BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial Setiap manusia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Meskipun bervariasi antar individu, tetapi kecepatan pertumbuhannya mengikuti suatu pola. Pertumbuhan tulang fasial (maksila dan mandibula) pada bayi, berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi, melambat secara progresif selama kanak-kanak, dan mencapai kecepatan minimal pada periode prapubertas. Laju pertumbuhan kemudian meningkat kembali selama pubertas dan menjadi lambat setelah maturitas. Penting untuk dapat membedakan standar variasi pertumbuhan normal dengan pertumbuhan ekstrem diluar batas pola normal yang disebut deviasi (abnormal). Waktu pertumbuhan setiap organ/ekstremitas fisik dari tubuh yang tidak selalu sama pada satuan waktu, hal ini dapat dipengaruhi genetik dan faktor lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara lain nutrisi, penyakit sistemik/non sistemik, sosial ekonomi, kebiasaan buruk, trauma, dan kelenjar/endokrin/hormon. Tulang kraniofasial dapat dibagi menjadi neokranium (cranial vault dan basis kranium) dan viserokranium (maksila dan mandibula). Hubungan ukuran antara wajah dan kranium jelas terlihat berbeda pada saat lahir dan dewasa. Kranium (neurokranium) bertumbuh dengan cepat pada periode prenatal untuk tempat otak yang juga berkembang dengan cepat. Wajah (viserokranium) berkembang lebih lambat ke arah ukuran dewasa dibandingkan kranium, sehingga sewaktu lahir wajah akan terlihat lebih kecil pada dimensi vertikal dalam hubungannya dengan ukuran total dari kepala, bila dibandingkan dengan proporsi pada orang dewasa (Gambar 1). 14

2 6 Gambar 1. Ukuran relatif dari wajah dan kranium sewaktu bayi dan pada dewasa 14 Proses pertumbuhan atau pembentukan tulang terbagi atas osifikasi intramembranus dan osifikasi endokondral 15, yaitu: 1. Osifikasi endokondral adalah pembentukan tulang yang terjadi saat sel-sel kartilago berproliferasi dan hipertropi, sehingga mengakibatkan matriks kartilago disekitarnya terkalsifikasi. Sel tulang terus berdegenerasi dan tulang terosifikasi. Kartilago yang tidak terosifikasi akan menjadi jembatan antara beberapa tulang yang disebut sikondrosis. 2. Osifikasi intramembranus adalah pembentukan tulang yang terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim. Jaringan mesenkim berdiferensiasi menjadi osteoblas, lalu osteoblas mensekresi matriks organik membentuk osteoid dan terkalsifikasi. Osteoid membentuk tulang spongeus dan berkondensasi menjadi periosteum. Proses ini banyak terjadi pada tulang pipih tengkorak. Kraniofasial dibagi menjadi empat daerah pertumbuhan karena cara pertumbuhan masing-masing daerah tersebut berbeda antara satu dengan lainnya. Keempat daerah tersebut adalah ruang kranium (cranial vault), basis kranium, maksila dan mandibula. 16

3 Ruang Kranium Ruang kranium (cranial vault) adalah tulang yang menutup bagian atas atau permukaan luar otak. Ruang kranium merupakan tulang pipih yang dibentuk secara langsung melalui pembentukan tulang (osifikasi) secara intramembran, tanpa didahului pembentukan kartilago. Pertumbuhan tulang kranium sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, karena terjadinya tekanan pada sutura yang merangsang pembentukan tulang kranium melalui proses pertumbuhan sutura. Aposisi tulang baru pada sutura adalah mekanisme utama untuk pertumbuhan ruang kranium.1 3,16 Gambar 2. Sistem sutura dari kepala Basis Kranium Basis kranium merupakan dasar tulang di bagian bawah otak yang juga sebagai garis pembatas antara kranium dan wajah. Basis kranium tidak hanya mendukung dan melindungi otak, akan tetapi juga berguna untuk menegakkan tubuh, melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebra, mandibula dan sebagian maksila. 13 Berbeda dengan ruang kranium, basis kranium awalnya berbentuk kartilago, kemudian kartilago bertransformasi menjadi tulang melalui osifikasi endokondral. Sisi pertumbuhan yang paling penting pada basis kranium adalah sinkondrosis. Sinkondrosis terdiri atas sinkondrosis sphenoksipital, yaitu antara tulang spehenoidalis dan oksipitalis, sinkondrosis intersphenoid, yaitu antara kedua bagian

4 8 tulang sphenoid, dan sikondrosis sphenoethmoidal, yaitu antara tulang sphenoid dan ethmoidal Maksila Pada maksila tidak terdapat kartilago, oleh karena itu seluruh pertumbuhannya terjadi dengan osifikasi intramembranus. Pertumbuhan maksila terjadi melalui dua cara yaitu aposisi sutura-sutura yang menghubungkan maksila dengan kranium dan remodeling di permukaan. Pada posterior dan superior maksila terdapat sutura-sutura yang memungkinkan pertumbuhan maksila kebawah dan depan. 13 (Gambar 3) Bjork dan Skieller (1977) melakukan penelitian menggunakan implan dan menyatakan bahwa pertumbuhan sutura sepanjang tulang-tulang zigomatik dan frontal dan pertumbuhan aposisi dari prosesus alveolar akan menambah tinggi maksila. Aposisi juga terdapat pada dasar orbita dengan resorbsi pada permukaan yang lebih rendah. Secara bersamaan, dasar hidung menurun oleh resoprsi sedangkan aposisi terjadi pada palatum durum Mandibula Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat penting karena terlibat dalam fungsi-fungsi vital, antara lain pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara dan ekspresi wajah. Mandibula adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi endokondral dan osifikasi intramembranus. Pada saat dilahirkan, kedua ramus mandibula yang berasal dari processus mandibularis belum bersatu dan masih terpisah oleh symphisis yang terdiri dari jaringan fibrokartilago dan jaringan pengikat. Ramus mandibula ini pada waktu lahir sangat pendek dan kondilus sama sekali belum berkembang. Pada usia 4-12 bulan symphisis mengalami pengapuran dan menjadi tulang. Pada tahun pertama dari kelahiran terjadi pertumbuhan aposisi aktif pada tepi bawah dan permukaan lateral dari mandibula dan kondilus mandibula. Kondilus terdiri atas kartilago hyalin yang ditutupi jaringan pengikat fibrous yang tebal dan padat. Mandibula pada kondilus

5 9 tumbuh dengan 2 cara, pertama kartilago mengadakan pertumbuhan interostium dan diganti tulang selanjutnya pertumbuhan aposisi kartilago di bawah jaringan pengikat yang menutupinya, dari kartilago kemudian terjadi penulangan. Pertumbuhan mandibula pada kondilus dan aposisi tepi posterior ramus menyebabkan mandibula bertambah panjang, sedangkan pertumbuhan kondilus bersama dengan pertumbuhan alveolus menyebabkan mandibula bertambah tinggi. Aposisi pada permukaan menyebabkan mandibula bertambah tebal. Kemudian mandibula akan terdorong ke depan dan ke bawah karena terfiksir dari artikulasi mandibularis (Gambar 3). 17 Gambar 3. (A) Arah pertumbuhan maksila (B) Arah pertumbuhan mandibula 18 Pertumbuhan mandibula berlanjut pada tingkat yang relatif stabil sebelum masa pubertas. Laju pertumbuhan kemudian meningkat mencapai puncaknya pada masa pubertas, menurun lagi dan melambat sampai pertumbuhan selesai. Berdasarkan penelitian Riolo et al (1974) pada usia 7-16 tahun rata-rata pertambahan tinggi ramus sekitar 1-2 mm setiap tahunnya dan panjang mandibula bertambah sekitar 2-3 mm pertahun. Pada mandibula pertama sekali pertumbuhan lebar diselesaikan terlebih dahulu, kemudian pertumbuhan panjang, dan akhirnya pertumbuhan tinggi. Pada akhir tahapan itu pertumbuhan dikatakan lengkap. Rata-rata pertumbuhan mandibula

6 10 selesai pada usia 17 tahun pada perempuan dan 2 tahun lebih lambat pada anak lakilaki, tetapi proses tersebut bisa lebih lama. 16, Vertebra Servikalis Vertebra servikalis atau tulang leher adalah salah satu bagian dari tulang vertebra yang terkecil dalam tubuh. Tulang ini berfungsi untuk menopang dan memberi stabilitas pada kepala, pergerakan kepala, serta berfungsi untuk melindungi struktur yang melewati spina terutama medula spinalis, akar saraf, dan arteri vertebra. Tulang vertebra servikalis terdiri dari tujuh buah ruas tulang. Secara anatomi vertebra servikalis dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah servikal atas (CV1 dan CV2) dan daerah servikal bawah (CV3-CV7). Vertebra servikalis 1,2 dan 7 memiliki struktur anatomi yang unik dan telah diberi nama khusus, antara lain CV1 disebut atlas, CV2 disebut axis dan CV7 disebut prominens vertebra. Sedangkan vertebra servikalis ke 3 6 memiliki bentuk yang mirip dan disebut vertebra servikalis tipikal Tahap Maturasi Tulang Vertebra Servikalis (CVMS) Maturasi skeletal telah lama dinilai dengan menggunakan bentuk dari vertebra servikalis dan hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan usia skeletal. Ada berbagai pendapat mengenai penentuan tingkat maturasi dengan menggunakan radiografi vertebra servikalis (Lamparski, 1972; O Really et al, 1988; Hassel and Farman, 1995; Franchi et al, 2000; Bacceti et al, 2002 dan 2005). 21 Klasifikasi CVMS oleh Lamparski Pada tahun 1972, Lamparski menjelaskan metode untuk menilai usia skeletal menggunakan tahap maturasi dari tulang vertebra servikalis. Penelitian dilakukan pada anak perempuan dan laki-laki usia 10 sampai 15 tahun di University of Pittsburg School. Foto sefalometri disusun berdasarkan karakteristik perkembangan vertebra, kecekungan inferior dan bentuk dari corpus dari C3 sampai C6. Hasil analisis standar yang diperoleh untuk masing-masing umur dari usia tahun, yaitu: 21

7 11 Tahap 1 (10 tahun): Tepi inferior semua corpus vertebra servikalis rata dan tepi superior meruncing dari posterior ke anterior. Tahap 2 (11 tahun): Tepi inferior vertebra servikalis kedua berubah menjadi cekung dan tinggi vertikal bagian anterior corpus vertebra bertambah. Tahap 3 (12 tahun): Semua corpus vertebra servikalis berbentuk persegi panjang, tepi inferior vertebra servikalis ketiga berubah menjadi cekung. Tahap 4 (13 tahun): Tepi inferior vertebra servikalis ketiga menjadi lebih cekung dari tahapan sebelumnya. Tahap 5 (14 tahun): Tepi inferior vertebra servikalis ketiga dan keempat cekung, dan tepi inferior vertebra servikalis kelima dan keenam mulai cekung. Semua corpus vertebra servikalis hampir berbentuk persegi, dan jarak antar corpus vertebra berkurang. Tahap 6 (15 tahun): Semua corpus vertebra servikalis lebih vertikal daripada horizontal, dan tepi inferior seluruhnya sangat cekung. Gambar 5. Tahap maturasi tulang vertebra servikalis menurut Lamparski (1972) 21 Klasifikasi CVMS oleh Bacceti Bacceti dkk (2002) pada penelitiannya melaporkan bahwa penilaian maturasi vertebra servikalis dengan 5 tahap maturasi (CVMS I-CVMS V) lebih konsisten dibandingkan dengan membaginya menjadi 6 tahap maturasi (Cvs1-Cvs6). Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa metode dengan 5 tahap maturasi lebih berguna ketika maturasi skeletal dinilai menggunakan sefalogram tunggal dan hanya vertebra

8 12 servikalis kedua sampai keempat yang terlihat. Pada tahun 2005 penulis memperkenalkan perbaikan yang lebih lanjut dengan metode yang menggunakan enam tahapan untuk menilai maturasi vertebra servikalis. Metode ini langsung menilai hubungan antara maturasi vertebra servikalis dengan maturasi skeletal dari mandibula Tahap 1 (CS1): Tepi inferior dari C2,C3 dan C4 adalah datar. Corpus C3 dan C4 berbentuk trapesium. Puncak pertumbuhan mandibula rata-rata akan terjadi 2 tahun setelah tahap ini. Tahap 2 (CS2): Kecekungan mulai terlihat pada tepi inferior dari C2. Corpus C3 dan C4 masi berbentuk trapesium. Puncak pertumbuhan mandibula ratarata akan terjadi 1 tahun setelah tahap ini. Tahap 3 (CS3): Kecekungan pada tepi inferior C2 dan C3 sudah terlihat. Bentuk corpus dari dari C3 dan C4 adalah antara trapesium dan persegi panjang. Puncak pertumbuhan mandibula akan terjadi selama setahun setelah tahap ini. Tahap 4 (CS4): Kecekungan pada tepi inferior C2, C3 dan C4 sudah terlihat. Corpus C3 dan C4 berbentuk persegi panjang horizontal. Puncak pertumbuhan mandibula telah terjadi antara 1 atau 2 tahun sebelum tahap ini. Tahap 5 (CS5): Kecekungan pada tepi inferior C2-C4 masih tampak. Bentuk corpus dari salah satu C3 dan C4 sudah berbentuk persegi. Puncak pertumbuhan mandibula telah berakhir paling kurang 1 tahun sebelum tahap ini. Tahap 6 (CS6): Kecekungan pada tepi inferior C2-C4 masih jelas. Bentuk corpus dari salah satu C3 dan C4 adalah persegi panjang vertikal dan yang lain berbentuk persegi. Puncak pertumbuhan mandibula telah berakhir paling kurang 2 tahun sebelum tahap ini.

9 13 Gambar 6. Tahap maturasi tulang vertebra servikalis menurut Bacceti (2005) Usia Skeletal Vertebra Servikalis Jika sebelumnya maturasi skeletal dianalisis berdasarkan bentuk anatomi dari vertebra servikalis, Mito dkk (2003) pada penelitiannya melaporkan bahwa usia skeletal vertebra servikalis dapat dihitung dari gambaran radiografi sefalometri. Penelitian tersebut melakukan pengukuran pada tulang vertebra servikalis ketiga dan keempat (CV3 dan CV4) sehingga hasilnya akan lebih objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia skeletal vertebra servikalis dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut: CVA (years) = x AH 3 /AP x AH 4 /AP x AH 4 /PH 4 Rumus matematika di atas dapat dijabarkan bahwa CVA adalah cervical vertebral bone age atau usia skeletal vertebra servikalis. AH 3 adalah tinggi anterior dari CV3, AP 3 adalah jarak anteroposterior dari CV3, AH 4 adalah tinggi anterior dari CV4, AP 4 adalah jarak anteroposterior dari CV4, dan PH 4 adalah tinggi posterior dari C4 (Gambar 7). 9

10 14 Gambar 7. Pengukuran dimensi tulang vertebra servikalis C3 dan C Metode Menilai Pertumbuhan Kraniofasial Menilai pertumbuhan kraniofasial dapat dilakukan dengan pendekatan melalui metode pengukuran dan eksperimental. Metode pengukuran dapat dilakukan dengan studi kraniometri, antropometri, dan radiografi sefalometri Kraniometri Kraniometri merupakan tehnik pengukuran yang pertama kali dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan, berdasarkan pengukuran dari tengkorak pada manusia. Kraniometri awalnya digunakan untuk mempelajari tengkorak manusia purba yang ditemukan di gua-gua Eropa paba abad ke M. Dari pengukuran terhadap tengkorak tersebut, memungkinkan untuk mengumpulkan banyak informasi tentang populasi yang telah punah dan mendapatkan beberapa gagasan tentang pola pertumbuhannya dengan membandingkan satu tengkorak dengan yang lainnya. Kraniometri memiliki kelebihan yaitu dapat dilakukan pada tengkorak kering. Namun kekurangan untuk ilmu pertumbuhannya adalah hanya dapat diteliti dengan metode cross-sectional. Cross-sectional berarti individu hanya bisa diukur pada satu titik waktu, meskipun terdapat usia tengkorak yang berbeda dalam suatu populasi.

11 Antropometri Dimensi tulang tengkorang juga dapat diukur pada makhluk hidup. Dengan metode yang disebut antropometri, berbagai titik yang digunakan pada pengukuran tengkorak kering dapat juga diukur pada individu yang masih hidup dengan menggunakan titik-titik (landmark) yang diperoleh dari studi tengkorak kering pada jaringan lunak di atasnya. Misalnya, panjang tempurung kepala dapat diukur dari titik di batang hidung ke titik yang tercembung di belakang tengkorak. Walaupun terdapat kelemahan pengukuran akibat variasi ketebalan jaringan lunak yang melapisi tulang, tetapi tehnik antropometri memungkinkan untuk mengevaluasi pertumbuhan pada individu secara langsung, dengan cara membuat pengukuran yang sama berulangulang pada waktu yang berbeda. Ini akan menghasilkan data longitudinal, yaitu data dari individu yang sama dalam kurun waktu yang berbeda. Beberapa tahun terakhir ini, Farkas telah mempelajari bahwa melalui tehnik antropometri dapat dihitung proporsi wajah manusia dan perkembanganya Radiografi Sefalometri Tehnik pengukuran yang ketiga adalah foto radiologi sefalometri. Foto rontgen sefalometri sangat penting, tidak hanya dalam ilmu pertumbuhan, tetapi juga dalam perawatan ortodontik. Tehnik ini dapat menggabungkan keunggulan dari kraniometri dan antropometri. Memungkinkan pengukuran langsung dari dimensi tulang tengkorak, dan tidak hanya dapat melihat tulang dan jaringan lunak yang tercakup dalam foto radiograf, tetapi juga memungkinkan mengukur pertumbuhan tulang tengkorak pada satu individu yang sama secara berulang Pengukuran Panjang Mandibula Pada peniliaian sefalometri, beberapa titik tertentu ditandai dengan hati-hati pada radiograf, dan dilakukan pengukuran linear serta angulasi pada titik-titik ini. Hasil pengukuran ini dalam berbagai cara akan menghasilkan analisis ukuran skeletal dan bentuknya. Titik sefalometri pada mandibula 24 (Gambar 8) :

12 16 Co : Condyle ( Titik paling superior pada kondilus mandibula) Ar : Articulare ( Titik perpotongan antara batas dorsal kondilar dan batas inferior dari basis kranial posterior) Go : Gonion ( Titik tengah pada sudut mandibula) M : Menton (Titik paling inferior pada simfisis mandibula) Gn : Gnathion ( Titik paling anteroinferior pada simfisis mandibula) P(Pog) : Pogonion (Titik paling anterior pada simfisis mandibula) B : Supramentale (Titik paling dalam pada alveolus mandibula) Id : Infradentale (Titik paling anterosuperior pada alveolus mandibula) Gambar 8. Titik titik sefalometri untuk pengukuran Mandibula 24 Pada gambaran sefalometri, mandibula dapat diukur dalam arah sagital secara linier maupun anguler. Pengukuran linier meliputi panjang ramus, panjang korpus dan panjang mandibula. Panjang ramus mandibula diukur dari titik Condyle ke titik Gonion. Panjang korpus mandibula diukur dari titik Gonion ke titik Menton. Panjang mandibula diukur dari titik Condyle ke titik Gnathion. Sedangkan pengukuran anguler pada mandibula ditentukan dari sudut yang terbentuk oleh perpotongan panjang korpus, yang disebut dengan sudut Gonial. 25

13 Prediksi Panjang Mandibula Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis Mito dkk (2003) mengembangkan metode untuk memprediksi panjang mandibula dengan menggunakan usia skeletal vertebra servikalis. Salah satu cara yang digunakan dalam memprediksi panjang mandibula adalah dengan melakukan perhitungan menggunakan rumusan. Rumusan ini didapatkan melalui analisis regresi yang memilki komponen usia skeletal sebagai veriabel bebas (sumbu X) dan pertambahan panjang mandibula sebagai veriabel tergantung (sumbu Y). Setelah dilakukan analisis regresi, maka akan didapatkan rumusan persamaan linier y = ax + b. Potensi pertumbuhan mandibula dapat diprediksi melalui rumusan seperti pada penelitian Mito, yaitu: MGP (mm) = x CVA MGP adalah mandibular growth potensial atau potensi pertumbuhan mandibula atau pertambahan panjang mandibula. CVA adalah cervical vertebra age atau usia skeletal vertebra servikalis. Hasil dari perhitungan tersebut dibandingkan dengan panjang mandibula sebenarnya pada kelompok yang telah selesai tahap tumbuh kembangnya atau dewasa. Kesederhanaan dan objektivitas dari usia tulang vertebra servikalis ini telah terbukti dapat diterapkan dan akurat dalam memprediksi pertumbuhan mandibula. 11 Chen F. dkk (2005) juga melakukan penelitian untuk memprediksi potensi pertumbuhan mandibula pada maloklusi klas III berdasarkan analisis tulang vertebra servikalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan pengukuran tulang vertebra servikalis dapat memprediksi panjang mandibula pada maloklusi klas III. 26

14 Landasan Teori Setiap manusia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Meskipun bervariasi antar individu, tetapi kecepatan pertumbuhannya mengikuti suatu pola. Pertumbuhan tulang fasial (maksila dan mandibula) pada bayi, berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi, melambat secara progresif selama kanak-kanak, dan mencapai kecepatan minimal pada periode prapubertas. Laju pertumbuhan kemudian meningkat kembali selama pubertas dan menjadi lambat selama maturitas. Penting untuk dapat membedakan standar variasi pertumbuhan normal dengan pertumbuhan ekstrem diluar batas pola normal yang disebut deviasi (abnormal). Waktu pertumbuhan setiap organ/ekstremitas fisik dari tubuh yang tidak selalu sama pada satuan waktu, hal ini dapat dipengaruhi genetik dan faktor lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara lain nutrisi, penyakit sistemik/non sistemik, sosial ekonomi, kebiasaan buruk, trauma, dan kelenjar/endokrin/hormon. 14 Kraniofasial dibagi menjadi empat daerah pertumbuhan karena cara pertumbuhan masing-masing daerah tersebut berbeda antara satu dengan lainnya. Keempat daerah tersebut adalah ruang kranium (cranial vault), basis kranium, maksila dan mandibula. Ruang kranium terbentuk langsung melalui osifikasi intramembranus, tanpa didahului pembentukan kartilago. Berbeda dengan ruang kranium, basis kranium awalnya berbentuk kartilago, kemudian kartilago bertransformasi menjadi tulang melalui osifikasi endokondral. Pada maksila tidak terdapat kartilago, oleh karena itu seluruh pertumbuhannya terjadi dengan osifikasi intramembranus. Sedangkan pada mandibula mekanisme pertumbuhan melalui proses osifikasi endokondral dan osifikasi intramembranus. 16 Menilai pertumbuhan dapat dilakukan dengan kraniometri, anthropometri, dan sefalometri. Pada peniliaian sefalometri, beberapa titik tertentu ditandai dengan hatihati pada radiograf, dan dilakukan pengukuran linear pada titik-titik ini. Hasil pengukuran ini akan menghasilkan analisis ukuran skeletal dan bentuknya. Pada gambaran sefalometri, mandibula dapat diukur dalam arah sagital secara linier maupun anguler. Pengukuran linier meliputi panjang ramus, panjang korpus dan

15 19 panjang mandibula. Panjang mandibula sering didefinisikan sebagai jarak linier antara Co (titik paling superior di kondilus) dan Gnathion (Gn). 16,24 Pertumbuhan mandibula menunjukkan hubungan yang erat dengan tahap pertumbuhan dan maturasi skeletal secara umum. Terdapat banyak metode uji coba untuk mengukur maturasi skeletal. Berbagai indikator biologis telah digunakan untuk mengevaluasi maturasi skeletal mandibula, yaitu peningkatan tinggi badan, maturasi tulang di tangan dan pergelangan tangan, dan maturasi tulang vertebra servikalis. 2,3,4 Penilaian maturasi skeletal dengan menggunakan cervical vertebrae maturation stage (CVMS) dapat dilihat melalui radiografi sefalometri telah banyak mendapat perhatian. CVMS adalah penilaian tingkat maturasi vertebra servikalis berdasarkan bentuk dan ukuran dari tulang vertebra servikalis. 3,6 Vertebra servikalis atau tulang leher adalah salah satu bagian dari tulang vertebra yang terkecil dalam tubuh. Tulang ini berfungsi untuk menopang dan memberi stabilitas pada kepala, pergerakan kepala, serta berfungsi untuk melindungi struktur yang melewati spina terutama medula spinalis, akar saraf dan arteri vertebra. 20 Ada berbagai pendapat mengenai penentuan tingkat maturasi dengan menggunakan radiografi vertebra servikalis (Lamparski, 1972; O Really et al, 1988; Hassel and Farman, 1995; Franchi et al, 2000; Bacceti et al, 2002 dan 2005) dan Mito dkk (2002). 21 Jika sebelumnya maturasi skeletal dianalisis berdasarkan bentuk anatomi dari vertebra servikalis, Mito dkk (2003) pada penelitiannya melaporkan bahwa usia skeletal vertebra servikalis dapat dihitung dari gambaran radiografi sefalometri. Selanjutnya Mito dkk mengembangkan suatu metode untuk memprediksi panjang mandibula dengan menggunakan usia skeletal vertebra servikalis. Salah satu cara yang digunakan dalam memprediksi panjang mandibula adalah dengan melakukan perhitungan menggunakan rumusan. Rumusan ini didapatkan melalui analisis regresi yang memilki komponen usia skeletal sebagai (sumbu X) dan pertambahan panjang mandibula sebagai sumbu Y. Setelah dilakukan analisis regresi, maka akan didapatkan rumusan persamaan linier y = ax + b. Kesederhanaan dan objektivitas dari usia tulang vertebra servikalis ini telah terbukti dapat diterapkan dan akurat dalam memprediksi pertumbuhan mandibula. 9,11

16 20 Kerangka Teori Tumbuh Kembang Kraniofasial Kranium Wajah Ruang Kranium Basis Kranium Maksila Mandibula Metode Penilaian Kraniometri Anthropometri Radiografi sefalometri si skeletal Vertebra servikalis Pertumbuhan mandibula Peningkatan tinggi badan Maturasi tulang di tangan Maturasi tulang vertebra servikalis. Hubungan antara tahap maturasi tulang vertebra servikalis dengan pertumbuhan mandibula Prediksi Panjang Mandibula Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis

17 Kerangka Konsep Pertumbuhan Mandibula Faktor internal Usia Ras Jenis Kelamin Genetik Faktor Eksternal Gaya Hidup Lingkungan Panjang Ramus Panjang Mandibula Panjang Korpus DataDitinjau dari Radiografi Sefalometri Panjang Mandibula Anak (9-14 thn) Usia Skeletal Vertebra Servikalis Berapakah prediksi panjang mandibula dewasa menggunakan usia skeletal vertebra servikalis?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indikator Pertumbuhan Wajah Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. Maturitas merupakan karakteristik dari percepatan pertumbuhan hingga masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang vertebra servikalis memiliki pengaruh dalam proses tumbuh kembang kraniofasial. Berdasarkan hal tersebut, memungkinkan tulang vertebra servikalis mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung relatif tinggi pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vertebra Servikalis Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7 buah (CV I CV VII). 13,14 Vertebra servikalis merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Vertebra Servikalis Tulang vertebra servikalis merupakan bagian dari tulang belakang yang terdiri atas tujuh bagian (CV 1 -CV 7 ). Tulang vertebra servikalis merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah. 1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kasus maloklusi yang disertai diskrepansi vertikal cenderung sulit dalam perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi vertikal dapat bermanifestasi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI ANALISIS MORFOLOGI MANDIBULA MAHASISWA SUB-RAS DEUTRO MELAYU USIA 18-25 TAHUN DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Manfaat Sefalometri Sejak beberapa abad lalu antropolog mempelajari tubuh manusia dengan melakukan pengukuran dan pengukurannya dinamakan antropometri. Kepala manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

PREDIKSI PANJANG MANDIBULA DEWASA DENGAN MENGGUNAKAN USIA SKELETAL VERTEBRA SERVIKALIS PADA ANAK PEREMPUAN USIA 9-14 TAHUN DI MEDAN

PREDIKSI PANJANG MANDIBULA DEWASA DENGAN MENGGUNAKAN USIA SKELETAL VERTEBRA SERVIKALIS PADA ANAK PEREMPUAN USIA 9-14 TAHUN DI MEDAN PREDIKSI PANJANG MANDIBULA DEWASA DENGAN MENGGUNAKAN USIA SKELETAL VERTEBRA SERVIKALIS PADA ANAK PEREMPUAN USIA 9-14 TAHUN DI MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia

MATERI KULIAH ORTODONSIA I. Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia MATERI KULIAH ORTODONSIA I Oleh Drg. Wayan Ardhana, MS, Sp Ort (K) Bagian Ortodonsia FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 SEFALOMETRI PENDAHULUAN Mahasiswa dituntut untuk menguasai pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Vertikal Skeletal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). 17 Individu dengan

Lebih terperinci

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM SEFALOMETRI Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM TIK Setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu: Menyebutkan tentang materi pengenalan sefalometri radiografik, Menyebutkan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada bidang ortodontik, usia merupakan hal yang penting dalam menentukan prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan mandibula dan maksila yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan wajah. 16 Sindrom binder dapat juga disertai oleh malformasi lainnya. Penelitian Olow-Nordenram

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O 2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO 2. 19 Normalnya, Hidung merupakan jalan utama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL

HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui distribusi morfologi vertikal skeletal wajah suku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Fundamental perawatan ortodonti adalah menciptakan penampilan wajah yang seimbang dan harmonis.pada saat mendiagnosis dan membuat rencana perawatan perlu diketahui ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi geligi adalah bagian dari wajah sehingga bila ada kelainan dalam susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab susunan gigi-geligi dan hubungan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang. Banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan Pernafasan (respirasi) adalah proses menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatifbagianbagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi tentang polakraniofasial.sefalometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Golden Proportion 2.1.1.Sejarah Golden Proportion Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk menggambarkan proporsi ideal pada wajah manusia dan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Retraksi Gigi Anterior Maksila Beberapa penelitian yang telah dilakukan semenjak tahun 1950-an sampai sekarang menunjukkan perawatan ortodonti berpengaruh terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

EMBRIOLOGI MUSKULOSKELETAL

EMBRIOLOGI MUSKULOSKELETAL EMBRIOLOGI MUSKULOSKELETAL EMBRIOGENESIS SISTEM RANGKA Sistem rangka berasal dari lapisan embriogenik mesoderem paraksial, lempeng lateral dan sel-sel kista neuralis. Akhir minggu ke 3, mesoderem paraksial

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rapid Palatal Expansion 2.1.1. Pengertian RPE adalah suatu alat yang digunakan di klinik, bertujuan untuk mengoreksi defisiensi maksila dalam arah transversal dan untuk menambah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif analisis, dengan rancangan penelitian Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study). 4.2

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK

PENGENALAN SEFALOMETRI RADIOGRAFIK IX. SEFALOMETRI PENDAHULUAN Mahasiswa dituntut untuk menguasai pengetahuan yang mendasari perawatan yang akan dilakukan, sebelum melakukan perawatan ortodontik. Mahasiswa juga dituntut untuk menguasai

Lebih terperinci

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2 Anatomi Vertebra Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan oklusi gigi yang optimal dengan adaptasi fisiologik dan fungsi normal, perbaikan dentofasial dengan estetis yang baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropometri Antropologi adalah suatu ilmu yang sangat sedikit diminati calon-calon ilmuwan, bahkan di Indonesia sedikit yang mengetahui dan ahli di dalam bidang antropologi.

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak berkebutuhan khusus (ABK) spesifiknya disabilitas intelektual menyangkut gangguan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sella tursika merupakan cekungan berbentuk sadel pada tulang sphenoid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sella tursika merupakan cekungan berbentuk sadel pada tulang sphenoid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sella Tursika Sella tursika merupakan cekungan berbentuk sadel pada tulang sphenoid yang berlokasi di tengah fossa kranial terletak pada permukaan intrakranial dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan rencana perawatan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal. 1-5 Maloklusi Klas II merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada organisme. Hubungan genetika dengan ilmu ortodonsia sangat erat dan telah diketahui sejak

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY 30 BAB IV A. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY pada bulan Januari sampai Mei 2016. Berdasarkan rontgen panoramik yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... Hal HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI... Hal HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL.. i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN iii PRAKATA. iv HALAMAN PERSEMBAHAN. vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR.. xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN.. xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula adalah tulang wajah yang terbesar dan terkuat yang berbentuk seperti tapal kuda. Mandibula juga merupakan satu-satunya tulang tengkorak yang dapat bergerak.

Lebih terperinci