3.2uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 6(a). Akurasi maksimal RH SHT21 Gambar 6(b). Akurasi maksimal suhu SHT21 12

29 SHT25 SHT25 adalah sensor suhu dan kelembaban model terbaru yang diproduksi sensirion. Adapun spesifikasi SHT25 adalah sebagai berikut: Output : I2C digital Konsumsi energi : 3.2uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Akurasi maksimal batas untuk RH dan suhu: Gambar 7(a). Akurasi maksimal RH SHT25 Gambar 7(b). Akurasi maksimal suhu SHT25 SHT71 SHT71 adalah sensor suhu dan kelembaban yang menggabungkan akurasi yang layak dengan harga yang kompetitif. Kalibrasi internal memungkinkan untuk penggantian sederhana dan sepenuhnya telah terkalibrasi dan menyediakan output digital. Adapun spesifikasi SHT71 adalah sebagai berikut: Konsumsi energi : 80uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Output : digital Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 8(a). Akurasi maksimal RH SHT71 Gambar 8(b). Akurasi maksimal suhu SHT71 13

30 SHT75 SHT75 adalah sensor digital yang dapat mengukur suhu dan kelembaban dengan kualitas yang baik dan presisi. SHT75 sepenuhnya telah terkalibrasi dan menyediakan output digital. Adapun spesifikasi SHT75 adalah sebagai berikut: Konsumsi energi : 80uW RH Jarak operasi : 0-100% RH T Jarak operasi : C ( F) Output : digital dan telah terkalirasi Akurasi maksimal batas RH dan suhu: Gambar 9(a). Akurasi maksimal RH SHT75 Gambar 9(b). Akurasi maksimal suhu SHT75 Tabel 3. Jenis-jenis sensor suhu dan kelembaban dengan tingkat keakurasiannya. Sensor Suhu dan Max, RH MAX, T Sensor Output Kelembaban Tolerance Tolerance SHT10 ±4.5%RH ±0.5 O C Digital SHT11 ±3%RH ±0.4 O C Digital SHT15 ±2%RH ±0.3 O C Digital SHT21 ±3%RH ±0.4 O C I 2 C SHT25 ±2%RH ±0.3 O C I 2 C SHT71 ±3%RH ±0.4 O C Digital SHT75 ±1.8%RH ±0.3 O C Digital Pada penelitian ini, sensor yang akan digunakan adalah sensor SHT11 dan SHT 75 karena memiliki tingkat keakurasian yang tinggi. F. KONVERSI NILAI OUTPUT SHT11 DAN SHT75 Untuk mengetahui nilai RH maka nilai output sensor harus dikonversi terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan berikut: RH liniear = C 1 + C 2 SO RH + C 3 SO RH 2. (6) 14

31 Keterangan: C 1 = -4 C 2 = C 3 = -2.8 x 10-6 SO RH = Keluaran sensor untuk RH (dalam desimal) Dalam pengkonversian nilai output sensor ke nilai RH diperlukan koefisien konversi yang terdiri atas C 1, C 2, dan C 3, Sedangkan SO RH yang digunakan adalah 12 bit seperti terdapat pada Tabel 3 dibawah. Tabel 4. Nilai koefisien konversi RH, (Sensirion. Crop. 2008) SO RH C 1 C 2 C 3 12 bit * bit * 10-4 Untuk mengkonversi nilai suhu hasil keluaran dari pembacaan sensor SHT11 dan SHT75 digunakan persamaan sebagai berikut: Suhu = d 1 + d 2 SO T. (7) Keterangan: d 1 = -40 o C d 2 = 0.01 o C SO T = Keluaran sensor untuk suhu (dalam desimal) Untuk mengubah nilai output sensor ke nilai suhu digunakan koefisien konversi yang terdiri atas d1 dan d2. Nilai dari koefisien konversi d1 dan d2 dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai SOT yang digunakan adalah 12 bit dengan tegangan catu sebesar 5Volt seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Koefisien konversi suhu berdasarkan SO T, (Sensirion. Crop. 2008) SO T d 1 ( o C) d 2 ( o F) 14 bit bit Tabel 6. Koefisien konversi temperature berdasarkan VDD, (Sensirion. Crop. 2008) VDD d 1 ( o C) d 2 ( o F) 5V V V V V

32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. TET, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan April 2011 sampai dengan Oktober B. ALAT DAN BAHAN ALAT Adapun peralatan yang digunakan dalam pengeringan jagung pipilan tipe tumpukan ini adalah sebagai berikut: Satu unik alat pengering tipe Deep Bed Dyer (diameter x tinggi = 19.5 cm x 100cm) Blower 1 phase dengan daya 90Watt dan laju udara 410m 3 /jam Satu unik rangkaian sistem kendali strategi pengendalian kipas Hybrid Rekorder Yokogawa Termokopel tipe CC (Copper Costanta) Digital Grain Moisture Meter model TD-3 Timbangan digital EK-1200 A Watt Meter DW-6091 Anemometer Kanomax tipe 6011 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian mengenai pengeringan jagung pipilan ini adalah jagung pipilan varietas hybrida dengan kadar air rata-rata 23%b.b dengan beban sebanyak ± 22.5kg yang diperoleh dari BALITRO dan kelompok tani di desa iwul kecamatan parung, Bogor. C. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur penelitian yang akan dilakukan meliputi perancangan, pembuatan dan pengujian alat pengering, merancang perangkat keras dan perangkat lunak sistem kendali, perancangan strategi pengendalian, pengujian sistem kendali pada alat pengering dan pengambilan data pengeringan jagung pipilan. Gambar 10 dibawah menunjukkan prosedur penelitian yang dilakukan. 16

33 Mulai Merancang alat pengering jagung pipilan Pengujian alat pengering Merancang perangkat keras kendali Suhu dan kelembaban relatif (RH) Bekerja dengan baik? T Merancang perangkat lunak sistem kendali Pengujian sistem kendali pada alat pengering Y Pengambilan data pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali Bekerja dengan baik? T Y Pengambilan data pengeringan jagung pipilan menggunakan sistem kendali Selesai Gambar 10. Prosedur Penelitian D. DESAIN ALAT PENGERING Pada penelitian ini alat pengering yang digunakan adalah pengering tipe tumpukan yang berbentuk silinder dengan kapasitas penampungan sebesar ± 22.5 kg jagung pipilan. Adapun bagian bagian dari alat pengering tipe tumpukan ini adalah sebagai berikut: Bak penampung Bak penampung berfungsi untuk menampung jagung yang akan dikeringkan. Bak penampung yang akan didesain mengunakan pipa paralon yang berbentuk silinder dengan diameter x tinggi yaitu 19.5cm x 100cm dan ketebalan dinding 4mm. Bagian bawah bak penampung dipasang kawat kasa sebagai dasar bak penampung dengan kerengangan kasa lebih kecil dibandingkan dengan biji jagung sehinga jagung tidak jatuh. Dinding bak penampung diinsulasi dengan glasswool sebagai insolator agar tidak terjadi pemanasan oleh radiasi matahari sehingga dapat mempengaruhi kondisi suhu di dalam dalam bak penampung saat proses pengeringan berlangsung. Pada dinding bak penampung ini dibuat lima lubang dengan jarak 18 cm antar lubang dan berfungsi sebagai lubang pengukuran suhu dengan diameter 4 mm dan tiga lubang yang berfungsi sebagai lubang pengambilan sampel kadar air 17

34 yang terletak pada bagian bawah, tengah dan atas dinding dengan diameter ± 1 cm seperti terlihat pada Gambar 11. Penyangga/Dudukan Penyangga/Dudukan berfungsi sebagai penyangga/dudukan alat pengering sehingga alat pengering dapat berdiri kokoh. Penyangga/dudukan ini akan didesain menggunakan tiga kaki yang terbuat dari besi tulangan dengan diameter 1.5cm dengan tinggi 70cm. Blower Blower berfungsi untuk mengambil udara dari lingkungan yang kemudian mengalirkan udara tersebut ke tumpukan jagung pipilan yang akan dikeringkan. Spesifikasi blower yang digunakan adalah sebagai berikut: Blower = 1 phase Daya = 90 Watt laju udara = 410 m 3 /jam Tegagan =220Volt RPM = m Karton (0.5m) Lubang pengukuran suhu Lubang pengambilan sampel Kadar air Insulasi (glasswool) Bak penampung (1m) Penyambung pipa paralon Gambar 11. Desain alat pengering tipe tumpukan (batch) E. DESAIN SISTEM KENDALI Sistem kendali yang akan didisain berfungsi sebagai pengontrolan putaran kipas selama proses pengeringan berdasarkan kondisi suhu dan RH yang dideteksi sensor. Adapun bagianbagian dari sistem kendali adalah sebagai berikut: Mikrokontroler DT51 Petrafuz ver.3.3 Program yang digunakan untuk sistem pengendalian akan di input ke dalam mikrokontroler DT51 Petrafuz. Selain itu, mikrokontroler ini akan mengolah nilai suhu dan RH yang dideteksi sensor menjadi nilai suhu dan RH yang sebenarnya dengan menggunakan persamaan (6) dan (7) serta mengolah nilai suhu dan RH tersebut menjadi nilai kadar air kesetimbangan (Me). 18

35 Rangkaian LCD Nilai suhu dan RH sebenarnya yang telah diolah dalam mikrokontroler akan ditampilkan dalam LCD untuk proses pengambilan data nilai suhu dan RH yang dideteksi sensor selama proses pengeringan. Rangkaian LCD terhubung dengan mikrokontroler DT51 Petrafuz ver. 3.3 pada port LCD. Rangkaian Catu daya dan Power supplay Catu daya yang akan digunakan adalaha trafo CT 2A yang kemudian dihubungkan pada rangkaian power supplay untuk mensupplay tegangan yang dibutuhkan untuk rangkaian lain. Rangkaian pengaturan kecepatan putar kipas (zero crossing). Rangkaian pengaturan kecepatan putar kipas AC terdiri dari IC LM339, BTA41, IC MOC 3021 yang berfungi untuk medeteksi zero crossing (kondisi dimana terjadi perubahan dari 1 ke 0 atau sebaliknya pada gelombang pulsa), pembangkit gelombang segiempat dan waktu delay. Mikrokontroler DT-51 Low cost micro sistem ver. 2.2 Mikrokontroler ini bertugas untuk mendeteksi terjadinya zero crossing dimana tegangannya ditahan dengan nilai 0 atau 1 selama waktu tertentu tergantung keluaran yang diinginkan. Sensor Pada sistem kendali untuk pengeringan jagung pipilan ini, digunakan dua sensor yang memiliki keakurasian yang tinggi dalam pembacaan suhu dan kelembaban yaitu Sensor SHT11 dan SHT75. F. STRATEGI PENGENDALIAN Strategi pengendalian pada proses pengeringan jagung pipilan dengan tipe tumpukan dilakukan dengan cara mengatur tingkat kecepatan putar kipas berdasarkan perbandingan nilai Me lingkungan dengan Me di dalam tumpukan pada lapisan bawah dan diatas tumpukan paling atas. Terdapat tujuh tingkatan kecepatan putar kipas yaitu kecepatan maksimal, kecepatan tingkat 1, kecepatan tingkat 2, kecepatan tingkat 3, kecepatan tingkat 4, kecepatan tingkat 5 dan tidak berputar (mati). Jika Me lingkungan < Me tumpukan jagung lapisan bawah maka kipas akan berputar maksimal, sebaliknya jika Me lingkungan > Me tumpukan jagung lapisan atas maka kipas tidak akan berputar. Sedangkan jika Me tumpukan jagung lapisan bawah < Me lingkungan < Me tumpukan jagung lapisan atas maka kipas akan berputar pada tingkat kecepatan 1 sampai kecepatan 5 sesuai dengan hasil perbandingan dari ketiga Me tersebut (terlihat pada Gambar 12). Nilai kadar air keseimbangan diperoleh dari persamaan (4) dimana nilai suhu dan kelembaban relatif yang digunakan diperoleh dari pembacaan oleh sensor SHT11 dan SHT75. Penulisan program sistem kendali disusun dalam bahasa C yang terdiri dari tiga modul (subprogram). Modul pertama adalah modul akuisisi data, dimana modul ini digunakan untuk penulisan dan pembacaan sensor SHT11 dan SHT75. Modul kedua adalah modul yang digunakan untuk menghitung Me berdasarkan persamaan (4) dan penentuan lebar pulsa sebagai tingkat kecepatan putar kipas. Sedangkan modul yang ketiga adalah modul yang digunakan untuk sistem pengendalian kipas berdasarkan lebar pulsa yang telah ditentukan pada modul kedua. Secara umum modul pertama dan kedua disebut bagian akuisisi data sedangkan modul ketiga disebut bagian pengendalian. 19

36 Mulai T Lingk, RH Lingk, T Atas, RH Atas T Bawah, RH Bawah Hitung M Ambien, M Bawah, M Atas T T M ambien >M atas M ambien <M bawah 0.8 M M M M 1 Y Y Y Kipas Off Kipas On (max) Kipas On (V 5 ) T 0.6 M M M M 0.8 Y Kipas On (V 4 ) T 0.4 M M M M 0.6 Y Kipas On (V 3 ) T 0.2 M M M M 0.4 Y Kipas On (V 2 ) T 0 M M M M 0.2 Y Kipas On (V 1 ) T T Kadar air 14% Sistem pengendalian diteruskan Y Y Kipas Off T Selesai Gambar 12. Strategi pengendalian 20

37 G. METODE PENGAMBILAN DATA Pada penelitian ini, jagung pipilan yang ingin dikeringkan dicurah ke dalam bak pengering (diameter x tinggi yaitu 19.5 cm x 100 cm) dengan beban ±22.5kg. Adapun data yang diukur selama proses pengeringan meliputi: 1. Suhu Udara Titik pengukuran suhu udara meliputi suhu lingkungan dan suhu tumpukan jagung pipilan seperti terlihat pada Gambar 13. Pengukuran suhu udara dilakukan dengan termokopel tipe CC setiap 30 menit. 2. Kelembaban Relatif (RH) Udara Pada penelitian ini terdapat dua titik pengukuran RH yaitu RH lingkungan dan RH tumpukan jagung paling atas seperti terlihat pada Gambar 13. Pengukuran RH dilakukan dengan menggunakan termokopel bola basah dan termokopel bola kering tipe CC setiap 30 menit. 3. Daya, Tegangan dan Arus Listrik Pengukuran daya, tegangan dan arus yang digunakan untuk memutar kipas selama proses pengeringan diukur dengan menggunakan Watt meter. Waktu pengukuran daya, tegangan dan arus dilakukan setiap 30menit hingga pengeringan selesai. 4. Kecepatan aliran udara Terdapat dua titik pengukuran kecepatan aliran udara yaitu pada aliran udara masuk (inlet) dan pada aliran udara setelah melewati tumpukan jagung lapisan atas seperti terlihat pada Gambar 13. Adapun pengukuran kecepatan aliran udara tersebut dilakukan dengan menggunakan anemometer setiap 30menit. 5. Kadar air bahan Terdapat tiga titik pengukuran kadar air bahan yaitu bagian bawah, tengah dan atas (Gambar 13). Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan Grain Moisture Meter dengan interval waktu 1.5 jam hingga kadar air akhir mencapai 12-14%b.b. Titik pengukuran termokopel bola basah dan bola kering Titik pengukuran suhu tumpukan Titik pengukuran SHT11 Titik pengukuran SHT75 Titik pengukuran kecepatan angin setelah melewati tumpukan (outlet) Titik pengukuran SHT75 Titik pengambilan sample kadar air Titik pengukuran kecepatan angin yang masuk (intlet) Udara masuk Titik pengukuran termokopel bola basah dan bola kering Gambar 13. Letak titik-titik pengukuran data 21

38 H. PENGOLAHAN DATA 1. Kadar Air Jagung Kadar air jagung selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan (1) dan (2). 2. Kadar air keseimbangan Nilai kadar air keseimbangan dihitung dengan menggunakan persamaan (4) 3. Kelembaban Mutlak. (8) keterangan: H = Kelembaban mutlak (g uap/ kg u.k) Pv = Tekanan uap Patm = Tekanan atmosfir 4. Laju pengeringan Laju pengeringan dapat dihitung menggunakan persamaan (5) 5. Energi listrik Q = P x t Keterangan : Q P t = Energi listrik untuk mengerakan kipas (mj) = Daya listrik (Watt) = Waktu pengeringan 6. Konsumsi energi spesifik KES =. (9) Keterangan : KES = Konsumsi energi spesifik (kj/kg uap air) Q = Energi listrik untuk menggerakan kipas (Watt) muap = Massa air jagung yang menguap (kg) 22

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ALAT PENGERING JAGUNG PIPILAN Penelitian mengenai pegeringan jagung pipilan telah banyak dilakukan dengan berbagai metode dan berbagai alat pengering. Pada penelitian ini, alat pengering yang digunakan adalah pengering tipe tumpukan (Batch Dryer) dimana udara lingkungan digunakan sebagai media pengering. Gambar 14 merupakan alat pengering jagung pipilan yang telah didisain. Lubang pengukuran kecepatan udara keluar Lubang pengambilan sampel kadar air Alat kontrol kipas dan pembacaan sensor Penyangga/ dudukan Kipas Tabung penampung Penghubung antara bak penampung dengan kipas Lubang pengukuran kecepatan udara masuk Lubang inlet Gambar 14. Alat pengering tipe tumpukan (Batch Dryer) Adapun bagian-bagian dari alat pengering tipe tumpukan ini terdiri dari: a) Bak penampung Bak penampung yang telah dirancang terbuat dari pipa paralon dengan diameter 19.5 cm dengan tinggi 100 cm dan kapasitas 22.5 kg. Bagian dasar tabung di tutup/tempel dengan mengunakan kasa yang kerengangannya lebih kecil daripada biji jagung pipilan yang akan dikeringkan. Dinding luar bak penampung diinsulasi menggunakan glasswool dan kemudian ditutup dengan menggunakan alumunium foil sehingga panas dari luar tidak mempengaruhi panas di dalam bak penampung. Pada dinding bak penampung terdapat tiga lubang pengambilan sampel kadar air yaitu bagian bawah, tengah dan atas dengan diameter 1cm dengan jarak antar lubang 36 cm dan lima lubang pengukuran suhu dengan diameter 4 mm dengan jarak antar lubang adalah 18 cm. b) Blower Blower berfungsi sebagai penghisap (pengambil) udara lingkungan dan kemudian menghembuskan/mengalirkan udara tersebut ke tumpukan jagung. Untuk meyalurkan udara lingkungan tersebut ke bak penampung (tumpukan jagung) digunakan penyambung pipa 23

40 paralon berdiameter cm ke cm sebagai penghubung antara kipas dan bak penampung. Adapun spesifikasi blower yang digunakan adalah sebagai berikut: Blower = 1 phase laju udara = 410 m 3 /jam RPM = 2800 Daya = 90 Watt Tegagan = 220Volt c) Penyangga/Dudukan Penyangga/ dudukan pada alat pengeringan ini terbuat dari besi beton tulangan dengan diameter 1.5 cm. Penyangga terdiri dari tiga buah kaki dengan tinggi 70 cm seperti terlihat pada Gambar 14. d) Lubang Pengukuran kecepatan angin Pada alat pengering jagung pipilan ini terdapat dua lubang pengukuran kecepatan angin yaitu pada lubang inlet (masuknya udara) dan pada outlet (lubang tumpukan jagung paling atas/ setelah melewati tumpukan paling atas) yang dirancang dengan menggunakan karton seperti terlihat pada Gambar 14. B. SISTEM KENDALI B.1 Perangkat Keras Sistem Kendali (Hardware) Sistem kendali untuk strategi pengendalian didisain meliputi rangkaian catu daya, rangkaian pengaturan kecepatan putar blower (zero crossing), rangkaian pembacaan sensor SHT11, SHT75 dan rangkaian LCD. Sistem kendali di desain pada dua buah papan akrilik. Untuk rangkaian catu daya, rangkaian LCD dan rangkaian pembacaan sensor di desain pada papan akrilik yang berukuran 50 cm x 50 cm dengan menggunakan 2 buah trafo CT 2A sebagai sumber catu daya untuk rangkaian-rangkaian tersebut. Sedangkan untuk rangkaian zero crossing yang terdiri dari mikrokontroler low cost micro system ver. 2.2, IC LM 339, IC MOC 3021 dan BTA 41 di desain pada papan akrilik berukuran 18 cm x 20 cm dengan menggunakan 1 buah trafo CT 2A sebagai sumber catu daya. Gambar 15 merupakan rangkaian sistem kendali untuk pembacaan sensor. LCD, catu daya dan Gambar 16 merupakan rangkaian zero crossing. Gambar 15. Rangkaian pembacaan sensor, LCD dan catu daya Gambar 16. Rangkaian pengaturan putaran blower (zero crossing) 24

41 Sistem kendali ini menggunakan dua buah mikrokontroler yaitu mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 dan mikrokontroler low cost micro system ver Mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 bertugas untuk mendeteksi nilai suhu dan kelembaban sensor SHT11 dan SHT75, mengkonversi nilai output suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor menjadi nilai suhu dan kelembaban yang sebenarnya dengan persamaan (6) dan (7), menampilkan nilai tersebut pada LCD, serta bertugas menggolah data suhu dan RH yang dideteksi sensor menjadi nilai kadar air kesetimbangan (Me) dengan menggunakan persamaan EMC Henderson. Nilai Me inilah yang digunakan sebagai acuan strategi pengendalian (untuk pengaturan lebar pulsa (tegangan) atau tingkat kecepatan kipas). Sedangkan mikrokontroler DT-51 low cost micro system ver. 2.2 bertugas untuk menerima nilai tegangan (sinyal biner 0 atau 1 ) yang dikirim oleh mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3. Gambar 17 merupakan modul mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro System ver 2.2 dan Gambar 18 merupakan mikrokontroler DT51 Petrafuzz ver 3.3. Gambar 17. Modul mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro System ver 2.2 Gambar 18. Modul mikrokontroler Petrafuzz ver 3.3 B.2 Modul SHT11 dan SHT75 Sensor yang digunakan pada penelitian ini ada 3 buah modul sensor yaitu satu modul sensor SHT11 dan dua modul sensor SHT 75. Modul sensor SHT11 (Gambar 19) memiliki 8 buah pin, tetapi hanya 4 pin yang digunakan yaitu pin 1 yang berfungsi sebagai jalur Data, pin 3 berfungsi sebagai jalur SCK, pin 4 berfungsi sebagai jalur Ground, pin 8 berfungsi sebagai jalur +5VDC. Keempat pin tersebut dihubungkan ke rangkaian catu daya dengan trafo CT 2A untuk pengaktifan sensor. Sedangkan modul SHT75 (Gambar 20) memiliki 4 pin yaitu pin1 berfungsi sebagai jalur SCK, pin 2 berfungsi sebagai jalur +5VDC, pin 3 berfungsi sebagai jalur Ground, sedangkan pin 4 berfungsi sebagai jalur Data. Pin SCK digunakan untuk Serial Clock Input yang diberi tegangan +5VDC yang dihubungkan secara seri dengan resistor 10 kω. Pin 1 dari kedua modul SHT75 dihubungkan ke port 1 pin 4 dan port 1 pin 6 sedangkan pin 4 pada kedua modul dihubungkan ke port 1 pin 5 dan port 1 pin 7 pada DT51 petrafuzz ver 3.3. Gambar 21 akan memperlihatkan jalur penghubung antara mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 dengan pin pada sensor SHT

42 Pin Data Pin SCK Pin +5VDC Pin Ground Gambar 19. Module SHT11 Gambar 20. Modul SHT75 SCK DATA Gambar 21. Jalur penghubung antara SHT75 dengan port pada mikrokontroler 26

43 B.3 Modul LCD Pada sistem kendali ini, modul LCD terhubung dengan port tersendiri yaitu port LCD (P1) pada DT51 petrafuzz ver 3.3 sehingga mempermudah pemasangan (Gambar 20). Pemasangan dilakukan menggunakan kabel pelangi 16 pin yang ujungnya dipasang konektor untuk dihubungkan ke LCD dan ujung lainnya dipasang ke port LCD pada DT51 petrafuzz ver 3.3 dengan menggunakan IDC. Jenis LCD yang digunakan adalah LMB162AFC yang memiliki 16 karakter dan 2 baris dengan spesifik seperti dijelaskan pada Tabel 7 di bawah ini. Gambar 22. Rangkaian LCD yang terhubung dengan port pada Mikrokontroler Tabel 7 Spesifikasi pinpada LCD tipe LMB162AFC No. Pin Simbol Detail 1 GND Ground 2 V CC Supply Voltage +5V 3 Vo Contrast Adjustment 4 RS 0 Control input, 1 Data input 5 R/W Read/Write 6 E Enable 7 to 14 D0 to D7 Data 15 VB1 Backlight +5V 16 VB0 Backlight Ground B.4 Zero Crossing (Pengendali Kecepatan Blower) Driver blower merupakan rangkaian yang terdiri atas pembanding tegangan (voltage comporator), triac optoisolator, dan mikrokontroler. Rangkaian pembanding menggunakan IC LM 339, BTA dan MOC Sumber tegangan kontrol device bersumber dari listrik AC 220V yang dihubungkan ke trafo CT 2A untuk menurunkan tegangan. Kemudian dari trafo dihubungkan ke rangkaian catu daya untuk mengubah tegangan AC menjadi DC dengan pertimbangan lebih aman untuk perangkat kendali. IC pengatur tegangan yang digunakan pada catu daya adalah IC regulator 7805/7809 untuk keluaran 5 dan 9 VDC. Kemudian dari rangkaian catu daya dialirkan ke perangkat kendali. Trafo dan rangkaian catu daya dapat dilihat pada Gambar

44 Gambar 23. Trafo dan Catu daya Selanjutnya jalur mikrokontroler terhubung dengan rangkaian driver blower (zero crossing) yang berperan penting sebagai switching ON-OFF dan lima tingkat kecepatan putar blower lainnya pada sistem kontrol ini. Pemilihan komponen disesuaikan dengan rancangan switching yang diinginkan, dalam hal ini switching listrik AC dan beban yang akan di switching (actuator) berupa motor listrik AC 1 dengan daya 90W sehingga sesuai dan kemampuan beroperasi. Gambar 24 merupakan blower yang digunakan pada penelitian ini. Gambar 24. Blower Komponen-komponen utama penyusun rangkaian zero crossing, yaitu IC LM 339, IC MOC 3021, BTA 41 lazim digunakan dengan konstruksi quad-comparators berfungsi untuk deteksi zero crossing (kondisi dimana terjadi perubahan dari 1 ke 0 atau sebaliknya pada gelombang pulsa), pembangkit gelombang segiempat dan waktu delay. Kemudian tegangan keluaran dari LM 339 dihubungkan ke salah satu pin dari mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro Sistem yang nantinya bertugas mengecek terdeteksinya kondisi zero crossing dan tegangannya ditahan dengan nilai 0 atau 1 selama waktu tertentu, tergantung tegangan keluaran yang diharapkan. Komponen MOC 3021 dan BTA 41 merupakan pasangan trigger dan triac yang lazim digunakan untuk switching AC. MOC 3021 berfungsi sebagai pemacu triac dalam switching listrik AC statis dan kaki katode dari MOC 3021 dihubungkan pula ke salah satu pin mikrokontroler untuk mengirimkan sinyal biner 0 atau 1. Untuk pengaturan putaran blower pada beberapa tingkat kecepatan putar digunakan timer yang berfungsi untuk mengatur lebarnya pulsa. Gambar 25 merupakan penyusun rangkaian zero crossing dan Gambar 26 merupakan rangkaian LM

45 Gambar 25. Rangkaian zero crossing Gambar 26. Rangkaian IC LM339 C. PERANGKAT LUNAK SISTEM KENDALI (SOFTWARE) Pengaktifan beberapa modul seperti sensor SHT11, SHT75, LCD dan zero crossing dilakukan dengan menyusun perintah dalam bahasa C yang ditulis dalam software Uc51 versi 3.48 sekaligus berfungsi sebagai kompiler yang akan mengkonversi bahasa C ke dalam file berekstensikan.hex. Penulisan program yang pertama adalah pembacaan LCD 16 x 2 yang telah dihubungkan pada mikrokontroler DT51 Petrafuz pada port LCD. Downloader DT51 merupakan software yang berfungsi untuk mendownload program yang berekstensikan.hex ke dalam modul DT51 Petrafuz. Kabel yang digunakan untuk koneksi antara downloader dengan modul mikrokontroler DT51 Petrafuz adalah kabel serial to USB. Penulisan program yang kedua adalah program pembacaan SHT11 dan SHT75. Setiap 2 detik nilai pembacaan sensor yang telah berbentuk digital akan dikirim dan ditampilkan dalam LCD. Selain itu, nilai suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor akan diproses lagi sehingga menghasilkan nilai kadar air kesetimbangan yang kemudian dikirim ke mikrokontroler DT-51 low cost micro system melalui jalur interrupt sebagai pengendali zero crossing. Penulisan program berikutnya adalah program pengaturan putaran blower (zero crossing), bahasa program yang telah dikonversi ke dalam file berekstensikan.hex kemudian didownload ke dalam mikrokontroler DT-51 low cost micro system menggunakan AT89_USB_ISP_Software dan kabel yang digunakan untuk koneksi antara downloader dengan modul mikrokontroler DT-51 low cost micro system adalah DT-HiQ AT 89 USB ISP. Pemograman dirancang untuk mengaktifkan Timer pada mikrokontroler dan mengatur waktu kerja Timer tersebut untuk digunakan sebagai kontrol. Timer yang digunakan merupakan pencacah biner. Pengaturan kerja memerlukan register khusus yang tersimpan dalam FR (Function Register). Missal Timer0 diakses melalui register TL0 (Timer0 low byte) dan register TH0 (Timer0 High Byte) Perhitungan: Asumsi TH0TL0 =100 T= {65535-(TH0TL0)x1µs TH0TL0 = = TH0TL0 = 65435/256 = 255 sisa 155 Jadi TH0 = 255 TL0 =155/16bit = 9 sisa 11 (nilai 11 dalam biner adalah B) Jadi TL0 = 9B 29

46 Diasumsikan TH0TL0 adalah 100 maka nilai maksimal Timer yang digunakan 100µs. Nilai TH0 diisi maksimum 255 dan sisanya ( ) dibagi dengan 256 sehingga didapat TL0 yaitu 9 dengan sisa 11 dimana sisa 11 bernilai B dalam biner sehingga nilai TL0 = 9B. Ada enam tingkat kecepatan putar kipas dan pada kondisi kipas tidak berputar (off) yang digunakan dalam penelitian ini dimana nilai timer yang menjadi acuan untuk tingkat kecepatan tersebut. Adapun enam tingkat laju aliran udara yang diperoleh dari pengukuran pada alat pengering dengan menggunakan beban 22.5 kg yaitu Timer0 untuk nyala kipas maksimal (0.455 m 3 /s), Timer30 (kecepatan 5 = m 3 /s), Timer35 (kecepatan 4 = m 3 /s), Timer40 (kecepatan 3 = m 3 /s), Timer45 (kecepatan 2 = m 3 /s), Timer50 (kecepatan 1 = m 3 /s). sedangkan Timer66 untuk kipas tidak berputar (mati). D. STRATEGI PENGENDALIAN Strategi pengendalian pada sistem kendali ini terdiri dari pembacaan suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor kemudian nilai tersebut diolah dengan persamaan EMC Henderson sehingga menghasilkan nilai kadar air kesetimbangan (Me). Nilai Me inilah yang menjadi acuan untuk pengaturan lebar pulsa (tingkat kecepatan putar kipas). Gambar 27 skema strategi pengendalian. Penghubung SHT75 Penghubung SHT11 Nilai Suhu dan RH Penghubung SHT75 Diolah menggunakan persamaan 1 Mikrokontroler DT51Petrafuz Me1, Me2 dan Me3 1. M1 > M3 Kipas Nyala max (Timer0) 2. M3>M2 Kipas Tidak nyala (Timer66) Timer Timer Timer Timer Timer30 Pengaturan lebar pulsa (memutuskan/ menghubungkan listrik) Mengalirkan udara ke tumpukan jagung IC LM339 Dihubungkan Dikirim ke Port 1 Mikrokontroler DT51 Low Cost Gambar 27. Skema strategi pengendalian 30

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. MEODOLOGI PENELIIAN A. EMPA DAN WAKU PENELIIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. E, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen eknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ALAT PENGERING JAGUNG PIPILAN Penelitian mengenai pegeringan jagung pipilan telah banyak dilakukan dengan berbagai metode dan berbagai alat pengering. Pada penelitian ini, alat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Corn on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Desain Sistem Kendali untuk Pengering Gabah dengan Kolektor Surya dan Penyimpan Panas

Desain Sistem Kendali untuk Pengering Gabah dengan Kolektor Surya dan Penyimpan Panas , April 2016 Tersedia online OJS pada: Vol. 4 No. 1, p 87-96 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep P-ISSN 2407-0475 E-ISSN 2338-8439 DOI: 10.19028/jtep.04.1.87-96 Technical Paper Desain Sistem Kendali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO STUDI IMPLEMENTASI SISTEM KENDALI ON-OFF PADA IN STORE DRYER (ISD) UNTUK KOMODITAS JAGUNG DENI HENDARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER LAPORAN TUGAS AKHIR PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER (GRAIN DRYING WITH THE IMPLEMENTATION OF DCS IN THE ROTARY DRYER) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal Karakteristik Pengeringan Biji Kopi dengan Pengering Tipe Bak dengan Sumber Panas Tungku Sekam Kopi dan Kolektor Surya Characteristic Drying of Coffee Beans Using a Dryer with the Heat Source of Coffe

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Technical Paper Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu Performance of Cassava Chip Drying Sandi Asmara 1 dan Warji 2 Abstract Lampung Province is the largest producer of cassava in Indonesia. Cassava has a

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini akan dijabarkan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras dan perangkat lunak dari setiap modul yang menjadi bagian dari sistem ini.

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pengeringan Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan partikel atau biji-bijian secara individu yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan

Lebih terperinci

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1 KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1 Leopold O. Nelwan 2, Dyah Wulandani 2, Teguh W.Widodo

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masih banyak petani di Indonesia terutama petani padi masih menggunakan cara konvensional dalam memanfaatkan hasil paska panen. Hal ini dapat

Lebih terperinci

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Jurnal Mekanikal, Vol. 7 No. 1: Januari 2016: 673-678 e-issn 2502-700X p-issn2086-3403 TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Syahrul, Wahyu Fitra, I Made Suartika,

Lebih terperinci

Perancangan Modul Pengering Ikan Putaran Rak Vertikal Berbasis Mikrokontroller

Perancangan Modul Pengering Ikan Putaran Rak Vertikal Berbasis Mikrokontroller Perancangan Modul Pengering Ikan Putaran Rak Vertikal Berbasis Mikrokontroller Irnanda Priyadi #1, Reza Satria Rinaldi #2, Mensi Alexander #3 #1,2,3 Program Studi Teknik Elektro, Universitas Bengkulu Jalan

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

Campuran udara uap air

Campuran udara uap air Campuran udara uap air dan hubungannya Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan tentang campuran udara-uap air dan hubungannya membaca grafik psikrometrik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisa setiap modul dari sistem yang dirancang. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sistem yang dirancang

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse) KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse) Characterization of Red Onion (Alium Ascalonicum.L) Drying using Greenhouse (ERK) Dryer Amalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA R. Dure 1), F. Wenur 2), H. Rawung 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian UNSRAT 2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. suhu dalam ruang pengering nantinya mempengaruhi kelembaban pada gabah.

BAB III METODE PENELITIAN. suhu dalam ruang pengering nantinya mempengaruhi kelembaban pada gabah. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menitik beratkan pada pengukuran suhu dan kelembaban pada ruang pengering menggunakan sensor DHT21. Kelembaban dan suhu dalam

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for

LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for Drying Peanuts) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lab. EEP dan Ergotronika, Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor dan Desa Cijulang Kec. Cikembar Kab. Sukabumi sebagai lokasi

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan BAB III METODOLOGI 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan April Juni 2011 di laboratorium Pindah Panas dan Massa dan laboratorium Surya, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta) JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.2, No. 1 Maret 214 DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID Design of Temperature

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining

Lebih terperinci

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Permasalahan Pada saat kita mencuci pakaian baik secara manual maupun menggunakan alat bantu yaitu mesin cuci, dalam proses pengeringan pakaian tersebut belum

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Diswandi Nurba

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Tempat dan waktu penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah

III. METODELOGI PENELITIAN. Tempat dan waktu penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Tempat penelitian Penelitian dan pengambilan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PTP NUSANTARA VIII PERKEBUNAN BATULAWANG CIAMIS, JAWA BARAT. Oleh : RANING MASADA F

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PTP NUSANTARA VIII PERKEBUNAN BATULAWANG CIAMIS, JAWA BARAT. Oleh : RANING MASADA F AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PTP NUSANTARA VIII PERKEBUNAN BATULAWANG CIAMIS, JAWA BARAT Oleh : RANING MASADA F14103015 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU LAPORAN TUGAS AKHIR UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU (TEST PERFORMANCE OF ROTARY DRYER ARE EQUIPPED DCS FOR DRYING GREEN BEAN SEEDS) Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Oleh : DAVID TAMBUNAN

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan BAB III PEMBUATAN ALAT 3.. Pembuatan Dalam pembuatan suatu alat atau produk perlu adanya sebuah rancangan yang menjadi acuan dalam proses pembuatanya, sehingga kesalahan yang mungkin timbul dapat ditekan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU LAPORAN TUGAS AKHIR UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU (TEST PERFORMANCE OF ROTARY DRYER ARE EQUIPPED DCS FOR DRYING GREEN BEAN SEEDS) Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. LEMBAR JUDUL. LEMBAR HAK CIPTA. LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. LEMBAR JUDUL. LEMBAR HAK CIPTA. LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL. LEMBAR HAK CIPTA. LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv v vii ix xiii xvi xviii

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Disain Tungku dan Pengumpan Tongkol Jagung Unit tungku ditujukan untuk memanaskan air yang akan dimanfaatkan panasnya melalui penukar panas. Bahan bakar yang digunakan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGATUR SUHU DAN KELEMBABAN PADA GREENHOUSE UNTUK TANAMAN STROBERI BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 LAPORAN TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN ALAT PENGATUR SUHU DAN KELEMBABAN PADA GREENHOUSE UNTUK TANAMAN STROBERI BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 LAPORAN TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN ALAT PENGATUR SUHU DAN KELEMBABAN PADA GREENHOUSE UNTUK TANAMAN STROBERI BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV)Teknik Energi pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (D-IV)Teknik Energi pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya RANCANG BANGUN ALAT PENGERING SURYA TEKNOLOGI DUAL (Uji Kinerja Alat Pengering Surya Teknologi Fotovoltaik Termal Ditinjau Dari Konsumsi Energi Spesifik Pada Pengeringan Kerupuk) Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM 42 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini dijelaskan pembuatan alat yang dibuat dalam proyek tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem kontrol suhu dan kelembaban berbasis mirkrokontroler

Lebih terperinci

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012 1 2 3 4 Pengaruh Konveksi Paksa Terhadap Unjuk Kerja Ruang Pengering Pada Alat Pengering Kakao Tenaga Surya Pelat Bersirip Longitudinal Harmen 1* dan A. Muhilal 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROTOTYPE MESIN PENGERING JAGUNG SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 32 KG/PROSES

RANCANG BANGUN PROTOTYPE MESIN PENGERING JAGUNG SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 32 KG/PROSES RANCANG BANGUN PROTOTYPE MESIN PENGERING JAGUNG SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 32 KG/PROSES LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER LAPORAN TUGAS AKHIR PENGERINGAN REMPAH-REMPAH MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER Determining the Rate of Drying Spices on the Rotary Dryer Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program

Lebih terperinci

Pengendalian Temperatur pada Proses Pengeringan Gabah Menggunakan Alat Rotary Dryer Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno

Pengendalian Temperatur pada Proses Pengeringan Gabah Menggunakan Alat Rotary Dryer Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno Pengendalian Temperatur pada Proses Pengeringan Gabah Menggunakan Alat Rotary Dryer Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno Afriandika Brillian, Purwanto, Rahmadwati. Abstrak Salah satu kendala yang di hadapi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras maupun perangkat lunak dari setiap modul yang dipakai pada skripsi ini. 3.1. Perancangan dan

Lebih terperinci

APLIKASI MIKROKONTROLER ATMEGA16 SEBAGAI PENGONTROL POLARITAS TERMOELEKTRIK DAN TEMPERATUR KABIN DRY BOX

APLIKASI MIKROKONTROLER ATMEGA16 SEBAGAI PENGONTROL POLARITAS TERMOELEKTRIK DAN TEMPERATUR KABIN DRY BOX APLIKASI MIKROKONTROLER ATMEGA16 SEBAGAI PENGONTROL POLARITAS TERMOELEKTRIK DAN TEMPERATUR KABIN DRY BOX Application of ATMega16 Microcontroller As A Controller of The Thermoelectric Polarity And Cabinet

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin berkembang tidak seiring dengan kesejahteraan para petani beras di Indonesia khususnya.ketidaksejahteraan petani ini disebabkan

Lebih terperinci