ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA"

Transkripsi

1

2

3

4 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan atau harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah dan kelaziman mensitir atau menyalin pendapat penulis lainnya. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga. iv

5 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Organic Loading Rate Terhadap Penyisihan Bahan Organik dengan Media Arang Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Pada Reaktor Anaerobik Kontinyu. Skripsi ini terdiri atas beberapa bab, yaitu bab pendahuluan, bab tinjauan pustaka, bab metode penelian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka. Setiap isi dari bab tersebut terangkai secara komprehensif untuk melakukan penelitian Efektivitas Organic Loading Rate Terhadap Penyisihan Bahan Organik dengan Media Arang Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Pada Reaktor Anaerobik Kontinyu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib yang digunakan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.). Skripsi ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Program Studi S1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Segala masukan demi perbaikan kualitas naskah skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Surabaya, Juni 2016 Penyusun, Arya Zulfikar P v

6 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur atas rahmat Allah SWT, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, doa, dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Sucipto Hariyanto, DEA selaku Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, yang telah banyak menyediakan fasilitas untuk menunjung skripsi 2. Dr. Eko Prasetyo Kuncoro, S.T., DEA selaku Koordinator Program Studi (Prodi) S1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan (ITL), yang telah menyediakan fasilitas untuk menunjang skripsi 3. Prof. Drs. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Penelitian. Oleh karena skripsi ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Kemampuan Arang Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) sebagai Penyisih Kadar Ammonia (Inhibitor Produksi Biogas) Pada Pengolahan Air Limbah Anaerobik. Yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengalaman dalam penelitian ini. 4. Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. selaku pembimbing I yang selalu membimbing dan mengarahkan penyusun dalam setiap kegiatan dan penyusunan naskah skripsi. 5. Prof. Dr. Bambang Irawan, M.Sc. selaku pembimbing II yang selalu membimbing dan mengarahkan penyusun dalam setiap kegiatan dan penyusunan naskah skripsi. 6. Seluruh staff laboran Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Ruang 122, dan Laboratorium Basah, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang telah mendukung pelaksanaan penelitian skripsi 7. Bapak Andi dan Ibu Aisyah, sebagai orang tua yang selalu memberikan doa dan motivasi 8. Attar H, Indah Purnamasari, Mufrihatul Hayati, Siti Mariya Ulfa, Semma, dan Mega selaku rekan penelitian yang telah memberikan dukungan dan motivasi 9. Citra Ayu Nurjanah, sebagai orang terdekat penyusun yang telah selalu memberikan motivasi dan mengingatkan penyusun 10. Rekan-rekan Ilmu dan Teknologi Lingkungan 2012 yang telah memberikan bantuan dan bertukar informasi 11. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang belum disebutkan namanya satu persatu. vi

7 Paramarta Z.P., Efektivitas Organic Loading Rate Terhadap Penyisihan Bahan Organik dengan Media Arang Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Pada Reaktor Anaerobik Kontinyu. Skripsi ini di bawah bimbingan Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T., dan Prof. Dr. Bambang Irawan, M.Sc. Program S1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organic loading rate (OLR) yang efektif untuk menyisihkan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif tempurung kelapa (Cocos nucifera). Bahan organik pada penelitian ini diukur dengan parameter T COD dan S COD. Pengoperasian reaktor pada penelitian ini menggunakan variasi OLR yaitu OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari. Penelitian ini dilakukan selama 15 hari pada tiap OLR dengan volume reaktor 1 liter dan pengambilan sampel air limbah dilakukan setiap 3 hari. Hasil dari penelitian menunjukan penyisihan konsentrasi T COD dan SCOD ada beda signifikan. Organic loading rate yang efektif untuk penyisihan konsentrasi T COD dan S COD adalah OLR 16 g/l.hari yang mampu menyisihkan konsentrasi T COD sebesar mg/l dan menyisihkan konsentrasi S COD sebesar mg/l. Kata Kunci: Organic Loading Rate, Anaerobik, T COD, S COD vii

8 Paramarta Z.P., The Effectiveness of Organic Loading Rate to Remove The Organic Materials Using Activated Carbon Coconut Shell Media (Cocos nucifera) in Continuous Anaerobic Reactor. This script was supervised by Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T., and Prof. Dr. Bambang Irawan, M.Sc. Environmental Science and Technology, Departement of Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University. ABSTRACT The aims of this research was to know the effect of Organic Loading Rate that is effectives for removing organic materials in continuous anaerobic reactor using activated carbon coconut shell media (Cocos nucifera). In this research, the parameters that used to measure the organic material were T COD and S COD. The operation of the reactor that used in this research using OLR variations, such as 0, 4, 8, and 16 g/l.day. The research was conducted for 15 days on each OLR with 1 liter reactor volume and sampling of wastewater every 3 days. The results of this OLR research were a significant difference OLR in the concentration removal of T COD and S COD. The effective OLR for concentration removal of TCOD and S COD was OLR 16 g/l.day can remove the concentration of T COD by 2,736 mg/l and remove the concentration of S COD by 2,016 mg/l. Keywords: Organic Loading Rate, anaerobic, T COD, S COD viii

9 DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI... iv PRAKATA... v UCAPAN TERIMAKASIH... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Asumsi Penelitian Hipotesis Hipotesis kerja Hipotesis statistika Tujuan Manfaat... 8 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Karakteristik air limbah Bahan organik dalam air limbah Air limbah sintetik Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik Sistem Pengolahan Air Limbah Pada Reaktor Anaerobik Pengolahan air limbah dengan sistem batch Pengolahan air limbah dengan sistem kontinyu Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Reaktor Organic Loading Rate (OLR) Derajat keasamaan (ph) Alkalinitas Suhu Senyawa racun atau penghambat Seeding dan Aklimatisasi Penggunaan Media Tempurung kelapa Arang aktif Tempurung kelapa Aktivasi arang aktif Sifat Adsorpsi Arang Aktif Parameter Pengolahan Anaerobik ix

10 2.8.1 Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) Soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) Volatile Fatty Acid (VFA) BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian Waktu penelitian Variabel Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian Cara Analisis Cara kerja Analisis Data BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Penyisihan Konsentrasi Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) dan Soluble Chemicel Oxygen Demand ( S COD) Pada Tiap Organic Loading Rate (OLR) Beda Efisiensi Penyisihan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Bila Nilai OLR Berbeda Organic Loading Rate (OLR) Efektif Untuk Menyisihkan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifer) BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi Limbah Organik Tabel 2.2 Karakter Air Limbah Air Sintetik Tabel 2.3 Karakter Susu Bubuk Tabel 2.4 Komposisi Nutrisi Tabel 4.1 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 16 g/l.hari Tabel 4.5 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Untuk Penentuan OLR Efektif xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Proses Anaerobik Gambar 2.2 Struktur Reaktor Fixed Bed Gambar 2.3 Tempurung Kelapa dan Arang Tempurung Kelapa Gambar 2.4 Arang Aktif Tempurung Kelapa Gambar 2.5 Adsorpsi Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian Gambar 3.2 Desain Reaktor 1 dengan OLR 0 g/l.hari Gambar 3.3 Desain Reaktor 2 dengan Variasi OLR Gambar 4.1 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari Gambar 4.2 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari Gambar 4.3 Konsentrasi VFA Pada OLR 0 g/l.hari Gambar 4.4 Produksi Biogas Harian Pada OLR 0 g/l.hari Gambar 4.5 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Gambar 4.6 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Gambar 4.7 Konsentrasi VFA Pada OLR 4 g/l.hari Gambar 4.8 Produksi Biogas Harian Pada OLR 4 g/l.hari Gambar 4.9 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Gambar 4.10 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Gambar 4.11 Konsentrasi VFA Pada OLR 8 g/l.hari Gambar 4.12 Produksi Biogas Harian Pada OLR 8 g/l.hari Gambar 4.13 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Gambar 4.14 Pada OLR 16 g/l.hari Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 16 g/l.hari Gambar 4.15 Konsentrasi VFA Pada OLR 16 g/l.hari Gambar 4.16 Produksi Biogas Harian Pada OLR 16 g/l.hari Gambar 4.17 Nilai ph Pada Semua OLR Gambar 4.18 Nilai Suhu Pada Semua OLR xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ringkasan Ilmiah Lampiran 2 Data Bahan Organik Running Lampiran 3 Data VFA, ph, Suhu, dan Biogas Running Lampiran 4 Hasil Seeding Lampiran 5 Hasil Analisis Data Secara Statistik Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Lampiran 7 Data Pribadi Penyusun xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah didefinisikan sebagai kombinasi air buangan yang berasal dari tempat tinggal, institusi, bangunan industri, dan komersial yang terbawa oleh air tanah, air permukaan, dan air hujan (Metcalf & Eddy, 2003). Air limbah yang berasal dari air limbah industri pengolahan bahan organik mengandung 70% bahan organik, bahan organik yang terkandung ini akan mengurangi kadar oksigen terlarut di badan air untuk proses degradasi (Templeton & Butler, 2011). Konsentrasi bahan organik dalam air limbah dapat ditunjukan dengan oksidasi kimia menggunakan potassium dibikromat yang disebut Chemical Oxygen Demand (COD). Chemical Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi sempurna bahan organik dalam air (Wiesmann dkk., 2007). Chemical Oxygen Demand yang terkandung dalam air limbah disebut total Chemical Oxygen Demand ( T COD). Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) terdiri atas particulate Chemical Oxygen Demand ( P COD) dan soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD). Particulate Chemical Oxygen Demand ( P COD) adalah kandungan COD yang terdapat pada koloid dan padatan yang tersuspensi pada air limbah, sedangkan soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) adalah kandungan COD yang terlarut pada air limbah (Metcalf & Eddy, 2003) dan bahan yang mudah didegradasi secara biologis (Padmono, 2003). 1

15 2 Limbah yang mengadung bahan organik tinggi dapat menurunkan kualitas badan air. Pengolahan yang tepat untuk mendegradasi bahan organik yang cukup tinggi adalah pengolahan anaerobik (Nadais dkk., 2010). Pengolahan anaerobik adalah pengolahan secara biologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam kondisi tidak didapatkan oksigen terlarut (Indriyati, 2005). Menurut Indriyati (2005), pengolahan anaerobik memiliki keuntungan yaitu menghasilkan energi dalam bentuk biogas, dan memiliki kerugian yaitu proses pertumbuhan mikroorganisme lambat dan perlu media sebagai tempat bakteri melekat. Media pada pengolahan anaerobik bermacammacam, tetapi yang sering digunakan adalah reaktor dengan media tetap atau fixed bed reactor. Reaktor dengan media tetap terdapat dua sistem aliran yaitu sistem diam (batch) dan sistem kontinyu. Salah satu media yang digunakan pada pengolahan anaerobik adalah arang aktif. Bahan yang digunakan untuk arang aktif bermacam-macam, yaitu batok kelapa (Kurniati, 2008), kulit kacang kedelai (Laras dkk., 2015), batang jagung (Suhendra & Gunawan, 2010), dan kulit buah mahoni (Salamah, 2008). Salah satu bahan yang sering digunakan adalah batok kelapa (Kurniati, 2008). Pemilihan batok kelapa sebagai media untuk menyisihkan bahan organik karena Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa, yaitu sebesar ton (Siriphanich dkk., 2011). Besarnya produksi kelapa berbanding lurus dengan besar limbah batok kelapa. Banyaknya limbah batok kelapa diharapkan dapat digunakan dalam proses pengolahan air limbah. Batok kelapa yang dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah mengalami proses aktivasi. Batok kelapa yang

16 3 teraktivasi disebut arang aktif batok kelapa (Jamilatun & Setyawan, 2014). Menurut beberapa penelitian arang aktif batok kelapa mampu menyisihkan COD berkisar 75%-80% (Nakhla & Suidan, 1995). Batok kelapa juga mampu menurunkan TSS dan VSS sebesar 87,78% dan 77,38% (Ahmad dkk., 2011). Selain bahan organik batok kelapa mampu menyisihkan ammonia sebesar 30,78% (Harahap, 2013). Kemampuan arang aktif batok kelapa untuk menyerap bahan organik karena arang aktif batok kelapa mempunyai luas permukaan berkisar antara 300 m 2 /g hingga 3500 m 2 /g (Jamilatun & Setyawan, 2014). Beberapa penelitian yang telah dilakukan tidak diketahui konsentrasi bahan organik influent dan beban organik yang diolah. Oleh karena itu, pada penelitian yang akan dilakukan konsentrasi bahan organik diketahui untuk menentukan beban organik yang diolah. Selain media, faktor yang mempengaruhi pengolahan anerobik antara lain laju beban organik atau organic loading rate (OLR) (Indriyati, 2005) dan volatile fatty acids (VFA) (Buyukkamaci & Filibeli, 2004). OLR adalah besaran yang menyatakan jumlah material organik dalam air buangan atau limbah yang diuraikan oleh mikroorganisme dalam reaktor per unit volume per hari (Indriyati, 2005). Besarnya nilai OLR atau laju beban organik yang terdapat didalam reaktor didasarkan pada nilai waktu tinggal hidraulik (Padmono, 2003) dan kondisi influent beban organik yang masuk (Chernicharo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Ramasamy dkk.,(2004) pada pengolahan anaerobik tanpa media menunjukan OLR berpengaruh terhadap efisiensi penyisihan COD sebesar 93% dan Farajzadehha dkk.,(2012) menunjukan OLR

17 4 mampu menyisihkan COD sebesar 85%. Akram & Stuckey (2008) melakukan penelitian pengolahan anaerobik dengan media biofilter dalam bentuk bubuk arang aktif dengan organic loading rate (OLR) 4 16 g/l.hari. Degradasi COD sebesar 98% pada OLR 16g/L.hari. Han dkk., (2010) melakukan penelitian pengolahan anaerobik dengan media butiran arang aktif dengan organic loading rate (OLR) sebesar 4 8 g/l.hari. Degradasi COD sebesar 80% pada OLR 4 g/l.hari. Berdasarkan penelitian di atas, OLR berpengaruh terhadap efisiensi penyisihan bahan organik yang terjadi pada pengolahan anaerobik. Penelitian diatas menunjukan perbedaan nilai OLR untuk menyisihkan bahan organik. Akram & Stuckey (2008) menunjukan efisiensi penyisihan tertinggi terjadi saat OLR tinggi, sedangkan Han dkk., (2010) menunjukan efisiensi penyisihan tertinggi saat OLR rendah. Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan menggunakan variasi OLR yaitu 4, 8, dan 16 g/l.hari untuk mengetahui efektivitas OLR dalam menyisihkan bahan organik. Selain organic loading rate (OLR), faktor lain yang berpengaruh terhadap pengolahan anaerobik adalah volatile fatty acids (VFA). Volatile fatty acids adalah senyawa penting dalam proses metabolisme pembentukan gas methan dan menyebabkan mikroba jenuh dalam konsentrasi tinggi (Buyukkamaci &Filibeli, 2004). Konsentrasi VFA berbanding terbalik dengan ph (Zhang dkk., 2015). Konsentrasi VFA meningkat pada saat ph turun menyebabkan produksi biogas menurun (Komemoto dkk., 2009). Oleh karena itu, pemantauan konsentrasi VFA penting untuk mengetahui kinerja proses degradasi anaerobik (Wijekoon dkk., 2010). Berdasarkan Wijekoon dkk.,(2010) pada OLR

18 5 yang besar menghasilkan nilai VFA yang tinggi dan efisiensi penyisihan yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini juga melakukan pemantauan konsentrasi VFA untuk mengetahui kinerja proses anaerobik yang terjadi pada reaktor. Berdasarkan pada beberapa penelitian yang telah ada, belum terdapat penelitian penggunaan butiran arang aktif batok kelapa sebagai media biofilter dalam pengolahan anaerobik dengan variasi OLR untuk menurunkan bahan organik dan peningkatan produksi biogas. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan butiran arang aktif batok kelapa sebagai media dengan OLR 16 g/l.hari, 8 g/l.hari, dan 4 g/l.hari menggunakan reaktor anaerobik media tetap secara kontinyu. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini untuk mewakili bahan organik adalah COD T, dan COD S. Selain itu dilakukan pemantauan VFA, ph, suhu dan produksi biogas. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1. Berapakah konsentrasi penyisihan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa pada tiap nilai OLR? 2. Apakah ada beda konsentrasi penyisihan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa bila nilai OLR berbeda? 3. Manakah OLR efektif untuk menyisihkan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa?

19 6 1.3 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini, yaitu : 1. Pada pengolahan anaerobik, OLR mempengaruhi proses penyisihan bahan organik (Ramasamy dkk., 2011) 2. Organic loading rate pada pengolahan anaerobik dipengaruhi oleh HRT (Padmono, 2003), influent bahan organik (Chernicharo, 2007), dan media (Han dkk., 2010). 3. Media butir arang aktif batok kelapa mampu menyisihkan COD (Han dkk., 2010) Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa media arang aktif batok kelapa dengan OLR mampu menyisihkan COD pada reaktor anaerobik kontinyu. 1.4 Hipotesis Hipotesis Kerja Hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu : 1. Semakin besar nilai OLR, konsentrasi penyisihan bahan organik semakin tinggi. 2. Semakin besar nilai OLR, semakin efektif untuk menyisihkan bahan organik.

20 Hipotesis Statistika Hipotesis statistika dalam penelitian ini, yaitu : H 0a = tidak ada perbedaan konsentrasi penyisihan T COD menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia batok kelapa berdasarkan nilai OLR H 1a = ada perbedaan konsentrasi penyisihan T COD menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia batok kelapa berdasarkan nilai OLR H 0b = tidak ada perbedaan konsentrasi penyisihan S COD menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia batok kelapa berdasarkan nilai OLR H 1b = ada perbedaan konsentrasi penyisihan S COD menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia batok kelapa berdasarkan nilai OLR 1.5 Tujuan Tujuan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui konsentrasi penyisihan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa pada tiap nilai OLR dengan parameter T COD, dan S COD. 2. Mengetahui perbedaan konsentrasi penyisihan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa bila nilai OLR berbeda. 3. Mengetahui OLR efektif untuk menyisihkan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif batok kelapa.

21 8 1.6 Manfaat Manfaat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Memberikan informasi efektivitas OLR untuk menyisihkan bahan organik 2. Memberikan alternatif pengolahan air limbah secara anaerobik.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Air limbah didefinisikan sebagai kombinasi cairan yang berasal dari tempat tinggal, institusi, bangunan industry, dan komersial yang terbawa oleh air tanah, air permukaan, dan air hujan (Metcalf & Eddy, 2003). Kontaminan yang terdapat dalam air limbah meliputi total padatan tersuspensi, komponen organik terlarut, padatan anorganik, nutrien, logam dan mikroorganisme patogen (Templeton & Butler, 2011). Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang kualitas air dan pengendalian pencemaran air, air limbah adalah sisa dari usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Komposisi air limbah yaitu 99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan dalam air limbah terdiri dari 70% organik, dan 30% anorganik (Templeton & Butler, 2011) Karakteristik Air Limbah Karakteristik air limbah memberikan gambaran tentang materi yang menyusun suatu air limbah. Karakteristik air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis (Risdianto, 2007), yaitu: 1. Karakteristik fisik Karakteristik fisik air limbah yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, kekeruhan, warna, bau, konduktivitas, dan padatan (Risdianto, 2007). Temperatur (suhu) menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang ditunjukkan dalam berbagai skala, diantaranya celcius ( o C). Perbedaan air limbah 9

23 10 baru dan lama secara fisik dapat dilihat berdasarkan tingkat kebauan serta warna limbah tersebut. Limbah yang baru biasanya berwarna abu-abu kecoklatan, sedangkan air limbah yang sudah membusuk akan berwarna kehitaman (Fitria, 2011). Padatan yang terdapat di dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating, seattleable, dan suspended (Siregar, 2005). 2. Karakteristik kimia Karakteristik kimia air limbah meliputi senyawa organik dan senyawa anorganik. Bahan organik dalam limbah mengandung sekitar 40%-60% protein, 25% - 50% karbohidrat, dan 10% lainnya berupa lemak. Bahan anorganik yang berperan dalam pengontrolan air limbah antara ph, klor, alkalinitas, sulfur, dan logam berat (Risdianto, 2007). Bahan organik dan anorganik dalam jumlah berlebihan akan bersifat toksik dan menghalangi proses biologis. Gas-gas yang terdapat dalam air limbah biasanya terdiri atas oksigen, nitrogen, karbondioksida, hidrogen sulfida, amonia, dan metan (Siregar, 2005). 3. Karakteristik biologis Karakteristik biologi pada air limbah untuk mengetahui potensi mikoorganisme pathogen pada air limbah sebelum dibuang ke badan air.. Kebanyakan berupa sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Keberadaan bakteri dalam pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis (Siregar, 2005). Mikroorganisme dalam air limbah dan air permukaan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu protista, binatang, dan tanaman (Risdianto, 2007).

24 Bahan Organik dalam Air Limbah Penyusun utama bahan organik biasanya polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), dan asam nukleat (nucleid acid). Salah satu contoh komposisi dan persentase komponen penyusun limbah orgaik dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Limbah Organik No. Jenis Bahan Organik Persentase (%) 1. Lemak 30 2 Protein 25 3 Abu 21 4 Asam Amino, kanji (starch) 8 5 Lignin 6 6 Selulosa 4 7 Hemiselulosa 3 8 Alkohol 3 Sumber: Effendi (2003) Air Limbah Sintetik Air limbah sintetik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakter dan komposisi tertentu. Karakter dan komposisi air limbah sintetik dapat dilihat pada Tabel 2.2, sedangkan komposisi susu bubuk yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.3, dan komposisi nutrisi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.2 Karakter Air Limbah Sintetik No. Parameter Nilai Tipikal 1. COD 3290 mg/l 2. ph 7 3. Suspended Solid 300 mg/l 4. Nitrogen 50 mg/l 5. Phospor 12 mg/l Sumber: Dawood dkk. (2011)

25 12 Tabel 2.3 Karakter Susu Bubuk No. Parameter Nilai Tipikal (mg) 1. Protein 20,5 2. Karbohidrat 52,7 3. Gula Lemak 19 Sumber: Dawood dkk. (2011) Tabel 2.4 Komposisi Nutrisi No. Kandungan Konsentrasi (g/l) 1. NH 4 Cl 2,8 2. KH 2 PO 4 2,0 3. MgSO 4.7H 2 O 0,1 4. CaCl 2 0, NaHCO 3 4,0 Sumber: Dawood dkk. (2011) 2.2 Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik Proses pengolahan air limbah secara anaerob secara umum digunakan untuk mengolah limbah padat, limbah pertanian, kotoran hewan, pengolahan lumpur, dan limbah penduduk. Pada prinsipnya, semua bahan organik dapat didegradasi pada proses anaerobik dan akan lebih efisien dan ekonomis apabila limbahnya bersifat biodegradable (mudah terurai). Pengolahan secara anerobik lebih banyak sesuai untuk negara yang memiliki iklim tropis hingga sub tropis (Chernicharo, 2007). Pengolahan air limbah anaerob adalah sebuah metode peruraian bahan organik atau anorganik tanpa kehadiran oksigen. Produk akhir dari degradasi anaerob adalah gas, paling banyak metana (CH 4 ), dan karbondioksida (CO 2 ). Bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen bebas dan dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin tinggi hingga 40 C, serta pada ph sekitar 7. Bakteri

26 13 anaerob juga akan bekerja dengan baik pada keadaan yang gelap dan tertutup (Pohan, 2008). Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan proses anaerob, misalnya seperti waktu detensi yang dibutuhkan dalam pengolahan sangat sedikit, teknologi yang sederhana, murah, dan mempunyai keuntungan dalam pengoperasian dan perawatan. (Chernicharo, 2007). Proses anaerobik secara umum terbagi menjadi 3 tahap yaitu proses hidrolisis, proses pembentukan asam (Acidogenesis/Acetogenesis), serta proses pembentukan gas metan (Methanogenesis) (Gerardi, 2003). Gambar 2.1 merupakan skema proses anaerobik. Setiap tahapan dari proses anaerobik dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap Hidrolisis Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa menggunakan air oleh bakteri hidrolitik atau fakultatif anaerob. Zat-zat organik seperti polisakarida lemak, dan protein akan dihidrolisa menjadi monosakarida, asam lemak, dan asam amino. Reaksi hidrolisis merupakan proses dimana pelarutan senyawa organik yang mulanya tidak larut dan proses penguraian senyawa tersebut menjadi senyawa dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat melewati membran sel. Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri anaerob (Gerardi, 2003). Enzim yang dikeluarkan adalah eksoenzim oleh bakteri fermentasi hidrolitik (Chernicharo, 2007).

27 14 2. Tahap Pembentukan Asam Tahap pembentukan asam, yang meliputi tahap acidogenesis dan acetogenesis. Tahap acidogenesis, yaitu bahan organik yang telah terhidrolisis secara enzimatik pada tahap hidrolisis akan dikonversi menjadi asam volatil. Selain pembentukan asam volatil yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi, pada tahap ini juga dihasilkan karbon dioksida (CO 2 ). Salah satu jalur penting dalam pembentukan asam volatil ini adalah pembentukan H 2, Akumulasi bahan organik yang terurai menjadi asam volatil dapat mengakibatkan penurunan ph (Padmono, 2007). Tahapan selanjutnya yaitu acetogenesis dimana asam lemak volatil yang telah terbentuk dikonversi oleh bakteri pembentuk asetat menjadi asam asetat. Pada tahap ini asam lemak volatil dan alkohol dikonversikan menjadi asam asetat (Padmono, 2007). 3. Tahap Metanogenik Tahap ini merupakan tahap yang penting dalam proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik. Hal ini dikarenakan waktu duplikasi bakteri pembentuk metan sangat lambat yaitu mencapai 3 hari, dibandingkan dengan bakteri pembentuk asam yang hanya membutuhkan 3 jam. Bakteri pembentuk metan menghasilkan komponen akhir yang sangat sederhana berupa gas metan (CH 4 ) dan gas karbon dioksida (CO 2 ) dari hasil reduksi asam asetat yang telah terbentuk pada tahap asetogenik (Padmono, 2007).

28 15 Hidrolisis Bahan organik kompleks (Karbohidrat, Protein, Lipid) Monosakarida, Asam amino Asam lemak, Alkohol Acidogenesis Acetogenesis Asam volatil (Propionate, butirat, asam laktat, dsb.) H 2 dan CO 2 Asam asetat Methanogenesis CH 4 dan CO 2 Gambar 2.1 Proses Anaerobik (Sumber : Chenicharo, 2007) Pengolahan air limbah anaerobik ada dua macam yaitu anaerobic fluidized bed reactor (reaktor anaerobik dengan media yang bergerak) dan anaerobic fixed bed reactor (reaktor anaerobik dengan media lekat diam). Anaerobic fixed bed reactor merupakan sebuah reaktor biologis tanpa suplai oksigen (anaerobik) yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba melekat (attached), dimana mikroba tumbuh dan berkembang dengan menempel pada suatu media (Padmono, 2003). Media yang digunakan dapat berupa bahan-bahan yang tidak dapat terdegradasi (inert), seperti plastik, keramik, tanah liat, batu apung, atau bahan alam lainnya. Reaktor tipe fixed bed ini dapat dioperasikan secara upflow (aliran ke atas) dan

29 16 downflow (aliran ke bawah) atau tanpa resirkulasi efluen. Reaktor dengan sistem upflow, substrat umpan masuk melalui dasar reaktor yang kemudian terdistribusi diantara media dan keluar melalui bagian atas. Reaktor dengan sistem downflow, substrat umpan masuk melalui bagian atas reaktor yang kemudian terdistribusi di antara material penyangga tetap dan keluar melalui bagian bawah (Indriyati, 2005). Struktur reaktor upflow dan downflow dapat dilihat pada Gambar 2.2. Proses yang terjadi pada reaktor anaerobik tipe fixed bed adalah air limbah yang akan diolah dialirkan ke dalam reaktor melewati media. Pada reaktor ini dicapai waktu tinggal yang pendek dan beban organik yang tinggi, akibat pertumbuhan biofilm pada permukaan media (Indriyati, 2005). Kelebihan reaktor fixed bed, yaitu media dapat diganti setelah penyerapan maksimum, struktur reaktor yang digunakan tidak rumit, dan biaya operasi yang relatif ekonomis (Wang dkk., 2011). Karakter reaktor fixed bed yaitu dapat mengolah air limbah dengan bahan organik tinggi, mempunyai waktu detensi yang singkat, serta produksi lumpur yang sedikit (Kocadagistan dkk., 2005). A B Gambar 2.2 Struktur reaktor fixed bed, A: aliran upflow; B aliran downflow (Sumber : Indriyati, 2005)

30 Sistem Pengolahan Air Limbah pada Reaktor Anaerobik Pengolahan Air Limbah dengan Sistem Batch Pengolahan anaerobik dengan sistem batch adalah salah satu pengolahan dengan biaya yang murah, pengoperasian yang mudah, perangkaian reaktor yang mudah, dan sering diterapkan di daerah pedesaan karena kesederhanaan operasi. Pengolahan dengan sistem batch banyak dikembangkan pada negara yang sedang berkembang (Karagianndis, 2012). Pada sistem batch, reaktor diisi dengan bahan baku (air limbah) selama sekali dengan penambahan inokulum atau tanpa penambahan inokulum (Nayono, 2009). Reaktor tersebut harus berada dalam keadaan tertutup dan diberikan waktu retensi dengan periode tertentu, bila telah melewati waktu retensi maka reaktor dibuka. Air limbah dalam reaktor dibuang dan diisi kembali dengan air limbah yang baru. Sistem batch merupakan sistem tanpa aliran, sehingga pengisian hanya dilakukan sekali sebelum operasi dengan periode tertentu (Nayono, 2009) Pengolahan Air Limbah dengan Sistem Kontinyu Pengolahan air limbah dengan sistem kontinyu dikembangkan pada tahun 1986 dengan syarat pengoperasian adalah tersedianya nutria (air limbah) dalam waktu harian atau berkelanjutan (Agathos & Reineke, 2003). Sistem kontinyu merupakan cara yang paling fleksibel untuk mengamati jumlah operasi yang diperlukan dalam proses kontrol untuk pengolahan air limbah. Sistem aliran kontinyu terbagi menjadi 2 jenis, yaitu aliran bersegmentasi dan tanpa segmen. Aliran bersegmentasi bercirikan dengan gelembung udara yang diberikan pada aliran air limbah, sedangkan aliran tanpa segmentasi adalah aliran dimana air

31 18 limbah disuntikkan secara berkelanjutan tanpa bersegmentasi oleh gelembung udara (Korenaga, dkk., 1994). 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Reaktor Pada proses pengolahan anaerob banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas reaktor, yaitu: Organic Loading Rate (OLR) OLR adalah besaran yang menyatakan jumlah material organik dalam air buangan atau limbah yang diuraikan oleh mikroorganisme dalam reaktor per unit volume per hari (Indriyati, 2005). Besarnya nilai OLR atau laju beban organik yang terdapat didalam reaktor didasarkan pada nilai waktu tinggal hidraulik atau (Padmono, 2003) dan kondisi influent beban organik yang masuk (Chernicharo, 2007). Laju organik yang berbeda memberikan dampak yang berbeda terhadap laju reaksi (Indriyati, 2005). Nilai OLR dapat dihitung dengan persamaan 2.1 (Cernicharo, 2007). = (2.1) Keterangan : Lv Q So = organic loading rate (kg/m 3.hari atau g/l.hari) = debit influen rata-rata (m 3 /hari atau L/hari) = influen COD (kg/m 3 atau g/l) V = total volume (m 3 atau L)

32 Derajat keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) menunjukan sifat asam atau basa pada suatu bahan. Derajat keasaman merupakan suatu ekspresi konsentrasi ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen merupakan parameter penting pada air dan air limbah. Rentang ph yang cocok dengan kehidupan biologi adalah 6-9 (Metcalf & Eddy, 2003). Nilai ph berpengaruh terhadap proses anaerob. Harga ph yang rendah diakibatkan oleh proses dari tahap kedua, yakni terbentuknya asam lemak volatil. Pada kondisi yang sangat asam, bakteri acetogenic (bakteri pembentuk asam asetat) mungkin masih bisa bertahan hidup, tetapi bakteri metanogenik (bakteri pembentuk gas metan) sama sekali tidak bisa bertahan hidup (Padmono, 2007) Alkalinitas Alkalinitas pada proses anaerob diperlukan untuk mempertahankan ph agar tetap di dalam rentang yang optimum sehingga bakteri metan dapat tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan biogas dengan perbandingan 55-75% gas metan dan 25-45% gar karbondioksida. Kondisi ph netral dan nilai alkalinitas pada rentang mg/l CaCO 3 dibutuhkan untuk menghasilkan perbandingan gas tersebut (Indriyati, 2005) Suhu Menurut Metcalf & Eddy (2003), suhu merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba karena enzim yang menjalankan metabolisme sangat peka terhadap suhu. Kondisi optimum yang mendukung pertumbuhan mikroba adalah sekitar C. Suhu optimum untuk pertumbuhan mikroba adalah sekitar C.

33 Senyawa racun atau penghambat Pada proses anaerob, senyawa penghambat dibedakan menjadi dua jenis yaitu penghambat fisik dan penghambat kimia. Penghambat fisik adalah suhu, sedangkan penghambat kimia adalah logam berat dan asam lemak volatil (Volatile Fatty Acid / VFA). Pada proses anaerob, konsentrasi asam volatil dalam rentang mg/l sebagai asam asetat menunjukan kondisi reaktor yang baik (Indriyati, 2005). Ketika substrat terdegradasi dan memasuki tahap asidogenesis, total asam volatil tinggi yaitu lebih dari mg/l akan menjadi inhibitor dalam degradasi anaerob (Wilkie, 2008). 2.5 Seeding dan Aklimatisasi Seeding merupakan proses pembenihan mikroba yang nantinya akan mengolah air limbah (Indriyati, 2003). Tujuan proses seeding agar didapatkan suatu populasi mikroba yang mencukupi dan stabil secara kuantitas. Selain itu seeding bertujuan untuk menjamin sel-sel mikroba mampu memanfaatkan senyawa-senyawa pencemar pada limbah sebagai nutrisi, sehingga perombakan dapat berlangsung dengan cepat (Titiresmi, 2007). Aklimatisasi merupakan proses adaptasi mikroba dengan air limbah yang akan diolah (Indriyati, 2003). Aklimatisasi bertujuan untuk mendapatkan kultur biomassa yang telah teradaptasi terhadap air limbah yang akan diteliti. Pada proses ini dilakukan dengan sistem batch karena mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak serta beradaptasi dengan lingkungan baru (Titiresmi, 2007).

34 Penggunaan Media Pengertian media adalah tempat atau sarana untuk melekatkan koloni mikroba di dalam suatu reaktor atau memperbanyak jumlah bakteri dalam reaktor. Media dapat berupa berbagai bahan, namun pemilihan media pendukung untuk tumbuhnya bakteri sangat mempengaruhi kinerja dari reaktor yang akan digunakan sehingga diperlukan pemilihan media yang tepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas media pendukung adalah ukuran dan bentuk, perbandingan luas permukaan dan volume, porositas dan kekasaran permukaan media pendukung (Indriyati, 2003) Tempurung Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman serbaguna, karena dari akar sampai ke daun kelapa bermanfaat. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen, yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa, dan air buah kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping dari buah kelapa yang juga dapat diolah menjadi berbagai produk yang juga memiliki nilai ekonomis (Sari, 2011). Tempurung atau batok kelapa merupakan salah satu bagian dari buah kelapa dengan presentase 17% dari buah kelapa yang berumur 12 bulan. Tempurung kelapa biasa disebut juga batok seperti Gambar 2.3. Tempurung kelapa merupakan lapisan keras dari buah kelapa yang terdiri dari lignin (29,4%), selulosa (26,60%), pentosan (27,70%), abu (0,6%), nitrogen 0,11%, air (8%), dan berbagai mineral. Kandungan tersebut beragam sesuai dengan jenis kelapanya.

35 22 Struktur keras disebabkan oleh silikat (SiO 2 ) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa. Berat tempurung kelapa sekitar 15-19% dari berat keseluruhan buah kelapa (Sari, 2011). Tempurung kelapa mempunyai jumlah yang berlimpah, bahkan banyak yang menjadi limbah. Tempurung kelapa yang mempunyai struktur keras di lingkungan sulit terurai dan waktu yang dibutuhkan sangat lama. Tempurung kelapa banyak dijadikan arang seperti Gambar 2.3. Arang ini banyak sekali digunakan sebagai adsorben. Selain itu, tempurung kelapa memiliki kemungkinan sebagai media filter karena strukturnya stabil, mempunyai daya adsorbsi air yang tinggi, dan mempunyai pori yang banyak (Okafor dkk., 2012). Gambar 2.3 Tempurung kelapa dan arang Tempurung kelapa (Asmara, 2014) Arang Aktif Tempurung Kelapa Produksi arang aktif di Indonesia dapat mencapai ton dengan konsumsi terbesar di dalam negeri. Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif adalah karbon tak berbentuk yang diolah secara khusus untuk menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar antara m 2 /g. Luas permukaan yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif

36 23 menyerap gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida. Arang yang dimaksud disini adalah arang tempurung kelapa yang sudah diaktivasi, baik secara fisik maupun kimia. Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa pengarangan. Arang aktif seperti Gambar 2.4 dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550 o C selama kurang lebih tiga jam (Kurniati, 2008). Gambar 2.4 Arang aktif Tempurung kelapa (Asmara, 2014). Dua jenis perbedaan dalam pembuatan dan penggunaan karbon aktif, yaitu (Kurniati, 2008): 1. Fase liquid Karbon aktif umumnya ringan dan halus berbentuk seperti serbuk. 2. Fase Penyerap uap Karbon aktif keras, berbentuk butiran atau pil. Berdasarkan ukuran pori-porinya karbon aktif dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu (Kurniati, 2008): 1. Mikropori, dengan ukuran pori-pori Å. 2. Makropori, dengan ukuran pori-pori lebih besar dari 1000 Å.

37 Aktivasi Arang Aktif Proses aktivasi pada material arang aktif ada tiga proses, antara lain proses fisika, kimia dan kombinasi fisika-kima. Proses pengaktifan secara fisika dilakukan dengan pembakaran material dalam tungku dengan suhu 850 o C. Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia tertentu pada karbon. Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pengaktif antara lain, H 3 PO 4, garam mineral lainnya (Meisrilestari dkk., 2013) dan KOH ( Shoumkova & Stoyanova, 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi, yaitu waktu perendaman, konsentrasi aktivator, dan ukuran bahan (Kurniati, 2008). Cara aktivasi secara kimia dengan cara, yaitu material ditimbang sebanyak 100 g. KOH 10% sebanyak 500 ml direbus dengan suhu C, setelah cukup panas, 100 g material dimasukkan dan diaduk selama kurang lebih 4 jam menggunakan stirrer. Setelah itu, material dituang diloyang dan dioven selama 3 jam pada suhu C. Setelah dioven, material dikeluarkan dari oven, dan dinetralkan dengan menggunakan air panas secukupnya. Material segera disimpan dan diusahakan tidak terkena dengan angin atau udara luar (Boopathy dkk., 2013). 2.7 Sifat Adsorpsi Arang Aktif Adsorpsi atau penjerapan secara umum adalah proses mengumpulkan benda-benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan. Pada sistem adsorpsi, media penjerapnya disebut adsorben dan zat yang terjerap disebut adsorbat seperti Gambar 2.5. Salah satu adsorben yang banyak digunakan adalah

38 25 karbon aktif yang biasanya terbuat dari Tempurung kelapa. Karbon aktif ini digunakan baik dari segi aplikasi maupun volume penggunaannya (Sugiharto, 2008). Adsorpsi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya adsorpsi, yaitu secara fisik, kimiawi, dan pertukaran ion (Rahayu, 2008). Adsorpsi fisik disebabkan oleh gaya tarik yang lemah antar molekul. Molekul yang teradsorpsi bebas bergerak di sekitar adsorben dan tidak hanya menetap pada satu titik. Apabila gaya tarik molekuler antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar daripada gaya tarik antara zat terlarut dengan muka zat terlarut sehingga zat terlarut teradsorpsi hanya di permukaan adsorben. Adsorpsi kimiawi merupakan interaksi secara kimia antara padatan dan zat teradsorpsi, dan biasa disebut dengan adsorpsi yang diaktifkan. Adsorpsi yang banyak digunakan merupakan adsorpsi fisik dan untuk mempercepat, digunakan adsorpsi secara kimia. Adsorpsi secara kimia hanya terjadi pada lapisan tunggal dan zat yang teradsopsi secara kimia pada permukaan bahan padat sulit untuk disisihkan dengan gaya yang lebih kuat ( Singh & Kaushal, 2013). Adsorbat Adsorpsi Adsorben Pori Gambar 2.5 Adsorbat yang terjerap pada adsorben(putro & Ardhiany, 2010)

39 26 Adsorpsi pertukaran adalah adsorpsi yang diperankan oleh tarikan listrik antara adsorbat dan permukaan adsorben. Ion dari suatu substansi banyak berperan dalam adsorpsi ini. Ion akan terkonsentrasi di permukaan adsorben sebagai hasil tarikan elektrostatistik ke tempat yang bermuatan berlawanan di permukaan. Pada umumnya ion bermuatan lebih besar akan tertarik lebih kuat ke tempat yang bermuatan lebih kecil, seperti ion monovalen. Pertukaran ion termasuk dalam kelompok adsorpsi pertukaran ini. Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu (Nugroho, 2008): a. Sifat Adsorben Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Tingkat adsorpsi umumnya sebanding dengan luas permukaan spesifik (Suzuki,1990). Semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar, dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. b. Sifat Serapan Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.

40 27 Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret homolog. c. Temperatur Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk mengetahui temperatur saat berlangsungnya proses. Tingkat adsorpsi umumnya meningkat dengan menurunnya suhu, tetapi perubahan kecil dalam suhu cenderung tidak mengubah proses adsorpsi dalam pengolahan limbah secara signifikan. d. ph Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat, apabila ph diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral dapat mengurangi ionisasi asam organik adsorben. e. Waktu Kontak Jika karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai keseimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah yang digunakan. Waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh sifat karbon aktif yang juga mempengaruhi waktu kontak (Nugroho, 2008).

41 Parameter Pengolahan Anaerobik Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) Chemical Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi sempurna bahan organik dalam air (Wiesmann dkk., 2007). COD yang terkandung dalam air limbah disebut total Chemical Oxygen Demand ( T COD). Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) terdiri atas particulate Chemical Oxygen Demand ( P COD) dan soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) (Metcalf & Eddy, 2003). Analisis T COD digunakan untuk menentukan banyaknya oksigen pada bahan organik yang dapat dioksidasi kimia (Pottasium dichromate) dalam kondisi asam (Davis, 2010). Penggunaan potassium dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi. Meskipun demikian, terdapat juga bahan organik yang tidak dapat dioksidasi dengan metode ini, misalnya piridin dan bahan organik yang bersifat sangat mudah menguap. Glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Asam amino dioksidasi menjadi amonia nitrogen. Nitrogen organik dioksidasi menjadi nitrit. Reaksi yang terlibat dalam proses penentuan COD ditunjukan dalam persaamaan 2.2 (Effendi, 2003). CnHaOb + c Cr 2 O c H + n CO 2 + (a+8c)/2 H 2 O + 2c Cr 3+ (2.2) Kalium dikromat dapat mengoksidasi bahan organik secara sempurna apabila berlangsung dalam suasana asam dan suhu tinggi. Oleh karena itu, bahanbahan mudah menguap (volatile) yang terdapat dalam air akan menguap selama proses oksidasi berlangsung, jika tidak dilakukan pencegahan. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya penguapan bahan-bahan mudah menguap dengan

42 29 menggunakan kondensor refluks. Pada metode refluks, air sampel dapat didihkan tanpa kehilangan bahan-bahan mudah menguap (Effendi, 2003) Soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) terdiri atas particulate Chemical Oxygen Demand ( P COD) dan soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD). Soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) adalah kandungan COD yang terlarut pada air limbah (Metcalf & Eddy, 2003) dan bahan yang mudah didegradasi secara biologis (Padmono, 2003). Presentase S COD pada T COD adalah 40% dan sisanya adalah P COD sebesar 60%. P COD adalah kandungan COD yang terdapat pada koloid dan padatan yang tersuspensi pada air limbah. Persentase P COD yang besar dapat mudah dihilangkan dengan cara filtrasi atau penyaringan. Persentase S COD sebesar 40% terdiri dari 95% mudah terdegradasi dan 5% sukar terdegradasi (Henze & Comeau, 2008). Analisis S COD sama seperti dengan T COD dengan menggunaan potassium dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi. Air limbah yang akan di uji COD dilakukan penyaringan terlebih dahulu (Effendi, 2003) Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid atau Asam Lemak Volatil (VFA) merupakan hasil biokonversi senyawa organik polimer menjadi monomer pada proses asidogenesis. VFA adalah senyawa penting dalam proses metabolisme pembentukan gas methan dan menyebabkan mikroba jenuh dalam konsentrasi tinggi (Buyukkamaci & Filibeli, 2004). Konsentrasi VFA berbanding terbalik

43 30 dengan ph (Zhang dkk., 2015). VFA meningkat pada saat ph turun menyebabkan produksi biogas menurun (Komemoto dkk., 2009). Oleh karena itu, pemantauan konsentrasi VFA penting untuk mengetahui kinerja proses degradasi anaerobik (Wijekoon dkk., 2010).

44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, yaitu : 1. Laboratorium Basah, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga sebagai tempat persiapan dan pengoperasian reaktor anaerobik. 2. Laboratorium Ekologi dan Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga sebagai tempat analisis air limbah. 3. Rumah Potong Hewan (RPH) di Pegirian Surabaya sebagai tempat pengambilan sludge untuk sumber mikroorganisme Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan dari Desember 2015 hingga Juni Penelitian ini meliputi kegiatan persiapan alat dan bahan, penelitian pendahuluan, penelitian utama, analisis data dan pembahasan serta penyusunan laporan. 3.2 Variabel Penelitian Penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu, 1. Variabel bebas : variasi Organic Loading Rate (OLR) 2. Variabel terikat : persentase penyisihan bahan organik 3. Variabel kontrol : konsentrasi awal bahan organik, ph, dan suhu 31

45 32 Berdasarkan variabel-variabel tersebut diketahui parameter yang akan di analisis. Parameter utama pada penelitian ini adalah T COD dan S COD, sedangkan parameter pendukung adalah VFA, suhu, ph dan biogas. 3.3 Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang aktif tempurung kelapa 100 g mesh 20, akuades, bahan untuk aktivasi (larutan KOH 10%), bahan untuk air limbah sintetis (20 g glukosa; 14,4 g KNO 3 ; 30 g Na 2 S 2 O 3 ; 100 g NaHCO 3 ; 2 g NH 4 Cl; 2 g MgSO 4 ; dan 2 g bubuk susu instan merek Danstart (Purnobasuki dkk., 2014)), sludge dari rumah pemotongan hewan (RPH) 50 ml, bahan untuk analisis T COD dan S COD (K 2 Cr 2 O 7 12,259 g; Ag 2 SO 4 10 g; HgSO 4 50 g; H 2 SO 4 36 N 100 ml; larutan Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2.6H 2 O 1 L; indikator feroin 100 ml (SNI ); dan kertas saring Whatmann 42(SNI )), dan bahan untuk analisis VFA (H 2 SO 4 36 N 1 L; NaOH 0,1 N 2 L; dan indikator phenolphtalein (PP) 100 ml (Rajakumar & Meenambal, 2008)), Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah laboratory bottle ukuran 1 L 2 buah, pompa peristaltik BT100-2J, botol sampel 50 ml bahan kaca 6 buah, ph meter, termometer air raksa 1 buah, test tube COD 6 buah, COD reaktor dengan range suhu 100 o C dan range waktu menit 1 buah, labu destilasi, heating mantle, erlenmeyer 250 ml 3 buah, buret 50 ml 2 buah, statif 2 buah, klem 4 buah, beaker glass 50 ml 1 buah, gelas ukur Pyrex A 25 ml ± 0,25 ml,

46 33 gelas ukur Pyrex A 100 ml ± 1,0 ml, spektrofotometer, timbangan analitik, botol reagen bahan kaca ukuran 500 ml, pengaduk kaca 1 buah,, cawan kaca 5 buah, penjepit besi 1 buah, krus porselin 25 ml 4 buah, erlenmeyer vakum 1 buah, corong penghisap 50 mm 2 buah, oven, desikator, pipet ukur Pyrex A 10 ml ± 0,05 ml, dan manometer. 3.4 Cara Analisis Cara analisis pada penelitian ini disusun untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Cara analisis pada penelitian ini terdapat dua bagian, yaitu cara analisis parameter yang dipantau dan cara analisis data Cara Kerja Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai dengan bagan penelitian Gambar 3.1.

47 34 Persiapan Media Arang aktif tempurung kelapa dengan ukuran mesh 20 disiapkan sebanyak 100 g dan diaktivasi dengan KOH pada suhu 100 o C selama 4 jam Persiapan Air Limbah Seeding dan pembuatan air limbah sintetik yang memiliki konsentrasi COD mg/l dengan rincian yaitu NH 4 Cl, KH 2 PO 4, MgSO 4.7H 2 O, CaCl 2, NaHCO 3, susu bubuk, dan sludge. Reaktor anaerob yang digunakan sebanyak 2 buah dengan volume 1L. Reaktor 1 diisi dengan air limbah sintetik dan media dengan OLR 0 g/l.hari, sedangkan reaktor 2 diisi dengan air limbah sintetik dan media dengan pengaturan OLR Running menggunakan dua reaktor yaitu sistem batch atau OLR 0 g/l.hari untuk reaktor 1 sebagai kontrol dan sistem kontinyu untuk masing-masing variasi OLR untuk reaktor 2. Variasi OLR yang dilakukan yaitu OLR 4, 8, dan 16 g/l.hari dan running dilakukan selama 15 hari untuk setiap OLR. Parameter yang dipantau selama 15 hari adalah parameter utama konsentrasi TCOD, dan SCOD, serta parameter pendukung VFA, produksi biogas, ph, dan suhu pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 Kemampuan penyisihan T COD dan SCOD serta fluktuasi VFA, ph, suhu, dan produksi biogas, dianalisis secara deskriptif menggunakan grafik Efektivitas OLR yang digunakan untuk pengolahan air limbah dianalisis secara statistika dan deskriptif dengan menggunakan metode two away ANOVA Gambar 3.1 Bagan alir tahapan penelitian

48 35 1. Seeding Seeding atau pembenihan merupakan tahapan awal sebelum penelitian. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan suatu populasi mikroorganisme yang mencukupi untuk memulai penelitian dan mampu mengoksidasi zat-zat organik yang terkandung di dalam air limbah. Proses seeding pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil sludge rumah potong hewan (RPH) sebagai inokulum. Inokulum berfungsi sebagai sumber mikroorganisme dalam melakukan penyisihan TCOD dan SCOD dalam air limbah sintetis. Analisis awal sludge untuk mengetahui kandungan VSS sebelum proses seeding dilakukan untuk mengetahui biomassa mikoorganisme. Seeding dilakukan pada reaktor anaerob 1 L dengan volume sludge yang akan dilakukan proses seeding sebanyak 1 L. Selanjutnya dilakukan pengamatan nilai VSS setiap hari, hingga nilai VSS mencapai konsentrasi lebih besar dari mg/l. Hal tersebut dikarenakan proses seeding dianggap telah selesai jika konsentrasi VSS lebih besar dari mg/l (Titiresmi, 2007). Parameter VSS yang dipantau pada tahap seeding dianalisis menggunakan metode gravimetri (Alaerts & Santika, 1987). Adapun langkah untuk analisis VSS adalah sebagai berikut: a. Kertas saring dipanaskan pada suhu C selama 1 jam, kemudian didinginkan pada desikator selama 15 menit. b. Kertas saring kemudian ditimbang dan dicatat sebagai berat awal (a gram) c. Kertas saring kemudian dirangkaikan dengan alat analisis yang terdiri dari corong penghisap, erlenmeyer vakum, dan pompa vakum.

49 36 d. Sampel sludge RPH sebanyak 50 ml dituang ke dalam corong penghisap yang telah berisi kertas saring secara bertahap. e. Kertas saring yang telah mengandung filtrat dan cawan porselen kemudian dipanaskan menggunakan oven pada suhu C selama 1 jam. f. Kertas saring beserta filtrat dan cawan porselen didinginkan pada desikator selama 15 menit. Kertas saring beserta filtrat kemudian ditimbang sebagai berat akhir (b gram). Cawan porselen kemudian ditimbang sebagai berat awal cawan porselen (c gram). g. Kertas saring beserta filtrat kemudian dimasukkan dalam cawan porselen dan dipanaskan menggunakan furnace pada suhu C selama 1 jam. h. Cawan porselen yang berisi kertas saring kemudian dipanaskan pada suhu C menggunakan oven selama 15 menit, kemudian didinginkan menggunakan desikator selama 15 menit. i. Cawan porselen yang berisi kertas saring kemudian di timbang sabagai berat akhir (d gram). Besarnya nilai VSS dihitung menggunakan Persamaan 3.1. VSS (mg/l) = TSS (mg/l) FSS (mg/l) (3.1) Keterangan: TSS = besarnya nilai Total Suspended Solid (TSS) dari sampel yang sama FSS = besarnya nilai Fixed Suspended Solid (TSS) dari sampel yang sama dimana nilai TSS dihitung menggunakan Persamaan 3.2 dan FSS menggunakan Persamaan 3.3. TSS (mg/l) = (3.2)

50 37 Keterangan: a : berat awal kertas saring setelah pemanasan C (gram) b : berat kertas saring beserta filtrat setelah pemanasan C (gram) FSS (mg/l) = = (3.3) Keterangan: c : berat awal cawan porselen sebelum pemanasan C (gram) d : berat akhir cawan porselen setelah pemanasan C (gram) 2. Persiapan Media Media yang digunakan sebagai adsorben adalah arang aktif tempurung kelapa. Arang aktif tempurung kelapa diaktivasi menggunakan KOH 10%. Pembuatan KOH 10% adalah perkalian persentase KOH dipasaran dengan KOH yang dibutuhkan. Jumlah KOH yang dibutuhkan untuk membuat KOH 10% adalah 0,085 g tiap 100 ml. Tahapan proses aktivasi secara berurutan sebagai berikut (Boopathy, dkk., 2013): Sebanyak 50 g arang aktif tempurung kelapa dicampur dengan 250 ml larutan aktivator dan dipanaskan pada suhu 85 0 C selama 4 jam. Setelah proses pemanasan selesai, arang aktif dan larutan aktivator dipisahkan, kemudian arang aktif tempurung kelapa dipanaskan menggunakan oven selama 3 jam pada suhu C. Arang aktif tempurung kelapa hasil aktivasi ini memiliki ph basa. Setelah proses pemanasan menggunakan oven, arang aktif tempurung kelapa dicuci dengan air panas hingga phnya netral atau mendekati angka 7. Setelah netral, arang aktif tempurung kelapa dikeringkan menggunakan oven dengan suhu

51 C. Arang aktif tempurung kelapa teraktivasi segera disimpan dan diusahakan tidak kontak dengan udara luar. 3. Persiapan Air Limbah Air limbah yang digunakan adalah air limbah sintetis yang memiliki konsentrasi COD mg/l. Untuk membuat air limbah sintetis per 1 L dibutuhkan bahan dengan rincian sebagai berikut (Purnobasuki dkk., 2014) : Komposisi air limbah adalah 14,4 g KNO 3, 30 g Na 2 S 2 O 3, 100 g NaHCO 3, 2 g NH 4 Cl, 2 g MgSO 4, 2 g bubuk susu instan dan 5 ml sludge RPH. Komposisi bubuk susu instan yang digunakan dalam 100 g adalah 10,5 g protein, 26 g lemak, 58 g karbohidrat, 3,2 g asam linoleat, 390 mg asam linolenat, 50 mg DHA, dan 50 mg ARA. Tahapan proses pembuatan air limbah dimulai dengan melarutkan 14,4 g KNO 3, 30 g Na 2 S 2 O 3, 100 g NaHCO 3, 2 g NH 4 Cl, dan 2 g MgSO 4 dalam 100 ml akuades dengan labu ukur 100 ml sebagai nutrisi. Susu bubuk sebanyak 2 g dilarutkan dalam 100 ml akuades dengan labu ukur 500 ml. Larutan 100 ml nutrisi dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml berisi larutan susu bubuk kemudian diaduk hingga tercampur merata. Nutrisi dan larutan susu tersebut dicampurkan dengan 5 ml sludge RPH kemudian ditambahkan hingga volume 500 ml dan dicampur hingga merata. 4. Persiapan dan running reaktor Pada penelitian ini menggunakan reaktor anaerobik yaitu laboratory bottle ukuran 1 L dan tertutup. Penelitian ini menggunakan dua reaktor yaitu reaktor 1 dijalankan dengan OLR 0 g/l.hari dan reaktor 2 dijalankan secara kontinyu dengan variasi OLR 4, 8, dan 16 g/l.hari. Reaktor 2 dilengkapi unit pendukung

52 39 yaitu bak ekualisasi inlet dan bak outlet. Bak ekualisasi inlet air limbah memiliki kapasitas 16 L yang akan dialirkan kedalam reaktor 2 sesuai dengan OLR. Reaktor 2 dilengkapi dengan katup dan pompa yang berfungsi untuk mengatur aliran dan outlet untuk mengambil sampel Contoh bentuk reaktor 1 dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan reaktor 2 dapat dilihat pada Gambar 3.3. Pengaturan OLR dilakukan dengan mengatur debit yang masuk pada reaktor 2. OLR 4 g/l.hari, 8 g/l.hari, dan 16 g/l.hari menggunakan debit 1 L/hari, 2 L/hari, dan 4 L/hari. OLR diperoleh dengan persamaan 3.4. Lv= (3.4) Keterangan : Lv = organic loading rate ( g/l.hari ) Q = debit influen rata-rata ( L/hari ) So = influen COD ( g/l) V = total volume ( L ) Penentuan aliran atau debit didapat dari perbandingan volume dengan HRT. Nilai debit tersebut diaplikasikan dalam pengoperasian reaktor dengan cara menampung air limbah di gelas ukur dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi volume tersebut. Debit diperoleh dengan persamaan 3.5. Q = (3.5) Keterangan : Q : Debit (L/hari) V : Volume ( L ) t : Waktu ( hari )

53 40 Waktu operasional untuk masing-masing OLR adalah 15 hari dan replikasi sebanyak 3 kali. Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15. Gambar 3.2 Desain reaktor 1 dengan OLR 0 g/l.hari

54 41 Gambar 3.3 Desain reaktor 2 dengan variasi OLR 5. Analisis parameter yang dipantau selama penelitian Parameter yang dipantau pada penelitian ini adalah T COD, s COD, VFA, produksi biogas, ph, dan suhu A. Analisis Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) dan Soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) Pembuatan reagen analisis T COD dan S COD meliputi larutan baku kalium dikromat 0,25 N, larutan asam sulfat-perak sulfat, larutan indicator ferroin, dan larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N dengan cara berikut (Alaerts & Santika, 1987) : 1. Larutan baku kalium dikromat 0,25 N K 2 Cr 2 O 7 sebanyak 12,259 g (yang telah dikeringkan pada 150 o C selama 2 jam) dilarutkan dengan akuades dan tepatkan sampai ml. 2. Larutan Asam sulfat-perak sulfat Ag 2 SO 4 sebanyak 10 g dilarutkan dalam ml asam sulfat pekat. Pelarutan ini membutuhkan waktu 1-2 hari.

55 42 3. Larutan indikator ferroin 1,10 phenanthrolin monohidrat sebanyak 1,485 g dan FeSO 4.7H 2 O sebanyak 0,695 g dicampurkan dalam akuades dan diencerkan sampai 100 ml. 4. Larutan fero ammonium sulfat (FAS) 0,1 N FeSO 4.7H 2 O, Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2.6H 2 O sebanyak 39 g dilarutkan di dalam 1 L labu takar berisi 500 ml akuades. Ditambahkan 20 ml H 2 SO 4 pekat. Larutan tersebut didinginkan dengan merendam labu takar di dalam air yang mengalir. Akuades ditambahkan sampai mencapai 1 L. Larutan FAS harus distandarkan dengan K 2 Cr 2 O 7. Larutan FAS ini tidak stabil karena sebagai zat pereduksi akan dioksidasi sedikit demi sedikit oleh oksigen terlarut di udara. Standardisasi perlu dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah tes COD. Standarisasi larutan FAS dengan menggunakan beaker tinggi 20 ml untuk mengencerkan 10 ml larutan standar K 2 Cr 2 O 7 dengan akuades sampai 100 ml. Ditambahkan 30 ml H 2 SO 4 pekat. Dinginkan, kemudian dititrasikan dengan fero ammonium sulfat dengan menggunakan 2-3 tetes indikator feroin. Warna larutan berubah dari hijau ke biru-biruan menjadi oranye kemerah-merahan. Normalitas FAS ditentukan dengan persamaan 3.6 (Alerts & Santika, 1987). Normalitas FAS =!" # $ %"&!" # $ '() *%+ &+%,% (3.6) Analisis COD dilakukan analisis TCOD menggunakan metode bikarbonat yaitu air limbah 0,5 ml dimasukkan ke dalam COD tube ditambahkan 0,4 g HgSO 4, 2 ml K 2 Cr 2 O 7 dan 2 ml Ag 2 SO 4 kemudian dikocok hingga merata. COD tube yang berisi air limbah dan reagen yang telah homogen dimasukan pada COD reaktor dengan suhu 100 o C selama 2 jam. COD tube didinginkan kemudian

56 43 larutan dimasukan dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan indikator feroin 2-3 tetes lalu di homogenkan. Larutan pada erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan standar fero ammonium sulfat (FAS) 0,10 N hingga berwarna merah kecoklatan. Nilai COD diperoleh dengan perhitungan menggunakan persamaan 3.7. COD (mg/l) = -. (3.7) Keterangan: a : volume titran yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) b : volume titran yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) N : normalitas FAS V : volume sampel (ml) Selain T COD, sampel dianalisis S COD langkah kerja yang dilakukan sama dengan analisis T COD tetapi air limbah disaring terlebih dahulu. Air hasil penyaringan dilakukan analisis S COD. B. Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) Pembuatan reagen yang dibutuhkan untuk analisis VFA meliputi larutan NaOH 0,1 N dan larutan Asam Sulfat adalah (Stepnowski dkk., 2008) : 1. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N NaOH 4 g dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur ml dan tepatkan sampai tanda batas. 2. Larutan Standard Asam Asetat/Acetic Acid (H 2 SO 4 1 : 1) Larutan Standard Asam Asetat/Acetic Acid ppm adalah dengan larutkan 1,9 ml Acetic Acid Glacial (s.g. 1,043) dengan 1 L akudes. Analisis VFA dilakukan dengan cara memasukkan 50 ml sampel ke dalam labu ukur 500 ml dengan penambahan 150 ml akuades dan 5 ml asam

57 44 sulfat. Labu ukur dirangkaikan dalam alat destilasi untuk diuapkan. Hasil destilasi (destilat) pertama sebanyak ml dibuang, kemudian dilakukan proses destilasi untuk memperoleh 150 ml destilat dalam Erlenmeyer. Destilat dalam Erlenmeyer dikocok agar homogen. Destilat dalam Erlenmeyer diberi 3 tetes indicator PP, kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N. Pada proses titrasi akan terjadi perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi merah muda. Hasil volume NaOH yang digunakan titrasi kemudian dicatat dan dilakukan perhitungan dengan persamaan 3.8. Kadar VFA = -#/ -"&-#/ 0. (mg/l) (3.8) C. Pengukuran ph Pengukuran ph dilakukan untuk mengetahui fluktuasi nilai ph pada air limbah sintetis. Pengukuran ph menggunakan metode elektrometri (APHA, 1999). Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengukuran ph. a. Sebelum digunakan ph meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam ph 4, ph 7, dan ph 10. b. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisu dan dibilas dengan akuades. c. Elektroda dibilas dengan sampel air limbah. d. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel air limbah hingga ph meter menunjukkan pembacaan yang tetap. e. Hasil pembacaan angka pada tampilan ph meter dicatat.

58 45 D. Pengukuran suhu Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui fluktuasi suhu pada dari air limbah sintetis. Pengukuran suhu menggunakan termometer air raksa (APHA, 1999). Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengukuran suhu: a. Termometer dicelupkan ke dalam sampel air limbah dan dibiarkan 2 menit sampai dengan 5 menit sampai termometer menunjukkan nilai yang stabil. b. Pembacaan skala termometer dicatat tanpa mengangkat terlebih dahulu termometer dari sampel air limbah. E. Pengukuran produksi biogas Pengukuran biogas dilakukan dengan mengalirkan selang biogas pada reaktor menuju manometer yang berisi air destilasi. Air destilasi pada manometer akan terdesak ketika terdapat biogas yang masuk ke dalam manometer. Permukaan air destilasi berhimpit dengan skala yang ada pada manometer. Perubahan permukaan air destilasi yang ditunjukkan pada skala dipantau dan dicatat untuk mengetahui banyaknya produksi biogas selama penelitian Analisis Data Analisa data dilakukan terhadap data yang diperoleh dari hasil analisis setiap parameter yakni parameter T COD, S COD, VFA, ph, dan suhu: 1. Analisis penyisihan konsentrasi T COD, dan S COD pada tahap running. Analisis penyisihan konsentrasi dilakukan terhadap data T COD dan S COD pada konsentrasi OLR tertentu selama tahap running. Data konsentrasi penyisihan TCOD dan S COD dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel dan diplotkan dalam bentuk grafik dengan sumbu X adalah waktu pengamatan dan sumbu Y adalah

59 46 konsentrasi penyisihan T COD dan S COD. Besarnya penurunan konsentrasi T COD, dan S COD dihitung dengan menggunakan persamaan 3.9. Penyisihan (mg/l) = C 0 C 1 (3.9) Keterangan: C 0 = konsentrasi parameter inlet pada hari ke-i (mg/l) C 1 = konsentrasi parameter oulet pada hari ke-i (mg/l) 2. Analisi fluktuasi VFA Data VFA selama 15 hari pengamatan dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel dan diplotkan dalam bentuk grafik. Sumbu X pada grafik merupakan waktu pengataman (hari ke-) dan sumbu Y merupakan konsentrasi VFA (mg/l). Grafik yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. 3. Analisis uji beda konsentrasi penyisihan bahan organik pada OLR dengan uji statistik Data inlet dan oulet bahan organik pada tiap OLR didapatkan kemudian dilakukan perhitungan penyisihan bahan organik. Data konsentrasi penyisihan bahan organik dianalisis secara statistik menggunakan software Statistical Product and Service Solution (SPSS). Uji awal yang dilakukan yaitu uji normalitas menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov (K-S) dan uji homogenitas dengan Levene Test. Jika didapatkan data yang berdistribusi normal dan varian data yang homogen, maka uji statistik dilanjutkan dengan menggunakan uji Analysis Of Varian (ANOVA) dua arah dengan derajat signifikansi 5% untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan. Bila didapatkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan, uji dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui adanya signifikasi antar perlakuan.

60 47 Cara pengambilan keputusan dari uji ANOVA ini adalah : Jika diperoleh sig < α, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. Jika diperoleh sig > α, maka H 0 diterima dan H 1 ditolak.

61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi data konsentrasi penyisihan T COD dan S COD untuk parameter bahan organik pada tiap OLR yang dapat dilihat pada Lampiran 2, serta data pemantaun ph, suhu, VFA, dan produksi biogas tiap OLR pada Lampiran 3. Data hasil running dilakukan analisis data untuk mengetahui konsentrasi penyisihan bahan organik pada tiap OLR, mencari perbedaan tingkat penyisihan bahan organik pada OLR yang berbeda, serta menentukan OLR efektif untuk menyisihkan bahan organik Penelitian ini dilakukan selama 15 hari dengan pengambilan sampel pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15. Penelitian dilakukan secara bertahap yaitu pengoperasian OLR 0 dan 4 g/l.hari pada tahap pertama selama 15 hari. Tahap selanjutnya OLR 8 g/l.hari selama 15 hari dan tahap terakhir OLR 16 g/l.hari selama 15 hari. Pada setiap tahapan dilakukan pengukuran parameter T COD dan SCOD pada saat inlet dan outlet untuk mengetahui konsentrasi penyisihannya. Penelitian ini diawali dengan proses seeding dari lumpur RPH. Proses seeding dilakukan untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang digunakan dalam proses pengoperasian reaktor (running). Jumlah mikroorganisme dapat dipantau dari nilai VSS. Nilai VSS selama proses seeding dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai VSS yang telah lebih dari 3000 mg/l menunjukan proses seeding telah selesai dan lumpur RPH dapat digunakan sebagai sumber 48

62 49 mikroorganisme pada pengoperasisan reaktor (running). Penelitian dilanjutkan dengan pengoperasian reaktor (running) untuk mendapatkan data penyisihan bahan organik, sehingga diketahui OLR efektif yang digunakan untuk pengolahan air limbah secara anaerobik kontinyu. 4.1 Penyisihan Konsentrasi Total Chemical Oxygen Demand ( T COD) dan Soluble Chemical Oxygen Demand ( S COD) Pada Tiap Organic Loading Rate (OLR) Pada penelitian ini dilakukan pengukuran T COD dan S COD pada saat inlet untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penyisihan T COD dan S COD yang terjadi pada reaktor dengan proses anaerobik. Pengukuran TCOD untuk mengetahui jumlah bahan organik dalam bentuk senyawa kompleks, sedangkan SCOD diukur untuk mengetahui bahan organik terlarut dalam bentuk senyawa sederhana hasil dari degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses anaerobik. OLR yang digunakan pada penelitian tahap pertama adalah OLR 0 g/l.hari. Pada OLR 0 g/l.hari tidak terjadi proses aliran air limbah secara kontinyu melainkan proses yang terjadi aliran diam (batch). Penyisihan konsentrasi T COD dan S COD pada OLR 0 g/l.hari dapat dilihat pada Gambar 4.1.

63 50 Penyisihan Konsentrasi (mg/l) Waktu Operasional (Hari) TCOD SCOD Gambar 4.1 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui bahwa terjadi penyisihan TCOD dan SCOD pada OLR 0 g/l.hari. Rentang penyisihan T COD sebesar mg/l dan S COD sebesar mg/l. Penyisihan konsentrasi T COD tertinggi terjadi pada hari ke-6 sebesar mg/l sedangkan penyisihan konsentrasi S COD tertinggi terjadi pada hari ke-3 sebesar mg/l. Penyisihan terjadi mulai hari ke-3 hingga hari ke-15. Pada penyisihan konsentrasi T COD terjadi fluktuasi penyisihan selama waktu operasional, sedangkan penyisihan konsentrasi S COD menurun setelah hari ke-3. Oleh karena itu dilakukan uji beda secara statistik untuk mengetahui beda penyisihan yang terjadi saat waktu operasional. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 4.1.

64 51 Tabel 4.1 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari Waktu Mean Penyisihan Operasional TCOD SCOD Hari ke-0 0 ± 0.00 mg/l a 0 ± 0,00 mg/l d Hari ke ± 332,55 mg/l b ± 219,96 mg/l f Hari ke ± 144,00 mg/l c ± 83,13 mg/l e Hari ke ± 322,09 mg/l c ± 286,70 mg/l e Hari ke ± 286,30 mg/l c ± 79,09 mg/l e Hari ke ± 56,73 mg/l c ± 415,69 mg/l ef Pada Tabel 4.1, notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda signifikan sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda signifikan. Berdasarkan Tabel 4.1 penyisihan konsentrasi T COD dan S COD terdapat beda nyata antara penyisihan konsentrasi T COD dan S COD selama waktu operasional. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada hari ke-6 hingga hari ke-15 tidak terdapat perbedaan penyisihan, namun pada hari ke-3 terdapat perbedaan penyisihan dengan hari-hari lainnya. Hal tersebut menunjukan pada hari ke-3 telah terjadi proses anaerobik pada reaktor. Berdasarkan data tersebut dilakukan regresi pada hari yang berbeda signifikan dapat dilihat pada Gambar 4.2. Penyisihan Konsentrasi (mg/l) Waktu Operasional (Hari) TCOD SCOD Linear (TCOD) Linear (SCOD) y = 1248x R² = y = 984x R² = Gambar 4.2 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 0 g/l.hari

65 52 Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa hubungan waktu operasional dan penyisihan konsentrasi T COD dan S COD mengalami regresi linier positif. Hal tersebut karena nilai slope yang positif sebesar 1248 dan 984. Pengaruh waktu operasional dan penyisihan konsentrasi TCOD dapat diketahui dari koefisien determinasi yaitu 0,9001 dan 0,5916 sehingga pengaruh antara waktu operasional dengan penyisihan konsentrasi T COD sebesar 90,01% dan S COD sebesar 58,16%. Oleh karena itu, nilai korelasi antara waktu operasional dan konsentrasi T COD dan S COD OLR 0 g/l.hari sebesar 0,9487 dan 0,7691 sehingga dapat diartikan bahwa semakin lama waktu operasional reaktor maka semakin meningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD. Peningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD akibat dari proses anaerobik pada reaktor. Proses anaerobik diawali dengan proses hidrolisis adalah proses penguraian senyawa polimer menjadi monomer sederhana dengan bantuan bakteri (Metcalf & Eddy, 2003). Proses selanjutnya adalah proses asidogenesis yaitu yaitu mikroba mengubah partikel tersuspensi menjadi terlarut. Proses asidogenesis diketahui dengan meningkatnya konsentrasi S COD dan VFA. Proses terakhir dari proses anaerobik adalah proses metanogenesis. Proses metanogenesis adalah proses tereduksi S COD dan VFA untuk dikonversikan menjadi gas metan (biogas) (Soetopo dkk., 2011). Pada proses anaerobik dapat menyebabkan rasio T COD dan S COD berfluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Persentase ratio penyisihan konsentrasi S COD dibandingkan penyisihan konsentrasi T COD pada penelitian ini antara 50% - 80%. Besarnya persentase rasio penyisihan konsentrasi S COD

66 53 dibandingkan penyisihan konsentrasi T COD menunjukan proses anaerobik pada reaktor telah berlangsung (Nadais dkk., 2010). Hal tersebut ditunjukan dengan tingginya penyisihan S COD berbanding lurus dengan penurunan konsentrasi VFA dapat dilihat pada Gambar 4.3. sehingga menghasilkan produksi biogas yang cukup tinggi dapat dilihat pada Gambar 4.4. Selain dari penyisihan konsentrasi T COD dan S COD, penurunan VFA, dan produksi biogas, proses anaerobic pada reaktor ditunjukan dengan nilai ph 6,6-7,0 dan suhu O C. Gerardi (2003) menyatakan bahwa bakteri anaerob mampu tumbuh dan bekerja dengan baik pada ph dan menurut Angelidaki dan Ahring (1993) menyatakan bahwa proses anaerobik dapat terjadi pada suhu o C sehingga bakteri mampu mendegradasi bahan organik. Konsentrasi VFA (mg/l) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.3 Konsentrasi VFA Pada OLR 0 g/l.hari

67 54 1 Volume Biogas (cm 3 ) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.4 Produksi Biogas Harian Pada OLR 0 g/l.hari Berdasarkan data-data diatas dapat diketahui bahwa pada reaktor anaerobik OLR 0 g/l.hari terjadi proses anaerobik. Pada reaktor ini menunjukan efisiensi penyisihan sebesar 41%-52% untuk penyisihan konsentrasi T COD dan 37%-50% untuk penyisihan konsentrasi S COD. Efisiensi tertinggi penyisihan TCOD dan S COD sebesar 50% terjadi pada hari ke-3. Hal tersebut menunjukan bahwa setelah hari ke-3 bakteri masih mampu melakukan penyisihan T COD dan SCOD tetapi tidak lagi optimum. Menurut Dareioti & Kornaros, (2014) menyatakan efisiensi penyisihan konsentrasi T COD dan S COD yang rendah akibat dari akumulasi asam asetat yang ditunjukan dengan konsentrasi VFA.

68 55 Pada OLR 4 g/l.hari air limbah dialirkan dari bak ekualisasi menuju outlet dengan melewati reaktor anaerobik. Pada OLR ini dilakukan pengukuran konsentrasi T COD dan S COD pada bak ekualisasi sebelum mengukur konsentrasi TCOD dan S COD pada outlet reaktor. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyisihan yang terjadi pada reaktor anaerobik kontinyu. Pada bak ekualisasi konsentrasi T COD berkisar mg/l dan konsentrasi S COD berkisar mg/l. Hasil penyisihan pada reaktor anaerobik dengan OLR 4 g/l.hari dapat dilihat pada Gambar Penyisihan Konsentrasi (mg/l) TCOD SCOD Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.5 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa terjadi penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD pada OLR 4 g/l.hari. Penyisihan terjadi mulai hari ke-3 hingga hari ke-15. Rentang penyisihan konsentrasi T COD sebesar mg/l dan S COD sebesar mg/l. Penyisihan konsentrasi T COD tertinggi terjadi

69 56 pada hari ke-3 sebesar mg/l, sedangkan penyisihan konsentrasi S COD tertinggi terjadi pada hari ke-3 dan ke-12 yaitu sebesar 971 dan 784 mg/l. Pada penyisihan konsentrasi TCOD terjadi fluktuasi penyisihan selama waktu operasional, sedangkan penyisihan konsentrasi S COD tidak mengalami perubahan pada hari ke-6 dan ke-9. Oleh karena itu dilakukan uji beda secara statistik untuk mengetahui beda penyisihan yang terjadi saat waktu operasional. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Waktu Mean Penyisihan Operasional TCOD SCOD Hari ke-0 0 ±0,00 mg/l a 0 ± 0,00 mg/l d Hari ke ± 636,63 mg/l b 971 ± 193,99 mg/l f Hari ke ± 265,01 mg/l b 510 ± 205,77 mg/l de Hari ke ± 171,08 mg/l b 510 ± 218,87 mg/l de Hari ke ± 466,29 mg/l b 784 ± 326,31 mg/l ef Hari ke ± 403,82 mg/l b 635 ± 155,56 mg/l ef Pada Tabel 4.2, notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda signifikan sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda signifikan. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada penyisihan konsentrasi T COD tidak terjadi beda penyisihan dari hari ke-3 hingga hari ke-15, sedangkan pada penyisihan konsentrasi S COD terdapat beda penyisihan antara hari ke-3 dengan hari-hari lainnya. Namun besar penyisihan konsentrasi S COD pada hari ke-3 tidak terlalu jauh berbeda dengan hari ke-12 dan hari ke-15. Pada OLR 4 g/l.hari penyisihan konsentrasi T COD dan S COD tidak terlalu berbeda nyata. Berdasarkan data tersebut dilakukan regresi pada hari yang berbeda signifikan dapat dilihat pada Gambar 4.6.

70 57 Penyisihan Konsentrasi (mg/l) Waktu Operasional (Hari) TCOD SCOD Linear (TCOD) Linear (SCOD) y = x R² = y = x R² = Gambar 4.6 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 4 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.6 diketahui bahwa hubungan waktu operasional dan penyisihan konsentrasi T COD dan S COD mengalami regresi linier positif. Hal tersebut karena nilai slope yang positif sebesar 634 dan 261. Pengaruh waktu operasional dan penyisihan konsentrasi TCOD dapat diketahui dari koefisien determinasi yaitu 0,3631 dan 0, 2687 sehingga pengaruh antara waktu operasional dengan penyisihan konsentrasi T COD sebesar 36,31% dan S COD sebesar 26,87%. Oleh karena itu, nilai korelasi antara waktu operasional dan konsentrasi T COD dan S COD OLR 0 g/l.hari sebesar 0,6025 dan 0,5183 sehingga dapat diartikan bahwa semakin lama waktu operasional reaktor maka semakin meningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD. Peningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD akibat dari proses anaerobik pada reaktor.

71 58 Persentase ratio penyisihan konsentrasi S COD dibandingkan penyisihan konsentrasi T COD pada OLR 4 g/l.hari antara 54% - 74%. Ratio penyisihan konsentrasi T COD dan S COD pada OLR 4 g/l.hari lebih kecil dari OLR 0 g/l.hari. Namun pada OLR ini rasio penyisihan konsentrasi T COD dan S COD semakin meningkat hingga hari ke-15, berbeda dengan OLR 0 g/l.hari yang memiliki rasio besar pada hari ke-3 dan berfluktuasi pada hari berikutnya. Peningkatan rasio pada OLR 4 g/l.hari berbanding lurus dengan penurunan VFA dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan peningkatan produksi biogas pada Gambar 4.8. Pada OLR 4 g/l.hari proses anaerobik terjadi pada hari ke-6 yang ditandai dengan penurunan konsentrasi VFA dan produksi biogas. Selain itu pada hari ke-6 kondisi ph reaktor 7,3 dan suhu 29 O C menunjukan kondisi optimum bakteri untuk mendegradasi bahan organik Konsentrasi VFA Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.7 Konsentrasi VFA Pada OLR 4 g/l.hari

72 Volume Biogas (cm 3 ) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.8 Produksi Biogas Harian Pada OLR 4 g/l.hari Berdasarkan data-data diatas dapat diketahui bahwa pada reaktor anaerobik OLR 4 g/l.hari terjadi proses anaerobik. Pada reaktor ini menunjukan efisiensi penyisihan sebesar 32% - 53% untuk penyisihan konsentrasi T COD dan 22% - 46% untuk penyisihan konsentrasi S COD. Efisiensi tertinggi penyisihan TCOD sebesar 53% terjadi pada hari ke-3 dan S COD sebesar 46% terjadi pada hari ke-12. Namun kinerja optimum reaktor OLR 4 g/l.hari terjadi pada hari ke-12 ditunjukan penurunan VFA dan produksi biogas yang cukup tinggi. Pada OLR 4 g/l.hari kemampuan penyisihan bahan organik lebih rendah dari OLR 0 g/l.hari. Hal tersebut terjadi karena pada OLR 4 g/l.hari terjadi sistem kontinyu yaitu dilakukan pengaliran air limbah secara kontinyu pada reaktor dengan waktu tinggal tertentu sehingga beban organik yang masuk dalam reaktor selalu bertambah. Pada OLR 0 g/l.hari tidak ada aliran air limbah sehingga beban organik yang ada pada reaktor tetap dan mikroba lebih optimum mendegradasi air limbah. Menurut Indriyati (2003), kenaikan konsentrasi bahan

73 60 organik yang terlalu cepat menyebabkan bakteri metanogenik yang tumbuh lebih lambat daripada bakteri asidogenik, belum siap untuk mengolah beban organik yang lebih besar. Hal tersebut yang menyebabkan efisiensi penyisihan OLR 4 g/l.hari lebih rendah OLR 0 g/l.hari. Pada tahap selanjutnya pada penelitian ini nilai OLR ditingkat menjadi 8 g/l.hari. Pada OLR 8 g/l.hari air limbah dialirkan dari bak ekualisasi menuju outlet dengan melewati reaktor anaerobik memiliki konsentrasi T COD berkisar mg/l dan konsentrasi S COD berkisar mg/l. Hasil penyisihan TCOD dan S COD dapat dilihat pada Gambar Penyisihan Konsentrasi (mg/l) TCOD SCOD Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.9 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.9 diketahui bahwa terjadi penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD pada OLR 8 g/l.hari. Penyisihan terjadi mulai hari ke-3 hingga

74 61 hari ke-15. Rentang penyisihan konsentrasi T COD sebesar mg/l dan S COD sebesar mg/l. Penyisihan konsentrasi T COD tertinggi terjadi pada hari ke-3 sebesar mg/l, sedangkan penyisihan konsentrasi SCOD tertinggi terjadi pada hari ke-15 sebesar mg/l. Pada penyisihan konsentrasi T COD terjadi penurunan penyisihan setelah hari ke-3, sedangkan penyisihan konsentrasi S COD terjadi fluktuasi hingga hari ke-15. Oleh karena itu dilakukan uji beda secara statistik untuk mengetahui beda penyisihan yang terjadi saat waktu operasional. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Waktu Mean Penyisihan Operasional TCOD SCOD Hari ke-0 0 ± 0,00 mg/l a 0 ± 0,00 mg/l d Hari ke ± 144,00 mg/l c ± 363,45 mg/l ef Hari ke ± 620,40 mg/l c ± 484,11 mg/l e Hari ke ± 57,73 mg/l b ± 299,76 mg/l e Hari ke ± 79,67 mg/l b ± 464,18 mg/l ef Hari ke ± 137,50 mg/l c ± 356,18 mg/l f Pada Tabel 4.3, notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda signifikan sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda signifikan. Berdasarkan Tabel 4.3 penyisihan konsentrasi T COD dan S COD terdapat beda nyata antara penyisihan konsentrasi T COD dan S COD selama waktu operasional. Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada penyisihan konsentrasi T COD terjadi beda penyisihan pada hari ke-9 dan hari ke-12 dengan hari-hari lainnya, sedangkan pada penyisihan konsentrasi S COD terdapat beda penyisihan antara hari ke-15 dengan hari-hari lainnya. Perbedaan pada penyisihan konsentrasi T COD hari ke-9 dan hari ke-12 karena memiliki penyisihan yang lebih rendah dari hari-hari

75 62 lainnya, sedangkan pada penyisihan S COD hari ke-15 berbeda dengan hari lainnya karena memiliki nilai penyisihan yang tinggi dari hari-harinya. Berdasarkan data tersebut dilakukan regresi pada hari yang berbeda signifikan dapat dilihat pada Gambar Penyisihan Konsentrasi (mg/l) Waktu Operasional (Hari) TCOD SCOD Linear (TCOD) Linear (SCOD) y = x R² = y = x - 72 R² = Gambar 4.10 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 8 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.10 diketahui bahwa hubungan waktu operasional dan penyisihan konsentrasi T COD dan S COD mengalami regresi linier positif. Hal tersebut karena nilai slope yang positif sebesar 369 dan 532. Pengaruh waktu operasional dan penyisihan konsentrasi TCOD dapat diketahui dari koefisien determinasi yaitu 0,1939 dan 0,559 sehingga pengaruh antara waktu operasional dengan penyisihan konsentrasi T COD sebesar 19,39% dan S COD sebesar 55,9%. Oleh karena itu, nilai korelasi antara waktu operasional dan konsentrasi T COD dan S COD OLR 0 g/l.hari sebesar 0,4403 dan 0,7476 sehingga dapat diartikan bahwa semakin lama waktu operasional reaktor maka semakin meningkat

76 63 penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD. Peningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD akibat dari proses anaerobik pada reaktor. Persentase ratio penyisihan konsentrasi S COD dibandingkan penyisihan konsentrasi T COD pada OLR 8 g/l.hari antara 74% - 83%. Rasio penyisihan konsentrasi T COD dan S COD lebih besar daripada OLR sebelumnya. Rasio penyisihan konsentrasi T COD dan S COD berfluktuasi hingga hari ke-15. Rasio tertinggi terjadi pada hari ke-12 dengan rasio 1,25. Tingginya rasio tersebut tidak menyebabkan penurunan penyisihan bahan organik maupun peningkatan VFA dapat dilihat pada Gambar Namun pada hari ke-12 menyebabkan bakteri metanogenik tidak memproduksi biogas dapat dilihat pada gambar Hal tersebut karena bakteri metanogenik tumbuh lebih lambat dan belum siap untuk mengolah S COD yang meningkat (Indriyati, 2011) Konsentrasi VFA (mg/l) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.11 Konsentrasi VFA Pada OLR 8 g/l.hari

77 Produksi Biogas (cm 3 ) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.12 Produksi Biogas Harian Pada OLR 8 g/l.hari Berdasarkan data penyisihan bahan organik diatas dapat diketahui bahwa pada reaktor anaerobik OLR 8 g/l.hari terjadi proses anaerobik. Pada reaktor ini menunjukan efisiensi penyisihan sebesar 31% - 51% untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan 47% - 70% untuk penyisihan konsentrasi S COD. Efisiensi tertinggi penyisihan T COD sebesar 51% terjadi pada hari ke-3 dan hari ke-15 dan S COD sebesar 70% terjadi pada hari ke-15. Peningkatan efisiensi penyisihan pada hari ke-15 karena bakteri metanogenik telah siap mendegradasi S COD dan konsentrasi VFA untuk dikonversi menjadi biogas. Menurut Soetopo dkk., (2011), bakteri metanogenik mereduksi S COD dan menguraikan konsentrasi VFA menjadi gas metan (CH 4 ) dan CO 2. Pada OLR 8 g/l.hari efisiensi penyisihan bahan organik lebih tinggi dari OLR sebelumnya karena pada OLR ini debit aliran yang masuk lebih cepat dari pada OLR 4 g/l.hari sehingga biomassa yang terdapat pada air limbah cepat berganti dengan biomassa yang baru. Hal tersebut yang membuat peningkatan

78 65 efisiensi penyisihan pada OLR 8 g/l.hari daripada OLR 4 g/l.hari yang memiliki debit lebih lamban. Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan pada tahap terakhir dengan OLR 16 g/l.hari. Pada OLR 16 g/l.hari air limbah dialirkan dari bak ekualisasi menuju outlet dengan melewati reaktor anaerobik memiliki konsentrasi T COD berkisar mg/l dan konsentrasi S COD berkisar mg/l. Hasil penyisihan T COD dan S COD dapat dilihat pada Gambar Penyisihan Konsentrasi (mg/l) TCOD SCOD Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.13 Grafik Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 16 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.13 diketahui bahwa terjadi penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD pada OLR 16 g/l.hari. Penyisihan terjadi mulai hari ke-3 hingga hari ke-15. Rentang penyisihan konsentrasi T COD sebesar mg/l dan S COD sebesar mg/l. Penyisihan konsentrasi T COD tertinggi terjadi pada hari ke-15 sebesar mg/l, dan penyisihan konsentrasi S COD tertinggi terjadi pada hari ke-15 sebesar mg/l. Pada penyisihan konsentrasi

79 66 TCOD dan S COD terjadi penurunan penyisihan setelah hari ke-3, kemudian mengalami peningkatan secara bertahap hingga hari ke-15. Oleh karena itu dilakukan uji beda secara statistik untuk mengetahui beda penyisihan yang terjadi saat waktu operasional. Hasil uji beda dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Pada OLR 16 g/l.hari Waktu Mean Penyisihan Operasional TCOD SCOD Hari ke-0 0 ± 0,00 mg/l a 0 ± 0,00 mg/l d Hari ke ± 581,96 mg/l bc ± 219,96 mg/l e Hari ke ± 462,89 mg/l b ± 99,92 mg/l e Hari ke ± 462,89 mg/l b ± 299,76 mg/l ef Hari ke ± 483,18 mg/l bc ± 380,98 mg/l ef Hari ke ± 659,89 mg/l c ± 380,98 mg/l f Pada Tabel 4.4, notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda signifikan sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda signifikan. Berdasarkan Tabel 4.4 penyisihan konsentrasi T COD dan S COD terdapat beda nyata antara penyisihan konsentrasi T COD dan S COD selama waktu operasional. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada penyisihan konsentrasi T COD dan S COD terjadi beda penyisihan pada hari ke-15 dengan hari-hari lainnya. Pada hari ke-15 menunjukan penyisihan tertinggi dari hari-hari lainnya. Berdasarkan data tersebut dilakukan regresi pada hari yang berbeda signifikan dapat dilihat pada Gambar 4.14.

80 67 Penyisihan Konsentrasi (mg/l) Waktu Operasional (Hari) TCOD SCOD Linear (TCOD) Linear (SCOD) y = 744x R² = y = 552x R² = Gambar 4.14 Grafik Regresi Penyisihan Konsentrasi T COD dan S COD Pada OLR 16 g/l.hari Berdasarkan Gambar 4.14 diketahui bahwa hubungan waktu operasional dan penyisihan konsentrasi T COD dan S COD mengalami regresi linier positif. Hal tersebut karena nilai slope yang positif sebesar 744 dan 552. Pengaruh waktu operasional dan penyisihan konsentrasi TCOD dapat diketahui dari koefisien determinasi yaitu 0,5257 dan 0, 6536 sehingga pengaruh antara waktu operasional dengan penyisihan konsentrasi T COD sebesar 52,57% dan S COD sebesar 65,36%. Oleh karena itu, nilai korelasi antara waktu operasional dan konsentrasi T COD dan S COD OLR 0 g/l.hari sebesar 0,725 dan 0,8084 sehingga dapat diartikan bahwa semakin lama waktu operasional reaktor maka semakin meningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD. Peningkat penyisihan konsentrasi TCOD dan S COD akibat dari proses anaerobik pada reaktor. Persentase ratio penyisihan konsentrasi S COD dibandingkan penyisihan konsentrasi T COD pada OLR 16 g/l.hari antara 41% - 80%. Rasio penyisihan

81 68 konsentrasi T COD dan S COD pada OLR 16 g/l.hari lebih kecil dari OLR lainnya. Rasio penyisihan konsentrasi T COD dan S COD tertinggi terjadi pada hari ke-9. Peningkatan rasio pada OLR 16 g/l.hari berbanding lurus dengan penurunan VFA dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan peningkatan produksi biogas pada Gambar Konsentrasi VFA (mg/l) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.15 Konsentrasi VFA Pada OLR 16 g/l.hari 1 Produksi Biogas (cm 3 ) Waktu Operasional (Hari) Gambar 4.16 Produksi Biogas Harian Pada OLR 16 g/l.hari

82 69 Berdasarkan data-data penyisihan bahan organik diatas dapat diketahui bahwa pada reaktor anaerobik OLR 16 g/l.hari terjadi proses anaerobik. Pada reaktor ini menunjukan efisiensi penyisihan sebesar 37% - 58% untuk penyisihan konsentrasi T COD dan 37% - 71% untuk penyisihan konsentrasi S COD. Efisiensi tertinggi penyisihan T COD sebesar 58% dan S COD sebesar 71% terjadi pada hari ke-15. Peningkatan efisiensi penyisihan pada hari ke-15 karena bakteri metanogenik telah siap mendegradasi SCOD dan konsentrasi VFA untuk dikonversi menjadi biogas. Menurut Soetopo dkk., (2011), bakteri metanogenik mereduksi S COD dan menguraikan konsentrasi VFA menjadi gas metan (CH 4 ) dan CO 2. Pada OLR 16 g/l.hari memiliki efisiensi penyisihan bahan organik tertinggi dari OLR 0, 4, dan 8 g/l.hari. Tinggi konsentrasi penyisihan bahan organik pada OLR 16 g/l.hari karena biomassa yang terdapat pada reaktor lebih cepat berganti sehingga mampu mendegradasi beban organik yang masuk kedalam reaktor. Menurut Akram & Stuckey (2008), semakin baik efisiensi penyisihan pada OLR yang besar disebabkan terlepasnya biomassa yang telah menyerap bahan organik dan digantikan biomassa yang baru, sehingga membuat kinerja reaktor lebih stabil dan lebih baik dari OLR yang kecil. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar OLR maka efisiensi penyisihan T COD dan S COD semakin tinggi dan waktu tinggal yang terjadi semakin singkat. Selain itu, semakin besar OLR produksi biogas semakin tinggi dan konsentrasi VFA menurun. Selain itu, media arang aktif tempurung kelapa juga melakukan adsorpsi

83 70 bahan organik yang terdapat dalam air limbah membuat proses pengolahan anaerobik lebih optimal (Kasam dkk., 2005). Pada penelitian ini kinerja proses anaerobik pada reaktor masing-masing OLR termasuk optimum dan berjalan baik dipantau dari nilai ph dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan suhu dapat dilihat pada Gambar Nilai ph Waktu Operasional (Hari) OLR 0 g/l.hari OLR 4 g/l.hari OLR 8 g/l.hari OLR 16 g/l.hari Gambar 4.17 Nilai ph pada semua OLR Suhu ( O C) Waktu Operasional (Hari) OLR 0 g/l.hari OLR 4 g/l.hari OLR 8 g/l.hari OLR 16 g/l.hari Gambar 4.18 Nilai suhu pada semua OLR

84 71 Pada Gambar 4.17, nilai ph pada setiap reaktor berkisar Nilai ph tersebut dapat menunjukan bahwa pada setiap reaktor telah terjadi proses anaerobik. Gerardi (2003) menyatakan bahwa bakteri anaerob mampu tumbuh dan bekerja dengan baik pada ph Pada Gambar 4.18 nilai suhu pada setiap reaktor berkisar o C. Menurut Gerardi (2003) suhu optimum pada proses anaerobik berkisar antara o C, tetapi Angelidaki & Ahring (1993) menyatakan bahwa proses anaerobik dapat terjadi pada suhu o C dan mampu mendegradasi bahan organik. Berdasarkan data-data yang didapatkan pada penelitian ini dapat diketahui bahwa pada penelitian ini kinerja reaktor anaerobik berjalan baik. 4.2 Beda Konsentrasi Penyisihan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Bila Nilai OLR Berbeda Data penyisihan konsentrasi T COD dan S COD yang diperoleh dari semua OLR kemudian diuji secara statistik untuk menjawab hipotesis statistik. Sebelum dilakukan uji statistik untuk menjawab hipotesis statistik dilakukan uji beda pengaruh waktu operasional pada penelitian ini. Hasil analisis statistik pengaruh waktu operasional digunakan untuk menentukan perlakuan efektif terhadap penyisihan konsentrasi T COD dan S COD pada air limbah secara anaerob dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel 1. Berdasarkan Lampiran 5 Tabel 1 diketahui bahwa pada hari ke-6 tidak terdapat beda signifikan dengan hari ke-15. Oleh

85 72 karena itu pada uji beda konsentrasi penyisihan bahan organik bila nilai OLR berbeda menggunakan konsentrasi penyisihan T COD dan S COD pada hari ke- 15. Selain dari hasil analisis statistik, menggunakan konsentrasi penyisihan TCOD dan S COD pada hari ke-15 karena pada hari ke-15 proses anaerobik dianggap telah selesai dan penyisihan tertinggi terjadi pada hari ke-15. Berdasarkan data-data yang ada, OLR 16 g/l.hari mampu menyisihkan bahan organik dengan penyisihan tertinggi dibandingkan OLR yang lainnya. Konsentrasi penyisihan bahan organik OLR 16 g/l.hari T COD sebesar mg/l dan S COD sebesar mg/l. Data konsentrasi penyisihan bahan organik berdasarakan nilai OLR diuji secara statistika dengan software SPSS versi 22. Berdasarkan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov, diperoleh nilai signifikan penyisihan T COD sebesar 0,180 dan S COD sebesar 0,129 (Lampiran 5 Tabel 2). Nilai signifikasi yang lebih dari 0,05 menunjukan sampel berdistribusi normal. Langkah selanjutnya dilakukan uji Homogenitas sampel taraf (α) 0,05 dengan Levene s test. Hasil uji tersebut menunjukan signifikansi taraf T COD dan S COD lebih dari 0,05 (Lampiran 5 Tabel 3), sehingga varian data bersifat homogen. Tahap selanjutnya, dilakukan uji Anova Two-Way dengan taraf (α) 0,05. Hasil uji Anova menunjukan nilai signifikasi T COD sebesar 0,005 dan s COD sebesar 0,000 (Lampiran 5 Tabel 4). Berdasarkan uji Anova didapat hasil beda nyata pada Tabel 4.5.

86 73 Tabel 4.5 Hasil Uji Beda Statistik Penyisihan T COD dan S COD Untuk Penentuan OLR Efektif OLR TCOD Mean Penyisihan SCOD OLR 0 g/l.hari ± 180,937 cb ± e OLR 4 g/l.hari ± 329,719 a 634 ± 279,377 d OLR 8 g/l.hari ± 112,269 ab ± 360,977 e OLR 16 g/l.hari ± 538,799 c ± 311,076 e Pada Tabel 4.5, notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda signifikan sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda signifikan. Hasil uji beda menyatakan bahwa konsentrasi penyisihan konsentrasi T COD dan SCOD ada beda signifikan. Oleh karena itu, untuk hipotesis pertama dapat dinyatakan H 0a ditolak dan H 1a diterima, dan untuk hipotesis kedua dapat dinyatakan H 0b ditolak dan H 1b diterima. 4.3 Organic Loading Rate (OLR) Efektif Untuk Menyisihkan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa variasi nilai OLR berpengaruh pada konsentrasi penyisihan bahan organik. Hal tersebut dapat dilihat dari OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari yang memiliki beda signifikan pada konsentrasi penyisihan T COD dan S COD. Pada konsentrasi penyisihan T COD OLR 0 g/l.hari dengan OLR 16 g/l.hari tidak memiliki beda signifikan, sedangkan pada konsentrasi penyisihan S COD OLR 4g/L.hari memiliki beda signifikan dengan OLR lainnya. Hasil uji beda signifikan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

87 74 Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 4.5, diketahui bahwa pada konsentrasi penyisihan T COD terjadi perbedaan yang signifikan bila nilai OLR berbeda sedangkan pada konsentrasi penyisihan S COD ada perbedaan yang signifikan antara OLR 4 g/l.hari dengan OLR 0, 8, dan 16 g/l.hari. Namun berdasarkan hasil mean penyisihan OLR 16 g/l.hari memiliki konsentrasi penyisihan T COD yang lebih tinggi dari OLR lainnya. Pada konsentrasi penyisihan S COD mean penyisihan OLR 16 g/l.hari memiliki nilai lebih rendah dari OLR 0 dan 8 g/l.hari tetapi tidak terdapat beda signifikan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Oleh karena itu OLR 16 g/l.hari mampu menyisihkan bahan organik lebih tinggi dari OLR lainnya Organic Loading Rate 16 g/l.hari memiliki konsentrasi penyisihan tinggi sebesar mg/l karena disebabkan terlepasnya biomassa yang telah menyerap bahan organik dan digantikan biomassa yang baru, sehingga membuat kinerja reaktor lebih stabil dan lebih baik dari OLR yang kecil (Akram & Stuckey, 2008). Semakin besar OLR yang digunakan waktu yang dibutuhkan untuk proses anaerobik semakin singkat dan air limbah yang diolah semakin besar. Oleh karena itu, OLR yang efektif untuk digunakan pada proses pengolahan anaerobik adalah OLR yang memiliki nilai besar dan pada penelitian ini OLR yang efektif adalah OLR 16g/L.hari. Pada penelitian ini terlepasnya biomassa dapat terlihat dengan semakin banyak endapan yang terdapat pada reaktor dapat dilihat pada Lampiran 6, sehingga pada OLR yang besar membutuhkan reaktor yang lebih besar. Namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran biomassa yang terdapat selama proses anaerobik pada reaktor. Selain itu, pada OLR 16 g/l.hari menghasilkan

88 75 jumlah biogas lebih tinggi daripada OLR lainnya dapat dilihat pada sub bab 4.1. Oleh karena itu, OLR 16 g/l.hari adalah OLR yang efektif untuk digunakan sebagai pengolahan anaerobik secara kontinyu.

89 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Konsentrasi penyisihan TCOD pada OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari berturut turut sebesar mg/l, mg/l, mg/l, dan mg/l, sedangkan untuk penyisihan konsentrasi S COD berturut turut sebesar mg/l, 635 mg/l, mg/l, mg/l. 2. Konsentrasi penyisihan TCOD dan S COD terdapat beda pada nilai OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari. 3. Organic Loading Rate yang efektif digunakan untuk penyisihan bahan organik adalah OLR 16 g/l.hari. 5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka saran yang didapatkan : 1. Perlu dilakukan pengukuran biomassa selama proses anaerobik pada reaktor. 2. Perlu menggunakan reaktor dengan volume besar untuk nilai OLR yang besar. 76

90 DAFTAR PUSTAKA Agathos, S. N., & Reineke, W., Biotechnology for the Enviroment : Wastewater Treament and Modeling, Waste Gas Handling. Kluwe Academic Publishers. Netherlands. Hal.: 137 Ahmad, A., Bahruddin, dan Rahmi, A., Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Prosiding. Hal. C04-1 C04-6. ISSN Akram, A., & Stuckey, D. C., Flux and Performance Improvement in A Submerged Anaerobic Membrane Bioreactor (SAMBR) Using Powdered Activated Carbon (PAC). Process Biochemistry. 4: Alaerts, G., & Santika, S. S., Metode Penelitian Air. Usahan Nasional, Surabaya. Hal.: APHA, Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater 20 th edition. American Public Health Association. Hal.: Asmara, A. A., Pengaruh Variasi Massa Arang Aktif Batok Kelapa Terhadap Penyisihan Konsentrasi Kadar Amonia dengan Anaerobic Fixed Bed Reactor. Skripsi. Sarjana Teknik, Universitas Airlangga, Surabaya. Hal. 23. Bansal, R. S. & Goyal, M Activated Carbon Adsorption. CRC Press, Taylor & Francais Group. USA. Hal.: Boopathy, R., Karthikeyan, S., Mandal, A. B., dan Sekaran, G Adsorption of Ammonium Ion By Coconut Shell-Activated Carbon From Aquoeous Solution; Kinetics, isotherm, and Thermodynamic Studies. Environmental Science Pollution Res. 20: Buyukkamaci, N., & Filibeli, A., Volatile Fatty Acid in Anerobic Hybrid Reactor. Process Biochemistry. 39: Chernicharo, C. A. L., Biological Wastewater Treatment Series Volume Four: Anaerobic Reactors. IWA Publishing, London. Hal.: 77. Dareioti, M. A., & Kornaros, M., Effect of Hydraulic Retention Time (HRT) On The Anaerobic Co-Digestion Of Agro-Industrial Wastes In a Two-Stage CSTR System. Bioresource Technology. 167 (2014):

91 78 Davis, M.L., Water and Wastewater Engineering. McGraw Hill, New York. Hal.: 884. Dawood, A. T., Kumar, A., & Sambi, S. S Study on Anaerobic Treatment of Synthetic Milk Wastewater under Variable Experimental Conditions. International Journal of Environmental Science and Development. 2(1): Effendi, H., Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Hal.: Farajzadehha, S., Mirbagheri, S. A., Farajzadehha, S., dan Shayegan, J., Lab Scale Study of HRT and OLR Optimization in UASB Reactor for Pretreating Fortified Wastewater in Various Operational Temperatures. APCBEE Procedia. Hal Fitria, N. N., Analisa Outlet Proses Pengolahan Limbah Cair di Unit Effluen Treatment dan Advanced Treatment Pabrik III PT. Petrokomia Gresik Jawa Timur. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Hal Gerardi, M. H., The Microbiology of Anerobic Digesters. John Wiley and Sons Inc, New Jersey. Hal.: Han, W., Chen, H., Yao, X., Li, Y., dan Yang, C., Biohydrogen Production with Anaerobic Sludge Immobilized by Granular Activated Carbon in A Continuous Strirred-tank. Journal of Forestry Research. 21(4): Harahap, S., Pencemaran Perairan Akibat Kadar Amoniak yang Tinggi dari Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal Akutika. 4(2): Henze, M., & Comeau, Y., Wastewater Characterization. Biological Wastewater Treatment: Priciples Modelling and Design. IWA Publishing. Hal: Indriyati, Proses Pembenihan (Seeding) dan Aklimatisasi pada Reaktor Tipe Fixed Bed. Jurnal Teknik Lingkungan, 4(2): Indriyati, Pengolahan Limbah Cair Organik secara Biologi Menggunakan Reaktor Anerobik Lekar Diam. JAI, 1(3): Jamilatun, S., & Setyawan, M., Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Asap Cair. Spektrum Industri. 12(1): Karagianndis, A., Waste to Energy Opportunities and Challenges for Developing and Transition Economies. Springer. London. Hal. 116

92 79 Kocadagistan, B., Kocadagistan, E., Topcu, N., dan Demircioǧlu, N Wastewater Treatment With Combined Upflow Anaerobic Fixed-bed and Suspended Aerobic Reactor Equipped With a Membrane Unit. Process Biochemistry. 40: Komemoto, K.., Lim, Y. G., Onoue, Y., Niwa, C., dan Toda, T., Effect of Temperature on VFA s and Biogas Production in Anerobic Solubilization of Food Waste. Waste Management. 29: Korenaga, T., Tsukube, H., Shinoda, S., dan Nakamura, I., Hazardous Waste Control in Research and Education. CRC Press. United State America. Hal: 224. Kurniati, E., Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2): Laras, N. S., Yuliani., dan Fitrihidajati, H., Pemanfaatan Arang Aktif Limbah Kulit Kacang Kedelai (Glycine max) dalam Meningkatkan Kualitas Limbah Cair Tahu. LenteraBio. 4(1): Meisrilestari, Y., Khomaini, R., dan Wijayanti, H Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika, Kimia, dan Fisika-Kimia. Konversi. 2(1): 1-6. Metcalf & Eddy, Wastewater Engineering: Treatment and Reuse 4 th Edition. McGraw Hill. Hal Nadais, M. H. G. A. G., Capela, M. I. A. P. F., Arroja, L. M. G. A., dan Hung, Y. T., Anaerobic Treatment of Milk Processing Wastewater. Handbook of Enviromental Enginnering, Volume: Enviromenrtal Bioengineering.Springer Science and Business Media. Hal Nakhla, G. F., & Suidan, M. T., Effect of Anaerobic Biological Activity on The Adsopryive Capacity of Granular Activated Carbon. Jstor. 67(7): Nayono, S. E., Anaerobic Digestion of Organic Solid Waste for Energy Production. KIT Scientific Publishing. Hal. 21 Nugroho, R Pengembangan Teknologi untuk Mengolah Senyawa Nitrogen dalam Air Limbah dengan Menggunakan Reaktor Berbahan Isian Batu Belerang dan Batu Kapur. Laporan Akhir. Kementrian Riset dan Teknologi. Hal.13. Okafor, P. C., Okon, P. U., Daniel, E. F., dan Ebenso E. E Adsorption Capacity of Coconut (Cocos nucifera L.) Shell for Lead, Copper,

93 80 Cadmium, and Arsenic From Aqueous Solutions. J. Electrochem. Sci Padmono, D., Pengaruh Beban Organik Terhadap Efisiensi Anerobic Fixed Bed Reactor dengan Aliran Catu Upflow. Jurnal Teknik Lingkungan. 4(3): Padmono, D., Distribusi Substrat di dalam Fixed Bed Reactor (FBR). Jurnal Teknik Lingkungan. 8(1): 30. Pohan, N., Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Meda. Hal.34. Purnobasuki, H., Oktavitri, N. I., Kuncoro, E. P., Asmara, A. A., dan Rafsanjani, S. I., Ammonia and Organic Compound Removal From Dairy Milk Simulation Wastewater by Coconut Shell (Cocos nucifera). Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 6(12): Putro, A. N. H. dan Ardhiany, S. A Proses Pengambilan Kembali Bioetanol Hasil Fermentasi dengan Metode Adsorpsi Hidrophobik. Skripsi. Universitas Diponegoro Rajakumar, R., & Meenambal, T., Comparative Study on Start-Up Performance of HUASB and AF Reactors Trearing Poultry Slaughterhouse Wastewater. Int.J.Environ. Res. 4: 403. Ramasamy, E.V., Gajalaksmi, S., Sanjeevi, R., Jithesh, M. N., dan Abbasi, S. A., Feasibility Studies on The Treatment of Dairy Wastewaters with Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactors. Biosource Technology Risdianto, D., Optimalisasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air Limbah Industri Jamu (Studi Kasus PT. Sido Muncul). Tesis. Magister Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. Hal Salamah, S., Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Buah Mahoni dengan Perlakuan Perendaman dalam Larutan KOH. Prosiding. Hal. B-55 B-5. ISBN : Sari Optimalisasi Nilai Kalor Pembakaran Biobriket Campuran Batubara dengan Arang Tempurung Kelapa. Skripsi. Universitas Negeri Solo. Hal Shoumkova, A., & Stoyanova, V., Zeolites Formation by Hydrothermal Alkali Activation of Coal Fly Ash from Thermal Power Station Maritsa 3, Bulgaria. Fuel

94 81 Singh, U., & Kaushal, R. K., Treatment of Wastewater with Low Cost Adsorbent A Review. Intern. Journal of Technichal and Non Technical Research. 4: Siregar, S. A Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta. Hal: Siriphanich, J., Saradhuldhat, P., Romphopak, T., Krisanapook, K., Pathaveerat, S., dan Tongchitpakdee, S., Postharvest Biology and Technology of Tropical and Subtropical Fruits : Cocona to Mango. Woodhead Publishing Series in Food Science, Technology and Nutrition. Hal: SNI tentang Air dan air limbah Bagian 15: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) refluks terbuka dengan refluks terbuka secara titrimetri. Badan Standarisasi Nasional. SNI tentang Air dan air limbah Bagian 26: Cara uji kadar padatan total secara gravimetri. Badan Standarisasi Nasional Stepnowski, P., Siedlecka, A. M., Kurmirska, J., Ossowaski, T., Glamowski, P., Golebiowski, M., Gajdus, J., dan Kaczynski, Z., Determination of Volatile Fatty Acids in Environmental Aqueous Samples. Polish J. of Environ. Stud. 17 (3): Sugiharto, Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta. Hal: Suhendra, D., & Gunawan, E. R., Pemmbuatan Arang Aktif dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya Pada Penjerapan Ion Tembaga(II). Makara,Sains. 14(1): Suzuki, M., Adsorption Engineering. Kodansha LTD., Tokyo and Elsevier Science Publisher B. V., Amsterdam. Hal : Templeton, M. R., & Butler, D., An Introduction to Wastewater Treatment. Ventus Publishing, USA. Hal: Titiresmi, Penurunan Kadar COD Air Limbah Industri Permen dengan Menggunakan Reaktor Lumpur Aktif. Jurnal Teknik Lingkungan. 8: Wang, Q., Yang, Y., Yu, C., Huang H., Kim, M., Feng, C., dan Zhang, Z Study on a Fixed Zeolit Bioreactor For Anaerobic Digestion of Ammonium-Rich Swine Wastes. Bioresource Technology. 102:

95 82 Wiesmann, U., Choi, I. S., dan Dombrowski, E. M., Fundamental Biological Wastewater Treatment. Wiley-VchVerlag Gmbh and Co. Kgaa, Berlin. Hal: Wijekoon, K. C., Visvanathan, C., dan Abeynayaka, A., Effect of Organic Loading Rate on VFA Production, Organic Matter Removal and Microbial Activity of A Two-Stage Thermophilic Anaerobic Membrane Bioreactor. Bioresource Technology. 102: Wilkie, A.C., Biomethane From Biomass, Biowaste, and Biofuels. ASM Press, Washington DC. Hal: 200 Zhang, C., Su, H., Wang, Z., Tan, T., dan Qin, P., Biogas by Semi- Continuous Anaerobic Digestion of Food Waste. Appl Biochem Biotechnol.

96 Lampiran 1 Ringkasan Ilmiah EFEKTIVITAS ORGANIC LOADING RATE TERHADAP PENYISIHAN BAHAN ORGANIK DENGAN MEDIA ARANG TEMPURUNG KELAPA (Cocos nucifera) PADA REAKTOR ANAEROBIK KONTINYU Arya Zulfikar Paramarta a*, Nur Indradewi Oktavitri a, Bambang Irawan b. a Program Studi S1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Indonesia b Program Studi S1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Indonesia (*) Alamat Koresponden: Banyu Urip Wetan, Sawahan, Surabaya, , aryaparamarta@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organic loading rate (OLR) yang efektif untuk menyisihkan bahan organik menggunakan reaktor anaerobik kontinyu bermedia arang aktif tempurung kelapa (Cocos nucifera). Bahan organik pada penelitian ini diukur dengan parameter TCOD dan SCOD. Pengoperasian reaktor pada penelitian ini menggunakan variasi OLR yaitu OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari Penelitian ini dilakukan selama 15 hari pada tiap OLR dengan volume reaktor 1 liter dan pengambilan sampel air limbah dilakukan setiap 3 hari. Hasil dari penelitian menunjukan penyisihan konsentrasi TCOD dan SCOD ada beda signifikan. Organic loading rate yang efektif untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan SCOD adalah OLR 16 g/l.hari yang mampu menyisihkan konsentrasi TCOD sebesar mg/l dan menyisihkan konsentrasi SCOD sebesar mg/l. Kata Kunci: Organic Loading Rate, Anaerobik, TCOD, SCOD. 83

97 84 1. Pendahuluan Air limbah didefinisikan sebagai kombinasi air buangan yang berasal dari tempat tinggal, institusi, bangunan industri, dan komersial yang terbawa oleh air tanah, air permukaan, dan air hujan (Metcalf & Eddy, 2003). Air limbah yang berasal dari air limbah industri pengolahan bahan organik mengandung 70% bahan organik, bahan organik yang terkandung ini akan mengurangi kadar oksigen terlarut di badan air untuk proses degradasi (Templeton & Butler, 2011). Konsentrasi bahan organik dalam air limbah dapat ditunjukan dengan oksidasi kimia menggunakan potassium dibikromat yang disebut Chemical Oxygen Demand (COD). Chemical Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi sempurna bahan organik dalam air (Wiesmann dkk., 2007). COD yang terkandung dalam air limbah disebut total Chemical Oxygen Demand ( TCOD). Total Chemical Oxygen Demand ( TCOD) terdiri atas particulate Chemical Oxygen Demand ( PCOD) dan soluble Chemical Oxygen Demand ( SCOD). PCOD adalah kandungan COD yang terdapat pada koloid dan padatan yang tersuspensi pada air limbah, sedangkan SCOD adalah kandungan COD yang terlarut pada air limbah (Metcalf & Eddy, 2003) dan bahan yang mudah didegradasi secara biologis (Padmono, 2003). Limbah yang mengadung bahan organik tinggi dapat menurunkan kualitas badan air. Pengolahan yang tepat untuk mendegradasi bahan organik yang cukup tinggi adalah pengolahan anaerobik (Nadais dkk., 2010). Pengolahan anaerobik adalah pengolahan secara biologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dalam kondisi tidak didapatkan oksigen terlarut (Indriyati, 2005). Menurut Indriyati (2005), pengolahan anaerobik memiliki keuntungan yaitu menghasilkan energi dalam bentuk biogas, dan memiliki kerugian yaitu proses pertumbuhan mikroorganisme lambat dan perlu media sebagai tempat bakteri melekat. Salah satu media yang digunakan pada pengolahan anaerobik adalah arang aktif. Bahan yang digunakan untuk arang aktif bermacam-macam, yaitu tempurung kelapa (Kurniati, 2008). Selain media, faktor yang mempengaruhi pengolahan anerobik antara lain laju beban organik atau organic loading rate (OLR) (Indriyati, 2005) dan volatile fatty acids (VFA) (Buyukkamaci & Filibeli, 2004). OLR adalah besaran yang menyatakan jumlah material organik dalam air buangan atau limbah yang diuraikan oleh mikroorganisme dalam reaktor per unit volume per hari (Indriyati, 2005). Besarnya nilai OLR atau laju beban organik yang terdapat didalam reaktor didasarkan pada nilai waktu tinggal hidraulik (Padmono, 2003) dan kondisi influent beban organik yang masuk (Chernicharo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Ramasamy dkk.,(2004) pada pengolahan anaerobik tanpa media menunjukan OLR berpengaruh terhadap efisiensi penyisihan COD sebesar 93% dan Farajzadehha dkk.,(2012) menunjukan OLR mampu menyisihkan COD sebesar 85%. Akram & Stuckey (2008) melakukan penelitian pengolahan anaerobik dengan media biofilter dalam bentuk bubuk arang aktif dengan organic loading rate (OLR) 4 16 g/l.hari. Degradasi COD

98 85 sebesar 98% pada OLR 16g/L.hari. Han dkk., (2010) melakukan penelitian pengolahan anaerobik dengan media butiran arang aktif dengan organic loading rate (OLR) sebesar 4 8 g/l.hari. Degradasi COD sebesar 80% pada OLR 4 g/l.hari. Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan menggunakan variasi OLR yaitu 4, 8, dan 16 g/l.hari untuk mengetahui efektivitas OLR dalam menyisihkan bahan organik. Selain organic loading rate (OLR), faktor lain yang berpengaruh terhadap pengolahan anaerobik adalah volatile fatty acids (VFA). Pada penelitian ini menggunakan butiran arang aktif tempurung kelapa sebagai media dengan variasi OLR, yaitu OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari menggunakan reaktor anaerobik media tetap secara kontinyu. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini untuk mewakili bahan organik adalah TCOD, dan SCOD. Selain itu dilakukan pemantauan VFA, ph, suhu dan produksi biogas. 2. Metode 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Lingkungan (Ruang 122), dan Laboratorium Basah Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pengambilan sludge sebagai inokulum penelitian diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Jalan Pegirian, Surabaya. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 7 bulan terhitung dari bulan Desember 2015 Juni Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang aktif tempurung kelapa 100 g mesh 20, akuades, bahan untuk aktivasi (larutan KOH 10%), bahan untuk air limbah sintetis (20 g glukosa; 14,4 g KNO 3; 30 g Na 2S 2O 3; 100 g NaHCO 3; 2 g NH 4Cl; 2 g MgSO 4; dan 2 g bubuk susu instan merek Danstart, sludge dari rumah pemotongan hewan (RPH) 50 ml, bahan untuk analisis TCOD dan SCOD (K 2Cr 2O 7 12,259 g; Ag 2SO 4 10 g; HgSO 4 50 g; H 2SO 4 36 N 100 ml; larutan Fe(NH 4) 2(SO 4) 2.6H 2O 1 L; indikator feroin 100 ml; dan kertas saring Whatmann 42), dan bahan untuk analisis VFA (H 2SO 4 36 N 1 L; NaOH 0,1 N 2 L; dan indikator phenolphtalein (PP) 100 ml), Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah laboratory bottle ukuran 1 L 2 buah, pompa peristaltik BT100-2J, botol sampel 50 ml bahan kaca 6 buah, ph meter, termometer air raksa 1 buah, test tube COD 6 buah, COD reaktor dengan range suhu 100 o C dan range waktu menit 1 buah, labu destilasi, heating mantle, erlenmeyer 250 ml 3 buah, buret 50 ml 2 buah, statif 2 buah, klem 4 buah, beaker glass 50 ml 1 buah, gelas ukur Pyrex A 25 ml ± 0,25 ml, gelas ukur Pyrex A 100 ml ± 1,0 ml, spektrofotometer, timbangan analitik, botol reagen bahan kaca ukuran 500 ml, pengaduk kaca 1 buah,, cawan kaca 5 buah, penjepit besi 1 buah, krus porselin 25 ml 4 buah, erlenmeyer vakum 1 buah, corong penghisap 50 mm 2 buah, oven, desikator, pipet ukur Pyrex A 10 ml ± 0,05 ml, dan manometer.

99 86 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan selama 15 hari dengan pengambilan sampel pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15. Penelitian dilakukan secara bertahap yaitu pengoperasian OLR 0 dan 4 g/l.hari pada tahap pertama selama 15 hari. Tahap selanjutnya OLR 8 g/l.hari selama 15 hari dan tahap terakhir OLR 16 g/l.hari selama 15 hari. Pada setiap tahapan dilakukan pengukuran parameter TCOD dan SCOD pada saat inlet dan outlet untuk mengetahui konsentrasi penyisihannya. Penelitian ini diawali dengan proses seeding dari lumpur RPH. Proses seeding dilakukan untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang digunakan dalam proses pengoperasian reaktor (running). Jumlah mikroorganisme dapat dipantau dari nilai VSS. Nilai VSS selama proses seeding. Nilai VSS yang telah lebih dari 3000 mg/l menunjukan proses seeding telah selesai dan lumpur RPH dapat digunakan sebagai sumber mikroorganisme pada pengoperasisan reaktor (running). Penelitian dilanjutkan dengan pengoperasian reaktor (running) untuk mendapatkan data penyisihan bahan organik, sehingga diketahui OLR efektif yang digunakan untuk pengolahan air limbah secara anaerobik kontinyu. 3.1 Penyisihan Konsentrasi Total Chemical Oxygen Demand ( TCOD) dan Soluble Chemicel Oxygen Demand ( SCOD) Pada Tiap Organic Loading Rate (OLR) Pada penelitian ini bahan organik air limbah ditunjukan dengan parameter COD. Parameter COD pada penelitian ini terdiri dari TCOD dan SCOD. TCOD diukur untuk mengetahui jumlah bahan organik dalam bentuk senyawa kompleks, sedangkan SCOD diukur untuk mengetahui bahan organik terlarut dalam bentuk senyawa sederhana hasil dari degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses anaerobik. Nilai TCOD dan SCOD didapat dari nilai influen dan efluen air limbah yang diukur setelah waktu tinggal tercapai. Waktu tinggal pada reaktor dipengaruhi oleh variasi OLR atau laju beban organik. Variasi OLR yang digunakan pada penelitian ini adalah 0, 4, 8, dan 16g/L.hari, serta OLR 0g/L.hari sebagai kontrol. Variasi OLR mempengaruhi konsentrasi penyisihan bahan organik yang ditunjukan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

100 87 Konsentrasi Penyisihan TCOD (mg/l) Waktu Operasional (Hari) OLR 0 g/l.hari OLR4 g/l.hari OLR 8 g/l.hari OLR 16 g/l.hari Gambar 4.1 Konsentrasi penyisihan TCOD berdasarkan nilai OLR Konsentrasi Penyisihan SCOD (mg/l) Waktu Operasional (Hari) OLR 0 g/l.hari OLR 4 g/l.hari OLR 8 g/l.hari OLR 16 g/l.hari Gambar 4.2 Konsentrasi penyisihan SCOD berdasarkan nilai OLR Pada OLR 0 g/l.hari menunjukan penyisihan sebesar sebesar mg/l untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan mg/l untuk penyisihan konsentrasi SCOD. Penyisihan konsentrasi TCOD tertinggi terjadi pada hari ke-6 sebesar mg/l sedangkan penyisihan konsentrasi SCOD tertinggi terjadi pada hari ke-3 sebesar mg/l. Hal tersebut menunjukan bahwa setelah hari ke-3 bakteri masih mampu melakukan penyisihan TCOD dan SCOD tetapi tidak lagi optimum. Menurut Dareioti & Kornaros, (2014) menyatakan penyisihan konsentrasi TCOD dan SCOD yang rendah akibat dari akumulasi asam asetat yang ditunjukan dengan konsentrasi VFA. Pada OLR 4 g/l.hari menunjukan penyisihan sebesar mg/l untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan mg/l untuk penyisihan konsentrasi SCOD. penyisihan tertinggi TCOD sebesar mg/l terjadi pada hari ke-3 dan SCOD sebesar 697 mg/l terjadi pada hari ke-12. Namun kinerja optimum reaktor OLR 4 g/l.hari terjadi pada hari ke-12 ditunjukan penurunan VFA dan produksi biogas yang cukup tinggi. Pada OLR 4 g/l.hari kemampuan penyisihan bahan organik lebih rendah dari OLR 0 g/l.hari. Hal tersebut terjadi karena pada OLR 4 g/l.hari terjadi

101 88 sistem kontinyu yaitu dilakukan pengaliran air limbah secara kontinyu pada reaktor dengan waktu tinggal tertentu sehingga beban organik yang masuk dalam reaktor selalu bertambah. Pada OLR 0 g/l.hari tidak ada aliran air limbah sehingga beban organik yang ada pada reaktor tetap dan mikroba lebih optimum mendegradasi air limbah. Menurut Indriyati (2003), kenaikan konsentrasi bahan organik yang terlalu cepat menyebabkan bakteri metanogenik yang tumbuh lebih lambat daripada bakteri asidogenik, belum siap untuk mengolah beban organik yang lebih besar. Hal tersebut yang menyebabkan konsentrasi penyisihan OLR 4 g/l.hari lebih rendah OLR 0 g/l.hari. Pada OLR 8 g/l.hari menunjukan penyisihan sebesar mg/l untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan mg/l untuk penyisihan konsentrasi SCOD. Penyisihan tertinggi TCOD sebesar mg/l terjadi pada hari ke-3 dan SCOD sebesar mg/l terjadi pada hari ke-15. Peningkatan penyisihan pada hari ke-15 karena bakteri metanogenik telah siap mendegradasi SCOD dan konsentrasi VFA untuk dikonversi menjadi biogas. Pada OLR 8 g/l.hari penyisihan bahan organik lebih tinggi dari OLR sebelumnya karena pada OLR ini debit aliran yang masuk lebih cepat dari pada OLR 4 g/l.hari sehingga biomassa yang terdapat pada air limbah cepat berganti dengan biomassa yang baru. Hal tersebut yang membuat peningkatan penyisihan pada OLR 8 g/l.hari daripada OLR 4 g/l.hari yang memiliki debit lebih lamban. Pada OLR 16 g/l.hari menunjukan penyisihan sebesar mg/l untuk penyisihan konsentrasi TCOD dan mg/l untuk penyisihan konsentrasi SCOD. Penyisihan tertinggi TCOD sebesar mg/l dan SCOD sebesar mg/l terjadi pada hari ke-15. Peningkatan penyisihan pada hari ke-15 karena bakteri metanogenik telah siap mendegradasi SCOD dan konsentrasi VFA untuk dikonversi menjadi biogas. Menurut Soetopo dkk., (2011), bakteri metanogenik mereduksi SCOD dan menguraikan konsentrasi VFA menjadi gas metan (CH 4) dan CO 2. Pada OLR 16 g/l.hari memiliki penyisihan bahan organik tertinggi dari OLR 0, 4, dan 8 g/l.hari. Tinggi penyisihan bahan organik pada OLR 16 g/l.hari karena biomassa yang terdapat pada reaktor lebih cepat berganti sehingga mampu mendegradasi beban organik yang masuk kedalam reaktor. Menurut Akram & Stuckey (2008), semakin tinggi penyisihan pada OLR yang besar disebabkan terlepasnya biomassa yang telah menyerap bahan organik dan digantikan biomassa yang baru, sehingga membuat kinerja reaktor lebih stabil dan lebih tinggi dari OLR yang kecil. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar OLR maka penyisihan TCOD dan SCOD semakin tinggi dan waktu tinggal yang terjadi semakin singkat. Selain itu, semakin besar OLR produksi biogas semakin tinggi dan konsentrasi VFA menurun..selain itu, media arang aktif tempurung kelapa juga melakukan adsorpsi bahan organik yang terdapat dalam air limbah membuat proses pengolahan anaerobik lebih optimal (Kasam dkk., 2005). Berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar OLR maka penyisihan TCOD dan SCOD semakin tinggi dan waktu tinggal yang terjadi semakin singkat. Selain itu, semakin besar OLR produksi biogas semakin tinggi

102 89 dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan konsentrasi VFA menurun. Selain dari penyisihan bahan organik keberhasilan proses anaerobik pada reaktor terlihat dari nilai ph dan suhu dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Produksi Biogas (Cm 3 ) Waktu Operasional (Hari) OLR 4 g/l.hari OLR 8 g/l.hari OLR 16 g/l.hari OLR 0g/L.hari Gambar 4.3 Produksi biogas pada tiap OLR 7.5 Nilai ph Hari ke- OLR 4g/L.hari OLR 8g/L.hari OLR 16g/L.hari OLR 0g/L.hari Gambar 4.4 Nilai ph pada semua OLR 32.0 Suhu ( o C) Hari ke- OLR 4g/L.hari OLR 8g/L.hari OLR 16g/L.hari OLR 0g/L.hari Gambar 4.5 Nilai suhu pada semua OLR Pada Gambar 4.4, nilai ph pada setiap reaktor berkisar Nilai ph tersebut dapat menunjukan bahwa pada setiap reaktor telah terjadi proses anaerobik. Gerardi (2003) menyatakan bahwa bakteri anaerob mampu tumbuh dan bekerja dengan baik pada ph Pada Gambar 4.5 nilai suhu pada

103 90 setiap reaktor berkisar o C. Menurut Gerardi (2003) suhu optimum pada proses anaerobik berkisar antara o C, tetapi Angelidaki & Ahring (1993) menyatakan bahwa proses anaerobik dapat terjadi pada suhu o C dan mampu mendegradasi bahan organik. Berdasarkan data-data yang didapatkan pada penelitian ini dapat diketahui bahwa pada penelitian ini kinerja reakto anaerobik berjalan baik. 3.2 Beda Konsentrasi Penyisihan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Bila Nilai OLR Berbeda Pada uji beda konsentrasi penyisihan bahan organik bila nilai OLR berbeda menggunakan konsentrasi penyisihan TCOD dan SCOD pada hari ke- 15 karena pada hari ke-15 proses anaerobik dianggap telah selesei dan penyisihan tertinggi terjadi pada hari ke-15. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa pada setiap OLR menunjukan tingkat konsentrasi penyisihan bahan organik yang berbeda-beda. Penyisihan bahan organik pada setiap OLR dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, OLR 16 g/l.hari mampu menyisihkan bahan organik dengan penyisihan tertinggi dibandingkan OLR yang lainnya. Penyisihan bahan organik OLR 16 g/l.hari TCOD sebesar mg/l dan SCOD sebesar mg/l. Data penyisihan bahan organik berdasarakan nilai OLR diuji secara statistika dengan software SPSS versi 22. Berdasarkan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov, diperoleh nilai signifikan penyisihan TCOD sebesar 0,180 dan SCOD sebesar 0,129. Nilai signifikasi yang lebih dari 0,05 menunjukan sampel berdistribusi normal. Langkah selanjutnya dilakukan uji Homogenitas sampel taraf (α) 0,05 dengan Levene s test. Hasil uji tersebut menunjukan signifikansi taraf TCOD dan SCOD lebih dari 0,05, sehingga varian data bersifat homogen. Tahap selanjutnya, dilakukan uji Anova Two-Way dengan taraf (α) 0,05. Hasil uji Anova menunjukan nilai signifikasi TCOD sebesar 0,005 dan scod sebesar 0,000. Hasil uji beda menyatakan bahwa konsentrasi penyisihan konsentrasi TCOD dan SCOD ada beda signifikan. 3.3 Organic Loading Rate (OLR) Efektif Untuk Menyisihkan Bahan Organik Menggunakan Reaktor Anaerobik Kontinyu Bermedia Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifer) Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa variasi nilai OLR berpengaruh pada konsentrasi penyisihan bahan organik. Hal tersebut dapat dilihat dari OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari yang memiliki beda signifikan pada konsentrasi penyisihan TCOD dan SCOD. Pada konsentrasi penyisihan TCOD OLR 0 g/l.hari dengan OLR 16 g/l.hari tidak memiliki beda signifikan, sedangkan pada konsentrasi penyisihan SCOD OLR 4g/L.hari memiliki beda signifikan dengan OLR lainnya. Namun berdasarkan hasil mean penyisihan OLR

104 91 16 g/l.hari memiliki konsentrasi penyisihan TCOD yang lebih tinggi dari OLR lainnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Organic Loading Rate 16 g/l.hari memiliki penyisihan tinggi karena disebabkan terlepasnya biomassa yang telah menyerap bahan organik dan digantikan biomassa yang baru, sehingga membuat kinerja reaktor lebih stabil dan lebih baik dari OLR yang kecil. Semakin besar OLR juga waktu yang dibutuhkan untuk proses anaerobik lebih singkat dan air limbah yang diolah semakin. Oleh karena itu, OLR yang efektif untuk digunakan pada proses pengolahan anaerobik adalah OLR yang memiliki nilai besar dan pada penelitian ini OLR yang efektif adalah OLR 16g/L.hari. 4. Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan : 1. Penyisihan konsentrasi TCOD pada OLR 0 g/l.hari sebesar mg/l, OLR 4 g/l.hari sebesar mg/l, OLR 8 g/l.hari sebesar mg/l, dan OLR 16 g/l.hari sebesar mg/l. Untuk penyisihan konsentrasi SCOD pada OLR 0 g/l.hari sebesar mg/l, OLR 4 g/l.hari sebesar 635 mg/l, OLR 8 g/l.hari sebesar mg/l, dan OLR 16 g/l.hari sebesar mg/l. 2. Konsentrasi penyisihan TCOD dan SCOD terdapat beda bila nilai OLR 0, 4, 8, dan 16 g/l.hari. 3. Organic Loading Rate yang efektif digunakan untuk penyisihan bahan organik adalah OLR 16 g/l.hari. Daftar Pustaka Akram, A., & Stuckey, D. C., Flux and Performance Improvement in A Submerged Anaerobic Membrane Bioreactor (SAMBR) Using Powdered Activated Carbon (PAC). Process Biochemistry. 4: Angeldaki, I., & Ahring, B. K., Anaerobic Thermophilic Digestion Of Manure At Different Ammonia Loads : Effect Of Temperature. Was. Res. 28(3) Buyukkamaci, N., & Filibeli, A., Volatile Fatty Acid in Anerobic Hybrid Reactor. Process Biochemistry. 39: Chernicharo, C. A. L., Biological Wastewater Treatment Series Volume Four: Anaerobic Reactors. IWA Publishing, London. Hal.: 77. Dareioti, M. A., & Kornaros, M., Effect of Hydraulic Retention Time (HRT) On The Anaerobic Co-Digestion Of Agro-Industrial Wastes In a Two-Stage CSTR System. Bioresource Technology. 167 (2014): Farajzadehha, S., Mirbagheri, S. A., Farajzadehha, S., dan Shayegan, J., Lab Scale Study of HRT and OLR Optimization in UASB Reactor for Pretreating Fortified Wastewater in Various Operational Temperatures. APCBEE Procedia. Hal Gerardi, M. H., The Microbiology of Anerobic Digesters. John Wiley and Sons Inc, New Jersey. Hal.:

105 92 Han, W., Chen, H., Yao, X., Li, Y., dan Yang, C., Biohydrogen Production with Anaerobic Sludge Immobilized by Granular Activated Carbon in A Continuous Strirred-tank. Journal of Forestry Research. 21(4): Indriyati, Proses Pembenihan (Seeding) dan Aklimatisasi pada Reaktor Tipe Fixed Bed. Jurnal Teknik Lingkungan, 4(2): Indriyati, Pengolahan Limbah Cair Organik secara Biologi Menggunakan Reaktor Anerobik Lekat Diam. JAI, 1(3): Kasam, Yulianto, Andik, dan Sukma, T., Penurunan Chemical Oxygen Demand dalam Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa. Jurnal Logika. 2(2): Kurniati, E., Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2): Metcalf & Eddy, Wastewater Engineering: Treatment and Reuse 4 th Edition. McGraw Hill. Hal Nadais, M. H. G. A. G., Capela, M. I. A. P. F., Arroja, L. M. G. A., dan Hung, Y. T., Anaerobic Treatment of Milk Processing Wastewater. Handbook. Padmono, D., Pengaruh Beban Organik Terhadap Efisiensi Anerobic Fixed Bed Reactor dengan Aliran Catu Upflow. Jurnal Teknik Lingkungan. 4(3): Ramasamy, E.V., Gajalaksmi, S., Sanjeevi, R., Jithesh, M. N., dan Abbasi, S. A., Feasibility Studies on The Treatment of Dairy Wastewaters with Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactors. Biosource Technology Soetopo, R.S., Purwati, S., Setiawan, Y., dan Adhytia, K.W Efektivitas Proses Kontinyu Digestasi Anaerobik Dua Tahap Pada Pengolahan Lumpur Biologi Industri Kertas. Jurnal Riset Industri. 5 (2): Templeton, M. R., & Butler, D., An Introduction to Wastewater Treatment. Ventus Publishing, USA. Hal: Wiesmann, U., Choi, I. S., dan Dombrowski, E. M., Fundamental Biological Wastewater Treatment. Wiley-VchVerlag Gmbh and Co. Kgaa, Berlin. Hal:

106 Lampiran 2 Data Bahan Organik Running Tabel 1 Data Rata-rata Hasil Analisis Bahan Organik Pada Setiap OLR OLR 0 g/l.hari TCOD SCOD Hari Efisie ke- nsi Inf (mg/l) Penyisiha n (mg/l) Inf (mg/l) Penyisiha n (mg/l) Efisien si (%) (%) OLR 4 g/l.hari Hari ke- Inf (mg/l) Eff (mg/l) TCOD Penyisi han (mg/l) Efisiensi (%) Inf (mg/l) Eff (mg/l) SCOD Penyisiha n (mg/l) Efisien si (%) OLR 8 g/l.hari Hari ke- Inf (mg/ L) Eff (mg/l) TCOD Penyisiha n (mg/l) Efisien si (%) Inf (mg/l) Eff (mg/l) SCOD Penyisiha n (mg/l) Efisien si (%) OLR 16 g/l.hari Hari TCOD SCOD Inf Eff Penyisihan Efisiensi Inf Eff Penyisihan ke- (mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (mg/l) (mg/l) (mg/l) Efisiensi (%) 93

107 Lampiran 3 Data VFA, ph, Suhu, dan Biogas Running Tabel 1 Data Rata-rata Hasil Analisis VFA, ph, Suhu, dan Biogas Pada Setiap OLR OLR 0 g/l.hari Hari ke- VFA (mg/l) ph Suhu ( o C) Biogas (cm 3 ) OLR 4 g/l.hari Hari ke- VFA (mg/l) ph Suhu ( o C) Biogas (cm 3 ) OLR 8 g/l.hari Hari ke- VFA (mg/l) ph Suhu ( o C) Biogas (cm 3 ) OLR 16 g/l.hari Hari ke- VFA (mg/l) ph Suhu ( o C) Biogas (cm 3 )

108 Lampiran 4 Hasil Seeding OLR 0 g/l.hari Pra Seeding Pasca Seeding OLR 4 g/l.hari Pra Seeding Pasca Seeding OLR 8 g/l.hari Pra Seeding Pasca Seeding OLR 16 g/l.hari Pra Seeding Pasca Seeding

109 Lampiran 5. Hasil Analisis Data Secara Statistik Tabel 1. Beda Nyata Waktu Operasional TCOD Duncan a,b Subset hari N H H H H H H Sig Duncan a,b SCOD hari N Subset 1 2 H H H H H H Sig

110 Tabel 2. Beda Nyata Tiap OLR One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SCOD TCOD N Normal Parameters a,b Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed).180 c.129 c Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Levene's Test of Equality of Error Variances a F df1 df2 Sig. TCOD SCOD Tabel 4. Hasil Uji Beda Tests of Between-Subjects Effects Source Dependent Variable Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model TCOD a SCOD b Intercept TCOD SCOD Perlakuan TCOD SCOD Error TCOD SCOD Total TCOD SCOD Corrected Total TCOD SCOD

111 Tabel 5. Hasil Uji Duncan Duncan a,b TCOD Perlakuan N Subset OLR OLR OLR OLR Sig Duncan a,b SCOD Perlakuan N Subset 1 2 OLR OLR OLR OLR Sig

112 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Gambar 1. OLR 0 g/l.hari Gambar 2. OLR 4 g/l.hari Gambar 3 OLR 8 g/l.hari Gambar 4 OLR 16 g/l.hari 99

113 Lampiran 7. Data Pribadi Penyusun Nama : Arya Zulfikar Paramarta Tempat dan Tanggal Lahir : Surabaya, 21 Maret 1994 Alamat Nama orang tua (Ayah) Nama orang tua (Ibu) Status dalam keluarga : Banyu Urip Wetan VD/55 Surabaya : Andi T.S : Aisyah : Saya dalam keluarga sebagai anak tunggal. 100

EFEKTIVITAS BENTONIT YANG TERAKTIVASI H 3 PO 4 DAN KOH SEBAGAI ADSORBEN AMONIA PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROB

EFEKTIVITAS BENTONIT YANG TERAKTIVASI H 3 PO 4 DAN KOH SEBAGAI ADSORBEN AMONIA PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROB SKRIPSI EFEKTIVITAS BENTONIT YANG TERAKTIVASI H 3 PO 4 DAN KOH SEBAGAI ADSORBEN AMONIA PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROB SITI MARIYA ULFA PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI EFEKTIVITAS ZEOLIT TERAKTIVASI H 3 PO 4 DAN KOH UNTUK PENYISIHAN TOTAL AMONIA NITROGEN DAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN ANAEROBIC FIXED BED REACTOR INDAH PURNAMASARI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Basah, Laboratorium Ekologi dan Lingkungan (Ruang 122), dan Laboratorium Genetika

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PENGGUNAAN ANAEROBIC FIXED BED REACTOR DENGAN VARIASI KOMPOSISI MEDIA KARBON AKTIF DAN ZEOLIT UNTUK MENURUNKAN KADAR AMONIA DAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND PADA LIMBAH SINTETIK PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI

ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SKRIPSI ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI ANGGI VANESTIKA PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL Oleh : Indriyati Abstrak Limbah cair yang dihasilkan PT. Van Melle Indonesia (PTVMI), mengundang bahan organik tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja III.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan limbah pulp kakao yang berasal dari perkebunan coklat PT IGE di updelling Cipatat sebagai media atau substrat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha) Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2005, hasil ekspor produk primer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN A.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, (USU), Medan. A.2 BAHAN DAN PERALATAN A.2.1 Bahan-Bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu hasil perkebunan yang berkembang dengan sangat cepat di daerah-daerah tropis. Semenjak tahun awal tahun 1980 luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED

PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED Indriyati Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkaijan dan Penrapan Teknologi, Jakarta Abstrak

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena pada penelitian ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan adanya kontrol

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAAN ARANG AKTIF DARI KULIT PISANG DENGAN AKTIVATOR KOH DAN APLIKASINYA TERHADAP ADSORPSI LOGAM Fe BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : Sigit Purwito

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO Amy Insari Kusuma 3308100103 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Ellina S.P. MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA L.A.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Tabel A.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN IV PKS Adolina No. Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji 1. Ph -

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

Waterlettuce (Pistia statiotes L.) as Biofilter

Waterlettuce (Pistia statiotes L.) as Biofilter EFEKTIVITAS PENURUNAN BAHAN ORGANIK DAN ANORGANIK PADA LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN TUMBUHAN KAYU APU ( (Pistia statiotes L.) SEBAGAI BIOFILTER Decreasing Effectiveness of Organic and Inorganic

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Umum Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB Winardi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: win@pplh-untan.or.id ABSTRAK Reaktor batch

Lebih terperinci