HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ALAT PENGERING JAGUNG PIPILAN Penelitian mengenai pegeringan jagung pipilan telah banyak dilakukan dengan berbagai metode dan berbagai alat pengering. Pada penelitian ini, alat pengering yang digunakan adalah pengering tipe tumpukan (Batch Dryer) dimana udara lingkungan digunakan sebagai media pengering. Gambar 14 merupakan alat pengering jagung pipilan yang telah didisain. Lubang pengukuran kecepatan udara keluar Lubang pengambilan sampel kadar air Alat kontrol kipas dan pembacaan sensor Penyangga/ dudukan Kipas Tabung penampung Penghubung antara bak penampung dengan kipas Lubang pengukuran kecepatan udara masuk Lubang inlet Gambar 14. Alat pengering tipe tumpukan (Batch Dryer) Adapun bagian-bagian dari alat pengering tipe tumpukan ini terdiri dari: a) Bak penampung Bak penampung yang telah dirancang terbuat dari pipa paralon dengan diameter 19.5 cm dengan tinggi 100 cm dan kapasitas 22.5 kg. Bagian dasar tabung di tutup/tempel dengan mengunakan kasa yang kerengangannya lebih kecil daripada biji jagung pipilan yang akan dikeringkan. Dinding luar bak penampung diinsulasi menggunakan glasswool dan kemudian ditutup dengan menggunakan alumunium foil sehingga panas dari luar tidak mempengaruhi panas di dalam bak penampung. Pada dinding bak penampung terdapat tiga lubang pengambilan sampel kadar air yaitu bagian bawah, tengah dan atas dengan diameter 1cm dengan jarak antar lubang 36 cm dan lima lubang pengukuran suhu dengan diameter 4 mm dengan jarak antar lubang adalah 18 cm. b) Blower Blower berfungsi sebagai penghisap (pengambil) udara lingkungan dan kemudian menghembuskan/mengalirkan udara tersebut ke tumpukan jagung. Untuk meyalurkan udara lingkungan tersebut ke bak penampung (tumpukan jagung) digunakan penyambung pipa 23

2 paralon berdiameter cm ke cm sebagai penghubung antara kipas dan bak penampung. Adapun spesifikasi blower yang digunakan adalah sebagai berikut: Blower = 1 phase laju udara = 410 m 3 /jam RPM = 2800 Daya = 90 Watt Tegagan = 220Volt c) Penyangga/Dudukan Penyangga/ dudukan pada alat pengeringan ini terbuat dari besi beton tulangan dengan diameter 1.5 cm. Penyangga terdiri dari tiga buah kaki dengan tinggi 70 cm seperti terlihat pada Gambar 14. d) Lubang Pengukuran kecepatan angin Pada alat pengering jagung pipilan ini terdapat dua lubang pengukuran kecepatan angin yaitu pada lubang inlet (masuknya udara) dan pada outlet (lubang tumpukan jagung paling atas/ setelah melewati tumpukan paling atas) yang dirancang dengan menggunakan karton seperti terlihat pada Gambar 14. B. SISTEM KENDALI B.1 Perangkat Keras Sistem Kendali (Hardware) Sistem kendali untuk strategi pengendalian didisain meliputi rangkaian catu daya, rangkaian pengaturan kecepatan putar blower (zero crossing), rangkaian pembacaan sensor SHT11, SHT75 dan rangkaian LCD. Sistem kendali di desain pada dua buah papan akrilik. Untuk rangkaian catu daya, rangkaian LCD dan rangkaian pembacaan sensor di desain pada papan akrilik yang berukuran 50 cm x 50 cm dengan menggunakan 2 buah trafo CT 2A sebagai sumber catu daya untuk rangkaian-rangkaian tersebut. Sedangkan untuk rangkaian zero crossing yang terdiri dari mikrokontroler low cost micro system ver. 2.2, IC LM 339, IC MOC 3021 dan BTA 41 di desain pada papan akrilik berukuran 18 cm x 20 cm dengan menggunakan 1 buah trafo CT 2A sebagai sumber catu daya. Gambar 15 merupakan rangkaian sistem kendali untuk pembacaan sensor. LCD, catu daya dan Gambar 16 merupakan rangkaian zero crossing. Gambar 15. Rangkaian pembacaan sensor, LCD dan catu daya Gambar 16. Rangkaian pengaturan putaran blower (zero crossing) 24

3 Sistem kendali ini menggunakan dua buah mikrokontroler yaitu mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 dan mikrokontroler low cost micro system ver Mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 bertugas untuk mendeteksi nilai suhu dan kelembaban sensor SHT11 dan SHT75, mengkonversi nilai output suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor menjadi nilai suhu dan kelembaban yang sebenarnya dengan persamaan (6) dan (7), menampilkan nilai tersebut pada LCD, serta bertugas menggolah data suhu dan RH yang dideteksi sensor menjadi nilai kadar air kesetimbangan (Me) dengan menggunakan persamaan EMC Henderson. Nilai Me inilah yang digunakan sebagai acuan strategi pengendalian (untuk pengaturan lebar pulsa (tegangan) atau tingkat kecepatan kipas). Sedangkan mikrokontroler DT-51 low cost micro system ver. 2.2 bertugas untuk menerima nilai tegangan (sinyal biner 0 atau 1 ) yang dikirim oleh mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3. Gambar 17 merupakan modul mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro System ver 2.2 dan Gambar 18 merupakan mikrokontroler DT51 Petrafuzz ver 3.3. Gambar 17. Modul mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro System ver 2.2 Gambar 18. Modul mikrokontroler Petrafuzz ver 3.3 B.2 Modul SHT11 dan SHT75 Sensor yang digunakan pada penelitian ini ada 3 buah modul sensor yaitu satu modul sensor SHT11 dan dua modul sensor SHT 75. Modul sensor SHT11 (Gambar 19) memiliki 8 buah pin, tetapi hanya 4 pin yang digunakan yaitu pin 1 yang berfungsi sebagai jalur Data, pin 3 berfungsi sebagai jalur SCK, pin 4 berfungsi sebagai jalur Ground, pin 8 berfungsi sebagai jalur +5VDC. Keempat pin tersebut dihubungkan ke rangkaian catu daya dengan trafo CT 2A untuk pengaktifan sensor. Sedangkan modul SHT75 (Gambar 20) memiliki 4 pin yaitu pin1 berfungsi sebagai jalur SCK, pin 2 berfungsi sebagai jalur +5VDC, pin 3 berfungsi sebagai jalur Ground, sedangkan pin 4 berfungsi sebagai jalur Data. Pin SCK digunakan untuk Serial Clock Input yang diberi tegangan +5VDC yang dihubungkan secara seri dengan resistor 10 kω. Pin 1 dari kedua modul SHT75 dihubungkan ke port 1 pin 4 dan port 1 pin 6 sedangkan pin 4 pada kedua modul dihubungkan ke port 1 pin 5 dan port 1 pin 7 pada DT51 petrafuzz ver 3.3. Gambar 21 akan memperlihatkan jalur penghubung antara mikrokontroler DT51 petrafuzz ver 3.3 dengan pin pada sensor SHT

4 Pin Data Pin SCK Pin +5VDC Pin Ground Gambar 19. Module SHT11 Gambar 20. Modul SHT75 SCK DATA Gambar 21. Jalur penghubung antara SHT75 dengan port pada mikrokontroler 26

5 B.3 Modul LCD Pada sistem kendali ini, modul LCD terhubung dengan port tersendiri yaitu port LCD (P1) pada DT51 petrafuzz ver 3.3 sehingga mempermudah pemasangan (Gambar 20). Pemasangan dilakukan menggunakan kabel pelangi 16 pin yang ujungnya dipasang konektor untuk dihubungkan ke LCD dan ujung lainnya dipasang ke port LCD pada DT51 petrafuzz ver 3.3 dengan menggunakan IDC. Jenis LCD yang digunakan adalah LMB162AFC yang memiliki 16 karakter dan 2 baris dengan spesifik seperti dijelaskan pada Tabel 7 di bawah ini. Gambar 22. Rangkaian LCD yang terhubung dengan port pada Mikrokontroler Tabel 7 Spesifikasi pinpada LCD tipe LMB162AFC No. Pin Simbol Detail 1 GND Ground 2 V CC Supply Voltage +5V 3 Vo Contrast Adjustment 4 RS 0 Control input, 1 Data input 5 R/W Read/Write 6 E Enable 7 to 14 D0 to D7 Data 15 VB1 Backlight +5V 16 VB0 Backlight Ground B.4 Zero Crossing (Pengendali Kecepatan Blower) Driver blower merupakan rangkaian yang terdiri atas pembanding tegangan (voltage comporator), triac optoisolator, dan mikrokontroler. Rangkaian pembanding menggunakan IC LM 339, BTA dan MOC Sumber tegangan kontrol device bersumber dari listrik AC 220V yang dihubungkan ke trafo CT 2A untuk menurunkan tegangan. Kemudian dari trafo dihubungkan ke rangkaian catu daya untuk mengubah tegangan AC menjadi DC dengan pertimbangan lebih aman untuk perangkat kendali. IC pengatur tegangan yang digunakan pada catu daya adalah IC regulator 7805/7809 untuk keluaran 5 dan 9 VDC. Kemudian dari rangkaian catu daya dialirkan ke perangkat kendali. Trafo dan rangkaian catu daya dapat dilihat pada Gambar

6 Gambar 23. Trafo dan Catu daya Selanjutnya jalur mikrokontroler terhubung dengan rangkaian driver blower (zero crossing) yang berperan penting sebagai switching ON-OFF dan lima tingkat kecepatan putar blower lainnya pada sistem kontrol ini. Pemilihan komponen disesuaikan dengan rancangan switching yang diinginkan, dalam hal ini switching listrik AC dan beban yang akan di switching (actuator) berupa motor listrik AC 1 dengan daya 90W sehingga sesuai dan kemampuan beroperasi. Gambar 24 merupakan blower yang digunakan pada penelitian ini. Gambar 24. Blower Komponen-komponen utama penyusun rangkaian zero crossing, yaitu IC LM 339, IC MOC 3021, BTA 41 lazim digunakan dengan konstruksi quad-comparators berfungsi untuk deteksi zero crossing (kondisi dimana terjadi perubahan dari 1 ke 0 atau sebaliknya pada gelombang pulsa), pembangkit gelombang segiempat dan waktu delay. Kemudian tegangan keluaran dari LM 339 dihubungkan ke salah satu pin dari mikrokontroler DT-51 Low Cost Micro Sistem yang nantinya bertugas mengecek terdeteksinya kondisi zero crossing dan tegangannya ditahan dengan nilai 0 atau 1 selama waktu tertentu, tergantung tegangan keluaran yang diharapkan. Komponen MOC 3021 dan BTA 41 merupakan pasangan trigger dan triac yang lazim digunakan untuk switching AC. MOC 3021 berfungsi sebagai pemacu triac dalam switching listrik AC statis dan kaki katode dari MOC 3021 dihubungkan pula ke salah satu pin mikrokontroler untuk mengirimkan sinyal biner 0 atau 1. Untuk pengaturan putaran blower pada beberapa tingkat kecepatan putar digunakan timer yang berfungsi untuk mengatur lebarnya pulsa. Gambar 25 merupakan penyusun rangkaian zero crossing dan Gambar 26 merupakan rangkaian LM

7 Gambar 25. Rangkaian zero crossing Gambar 26. Rangkaian IC LM339 C. PERANGKAT LUNAK SISTEM KENDALI (SOFTWARE) Pengaktifan beberapa modul seperti sensor SHT11, SHT75, LCD dan zero crossing dilakukan dengan menyusun perintah dalam bahasa C yang ditulis dalam software Uc51 versi 3.48 sekaligus berfungsi sebagai kompiler yang akan mengkonversi bahasa C ke dalam file berekstensikan.hex. Penulisan program yang pertama adalah pembacaan LCD 16 x 2 yang telah dihubungkan pada mikrokontroler DT51 Petrafuz pada port LCD. Downloader DT51 merupakan software yang berfungsi untuk mendownload program yang berekstensikan.hex ke dalam modul DT51 Petrafuz. Kabel yang digunakan untuk koneksi antara downloader dengan modul mikrokontroler DT51 Petrafuz adalah kabel serial to USB. Penulisan program yang kedua adalah program pembacaan SHT11 dan SHT75. Setiap 2 detik nilai pembacaan sensor yang telah berbentuk digital akan dikirim dan ditampilkan dalam LCD. Selain itu, nilai suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor akan diproses lagi sehingga menghasilkan nilai kadar air kesetimbangan yang kemudian dikirim ke mikrokontroler DT-51 low cost micro system melalui jalur interrupt sebagai pengendali zero crossing. Penulisan program berikutnya adalah program pengaturan putaran blower (zero crossing), bahasa program yang telah dikonversi ke dalam file berekstensikan.hex kemudian didownload ke dalam mikrokontroler DT-51 low cost micro system menggunakan AT89_USB_ISP_Software dan kabel yang digunakan untuk koneksi antara downloader dengan modul mikrokontroler DT-51 low cost micro system adalah DT-HiQ AT 89 USB ISP. Pemograman dirancang untuk mengaktifkan Timer pada mikrokontroler dan mengatur waktu kerja Timer tersebut untuk digunakan sebagai kontrol. Timer yang digunakan merupakan pencacah biner. Pengaturan kerja memerlukan register khusus yang tersimpan dalam FR (Function Register). Missal Timer0 diakses melalui register TL0 (Timer0 low byte) dan register TH0 (Timer0 High Byte) Perhitungan: Asumsi TH0TL0 =100 T= {65535-(TH0TL0)}x1µs TH0TL0 = = TH0TL0 = 65435/256 = 255 sisa 155 Jadi TH0 = 255 TL0 =155/16bit = 9 sisa 11 (nilai 11 dalam biner adalah B) Jadi TL0 = 9B 29

8 Diasumsikan TH0TL0 adalah 100 maka nilai maksimal Timer yang digunakan 100µs. Nilai TH0 diisi maksimum 255 dan sisanya ( ) dibagi dengan 256 sehingga didapat TL0 yaitu 9 dengan sisa 11 dimana sisa 11 bernilai B dalam biner sehingga nilai TL0 = 9B. Ada enam tingkat kecepatan putar kipas dan pada kondisi kipas tidak berputar (off) yang digunakan dalam penelitian ini dimana nilai timer yang menjadi acuan untuk tingkat kecepatan tersebut. Adapun enam tingkat laju aliran udara yang diperoleh dari pengukuran pada alat pengering dengan menggunakan beban 22.5 kg yaitu Timer0 untuk nyala kipas maksimal (0.455 m 3 /s), Timer30 (kecepatan 5 = m 3 /s), Timer35 (kecepatan 4 = m 3 /s), Timer40 (kecepatan 3 = m 3 /s), Timer45 (kecepatan 2 = m 3 /s), Timer50 (kecepatan 1 = m 3 /s). sedangkan Timer66 untuk kipas tidak berputar (mati). D. STRATEGI PENGENDALIAN Strategi pengendalian pada sistem kendali ini terdiri dari pembacaan suhu dan kelembaban yang dideteksi sensor kemudian nilai tersebut diolah dengan persamaan EMC Henderson sehingga menghasilkan nilai kadar air kesetimbangan (Me). Nilai Me inilah yang menjadi acuan untuk pengaturan lebar pulsa (tingkat kecepatan putar kipas). Gambar 27 skema strategi pengendalian. Penghubung SHT75 Penghubung SHT11 Nilai Suhu dan RH Penghubung SHT75 Diolah menggunakan persamaan 1 Mikrokontroler DT51Petrafuz Me1, Me2 dan Me3 1. M1 > M3 Kipas Nyala max (Timer0) 2. M3>M2 Kipas Tidak nyala (Timer66) Timer Timer Timer Timer Timer30 Pengaturan lebar pulsa (memutuskan/ menghubungkan listrik) Mengalirkan udara ke tumpukan jagung IC LM339 Dihubungkan Dikirim ke Port 1 Mikrokontroler DT51 Low Cost Gambar 27. Skema strategi pengendalian 30

9 E. UJI KINERJA ALAT PENGERINGAN TANPA SISTEM KENDALI Pada penelitian ini, sebelum dilakukan pengeringan dengan sistem kendali, terlebih dahulu dilakukan pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali sebagai pembanding untuk pengeringan dengan sistem kendali. Pada pengeringan tanpa menggunakan sistem kendali ini dilakukan satu kali dimana udara lingkungan dialirkan secara kontinyu (terus-menerus) menggunakan blower 1phase dengan kecepatan angin 2.34 m/s meskipun RH lingkungan lebih tinggi dibanding RH di dalam pengering hingga mencapai kadar air jagung yang diinginkan yaitu ±14 % b.b. E.1 Perubahan Suhu dan RH Pada pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali diperoleh suhu rata-rata tumpukan jagung pipilan selama proses pengeringan sekitar o C, dimana suhu terendah selama proses pengeringan adalah 26.5 o C dan suhu tertinggi adalah 36.9 o C. Selama proses pengeringan suhu lingkungan cenderung fluktuatif dikarenakan cuaca yang berfluktuasi. Suhu lingkungan rata-rata selama proses pengeringan adalah 29.7 o C, dimana suhu tertinggi yang tercatat adalah 36 o C dan suhu terendah adalah 25.7 o C. Selama proses pengering berlangsung dapat dikatakan secara umum bahwa kondisi cuaca cerah pada hari pertama dan ketiga, sedangkan pada hari kedua cuaca mendung dan hujan. Gambar 28 memperlihatkan grafik fluktuasi suhu lingkungan dengan suhu pengering terhadap bertambahnya waktu selama pengeringan. Suhu ( o C) Waktu 14:21 wib - 12:51 wib Suhu Lingkungan Suhu Tumpukan rata-rata Gambar 28. Perubahan suhu lingkungan dan suhu pengering terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Berdasarkan grafik, pada jam ke-0 samapai pada jam ke-4.5 (pukul 18:51 wib), jam ke-18 (pukul 08:21 wib) hingga jam ke-25.5 (pukul 15:51) dan jam ke-44 (pukul 10:21) sampai jam ke (pukul 15:21) suhu lingkungan potensial untuk pengeringan. Sedangkan pada jam yang lain suhu lingkungan lebih rendah dibandingkan suhu tumpukan rata-rata di dalam pengering sehingga tidak potensial untuk mengeringkan jagung pipilan. Pada jam ke-27 (pukul 17:21) hingga jam ke- 40 (pukul 06:21) terlihat suhu lingkungan mengalami penurunan yang drastis. Hal tersebut 31

10 dikarenakan pada saat itu terjadi hujan. Berdasarkan data suhu hasil pengujian pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali, dapat disimpulkan bahwa sistem kendali pada pengeringan sangat penting, sehingga pengeringan hanya berlangsung ketika suhu lingkungan pontensial sebagai media pengeringan sehingga pada kondisi suhu yang tidak potensial, sistem kendali dapat meminimalkan konsumsi energi kipas dan mencegah terjadinya kenaikan kadar air karena kipas tidak mengalirkan udara (off). Berdasarkan metoda pengambilan data, terdapat lima titik pengukuran suhu tumpukan seperti terlihat pada Gambar 13 diatas. Gambar 29 menunjukkan perubahan suhu terhadap waktu pada lima tingkatan tumpukan jagung pipilan Suhu tumpukan ( o C) Waktu 14:21 wib - 12:51 wib Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 Suhu 4 Suhu 5 Gambar 29. Grafik perubahan suhu terhadap waktu pada lima tingkatan selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Berdasarkan grafik diatas, dari jam ke-0 (pukul 14:21wib) hingga jam ke-3.5 (pukul 17:51wib) suhu tumpukan pada setiap tingkatan pada tumpukan jagung mengalami peningkatan. Namun, pada jam ke-4 (pukul 18:21wib) hingga jam ke-16 (07:51wib) suhu cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan pengukuran dilakukan pada malam hari dimana suhu lingkungan pada malam hari lebih rendah dibandingkan suhu pada siang hari sehingga udara yang dialirkan pada tumpukan jagung mengakibatkan suhu tumpukan pada setiap tingkatan mengalami penurunan. Pada jam berikutnya yaitu pada jam ke-16.5 (pukul 06:51wib) suhu kembali mengalami peningkatan sampai suhu rata-rata mencapai o C. Peningkatan suhu terjadi hingga pada jam ke-27 (pukul 17:21wib). Pada jam berikutnya, suhu menurun drastis hingga mencapai suhu o C dan terus menurun secara perlahan hingga suhu o C. Penurunan suhu terjadi hingga pada jam ke-40 jam (pukul 06:21wib). Suhu kembali mulai naik kembali pada jam ke-41 (pukul 07:21wib) hingga mencapai 34.2 o C sampai pada jam ke-46.5 (pukul 12:51wib) dan pengeringan berhenti karena kadar air rata-rata telah mencapai 13.93%b.b. Berdasarkan grafik di atas, suhu 1 lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan titik pengukuran suhu 1 terletak paling dekat dengan inlet (udara lingkungan 32

11 yang masuk ke dalam tumpukan pengering), sehingga suhu 1 relatif mendekati suhu lingkungan. Suhu 5 relatif lebih rendah dibandingkan suhu yang lainnya, hal tersebut dikarenakan letak pengukuran suhu 5 berada paling jauh dari inlet dibandingkan suhu yang lainnya. Seperti terlihat pada grafik, dengan semakin jauh titik pengukuran suhu terhadap inlet maka suhu pada tingkatan itu cenderung lebih rendah. Gambar 30 menunjukkan fluktuasi RH terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Kelembaban Relatif (%) Waktu 14:21 wib - 12:51 wib RH Lingkungan RH Tumpukan Lap. Atas Gambar 30. Hubungan antara RH terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali. Besarnya RH berbanding terbalik dengan kemampuan udara menyerap uap air sehingga semakin rendah RH maka semakin tinggi kemampuan udara dalam menyerap uap air dan laju pengeringan semakin cepat. Selama proses pengeringan, RH lingkungan pada siang hari jauh lebih tinggi dibandingkan dengan RH tumpukan jagung lapisan atas. Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa terjadi perbedaan yang sangat drastis antara RH lingkungan dan RH tumpukan jagung lapisan atas pada jam ke-0 (pukul 14:21wib) hingga jam ke-3.5 (pukul 17:51wib). Pada grafik terlihat pada jam ke-27 (pukul 17:21) wib hingga jam ke-40.5 (pukul 06:51wib) terjadi kenaikan RH lingkungan secara drastis sementara RH tumpukan jagung lapisan atas berubah namun tidak terlalu signifikan. Kenaikan RH lingkungan tersebut hingga mencapai RH 98% dikarenakan terjadi hujan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem kendali untuk proses pengeringan sangat penting agar pengeringan dapat berlangsung lebih baik dan efektif yaitu ketika RH lingkungan sangat potensial untuk pengeringan. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa RH lingkungan tertinggi tercatat 97.65%, terendah 55.25% dengan rata-rata selama pengeringan sebesar 82.12%. sedangkan RH tertinggi tumpukan jagung lapisan atas adalah 91.67%, RH terendah adalah 72.64% dengan RH rata-rata selama pengeringan sebesar 85.76%. Adapun selisih rata-rata RH lingkungan dan RH tumpukan jagung lapisan atas adalah 3.64%. Kelembaban mutlak merupakan salah satu acuan dalam proses pengeringan. Ketika kelembaban mutlak lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kelembaban mutlak tumpukan lapisan atas maka maka akan terjadi proses pengeringan sehingga laju pengeringan akan semakin cepat dan sebaliknya, jika kelembaban mutlak lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kelembaban mutlak tumpukan lapisan atas maka terjadi proses pembasahan sehingga terjadi 33

12 peningkatan kadar air. Gambar 31 memperlihatkan hubungan antara kelembaban mutlak terhadap waktu Kelembaban Mutlak (g uap/kg u.k) Waktu 14:21 wib - 12:51 wib H Lingkungan H Tumpukan Lap. Atas Gambar 31. Hubungan antara kelembaban mutlak terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada awal proses pengeringan hingga pada jam ke-40 kelembaban mutlak lingkungan cenderung lebih rendah daripada kelembaban mutlak tumpukan jagung lapisan atas sehingga pada kondisi ini terjadi proses pengeringan. Namun pada saat tertentu yaitu jam ke-7 (pukul 21:21wib), jam ke-22 (pukul 12:21wib) hingga jam ke-24 (pukul 14:21wib) dan diatas jam ke-40 (pukul 06:51wib) kelembaban mutlak lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban mutlak jagung lapisan atas. Pada kondisi ini terjadi proses pembasahan sehingga terjadi peningkatan kadar air jagung. E2. Perubahan Kadar Air Pada pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali, jagung pipilan yang digunakan adalah jagung varietas hybrida yang diperoleh dari balai BALITRO di daerah Cimanggu dengan kadar air jagung rata-rata adalah 20.48% b.k dengan beban 22.5kg. Berdasarkan hasil pengujian dengan sistem kendali pada alat pengering tipe batch dengan suhu lingkungan rata-rata 36 o C, dan RH lingkungan rata-rata 72.64% mampu menurunkan kadar air hingga kadar air akhir rata-rata 16.08%b.k yaitu terjadi penurunan kadar air sebesar 4.40% dengan waktu 46.5 jam. Gambar 32 menunjukkan perubahan kadar air rata-rata dan kadar air pada lapisan bawah, tengah dan atas terhadap waktu pengering. 34

13 Kadar air lapisan (%b.k) Mulai 14:21 wib-12:51 wib k.a Lap. Atas k.a Lap. Tengah k.a Lap. Bawah Gambar 32. Hubungan antara kadar air rata-rata lapisan terhadap waktu selama proses pengeringan tanpa sistem kendali Berdasarkan metode pengambilan data yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat tiga titik pengukuran kadar air yaitu lapisan bawah, tengah dan atas tumpukan jagung pipilan. Berdasarkan grafik terlihat bahwa terjadi perbedaan penurunan kadar air disetiap lapisan. Lapisan bawah telah mencapai kadar air 12.7%b.b setelah pengeringan sekitar 24 jam, tetapi kadar air lapisan tengah dan atas hanya mencapai 15.9%b.b dan 16.1%b.b. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan ketinggian sehingga besar kecepatan aliran udara pada lapisan bawah, tengah dan atas yang berbeda. Menurut Ramelan (1996), suhu dan kelembaban relatif merupakan salah satu faktor yang menentukan proses pengeringan. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses pengeringan. Berdasarkan hasil pengujian ini dapat diketahui bahwa pengeringan akan berlangsung lama dan penurunan kadar air yang tidak seragam pada setiap lapisan. Dengan pengujian ini diketahui nilai kadar akhir pada lapisan bawah sebesar 12.7%b.b, lapisan tengah 14%b.b, dan lapisan atas sebesar 15.1%b.b. Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya waktu maka kadar air jagung akan menurun. Pada waktu 27 jam (pukul 17:21 wib) terjadi kenaikan kadar air, hal tersebut dikarenakan terjadi hujan deras sehingga suhu udara lingkungan menurun diikuti RH yang meningkat. Dengan keadaan tersebut menyebabkan udara yang dihembuskan ke tumpukan jagung memiliki Me yang tinggi sehingga kadar air jagung pipilan meningkat. 35

14 F. UJI KINERJA ALAT PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI F.1 Perubahan Suhu dan RH Berdasarkan hasil pengujian pengeringan dengan menggunakan sistem kendali pada alat pengering diperoleh nilai suhu lingkungan dan suhu tumpukan jagung berfluktuasi selama pengeringan berlangsung. Nilai suhu lingkungan tertinggi yang tercatat selama proses pengeringan adalah 40.6 o C, suhu terendah adalah 27.9 o C sehingga suhu lingkungan rata-rata adalah 33 o C. Sedangkan suhu rata-rata tumpukan di dalam pengering adalah 31.5 o C dimana suhu tertinggi yang tercatat adalah 39.6 o C dan suhu terendah adalah 27.1 o C. Gambar 33 akan memperlihatkan fluktuasi suhu lingkungan dan suhu tumpukan rata-rata di dalam pengering selama proses pengeringan berlangsung. Selama pengeringan berlangsung dapat dikatakan bahwa kondisi cuaca cerah dan terkadang mendung Suhu ( o C) Waktu 09:29 wib - 12:29 wib Suhu Tumpukan rata-rata Suhu Lingkungan Gambar 33. Fluktuasi suhu terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali Pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali dimulai pada pukul 09:29 wib. Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada awal proses pengeringan suhu lingkungan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tumpukan rata-rata di dalam pengering. Pada kondisi ini udara lingkungan sangat potensial untuk digunakan sebagai media pengeringan. Namun pada jam ke-7.5 (pukul 16:59wib) suhu lingkungan lebih rendah dibandingkan suhu tumpukan rata-rata didalam pengeringan sampai pada jam ke-22 (pukul 07:21wib) sehingga pada kondisi ini udara lingkungan tidak potensial untuk media pengeringan. Pada jam berikutnya suhu lingkungan mulai kembali naik dan lebih tinggi dibandingkan suhu tumpukan hingga pada jam ke-27 (12:29). Gambar 34 menunjukkan perubahan suhu tumpukan di lima tingkatan terhadap waktu. 36

15 Suhu ( o C) Waktu 09:29 wib - 12:29 wib Suhu 1 Suhu 2 Suhu 3 Suhu 4 Suhu 5 Gambar 34. Perubahan suhu tumpukan terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali Suhu 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut menunjukkan suhu tumpukan jagung mulai dari tumpukan terbawah sampai yang teratas. Berdasarkan grafik terlihat bahwa suhu 1 lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang lainnya, sedangkan suhu 4 dan 5 lebih rendah dibandingkan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan udara lingkungan yang masuk akan mengenai tumpukan terbawah lebih dulu lalu mengalir ke bagian atas sehingga suhu 1 cenderung sama dengan suhu udara lingkungan yang masuk. Selama proses pengeringan suhu yang tertinggi pada suhu 1 adalah 39.6 o C dan suhu terendah adalah 30 o C. Sedangkan pada suhu 5 (tumpukan teratas), suhu tertinggi adalah 33.4 o C dan suhu terendah 27.5 o C. Perubahan RH terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar Kelembaban relatif (%) Waktu 09:29 wib - 12:29 wib RH Tumpukan Lap. Atas RH Lingkungan Gambar 35. Hubungan antara RH terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali 37

16 Berdasarkan pengujian, diperoleh data yang menunjukkan bahwa RH lingkungan tertinggi yang tercatat adalah 93.43%, RH terendah adalah 39.47% sehingga RH lingkungan rata-rata adalah 69.71%. Sedangkan RH rata-rata setelah melewati tumpukan jagung lapisan atas 84.48% dimana RH tertinggi yang tercatat adalah 97.77% dan RH terendah adalah 60.53%. Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada jam ke-0.5 (pukul 09:59 wib) hingga pada jam ke-7 (pukul 16:51 wib) dan pada jam ke-22.5 (pukul 07:59 wib) hingga pada jam ke-31.5 (pukul 16:59wib) RH lingkungan jauh lebih rendah dibandingkan RH tumpukan lapisan atas. Pada kondisi tersebut udara lingkungan sangat potensial sebagai media pengering. Namun sebaliknya jika RH lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan RH tumpukan jagung lapisan atas maka pada kondisi tersebut udara lingkungan tidak potensial sehingga kipas tidak berputar (mati). Terlihat pada grafik bahwa pada jam ke-7.5 (pukul 16:59 wib) hingga jam ke-8.5 (pukul 17:59 wib), jam ke-9.5 (pukul 18:59 wib) hingga jam ke-13 (pukul 22:29 wib) dan pada jam ke-14 (pukul 23:29 wib) hingga jam ke-21.5 (pukul 06:59 wib) RH lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan RH tumpukan lapisan atas. Gambar 36 menunjukkan hubungan antara kelembaban mutlak terhadap waktu. Kelembaban mutlak ( g uap/kg u.k) Waktu 09:29 wib - 12:29 wib H Tumpukan Lap. Atas H lingkungan Gambar 36. Hubungan kelembaban mutlak terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali Berdasarkan grafik terlihat bahwa selama proses pengeringan berlangsung cenderung terjadi pengeringan. Hal tersebut terjadi dikarenakan kelembaban mutlak pada lingkungan relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelembaban pada tumpukan jagung lapisan atas. Namun pada jam ke-17 (pukul 02:59 wib) hingga pda jam ke-22.5 (pukul 07:59 wib) terjadi fluktuasi pembasahan dan pengeringan. Hal tersebut dikarena kelembaban mutlak pada lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban mutlak pada tumpukan jagung lapisan atas. 38

17 F.2 Hubungan Kadar Air Kesetimbangan Terhadap Putaran Kipas Berdasarkan nilai suhu dan RH yang dideteksi oleh sensor saat proses pengeringan berlangsung, dengan menggunakan persamaan EMC Henderson (Thompson, 1967) diperoleh nilai Me pada lingkungan, tumpukan pada lapisan bawah dan tumpukan pada lapisan atas jagung pipilan yang dikeringkan. Kemudian nilai Me tersebutlah yang dijadikan perbandingan untuk penentuan tingkat kecepatan putar kipas (strategi pengendalian kipas) seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 5 diatas. Gambar 37 memperlihatkan fluktuasi nilai kadar air kesetimbangan terhadap waktu dan terhadap kecepatan putar kipas. Jika kondisi kipas dalam kondisi berputar maksimal (2.24m/s) maka akan bernilai 1 pada grafik, sedangkan jika kipas dalam keadaan tidak berputar (mati) maka akan bernilai 0. Jika kipas berputar pada kecepatan angin 1.96 m/s akan bernilai 0.5, kecepatan angin 1.71 m/s bernilai 0.4, kecepatan angin 1.34 m/s bernilai 0.3, kecepatan angin 0.83 m/s bernilai 0.2 dan kecepatan angin 0.67 m/s akan bernilai 0.1. Kadar air kesetimbangan (%) Waktu Pengeringan (jam) Waktu 09:29 wib - 12:29 wib Putaran Kipas Me Tumpukan Bawah Me Lingkungan Me Tumpukan Atas Putaran Kipas Gambar 37. Hubungan antara kadar air kesetimbangan terhadap waktu dan putaran kipas selama proses pengeringan dengan sistem kendali Berdasarkan grafik terlihat bahwa bahwa kadar air kesetimbangan berubah dengan bertambahnya waktu. Pada awal proses pengeringan terlihat Me lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan Me pada tumpukan lapisan bawah maupun lapisan atas jagung yaitu pada jam ke-0 sampai pada jam ke-6. Pada kondisi tersebut terlihat bahwa kipas menyala maksimal (1). Sedangkan pada jam selanjutnya Me lingkungan terlihat sama dengan kadar air kesetimbangan tumpukan lapisan bawah yaitu pada jam ke- 6 sampai pada jam ke-8. Pada kondisi tersebut kipas berputar pada range 0.1, 0.5 dan maksimal (1). Hal tersebut terjadi karena terkadang Me lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan Me tumpukan pada lapisan atas tetapi lebih tinggi dari Me tumpukan pada lapisan bawah. Namun pada jam selanjutnya hingga jam ke-22 (pukul 07:29 wib) terlihat bahwa Me lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan Me pada tumpukan lapisan bawah dan lapisan atas jagung yang dikeringkan. Pada kondisi ini kipas lebih cenderung 39

18 tidak menyala. Tetapi pada jam ke 12.5 dan jam ke-21 kipas berputar pada range 0.5. Pada jam berikutnya hingga pada jam ke-27 (pukul 12:29 wib) Me lingkungan lebih rendah daripada Me pada tumpukan lapisan atas dan Me pada tumpukan lapisan bawah jagung sehingga pada kondisi tersebut kipas berputar pada kecepatan maksimal (1) dan pada range Hal ini membuktikan bahwa strategi pengedalian telah bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Laju aliran udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya proses pengeringan. Semakin cepat laju aliran udara maka proses pengeringan akan lebih cepat dan sebaliknya. Pada pengujian dengan menggunakan sistem kendali ini, titik pengukuran kecepatan angin ada dua titik yaitu pada lubang masuknya udara lingkungan dan pada lubang setelah melewati tumpukan jagung paling atas. Berdasarkan data yang diperoleh laju aliran udara setelah melewati tumpukan jagung paling atas sangat rendah dibandingkan dengan laju udara masuk. Hal tersebut disebabkan terdapat cela-cela disekitar penghubung antara kipas dan penyambung pipa paralon. Selain itu, udara juga keluar pada lubang-lubang pengambilan sampel kadar air. Namun pada jam ke-8.5 laju aliran udara inlet cenderung sama dengan laju aliran setelah melewati tumpukan jagung paling atas. Pada kondisi tersebut kipas dalam keadaan tidak berputar (mati). F.3 Perubahan Kadar Air Pada pengeringan jagung pipilan dengan sistem kendali, jagung yang digunakan adalah jagung hybrida yang diperoleh dari kelompok petani di desa iwul kec. Parung, Bogor dengan kadar air awal jagung rata-rata adalah %b.k. dengan beban 21.5kg. pada saat pengujian, terjadi kerusakan pada sensor SHT11 sehingga menyebabkan pembacaan nilai suhu dan kelembaban menjadi error. Namun proses pengeringan masih tetap berlanjut sampai pada jam ke-20 yaitu pada pukul 08:34 wib (stop). Berdasarkan hasil pengujian pada kondisi ini dengan sistem kendali pada alat pengering tipe batch dengan suhu lingkungan rata-rata o C, dan RH lingkungan rata-rata 76% mampu menurunkan kadar air sebesar 2% hingga kadar air mencapai dengan lama waktu pengeringan yaitu 20 jam. Gambar 38 menunjukkan perubahan kadar air jagung terhadap waktu pengeringan Kadar air (%b.k) Mulai 10:06 wib - 08:34 wib k.a Lap. Atas k.a Lap. Tengah k.a Lap. Bawah Gambar 38. Perubahan kadar air terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali tahap I. 40

19 Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada awal pengeringan hingga pada jam ke-9.5 penurunan kadar air pada lapisan bawah sangat drastis. Namun pada pada lapisan atas terjadi kenaikan kadar air. Hal tersebut dikarenakan kandungan air pada lapisan bawah yang diuapkan mengalir ke bagian atas sebagian terserap oleh tumpukan jagung pada lapisan atas. Pada jam berikutnya terjadi fluktuasi kadar air, hal tersebut dikarenakan sensor SHT11 pada tumpukan jagung lapisan atas error sehingga putaran kipas tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Sensor yang digunakan mengalami kerusakan ketika sensor yang digunakan terjatuh ke lantai akibat hembusan angin yang kuat. Untuk itu, sensor tersebut diganti dengan sensor SHT75. Kemudian pengeringan dilanjutkan pada esok harinya yaitu pada pukul 09:29 wib. Dengan suhu lingkungan rata-rata o C, dan RH lingkungan rata-rata 65.88% mampu menurunkan kadar air sebesar 4.69 % dengan lama waktu pengeringan yang efektif yaitu 13.5 jam (kipas berputar maksimal). Gambar 39 menunjukkan perubahan kadar air jagung terhadap waktu pengeringan dan terhadap putaran kipas. Kadar air (%b.k) waktu 09:29 wib-12:29 wib Putaran Kipas k.a Lap. Atas k.a Lap. Bawah k.a Lap. Tengah Putaran Kipas Gambar 39. Perubahan kadar air terhadap waktu selama proses pengeringan dengan sistem kendali tahap II Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada kondisi kipas yang berputar maksimal pada awal pengeringan, kadar air pada tumpukan lapisan bawah mengalami penurunan drastis dibandingkan dengan kadar air pada tumpukan lapisan tengah dan lapisan atas. Kondisi tersebut berlangsung pada awal pengeringan yaitu pada jam ke-0 hingga pada jam ke-6. Sedangkan pada jam ke-6.5 kipas berputar pada range 0.2 kadar air pada lapisan bawah mengalami kenaikan kadar air tetapi pada lapisan tengah terjadi penurunan kadar air. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu kadar air kesetimbangan lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air kesetimbangan pada tumpukan lapisan bawah namun lebih rendah dibandingkan dengan kadar air kesetimbangan pada tumpukan lapisan atas. Namun pada jam ke-7.5 kipas kembali berputar maksimal sehingga terjadi penurunan kadar air disetiap lapisan. Pada jam berikutnya, kipas cenderung tidak berputar (mati) hingga pada jam ke-22, tetapi pada jam ke-8, ke-12 dan ke-21 kipas berputar pada range 0.5. Pada kondisi tersebut terjadi penaikan dan penurunan kadar air namun tidak signifikan. Kemudian kadar air pada lapisan tengah dan lapisan mengalami penurunan secara drastis pada jam ke-22 hingga pada jam ke-27. pada kondisi tersebut kipas lebih cenderung berputar maksimal hingga kadar air jagung rata-rata 16.08%b.k. 41

20 G. PENURUNAN KADAR AIR TANPA SISTEM KENDALI DAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI Gambar 40 menunjukkan penurunan kadar air tanpa sistem kendali dan menggunakan sistem kendali selama proses pengeringan. Kadar air (%b.k) Sistem Kendali Tanpa Sistem Kendali Gambar 40. penurunan kadar air tanpa sistem kendali dan menggunakan sistem kendali selama proses pengeringan terhadap waktu. Berdasarkan grafik, dengan waktu pengeringan selama 27 jam terlihat bahwa pengeringan dengan sistem kendali dapat menurunkan kadar air awal jagung rata-rata 20.89%b.k hingga mencapai kadar aikhir rata-rata 16.08%b.k. sedangkan pengeringan tanpa sistem kendali hanya mampu menurunkan dari kadar air jagung rata-rata 20.48%b.k hingga mencapai kadar air akhir 18.13%b.k dan setelah pada jam ke-46.5 kadar air jagung mencapai 16.20%b.k. Pada pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali terjadi kenaikan kadar air jagung yang cukup signifikan yaitu pada jam ke-4.5 hingga jam ke-9, jam ke-12 hingga jam ke-15 dan jam ke-22.5 hingga jam ke Hal tersebut terjadi dikarenakan udara lingkungan yang dialirkan ke dalam tumpukan tidak dikontrol sehingga ketika udara lingkungan tidak potensial yaitu suhu rendah dan kelembaban tinggi, kipas masih terus mengalirkan udara tersebut. Pada pengeringan dengan sistem kendali juga terlihat terjadi kenaikan kadar air namun tidak terlalu signifikan. 42

21 H. KONSUMSI ENERGI LISTRIK SELAMA PROSES PENGERINGAN TANPA SISTEM KENDALI DAN MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI Pada proses pengeringan jagung pipilan tanpa sistem kendali, pengeringan dilakukan pada kadar air awal jagung pipilan rata-rata 20.48%b.k dengan suhu lingkungan berkisar antara 25.7 o C - 36 o C dan RH lingkungan rata-rata 55.25% % dapat mengeringkan jagung hingga mencapai kadar iar akhir rata-rata16.08%b.k dan lama pengeringan 46.5 jam. Konsumsi energi yang digunakan (energi listrik untuk penyalaan kipas) selama proses pengeringan ini sebesar 7.59 MJ atau 4.288MJ/kg air yang diuapkan. Pada pengujian dengan menggunakan sistem kendali pengeringan dengan suhu lingkungan berkisar antara 27.9 o C 40.6 o C, dan RH lingkungan antara 39.47% % dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama pengeringan dimulai 25.26%b.k sampai kadar air 23.24%b.k dengan lama pengeringan efektif (kondisi kipas menyala) adalah 20 jam dan konsumsi energi listrik yang digunakan adalah atau MJ/kg air yang diuapkan. Tahap kedua pengeringan dimulai dari kadar air awal rata-rata sebesar 20.89%b.k hingga mencapai kadar air 16.20%b.k dengan lama pengeringan efektif (kondisi kipas menyala) yaitu jam dan dengan konsumsi energi listrik sebesar MJ atau MJ/kg air yang diuapkan. Strategi pengendali yang telah didesain secara umum berfungsi dengan baik dan konsumsi energi listrik yang digunakan serta waktu pengeringan pada pengujian dengan sistem kendali lebih rendah dan lebih cepat dibandingkan dengan pengujian tanpa sistem kendali. Konsumsi energi listrik selama proses pengeringan jagung pipilan berlangsung dengan dan tanpa menggunakan sistem kendali dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsumsi energi listrik yang digunakan selama proses pengeringan jagung pipilan dengan dan tanpa menggunakan sistem kendali. Pengeringan Jagung pipilan Kadar air awal ratarata (%b.k) Kadar air akhir ratarata (%b.k) Waktu pengeringan efektif (jam) Total energi listrik (MJ) selama proses pengeringan Energi listrik (MJ/kg air yang diuapkan) Tanpa sistem kendali Dengan sistem kendali Tahap I Tahap II Berdasarkan data pada tabel diatas, pengeringan jagung pipilan dengan menggunakan sistem kendali menggunakan energi listrik yang lebih rendah dan waktu pengeringan yang lebih cepat dibandingkan pengeringan tanpa sistem kendali. Namun pengeringan dengan sistem kendali pada 43

22 tahap pertama tidak efisien karena konsumsi energi yang digunakan lebih besar, penurunan kadar air yang terjadi kecil dan waktu pengeringan yang lama. Hal tersebut dikarenakan sensor yang digunakan error sehingga tidak berfungsi dengan baik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada pengeringan dengan sistem kendali pada tahap II, pengeringan dimulai pada kadar air awal dan akhir rata-rata yang hampir sama dengan kadar air awal dan akhir rata-rata pada pengeringan tanpa sistem kendali. Berdasarkan data, energi yang digunakan dan lamanya pengeringan lebih rendah dan singkat dibandingkan dengan pengeringan tanpa sistem kendali. Pengeringan dengan sistem kendali energi yang digunakan adalah MJ atau MJ/kg air yang diuapkan dengan waktu pengeringan maksimal jam sedangkan pengeringan tanpa sistem kendali energi yang digunakan sebesar 7.59 MJ atau MJ/kg air yang diuapkan dengan lama pengeringan 46.5 jam. 44

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. MEODOLOGI PENELIIAN A. EMPA DAN WAKU PENELIIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. E, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen eknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini akan dijabarkan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras dan perangkat lunak dari setiap modul yang menjadi bagian dari sistem ini.

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras maupun perangkat lunak dari setiap modul yang dipakai pada skripsi ini. 3.1. Perancangan dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Disain Tungku dan Pengumpan Tongkol Jagung Unit tungku ditujukan untuk memanaskan air yang akan dimanfaatkan panasnya melalui penukar panas. Bahan bakar yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN PENGUJIAN ALAT SISTEM PENGONTROL BEBAN DAYA LISTRIK

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN PENGUJIAN ALAT SISTEM PENGONTROL BEBAN DAYA LISTRIK BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN PENGUJIAN ALAT SISTEM PENGONTROL BEBAN DAYA LISTRIK 4.1 Pengukuran Alat Pengukuran dilakukan untuk melihat apakah rangkaian dalam sistem yang diukur sesuai dengan spesifikasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem. 2. Modul pemanas dan pengendali pemanas

BAB III PERANCANGAN. bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem. 2. Modul pemanas dan pengendali pemanas BAB III PERANCANGAN 3.1. Gambaran Umum Sistem Sistem yang akan dirancang dan direalisasikan merupakan sebuah inkubator bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem yang

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini membahas perencanaan dan pembuatan dari alat yang akan dibuat yaitu Perencanaan dan Pembuatan Pengendali Suhu Ruangan Berdasarkan Jumlah Orang ini memiliki 4 tahapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diulang-ulang dengan delay 100 ms. kemudian keluaran tegangan dari Pin.4 akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diulang-ulang dengan delay 100 ms. kemudian keluaran tegangan dari Pin.4 akan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Arduino Uno R3 Pengujian sistem arduino uno r3 dilakukan dengan memprogram sistem arduino uno r3 untuk membuat Pin.4 menjadi nilai positif negative 0 dan 1 yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisa setiap modul dari sistem yang dirancang. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sistem yang dirancang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI MASALAH

BAB III DESKRIPSI MASALAH BAB III DESKRIPSI MASALAH 3.1 Perancangan Hardware Perancangan hardware ini meliputi keseluruhan perancangan, artinya dari masukan sampai keluaran dengan menghasilkan energi panas. Dibawah ini adalah diagram

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Elektronika Dasar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Realisasi Perangkat Keras Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara otomatis menggunakan sensor suhu LM35 ditunjukkan pada gambar berikut : 8 6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. suhu dalam ruang pengering nantinya mempengaruhi kelembaban pada gabah.

BAB III METODE PENELITIAN. suhu dalam ruang pengering nantinya mempengaruhi kelembaban pada gabah. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menitik beratkan pada pengukuran suhu dan kelembaban pada ruang pengering menggunakan sensor DHT21. Kelembaban dan suhu dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Permasalahan Dalam Perancangan dan Implementasi Penyaji Minuman Otomatis Berbasis Mikrokontroler ini, terdapat beberapa masalah yang harus dipecahkan. Permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 54 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Dalam bab ini akan dibahas tentang pengujian berdasarkan perencanaan dari sistem yang dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari sistem mulai dari blok-blok

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM 42 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini dijelaskan pembuatan alat yang dibuat dalam proyek tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem kontrol suhu dan kelembaban berbasis mirkrokontroler

Lebih terperinci

Input ADC Output ADC IN

Input ADC Output ADC IN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil yang diperoleh dari pengujian alat-alat meliputi mikrokontroler, LCD, dan yang lainnya untuk melihat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALA 3.1 Perancangan Hardware 3.1.1 Perancangan Alat Simulator Sebagai proses awal perancangan blok diagram di bawah ini akan sangat membantu untuk memberikan rancangan

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Definisi Perancangan Perancangan adalah proses menuangkan ide dan gagasan berdasarkan teoriteori dasar yang mendukung. Proses perancangan dapat dilakukan dengan cara pemilihan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan perancangan alat, yaitu perancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Perancangan perangkat keras terdiri dari perangkat elektronik dan instalasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015. Perancangan dan pembuatan dilaksanakan di laboratorium Elektronika

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS 3.1. Pendahuluan Perangkat pengolah sinyal yang dikembangkan pada tugas sarjana ini dirancang dengan tiga kanal masukan. Pada perangkat pengolah sinyal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Februari Instrumen dan komponen elektronika yang terdiri atas:

METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Februari Instrumen dan komponen elektronika yang terdiri atas: III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar dan Laboratorium Pemodelan Jurusan Fisika Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Dalam perancangan sistem otomatisasi pemakaian listrik pada ruang belajar berbasis mikrokontroler terdapat beberapa masalah yang harus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hasil dan analisis terhadap sistem yang telah dibuat secara keseluruhan. Pengujian tersebut berupa pengujian terhadap perangkat keras serta pengujian

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PENGERING KAIN OTOMATIS DENGAN MEMANFAATKAN MIKROKONTROLER ATMega8535 dan SENSOR SHT11 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN 3.1 Diagram Blok Rangkaian Secara Detail Pada rangkaian yang penulis buat berdasarkan cara kerja rangkaian secara keseluruhan penulis membagi rangkaian menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Konsep dasar mengendalikan lampu dan komponen komponen yang digunakan pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT Dengan memahami konsep dasar alat pada bab sebelumnya yang mencakup gambaran sistem prinsip kerja dan komponen-komponen pembentuk sistem, maka pada bab ini akan dibahas

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan BAB III PEMBUATAN ALAT 3.. Pembuatan Dalam pembuatan suatu alat atau produk perlu adanya sebuah rancangan yang menjadi acuan dalam proses pembuatanya, sehingga kesalahan yang mungkin timbul dapat ditekan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan dari tugas akhir ini adalah membuat pengaturan air dan nutrisi secara otomatis yang mampu mengatur dan memberi nutrisi A dan B secara otomatis berbasis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK 4.1 Rangkaian Pengontrol Bagian pengontrol sistem kontrol daya listrik, menggunakan mikrokontroler PIC18F4520 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 30. Dengan osilator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketepatan masing-masing bagian komponen dari rangkaian modul tugas akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketepatan masing-masing bagian komponen dari rangkaian modul tugas akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Dan Pengukuran Setelah pembuatan modul tugas akhir maka perlu diadakan pengujian dan pengukuran. Tujuan dari pengujian dan pengukuran adalah untuk mengetahui ketepatan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI KERUSAKAN KABEL

BAB III PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI KERUSAKAN KABEL BAB III PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI KERUSAKAN KABEL. Diagram Blok Diagram blok merupakan gambaran dasar membahas tentang perancangan dan pembuatan alat pendeteksi kerusakan kabel, dari rangkaian sistem

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem alat pembuat biogas dari eceng gondok. Perancangan terdiri dari perancangan perangkat keras dan perancangan perangkat lunak. 3.1.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT III.1. Analisa Permasalahan Perancangan Pendeteksi Gabah Kering Dan Gabah Basah Perkembangan zaman yang semakin maju, membuat meningkatnya produk elektronika yang beredar

Lebih terperinci

DT-SENSE Application Note

DT-SENSE Application Note DT-SENSE Application Note AN118 Low Cost Weather Station II Oleh: Tim IE Aplikasi berikut adalah aplikasi AN85 yang disesuaikan untuk produk DT-SENSE SHT11 Module. Pada AN85 digunakan produk Sensirion

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun blok diagram modul baby incubator ditunjukkan pada Gambar 3.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun blok diagram modul baby incubator ditunjukkan pada Gambar 3.1. 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Blok Diagram Modul Baby Incubator Adapun blok diagram modul baby incubator ditunjukkan pada Gambar 3.1. PLN THERMOSTAT POWER SUPPLY FAN HEATER DRIVER HEATER DISPLAY

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Permasalahan Pada saat kita mencuci pakaian baik secara manual maupun menggunakan alat bantu yaitu mesin cuci, dalam proses pengeringan pakaian tersebut belum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut : Studi literatur, yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini menjelaskan tentang perancangan sistem alarm kebakaran menggunakan Arduino Uno dengan mikrokontroller ATmega 328. yang meliputi perancangan perangkat keras (hardware)

Lebih terperinci

DT-51 Application Note

DT-51 Application Note DT-51 Application Note AN73 Pengukur Jarak dengan Gelombang Ultrasonik Oleh: Tim IE Aplikasi ini membahas perencanaan dan pembuatan alat untuk mengukur jarak sebuah benda solid dengan cukup presisi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Diagram alir digambarkan pada gambar berikut :

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Diagram alir digambarkan pada gambar berikut : BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini di perlukan diagram alir yang digunakan untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan alat ini.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini akan dijabarkan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras dan perangkat lunak dari setiap modul yang menjadi bagian dari sistem ini.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Uraian Umum Dalam perancangan alat akses pintu keluar masuk menggunakan pin berbasis mikrokontroler AT89S52 ini, penulis mempunyai pemikiran untuk membantu mengatasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 31 BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Air ditampung pada wadah yang nantinya akan dialirkan dengan menggunakan pompa. Pompa akan menglirkan air melalui saluran penghubung yang dibuat sedemikian

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT III.1. Analisa Permasalahan Perancangan Alat Ukur Kadar Alkohol Pada Minuman Tradisional Dalam melakukan pengujian kadar alkohol pada minuman BPOM tidak bisa mengetahui

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan sistem dan realisasi perangkat keras dan perangkat lunak dari setiap modul yang mendukung alat secara keseluruhan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung, dari bulan Februari 2014 Oktober 2014. 3.2. Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1. Pengujian Alat Dengan menggunakan berbagai metoda pengujian secara lebih akurat akan memudahkan dalam mengambil sebuah analisa yang berkaitan dengan percobaan yang dilakukan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk mencapai tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk mencapai tujuan BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah-langkah tersebut dilukiskan melalui bagan 3.1 berikut. Menentukan prinsip kerja sistem

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem deteksi keberhasilan software QuickMark untuk mendeteksi QRCode pada objek yang bergerak di conveyor. Garis besar pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT. Perancangan perangkat keras otomasi alat pengering kerupuk berbasis

BAB IV PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT. Perancangan perangkat keras otomasi alat pengering kerupuk berbasis BAB IV PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT A. Perancangan Perangkat Keras Perancangan perangkat keras otomasi alat pengering kerupuk berbasis mikrokontroler AT-Mega 16. Terdiri dari dua tahap perancangan, antara

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Pendahuluan Bab ini akan membahas pembuatan seluruh perangkat yang ada pada Tugas Akhir tersebut. Secara garis besar dibagi atas dua bagian perangkat yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Dalam perancangan dan implementasi timbangan digital daging ayam beserta harga berbasis mikrokontroler ini terdapat beberapa masalah yang harus

Lebih terperinci

3.2. Tempat Penelitian Penelitian dan pengujian alat dilakukan di lokasi permainan game PT. EMI (Elektronik Megaindo) Plaza Medan Fair.

3.2. Tempat Penelitian Penelitian dan pengujian alat dilakukan di lokasi permainan game PT. EMI (Elektronik Megaindo) Plaza Medan Fair. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Dalam penulisan tugas akhir ini metode yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Metode Perancangan Metode yang digunakan untuk membuat rancangan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM 3.1. Spesifikasi Sistem Sebelum merancang blok diagram dan rangkaian terlebih dahulu membuat spesifikasi awal rangkaian untuk mempermudah proses pembacaan, spesifikasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Masalah Dalam perancangan alat pendeteksi kadar alkohol pada buah-buahan untuk dikonsumsi ibu hamil menggunakan beberapa metode rancang bangun yang pembuatannya

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang dibuat. Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram sistem secara keseluruhan. Mekanik Turbin Generator Beban Step

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER Pada tahap perancangan ini dibagi menjadi 2 tahap perancangan. Tahap pertama adalah perancangan perangkat keras (hardware), yang meliputi rangkaian rangkaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA Pada bab ini, akan dibahas pengujian alat mulai dari pengujian alat permodul sampai pengujian alat secara keseluruhan serta pengujian aplikasi monitoring alat tersebut. Pengujian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Destilasi Menggunakan Tenaga Surya

BAB II DASAR TEORI Sistem Destilasi Menggunakan Tenaga Surya BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori penunjang yang diperlukan dalam merancang dan merealisasikan skripsi ini. Bab ini dimulai tentang pengenalan sistem destilasi air laut menggunakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan perancangan mekanik, perangkat elektronik dan perangkat lunak untuk membangun Pematrian komponen SMD dengan menggunakan conveyor untuk indutri kecil dengan

Lebih terperinci

Jurnal Coding Sistem Komputer Untan Volume 05, No. 2 (2017), hal ISSN : X

Jurnal Coding Sistem Komputer Untan Volume 05, No. 2 (2017), hal ISSN : X RANCANG BANGUN PENJEMUR DAN PENGERING PAKAIAN OTOMATIS BERBASIS MIKROKONTROLER [1] Adnan Feriska, [2] Dedi Triyanto [1][2] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jalan Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut sistem dari modul Hot Plate Magnetic Stirrer dapat dilihat pada

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut sistem dari modul Hot Plate Magnetic Stirrer dapat dilihat pada 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sistem Hot Plate Magnetic Stirrer Berikut sistem dari modul Hot Plate Magnetic Stirrer dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Blok alat 20 21 Fungsi masing-masing

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Alat yang dibuat ini berfungsi untuk membuat udara menjadi lebih bersih, jernih dan sehat serta terbebas dari bakteri yang terkandung di udara, hal ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan mengenai perancangan dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada alat ini. Dimulai dari uraian perangkat keras lalu uraian perancangan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Pengujian dan Analisis Pengujian ini bertujuan untuk mengukur fungsional hardware dan software dalam sistem yang akan dibangun. Pengujian ini untuk memeriksa fungsi dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Dalam perancangan argo becak motor berbasis arduino dan GPS ini, terdapat beberapa masalah yang harus dipecahkan. Permasalahan-permasalahan tersebut

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Dalam bidang teknologi, orientasi produk teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia adalah produk yang berkualitas, hemat energi, menarik, harga murah, bobot ringan,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi dari skripsi meliputi gambaran alat, cara kerja sistem dan modul yang digunakan. Gambar 3.1 merupakan diagram cara

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras maupun perangkat lunak dari setiap modul yang dipakai pada skripsi ini. 3.1. Perancangan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Software Software arduino merupakan software yang sangat penting karena merupakan proses penginputan data dari komputer ke dalam mikrokontroler arduino menggunakan software

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 83 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1. Tujuan Pengujian Pengujian yang akan dilakukan untuk mengetahui apakah sistem sudah berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Pengujian dilakukan pada beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai bulan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penalitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 yang dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM. kadar karbon monoksida yang di deteksi oleh sensor MQ-7 kemudian arduino

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM. kadar karbon monoksida yang di deteksi oleh sensor MQ-7 kemudian arduino BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembuatan rangkaian dan program. Seperti pengambilan data pada pengujian emisi gas buang dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen (uji coba). Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat suatu alat yang dapat mengontrol piranti rumah tangga yang ada pada

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Blok Diaram Metode untuk pelaksanaan Program dimulai dengan mempelajari sistem pendeteksi kebocoran gas pada rumah yang akan digunakan. Dari sini dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai bagaimana alat dapat

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai bagaimana alat dapat BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai bagaimana alat dapat menjalankan perintah inputan dan gambaran sistem monitoring Angiography yang bekerja untunk pengambilan data dari

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengujian, hasil pengujian dan analisis tentang hasil pengujian yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui apakah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEMKENDALI PADA EXHAUST FAN MENGGUNAKAN SMS GATEWAY

BAB III PERANCANGAN SISTEMKENDALI PADA EXHAUST FAN MENGGUNAKAN SMS GATEWAY BAB III PERANCANGAN SISTEMKENDALI PADA EXHAUST FAN MENGGUNAKAN SMS GATEWAY 3.1 Perancangan Alat Dalam merealisasikan sebuah sistem elektronik diperlukan tahapan perencanaan yang baik dan matang. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 36 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 2015. Perancangan, pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 1.1 Blok Diagram Sensor Kunci kontak Transmiter GSM Modem Recivier Handphone Switch Aktif Sistem pengamanan Mikrokontroler Relay Pemutus CDI LED indikator aktif Alarm Buzzer Gambar

Lebih terperinci

DT-SENSE. Humidity Sensor

DT-SENSE. Humidity Sensor DT-SENSE Humidity Sensor Trademarks & Copyright AT, IBM, and PC are trademarks of International Business Machines Corp. Windows is a registered trademark of Microsoft Corporation. Pentium is a trademark

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1. Gambaran Umum Merupakan alat elektronika yang memiliki peranan penting dalam memudahkan pengendalian peralatan elektronik di rumah, kantor dan tempat lainnya.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Tujuan Tujuan dari pengujian alat pada tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebabpenyebab ketidaksempurnaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51 MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51 TUGAS UTS MATA KULIAH E-BUSSINES Dosen Pengampu : Prof. M.Suyanto,MM

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Sistem Secara Umum Perancangan sistem yang dilakukan dengan membuat diagram blok yang menjelaskan alur dari sistem yang dibuat pada perancangan dan pembuatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O, BAB II DASAR TEORI 2.1 Arduino Uno R3 Arduino Uno R3 adalah papan pengembangan mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Masalah Dalam perancangan sistem keamanan pada kendaraan roda dua menggunakan sidik jari berbasis mikrokontroler ini terdapat beberapa masalah yang harus

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem manajemen catu daya pada studi kasus manajemen catu daya router. Perancangan terdiri dari perancangan perangkat keras dan perancangan

Lebih terperinci

DT-SENSE. UltraSonic Ranger (USR)

DT-SENSE. UltraSonic Ranger (USR) DT-SENSE UltraSonic Ranger (USR) Trademarks & Copyright AT, IBM, and PC are trademarks of International Business Machines Corp. Windows is a registered trademark of Microsoft Corporation. MCS-51 is a registered

Lebih terperinci