BAB II KERANGKA TEORITIS. kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERANGKA TEORITIS. kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style"

Transkripsi

1 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penelitian terdahulu Kebanyakan bangunan konstruksi di Indonesia tidak tergolong dalam kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style yang diaplikasi sekarang memerlukan penggunaan energi dalam jumlah yang banyak untuk mendukung kehidupan yang nyaman, misalnya : penggunaan AC untuk iklim tropis di Indonesia, penggunaan lampu untuk penerangan didalam ruangan, penyaringan air dan kebutuhan aktivitas yang lain. Hampir 95% sumber energi yang digunakan di Indonesia termasuk sumber energi yang tidak terbaharui, misalnya: fosil, koil, minyak tanah, gas alam dan sebagainya. Sehingga dalam kondisi ini sangat membahayakan generasi penerus berikutnya. Menurut Amanjeet Singh, MS et al., (2010) dalam penelitian Effects of Green Building on Employee Health and Productivity, dengan membandingkan kesehatan pengguna bangunan (occupant) di bangunan konvensional di Lansing, Michigan dan bangunan yang ber LEED sertifikat mulai dari certified, silver, gold dan platinium. Berdasarkan hasil penelitiannya, dengan meningkatkan indoor environment quality (IEQ), dapat mendapat benefit 0,41 work hours/occupant karena absen, 1,34 work hours/occupant karena asma atau alergi, 2,02 work hours/occupant karena despress atau stress dan serta meningkat productivity per pengguna bangunan 38,98 work hours/occupant dalam setahun. Menurut penelitian Campbell (2010), sebuah green retrofit building dapat mengaplikasi konsep green diseluruh bagian bangunan, biaya diantara renovasi 7

2 8 diantara $2-$7 per square foot ($21-$75 per sq m), tergantung dengan usia building, desain yang sudah diaplikasi, tujuan dan level green building yang ingin dicapai. Dari segi pengembalian investasi [ROI], sebuah green retrofit building berkisar 2 sampai 15 tahun. Dan dalam survei indikator efisiensi energi tahunan dilakukan oleh Johnson Controls pada bulan Maret 2008 menemukan bahwa 50 % dari pemilik bangunan komersial memerlukan proyek-proyek yang memiliki periode pengembalian modal sederhana dalam tiga tahun atau kurang. Dalam penelitiannya Charles Lockwood (2009), mendesain ulang sebuah bangunan Empire State dengan konsep green building, disebuah proyek yang senilai $120 juta dengan penambahan biaya renovasi sebesar $13,2 juta dapat menghemat penggunaan energi sebesar 38,4% dengan payback period dalam 3 tahun. Dan estimasi dari tim manajemen proyek, dalam jangka satu tahun dapat menghemat biaya utilitas sebesar $4,4 juta dengan mengurangi penggunaan energi dan karbon. 2.2 Green Building Council Green Building Council adalah suatu organisasi non-profit yang komitmen penuh mengaplikasi prinsip bangunan berkelanjutan (sustainability) untuk mewujudkan bangunan yang ramah lingkunan (menjadi keharusan untuk setiap konstruksi baru). Berikut ini adalah Negara-negara yang sudah mendirikan Green Building Council dan sistem rating yang digunakan:

3 9 Tabel 2.1 Green Building Council dan sistem rating dimasing-masing Negara Negara Badan Organisasi Sistem Rating Australia Green Building Council Australia Green Star Brazil Green Building Council do Brazil LEED Brazil Canada Canada Green Building Council LEED Cananda German Germany Sustainable Building Council Sedang disusun India Indian Green Building Council LEED India Indonesia Green Building Council Indonesia GREENSHIP Jepang Japan Sustainable Building CASBEE Construction Malaysia Standard & Industrial Research Green Building Index Insitute of Malaysia Mexico Mexico Green Building Council SICES New Zealand New Zealand Green Building Council Green Star NZ Phillipine Phillipine Green Building Council LEED Philipine Singapore Building and Construction Authority BCA Green Mark Taiwan Taiwan Green Building EEWH Thailand Thailand Green Building Sedang disusun United Arab Emirates Green Building Sedang disusun Emirates United Kingdom United Kingdom Green Building BREEAM Council Unites States of U.S Green Building Council LEED America Vietnam Vietnam Green Building Council Sedang disusun Sumber : (2012) Setiap Negara mempunyai hak sendiri menentukan nama organisasi yang digunakan dalam menerapkan sistem rating yang disusun ataupun mengadopsi dari Negara lain. Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini telah memiliki rating sistem bernama GREENSHIP. Sistem rating ini disusun bersama-sama dengan keterlibatan stakeholder dari profesional, industri, pemerintah, akademisi, dan organisasi lain di Indonesia.

4 World Green Building Council (WGBC) World Green Building Council adalah badan international yang mempunyai misi mempercepat perubahan lingkungan diseluruh dunia dengan prinsip sustainability. WGBC menyediakan forum dunia untuk mempercepat perubahan pasar dari traditional, praktik bangunan yang tidak efisien hingga perfoma bangunan tingkat tinggi. Hal ini merupakan strategi untuk mengkritik kota dan negara di seluruh dunia yang berhubungan dengan emisi karbon dioksida (CO 2 ) dan pencemaran lingkungan lainnya Visi dan Misi World Green Building Council Visi dari WGBC melalui kerja sama kepemimpinan, industri konstruksi akan berubah dari praktik yang tradisional dengan prinsip sustainability yang memperhatikan lingkungan, kesejaterahan ekonomi, dan pertumbuhan sosial untuk menciptakan kesehatan yang berkelajutan. Misi dari WGBC: Memastikan keberhasilan Green Building Council di Negara lain. Berdiri sebagai penyuara international pertama untuk rancangan dan pertimbangan green building. Membantu perkembangan komunikasi dan kerja sama antar dewan, negara dan pimpinan industri. Mendukung sistem rating green building. Berbagi strategi dan praktik penerapan green building terbaik secara global.

5 11 Gambar 2.1 Logo WGBC dan kantor sekertariat WGBC, Canada Sumber: (2012) 2.4 U.S Green Building Council United Stated Green Building Council adalah salah satu negera perintis berdirinya Green Building Council, bahkan lebih dahulu sebelum berdirinya WGBC tepatnya pada tahun Badan organisasi ini merupakan organisasi non-profit yang memiliki komitmen untuk menerapkan praktik-praktik prinsip sustainability. USGBC dibentuk dari organisasi dari berbagai bidang disiplin ilmu. Anggota terdiri pemilik bangunan, pengembang real estate, arsitek, desainer, engineer, kontraktor, agen pemerintahan dan tenaga sukarela. U.S Green Building Council adalah negara pertama yang menyusun sistem penilaian konsep green building. Sistem ratingnya bernama The Leadership and Enviromental Design (LEED). LEED berkembang sejak tahun 1998 dan direvisi dengan menggabungkan teknologi green building terbaru. LEED NCv1.0 adalah versi percobaan (pilot version). Proyek ini membantu menginformasikan USGBC persyaratan untuk suatu sistem rating, dan pengetahuan ini dimasukkan ke LEED

6 12 NCv2.0. LEED NCv2.2 dirilis pada tahun 2005, dan v3 pada tahun Hari ini, LEED terdiri dari rangkaian sembilan sistem rating untuk konstruksi, desain dan operasi dari bangunan, rumah dan lingkungan. Lima kategori menyeluruh sesuai dengan spesialisasi yang tersedia di bawah program Profesional LEED Terakreditasi. Gambar 2.2 Logo USGBC dan kantor headquaters USGBC Sumber : (2012) 2.5 Green Building Council Indonesia (GBCI) Green Building Council Indonesia pertama dibentuk pada tanggal 12 Maret Pada awalnya GBCI menjadi salah satu negara yang mengadopsi sistem LEED. LEED merupakan sistem penilaian untuk green building yang dikeluarkan oleh U.S Green Building Council, LEED merupakan suatu acuan konsep green building yang paling lengkap sehingga banyak diadopsi oleh negara lain.

7 13 Pada tanggal 13 September 2010, GBCI secara resmi ter-registrasi menjadi anggota dari WGBC. Sebagai negara yang berdirinya Green Building Council, GBCI juga bekerja dalam penyusunan sistem rating tersendiri. Sistem rating GBCI dengan adopsi LEED sebagai dasar penyusunan, juga bekerjasama dengan Green Building Index (GBI) dalam bentuk penyusunan sistem pelatihan profesional di bidang Green Building (GREENSHIP Professional), dan diskusi dalam pengembangan rating. GBCI juga dibantu dari Green Building Council Australia dalam pengembangan konsil, serta HK-BEAM society dari Hongkong dalam sistematika penyusunan GREENSHIP. Gambar 2.3 Sertifikat GBCI secara resmi menjadi anggota dari WGBC Sumber: GBCI (2010)

8 Sistem penilaian green building (Sistem rating) Sistem rating merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practice dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan LEED Dalam panduan LEED (November 2002) menyatakan : The Leadership and Enviromental Design (LEED) merupakan sistem rating yang dikeluarkan oleh U.S Green Building Council (USGBC) untuk membuat standar national yang dapat mengkategorikan green building atau sustainable building melalui rancangan konstruksi dan operasional. Walaupun hanya ditetapkan sebagai standar national, banyak negara-negara lain yang mengadopsi sistem ini untuk diterapkan dalam pengembangan. Tujuan dalam sistem ini adalah membuat pedoman yang dapat menunjang kenyamanan manusia di dalamnya, menjaga kestabilan lingkungan dan juga mengurangi biaya operasional dengan atau tanpa menggunakan teknologi Penyusunan LEED LEED mulai disusun sejak tahun 1994 dan dipelopori oleh ilmuan senior dari Natural Resources Defense Councol (NRDC), Robert K.Watson, yang juga menjadi ketua hingga tahun Anggota komite awal yang juga terlibat pada penyusunan LEED terdiri dari anggota pendiri USGBC Mike Italiano, arsitek Bill

9 15 Reed dan Sandy Mendler, pengembang Gerard Heiber dan insinyur Richard Bourne. Pada perkembangannya di tahun 1996, insinyur Tom Paladino dan Lynn Barker ikut bergabung untuk menangani masalah teknis di dalam LEED. Dari tahun 1994 sampai tahun 1996, LEED tumbuh dari satu standar konstruksi baru menjadi sistem yang lebih luas terkait dengan enam standar yang meliputi proses pengembangan dan konstruksi. LEED juga bertumbuh dari 6 sukarelawan dalam satu komite menjadi lebih dari 200 sukarelawan, 20 komite dan 30 staff profesional. LEED diciptakan untuk beberapa tujuan, antara lain mendefinisikan sustainable building dengan standar yang telah ditetapkan, mengembangkan integrasi pada praktik desain bangunan, memperhatikan lingkungan pada industri bangunan, merangsang tumbuhnya kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip sustainable bulding. Sistem rating ini dapat dibagi dalam enam aspek utama. 1. Sustainable site 2. Water effeciency 3. Energi and atmosphere 4. Materials and resources 5. Indoor enviromental quality 6. Inovasi and design process

10 16 Keuntungan dengan menerapkan sistem LEED ini pada bangunan : Menciptakan lingkungan kinerja dan hunian yang sehat, yang memperanguhi produktivitas serta menjaga kesehatan dan kenyamanan penghuninya. Memperbaiki kualitas udara dan air dengan tidak melepaskan polutanpolutan berbahaya. Mengurangi biaya operasional bangunan. Dengan banyaknya keuntungan yang didapatkan, konsekuensi yang harus diterima adalah biaya perencanaan desain dan konstruksi yang lebih besar daripada bangunan konvensional Klasifikasi LEED Sertifikasi LEED didapatkan setelah mengumpulkan dokumen aplikasi yang berisi daftar persyaratan sistem rating. Setelah itu Green Building Council yang akan mengeluarkan sertifikasinya. Tingkat sertifikasi ini dapat dibagi menjadi empat tingkat: certified, silver, gold dan platinum. Jangkauan angka dari tiap tingkatan sertifikasi tergantung dari versi-versi LEED yang digunakan. Adapun beberapa versi LEED yang sudah dapat digunakan sebagai berikut: LEED for New Construction, dapat digunakan untuk konstruksi baru dan renovasi (sistem yang paling umum digunakan). LEED for Existing Building, dapat digunakan untuk mensertifikasi bangunan yang sudah berdiri.

11 17 LEED for Commercial Interiors, biasanya pada bangunan yang disewakan dan penyewa yang melengkapi sendiri interiornya. LEED for Core and Shell. LEED for Homes LEED for Neighborhood Development. LEED for Schools. LEED for Retails. Gambar 2.4 Logo LEED crendentialed profesionals. Gambar 2.5 Logo LEED certification levels Sumber: USGBC-LEED Brochure GREENSHIP Pada Juni 2010 GBCI secara resmi mempublikasi sistem rating GREENSHIP sebagai dasar penilaian konsep green building. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijiau

12 18 (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kiteria penilaianya dikelompokkan enam kategori, yaitu: Tepat lahan guna (Approciate site development /ASD) Efisiensi dan konservasi energi (Energy efficiency and conservation /EEC) Konservasi air (Water conservation /WAC ) Sumber dan siklus material (Material resources and cycle /MRC) Kualitas udara dan kenyamanan ruangan (Indoor air health and comfort /IHC) Manajemen lingkungan bangunan (Building and environment management /BEM) Dari awal, GBCI sudah menetapkan akan menyusun suatu sistem rating yang sesuai dengan kondisi dan situasi lokal di Indonesia serta menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplentasikan di Indonesia. Beberapa prinsip yang dipergunakan menjadi dasar penyusunan adalah: 1. Sederhana (simplicity) 2. Dapat mudah untuk diimplementasikan (applicable) 3. Teknologi tersedia (available technology) 4. Menggunakan kriteria penilaian sepedapat mungkin berdasarkan standar lokal.

13 19 Gambar 2.6 Diagram analisis penyusunan sistem rating GREENSHIP Sumber: GBCI, (2010) Keempat dasar tersebut bertujuan untuk mengajak para pelaku industri bangunan untuk berkeinginan mengimplementasikan konsep bangunan hijau berdasarkan tidak sulitnya kriteria sistem rating tersebut. Dengan dimulainya gerakan ini, diharapkan semakin banyak lagi pihak yang menerapkan konsep ini sehingga diharapkan pelaksanaan konsep bangunan hijau menjadi suatu hal yang akan menjadi sasaran umum dari setiap pengembang bangunan. Rating yang disusun dan tolok ukur standar pencapaiannya dimulai dari yang mudah. Tentu ini lebih sederhana dibanding sistem rating lain di luar negeri, yang sudah dahulu berkembang dan diakui reputasinya. Disini terdapat lima tingkat kesulitan dari rating yang ditentukan, yaitu: 1. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah dan tanpa biaya besar, 2. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah tapi terdapat hambatan dalam penerapannya,

14 20 3. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, tetapi bisa dilakukan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, 4. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, dan teknologi tersedia belum cukup maju untuk mencapai dampak lingkungan yang signifikan, serta 5. Rating yang untuk proses penilaiannya relatif sulit dilakukan. Ada empat tingkat peringkat GREENSHIP, yaitu: Tabel 2.2 Tabel peringkat pembagian GREENSHIP Gambar 2.7 Logo GREENSHIP berdasarkan masing-masing peringkat Platinum Gold Silver Bronze Sumber: GBCI, (2010)

15 21 Peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik bangunan. Butir rating yang dimuat dalamnya mengombinasikan berbagai tingkat kesulitan. Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimum peringkat perunggu adalah jumlah nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai maksimum dari rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan dan membutuhan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak jika dicapai bila suatu proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta sepertiga rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Nilai minimal emas diperoleh bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah dan dua per tiga dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Peringkat platinum dapat dicapai bila suatu proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhan biaya relatif lebih besar dan teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit untuk pencapaiannya Jenis Rating Dari Paduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP versi 1.0 tersebut, Rating dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis penilaian, yaitu rating prasyarat, rating biasa, dan rating bonus 1. Rating Prasyarat (Prerequisite) Rating prasayarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.

16 22 2. Rating Biasa Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan. 3. Rating Bonus Rating bonus adalah butir rating yang dapat dinilai seperti butir rating biasa tetapi keberadaannya tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang digunakan sebagai nilai pembagi dalam perhitungan persentase penilaian. Suatu rating dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dinilai untuk mencapai rating tersebut diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan menimbulkan impact yang besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada belum cukup memadai untuk mendukung usaha tersebut sehingga terdapat kendala seperti biaya yang relatif tinggi Kiteria Penilaian GREENSHIP Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development) Laju perkembangan kawasan urban semakin menggurita karena umumya pemilihan lokasi pembangunan di Indonesia lebih mengutamakan faktor harga tanah daripada faktor lingkungan hidup dan pertimbangan keberlanjutan. Persepsi bahwa pembangunan yang menggunakan lahan baru dinilai lebih murah daripada menggunakan lokasi yang dilengkapi oleh berbagai jaringan fasilitas umum meningkatkan laju urban sprawl sehingga konversi lahan rural menjadi urban semakin tidak terelakkan. Seiring dengan pertumbuhan luasnya kawasan urban, ketersediaan ruangan terbuka (RTH) yang mendukung populasi penduduk justru

17 23 semakin terbatas. Selain itu gaya hidup urban menyerap banyak energi dan air serta menghasilkan CO 2 dan jejak karbon yang besar. GBCI, (2010) Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan tepat guna lahan: 1. Area Dasar Hijau (Basic Green Area) Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi beban limpasan permukaan sistem drainase, meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanam selama penggunaan bangunan. Tolak ukurnya berdasarkan berikut ini: a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak. b. Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri No 1 tahun 2007 Pasal 13 (2a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. GBCI, (2010).

18 24 2. Pemilihan Tapak (Site Selection) Tujuannya adalah untuk menghindari pembangunan di area greenfileds dan menghindari pembukaan lahan baru.tolak ukurnya sebagai berikut: a. Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana - prasarana serta telah memenuhi standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 yang masih berdensitas rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/ha, sehingga terjadi pembangunan yang lebih kompak >300 orang/ha. b. Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan, seperti tempat pembuangan akhir (TPA), badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68, revitalisasi dilakukan dengan melengkapi tapak dengan sarana prasarana tersebut. GBCI, (2010)

19 25 3. Aksessibilitas Komunitas (Community Accessbility) Tujuannya adalah untuk mendorong pembangungan ditempat yang sudah memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian pengguna bangunan sehingga mempermudah masyarakat dengan menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak. b. Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang menghubungkannya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak pencapaian pejalan kaki. c. Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat minimal 3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal. d. Membuka lantai dasar bangunan sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari. GBCI, (2010)

20 26 4. Transportasi Massal (Public Transportation) Tujuannya adalah mendorong penghuni dan tamu bangunan untuk menggunakan kendaraan umum dan mengurangi kendaraan pribadi. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp. Atau b. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap bangunan dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap bangunan. c. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian didalam area bangunan untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri PU30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada bangunan dan Lingkungan Lampiran 2B. GBCI, (2010) 5. Fasilitas untuk Pengguna Sepeda (Bicycle) Tujuannya adalah mendorong penggunaan sepeda bagi penghuni dan tamu bangunan dengan memberikan fasilitas memadai bagi penggunaanya sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna bangunan.

21 27 b. Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda. GBCI, (2010) 6. Lansekap pada Lahan (Site Lanscaping) Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO 2 dan zat polutan lain pencegah erosi, konservasi lahan dan penanganan polusi. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak diatas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat1, taman diatas basement, roofgarden, terracegarden, dan wallgarden, sesuai dengan Permen PUNo.5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. b. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas. c. Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budi daya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60% luas tajuk atau jumlah tanaman. GBCI, (2010)

22 28 7. Iklim Mikro (Micro Climate) Tujuannya adalah memperbaiki kondisi iklim mikro mencakup kenyamanan suhu, angin dan kualitas lingkungan manusia diluar ruangan pada sekeliling bangunan memengaruhi kondisi udara didalam ruangan. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area atap bangunan sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan. b. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan. c. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang bangunan menurut Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal c mengenai Sabuk Hijau. Dan/ atau d. Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang bangunan. GBCI, (2010)

23 29 8. Manajemen Air Limpasan Hujan (Stromwater Management) Tujuannya adalah mengurangi beban jaringan drainase kota dari kuantitas limpasan air hujan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 50 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG. b. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85 % total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG. c. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan d. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan. GBCI, (2010) Efisiensi dan konservasi energi (Energy Efficiency and Conservation) Konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional pengondisian suhu ruang dalam bangunan berupa pendingin ruangan (air conditioning/ac), transportasi vertikal, dan penerangan. Untuk memerangi perubahan iklim, perlu adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga pengoperasian bangunan, sehingga efisiensi konsumi energi dapat meningkat dan jejak karbon, potensi

24 30 pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon dapat berkurang. GBCI, (2010). Menurut hasil analisa yang dilakukan oleh AS LCI Project Database penelitian terhadap Bangunan: green building menghemat energi sebesar 30%. Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi energi: 1. Pemasangan Sub-Metering (Electrical Sub-Metering) Tujuannya adalah sebagai fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik sehingga data yang dicatat dapat digunakan untuk usaha penghematan selanjutnya. Tolak ukurnya sebagai berikut: Memasang kwh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan, yang meliputi: Sistem tata udara Sistem tata cahaya dan kotak kontak Sistem beban lainnya 2. Perhitungan OTTV (OTTV Calculation) Tujuannya adalah mendorong penyebaran arti selubung bangunan yang baik untuk penghematan energi. Tolak ukurnya adalah perhitungan OTTV berdasarkan SNI tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan. GBCI,(2010)

25 31 3. Tindakan Efisiensi Energi (Energy efficiency measurements) Tujuannya adalah mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisien energi. Tolak ukurnya dapat melalui 3 pilihan sebagai berikut : 3.1 Perhitungan dengan Perangkat Lunak Energi Modeling (Energy modelling software Energy modeling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi dibangunan baseline dan bangunan designed. Selisih konsumsi energi dari bangunan baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari bangunan baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum). GBCI, (2010) 3.2 Lembaran kerja standar GBCI (Worksheet Standard GBCI) Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari selisih antara bangunan designed dan baseline mendapat nilai 1 poin. Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari bangunan baseline. Worksheet dimaksud disediakan oleh GBCI. GBCI, (2010) 3.3 Penghematan per Komponen yang sudah ditentukan (Fixed Components of Energy Effeciency) Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal transfer value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan

26 32 pencahayaan buatan, transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP). GBCI, (2010) Selubung Bangunan (Building Envelope) Tiap penurunan 3 W/m 2 dari nilai OTTV 45 W/m 2 (SNI ) mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin) Pencahayaan Buatan (Non-natural Lighting) Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka pintu. GBCI, (2010) Transportasi Vertikal (Vertical Transportation) Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic analysis atau menggunakan regenerative drive system atau Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada eskalator. GBCI, (2010) Efisiensi kerja atau COP (Coefficient of performance) Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar dari standar SNI GBCI, (2010)

27 33 4. Pencahayaan Alami (Natural Lighting) Tujuannya adalah mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi komsumsi energi mendukung desain bangunan yang memungkinkan penggunaan pencahayaan alami seluas mungkin. Tolak ukurnya sebagai berikut: a. Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux. b. Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai non-service mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux. 5. Ventilasi Tujuanya adalah mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non-nett lettable area /NLA) untuk mengurangi penambahan beban energi. Tolak ukurnya adalah tidak mengondisikan ventilasi buatan (tidak memberi AC) pada ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta tidak melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi buatan. GBCI, (2010) 6. Pengaruh Perubahan Iklum (Climate Change Impact) Tujuanya adalah memberi informasi atau pengertian bahwa pola konsumsi energi yang berlebihan berpengaruh terhadap perubahan iklim. Tolak ukurnya adalah dengan menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO 2 yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara design building dan base building

28 34 dengan menggnakan konversi antara CO 2 dan energi listrik (gride mission factor) yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009. GBCI, (2010) 7. Energi Baru dan Terbarukan yang bersumber di dalam Tapak (On-Site Renewable Energy) Tujuannya adalah mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak. Tolak ukurnya adalah setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan bangunan yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan mendapatkan1 poin (sampai maksimal 5 poin) Konservasi Air (Water Conservation) Saat ini, kebutuhan total air di Indonesia mencapai 8,903 x 106 m 3 dengan kenaikan sekitar 10% per tahun. Di kawasan urban, pemenuhan kebutuhan ini mengandalkan sumber air olahan dari PDAM dan eksploitasi air tanah. Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi kegiatan mandi, cuci, kakus, minum, dan irigasi lansekap. Pola konsumsi air dalam kondisi urban seperti Jakarta memerlukan 150 liter/jiwa/hari, sedangkan menurut kajian Pasific Institute (2006), kebutuhan air rata-rata Indonesia adalah sekitar 80 liter/jiwa/hari. Angka-angka ini sangat boros apabila dibandingkan dengan angka konsumsi air ideal, 50 liter/jiwa/hari. GBCI, (2010).

29 35 Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi air: 1. Pengukuran Penggunaan Air Bersih (Water metering) Tujuanya adalah memfasilitas pengontrolan penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar penerapan manajemen yang baik. Tolak ukurnya dapat dilakukan pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan dilokasi-lokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut: 1. Satu volume meter disetiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah. 2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang. 3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi. GBCI, (2010) 2. Pengukuran Pemakaian Air (Water use reduction) Tujuannya adalah meningkat penghematan air bersih yang akan mengurangi konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per-orang sesuai dengan SNI seperti pada table terlampir. b. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 poin dengan nilai maksimum sebesar 7 poin. GBCI, (2010)

30 36 3. Pemilihan Alat Pengatur Keluaran Air (Water fixtures) Tujuannya adalah memfasilitasi upaya penghematan air dengan pemasangan water fixture efisiensi tinggi. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan dibawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture. Atau b. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture. GBCI, (2010) 4. Daur Ulang Air (Water recycling) Tujuannya adalah menyediakan air dari sumber daur ulang air limbah bangunan untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. Tolak ukurnya adalah dengan instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika ada). GBCI, (2010).

31 37 5. Sumber Air Alternatif (Alternative water resources) Tujuannya adalah menggunakan air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk mengurangi penggunaan dari sumber utama. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air bekas wudu, atau air hujan atau b. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas. GBCI, (2010) 6. Pengumpulan Air Hujan (Rainwater harvesting) Tujuannya adalah mendorong penggunaan air hujan / limpasan air hujan sebagai salah satu sumber air. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Instalasi tangki penyimpanan air hujan kapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan setempat menurut BMKG. Atau b. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas. Atau c. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas. GBCI, (2010)

32 38 7. Lansekap Hemat Air (Water efficiency landscaping) Tujuannya adalah efisiensi dalam lansekap lebih ditujukan kepada upaya untuk meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap, dan menggantikanya dengan sumber air lain selain kedua sumber air di atas. Tolok ukurnya adalah sebagai berikut : a. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi bangunan tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM. b. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman. GBCI, (2010) Sumber dan siklus material (Material Resources and Cycle) Untuk menahan eksploitasi laju sumber daya alam tidak terbarui, diperlukan upaya memperpanjang daur hidup material. Proses ini dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengelohan dan produksi, desain bangunan dan aplikasi yang efisien (reduce), hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai produk material. Pada tahap eksploitasi dan transportasi material perlu diperhatikan jejak ekologis dan jejak karbon yang ditinggalkan, Untuk itu, minimalisasi jejak karbon dapat dilakukan dengan menggunakan produk lokal setempat. Dalam pemilihan material, perlu perhatikan dampaknya pada manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak menggunakan bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk memperpanjang daur

33 39 dan produk material, diperlukan upaya penggunaan kembali (reuse) atau proses daur ulang (recycle). GBCI, (2010) Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan material: 1. Aplikasi Refrigeran Fundamental (Fundamental Refrigerant) Tujuannya adalah mencegah pemakaian bahan perusak ozon (BPO) yang mempunyai ozone depleting potential (ODP) sama atau lebih besar dari 1 yang dapat merusak lapisan ozon di stratosfer. Tolok ukurnya adalah dengan tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran. GBCI, (2010). 2. Penggunaan Kembali Bangunan dan Material Bekas (Building and Material Reuse) Tujuannya adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material. Tolak ukutnya sebagai berikut: a. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) atau b. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai,

34 40 partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding). GBCI, (2010) 3. Produk yang Proses Pembuatannya Ramah Lingkungan (Environmentally Processed Product) Tujuannya adalah menggunakan bahan bangunan hasil pabrikasi yang menggunakan bahan baku dan proses produksi ramah terhadap lingkungan. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Menggunakan material yang bersertifikat ISO terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material tersebut minimal bernilai 30% dari total biaya material. b. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material. c. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) dan senilai minimal 2% dari total biaya material. GBCI, (2010) 4. Penggunaan Bahan ysng Tidak Mengandug ODS (Non ODS Usage) Tujuannya adalah menggunakan bahan dengan zero (0) ODP. Tolak ukurnya dengan tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan. GBCI, (2010)

35 41 5. Kayu bersertifikasi (Certified Wood) Tujuannya adalah menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggung jawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan. Tolak ukurnya sebagi berikut : a. Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/fako, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu. b. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC). GBCI, (2010) 6. Desain yang Menggunakan Material Modular (Modular Design) Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi. Tolak ukurnya dengan desain yang menggunakan material modular atau pra-pabrikasi (tidak termasuk peralatan) sebesar 30% dari total biaya material. GBCI, (2010). 7. Material yang Tersedia dan Tempat yang berdekatan (Regional Material) Tujuannya adalah mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau pabrikasinya berada di dalam radius km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material.

36 42 b. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia mencapai 80% dari total biaya material. GBCI, (2010) Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (Indoor Health and Comfort / IHC) Kualitas udara dalam ruangan sangat memperanguhi kesehatan manusia, karena hampir 80% dari hidup manusia berada dalam ruangan. Jika kualitas ruangan tidak terjaga dengan baik, akan menimbulkan gejala ganggunan kesehatan manusia yang disebut dengan sick building syndrome (SBS), seperti: sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin-bersin, pilek, iritasi mata, pegalpegal, mata kering, gejala flu dan depresi. Keadaan seperti ini berpotensi menurunkan produktivitas manusia. GBCI, ( 2010) Gambar 2.8 Diagram penyebab Sick Building Syndrome Sumber : Green Building Index Malaysia (2009)

37 43 Untuk menghindari dari Sick Building Syndrome ini, maka kita dapat mengontrol dari 3 faktor ini, yaitu: 1. Ventilasi ruangan Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi udara yang panas sekitar 25ºC - 35ºC dengan kelembapan yang juga relatif tinggi, yaitu 44-98%. Oleh karena itu, bangunan Indonesia yang tidak memiliki sistem pengondisian udara sangat bergantung pada jendela-jendela ukuran besar sebagai media untuk pemasukan atau pergantian udara dari luar ke dalam. Hal ini bertujuan untuk mengatasi pengap di dalam bangunan melalui perggantian udara yang lebih segar dari luar bangunan. (Nediaskha,2002 ; Sobasi, 1997).. Di Indonesia, cara perancangan sistem ventilasi dan pengondisian udara pada bangunan diatur oleh SNI Tabel 2.3 Kebutuhan laju udara ventilasi Sumber : GBCI, (2010)

38 44 Perhitungan jumlah introduksi udara luar dapat dilakukan oleh pihak mekanikal elektrikal dari mulai tahap desain, dengan rumus a.l dengan mempertimbangkan jumlah penghuni. Gambar 2.9 Siklus ventilasi udara Sumber: 2. Sumber polusi a. Asap rokok (tobacco smoke control) Nikotin yang ada dalam kandungan rokok merupakan zat karsinogen atau penyebab kanker terutama bagi organ jantung dan sistem pernafasan. Bahan berbahaya yang terkandung didalam rokok tidak hanya mengancam pihak yang merokok atau perokok aktif, melainkan juga pihak yang tidak merokok atau perokok pasif. Oleh karena itu, lingkungan bebas asap rokok akan membebaskan semua pihak pengguna bangunan.

39 45 Regulasi dalam GREENSHIP melarang merokok diseluruh area bangunan dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air take, dan bukan jendela. b. Emisi material (chemical material) VOCs (Volatile organic compounds adalah senyawa organik yang mudah menguap termasuk formaldehida), menjadi fokus isu terkait dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni yang berada didalam airtight buildings. Menurut penelitian The World Health Organisation (WHO) has defined VOCs as organic compounds with boiling points between ºC. Regulasi dalam GREENSHIP terhadap pengontrolan emisi material: 1. menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar VOCs yang rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI, 2. menggunakan produk kayu komposit dan produk agriber, antara lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa, dan laminating adhesive, dengan syarat tanpa tambahan urea formaldehida, atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI. 3. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri dan styrofoam.

40 46 c. Partikel dan mikroba Menurut Healthy Buildings International 44% dari kontanimasi udara disebabkan oleh mikroba. Huge amount of dust deposits onto the inner surfaces of ducts in ventilation sistems, especially in places of high outdoor particle concentration or in buildings of long operation time (Chen et al. 2009). Moreover, the microorganisms that grow in the dust are carried along with resuspended particles (Bluyssen et al. 2003) and this makes indoor air more harmful to human health. Hasilnya adalah rendahnya evaporasi sehingga pendingin tidak efektif dan menyebabkan resiko Legionellosis. Dibawah ini ada beberapa usaha untuk pencegahan, yaitu: Pembersihan sistem pendingin udara secara rutin penting dilakukan untuk menghindari akumulasi debu yang tebal dan mencegah berkembangnya mikroba. Isolasi ruangan yang menghasilkan polutan udara (ruang foto kopi, percetakan, dapur, janitor), dengan memasang exhaustsistem dan mencegah masuknya polutan udara tersebut ke return air bangunan. Memasang sistem pencegah polutan (keset) di pintu masuk umum.

41 47 Menyalakan kipas AC sekitar 1 jam sebelum orang memasuki ruangan / bangunan, untuk menghindari konsentrasi puncak partikel dalam beberapa menit pertama (Zhou, Ahau 2010). d. Bioffeluent dan asap kendaraan Bioffeluent (eskresi dan respirasi manusia) berupa: CO 2 dan bau. Asap kendaraan berupa: CO, CO 2 dan bau. CO 2 merupakan indikator kurangnya ventilasi udara dan rendahnya kualitas udara dalam ruang (akumulasi polutan). Menurut ASHRAE merekomendasikan jumlah konsentrasi CO 2 didalam ruangan tidak melebihi dari 1000 ppm, sensor diletakan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill. Benefit dalam memperbaiki IAQ dalam ruangan: Gambar 2.10 Gambar penjelasan IAQ dan ekonomi. Sumber : Bonda, Penny; Sosnowchik, Katie,2007. Sustainable Commercial Interior. John Wiley & Son, Inc. USA.

42 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Enviromental Management) Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan bangunan agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). GBCI (2010) 1. Fasilitas Dasar Pengelolahan Sampah (Basic Waste Management) Tujuannya adalah mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang. Tolok ukurnya dengan adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik 2. Melibatkan Greenship Profesional (GP) sejak Tahap Perancangan (GP as a Member of The Project Team) Tujuannya adalah mengarahkan langkah-langkah desain suatu green building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating. Tolak ukurnya dengan melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi.

43 49 3. Polusi dari Aktifitas Konstruksi (Pollution of Construction Activity) Tujuannya adalah mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi. Tolak ukurnya sebagai berikut : Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas: a. Limbah padat dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. b. Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota. 4. Advance Waste Management Tujuannya adalah mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA. Tolak ukurnya sebagai berikut : a. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan b. Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota. 5. Komisioning Sistem yang Baik dan Benar (Proper Commissioning) Tujuannya adalah melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu yang antara lain: 1.Sistem tata udara yaitu berupa: Mesin utama Tower pompa

44 50 AHU (hanya main supply pada saat dinyalakan) Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di panel grounding) 2.Sistem tata cahaya dalam lux. Tolak ukur sebagi berikut : a. Melakukan prosedur testing-commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan. b. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring -adjusting instruments. 6. Penyerahan Data Implementasi Green Building sebagai Data Dasar (Submission Implementation Green Building Data for Database) Tujuannya adalah melengkapi database implementasi green building di Indonesia untuk mempertajam standar-standar dan bahan penelitian. Tolak ukurnya sebagi berikut: a. Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori. b. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan menyerahkan data implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal setifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian.

45 51 7. Kesepakaan dalam Melakukan Aktifitas Fit-Out (Fit Out Guide) Tujuannya untuk mengimplementasikan prinsip green building saat fit-out bangunan. Tolak ukurnya sebagi berikut: a. Menggunakan kayu yang bersertifikat b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi, dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat dalam rating kategori bangunan terbangun 8. Survei kepada Pengguna Bangunan (Occupant Survey) Tujuannya adalah mengukur kenyamanan pengguna bangunan melalui survei yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian bangunan. Tolak ukurnya sebagi berikut: a. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. b. Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik bangunan setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. GBCI, (2010) 2.7 Studi Kasus Bangunan Sidwell Friends Middle Schools Data Umum Bangunan Nama Proyek Lokasi Tipe bangunan : Sidwell Friends Middle Schools : Washington, DC United States : Institusi pendidikan tiga lantai

46 52 Pemilik Arsitek : Sidwell Friends Schools : Kieran Timberlake Associates, LLP Luas : kaki 2 (6671 m 2 ) Masa konstruksi : Selesai September 2006 Gambar 2.11 Sidwell Friends Middle Schools Sumber: Sidwell Friends Schools merupakan suatu institusi pendidikan untuk prekindergarden hingga kelas 12. Konsep bangunan diambil berdasarkan filosofi Quaker, sebuah merek dagang dengan dedikasi untuk mengurus lingkungan. Ketika dewan pengurus Sidwell merencanakan untuk memperluas Middle School, green building menjadi sebuah motivasi bagi sekolah untuk meningkatkan kurikulum dengan perhatian pada lingkungan dan memperkuat hubungan pada nilai-nilai Quaker. Proyek meliputi renovasi bangunan berusia 55 tahun dengan luas kaki 2 (3.095 m 2 ) ditambah bangunan baru seluas kaki 2

47 53 (3.603m 2 ). Bangunan tiga lantai selesai pada tahun 2006 dan dapat menampung 350 siswa/siswi Analisa Bangunan Proses rancangan dimulai dengan membuat master plan secara keseluruhan, yang memperbolehkan tim perancang untuk melihat aspek kurikulum, sosial, fisik dari institusi ini. Selama proses ini konsep stewardship mulai dijadikan prinsip pedoman. Untuk mencapai tujuan bangunan yang berwawasan lingkungan, beberapa tim konsultan dipekerjakan seperti konsultan green building, arsitek, landscape, konsultan constructed wetland, konsultan cahaya dan insinyur elektrikal, mekanikal dan pemipaan. Untuk mencapai tujuan yang maksimal commissioning tambahan juga ikut diperkerjakan Lahan dan Lingkungan Gambar 2.12 Site plan & existing plan Sidwell Sumber :

PENGUKURAN KESESUAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI ITS FRISKARINDI NOOR WAKHIDAH

PENGUKURAN KESESUAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI ITS FRISKARINDI NOOR WAKHIDAH PENGUKURAN KESESUAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI ITS FRISKARINDI NOOR WAKHIDAH 3110100088 LATAR BELAKANG Menurunnya Kualitas Lingkungan Hidup Konsep Green Building

Lebih terperinci

ABSTRAK. apartemen, Sea Sentosa

ABSTRAK. apartemen, Sea Sentosa ABSTRAK Dampak negatif dari global warming adalah kerusakan lingkungan dan pencemaran. Hal ini menjadi pendukung dimulainya gerakan nasional penghematan energi, baik dalam penghematan penggunaan bahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep green

Lebih terperinci

Aplikasi Green Building pada Kantor AMG Tower Surabaya

Aplikasi Green Building pada Kantor AMG Tower Surabaya Aplikasi Green Building pada Kantor AMG Tower Surabaya Irfan Afrandi dan Ary Dedy Putranto Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167 Malang, 65145, Jawa Timur, Indonesia

Lebih terperinci

Green Building Concepts

Green Building Concepts Precast Concrete Contribute to Sustainability Concept of Reduce, Reuse, Recycle Ir. Tedja Tjahjana MT Certification Director Green Building Council Indonesia Green Building Concepts Konsep bangunan hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability) dan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan. Konsep ini sudah tidak asing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global Pemanasan global merupakan suatu proses meningkatnya suhu ratarata atmosfer laut, serta daratan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya

Lebih terperinci

GREENSHIP untuk Gedung Baru Versi 1.1 GREENSHIP New Building

GREENSHIP untuk Gedung Baru Versi 1.1 GREENSHIP New Building GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA ERANGKAT ENILAIAN GREENSHI GREENSHI RATING TOOLS GREENSHI untuk Gedung Baru Versi. GREENSHI New Building Version. RINGKASAN KRITERIA DAN TOLOK UKUR DEARTEMEN RATING DEVELOMENT

Lebih terperinci

GREENSHIP HOMES Version 1.0

GREENSHIP HOMES Version 1.0 GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA GREENSHIP RATING TOOLS untuk RUMAH TINGGAL VERSI.0 S Version.0 DIREKTORAT PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA AGUSTUS 04 Visit us at www.greenshiphomes.org

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X

PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X Henny Wiyanto, Arianti Sutandi, Dewi Linggasari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara hennyw@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

Penilaian Kriteria Green Building Pada Jurusan Teknik Sipil ITS?

Penilaian Kriteria Green Building Pada Jurusan Teknik Sipil ITS? Penilaian Kriteria Green Building Pada Jurusan Teknik Sipil ITS? KRISIS ENERGI Kebutuhan Persediaan PENGHEMATAN ENERGI GREEN BUILDING ECO CAMPUS PENERAPAN GEDUNG T.SIPIL TIDAK DI DESAIN DENGAN KONSEP GB

Lebih terperinci

Science&Learning&Center!di!Universitas!Mulawarman!! dengan!konsep!green&building!

Science&Learning&Center!di!Universitas!Mulawarman!! dengan!konsep!green&building! Science&Learning&CenterdiUniversitasMulawarman dengankonsepgreen&building IntanTribuanaDewi 1,AgungMurtiNugroho 2,MuhammadSatyaAdhitama 2 1MahasiswaJurusanArsitektur,FakultasTeknik,UniversitasBrawijaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pemahaman. Penilaian. Eksplorasi Data. Sumber Data. Ml S. J TJ GBCI Pernc dll m tm OD G M S. m tm m tm

BAB V KESIMPULAN. Pemahaman. Penilaian. Eksplorasi Data. Sumber Data. Ml S. J TJ GBCI Pernc dll m tm OD G M S. m tm m tm BAB V KESIMPULAN Pada bab ini membahas mengenai hasil analisis yang didapatkan dari bab empat secara makro dan kesimpulan yang didapatkan dari keseluruhan analisa tersebut. Kesimpulan ini lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Metode yang Digunakan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan studi literatur pada bab sebelumnya, ada 2 (dua) variabel penelitian yang akan menjadi bagian

Lebih terperinci

PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING

PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING Muhammad Fatih, Yusuf Latief, Suratman Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 90 Gourmet restaurant, dapat ditarik kesimpulan bahwa 90 Gourmet restaurant, 78% memenuhi aspek green desain

Lebih terperinci

Sumber Produksi Tenaga Listrik PLN

Sumber Produksi Tenaga Listrik PLN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Pada saat ini sumber daya energi yang ada di dunia semakin menipis. Karena semakin bertambahnya jumlah manusia di dunia maka penggunaan energi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMULAN DAN SARAN VI.. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Gedung erpustakaan usat UGM Sayap Selatan (L) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:. enelitian ini menghasilkan daftar

Lebih terperinci

Penilaian Kriteria Green building pada Gedung Rektorat ITS

Penilaian Kriteria Green building pada Gedung Rektorat ITS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-186 Penilaian Kriteria Green building pada Gedung Rektorat ITS Dedy Darmanto dan I Putu Artama Wiguna, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis manajemen energi adalah keadaan dimana sumber energi yang ada tidak mampu dikelola untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah tertentu. Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT Kajian Green Building Berdasarkan Kriteria Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development) pada Gedung Pascasarjana B Universitas Diponegoro Semarang Rahayu Indah Komalasari 1,*, Purwanto 2 dan Suharyanto

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi 2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah usaha yang kompleks dan tidak memiliki kesamaan persis dengan proyek manapun sebelumnya sehingga

Lebih terperinci

Gedung Asrama Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Berkonsep Hemat Energi

Gedung Asrama Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Berkonsep Hemat Energi Gedung Asrama Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Berkonsep Hemat Energi Gibran K. Aulia 1, Agung Murti Nugroho 2, Tito Haripradianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS Dedy Darmanto, I Putu Artama Wiguna, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KONSEP SEKOLAH RAMAH LINGKUNGAN

KONSEP SEKOLAH RAMAH LINGKUNGAN KONSEP SEKOLAH RAMAH LINGKUNGAN Masalah Moral Masalah Lingkungan Rakerwil Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Rendahnya Kepedulian Semarang, 29 Oktober 2016 Masalah kita

Lebih terperinci

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR Wiliem Koe 1, Regina Cynthia Rose 2, Ratna S. Alifen 3 ABSTRAK : Kegiatan konstruksi berdampak negatif terhadap lingkungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena global warming (pemanasan global) dan isu-isu kerusakan lingkungan yang beraneka ragam semakin marak dikaji dan dipelajari. Salah satu efek dari global warming

Lebih terperinci

ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA

ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA Rizky Aulia 1), Happy R. Santosa, dan Ima Defiana 2) 1) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

GREENSHIP untuk BANGUNAN BARU Versi 1.2

GREENSHIP untuk BANGUNAN BARU Versi 1.2 GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA ERANGKAT ENILAIAN GREENSHI GREENSHI RATING TOOLS GREENSHI untuk BANGUNAN BARU Versi. RINGKASAN KRITERIA DAN TOLOK UKUR DIVISI RATING DAN TEKNOLOGI GREEN BUILDING COUNCIL

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) adalah pemilik, pengembang dan pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

Lebih terperinci

Penerapan Aspek Green Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di Indonesia

Penerapan Aspek Green Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di Indonesia TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Aspek Green Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di Indonesia Dewi Rachmaniatus Syahriyah Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TATA RUANG DALAM, TATA RUANG LUAR, DAN ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TATA RUANG DALAM, TATA RUANG LUAR, DAN ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TATA RUANG DALAM, TATA RUANG LUAR, DAN ARSITEKTUR HIJAU.. Tata Ruang Dalam... Definisi Ruang dalam atau disebut juga sebagai ruang interior adalah sebuah volume ruang (tiga dimensi) yang

Lebih terperinci

Arsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri.

Arsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri. BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK III.1 TINJAUAN TEMA III.1.1 Latar Belakang Tema Sebuah Club house pada dasarnya berfungsi sebagai tempat berolah raga dan rekreasi bagi penghuni perumahan serta masyarakat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan vol 9 () (07) hal 7-4 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jtsp/index Pengukuran Greenship Home Pada Rumah Tinggal Berkonsep Green

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN GREENSHIP NEIGHBORHOOD VERSION 1.0 PADA KAWASAN PERUMAHAN

ANALISIS PENERAPAN GREENSHIP NEIGHBORHOOD VERSION 1.0 PADA KAWASAN PERUMAHAN Konferensi Nasional Teknik Sipil Universitas Tarumanagara, 67 Oktober 07 ANALISIS PENERAPAN GREENSHIP NEIGHBORHOOD VERSION.0 PADA KAWASAN PERUMAHAN Iqbal Sadjarwo, dan Arianti Sutandi Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut : 19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner kepada responden kontraktor dan manajemen konstruksi Hotel Tentrem, Hotel Citra, Hotel Fave, Hotel Swiss Bel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, permasalahan yang sering sekali menjadi pusat perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi. Di Indonesia, hal

Lebih terperinci

PANDUAN. AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH

PANDUAN. AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH PANDUAN AUDIT LINGKUNGAN MANDIRI MUHAMMADIYAH (ALiMM) ENVIRONMENT SELF AUDIT GUIDE MLH PP MUHAMMADIYAH PENGANTAR Persoalan lingkungan hidup yang makin komplek telah memberi dampak pada persoalan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA 3.1 Tinjauan Pustaka Tema Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green Architecture atau yang lebih dikenal dengan Arsitektur Hijau. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dapat dilihat dari nilai rata-rata 2,99.

BAB V KESIMPULAN. dapat dilihat dari nilai rata-rata 2,99. BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pemanfaatan green material pada proyek konstruksi di Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemanfaatan green material berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Terminologi Menurut GBCI (2011), secara definisi green building adalah bangunan yang sejak di mulai dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam

Lebih terperinci

Evaluasi Konsep Bangunan Hijau Pada Kondominium The Accent di Kawasan Bintaro Tangerang Selatan

Evaluasi Konsep Bangunan Hijau Pada Kondominium The Accent di Kawasan Bintaro Tangerang Selatan Evaluasi Konsep Bangunan Hijau Pada Kondominium The Accent di Kawasan Bintaro Tangerang Selatan Jane Malinda 1 dan Andika Citraningrum 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Proyek Konstruksi Dalam jurnal Manajemen Limbah dalam Proyek Konstruksi (Ervianto, 2013), disebutkan bahwa limbah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) AHLI PENILAI BANGUNAN HIJAU

PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) AHLI PENILAI BANGUNAN HIJAU PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) AHLI PENILAI BANGUNAN HIJAU 1 L. Edhi Prasetya Abstrak Konsep bangunan hijau menjadi arus utama dunia saat ini, karena kesadaran akan pemanasan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY 81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental

Lebih terperinci

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING)

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING) TA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pekerjaan Umum terus berusaha menyukseskan P2KH (Program Pengembangan Kota

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL Allan Subrata Ottong 1, Felix Yuwono 2, Ratna S. Alifen 3, Paulus Nugraha 4 ABSTRAK : Pembangunan rumah tinggal di Indonesia adalah salah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara umum kontraktor milik BUMN mampu memenuhi indikator green

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara umum kontraktor milik BUMN mampu memenuhi indikator green BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. Kesimpulan Berdasarkan paparan tersebut diatas dapat diperoleh beberapa pengetahuan sebagai berikut:. Secara umum kontraktor milik BUMN mampu memenuhi indikator green construction

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan pertumbuhan penduduk dunia yang pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan energi seiring berjalannya waktu. Energi digunakan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Menurut Konsil Bangunan Hijau Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan yang dalam tahap

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY

MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY Kelompok 3 MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY Ketika Amway center dibuka di orlando pada 2011, menjadi LEED (Kepemimpinan dalam desain Energi dan Lingkungan) pertama yang meraih arena bola basket

Lebih terperinci

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP JUNDI FAARIS ALHAZMI A (Epiphyllum anguliger) IMAM AHMAD A (Cedrus atlantica) DINA MAULIDIA (Rosemarinus officinalis) CHALVIA ZUYYINA (Cinnamonum burmanii) ANALISIS TELUK BENOA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Salah satu reaksi dari krisis lingkungan adalah munculnya konsep Desain Hijau atau green design yang mengarah pada desain berkelanjutan dan konsep energi. Dalam penelitian ini mengkajiupaya terapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta

Lebih terperinci

Implementasi Konstruksi Hijau Pada Proyek Apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald Bekasi

Implementasi Konstruksi Hijau Pada Proyek Apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald Bekasi Implementasi Konstruksi Hijau Pada Proyek Apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald Bekasi Nadia Khairarizki 1 dan Wasiska Iyati 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE) Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Green Architecture (Materi pertemuan 7) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PRINSIP-PRINSIP GREEN

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING I Wayan Swi Putra 1, I Nyoman Satya Kumara 2, I Gede Dyana Arjana 3 1.3 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB III ELABORASI TEMA

BAB III ELABORASI TEMA BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang dipilih pada proyek adalah Efisiensi Energi karena tipologi dalam sumber dari daftar pustaka sebelumnya buku Metric Planing and Design Data (David Atler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Wisma atlet merupakan salah satu tempat hunian bagi atlet yang berfungsi untuk tempat tinggal sementara. Selain itu keberadaan wisma atlet sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Peranan kota Kupang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga pembongkarannya.

BAB I PENDAHULUAN. daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga pembongkarannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Green building adalah bangunan di mana sejak dimulai dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasianal pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek

Lebih terperinci

Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca

Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca Jakarta, 8 Nopember 2011 ACUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH 1. Penghapusan BPO & GRK - Keppres RI No. 23 / 1992 (perlindungan lapisan ozon) - UU No. 17

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA Alfonsus Dwiputra W. 1, Yulius Candi 2, Ratna S. Alifen 3 ABSTRAK: Proses pembangunan perumahan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi Wisma Atlet di Senayan saat ini dapat dikatakan cukup memrihatinkan. Wisma yang awalnya bernama Wisma Fajar ini didirikan tahun 1974 oleh perusahaan Singapura

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup semakin besar. Salah satu yang menjadi perhatian, termasuk di Indonesia, adalah isu pemanasan global.

Lebih terperinci

GREENSHIP EXISTING BUILDING Version 1.1

GREENSHIP EXISTING BUILDING Version 1.1 GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA GREENSHIP RATING TOOLS Untuk Gedung Terbangun VERSI. GREENSHIP EXISTING BUILDING Version. DIVISI RATING DAN TEKNOLOGI GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA JUNI 06 www.gbcindonesia.org

Lebih terperinci

Laboratorium Kesehatan Masyarakat dengan Kajian Green Building di Universitas Mulawarman Samarinda

Laboratorium Kesehatan Masyarakat dengan Kajian Green Building di Universitas Mulawarman Samarinda Laboratorium Kesehatan Masyarakat dengan Kajian Green Building di Universitas Mulawarman Samarinda Rahmat Khoirul Huda 1, Agung Murti Nugroho 2, Bambang Yatnawijaya 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR No. 38 tahun 2012 tentang BANGUNAN GEDUNG HIJAU

PERATURAN GUBERNUR No. 38 tahun 2012 tentang BANGUNAN GEDUNG HIJAU PERATURAN GUBERNUR No. 38 tahun 2012 tentang BANGUNAN GEDUNG HIJAU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN PROV.DKI JAKARTA Peraturan Gubernur No 38 tahun 2012 telah ditetapkan pada April 2012 dan akan

Lebih terperinci

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS

PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS TUGAS AKHIR-RC-09-1380 PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS Oleh : Dedy Darmanto ( 3108100027 ) Lokasi Studi Latar Belakang Krisis Energi Penghematan Energi Green Building Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi sangat penting di pusat-pusat perkotaan untuk transportasi, produksi industri, kegiatan rumah tangga maupun kantor. Kebutuhan pada saat sekarang di

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION Wulfram I. Ervianto 1 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma

Lebih terperinci

GEDUNG KULIAH FAKULTAS TEKNIK KAMPUS II UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG BERKONSEP HEMAT ENERGI

GEDUNG KULIAH FAKULTAS TEKNIK KAMPUS II UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG BERKONSEP HEMAT ENERGI GEDUNG KULIAH FAKULTAS TEKNIK KAMPUS II UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG BERKONSEP HEMAT ENERGI Nurul Hidayati, Heru Sufianto, dan Ali Soekirno Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K)

KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K) KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K) Dewi Rintawati 1, Bambang E. Yuwono 2 dan Mohammad Iqram 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan problema kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1) Umumnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Soni Keraf. ETIKA LINGKUNGAN HIDUP, hal Emil Salim. RATUSAN BANGSA MERUSAK SATU BUMI, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Soni Keraf. ETIKA LINGKUNGAN HIDUP, hal Emil Salim. RATUSAN BANGSA MERUSAK SATU BUMI, hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Lingkungan hidup bukan semata-mata persoalan teknis. Demikian pula, krisis ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur proses pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD.

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Program Perencanaan Didasari oleh beberapa permasalahan yang ada pada KOTA Kudus kususnya dibidang olahraga dan kebudayaan sekarang ini, maka dibutuhkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh:

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh: IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA Oleh: Wulfram I. Ervianto 1, Biemo W. Soemardi 2, Muhamad Abduh dan Suryamanto 4 1 Kandidat Doktor Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan

Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan G14 Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan Muhamad Agra Adhiprasasta dan Vincent Totok Noerwasito Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya dilaksanakan satu kali dan umumnya mempunyai waktu yang pendek dimana awal dan akhir proyek

Lebih terperinci

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pemanasan global semakin marak di dunia. Berbagai aspek sering dikaitkan dengan isu pemanasan global, mulai dari hal sederhana seperti penggunaan kertas dan tisu,

Lebih terperinci

EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING PADA GEDUNG LAYANAN BERSAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING PADA GEDUNG LAYANAN BERSAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING PADA GEDUNG LAYANAN BERSAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA Saiful Adi Kurniawan 1, Andika Citraningrum 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GREENSHIP

SERTIFIKASI GREENSHIP SERTIFIKASI GREENSHIP ALUR PENDAFTARAN SERTIFIKASI GREENSHIP NEW BUILDING VERSI 1.0 Keterangan : Proses Perijinan (Pihak Pemerintah) FS/TOR Project Plan Target Setting Proses Perencanaan (Pihak Pemilik

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER BANGUNAN HIJAU GBCI TERHADAP FASE PROYEK

PENGARUH PARAMETER BANGUNAN HIJAU GBCI TERHADAP FASE PROYEK PENGARUH PARAMETER BANGUNAN HIJAU GBCI TERHADAP FASE PROYEK Edwin S Wiyono 1, Enry L Dusia 2, Ratna S Alifen 3, Jani Rahardjo 4 ABSTRAK: Konsep bangunan hijau akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, konsumsi energi listrik pada masyarakat sangat meningkat yang diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan bertambahnya

Lebih terperinci