BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat yang menempati daerah bentanglahan Karst

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat yang menempati daerah bentanglahan Karst"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan masyarakat yang menempati daerah bentanglahan Karst tidak begitu menguntungkan bila untuk bercocok tanam, pilihan untuk mendapat sumber ekonomi yang cepat pada daerah gersang tersebut adalah mengeksploitasi dengan cara menambang. Batugamping mempunyai nilai ekonomi karena batugamping sebagai bahan dasar dari pembuatan Semen Portland, dilihat dari keuntungan yang didapatkan bila mengeksploitasinya. Pilihan mengeksploitasi untuk penambangan memang yang paling mudah dan cepat untuk mendapat keuntungan ekonomi tetapi dengan arus pemahaman terhadap masyarakat tentang dampak yang akan dirasakan di masa depan, pilihan untuk mengeksploitasi dengan cara menambang bukan pilihan utama lagi. Terbukti dari masifnya perlawanan masyarakat di kawasan perbukitan Karst Kendeng utara untuk menolak pembangunan pabrik semen gresik (Kompas.com, 2011) Ekowisata karst alternatif yang ditawarkan untuk bentanglahan yang mempunyai kekhasan dan keunikan yang tidak ditemukan di bentanglahan selain bentanglahan Karst. Nilai jual untuk pariwisata pada bentanglahan Karst adalah Gua-gua yang berbentuk horisontal dan vertikal selain itu juga ada danau dan perbukitan yang berbentuk mangkok terbalik (conical hills) dan menara (tower

2 karst) menjadi daya tarik yang sangat luar biasa bagi wisatawan yang ingin berpetualang di alam bebas. Pada umumnya pengembangan pariwisata di suatu daerah berpotensi menyebabkan terjadinya berbagai dampak baik positif maupun negatif. Tetapi pengembangan pariwisata yang berbasis ekologi dan ekowisata tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem. Pengembangan wisata yang demikian ini sangat tepat untuk kawasan konservasi. Sebab dengan pengembangan ekowisata, kawasan konservasi akan tetap lestari dan mampu mendatangkan manfaat ekonomi serta mencegah terjadinya kerusakan ataupun alih penggunaan kawasan (Fandeli, 2002). Selama beberapa dekade, pariwisata telah mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperdalam diversifikasi untuk menjadi salah satu sektor ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia. Wisata modern terkait erat dengan pengembangan dan mencakup semakin banyak tujuan baru. Dinamika ini telah berubah pariwisata menjadi pendorong utama bagi kemajuan sosial-ekonomi. Saat ini, volume bisnis pariwisata sama atau bahkan melampaui dari ekspor minyak, produk makanan atau mobil. Pariwisata telah menjadi salah satu pemain utama dalam perdagangan internasional, dan mewakili pada saat yang sama salah satu sumber pendapatan utama bagi negara-negara berkembang (World Tourism Organization UNWTO, 2012) Industri pariwisata telah berkembang dengan baik, melalui diversifikasi produk maupun kualitas pelayanan yang diberikan. Menurut World Tourism

3 Organization (UNWTO) yang berbasis di kota Madrid, Spanyol dalam press realese menyatakan bahwa pariwisata internasional mencapai satu milyar pada akhir tahun 2012, melihat dari jumlah wisatawan internasional di seluruh dunia tumbuh sebesar 5% antara Januari dan Juni 2012 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 (22 juta lebih) dan Asia dan Pasifik (+8%) memimpin pertumbuhan menurut wilayah, didorong oleh pemulihan pariwisata inbound dan outbound Jepang serta oleh kinerja yang kuat terus lainnya pasar sumber utama seluruh wilayah. Tujuan di Asia Selatan dan Asia Tenggara (+9%) menunjukkan beberapa hasil terbaik di seluruh dunia. Meskipun Asia dipengaruhi oleh krisis ekonomi tahun karena hubungan yang kuat dengan negara lainnya, wilayah ini telah bangkit kembali dengan cepat dan saat ini merupakan pemimpin dalam ekonomi global Perumusan Masalah Dalam pembahasan keputusan peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah. Menyebutkan bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya, yang dapat menjadi salah satu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. bahwa dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, dan pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi, ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan.

4 Wilayah perbukitan pada kawasan Kendeng Utara merupakan kawasan karst yang terbentang luas dari Kabupaten Grobogan di bagian selatan hingga Kabupaten Pati di bagian utara Perbukitan Kendeng Utara. Morfologi kawasan Karst Kendeng Utara secara regional merupakan komplek perbukitan karst yang terletak pada struktur perbukitan lipatan. Setelah perlipatan mengalami proses pelarutan, pada bagian puncak perbukitan karst di permukaan (eksokarst) ditemukan morfologi bukit-bukit kerucut (conical hills), cekungan-cekungan hasil pelarutan (dolina), lembah-lembah aliran sungai yang membentuk mulut gua (sinkhole), mata air dan telaga karst ditemukan pada bagian bawah. Morfologi bawah permukaan (endokarst) kawasan karst tersebut terbentuk morfologi sistem gua dan sungai bawah tanah. Pada bagian utara dan selatan batas akhir batugamping merupakan dataran pola aliran (sistem hidrologi) yang berkembang adalah pola pengaliran paralel yang dikontrol oleh struktur geologi dan proses pelarutan yang ada di kawasan tersebut. Penjajaran mata air karst pada bagian utara dan selatan perbukitan Karst Sukolilo, muncul pada ketinggian kisaran mdpl radius 1-2 km dari perbukitan Karst Sukolilo. Untuk kawasan Karst Grobogan, pemunculan mata air Karst pada zona Utara terletak pada kisaran ketinggian mdpl dan pada zona Selatan muncul pada ketinggian antara mdpl. Mata air dan sistem sungai bawah tanah di kawasan Karst Kendeng Utara bersifat perennial (Petrasa et al, 2008) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst,

5 menyatakan bahwa tujuan pengelolaan kawasan tersebut adalah untuk : meningkatkan upaya perlindungan kawasan karst dengan cara melestarikan fungsi hidrogeologi, proses geologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya, melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di kawasan Karst, meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitarnya serta meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan diperkuat dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan kawasan Karst Sukolilo, dalam lampirannya menyatakan bahwa, Kabupaten Pati : Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Kabupaten Grobogan : Kecamatan Grobogan, Tawangharjo, Wirosari dan Ngaringan. Fakta di lapangan hidrologi karst terancam karena sumber air di perbukitan Karst Gua Wareh di Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terancam musnah jika kegiatan pertambangan untuk bahan pabrik semen dilakukan di kawasan itu. Padahal, Gua Wareh dan sekitar 49 mata air lainnya dimanfaatkan penduduk untuk memasak, minum, mencuci, dan mengairi sawah. Beberapa uraian yang di atas mulai dari status perekonomian dan morfologi daerah kawasan Karst Kendeng Utara Kabupaten Pati dan penetapan sebagai kawasan Karst yang dilindungi oleh pemerintah namun pada kenyataannya permasalahan tersebut menimbulkan pertanyaan yang ingin dikaji dalam penelitia ini seperti berikut :

6 1. Bagaimana potensi kawasan Karst Kendeng Utara untuk pengembangan ekowisata? 2. Bagaimana nilai visual lanskap untuk arahan wisata yang selaras dengan kelestarian lingkungan kawasan Karst Kendeng Utara? Dari latar belakang dan perumusan masalah yang sudah diuraikan di atas peneliti tertarik ingin membuat penelitian dengan judul Potensi Ekowisata di Kawasan Perbukitan Karst Kendeng Utara di Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui potensi visual lanskap karst untuk objek Ekowisata. 2. Menyusun arahan lokasi objek ekowisata Karst Kendeng Utara 1.4. Kegunaan Penelitian : 1. Nilai kepentingan dari kawasan Karst dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan kawasan konservasi 2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ekowisata Karst 3. Memberikan alternatif pendekatan berkaitan dengan masyarakat sekitar perbukitan Karst Kendeng Utara sebagai basis dalam pengembangan ekowisata.

7 1.5. Tinjauan Pustaka Bukit Karst Istilah Karst pertama kali diserap ke dalam bahasa Jerman dari bahasa Slavia Krs Istilah ini diberikan kepada suatu daerah dengan topografi khas di suatu wilayah di Yugoslavia (sekarang Serbia-Bosnia-Herzegovina-Slovenia- Albania) sebagai akibat proses pelarutan pada batuannya. Di banyak negara istilahnya telah berubah seperti misalnya Karst (Jerman dan Inggris), carso (Italia), kras (negara-negara Balkan), karusuto (Jepang), atau Karst (Malaysia). Di dalam bahasa Indonesia pernah diperkenalkan istilah kras atau curing.(mumfangati, 2004) Lanskap Karst dicirikan oleh permukaan batuan bergaris dan permukaan batu yang berlubang dan sinkholes, sungai bawah tanah, mata air, sistem drainase bawah permukaan, dan gua. Fitur-fitur yang unik dan tiga-dimensi sifat lanskap Karst adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara geologi, iklim, topografi, hidrologi, dan faktor biologis selama skala waktu yang lama. Secara global, contoh topografi Karst dapat ditemukan di semua lintang dan di semua ketinggian, dengan jenis batuan berpotensi mengandung Karst seluas sekitar 20% dari permukaan daratan Bumi (Ford dan Williams, 1992) Kawasan Karst tidak hanya mengandung aspek batuan (geologi) dan bentang alam (geomorfologi), tetapi juga meliputi aspek hidrologi-hidrogeologi serta keseluruhan aspek lingkungannya. Dalam definisi yang dikembangkan oleh para ahli Karst-speleologi yang merujuk kepada Badan Konservasi Dunia IUCN:

8 "Petunjuk Perlindungan Gua dan Karst",Karst dalam makna sempit adalah setiap kawasan yang terbentuk oleh proses pelarutan, dan dalam makna luas berarti suatu kesatuan dinamis dari sistem bentuk muka bumi, kehidupan,energi, air, gas, tanah, dan batuan dasar Dolin Dolin merupakan cekungan pada bentanglahan Karst yang terbentuk akibat adanya depresi karena terjadinya penyumbatan pada ponor oleh material sedimen. Cekungan ini biasanya merupakan gabungan dari doline-doline yang mengalami erosi lateral sehingga terbenntuk cekungan yang lebih luas. Terjadinya penyumbatan ponor atau tempat lolosnya air diakibatkan oleh adanya material hasil erosi di daerah sekitar dan terakumulasi di titik yang rendah seperti cekungan yaitu doline kemudian ketika hujan, air yang jatuh kepermukaan akan tertahan dipermukaan ( tidak meresap ke bawah ) sehingga terbentuk genangan. Doline berasal dari kata "dolina", sebuah kata Slavia yang artinya lembah. Menurut Waltham et al,( 2005) ada enam tipe doline atau sinkhole dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Enam tipe doline atau sinkhole

9 a. Solution doline atau Sinkholes Pelarutan dibentuk oleh penurunan lambat dissolutional dari singkapan batu gamping atau rockhead, dibantu dengan keruntuhan skala kecil. Hal yang normal dari sebuah daerah Karst yang telah berevolusi selama rentang waktu geologi, dan fitur yang lebih besar dari bentang alam utama. Sebuah fitur lama, mungkin m dan 10 m di dalam, masih harus pecah-pecah dan berpotensi tidak stabil massa batuan di suatu tempat di bawah titik terendah. Fitur pelarutan sebanding adalah lubang dan poros, tetapi ini terbentuk pada sungai tenggelam, sedangkan sinkholes kerucut terbentuk sebagian besar disebarluaskan oleh air perkolasi. b. Collapse Doline dibentuk oleh kegagalan instan atau progresif runtuhnya atap batu gamping di atas gua besar atau kelompok gua kecil. Meskipun sinkholes keruntuhan besar yang tidak umum, skala kecil runtuhnya memberikan kontribusi ke permukaan dan degradasi rockhead di Karst, dan ada sebuah kontinum dari morfologi antara keruntuhan dan jenis pelarutan ambles. c. Caprock Doline sebanding dengan sinkholes runtuh, kecuali bahwa ada yang melemahkan dari runtuhnya suatu Caprock larut di atas rongga Karst pada batu gamping yang mendasarinya. Mereka hanya terjadi di palaeokarst atau Karst Interstratal dengan gua utama, dan karena itu mungkin fitur dari singkapan batuan larut d. Dropout Doline terbentuk di tanah penutup kohesif, di mana meresap air hujan yang membawa tanah ke celah stabil pada gua-gua di batu gamping

10 yang mendasari. Kegagalan cepat dari permukaan tanah terjadi ketika tanah runtuh ke dalam kekosongan yang telah perlahan-lahan memperbesar dan stoping ke atas sementara tanah dicuci ke dalam batu gamping celah bawah. e. Suffosion Doline terbentuk di non-kohesif tanah penutup, di mana meresap air hujan yang membawa tanah ke celah stabil pada gua-gua di batu gamping yang mendasarinya. Subsidence lambat dari permukaan tanah terjadi sebagai kemerosotan tanah dan berdiam di lapisan atasnya ketika sedang dihapus dari bawah dengan cara terlarut ke dalam batu gamping yang mendasari - proses suffosion, sinkhole mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang di pasir granular. Mereka juga dikenal sebagai sinkholes subsidence penutup. Sebuah kontinum proses dan morfologi ada antara sinkholes dropout dan suffosion, yang terbentuk pada berbagai tingkat dalam tanah mulai dari tanah lempung kohesif untuk pasir non-kohesif. Kedua proses ini terjadi secara berurutan di tempat yang sama dalam mengubah curah hujan dan kondisi aliran, dan proses Dropout dapat dianggap sebagai suffosion sangat cepat. Dropout dan suffosion sinkholes umumnya dijelaskan secara kolektif sebagai sinkholes subsidence dan membentuk sinkhole dan untuk teknik sipil ini sebagai bahaya utama. Sinkholes Subsidence juga dikenal sebagai sinkholes penutup, sinkholes aluvial, sinkholes ravelling atau shakeholes. f. Buried Doline terjadi di mana pembubaran kuno atau runtuhnya sinkholes yang diisi dengan tanah, puing-puing atau sedimen akibat perubahan

11 lingkungan. Penurunan permukaan maka dapat terjadi karena pemadatan tanah mengisi, dan dapat diperburuk apabila beberapa tanah terbawa ke dalaman. Sinkholes Buried merupakan bentuk ekstrem lega rockhead, dan dapat menghilangkan dasar pondasi yang stabil, mereka mungkin fitur terisolasi atau komponen dari rockhead pinnacled. Mereka termasuk sinkholes diisi tanah penuh pipa dan breksi kecil pipa yang tidak memiliki ekspresi permukaan. Besar breksi pipa terbentuk selama evaporites terkubur berada di luar cakupan makalah ini. Penyelesaian lambat mengisi dalam buried sinkholes, mungkin disebabkan oleh penurunan muka air, menciptakan depresi permukaan dangkal dikenal di Afrika Selatan sebagai pemadatan sinkholes Lembah Karst Lembah Karst, adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Ada 4 macam lembah Karst menurut (Sweeting, 1972), yaitu : I. Allogenic valley, lembah Karst dengan hulu pada batuan kedap air (bukan batugamping) yang kemudian masuk ke dalam daerah Karst. II. Blind valley, lembah Karst yang alirannya tiba-tiba hilang karena masuk ke dalam batuan.

12 III. Pocket valley, yaitu lembah yang berasosiasi dengan mata air yang besar dan keluar dari batuan kedap air (bukan batugamping) yang berada di bawah lapisan batugamping. IV. Dry valley, lembah yang mirip dengan lembah fluviatil tetapi bukan sebagai penyaluran air permukaan karena air yang masuk langsung meresap ke batuan dasarnya (karena banyak rekahan) Gua Karst Gua Karst merupakan bentuk akibat terjadinya peristiwa pelarutan beberapa jenis batuan akibat aktivitas air hujan dan air tanah, sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan batuan tersebut. Proses Pembentukan Gua Tahap awal, air tanah mengalir melalui bidang rekahan pada lapisan batugamping menuju ke sungai permukaan. Mineral-mineral yang mudah larut dierosi dan lubang aliran air tanah tersebut semakin membesar. Sungai permukaan lama-lama menggerus dasar sungai dan mulai membentuk jalur gua horisontal. Setelah semakin dalam tergerus, aliran air tanah akan mencari jalur gua horisontal yang baru dan langitlangit atas gua tersebut akan runtuh dan bertemu sistem gua horisontal yang lama dan membentuk surupan (sumuran gua). Gua Karst yang terjadi dalam kawasan batugamping adalah yang paling sering ditemukan (70 % dari seluruh gua di dunia). Diperkirakan wilayah sebaran Karst batugamping RRC adalah yang terluas di dunia. Gua Karst lainnya terdiri

13 atas gipsum (banyak di AS), halit / garam NaCl dan KCl (banyak di Rusia, Rumania, Hongaria) dan dolomit (banyak di Eropa Barat) Ornamen-ornamen alam Gua Karst di antaranya seperti berikut ini: a. Geode: Batu permata yang terbentuk dari pembentukan rongga oleh aktifitas pelarutan air`tanah. Kemudian dalam kondisi yang berbeda terjadi pengendapan material mineral (kuarsa, kalsit dan fluorit) yang dibawa oleh air tanah pada bagian dinding rongga. b. Stalaktit ( stalactite ) Terbentuk dari tetesan air dari atap gua yang mengandung kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang mengkristal, dari tiap tetes air akan menambah tebal endapan yang membentuk kerucut menggantung dilangit-langit gua. Berikut ini adalah reaksi kimia pada proses pelarutan batugamping : CaCO 3 + CO 2 + H 2 O à Ca 2 + 2HCO 3 c. Stalakmit ( stalacmite ) Merupakan pasangan dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua. d. Tiang ( Column ) Merupakan hasil pertemuan endapan antara stalaktit dan stalakmit yang akhirnya membentuk tiang yang menghubungkan stalaktit dan stalakmit menjadi satu. e. Tirai (drapery) terbentuk dari air yang menetes melalui bidang rekahan yang memanjang pada langit-langit yang miring hingga membentuk endapan cantik yang berbentuk lembaran tipis vertikal. f. Teras Travertin merupakan kolam air di dasar gua yang mengalir dari satu lantai tinggi ke lantai yang lebih rendah, dan ketika mereka menguap, kalsium karbonat diendapkan di lantai gua

14 Gua dapat diklasifikasikan berdasarkan proses terbentuknya menjadi tiga (Mylroie dan Carew, 1995) Yaitu : 1. Pit caves, gua yang terbentuk dari perkembangan shaft secara terus menerus sampai terbentuk suatu sistem protocave dengan aliran kearah vertikal. 2. Phreatic caves (flank margin caves dan banana hole ), merupakan gua yang berkembang dibawah muka air tanah. Flank margin cave terbentuk oleh proses pelarutan pada daerah tepi lensa muka air tanah yang berbatasan dengan muka air laut, proses pelarutan yang terjadi dipengaruhi oleh dua tenaga, yaitu tenaga airtanah dan tenaga air laut. Banana hole terbentuk akibat adanya tenaga pelarutan yang bekerja secara horizontal akibat aliran air pada zona muka air tanah. 3. Fracture caves, gua yang terbentuk pada zona patahan dan berkembang baik secara vertikal maupun horizontal Ekowisata Daerah tujuan wisata yang relatif belum banyak terganggu oleh perubahan fisik dan teknologi dalam penataannya, termasuk didalamnya masyarakat yang relatif masih tradisional dalam berprilaku. Kegiatan ini yang banyak dikenal sebagai kegiatan pariwisata minat khusus, dalam hal ini ekowisata (Nurdin,2005). Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun nonhayati. Negara ini terkenal sebagai negara megabiodiversitas nomor dua di dunia. Kepariwisataan alam kemudian

15 berkembang dan bergeser menjadi pola wisata minat khusus dan wisata ekologis. Kedua pola wisata ini pada umumnya sangat mengandalkan kualitas alam, sehingga akan menjamin tetap terpeliharanya keterdapatan dan kelestarian alam yang merupakan objek dan daya tarik wisata pada dekade awal delapan puluhan, telah terjadi pergeseran bentuk kepariwisataan dengan perkembangan yang cukup berarti dalam kepariwisataan global yang berbasis pada alam dan masyarakat lokal yang disebut meta tourism ke qualitative tourism seperti ini justru dimulai dari Negara-negara industri (Fandeli, 2002) Di dalam perencanaan pengembangan pariwisata dikenal berbagai teori atau konsep. Konsep market driven lebih menitik beratkan pada keinginan wisatawan dan perilaku pasar sebagai landasan pengembangan. Sementara konsep lainnya produk driven lebih menitikberatkan pada pengembangan produk wisata. Kondisi dan keunggulan produk atau ODTW (Objek dan Daya Tarik Wisata) sebagai landasan utama dalam pengembangan pariwisata. Konsep pertama yaitu market driven memang tepat untuk pola wisata bersantai, bersenang-senang atau leisure travellers. Namun saat ini, wisatawan mengharapkan kepuasan dan kenikmatan, yang tidak hanya diukur dari kesenangan tetapi juga pengalaman selama perjalanan. Di daerah-daerah pedalaman, terdapat beberapa objek dan atraksi ekowisata yang dapat memberikan pengalaman yang tinggi dan mengesankan bagi wisatawan. Pengembangan produk driven menjadi kunci keberhasilan pengembangan kepariwisataan alam yang berkualitas secara nasional. Di

16 Indonesia terdapat 35 taman nasional dengan sungai buah dan danau 31 buah dan waduk buatan 160 buah. Indonesia kaya akan atraksi alam. Banyak daerah yang memiliki kekhasan dan relatif masih alami terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa tenggara dan Irian Jaya. Bahkan ternyata dibeberapa daerah ini akan dapat menjadi kawasan Ekowisata yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dengan kualitas berskala nasional dan global. Wisatawan yang berekowisata ke daerah yang masih alami akan memiliki experience level yang tinggi. Posisi objek Ekowisata dalam keseluruhan objek dan atraksi wisata di Indonesia yang saat ini telah dikenal dan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 1.1 Jumlah Objek dan Daya Tarik Ekowisata Jumlah Objek dan Daya Tarik Ekowisata No Pulau Gunung CA, SA, TW, Agro Bahari Berapi Tahura wisata Jumlah 1. Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi Bali Lombok Nusa Tenggara Maluku Irian jaya

17 Jumlah (Sumber : Fandeli, 2002) Keterangan pada Tabel diatas untuk CA : Cagar Alam, SA : Suaka Alam, TW : Taman Wisata, TN : Taman Nasional, Tahura : Taman Hutan Rakyat. Pengembangan kepariwisataan alam di Indonesia perlu dilaksanakan dengan pola pengembangan yang lebih mengedepankan segi kualitas dibanding kuantitas. Memang diakui jumlah Objek dan daya tarik wisata (ODTW) alam di Indonesia cukup banyak dan beranekaragam. Namun aspek kualitas dari ODTW yang memiliki daya jual atau selling power yang tinggi yang perlu diketahui dan dikembangkan Vegetasi Karst Vegetasi hutan bukit Karst, yang keanekaragaman jenisnya dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia batuan serta iklim, juga oleh organisme penghuni gua Karst pada bentang alam Karst. hutan juga membantu proses kartilisasi (pelarutan mineral kalsium) batugamping melalui pelapukan bahan organik dari tumbuhan dan hewan, hingga membentuk asam organik, Kondisi mineral yang didominasi oleh karbonat, tumbuhan atau vegetasi yang beradaptasi pun juga amat spesifik. Dengan kata lain, sistem ekologi yang bekerja dengan sangat sempurna ini menghasilkan sumber daya yang unik, berupa sumber daya hayati yang spesifik. (Achmad dalam Nurdin, 2005)

18 Suku Samin Pati Ajaran Samin (Saminisme) yang disebarkan oleh Samin Surosentiko ( ), adalah sebuah konsep penolakan terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan terhadap kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia. Sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati. Otak intelektual gerakan Saminisme adalah Raden Surowijoyo. Pengetahuan intelektual Kyai Samin ini didapat dari ayah, yaitu anak dari Brotodiningrat dengan gelar pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, sekarang Kecamatan di Kabupaten ponorogo Jawatimur). Lelaki kelahiran tahun 1859 di Ploso ini sejak dini dijejali dengan pandangan-pandangan viguratif pewayangan yang mengagungkan tapabrata, gemar prihatin, suka mengalah (demi kemenangan akhir), dan mencintai keadilan. Beranjak dewasa, dia terpukul melihat realitas yang terjadi, yaitu banyaknya nasib rakyat yang sengsara, dimana Belanda pada saat itu sangat rajin melakukan privatisasi hutan jati dan mewajibkan rakyat untuk membayar pajak. Pada saat itulah, Raden Surowijoyo melakukan perampokan pada keluarga kaya dan hasilnya dibagi-bagi kepada fakir miskin. Dia juga menghimpun para berandalan di Rajegwesi dan Kanner yang di kemudian hari menyusahkan pihak Gupermen. Pada saat itulah, Kyai keturunan bangsawan ini dikenal oleh masyarakat kecil dengan sebutan Kyai Samin yang berasal dari kata sami-sami

19 amin yang artinya rakyat sama-sama setuju ketika Raden Surawijoyo melakukan langkah memberandalkan diri untuk membiayai pembangunan unit masyarakat miskin. Kyai Samin Surosantiko tidak hanya melakukan gerakan agresif revolusioner, dia juga melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata) dengan cara ceramah di pendopo-pendopo pemerintahan desa. Isi ceramah ini yaitu keinginan membangun kerajaan Amartapura. Adapun pesan substantif yang didengung-dengungkan yaitu meliputi; jatmiko (bijaksana) dalam kehendak, ibadah, mawas diri, mengatasi bencana alam, dan jatmiko selalu berpegangan akan budi pekerti.(mumfangati, 2004) 1.6. Penelitian Sebelumnya Meneliti kawasan Karst yang berhubungan dengan pariwisata sudah banyak dilakukan tetapi untuk penelitian pariwisata alam bentanglahan Karst yang dikelola oleh masyarakat masih sedikit literatur yang menjelaskan dan hasil penelitian dengan kesimpulan yang beragam dan metode yang mendekati adalah di antaranya seperti berikut ini: Nurdin (2005) dalam penelitiannya Pengembangan Ekowisata Berbasiskan Masyarakat Dusun Sukamade, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Taman Nasional Beriti, Bayuwangi Jawa Timur. Bertujuan mengkaji komponen lingkungan biogeofisik dan sosial budaya yang memiliki syarat sebagai daya tarik wisata yang dimiliki Taman Nasional Meru Betiri untuk

20 pengembangan ekowisata. Dengan metode yang digunakan kombinasi yaitu metode kualitatif analitis deskriptif dan kuantitatif, dimana penelitian ini lebih menekankan pada analisis kualitatif serta Gambaran mengenai bagaimana keterlibatan masyarakat Dusun Sukamade dengan potensi biogeofisik yang ada di Taman Nasional Meru Betiri dapat menjadi Objek Daya Tarik Ekowisata. Mannesa (2008) dalam penelitiannya Kajian Morfologi Karst untuk Geokonservasi dan Pengembangan Ekowisata di Kawasan Eko-Karst Gunungsewu bertujuan mengetahui karakteristik morfologi karst kawasan eko- Karst Gunungsewu dan mengetahui tingkat kepentingan aspek-aspek morfologi untuk Geokoservasi Kawasan Eko-kasrt Gunungsewu selain itu mengetahui nilai visual Lanskap untuk pengembangan Ekowisata kawasan Eko-Karst Gunungsewu dan mengetahui arahan pengembangan Ekowisata di kawasan eko-karst Gunungsewu. Dengan metode analisa morfologi untuk menginventarisasi dan penilaian kepekaan geokonservasi, analisa potensi visual melalui observasi, dan penentuan arahan pengelolaan Ekowisata dengan analisa SWOT. Harmony (2010) dalam penelitiannya Kajian Potensi Gua Sebagai Arahan Wisata Minat Khusus di Nusakambangan mempunyai tujuan identifikasi potensi gua untuk wisata minat khusus penelusuran gua di Pulau Nusakambangan dan Mengetahui karakteristik gua untuk wisata minat khusus penelusuran gua dan Membuat arahan pengembangan wisata minat khusus penelusuran gua. Metode yang digunakan observasi (eksplorasi), metode skoring terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu variabel internal gua dan eksternal, dan analisis SWOT.

21 Tabel 1.2 Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan penelitian yang akan dilakukan No Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil 1. Nurdin 2005 Pengembangan Ekowisata berbasiskan Masyarakat Dusun Sukamade, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Taman Nasional Beriti, Bayuwangi Jawa Timur 2 Mannesa 2008 Kajian Morfologi Karst untuk Geokonservasi dan Pengembangan Ekowisata di Kawasan Eko-Karst Gunungsewu 1. Mengkaji komponen lingkungan biogeofisik dan sosial budaya yang memiliki syarat sebagai daya tarik wisata yang dimiliki Taman Nasional Meru Betiri untuk pengembangan ekowisata 2. Mengkaji faktorfaktor sosial budaya masyarakat dusun Sukamade yang mendukung dan menghambat pengembangan ekowisata 1. mengetahui karakteristik morfologi Karst kawasan eko-karst Gunungsewu dan mengetahui tingkat kepentingan aspek- Metode kombinasi yaitu metode kualitatif analitis deskriptif dan kuantitatif, dimana penelitian ini lebih menekankan pada analisis kualitatif Analisa morfologi untuk menginventarisasi dan penilaian kepekaan geokonservasi, analisa potensi Memberikan sumbangan pemeikiran berupa analisis tentang keadaan Taman Nasional Meru Betiri yang nantinnya dapat dijadikan sebagian acuan dalam proses pengembangan ekowisata. karakteristik morfologi dan nilai kepentingan geokonservasi kawasan eko- Karst dan arahan pengelolaan

22 3. Harmony 2010 Kajian Potensi Gua Sebagai Arahan Wisata Minat Khusus Penelusuran Gua di Pulau Nusakambangan aspek morfologi untuk Geokoservasi Kawasan Eko-kasrt Gunungsewu 2. mengetahui nilai visual Lanskap untuk pengembangan Ekowisata kawasan Eko-Karst Gunungsewu 3. mengetahui arahan pengembangan Ekowisata di kawasan eko-karst Gunungsewu 1. Identifikasi potensi gua untuk wisata minat khusus penelusuran gua di Pulau Nusakambangan. 2. Mengetahui karakteristik gua untuk wisata minat khusus penelusuran gua. 3. Membuat arahan pengembangan wisata minat khusus penelusuran gua. visual melalui observasi, dan penentuan arahan pengelolaan Ekowisata dengan analisa SWOT Observasi (eksplorasi), metode skoring terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu variabel internal gua dan eksternal, dan analisis SWOT Ekowisata sesuai dengan nilai kepekaan geokonservasi dan visual resource. Pengembangan pariwisata terhadap objekobjek wisata gua di Pulau Nusakambangan akan meningkatkan nilai jual kepariwisataan khususnya dalamwisata minat khusus

23 4 Warman 2013 Potensi Ekowisata di Kawasan Perbukitan Karst Kendeng Utara di Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati 1. Mengetahui nilai visual Landscape untuk pengembangan Ekowisata kawasan Kasrt Kendeng Utara. 2. Membuat arahan pengembangan ekowisata Karst Kendeng Utara Observasi (eksplorasi), metode skoring terhadap variabel-variabel penelitian, dan analisis SWOT Memberikan rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten pati dan masyarakat perbukitan kendeng untuk pengembangan ekowisata Karst

24 1.7. Kerangka Pemikiran Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional dan lokal. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. Perbukitan Karst Kendeng utara tidak berbeda dengan kawasan Karst lainnya yang ada di Nusantara. Perbukitan Karst Kendeng utara ini mempunyai keunikan dan kekhasan bentanglahan alam yang seperti sungai bawah tanah, gua, hutan dan danau, selain itu potensi sosial budaya juga merupakan salah satu yang menarik untuk di teliti yaitu masih adanya masyarakat yang memegang sosial kehidupan tradisi lama yaitu masyarakat samin. Penelitian ini mengidentifikasi dua aspek yaitu potensi lingkungan biogeofisik dan sosial budaya masyarakat yang dapat dijadikan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) pada kawasan perbukitan Karst kendeng utara. Karaktristik alam kawasan eko-karst Kendeng Utara untuk pengembangan ekowisata belum terkelola dengan baik, sehingga perlu diadakannya kajian geokonservasi untuk mengetahui kerentanan kawasan eko-karst perbukitan kendeng utara terhadap

25 kerusakan. Pada masyarakat lokal, memiliki potensi sosial budaya ekonomi yang dapat dikembangkan sebagai modal awal untuk ikut serta dalam ekowisata seperti peluang untuk membuat kerajinan lokal, menjadi pemandu atau aktivitas seharihari yang dapat menjadi living heritage bagi wisatawan yang berkunjung sehingga secara tidak langsung akan memberikan manfaat baik secara budaya maupun ekonomi. Analisis SWOT adalah pendekatan yang akan dilakukan untuk mengukur variabilitas kekuatan (Strenghths), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) untuk potensi ekowisata pada kawasan perbukitan Karst kendeng utara.

26 1.8. Batasan Operasional Bukit Karst : Lanskap karst dicirikan oleh permukaan batuan bergaris dan permukaan batu yang berlubang dan sinkholes, sungai bawah tanah, mata air, sistem drainase bawah permukaan, dan gua. Fitur-fitur yang unik dan tiga-dimensi sifat lanskap karst adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara geologi, iklim, topografi, hidrologi, dan faktor biologis selama skala waktu yang lama. Secara global, contoh topografi Karst dapat ditemukan di semua lintang dan di semua ketinggian, dengan jenis batuan berpotensi mengandung karst seluas sekitar 20% dari permukaan daratan Bumi (Ford dan Williams, 1996). Vegetasi Karst : vegetasi hutan bukit kapur, yang keanekaragaman jenisnya dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia batuan serta iklim, juga oleh organisme penghuni gua Karst pada bentang alam Karst. hutan juga membantu proses kartilisasi (pelarutan mineral kalsium) batugamping melalui pelapukan bahan organik dari tumbuhan dan hewan, hingga membentuk asam organik, Kondisi mineral yang didominasi oleh karbonat, tumbuhan atau vegetasi yang bisa beradaptasi pun juga amat spesifik. Dengan kata lain, sistem ekologi yang bekerja dengan sangat sempurna ini menghasilkan sumber daya yang unik, berupa sumber daya hayati yang spesifik (Achmad dalam Nurdin, 2005). Ekowisata : Istilah ekowisata dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, dalam kegiatan ini pola wisatanya

27 membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2009). Wisatawan : Individu atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan berpergian dengan berkunjung ke suatu tempat, dan untuk menikmati aktraksi wisata atau perjalanan ke tempat lain, serta bersifat sementara atau tidak menetap di tempat tujuan (Yoeti, 2000). Doline : merupakan cekungan pada bentanglahan Karst yang terbentuk akibat adanya depresi karena terjadinya penyumbatan pada ponor oleh material sedimen. (Waltham et al, 2005) Suku Samin Pati : Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri (Mumfangati, 2004). Gua Karst : merupakan bentuk akibat terjadinya peristiwa pelarutan beberapa jenis batuan akibat aktivitas air hujan dan air tanah, sehingga tercipta loronglorong dan bentukan batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan batuan tersebut (Mylroie dan Carew, 1995). Lembah Karst : adalah lembah atau alur yang besar, terbentuk oleh aliran permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya (Sweeting, 1972).

28

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi sehari-hari. Tanpa adanya air, manusia tidak dapat bertahan hidup karena air digunakan setiap harinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karst berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.640, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ESDM. Kawasan Bentang Alam Karst. Penetapan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang mempunyai keindahan alam yang pantas untuk diperhitungkan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang pertambangan harus memperhatikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

MENGENAL KARST. Oleh : Heri Susanto Kasubbid Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan Pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH

MENGENAL KARST. Oleh : Heri Susanto Kasubbid Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan Pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH MENGENAL KARST Oleh : Heri Susanto Kasubbid Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan Pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH (Tulisan ini didedikasikan untuk kegiatan Menuju Biduk-biduk sebagai

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati. Salah satu dari sekian banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT 1 BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN SITUS GUA PAWON DAN LINGKUNGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Laporan Pendataan Gua, Mata Air dan Telaga di Karst Malang Selatan Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening Kecamatan Bantur Kabupaten Malang 19-20 September 2015 A. Latar Belakang Karst adalah bentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PANITIA SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL

PANITIA SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL Slamet Suprayogi 1), Ahmad Cahyadi 2), Tommy Andryan T. 3) dan Bayu Argadyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa di suatu negara yang mengembangkan sektor tersebut. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. devisa di suatu negara yang mengembangkan sektor tersebut. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri jasa yang sedang berkembang pesat dan pergerakannya sangat besar dampaknya terutama dalam peningkatan jumlah devisa di suatu negara yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kab. Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau ekosistem bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO GL PEGUNUNGAN PLATEAU DAN KARST

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO GL PEGUNUNGAN PLATEAU DAN KARST GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO GL3222 9. PEGUNUNGAN PLATEAU DAN KARST Plain dan Plateau? Plain (Dataran): Morfologi datar dengan kemiringan

Lebih terperinci

B. DANAU. c. Danau Vulkan-Tektonik adalah danau yang terjadi karena gerakan tektonik dan letusan gunung api. Contoh : Danau Toba.

B. DANAU. c. Danau Vulkan-Tektonik adalah danau yang terjadi karena gerakan tektonik dan letusan gunung api. Contoh : Danau Toba. e. Danau Dolina adalah danau yang terdapat di daerah icorst dan umumnya berupa danau kecil yang bersifat temporer. Bila di dasar tebing dolina terdapat bahan geluh lempung yang merupakan bahan yang tak

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul

BAB I PENDAHULUAN. daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Gunungkidul selalu identik dengan kekeringan dan daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul mempunyai berbagai sumberdaya yang

Lebih terperinci

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk Negara Kepulauan yang memiliki rangkaian pegunungan dengan jumlah gunung berapi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 240 gunung. Diantaranya, sekitar 70

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA 1 PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA Ahmad Cahyadi Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id INTISARI Karst

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karst adalah bentang alam di permukaan dan di bawah permukaan tanah yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai akibat proses pelarutan air.

Lebih terperinci

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR Oleh: WISNU DWI ATMOKO L2D 004 358 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Sulkam berada di kecamatan Kutambaru kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dengan posisi 419125 me-423125 me dan 366000 mn 368125 mn. Desa Sulkam memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terluas ( hektare) di dunia setelah kawasan karst di Cina dan Vietnam

BAB I PENDAHULUAN. terluas ( hektare) di dunia setelah kawasan karst di Cina dan Vietnam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sulawesi Selatan menyimpan sejumlah ragam potensi wisata. Potensi itu tak hanya wisata pantai, air terjun maupun kulinernya. Salah satu kabupaten yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang diapit oleh dua Samudra dan juga dua Benua. Pada bagian barat laut Indonesia berbatasan dengan Benua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata di Indonesia tetap bertumbuh walaupun pertumbuhan perekonomian global terpuruk, pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 persen

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 03 Perubahan Bentangalam Bentangalam Struktural Bentangalam Struktural Bentangalam a Gunungapiu 3 Bentangalam intrusi Bentangalam Intrusi (Intrusive landforms) adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan tersebar dari pulau Sumatera sampai ke ujung timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara

Lebih terperinci

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi. Sekitar 396.000 kilometer kubik air masuk ke udara setiap tahun. Bagian yang terbesar sekitar 333.000 kilometer kubik naik dari samudera. Tetapi sebanyak 62.000 kilometer kubik ditarik dari darat, menguap

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN (Studi Kasus : Pertambangan Kapur dan Tanah Liat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci