BAB IV KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN"

Transkripsi

1 BAB IV KONSEP DAN KRITERIA PERENCANAAN 4.1 UMUM Pengembangan lahan rawa gambut untuk budidaya Perkebunan Kelapa Hibrida di lokasi Guntung (GHS-II) dilakukan dengan usaha reklamasi berdasarkan suatu perencanaan teknis jaringan tata air untuk melayani kegiatan budidaya pertanian (perkebunan kelapa) dengan menyediakan sarana dan prasarana berupa jaringan saluran lengkap dengan bangunan hidraulis sebagai pengendali dan pengatur perilaku aliran, khususnya muka air tanah. Jaringan tata air tersebut sekaligus direncanakan sebagai sarana transportasi untuk melayani kegiatan masyarakat petani (transmigran) yang akan menempati lahan plasma maupun pihak swasta nasional sebagai pembina yang akan mengelola lahan Inti. Perencanaan teknis jaringan tata air guna menunjang budidaya Perkebunan Kelapa Hibrida di lokasi Guntung dengan pola PIR-Trans dilaksanakan dengan menerapkan sistem drain terkendali (drain control system) berdasarkan konsep teknologi yang tepat dengan biaya yang wajar serta menjaga kelestarian lingkungan. Pengelolaan dan pengaturan jaringan tata air harus dapat dilakukan secara sederhana dan mudah terutama dalam pengoperasian bangunan pintu air untuk mengendalikan muka air tanah pada lahan perkebunan, yang akan dilaksanakan oleh masyarakat petani (transmigran). 4.2 KONSEP PERENCANAAN Lay-out Tata Air Layout tata air yang dimaksudkan disini adalah pengaturan jaringan tata air dan perlengkapannya untuk budidaya kelapa hibrida dan navigasi. Kerangka jaringan tersebut mencakup jaringan saluran primer (kanal utama), saluran sekunder (kanal cabang), saluran kolektor dan tersier, bangunan hidraulis lahan perkebunan. Pola tata air dan hubungan masing-masing komponennya, tergantung dari kondisi lingkungan, antara lain: kondisi topografi, hidrologi, kondisi tanah dan kondisi sosial ekonomi yang dirumuskan dalam kriteria perencanaan. Konsep tata air pada Aqri Chandra Kriswanto ( ) 34

2 pengembangan lahan rawa gambut untuk menunjang perkebunan kelapa Pola PIR- Trans di lokasi GHS-II Guntung didasarkan pada suatu konsep pengaturan dan pengendalian air yaitu air permukaan pada saluran dan air tanah pada lahan perkebunan. Sumber air pada lahan perkebunan adalah air hujan, dimana air tersebut sebagian mengalir sebagai aliran permukaan, air tanah; interflow, air kapiler dan evapotranspirasi. Sebagian besar lahan tidak terkena pengaruh pasang-surut baik melalui pantai maupun Sungai Guntung. Sebagian lagi, terutama daerah dekat Sungai Guntung terkena pengaruh pasang surut kategori II dan III. Jaringan saluran dapat mengendalikan muka air tanah di tingkat lahan perkebunan sehingga dapat memberikan kelengasan yang baik bagi budidaya kelapa hibrida. Sistem tata air yang dirancang harus mampu menjaga dan mengendalikan muka air tanah di lahan agar berada di bawah zone perakaran. Oleh karena itu sangat penting guna menentukan drain spacing baik untuk saluran tersier maupun sal. sekunder (kanal,cabang). Jaringan saluran dapat melayani kegiatan transportasi sehingga memudahkan pengangkutan hasil panen, pengangkutan manusia, pupuk, obat-obatan dan.sejenisnya dari pemukiman ke perkebunan.dan juga ke pabrik pengolahan. Untuk kepentingan transportasi, saluran primer (kanal utama) dapat digunakan oleh ponton dua arah bersimpangan, sedangkan kanal cabang (saluran sekunder) untuk ponton satu arah tanpa simpangan. Sistim tata air juga memperhatikan faktor keamanan lingkungan, baik dari gangguan binatang, maupun bahaya kebakaran dan sejenisnya Kondisi Tanah Jenis tanah dilahan calon perkebunan didominasi oleh gambut yang memiliki ketebalan (2-4) m dengan angka porositas yang cukup besar berkisar antara 70-80%. Kondisi tofografi yang cukup datar kemiringan rata-rata < 0.3% maka limpasan Aqri Chandra Kriswanto ( ) 35

3 permukaan akan kecil dibandingkan dengan sub. surface flow. Oleh karena itu jumlah air yang dikendalikan merupakan selisih hujan total dikurangi evapotranspirasi. Sesuai dengan kondisi fisiknya, tanah gambut tidak boleh menjadi kering (persentase kadar air < 30 %), hal ini karena dapat merusak struktur sifat tanah sehingga kehilangan daya serap terhadap air Tata Ruang Penempatan saluran, baik saluran primer (kanal utama), saluran sekunder (kanal cabang) maupun saluran tersier selain peran utamanya sebagai pengendali air, kanalkanal tersebut juga ditempatkan sedemikian sehingga memenuhi kriteria kenyamanan para penghuni (transmigran) maupun kemudahan dalam transportasi hasil bumi Saluran (Kanal) Saluran Tersier Saluran tersier harus diatur sedemikian sehingga memenuhi persyaratan berikut : Permukaan air tanah di tingkat lahan tetap dijaga berada dibawah zone perakaran. Saluran tersier harus mampu mengalirkan air berlebih (excess water) yang berasal dari curah hujan maksimum untuk n hari berurutan dengan periode ulang tertentu. Aliran harus memenuhi persyaratan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penggerusan maupun pengendapan yang tidak seimbang (dynamically stable channels). Penempatan elevasi saluran harus memperhitungkan subsidence yang akan terjadi akibat penurunan air tanah Saluran Sekunder (Kanal Cabang) Saluran sekunder diharapkan dapat berfungsi sebagai penampung aliran yang berasal dari saluran tersier dan sekaligus saluran tersebut berfungsi untuk transportasi air lokal. Ukuran saluran sekunder serta elevasi muka air diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan, antara lain : Mampu menampung beban limpasan berlebih yang berasal dari saluran tersier sekaligus mengendalikan muka air tanah di tingkat lahan agar tidak terlalu rendah namun selalu berada di bawah zone perakaran. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 36

4 Dapat berperan sebagai sarana transportasi (navigasi) baik dalam tahap periode penanaman kelapa maupun waktu panen (pengangkut bibit, pupuk, bahan bakar, produksi kelapa, dll). Saluran ini mampu dilewati ponton satu arah tanpa papasan Saluran Primer (Kanal Utama) Saluran Primer diharapkan dapat berfungsi sebagai penampang aliran dari saluran sekunder. Selain itu, saluran tersebut mempunyai fungsi penting lainnya yaitu sebagai sarana transportasi baik pada tahap prakonstruksi (untuk pengangkutan kayu), pada tahap kontruksi maupun pada tahap pasca konstruksi yaitu untuk mengangkut produk kelapa dan lain-lain. Ukuran saluran primer ditetapkan agar dapat memenuhi persyaratan transportasi kapal motor, speed boat, ponton yang dapat ditempuh dari kedua arah secara berpapasan Saluran Kolektor Saluran kolektor direncanakan sebagai penampung limpasan air dari aeral sekitarnya, yang di tempatkan pada batas areal pengembangan perkebunan dan berperan sebagai keamanan dari gangguan hama, binatang maupun pencurian Bangunan Hidraulis Pembuatan bangunan air. mempunyai fungsi : Mengatur kedalaman air pada kanal sehingga peranan saluran sebagai sarana transportasi air terpenuhi. Mengatur muka air tanah di lahan untuk menjaga kelengasan tanah sehingga kebutuhan air untuk tanaman dapat terpenuhi demikian juga muka air tanah harus dijaga agar berada di bawah zone perakaran. Fungsi lain bangunan air adalah agar kemiringan saluran dapat diatur sehingga kecepatan air tidak terlalu besar yang dapat mengakibatkan penggerusan. Dengan pengaturan muka air diharapkan agar supaya komposisi fisik tanah gambut tidak rusak akibat pembuangan yang berlebih. Bangunan air yang diperlukan berupa : Aqri Chandra Kriswanto ( ) 37

5 a. Stop-log yang ditempatkan di ujung saluran sekunder dekat Saluran Utama. Apabila dianggap perlu stop-log dan drop structure juga ditempatkan di dalam saluran sekunder. b. Bangunan pengalihan (control structure) pada saluran primer (kanal utama) untuk mengatur kecepatan aliran, kemiringan kanal dan kedalaman air di hulu bangunan tersebut apabila diperlukan. c. Bangunan-bangunan tersebut harus dilengkapi dengan peredam energi untuk menghindarkan penggerusan lokal Jarak Antar Saluran (Drain Spacing) Perencanaan drain spacing didasarkan pada asumsi bahwa muka air tanah diusahakan berada di bawah zone perakaran kelapa hibrida. Selain itu perlu adanya pertimbangan kemudahan pengangkutan hasil panen oleh para petani yang dibawa dari lahan menuju ke sarana pengangkut air KRITERIA PERENCANAAN Untuk mendapatkan besaran kuantitatif dalam konsep perencanaan ini maka perlulah disusun kriteria perencanaan ini. Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa Perencanaan Teknis Jaringan pengairan perkebunan Kelapa Hibrida pola PIR-Trans di daerah GHS II Guntung seluas Ha didasarkan atas konsep teknologi tepat dengan biaya yang wajar serta menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan konsep diatas, reklamasi lahan rawa gambut untuk keperluan pengembangan Perkebunan Kelapa Hibrida dilakukan melalui Perencanaan Teknis Jaringan Tata Air untuk melayani kegiatan budidaya perkebunan dengan usaha menyediakan sarana dan prasarana berupa jaringan saluran lengkap dengan bangunan pengendali tata air (pintu) termasuk prasarana transportasi guna melayani kegiatan masyarakat petani (transmigran) maupun Pihak Swasta Nasional yang akan mengelola lahan Perkebunan Inti. Dengan menggunakan data fisik seperti peta topografi hidrometri, mekanika tanah serta data hidrologi dapat dirumuskan kriteria perencanaan sebagai petunjuk dan Aqri Chandra Kriswanto ( ) 38

6 pedoman dalam Pembuatan Perencanaan Teknis Jaringan Tata Air terutama untuk perencanaan jaringan saluran, bangunan hidraulis (Pintu Air). Dalam sub-bab ini akan dibahas kriteria perencanaan yang meliputi 3 aspek, antara lain : a. Aspek budidaya b. Aspek teknis Aspek Budidaya Syarat-syarat tumbuh bagi tanaman kelapa hibrida adalah sebagai berikut : Iklim a. Curah Huian Curah hujan tahunan antara mm, dengan nilai optimumnya 1500 mm, sedangkan curah hujan bulanan optimum 130 mm, dengan musim kering tidak lebih dari 5 bulan. Pertumbuhan kelapa di daerah pantai umumnya baik meskipun curah hujanya lebih rendah dari pada batas minimum karena ketersediaan air tanah. b. Suhu Udara Suhu rata-rata tahunan 27 C - 28 C dengan fluktuasi 6 C - 7 C : suhu minimum ratarata bulanan 20 C. Hasil kajian di pantai di pantai Gading (Afrika), tanaman kelapa tumbuh baik pada Suhu minimum bulan terdingin = 21.8 o C Suhu maksimum rata-rata = 30.1 o C Suhu minimum rata-rata = 23.5 o C o Suhu rata-rata tahunan = 21.8 C c. Ke1embaban Kelembaban optimum %, rata-rata minimum kelembaban bulan kering yaitu 63 %. d. Sinar Matahari Kebutuhan sinar matahari dalam setahun ± 2000 jam penyinaran atau minimum 120 jam penyinaran sebulan. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 39

7 e. Angin Angin berperan dalam proses penyerbukan bunga dan transpirasi tanaman. Oleh karena itupun angin tidak boleh terlalu kencang, tetapi tiupannya yang optimum sangat diperlukan. Tanpa angin akan sulit proses penyerbukan sehingga kemungkinan berbuah akan terganggu Letak Lintang Letak lintang di permukaan bumi yang cocok untuk tanaman kelapa antara 20 LS dan 20 LU, dengan optimumnya : 15 LS Elevasi (Ketinggian Lahan) Tanaman kelapa adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah dataran rendah. Ketinggian yang optimal adalah meter di atas permukaan laut Persediaan Air Dalam Tanah Apabila persediaan air di tambah dengan curah hujan dalam bulan yang bersangkutan sama atau lebih besar dari potensi evapotranspirasi (evaporasi + transpirasi), maka diperkirakan air di dalam tanah cukup tersedia bagi tanaman Kondisi Tanah Dari segi tanah tanaman kelapa membutuhkan persyaratan fisik dan kimia tanah yang sesuai, yaitu : Struktur tanah yang baik ; Permukaan air tanah letaknya eukup dalam ± cm Air tanah selalu bergerak/tidak menggenang ; Peresapan air atau drainase dan aerasi baik. Pohon - pobon kelapa yang tumbuh pada tempat-tempat yang berdekatan dengan air bergerak seperti di tepi-tepi sungai, dekat pantai, umumnya pertumbuhannya baik sekali. Hal ini disebabkan karena air yang bergerak mengandung banyak oksigen (O 2 ), yang penting untuk pernapasan akar. Walaupun demikian kelapa mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap tanah-tanah berat yang bertekstur liat, asalkan memiliki keseimbangan kandungan udara dan air yang baik. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 40

8 Tanaman kelapa tidak menghendaki syarat-syarat kimia tanah yang istimewa. Kelapa dapat tumbuh baik pada tanah yang memi liki kemasaman ph = Pada tanahtanah yang ph-nya diatas 7.5 dan tidak terdapat keseimbangan unsur-unsur hara yang eukup sering menunjukkan gejala defisiensi besi (Fe) dan mangan (Mn). Pohonpohon kelapa yang tumbuh pada tanah-tanah berpasir di pantai dapat tumbuh dengan baik, walaupun kandungan NaCl cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya air bergerak yang banyak mengandung oksigen (O 2) yang penting untuk pernapasan akar. Kadar keasinan yang sesuai untuk tanaman kelapa paling baik < 2 mmhos/cm sedangkan salinitas (2-8) mmhos/cm merupakan kisaran yang hampir memenuhi dan cukup sesuai untuk pertumbuhan kelapa Aspek Teknis Pada dasarnya kriteria perencanaan yang menyangkut Aspek Teknis merupakan perumusan kaidah atau kriteria yang akan ditetapkan sehubungan dengan pengaturan dan pengendali tata air baik ditingkat lahan maupun di saluran berdasarkan data fisik yang ada seperti : Penetapan beban limpasan (drain module) Pengaturan letak muka air tanah di lahan & di saluran Penentuan dimensi/ukuran saluran dan pola drainase Kebutuhan transportasi (navigability) Kebutuhan jalan Bangunan hidraulis/pintu air Beban Limpasan (Modul Drainase) Besarnya modul drainase dihitung sebagai: Rt I t Et 1000 q liter/det/ha T Dimana : q = modulus drainase (liter/det/ha) Aqri Chandra Kriswanto ( ) 41

9 Rt = curah hujan harian selama t hari (mm) It = infiltrasi selama t hari (mm) Et = evapatranspirasi selama t hari (mm) T = lama waktu pembuangan (hari) Lama t didasarkan pada kekerapan hujan yang terjadi. Lama pembuangan (T) didasarkan pada ketahanan tanaman terhadap genangan, kecepatan gerakan air dan durasi hujan. Beberapa alternatif pemilihan t, yaitu 1,2,3,4,5 atau 6 harian. Untuk menentukan nilai t perlu adanya evaluasi curah hujan yang dominan dan kurva durasi curah hujan dari data di Guntung Kateman, Tanjung Batu dan sekitarnya. Untuk perencanaan ini digunakan hujan 3 harian berurutan dengan perioda ulang 10 tahun. Pemilihan periode ulang terutama dididasarkan pada kelayakan pengambilan faktor resiko. Pada kebanyakan pengembangan rawa di Indonesia, lahan usaha dengan kedalaman gambut kurang dari 1.0 meter, maka diambil perioda ulang 5-10 tahun dan curah hujan 2-3 harian. Lokasi pengembangan PIR-Trans Kateman-Guntung, tanahnya didominasi oleh gambut dengan kedalaman 2-5 meter. Gambut tersebut mempunyai kerapatan massa yang sangat kecil (± 1.05) dan sangat peka untuk bersifat lepas apabila tergenang air. Oleh karena itu diupayakan agar jangan sampai terjadi aliran air banjir di atas hamparan gambut tersebut. Pertimbangan lain adalah akar tanaman kelapa baru mencapai kondisi yang kuat setelah mencapai umur 5 tahun dan produktivitasnya mencapai nilai maksimum pada umur 8-9 tahun. Memperhatikan hal tersebut diatas maka perioda ulang untuk PIR- Trans Guntung diambil 10 tahun. Dari informasi menunjukkan bahwa tanaman kelapa hibrida tetap masih tegar walau tergenangi air yang bersifat asam sampai 1 minggu. Setelah 2 minggu, pohon kelapa yang tergenang menunjukkan mulai proses pembusukan. Memperhatikan hal tersebut, besarnya saluran dalam perencanaan ini genangan air di lahan direncanakan tidak lebih dari 5 hari. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 42

10 Untuk lahan pemukiman kapasitas saluran pembuang didasarkan atas bebas limpasan yang berasal dari curah hujan maksimum 1 hari untuk periode ulang 10 tahun yang harus dapat dibuang dalam 1 hari. Nilai evapotranspirasi diperkirakan 50% dari yang diperhitungkan karena terjadinya penurunan muka air tanah dan lahan tertutup oleh kelapa. Modul drainase dengan asumsi tersebut diatas akan berkisar antara 5-10 l/det/ha Taraf Muka Air Pada Lahan Perkebunan Selama penanaman, taraf muka air tanah di lahan perkebunan kelapa harus dijaga agar berada di bawah zone perakaran tergantung dari umur tanaman. Tabel 4.1: Taraf Muka Air dan Umur Tanam Kelapa Umur Tanaman Kelapa Kedalaman zona akar dan muka tanah Mulai tanam 20 cm 1 tahun 40 cm 2 tahun 60 cm 3 tahun 70 cm 4 tahun 80 cm 5 tahun 100 cm Pengendalian taraf muka air tanah ditingkat lahan perkebunan dilakukan di saluran sekunder dengan menempatkan bangunan pintu air (stop log). Saluran tersier berfungsi sebagai penampung dan pembuang kelebihan air yang berasal dari lahan dan membantu menjaga permukaan air tanah agar tidak terlalu rendah yakni dengan adanya kontrol dari saluran sekunder. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 43

11 Gambar 4.1 Penurunan Muka Air Rencana Drain spacing Drain spacing didasarkan prinsip bahwa muka air di lahan tidak boleh terlalu lama menggenangi akar. Muka air dalam perencanaan akan berada dibawah zone perakaran. Perencanaan drain spacing didasarkan pada asumsi bahwa muka air tanah diusahakan berkisar antara cm di bawah permukaan tanah. Fasilitas pengatur muka air tanah berupa saluran sekunder yang dilengkapi dengan stop-log (skot balok) pada hilirnya, dan saluran tersier. Saluran tersier selain membantu saluran sekunder dalam menjaga elevasi muka air, juga sangat berperan untuk mempercepat pembuangan beban limpasan berlebihan dan menurunkan muka air tanah pada saat-saat hujan. Air yang jatuh di lahan diharapkan seluruhnya merembes ke dalam tanah. Kemudian bergerak sebagai aliran air tanah menuju ke saluran tersier. Dimensi saluran tersier setelah pemadatan mempunyai kedalaman 1,55 m dengan lebar 0,6 m. Besarnya debit q adalah 8 l/det/ha. Perhitungan Jarak Drainase Menggunakan Persamaan Ernst Persamaan Ernst untuk tanah yang homogen. y h h q q K 2 L L q 8 K D ln KD u 0 Aqri Chandra Kriswanto ( ) 44

12 Keterangan dilihat pada gambar di bawah. Gambar 4.2 Saluran Drainase untuk Persamaan Ernst Perhitungan Jarak Drainase Menggunakan Persamaan Hooghoudt Persamaan Hooghoudt untuk tanah homogen dimana dasar saluran tidak mencapai lapisan kedap. L 8KDeh q 2 4 Kh 2 Keterangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4.3 Saluran Drainase untuk Persamaan Hooghoudt untuk Dasar Saluran yang Tidak Mencapai Lapisan Kedap Air Dimana : L = drain spacing (m) K = koefisien permeabilitas (m/det) D = kedalaman lapisan tanah kedap kemuka air di saluran (m) h = beda elevasi muka air di lahan dan saluran (m) q = beban drainase (m 3 /det/m 2 ) Aqri Chandra Kriswanto ( ) 45

13 Besarnya permeabilitas tanah gambut ini dihitung dari percobaan lapangan dan laboratorium, dengan asumsi aliran masih laminer. Besarnya koefisien permeabilitas-k diperoleh dari Laporan Penelitian Pemanfaatan Lahan Rawa Gambut untuk Budidaya Perkebunan Kelapa Ditinjau dari Aspek Peningkatan Tata Air oleh Ir. Mulyana Wangsadipoera, M.Eng dkk. Untuk tanah gambut safrik nilai k berkisar antara (4,53-5,00) m/hari atau rata-rata = 4,76 m/hari. Untuk tanah gambut hemik besamya nilai k berkisar antara (19,87-34,86) m/hari atau rata-rata 26,49 m/hari. Untuk tanah gambut fibrik besamya nilai koefisien permeabilitas-k berkisar antara (43,09-51,18) m/hari atau rata-rata = 47,26 m/hari. Hasil pengukuran sebanyak 6 lokasi dilakukan di Guntung-Kateman, Propinsi Riau masing-masing di lokasi perkebunan RSTM dan GHS memperlihatkan nilai k antara (22,24 ; 27,36 ; 34,58) m/hari atau rata-rata = 28,06 m/hari, sedangkan untuk 3 lokasi yang lain memberikan nilai k antara (43,75 ; 47,54 dan 52,11) m/hari atau rata-rata 47,80 m/hari. Pertimbangan lain di dalam penentuan drain spacing adalah tata ruang Dimensi/Ukuran Saluran Dimensi saluran dalam perencanaan, ditetapkan berdasarkan: Kriteria kebutuhan drainase; Kriteria kebutuhan transportasi (navigasi) Pengalaman menunjukkan bahwa dimensi saluran untuk kebutuhan navigasi pada umumnya lebih besar dari dimensi untuk kebutuhan drainase. Untuk saluran tersier, dimensi saluran didasarkan beban drainase. Ukuran saluran tersier adalah lebar dasar ditetapkan b = 0.60 m selebar ukuran bucket, kedalaman = 1.0 m setelah subsidence. Ukuran saluran sekunder, primer dan kolektor ditetapkan berdasarkan kriteria kebutuhan transportasi Kebutuhan Transportasi (Navigable) a. Saluran Sekunder (Kanal Cabang) Dimensi saluran sekunder (kanal cabang), primer (kanal utama) dan kolektor ditetapkan berdasarkan kriteria kebutuhan transportasi. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 46

14 Lebar saluran ditetapkan sebesar lebar kapal motor/ponton ditambah kelonggaran. Dengan anggapan lebar ponton 2.4 m maka untuk kepentingan transportasi lebar kanal cabang (saluran sekunder) perlu 4.0 m. Tinggi air minimum di saluran ditetapkan dengan peninjauan draft kapal, ditambah kelonggaran kemungkinan pengendapan lumpur dan penggalian sebesar 1.5 m. Taraf muka air di saluran sekunder diatur sedemikian rupa agar supaya berada maksimum sedalam 1.00 m di bawah muka tanah (menjaga agar muka air tanah selalu berada di bawah zone akar). Jadi ukuran saluran sekunder tipikal adalah : b = lebar dasar = 4.00 m, H = kedalaman perlu saluran = 2.5 m Saluran sekunder direncanakan dapat di lewati oleh sebuah kapal motor ponton dengan bobot 15 ton dari satu arah (tak berpapasan) b. Saluran Primer (Kanal Utama) Saluran primer direncanakan dapat dilewati oleh dua buah kapal motor ponton dari dua arah secara berpapasan selama 24 jam, dengan anggapan tidak terpengaruh oleh ponton yang sedang parkir di tempat penampungan (storage) kelapa yang direncanakan dibangun di kiri-kanan kanal utama dekat saluran sekunder. Bobot kapal motor/ponton adalah 15 ton dengan draft 1.50 m dan kelonggaran untuk pengendapan lumpur dan penggalian sedalam 1.00 m sehingga kedalaman air minimal di salurkan primer adalah 2.50 m. Lebar dasar sa luran primer ditetapkan = 10.0 m. Kemiringan talud adalah 1:1. Elevasi muka air pada muara ditetapkan sama dengan tide mean level agar kapal masih dapat keluar masuk muara selama beda pasang surut dengan tinggi muka air laut (tml) sekitar 1 meter saja. c. Saluran Semi Primer (Kanal Semi Utama) dan Kolektor Saluran kolektor direncanakan dapat dilewati oleh satu buah kapal motor (ponton) dari satu arah dengan lebar dasar saluran kolektor adalah 4.00 mtr, draft ditambah kelonggaran = 2.5 m dengan kemiringan talud = 1:2. Lebar dasar kanal Semiutama mempunyai lebar dasar 6 m dengan/kemiringan talud 1:1. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 47

15 d. Saluran Pengalihan (Diversion Channel) Pada GHS-II KM.5-Kanal Utama I cukup curam, sehingga kalau direncanakan saluran dengan mengikuti kemiringan topografi yang Ada maka air akan mengalir terlalu cepat, kedalaman air kurang besar untuk transportasi, debit terlalu besar, dan kemungkinan besar terjadi penggerusan. Untuk menghindarkan hal-hal tersebut dibuat bangunan pengontrol Kanal Utama dan dilengkapi dengan saluran pengalihan. Dengan adanya saluran ini, yang panjangnya lebih kurang 1.50 m, transportasi air tetap dapat berlangsung Ruang Bebas (Clearance) Untuk Jembatan Lantai jembatan di saluran sekunder ditempatkan pada ketinggian 1.5 m di atas muka air tertinggi disaluran tersebut, sedangkan untuk jembatan di saluran primer lantai jembatan ditempatkan setinggi 2.5 m di atas muka air tertinggi di sa luran tersebut Lebar Berm Untuk Saluran Untuk kanal utama lebar berm ditetapkan sebesar 10.0 m dari tepi saluran untuk menghindarkan kemungkinan longsornya tebing dan untuk maksud pemeliharaan dan pelaksanaan penggalian (alat berat). Lebar berm untuk saluran sekunder ditetapkan (1 1.5) m dari tepi saluran, sedangkan untuk saluran semi primer dan kolektor di ambil minimal 2 m Kemiringan Talud dan Kecepatan Dalam Saluran Kemiringan talud untuk saluran primer ditetapkan 1 : 1 sedangkan kecepatan ( ) m/det. Talud saluran sekunder dibuat tegak dengan kecepatan aliran pada saluran tersebut berkisar antara ( ) m/dt. Kecepatan aliran pada saluran tersier ditetapkan antara ( ) m/dt Bangunan Air (Pintu Stop-Log) di Saluran Sekunder Pintu stop log memiliki lebar 3.00 m dan bahan pintu dibuat dari kayu. Konstruksi bangunan air stop log meliputi : lantai, turap dan tiang pancang semua dari bahan kayu. Direncanakan bangunan ini dilengkapi dengan drop structure. Dengan pintu ini maka kedalaman dan elevasi muka air sepenuhnya dapat dikontrol, yaitu kedalaman minimum 1.5 m dengan muka air paling tinggi 1.0 m dibawah muka tanah. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 48

16 Penempatan stop-log selain pada ujung pertemuan saluran sekunder dengan saluran utama, juga ditempatkan pada tengah saluran yang sangat curam agar pengaturan air lebih efektif dan saluran tidak rusak Bangunan Pintu Air di Kana1 utama (Sa1uran Primer) Konstruksi bangunan pintu dibuat dari bahan tiang pipa baja, turap dari papan baja (sheet pile), lantai dari baja, pintu dari baja. Lebar pintu total = 10 m, terdiri dari 5 bagian dengan lebar masing-masing 2.0 m dan lebar pintu bersih adalah 1.55 m. Pintu ini dapat di putar oleh tenaga manusia seorang diri dengan gaya yang diperlukan 12.5 kg. Pintu dapat dibuka total sampai 3.0 m dengan waktu buka 40 menit. Untuk lokasi lahan perkebunan Ha, terdapat 1 buah bangunan pintu air di kanal utama (sal. primer) yaitu di Km.5 lokasi KUT-I Bangunan Pengendali di Ujung Kanal Utama (Sa1uran Primer) Bangunan pengendali ini telah direncanakan pada lokasi lahan perkebunan kelapa hibrida seluas Ha, yaitu bangunan tersebut di letakkan di bagian hilir. Pintu Pengendali Relokasi (Outlet) Pintu pengendali ditempatkan pada saluran pengendali, saluran yang menghubungkan kanal utama (sa1. primer) dan sungai. Pintu pengendali ini berupa pintu sorong dengan ukuran 4 x 3 m (lebar x tinggi), terbuat dari bahan pelat baja (tebal 8 mm), dan diperkuat dengan rangka baja. Kabel baja mutu tinggi yang digerakkan oleh generator-set digunakan untuk menaikkan / menurunkan pintu ini. Generator tersebut harus mampu mengangkat beban total pintu ditambah gaya gesek akibat tekanan hidrostatik air. Fungsi pintu pengendali adalah sebagai berikut a. Untuk lalu lintas perahu dari sungai ke kanal utama (sal. primer), pada saat air pasang. b. Membantu mengontrol elevasi muka air di kanal utama (sal. primer), dengan melimpaskan kelebihan air tersebut ke sungai. Tinggi pelat pintu ditentukan 3.0 m, Aqri Chandra Kriswanto ( ) 49

17 sehingga air bisa melimpas keluar lewat bagian atas pintu. Dengan demikian, sistem tata air dalam areal perkebunan bisa tetap terkontrol, dan sesuai untuk pertumbuhan tanaman. c. Dalam keadaan darurat (hujan lebat/ekstrem) dan elevasi muka air di saluran utama bergerak terus keatas me lebihi taraf maksimum yang diizinkan, pintu pengendali dapat diangkat sehingga debit air yang keluar ke sungai lebih banyak. Pintu Pembilas Pintu air penguras ditempatkan pada saluran penguras, saluran yang menghubungkan ujung kanal utama (sal. primer) dengan sungai. Pintu penguras ini terdiri dari 2 set pintu sorong yang dipasang berdampingan. Tiap set pintu terdiri dari 2 buah pintu sorong (muka dan belakang), dengan ukuran plat pintu 80 x 160 cm (lebar x tinggi), dan dipasang atas-bawah untuk menutupi lubang pembilas berukuran 80 x 300 cm (lebar x tinggi). Di atas pelat daun pintu sebelah atas, dipasang pelat beton. Fungsi pintu ini untuk menguras/membuang ke sungai endapan material sedimen yang ada di ujung kanal utama (sal. primer). Pengoperasian pintu ini bisa dilakukan dengan tenaga manusia, karena ukuran masing-masing pintu sorong tersebut kecil. Pada bagian, atas konstruksi rangka pintu, dipasang alat pemutar untuk menaikan dan menurunkan pintu secara manual (tenaga manusia). Alat pemutar ini sarna seperti yang dipakai dalam Standard Bangunan Irigasi. pada saat endapan material sedimen sudah banyak terkumpul di ujung kanal utama (saluran primer), pintu penguras ini dibuka untuk membuang material sedimen tersebut ke sungai melalui saluran penguras. Cara membuka/menurunkan pintu dengan memutar alat pemutar yang ada pada pintu. Pembukaan pintu penguras bisa satu persatu atau serentak semua pintu, tergantung keperluan. Setelah selesai proses pengurasan, pintu penguras ditutup lagi seperti semula. Aqri Chandra Kriswanto ( ) 50

PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE PADA LAHAN RAWA GAMBUT UNTUK MENDUKUNG BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA

PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE PADA LAHAN RAWA GAMBUT UNTUK MENDUKUNG BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE PADA LAHAN RAWA GAMBUT UNTUK MENDUKUNG BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir (SI 40Z1) 1.1. UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir (SI 40Z1) 1.1. UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM Propinsi Riau memiliki potensi rawa pantai yang paling luas dibandingkan propinsi lainnya. Wilayah rawa pantai di propinsi Riau mencakup luasan sebesar 3.214.360 Ha. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung ABSTRAK STUDI KELAYAKAN PROYEK PEMBUKAAN DAN PENCETAKAN SAWAH DAN INFRASTRUKTUR LAINNYA (PPSI) PADA LAHAN GAMBUT DI KUALA SATONG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : 15009064 Fakultas

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

DRAINASE LAHAN PERTANIAN

DRAINASE LAHAN PERTANIAN DRAINASE LAHAN PERTANIAN ASEP SAPEI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN IPB (Asep Sapei, 2017) 1 PENDAHULUAN DEFINISI DRAINASE: TINDAKAN MEMBUANG AIR LEBIH (DI PERMUKAAN TANAH ATAU DI DALAM TANAH/DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN NO. 0081T/Bt/1995 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Sejalan dengan mekanisme perencanaan Proyek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT SISTEM TATA AIR MIKRO (TAM) Novitasari,ST.,MT TIK Mahasiswa akan dapat memahami prinsipprinsip sistem pengelolaan air pada sistem tata air mikro, tipekal zoning, tipekal jaringan saluran blok sekunder,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tatacara ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara pengerjaan bangunan utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya PENGETAHUAN RAWA RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik,

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI Perencanaan Sistem Suplai Air Baku 4.1 PERENCANAAN SALURAN PIPA Perencanaan saluran pipa yang dimaksud adalah perencanaan pipa dari pertemuan Sungai Cibeet dengan Saluran

Lebih terperinci

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Tata at Ai a r Rawa (Makr SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE RC 141356 TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE EVALUASI EVALUASI AKHIR SEMESTER : 20 % EVALUASI TGH SEMESTER : 15 % TUGAS BESAR : 15% PENDAHULUAN 1.1. Fasilitas Drainase sebagai Salah Satu Infrastruktur (Sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Disusun untuk melengkapi tugas TIK Disusun Oleh: Bachrul Azali 04315046 Tugas TIK Universitas Narotama 2015 http://www.narotama.ac.id 04315044 Bachrul azali Page 1 Erosi

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI

BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI BAB V PERENCANAAN TEKNIS RINCI 5. PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN 5.. Perhitungan Diensi Saluran Tersier Saluran tersier tidak direncanakan sebagai jalur navigasi sehingga perhitungan diensi untuk salutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air

Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air Bangunan Pengatur Muka Air - Dedi Kusnadi Kalsim 1 Bangunan Pengatur Elevasi Muka Air Dedi Kusnadi Kalsim (dedikalsim@yahoo.com) 3 Februari 2017 Bangunan pengatur elevasi muka air bertujuan untuk mengendalikan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Banjir yang sering terjadi di beberapa daerah merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Peristiwa banjir merupakan akibat misalnya curah hujan yang tinggi dan berlangsung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

DRAINASE UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN LAHAN RAWA

DRAINASE UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN LAHAN RAWA DRAINASE UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN LAHAN RAWA E f f e n d y Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Jln. Srijaya Negara Bukit Besar Palembang - 30139 ABSTRAK Indonesia sebagai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI

BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI 3.1. GEOGRAFIS Lokasi calon lahan perkebunan kelapa rakyat PIR-TRANS di Guntung seluas ± 12.000 Ha merupakan lahan yang akan dikelola oleh Pihak Swasta Nasional PT. Guntung

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH : PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR DISAMPAIKAN OLEH : KHAIRUL RAHMAN HARKO PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

1.5. Potensi Sumber Air Tawar

1.5. Potensi Sumber Air Tawar Potensi Sumber Air Tawar 1 1.5. Potensi Sumber Air Tawar Air tawar atau setidaknya air yang salinitasnya sesuai untuk irigasi tanaman amat diperlukan untuk budidaya pertanian di musim kemarau. Survei potensi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA Latar Belakang Pembangunan perumahan Graha Natura di kawasan jalan Sambikerep-Kuwukan,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing, Mahendra Andiek M, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) BAB 5 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) Tujuan Untuk mengeringkan lahan agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan. Lahan pertanian, dampak Genangan di lahan: Akar busuk daun busuk tanaman

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat

Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat Henny Herawati 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Tanjungpura, Jl. Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit

Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit Standar Nasional Indonesia Tata cara pengambilan contoh muatan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi

Lebih terperinci

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER Danang Gunanto Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontinak Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN LAHAN RAWA PASANG SURUT Merupakan lahan yang dipengaruhi oleh gerakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci