PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG OKWAN HIMPUNI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG OKWAN HIMPUNI"

Transkripsi

1 PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG OKWAN HIMPUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG OKWAN HIMPUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian Ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Okwan Himpuni NRP H

4 RINGKASAN OKWAN HIMPUNI. Perubahan Struktural Tenagakerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan SETIA HADI. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberiikan sumbangan perekonomian terbesar di Provinsi Lampung. Sebagian besar penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja bekerja pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama. Meskipun sektor pertanian mendominasi, namun dari tahun ketahun kontribusi sektor pertanian menurun dibandingkan dengan sektor non pertanian. Kecenderungan perubahan struktur ekonomi memberiikan gambaran apakah perubahan struktur yang terjadi sesuai dengan potensi wilayah. Selain itu, jika dilihat dari produktivitas angkatan kerja sektor pertanian masih jauh tertinggal dari produktivitas angkatan kerja sektor industri dan jasa. Hal ini dilihat dari tingkat upah sektor pertanian. Meskipun upah sektor pertanian menunjukkan kenaikan, namun tetap berada pada tingkat yang lebih rendah daripada sektor industri. Proporsi tenaga kerja pada sektor pertanian memperlihatkan kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Keadaan ini berbanding terbalik dengan proporsi tenaga kerja pada sektor non pertanian dan industri yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Hal ini memperlihatkan terjadinya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Menganalisis sektor perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitannya dengan perubahan struktur ketenagakerjaan (2) Menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian Provinsi Lampung (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Dengan melakukan analisis deskriptif dan analisis pendugaan mengggunakan persamaan model ekonometrika, maka diketahui faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja dan faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Berdasarkan analisis data laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian Provinsi Lampung adalah jasa industri pertanian (S-I-A). Apabila pola perubahan struktur klasik yang terjadi di negara-negara maju dijadikan acuan maka dapat dikatakan bahwa perubahan struktur ekonomi Provinsi Lampung merupakan pola pintas. Tidak munculnya pola ini menunjukkan tidak meluasnya tahapan industrialisasi yang dilaksanakan di Provinsi Lampung. Bisa dikatakan bahwa pertumbuhan sektor industri tidak

5 pernah berbasiskan sektor pertanian (agroindustri). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri di Provinsi Lampung sangatlah lemah dan cenderung menurun. Berdasarkan hasil analisis dari enam peubah yang ada, terdapat dua peubah yang tidak memberiikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, yaitu rasio upah pertanian dan jumlah traktor. Sementara itu, jika dilihat dugaan nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap peubah-peubahnya, terdapat satu peubah yang nilainya bersifat elastis, yaitu luas panen padi. Sedangkan peubah yang lainnya bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri hanya responsif terhadap peubah luas panen padi, dan tidak responsif terhadap peubah lainnya. Kata kunci: Pertanian, tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan struktural

6 SUMMARY OKWAN HIMPUNI. Structural Transformation of Labor from Agriculture to Non Agriculture s Sector in Lampung Province. Supervised by ERNAN RUSTIADI and SETIA HADI. Agricultural sector is one of the sectors that contributed the largest economy in the province of Lampung. Most of the population in the labor force works in the agricultural sector as the main livelihood. Although agriculture dominates, but from year to year contribution of the agricultural sector decreased compared with the non-agricultural sector tendency for changes in the economic structure gives an overview of whether the structural transformations that occur in accordance with the potential of the region. Productivity of the agriculture work force is left far behind the productivity of industrial and service s work force. It can be seen from the comparation of agriculture s wage rate, it showed an increase but it still lower than the industrial sector. Agricultural labor s proportion indicates a decreasing trend in each year. This phenomenon has an inverse relation to the non agricultural and industrial labor s proportions that has increased from year to year. This mean, there is structural transformation of labor of agriculture sector to nonagriculture sector. Under these conditions, this study has three objectives: (1) to analyze the economic sector of Lampung Province in relation to changes in the employment s structure (2) analyzing the economic factors affecting employment in agriculture and non-agriculture sectors in Lampung Province (3) Analyze the factors that affects the structural transformation of labor from agriculture to non agriculture s sectors. By using descriptif analysis and econometric model, it can be identified significant factors influencing to the job opportunity and the influencing factors to the labor structural transformation from agriculture to non agriculture sector. Based on the analysis of the economic growth, the structure of the economy is services - industries - agriculture (S-I-A). When the classic pattern of structural changes that occur in developed countries as a reference, it can be said that the changes in the economic structure of the province of Lampung is a shortcut pattern. Not the emergence of this pattern shows no widespread industrialization stages held in Lampung Province. It could be said that the growth of the industrial sector is never based agriculture (agro-industry). Therefore, it is not surprising that the agriculture sector linkages with the industrial sector in Lampung Province is very weak and tends to decline. Based on the analysis of six variables, there are two variables that do not give significant effect on the structural transformation of labor from the agriculture sector to the industrial sector, the agriculture wage ratio and tractors. If

7 seen elasticity of structural transformation of labor from agriculture sectors to the industrial sector variables, there is a variable whose value is elastic, the rice harvested area. While the other variables are inelastic. This shows the structural transformation of labor from the agriculture sector to the industrial sector only responsive to variables rice harvested area, and not responsive to other variables. Keywords: Agricultural, labor, job opportunity, transformation

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGAKERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG OKWAN HIMPUNI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

10 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS

11

12 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, dan sholawat serta salam telimpah curah kepada junjungan nabi Allah Muhammad SAW sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Desember 2013 ini adalah tenaga kerja pertanian, dengan judul perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr dan Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku Ketua program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD), sekaligus penguji luar komisi pada ujian tesis dan Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberi motivasi dan saran. Kepada Dosen dan Staf Program Studi PWD penulis ucapkan terimakasih. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pimpinan Yayasan Progres Insani dan Direktur Sekolah Alam Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Heldan Nufiar dan keluarga besar Dodi Supriadi, istri tercinta Andini Tribuana Tunggadewi dan ananda tercinta Al Fatih Muhammad Akbar Himpuni, serta seluruh keluarga, atas do a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat terutama bagi saya pribadi, bagi masyarakat dan pemerintah Provinsi Lampung. Bogor, Juli 2014 Okwan Himpuni

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 10 Manfaat Penelitian 10 Ruang Lingkup Penelitian 10 2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi 11 Perubahan Stuktural Tenaga Kerja 13 Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian 18 Struktur Perekonomian dan Lapangan Pekerjaan 18 Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian 20 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian 21 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian 23 Tinjauan Studi Terdahulu 24 Kerangka Pemikiran 25 Teori Perubahan Struktural 27 Hipotesis 29 3 METODE PENELITIAN Kerangka Model 32 Perumusan Model 33 Kesempatan Kerja Sektor Pertanian 33 Kesempatan Kerja Subsektor Tanaman Pangan 33 Kesempatan Kerja Subsektor Peternakan 34 Kesempatan Kerja Subsektor Perikanan 34 Kesempatan Kerja Subsektor Perkebunan 35 Kesempatan Kerja Subsektor Kehutanan 35 Model Perubahan Strukural Tenaga Kerja 35 Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya 36 xiv xv xvi

14 Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri 36 Prosedur Analisis 37 Pengujian Hipotesis 37 Asumsi-asumsi 39 Definisi Operasional 39 Jenis dan Sumber Data 41 4 STRUKTUR PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Letak dan Batas Wilayah 41 Wilayah Administratif 42 Penduduk dan Ketenagakerjaan 43 Keadaan Perekonomian 45 Struktur Perekonomian 46 PDRB Per Kapita 48 5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA Sektor Pertanian 48 Sub Sektor Tanaman Pangan 52 Sub Sektor Peternakan 55 Sub Sektor Perikanan 57 Sub Sektor Perkebunan 59 Sektor Kehutanan 61 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGA KERJA Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya 63 Sektor Pertanian ke Sektor Industri 66 7 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Simpulan 69 Implikasi Kebijakan 69 DAFTAR PUSTAKA 70 LAMPIRAN 74 RIWAYAT HIDUP 99

15 DAFTAR TABEL 1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun (Persen). 2 2 Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun (juta orang). 4 3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Provinsi di Pulau Sumatera Tahun Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun Pengelompokan Ulang Lapangan Pekerjaan Antara SP1990, SP2000, dan SP Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan di Provinsi Lampung Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota 42 8 Penduduk Provinsi Lampung Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio, Tahun Penduduk Provinsi Lampung Menurut Golongan Umur dan Kegiatan, Tahun Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Kehutanan Hasil Pendugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor jasa dan lainnya Hasil Dugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri 66 DAFTAR GAMBAR 1 Indikator ketenagakerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor Pekerjaan Tahun Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis Hubungan macro-spatial kawasan perkotaan dan perdesaan 17

16 4 Kerangka Pemikiran Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung 31 5 Diagram Model Penelitian 31 6 Peta Administrasi Provinsi Lampung 43 7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Dengan Migas dan Tanpa Migas, Tahun Distribusi PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor. Tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Sumber Data dan Output Penelitian 74 2 TPAK Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, Dan Daerah Tempat Tinggal Di Indonesia Tahun Penduduk Pulau Sumatera Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan Grafik Sensus Pertanian Tahun 2013 Provinsi Lampung 77 5 Peta Sebaran Jumlah Sapi Dan Kerbau Tahun 2013 (ekor) 78 6 Peta Penyebaran Perusahaan Pertanian Tahun 2013 (unit) 79 7 Peta Sebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Yang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2013 (rumah tangga) 80 8 Peta Sebaran Rumah Tangga Petani Gurem Tahun 2013 (rumah tangga) 81 9 Penyebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013 (unit) Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor Perkebunan Provinsi Lampung Tahun Grafik Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Sub Sektor Perkebunan Provinsi Lampung Tahun Produksi Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung Tahun Produktivitas Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung Tahun Luas Panen Sub Sektor Tanaman Pangan Provinsi Lampung Tahun Produksi dan Populasi Ternak Sub Sektor Peternakan Provinsi Lampung Tahun Struktur PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen) 92

17 17 Grafik struktur PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen) Laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000 (Persen) Grafik laju PDRB Provinsi di Pulau Sumatera ADHK 2000 (Persen) Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun Persentase PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun Grafik PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (persen) 98

18 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan progresif yang berkelanjutan untuk mempertahankan kepentingan individu maupun komunitas melalui pengembangan, intensifikasi, dan penyesuaian terhadap pemanfaatan sumber daya, selain itu pembangunan merupakan proses yang kontinu (Chozin et al, 2009). Selain itu, pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembanguan yang paling hakiki yaitu kecukupan (suistainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem),serta kebebasan (freedom) untuk memilih (Tadaro, 2009) Paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangaan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan istilah trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataan dibanyak negara, termasuk Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kuznets (1964), kurva U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan dahulu tujuan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan). Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upayaupaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efisiency), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) dalam memberikan panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik dalam tingkat nasional, regional maupun lokal. Ketiga tujuan tersebut saling terkait dan menentukan keberhasilan pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam pembangunan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Hal ini tentu berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumber daya yang ada baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya sosial. Lebih jauh lagi, karena tujuan kedua, pemerataan tidak menjadi prioritas selama ini maka terjadi disparitas yang sangat tinggi antara pusat dan daerah di Indonesia. Bentuk-bentuk pengurasan sumber daya yang terjadi selama ini juga merupakan cerminan dari bentuk tujuan pembangunan sesaat (jangka pendek) yang jelas mengabaikan keberlanjutan. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki peran yang penting dalam perencanaan dan pelaksanaan

19 2 pembangunan. Pembangunan daerah perlu diarahkan untuk mendorong wilayah agar tumbuh secara mandiri bedasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik spesifik wilayah yang dimilikinya. Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas. Ekonomi Indonesia selama tahun mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 6.6 persen (2007), 6.0 persen (2008), 4.6 persen (2009), dan 6.1 persen (2010) dibanding tahun sebelumnya. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama periode tersebut, selalu mengalami pertumbuhan tertinggi, bahkan kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2008 dan Sedangkan sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan) selama periode yang sama cenderung mengalami penurunan. Gambaran perkembangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Laju Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun (Persen) No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (Persen) Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, real estat, dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa PDB PDB Tanpa Migas Sumber: BPS 2011 Berdasarkan Tabel 1, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu sebesar 2.9 persen ditahun Hal ini

20 3 berbanding terbalik dengan sektor non pertanian yang sebagian besar mengalami laju pertumbuhan PDB yang positif. Seperti pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan laju petumbuhan meningkat sebesar 7.4 persen dari tahun sebelumnya. Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor yang bersifat alami maupun faktor-faktor buatan manusia. Karena itu, perkembangan suatu wilayah tidak berlangsung secara merata, karena letak sumber daya yang tersebar tidak merata pada setiap wilayah. Kondisi ini selain menimbulkan ketimpangan (disparitas) dalam pembangunan juga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya daerah tertinggal atau terbelakang. Disparitas seperti di atas, tidak hanya terjadi pada lingkup nasional saja, tetapi dapat terjadi pada lingkup yang lebih kecil seperti kabupaten. Perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kegiatan sosial ekonomi, maupun geografis antar wilayah yang mengakibatkan wilayah maju semakin berkembang dan wilayah terbelakang semakin tertinggal. Berdasarkan fenomena di atas, mendorong sebagian masyarakat di suatu wilayah mencoba untuk menyesuaikan dengan kebutuhan suatu pembangunan dengan bermigrasi ke wilayah yang lebih maju atau bahkan beralih aktivitas ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder bahkan sektor tersier dengan kata lain terjadi suatu transformasi ekonomi. Salah satu indikator pembangunan dari suatu wilayah adalah terjadinya kenaikan investasi dan pendapatan riil masyarakat. Hal ini dapat terwujud apabila produktivitas faktor meningkat, terutama tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja akan meningkat manakala terjadi transformasi struktur ekonomi. Adapun dampak dari transformasi ini adalah, pertama, bahwa pangsa relatif sektor pertanian akan menurun dan pangsa relatif sektor nonpertanian terutama industri akan meningkat; kedua, sejalan dengan hal tersebut, pangsa relatif kesempatan kerja disektor pertanian akan berkurang (terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja disektor ini) dan sebaliknya, pangsa relatif kesempatan kerja di sektor nonpertanian, terutama industri cenderung meningkat. Gambaran perkembangan ketenaga kerjaan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

21 4 Tabel 2 Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun (juta orang) Lapangan Pekerjaan Utama Februari Agustus Februari Agustus Februari Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Angkutan, perdagangan, dan komunikasi Keuangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya *) Total Sumber: BPS 2011 *) Mencakup: 1. Pertambangan dan Penggalian, 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih. Sektor pertanian masih mendominasi serapan tenaga kerja. Tercatat bahwa per februari 2011, terdapat persen penduduk Indonesia bekerja disektor pertanian, walaupun pada sektor pertanian mengalami peningkatan yang tidak signifikan dan cenderung mengalami fluktuasi disetiap periodenya. Hal ini berbeda dengan sektor non pertanian khususnya sektor perdagangan dan jasa yang mengalami peningkatan jumlah serapan tenaga setiap periodenya. Dalam bidang ketenaga kerjaan di Indonesia, terdapat dua masalah pokok yaitu: (1) tidak adanya keseimbangan dalam penyerapan tenaga kerja antar sektor pertanian dan non pertanian, (2) adanya kepincangan dalam penyerapan tenaga keraja produktif non produktif di sektor non pertanian yaitu sektor-sektor pengolahan (manufaktur) dibandingkan dengan sektor jasa services, (Hasibuan, 1989). Kedua masalah tersebut mengakibatkan ketimpangan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan non pertanian yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakseimbangan alokasi tenaga kerja. Menurut Winoto (1996), secara konsepsional ketidakseimbangan perekonomian dan struktur tenaga kerja Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat disebabkan oleh: (1) peningkatan teknologi yang sangat pesat yang tidak disertai dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, (2) kebijakan pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung menghambat perkembangan kualitas sumber daya manusia, (3) ketidaksiapan perangkat kebijaksanaan nasional yang mendukung transformasi tenaga kerja dari struktur perekonomian agraris ke struktur perekonomian modern.

22 Masalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja menjadi perhatian penting dan serius bagi pemerintah serta menitikberatkan pada kebijakan ketenaga kerjaan dengan memperluas kesempatan kerja, lapangan kerja serta kesempatan usaha dan pemerataan kesempatan kerja antar sektor dan antar daerah. Seperti yang disajikan pada data tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menurut provinsi dan daerah tempat tinggal di Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) (lampiran 1). Berdasarkan data sensus penduduk BPS tahun 2010, dari 64 persen TPAK Nasional, sebanyak 68.6 persen penduduk Indonesia bekerja di perdesaan, di mana aktivitas utama di perdesaan adalah pertanian dan usaha turunannya. Salah satu provinsi dengan presentase TPAK di atas presentase nasional adalah Provinsi Lampung yaitu sebesar 67.6 persen di mana 71.0 persennya bekerja di perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa, kegiatan usaha dominan yang dilakukan di Provinsi Lampung adalah kegiatan usaha sektor pertanian dan usaha turunannya. Dalam konteks pembangunan Provinsi Lampung, dapat dilihat bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah belum bisa merata di seluruh wilayah, sehingga menimbulkan adanya kesenjangan antar wilayah, di mana masih adanya wilayah-wilayah yang masih terbelakang dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan ada wilayah yang maju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tentu saja kondisi tersebut akan berdampak sistemik bagi proses pembangunan di Provinsi Lampung. Dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung sebesar 1.24 persen. Penambahan jumlah penduduk tentu akan mempengaruhi jumlah TPAK. Dalam kurun waktu 2007 sampai dengan tahun 2009 TPAK Provinsi Lampung mengalami penurunan dari persen dari tahun 2007 menjadi persen pada tahun 2009, akibat peningkatan jumlah bukan angkatan kerja (bersekolah dan mengurus rumah tangga). Namun, dalam kurun waktu yang sama terjadi pergeseran struktur tenaga kerja baik dilihat dari sektor ekonomi maupun sebaran wilayah penduduk yang bekerja atau migrasi. Tenaga kerja sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pendapatan regional bruto daerah (PDRB) Provinsi Lampung namun, terus mengalami penurunan sebesar 1.08 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja disektor industri dan jasa-jasa semakin meningkat. Oleh karena itu, analisis tentang perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung perlu dilakukan. 5

23 6 Perumusan Masalah Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan suatu fenomena yang berperan penting dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi, tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung relatif tinggi. Dari hasil sensus penduduk 2010 diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung selama periode adalah sebesar 1.24 persen. Angka ini menunjukkan kenaikan jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk periode , di mana laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut rata-rata 1.01 persen per tahun. Berikut disajikan pada Tabel 3 mengenai perbandingan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk antar provinsi di Pulau Sumatera. Tabel 3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2011 Provinsi Jumlah penduduk (jiwa) Luas wilayah (Km2) Kepadatan penduduk (jiwa/km2) Aceh 4,597,308 56, Sumatera Utara 13,103,596 71, Sumatera Barat 4,904,460 42, Riau 5,738,543 89, Kepulauan Riau 1,764,766 10, Jami 3,169,814 53, Sumatera Selatan 7,580,320 87, Kep. Bangka 1,261,737 15, Belitung Bengkulu 1,742,080 19, Lampung 7,691,007 35, Sumatera 51,533, , Indonesia 241,037,755 1,910, Sumber: Indikator tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2011 Provinsi Lampung memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi yaitu jiwa/km jika di bandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sumatera, bahkan melebihi tingkat kepadatan penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi modal pembangunan atau bahkan bisa berlaku sebaliknya yaitu menjadi beban dalam proses pembangunan.

24 7 Penduduk Provinsi Lampung tahun 2011 mencapai 7,691,007 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar , yang artinya komposisi penduduk Provinsi Lampung didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tampak masih timpang atau tidak merata antar wilayah. Dibandingkan dengan kabupaten, kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi, seperti yang terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Banyaknya Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2011 No Kabupaten / kota Desa / kelurahan Rumah tangga Penduduk Kepadatan penduduk/km 2 1 Lampung Barat , Tanggamus , Lampung Selatan , Lampung Timur , Lampung Tengah , Lampung Utara , , Way Kanan , , Tulang Bawang , , Pesawaran , , Pringsewu , , Mesuji 75 49, , Tulang bawang 79 65, , Barat 13 Kota Bandar 98 65, , Lampung 14 Kota Metro 22 36, , Jumlah 2,463 1,934,612 7,691, Sumber: BPS Provinsi Lampung 2012 (data diolah) Tingkat kepadatan penduduk di kota umumnya sangat tinggi. Tingkat kepadatan penduduk Kota Bandar Lampung misalnya, mencapai 4, jiwa per kilometer persegi. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk disemua kabupaten masih berada dibawah 500 jiwa perkilometer persegi, bahkan Kabupaten Lampung Barat baru mencapai 85 jiwa perkilometer persegi. Kepadatan penduduk disuatu wilayah tentu berpengaruh terhadap pembangunan wilayah, yang berkaitan pula dengan sektor lapangan pekerjaan atau sektor ketenaga kerjaan. Sektor ketenaga kerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya dalam upaya pemerintah daerah mengurangi jumlah penduduk miskin. Dalam penyajian data

25 persen 8 ketenaga kerjaan, batasan umur 15 tahun keatas dari semua penduduk dan dikenal dengan istilah penduduk usia kerja 1. Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung pada tahun 2010 berjumlah 5,824,370 jiwa yang terdiri atas jumlah angkatan kerja 3,957,697 jiwa dan bukan angkatan kerja 1,866,673 jiwa. Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja sebanyak 3,737,078 jiwa dan pengangguran sebanyak 220,619 jiwa. Yang bukan termasuk dalam angkatan kerja adalah sekolah (445,291 jiwa), mengurus rumah tangga (1,185,170 jiwa), lainya (236,212 jiwa). Penduduk Provinsi Lampung sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu persen atau 2,110,571 jiwa. Adapun penduduk yang bekerja disektor jasa kemasyarakatan sebesar persen atau 410,386 jiwa. Berikut disajikan gambar indikator ketenaga kerjaan Provinsi Lampung berdasarkan sektor pekerjaan Industri (M) Pertanian (A) Jasa (S) tahun Gambar 1 Indikator Ketenaga kerjaan Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor Pekerjaan Tahun Sumber: BPS Provinsi Lampung, Sakernas 2012 Banyaknya penduduk yang bekerja menunjukkan bahwa banyaknya penduduk yang mampu secara ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa, yang secara tidak langsung dapat menunjukkan pula banyaknya penduduk yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada Agustus 2009, jumlah angkatan kerja Provinsi Lampung mencapai 3.63 juta orang atau persen dari seluruh penduduk usia kerja (15 tahun keatas) 1. Bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008 angka ini naik sebesar 58.4 ribu orang atau 1.64 persen. Sejalan dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja juga bertambah 73.6 ribu orang dibandingkan keadaan Agustus Sebaliknya jumlah pengangguran menurun 15.2 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Lampung yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya semakin meningkat. 1 Batasan umur penduduk usia kerja yang digunakan BPS

26 Pertanian merupakan salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja selain itu, sektor pertanian juga masih menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam struktur PDRB Provinsi Lampung. Namun, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian terus menurun dari tahun ketahun. Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008, penduduk yang bekerja disektor pertanian bulan Agustus 2009 berkurang 1.08 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja disektor industri dan jasa-jasa semakin meningkat. Tahun 2009, penduduk yang bekerja disektor industri persen dan jasa-jasa persen. Hal ini mengindikasikan terjadinya pergeseran struktur ketenaga kerjaan yang menuju arah industrialisasi, penduduk lebih berkeinginan bekerja disektor non pertanian (industri dan jasa) yang berdampak pada migrasi penduduk menuju daerah industri dan jasa, di mana daerah industri dan jasa lebih dominan berada di perkotaan dan pada akhirnya terjadi penumpukan atau kepadatan penduduk di kota. Keterkaitan antar sektor pertanian dengan sektor non pertanian mengalami perubahan yang cukup berarti selama proses pembanguan berlangsung. Struktur perekonomian Provinsi Lampung mengalami pergeseran dari yang bergantung dari sektor pertanian menjadi struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor jasa. Pada tahap awal pembangunan, sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia kesempatan kerja yang mampu menampung setengah dari seluruh angkatan kerja dan sebagai penyumbang PDRB terbesar. Dalam proses pembangunan, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB cenderung meningkat, namun penyerapan angkatan kerja terjadi penurunan dari tahun ketahun, sedangkan pangsa sektor industri dan jasa terus meningkat. Perkembangan sektor pertanian tidak lepas dari perkembangan sektor ekonomi lainya yang meningkat dengan laju yang lebih tinggi. Penyediaan lapangan kerja adalah fungsi dari investasi. Investasi disektor industri dan jasa menarik pekerja dari perdesaan dalam jumlah yang cukup besar dan tendensinya meningkat dari tahun ketahun. Proses ini mengakibatkan semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja pertanian. Disisi lain, kebutuhan hidup tenaga kerja di wilayah ini juga semakin meningkat, sehingga mendorong tenaga kerja untuk dapat memenuhi kebutuan keluarganya dengan bekerja disektor non pertanian baik di desanya maupun di luar desanya. Hal ini menggambarkan bahwa adanya perbedaan upah yang menunjukkan besarnya daya tarik sektor non pertanian. Perubahan struktur ketenaga kerjaan di Provinsi Lampung ditandai dengan proses migrasi dan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (jasa dan industri). Perpindahan kesempatan kerja atau perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian seperti yang telah diungkapkan di atas, hal ini tentu dapat menimbulkan beberapa permasalahan sehubungan dengan proses transisi. Berdasarkan permasalahan di atas, untuk menjawab bagaimana perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian yang 9

27 10 terjadi di Provinsi Lampung, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji lebih lanjut guna menjawab permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran struktur perekonomian Provinsi Lampung, dalam hubungannya dengan struktur ketenaga kerjaan? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesempatan kerja disektor pertanian dan sektor non pertanian (industri dan jasa)? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan struktural ketenaga kerjaan dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri di Provinsi Lampung? 4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis struktur perekonomian Provinsi Lampung dalam kaitanya dengan perubahan struktur ketenaga kerjaan. 2. Menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian di Provinisi Lampung. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Manfaat Penelitian Hasi penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain: 1. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi ketenaga kerjaan dan kesempatan kerja di Provinsi Lampung khususnya disektor pertanian 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah bagi pihak pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan perluasan dan pemerataan kesempatan kerja 3. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan rujukan dan pengkajian lebih lanjut dalam pengembangan pertanian. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada wilayah Provinsi Lampung. Pertanian yang dimaksud adalah dalam pengertian luas, sektor pertanian meliputi sub sektor tanaman pangan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan, sub

28 11 sektor perkebunan, dan sektor kehutanan. Setiap sektor dan sub sektor dianalisis secara terpisah. Perubahan struktural tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan sektor industri. Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk domestik bruto, sedangkan struktur ketenaga kerjaan didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri, dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja. Keterbatasan penelitian ini antara lain penggunaan data sekunder tanpa disertai data primer yang lebih spesifik. Kesempatan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dilihat dari sisi permintaan tenaga kerja dan penggunaan data sekunder tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, wilayah desa dan kota. 2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Sasaran umum pembangunan ekonomi jangka panjang antara lain adalah mencapai keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian, sehingga menjadi dasar yang kuat untuk bertumbuh lebih lanjut atas dasar kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang diikuti oleh penyebaran hasil pembangunan dan struktur ekonomi, serta mutu hidup masyarakat. Pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu, pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi, dan keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berupa kapital atau modal (Sagir, 1996). Proses perkembangan ekonomi suatu negara sering diartikan sebagai salah satu proses transformasi struktural. Proses transformasi struktural ditandai dengan terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian kesektor jasa (non pertanian). Dalam hal ini, proses perkembangan ekonomi ditandai oleh adanya perubahan dalam kontribusi sektoral terhadap output

29 12 nasional sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja nasional dari sektor pertanian ke sektor industri dan kemudian kesektor jasa. Secara teoritis, peranan sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi pertanian yang tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994). Proses kemajuan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya. Menurut Fisher dan Clark dalam Kindelberger (1983) pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur produksi, struktur angkatan kerja menurut produksi yang proses peningkatan angkatan kerja. Pada umumnya laju pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor di luar pertanian. Hal ini terjadi karena relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam permintaan terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi non pertanian. Menurut Kagami (2000), pertanian memiliki peranan sentral dalam perekonomian suatu negara, yaitu: (1) pertanian membentuk pasar produksi industri khususnya produk industri ringan yang telah mempunyai pasar dalam sektor pertanian, (2) pertanian menyediakan bahan makanan dan bahan mentah bagi proses industri, (3) pertanian menyediakan suplai bahan makanan yang merupakan faktor penting dalam mempertahankan stabilitas harga, (4) ekspor hasil pertanian dapat menghasilkan devisa, (5) pertanian menyediakan modal dan tenaga kerja bagi sektor non pertanian, dan (6) dalam kasus pertanian yang bersifat market oriented, akumulasi gradual dari kapabilitas perdagangan dan pemasaran dalam sektor pertanian mempermudah proses industrialisasi. Jadi sektor pertanian mendukung proses industrialisasi dengan menyediakan tenaga kerja, modal dan bahan mentah untuk sektor non pertanian dan membentuk permintaan bagi produk pertanian. Relatif rendahnya elastisitas permintaan jangka panjang dalam permintaan terhadap hasil pertanian bila dibandingkan dengan elastisitas produksi non pertanian berdampak pada laju pertumbuhan sektor pertanian yang kalah cepat dengan laju pertumbuhan sektor non pertanian. Faktor yang menyebabkan relatif rendahnya elastisitas pendapatan jangka panjang dalam permintaan terhadap pangan pada umumnya dapat dijelaskan dengan: (1) bekerjanya hukum Engel, yang menyatakan bahwa persentase pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk produk pangan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga atau pengeluaran swasta cenderung meningkat dengan adanya peningkatan pendapatan, meskipun pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga secara absolut terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan, (2) menurunnya peranan atau persentase pengeluaran konsumsi swasta dalam PDB, dengan meningkatnya pendapatan perkapita.

30 13 Perubahan Struktural Tenaga Kerja Struktur ekonomi suatu negara akan mengalami perubahan dalam perjalanan proses pembangunan, di mana struktur perekonomian suatu negara dapat dibedakan dengan negara lain berdasarkan persentase tenaga kerja yang bekerja disektor primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark (1951) dalam Budiharsono (1996) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja. Secara teoritis peran sektor pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja memang akan menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan ini terutama disebabkan oleh sifat permintaan terhadap komoditi pertanian yang tidak elastis terhadap pendapatan (Sawit dan Kasryno, 1994). Perubahan struktural tenaga kerja merupakan perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya dalam perubahan struktur ekonomi). Selain itu, perubahan struktur tenaga kerja juga merupakan perubahan dari sektor tradisional ke sektor modern. Perubahan struktur klasik yang umumnya terjadi di negara-negara maju mengikuti pola sebagai berikut: Agriculture, Industry, Service (A-I-S) (I-A-S) (I-S-A) (S-I-A). Pola (I-S-A) adalah struktur umum dari negara-negara industri, sedangkan pola (S-I-A) menggambarkan struktur umum bagi negara jasa pada era informasi (Winoto, 1996). Berdasarkan acuan tersebut, dan untuk membandingkan dengan perubahan struktur yang terjadi di Indonesia, maka perubahan struktur perekonomian Indonesia dari tahun disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Struktur PDB Indonesia, Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun Pertanian Industri Jasa Pola S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A S-I-A Sumber: BPS 2011

31 14 Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa struktur PDB Indonesia adalah (S-I-A). Apabila pola perubahan struktur klasik yang terjadi di negara-negara maju dijadikan acuan maka dapat dikatakan bahwa perubahan struktur PDB Indonesia merupakan pola pintas. Hal ini dikarenakan, struktur PDB Indonesia tidak pernah melalui struktur tradisional (A-I-S) maupun pola awal ekonomi industri (I-A-S). tidak munculnya pola ini menunjukkan tidak meluasnya tahapan industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia. Bisa dikatakan bahwa pertumbuhan sektor industri tidak pernah berbasiskan sektor pertanian (agroindustri). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri sangatlah lemah dan cenderung menurun (Winoto, 1996). Menurut Arthur Lewis dalam Todaro (2009), dengan teori model dua sektornya, di mana perubahan struktural merupakan teori yang menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat didominasi oleh struktur industri dan jasa. Teori model dua sektor Arthur Lewis yaitu, pertama: perekonomian tradisional, diasumsikan bahwa di daerah dengan perekonomian tradisional mengalami surplus tenaga kerja. Perekonomian tradisional adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten, hal ini diakibatkan karena kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai suatu fakta bahwa jika tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya. Teori model dua sektor Arthur Lewis yang kedua adalah perekonomian industri. Ciri dari perekonomian industri adalah tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Dengan demikian perekonomian perkotaan merupakan daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari perdesaan sehingga penambahan tenaga kerja pada sistem produksi yang ada akan meningkatkan output yang diproduksi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka teori Lewis dapat digambarkan seperti pada kurva berikut:

32 Upah riil (=MP ) Produk rata-rata (marginal) Total produk (manufaktur) Total produk (bahan pngan) 15 TP M3 TP M2 TPM f ( LM, K M, tm ) KKM3>KM2>KM1 M2 M1 TP M (K M3 ) TP M (K M2 ) TP M (K M1 ) TP A TPA f ( LA, K A, t A) KM3>KM2>KM1 TP A K A TP M1 TPA L A W A 0 L 1 L 2 L 3 0 L A Q LA K M3 >K M2 >K M1 AP LA MP LA W M W A 0 F G H S L D 3 (K M3 ) D 2 (K M2 ) D 1 (K M1 )=MP LM L 1 L 2 L 3 L M Kuantitas tenaga kerja (Q LM ) (ribuan) (a) sektor modern (industri) W A MP LA AP LA 0 L A L A Surplus tenaga kerja Kuantitas tenaga kerja (Q LA ) (jutaan) (b) sektor tradisional (pertanian) Gambar 2 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian Berdasarkan Teori Lewis Berdasarkan kurva tersebut, kurva sebelah kanan atas merupakan fungsi produksi sektor pertanian, di mana total output adalah TPA, input yang dipakai adalah tenaga kerja (LA), modal dan teknologi diasumsikan konstan. Di bagian kanan bawah menunjukkan kurva produktivitas marginal tenaga kerja (MPL) dan kurva produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL). Lewis mengasumsikan pertama adanya surplus tenaga kerja atau MPL sama dengan nol. Kedua semua tenaga kerja di pedesaan menghasilkan output yang sama sehingga tingkat upah ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata (APL) bukan oleh produktivitas marginal tenaga kerja (MPL). Diagram sebelah kiri atas menunjukkan kurva produksi sektor industri modern. Tingkat output (TP) ditentukan oleh input tenaga kerja LM, stok modal (KM), dan teknologi (TM) dianggap konstan. Tingkat output sebesar TPM1 dihasilkan dari input tenaga kerja (L M1), stok modal (K M1) dan teknologi(tm) diasumsikan konstan.

33 Dalam model Lewis, stok modal di sektor modern dimungkinkan untuk bertambah dari K M1, K M2 kemudian menjadi K M3 dan seterusnya akibat dari adanya kegiatan reinvestasi keuntungan para kapitalis industri. Hal ini akan mengakibatkan tingkat output mengalami kenaikan. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sektor modern bersifat kompetitif maka kurva produksi marginal tenaga kerja menggambarkan tingkat permintaan aktual tenaga kerja. Tingkat upah di sektor tradisional (WA) adalah lebih rendah dari pada sektor industri (WM). Lewis berasumsi bahwa tingkat upah di sektor manufaktur/industri modern sekurang-kurangnya 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di sektor pertanian perdesaan di daerah perkotaan. Pada tingkat upah WA menunjukkan penawaran tenaga kerja di perdesaan tidak terbatas atau inelastis sempurna. Pada tingkat upah di perkotaan WM yang lebih tinggi dari pada upah di perdesaan WA, maka penyedia lapangan kerja disektor modern dapat merekrut tenaga kerja perdesaaan sebanyak yang mereka perlukan tanpa harus khawatir tingkat upah akan naik. Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi di antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada. Proses pembangunan di Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan dalam pelaksanaanya mempunyai strategi pembangunan mengarah pada perubahan struktural, umumnya dari agraris tradisional menjadi industri modern. Perubahan struktural ini memiliki tiga pandangan di mana:(1) sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot, sedangkan sektor non pertanian semakin besar peranannya dalam produksi nasional. (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian, secara absolut jumlahnya akan meningkat, namun presentasenya dalam jumlah lapangan kerja keseluruhan akan semakin kecil. Sebaliknya tenaga kerja di sektor non pertanian akan meningkat. (3) sifat produksi di semua bidang akan menjadi lebih industrial. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai sistem industri, yaitu hasil pertanian yang diproduksi dan dipasarkan mempergunakan teknologi dan manajemen modern (Rahardjo, 1986). Perubahan struktural merupakan suatu proses perubahan struktur baik struktur ketenaga kerjaan maupun struktur produksi di mana terjadi perubahan bentuk atau mata pencaharian dalam aktivitas ekonomi suatu masyarakat dari sektor asal yang bersifat tradisional menuju sektor lain yang bersifat modern. Dalam kenyataannya, tidak semua surplus tenaga kerja dari sektor pertanian dapat diterima di sektor modern (industri) yang formal. Hadi (2001) menyatakan bahwa industri modern di perkotaan pada umumnya membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keterampilan dan keahlian tertentu yang sebagian besar sulit dipenuhi, disamping kesempatannya terbatas dan kecil dibandingkan dengan 16

34 17 jumlah pihak pencari kerja. Oleh karena itu sektor informal di perkotaan menjadi satu-satunya alternatif bagi masyarakat di sektor tradisional untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dan mencari penghidupan. Hal ini sangat terasa di kota-kota besar provinsi yang menjadi tempat tujuan pencari kerja. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan hubungan macro-spatial kawasan perdesaan dan perkotaan. Garis putus-putus menunjukkan aliran perpindahan penduduk. Pasar Internasional Sektor industri modern di perkotaan Industri modern di daerah (rural enclave) Sektor Modern Sektor Tradisional Sektor informal di perkotaan Masyarakat miskin yang mayoritas adalah petani miskin di perdesaan Kawasan Perkotaan Kawasan Perdesaan Gambar 3 Hubungan Macro-spatial Kawasan Perkotaan dan Perdesaan (Hadi, 2001) Karakteristik sektor informal antara lain sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Beberapa dari sektor informal yang berhasil ini dapat beralih menjadi sektor formal yang terdaftar secara hukum dan terikat oleh peraturan ketenaga kerjaan pemerintah (Todaro, 2009). Karakteristik seperti ini juga dimiliki oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) yang merupakan transisi tenaga kerja dari pekerjaan di sektor pertanian subsisten ke sektor nonpertanian (Rusastra et al, 2010).

35 18 Perubahan struktur di bidang ketenaga kerjaan dapat diartikan sebagai (1) perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya dalam perubahan struktur ekonomi), (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern. Berdasarkan dua pengertian di atas, pengertian yang pertama, perubahan struktur diartikan sebagai distribusi kesempatan tenaga kerja pada setiap sektor dari waktu ke waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua, perubahan struktur dianggap bahwa perlu dicari suatu titik yang dikenal sebagai turning point yang akan terjadi apabila upah disektor non pertanian dan upah disektor pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini dapat memberikan sifat yang indefferent untuk bekerja disektor pertanian atau non pertanian (Swasono dan Sulistyaningsih,1993). Perubahan struktur ekonomi yang ditandai dengan semakin menurunya peranan sektor primer dan semakin meningkatnya peranan sektor sekunder dapat diartikan bahwa pengembangan produksi disektor pertanian lebih lambat dari produksi nasional, sedangkan pertambahan produksi sektor sekunder lebih cepat dari pada pertambahan produksi nasional, demikian pula untuk sektor tersier. Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Sektor pertanian memegang peranan penting dalam sumbangan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Tingkat pertumbuhan sektor pertanian mempunyai peranan sentral dalam kaitannya dengan pertumbuhan sektor perekonomian yang lain. Kedudukan sektor pertanian dalam struktur PDB dari tahun ke tahun semakin berkurang sejalan dengan perkembangan ekonomi. Berkurangnya peran sektor pertanian disetiap negara berbeda-beda, disatu pihak tergantung pada tingkat pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri dan pertumbuhan sektor non pertanian. Apabila pertumbuhan sektor pertanian lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang lainnya, maka jelas kondisi ini akan menggambarkan kedudukan relatif sektor pertanian akan merosot baik dilihat dari struktur PDB maupun kesempatan kerja. Laju pertumbuhan sektor pertanian mengalami penurunan yang signifikan yaitu 4.1 persen pada tahun 2009 menjadi 2.9 persen pada tahun Sedangkan untuk sektor non pertanian terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Struktur Perekonomian dan Lapangan Pekerjaan Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Dengan demikian jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu mengambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini dikarenakan terjadinya mismatch

36 19 dalam pasar kerja. Berikut disajikan pada Tabel 6 tentang pengklasifikasian lapangan pekerjaan. Tabel 6 Pengelompokan Ulang Lapangan Pekerjaan Antara SP1990, SP2000, dan SP2010 Klasifikasi lapangan pekerjaan Kategori SP1990 SP2000 SP Pertanian 1. Pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan 1. Sub kategori pertanian tanaman pangan 2. Sub kategori perkebunan 3. Sub kategori perikanan 4. Sub kategori peternakan 5. Sub kategori pertanian lainnya 1. Pertanian tanaman padi dan palawija 2. Hortikultura 3. Perkebunan 4. Perikanan 5. Peternakan 6. Kehutanan dan perkebunan lainnya 2. Non pertanian 2. pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan 6. Perdagangan, rumah makan, dan perhotelan 7. Angkutan, pergudangan, dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi dan usaha persewaaan 9. Jasa-jasa kemasyarakat 6. Kategori industri pengolahan 7. Kategori perdagangan 8. Kategori jasa 9. Kategori angkutan 10. Kategori lainnya 7. Pertambangan dan penggalian 8. Industri pengolahan 9. Listrik dan gas 10. Konstruksi/bangunan 11. Perdagangan 12. Hotel dan rumah makan 13. Transportasi dan pergudangan 14. Informasi dan komunikasi 15. Keuangan dan asuransi 16. Jasa pendidikan 17. Jasa kesehatan 18. Jasa kemasyarakatan, pemerintah dan perorangan 19. Lainnya.

37 20 an, sosial dan perseorangan 10. Kegiatan yang tidak/belum jelas Sumber: BPS, 2010 Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah, hal ini menjadi lebih sentral jika penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja disektor non pertanian tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini terjadi jika sektor non industri yang dikembangkan hanyalah yang berorientasi pada jenis teknologi padat modal atau terjadi stagnasi dalam sektor non industri. Pada awal pembangunan, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sangatlah besar, yang mencirikan dominasi sektor pertanian dalam perekonomian nasional. Berdasarkan lapangan pekerjaan pada Februari 2011, dari juta orang yang bekerja, sektor pertanian masih mendominasi yaitu 4.25 juta orang (38.16 persen), kemudian sektor perdagangan 23.2 juta orang (20.88 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 17 juta orang (15.30 persen) (BPS, 2011). Secara absolut output sektor pertanian masih mengalami peningkatan yang cukup berarti, meskipun secara persentase kontribusi sektor pertanian semakin berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan output sektor pertanian lebih lambat dari sektor non pertanian. Sulistyaningsih (1997) dalam penelitiannya tentang dampak perubahan struktur ekonomi terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Indonesia (suatu pendekatan input output) mengungkapkan bahwa di Indonesia telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian kesektor manufaktur dan jasa, yang mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dari sektor pertanian. Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian Analisis struktur ekonomi dalam proses pembangunan yang dikemukakan banyak yang didasarkan kepada pola perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Perbedaan antara keadaan negara berkembang pada masa kini dengan keadaan negara maju pada waktu mereka mulai mengalami pembangunan bersumber pada masalah penduduk yang dihadapi, adanya sifat perkembangan penduduk dan masalah pengangguran di negara-negara berkembang mendorong munculnya teori mengenai corak pembangunan dan perubahan struktur ekonomi dalam suatu masyarakat di mana: (1) penduduknya sebagian besar masih menjalankan kegiatan disektor pertanian

38 21 yang tradisional, (2) sektor pertanian mempunyai kelebihan jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi yang serius (Sukirno, 1985). Tahapan perubahan tenaga kerja seperti yang diungkapkan oleh Fei-Ranis (FR) dibagi menjadi tiga tahapan berdasarkan pada produktivitas marjinal (PM) dan upah yang dianggap konstan dan ditetapkan secara eksogenus. Pada tahap pertama, tenaga kerja melimpah sehingga PM tenaga kerja sama dengan atau mendekati nol dan walaupun terjadi pengurangan tenaga kerja, total produksi pertanian tidak menurun, produktivitas tenaga kerja meningkat, dan sektor industri dapat tumbuh karena didukung oleh tambahan tenaga kerja yang disediakan oleh sektor pertanian. Tahap kedua, pengurangan satu-satuan tenaga kerja disektor pertanian akan menurunkan produksi karena PM sudah postif tetapi masih lebih kecil dari tingkat upah institusional. Pengurangan akan tetap terjadi walaupun mengakibatkan produksi menurun. Pada tahap ketiga merupakan tahap komersialisasi dikedua sektor ekonomi, di mana produsen akan mempertahankan tenaga kerjanya sehingga masing-masing sektor harus berusaha secara efisien (Fei dan Ranis, 1964). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi. Sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, maka sektor pertanian merupakan sumber tenaga kerja bagi sektor non pertanian tanpa harus menghadapi kemerosotan tingkat produksi. Dengan prasyarat terlebih dahulu harus terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan produktivitas disektor pertanian memungkinkan adanya pergeseran (transformasi) ke sektor non pertanian tanpa ada kehawatiran terjadi kemerosotan produksi (Sagir, 1996). Pertumbuhan angkatan kerja sebagai dampak dari jumlah penduduk yang semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan kerja baru. Kebutuhan akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahun-tahun sebelumnya. Sektor pertanianpun mengalami hal yang sama, walupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja di sektor tersebut. Hal ini tentu akan menjadi salah satu pendorong angkatan kerja yang sudah bekerja disektor pertanian untuk pindah ke sektor non pertanian. Selain itu, seiring dengan peningkatan pendidikan mendorong angkatan kerja yang semula bekerja disektor pertanian untuk berpindah kesektor non pertaian.

39 22 Kasryno (1984) menyatakan bahwa kesempatan kerja di perdesaan terutama dipengaruhi oleh permintaan tenaga sektor pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja.sedangkan menurut Sawit (1986), permintaan tenaga kerja ditentukan oleh pola musim tanaman utama disuatu daerah. Terdapat dua hal yang mempengaruhi pasar tenaga kerja yaitu: (1) masa kekurangan pekerjaan di desa yaitu pada masa sepi dalam kegiatan pertanian, di mana pada masa ini kegiatan non pertanian semakin menonjol, (2) masa sibuk pertanian di mana permintaan tenaga kerja begitu tinggi dan upah diperkirakan akan meningkat dimasa tersebut. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas dan pola tanam, oleh karena itu guna peningkatan kesempatan kerja disektor perlu ditunjang oleh peningkatan produksi. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah perbaikan dalam penyediaan irigasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Secara umum, penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu proses produksi dan pasar. Selain itu, dibutuhkan investasi agar proses produksi berjalan. Produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan jenis tenaga kerja disektor pertanian (Djauhari, et al, 2000). Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan pertumbuhan di luar sektor pertanian, yang akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja hanyalah pembangunan disetiap sektor pertanian maupun non pertanian yang saling terkait. Yusdja (1985) menyatakan bahwa kesempatan kerja disektor pertanian juga dipengaruhi oleh luas tanah pertanian, produktivitas, intesifikasi tanaman, dan teknologi yang diterapkan. Sedangkan disektor non pertanian dipengaruhi oleh volume produksi, teknologi, dan tingkat harga komoditi. Kesempatan kerja yang umumnya tidak ditentukan oleh lahan pada sektor pertanian adalah usaha peternakan dan perikanan laut. Kesempatan kerja pada sektor ini lebih banyak ditentukan oleh jumlah ternak dan tersedianya daerah penangkapan ikan yang memungkinkan baik secara teknis maupun ekonomis. Kesempatan kerja di perdesaan terutama juga dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: tingkat upah, investasi, pertumbuhan (PDRB), produksi, dan luas areal.

40 23 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian Ciri yang semakin menonjol dalam pembangunan ekonomi adalah semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian, sementara itu terjadi penurunan peran sektor pertanian, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi sejalan dengan perkembangan industri. Pergeseran peranan sektor ekonomi, tentu berpengaruh terhadap pergeseran tenaga kerja. Pergeseran tenaga kerja adalah gerak dan perpindahan seorang pekerja di dalam lingkungan kerja atau lapangan kerja tertentu. Ukuran yang digunakan adalah persentase jumlah berdasarkan tahun-tahun tertentu. Dampak yang timbul dari perkembangan industri ini adalah terjadinya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Kemajuan pembangunan ekonomi sering dihubungkan dengan perubahan struktur perekonomian suatu negara, mulai dari yang didominasi oleh sektor pertanian sampai didominasi oleh sektor indusutri sering dikatakan bahwa tekanan penduduk disektor pertanian memaksa penduduk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi ditandai oleh terjadinya perubahan struktur ekonomi, adanya peningkatan produktivitas dan partisipasi tenaga kerja (Sawit, 1986). Kenaikan produktivitas tenaga kerja disektor pertanian dapat dipercepat dengan cara memberikan kesempatan kerja yang lebih besar disektor non pertanian, baik yang ada di desa maupun yang ada di kota dan kegiatan tersebut harus dikembangkan ke arah yang saling menunjang antar sektor. Perkembangan ekonomi perdesaan telah merubah struktur ketenaga kerjaan di perdesaan. Berkembanganya kegiatan non pertanian telah mengakibatkan peralihan tenaga buruh pertanian non pertanian ke non pertanian yang akan membawa masalah dalam penyediaan tenaga kerja usaha tani. Faktor-faktor seperti upah, sifat pekerja, dan biaya akan mengakibatkan perubahan struktur tenaga kerja (Rachmat, 1992). Sigit (1989) menyatakan faktor penyebab perubahan struktur tenaga kerja secara umum adalah: (1) tingkat pendidikan penduduk usia muda yang makin meningkat, (2) perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan dikalangan pencari kerja dan masyarakat secara umum, (3) adanya peluang untuk bekerja atau berusaha di luar sektor pertanian, dan (5) upah riil sektor pertanian yang relatif rendah. Kesempatan kerja disektor pertanian yang terbatas sebagai akibat dari pengaruh pertambahan penduduk akan menimbulkan kecenderungan pergeseran pola kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. salah satu indikator yang menunjukkan adanya pergeseran kesempatan kerja tersebut adalah tenaga kerja sektor pertanian yang mulai mencurahkan jam kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

41 24 Pergeseran kesempatan kerja ini dapat diartikan sebagai proporsi jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian semakin berkurang, kemudian pencurahan jam kerja tenaga kerja di sektor pertanian semakin berkurang dan mengalihkannya kepada pekerjaan-pekerjaan disektor non pertanian. Bila dilihat dari rasionya, rasio tenaga kerja disektor pertanian dengan sektor non pertanian semakin kecil. Rasio yang kecil ini menunjukkan adanya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Tinjauan Studi Terdahulu Kesempatan kerja di sektor pertanian yang terbatas sebagai akibat dari pertambahan penduduk akan menimbulkan pergeseran pola kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sawit (1986) dalam penelitiannya tentang perubahan kesempatan kerja dan tingkat upah di perdesaan Jawa dengan menggunakan metode tabulasi dan deskriptif mengungkapkan bahwa pada masa yang akan datang, peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja akan semakin mengecil dan berbanding terbalik dengan produktivitasnya yang semakin meningkat. Hal tersebut terjadi akibat semakin berkembangnya teknologi yang sedikit demi sedikit mengakibatkan peranan tenaga kerja pertanian semakin berkurang, adanya pergesaran pola tanam serta investasi besar-besaran di sektor pertanian. Rachmat (1992) menyatakan bahwa transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian merupakan interaksi antara faktor pendorong dari dalam sektor pertanian dan faktor penarik dari luar sektor pertanian. Faktor pendorong meliputi: (1) perubahan sikap mental tenaga kerja terhadap modernisasi sehingga aktivitas usaha tani tidak menarik, (2) upah sektor pertanian cenderung tetap (rilnya turun). Sedangkan faktor penarik yang berasal dari sektor non pertanian adalah: (1) timbulnya kesempatan kerja disektor non pertanian, (2) kenyamanan bekerja disektor non pertanian relatif lebih baik, (3) upah lebih tinggi dibandingkan dengan upah di sektor pertanian, (4) daya tarik kota/daerah industri, dan (5) assesibilitas dan komunikasi yang semakin baik. Selain itu, Rafiqoh (1994) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi dan produktivitas pekerja di Provinsi Kalimantan Timur, menyatakan bahwa jarak, tingkat industrialisasi, tingkat pendidikan, rasio upah nyata antar daerah asal dengan daerah tujuan dan kesempatan kerja merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Kagami (2000) menganalisis mengenai perubahan sruktur ekonomi dan kesempatan kerja serta transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa peningkatan upah sektor pertanian dan sektor non pertanian secara bersamaan akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian, sedangkan kesempatan kerja sektor non

42 25 pertanian mengalami penurunan, hal ini berarti bahwa peningkatan upah akan mengurangi jumlah orang yang bekerja di sektor non pertanian. Selain itu, Yennetri (1998) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian. Mengemukakan bahwa keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Erikasari (2005) menganalisis kesempatan kerja, migrasi dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di DI Yogyakarta menyatakan bahwa peningkatan produk domestik regional bruto sektor pertanian dan sektor non pertanian secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sedangkan pada sektor non pertanian mengalami penurunan, juga meningkatkan transformasi tenaga kerja. Disaat yang sama, migrasi keluar mengalami penurunan. Peningkatan upah disektor pertanian dan sektor non pertanian secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sedangkan pada sektor non pertanian mengalami penurunan, juga meningkatkan transformasi tenaga kerja. Peningkatan investasi secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja kedua sektor. Peningkatan upah dan investasi kedua sektor secara bersamaan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian, namun pada sektor non pertanian mengalami penurunan. Lebih lanjut Ediana (2006) menganalisis struktur ekonomi dan kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian serta kualitas sumber daya manusia di Indonesia, menyatakan bahwa perubahan struktur output (produk domestik bruto) yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenaga kerjaan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara struktur ekonomi dengan struktur ketenaga kerjaan. Kesempatan kerja dan besarnya investasi pada sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap PDB sektor pertanian, namun tidak responsif terhadap produk PDB sektor pertanian. Kesempatan kerja sektor pertanian berpengaruh positif terhadap transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sebaliknya kesempatan kerja sektor non pertanian berpengaruh negatif terhadap transformasi tenaga kerja. Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor pertanian, tetapi tidak responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor non pertanian (manufaktur dan jasa). Kerangka Pemikiran Tenaga kerja merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. United Nations menggolongkan

43 penduduk usia tahun sebagai tenaga kerja. Indonesia menggolongkan penduduk usia 15 tahun keatas sebagai TPAK (BPS). Berdasarkan data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Dalam pengertian ini kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang (Rusli, 1982). Beberapa hasil penelitian yang membahas ketenaga kerjaan sering menggambarkan proses perubahan tenaga kerja perdesaan dengan terjadinya mobilitas dari desa ke kota atau transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian diantarannya adalah rasio upah antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja yang semakin terbatas di sektor pertanian aksesibilitas antara perdesaan dan perkotaan dalam transportasi dan komunikasi, penerapan teknologi, dan adanya perubahan sikap mental tenaga kerja terhadap modernisasi yang terjadi terutama akibat perbaikan tingkat pendidikan dan status sosial yang berakibat aktivitas usaha pertanian dirasa kurang menarik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian tersebut dapat pula mempengaruhi pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, di mana faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu faktor pendorong dari sektor pertanian dan faktor penarik dari sektor non pertanian. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian terjadi karena interaksi faktor pendorong dengan faktor penarik dari sektor non pertanian (Rachmat, 1990). Proses perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Provinsi Lampung bukan saja diakibatkan dari terbatasnya kesempatan kerja pada sektor pertanian, namun disebabkan juga oleh pandangan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih menjanjikan dan pandangan bahwa bekerja di sektor pertanian tidak akan lebih baik dibandingkan bekerja di sektor non pertanian. Perkembangan sektor pertanian tidak lepas dari perkembangan sektor ekonomi lainnya yang meningkat dengan laju yang lebih tinggi. Penyediaan lapangan kerja adalah fungsi dari investasi, oleh karena itu investasi pada sektorsektor perekonomian, terutama sektor jasa dan industri akan menarik pekerja dari perdesaan dalam jumlah yang cukup besar dan tendensinya meningkat dari tahun ketahun. Proses ini diperkirakan akan berlanjut, sehingga ketersediaan tenaga kerja pertanian akan semakin berkurang. 26

44 27 Teori Perubahan Struktural Perubahan struktural merupakan proses yang terjadi dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi, dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Definisi tersebut telah dinyatakan oleh Chenry, Robinson dan Syrquin (1986) dalam Sulistyaningsih (1997). Teori transformasi struktural Fisher (1975) menekankan transformasi struktural dari segi adanya pergeseran tenaga kerja dan investasi yang bersifat permanen dari sektor pertanian ke sektor industri dan akhirnya ke sektor jasa. Perkembangan selanjutnya, bahwa pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan transformasi dapat dicapai dengan cara meningkatkan produktivitas pada setiap sektor dan mengalihkan tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas tinggi. Transformasi struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor pertanian terhadap pendapatan domestik bruto. Keadaan ini menunjukkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai tambah bruto sektor pertanian terhadap sektor non pertanian (Anwar, 1983). Fisher-Clark berpendapat bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, maka pangsa sektor pertanian semakin kecil. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, sebaliknya laju permintaan terhadap barangbarang pertanian semakin menurun karena elastisitas pendapatan terhadap permintaan lebih rendah dari barang-barang non pertanian. Penurunan pangsa sektor pertanian bukan berarti bahwa peranan sektor pertanian selama pertumbuhan ekonomi makin surut. Menurut Mellor (1982) selama masa pertumbuhan tersebut sektor pertanian masih memberikan sumbangan yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) mencukupi permintaan yang meningkat terhadap produksi hasil-hasil pertanian karena meningkatnya pendapatan, (2) meningkatkan pemasukan devisa karena meningkatnya ekspor pertanian, (3) memasok tenaga kerja ke sektor non pertanian, (4) memasok modal dan bahan mentah untuk pertumbuhan industri, dan (5) pasar bagi barang-barang industri. Peran sektor pertanian di Indonesia selama proses pertumbuhan hanya menjadi pasar bagi produk-produk industri dan penghasil devisa dari ekspor. Peranan sektor pertanian dalam penyedia bahan baku, modal, dan tenaga kerja untuk sektor industri tidak terlampau besar. Hal ini disebabkan karena kurangnya keterkaitan pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor non pertanian (industri dan jasa). Kecilnya keterkaitan antar sektor pertanian dan sektor non pertanian

45 baik dari segi produksi maupun penyerapan tenaga kerja dapat mempengaruhi proses transformasi struktural. Pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak secara otomatis terjadi, tergantung pada kemampuan sektor industri. Terdapat persyaratan agar terjadi pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian adalah: (1) cukup banyak tersedia peluang kesempatan kerja di sektor non pertanian yang sangat tergantung pada jenis teknologi dan perluasan pasar produk industri. Jika perluasan industri banyak terjadi pada industri hulu, penyerapan tenaga kerja tidak begitu besar karena umumnya digunakan teknologi padat modal. Sebaliknya, bila digunakan teknologi padat karya dan perluasan terjadi pada industri hilir, pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian akan lebih besar, (2) kualitas tenaga kerja yang diperlukan oleh sektor non pertanian dapat dipenuhi oleh kualitas tenaga kerja dari sektor pertanian, dan (3) upah riil di sektor non pertanian lebih besar dari pada upah riil sektor pertanian. Mobilitas tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian adalah sangat diperlukan untuk terjadinya transformasi struktural. Masalahnya adalah mobilisasi tenaga kerja ini belum berlangsung seperti yang diharapkan, kenyataannya adalah banyak sektor non pertanian menggunakan teknologi padat modal yang menghemat tenaga kerja dan memerlukan keterampilan tinggi. Sebaliknya, kualitas tenaga kerja sektor pertanian lebih rendah dan belum siap untuk bertransformasi ke sektor non pertanian (industri dan jasa). Hasilnya adalah masih banyak tenaga kerja yang berada di sektor pertanian (Budiharsono, 1996). Teori pergeseran tenaga kerja yang mendekati kenyataan di negara-negara berkembang adalah model Todaro (Todaro, 1998). Dalam teori ini terdapat dua tahap penyerapan tenaga kerja oleh sektor modern (industri) dari sektor pertanian.tahap pertama, tenaga kerja dari sektor pertanian begeser ke sektor yang mempunyai produktivitas marjinal yang sama dengan sektor pertanian, yaitu sektor jasa informal. Tahap selanjutnya tenaga kerja yang berada di sektor jasa informal akan berpindah ke sektor industri (Paauw, 1992) dalam Anwar (1992). Transformasi ketenaga kerjaan juga ditandai dengan proses migrasi dari desa ke kota (urbanisasi) dan pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Salah satu penyebab terjadinya pergeseran tersebut adalah tingginya upah riil di perkotaan dan meningkatnya kesempatan berusaha. Mengacu pada dasar pemikiran, dasar teori dan beberapa penelitian terdahulu, diduga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian adalah: tingkat upah, produksi, luas lahan, teknologi, pertumbuhan sektor, dan investasi. Selain itu, karena perilaku ekonomi dalam perkembangannya ditentukan oleh perilaku dan pola yang sudah ada sebelumnya, maka kesempatan dan perubahan strultural tenaga kerja diduga dipengaruhi juga oleh kesempatan kerja atau perubahan struktural tenaga kerja tahun sebelumnya. 28

46 29 Dengan melihat faktor-faktor di atas, maka fungsi kesempatan kerja sektor pertanian secara umum adalah sebagai berikut: Y1t: f (Pt, Ut, Tt, Lt, Dt, It, Y1 t-1 ). 1 Di mana: Y1t = kesempatan kerja sektor pertanian tahun ke-t Pt = produksi sektor pertanian tahun ke-t Ut = tingkat upah pertanian tahun ke-t Tt = tingkat penerapan teknologi tahun ke-t Lt = luas lahan tahun ke-t Dt = pertumbuhan sektor pertanian tahun ke-t It = Investasi sektor pertanian tahun ke-t Y1 t-1 = kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya Faktor-faktor di atas turut mempengaruhi kesempatan kerja setiap sub sektor pertanian yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan. Di mana setiap sub sektor akan dianalisis dalam penelitian. Adapun fungsi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian adalah: Y2t = f(pt, Tt, Lt, RUt, RDt, Rit, Y2 t-1 ).. 2 Di mana: Y2t = transformasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian tahun ke-t RUt = rasio tingkat upah pertanian tahun ke-t dengan tingkat upah non pertanian tahun ke-t RDt = rasio pertumbuhan sektor pertanian tahun ke-t dengan pertumuhan non pertanian tahun ke-t RIt = rasio investasi disektor pertanian tahun ke-t dengan investasi disektor non pertanian tahun ke-t Y2 t-1 = transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tahun sebelumnya. Hipotesis Untuk menentukan arah penelitian, maka dari masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: 1. Peubah ekonomi yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian secara luas dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan sektor pertanian, penerapan teknologi mekanis, produksi pertanian, luas areal, investasi disektor pertanian, dan kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya.

47 2. Kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan dipengaruhi oleh luas lahan tanaman pangan, teknologi produksi tanaman pangan, pertumbuhan sub sektor tanaman pangan, tingkat upah, dan investasi yang dilakukan di sub sektor tanaman pangan. 3. Luas lahan perkebunan, tingkat upah, pertumbuhan sub sektor perkebunan, investasi, produksi, teknologi dan kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun sebelumnya, merupakan faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sub sektor perkebunan. 4. Kesempatan kerja sub sektor peternakan dipengaruhi oleh produksi ternak, pertumbuhan sub sektor peternakan, teknologi peternakan, tingkat upah, dan investasi pada sub sektor peternakan. 5. Kesemptan kerja sub sektor perikanan dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi penangkapan ikan, luas usaha perikanan budi daya, pertumbuhan sub sektor perikanan, produksi perikanan, tingkat upah, investasi, dan kesempatan kerja sub sektor perikanan tahun sebelumnya. 6. Kesempatan kerja sektor kehutanan dipengaruhi oleh luas areal hutan, produksi kayu, tingkat upah, teknologi kehutanan, investasi disektor kehutanan, dan kesempatan kerja sektor kehutanan tahun sebelumnya. 7. Tingkat upah dan penerapan teknologi mekanis diduga mempunyai hubungan negatif dengan kesempatan kerja sektor pertanian (sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan) dan sektor kehutanan. Sedangkan faktor-faktor lainnya diduga berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. 8. Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dipengaruhi oleh rasio tingkat upah, rasio pertumbuhan, rasio investasi, penggunaan teknologi mekanis, luas lahan pertanian, produksi pertanian, dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian tahun sebelumnya. 9. Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor industri dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produksi pertanian, penggunaan teknologi mekanis, rasio upah, rasio investasi, dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor industri tahun sebelumnya. 10. Tingkat upah dan penerapan teknologi mekanis diduga mempunyai hubungan negatif dengan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian dan dari sektor pertanian kesektor industri. Sedangkan faktor-faktor lainnya diduga berpengaruh positif terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor non pertanian dan dari sektor pertanian kesektor industri. 30

48 31 Ekonomi, Kependudukan, Angkatan Kerja, Kesempatan Kerja 1. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk 2. Ketidakseimbangan PDRB dengan daya serap tenaga kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian 3. Ketidak seimbangan penyediaan dan penyerapan tenaga kerja antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian Sektor Pertanian 1. Kesempatan kerja sektor pertanian 2. Kesempatan kerja sub sektor pertanian Sektor Non Pertanian Kesempatan kerja Sektor Industri dan Jasa Analisis Deskriptif dan Ekonometrik 1. Struktur perekonomian 2. Faktor-faktor kesempatan kerja 3. Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian Rekomendasi Kebijakan Gambar 4 Kerangka Pemikiran Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Lampung

49 32 3 METODE PENELITIAN Kerangka Model Pemahaman sains dan seni dalam pemodelan ekonometrik atau analisis regresi sebenarnya sangat penting dalam bidang ekonomi. Menurut Koutsoyianis (dalam Juanda, 2009) tujuan dari teori ekonomi adalah untuk membuat modelmodel yang menggambarkan perilaku ekonomi dari unit-unit individu (konsumen, perusahaan, pemerintah) beserta interaksinya. Pernyataan ini serupa dengan Robert Lucas yang menyatakan bahwa; yang membuat ilmu ekonomi maju adalah kekuatan abstarksi atau imajinasi dalam melihat suatu permasalahan, yang kemudian diformulasikan menjadi model kuantitatif dalam bentuk robot-robot imajinasi yang hidup berkeliaran dalam persamaan matematika. Model dapat diartikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah situasi aktual. Model dapat memperlihatkan hubungan-hungungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam terminologi sebab-akibat. Oleh sebab itu, model merupakan abstraksi realitas yang wujudnya kurang kompleks dibandingkan dengan realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek penting dari realitas yang dikaji (Eriyatno, 1989). Berdasarkan kerangka pemikiran dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka berikut ini dirumskan suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian. Peubah-peubah hipotesis yang akan dimasukan kedalam model, serta kaitan dan kedudukan peubah-peubah tersebut dalam model dapat dilihat pada Gambar 5. Rasio upah riil antara sektor pertanian dengan sektor industri Lahan Teknologi pertanian produksi Rasio upah riil antara sektor pertanian dengan sektor Jasa dan lainnya Rasio PDRB antara sektor pertanian dengan sektor industri Rasio investasi antara sektor pertanian dengan sektor industri Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor Jasa dan lainnya Rasio PDRB antara sektor pertanian dengan sektor Jasa dan lainnya Rasio investasi antara sektor pertanian dengan sektor Jasa dan lainnya Keterangan: = Peubah Endogen = Peubah Eksogen Gambar 5 Diagram Model Penelitian

50 33 Perumusan Model Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kesempatan kerja dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Selanjutnya spesifikasi model ekonometrika pada masingmasing persamaan adalah sebagai berikut: Kesempatan Kerja Sektor Pertanian KKPt = y 0 + y 1 UPt + y 2 PDRBt + y 3 LATPt + y 4 TRAKt + y 5 PTPt + y 6 LPNt + y 7 LPBSt + y 8 LUPBt + y 9 INVPt + y 10 KKP t-1 + e Keterangan: KKPt = kesempatan kerja sektor pertanian tahun ke-t (orang) UPt = Rata-rata upah pekerja sektor pertanian tahun ke-t (Rp) PDRBt = Produk domestik regional bruto sektor pertanian tahun ke-t (juta Rp) LATPt = Luas areal tanaman pangan tahun ke-t (ha) TRAKt = Jumlah traktor tahun ke-t (unit) PTPt = Populasi ternak potong tahun ke-t (ribu ekor) LPNt = Luas areal perkebunan negara tahun ke-t (ha) LPBSt = Luas areal perkebunan besar swasta tahun ke-t (ha) LUPBt = Luas areal perikanan budi daya tahun ke-t (ha) INVPt = Investasi disekor pertanian tahun ke-t (juta Rp) = Kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (orang) KKP t-1 Parameter dugaan yang diharapkan: y 1, y 4 < 0 ; y 2, y 3, y 5, y 6, y 7, y 8, y 9, y 10 > 0 Kesempatan Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan KKTPt = a 0 + a 1 UTPt + a 2 LATPt + a 3 PPADt + a 4 PPALt + a 5 PHORt + a 6 PDRBt + a 7 INPGt + a 8 KKTP t-1 + e Keterangan: KKTPt = Kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tahun ke-t (orang) UTPt = Upah tenaga kerja sub sektor tanaman pangan tahun ke-t (Rp) LATPt = Luas areal tanaman pangan tahun ke-t (ha) PPADt = Produksi padi tahun ke-t (ton) PPALt = Produksi palawija tahun ke-t (ton) PHORt = Produksi hortikultura tahun ke-t (ton) PDRBt = Produk domestik regional bruto sub sektor tanaman pagan

51 34 tahun ke-t (juta Rp) INPGt = Investasi di sub sekor tanaman pangan tahun ke-t (juta Rp) KKTP t-1 = Kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tahun sebelumnya (orang) Parameter dugaan yang diharapkan: a 1 < 0 ; a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7, a 8 > 0 Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan KKPTt = b 0 + b 1 UPTt + b 2 PTPt + b 3 UTNt + b 4 PDRBt + b 5 INPTt + b 6 KKPT t-1 + e3. 5 Keterangan: KKPTt = kesempatan kerja sub sektor peternakan tahun ke-t (orang) UPTt = Upah tenaga kerja sub sektor peternakan tahun ke-t (Rp) PTPt = Populasi sapi potong (ribu ekor) UTNt = Jumlah usaha peternakan tahun ke-t (ribu ekor) PDRBt = Produk domestik regional bruto sub sektor peternakan tahun ke-t (juta Rp) INPTt = Investasi di sub sekor peternakan tahun ke-t (juta Rp) KKPT t-1 = Kesempatan kerja sub sektor peternakan tahun sebelumnya (orang) Parameter dugaan yang diharapkan: b 1 < 0 ; b 2, b 3, b 4, b 5, b 6 > 0 Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan KKPIt = c 0 + c 1 UPIt + c 2 LUPBt + c 3 PPIt + c 4 PDRBt + c 5 INPIt + c 6 KKPI t-1 + e Keterangan: KKPIt = kesempatan kerja sub sektor perikanan tahun ke-t (orang) UPIt = Upah tenaga kerja sub sektor perikanan tahun ke-t (Rp) LUPBt = Luas usaha perikanan budi daya tahun ke-t (ha) PPIt = Produksi perikanan tahun ke-t (ton) PDRBt = Produk domestik regional bruto sub sektor perikanan tahun ke-t (juta Rp) INPIt = Investasi sub sekor perikanan tahun ke-t (juta Rp) KKPI t-1 = Kesempatan kerja sub sektor perikanan tahun sebelumnya (orang) Parameter dugaan yang diharapkan: c 1 < 0 ; c 2, c 3, c 4, c 5, c 6 > 0

52 35 Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan KKPKt = d 0 + d 1 UPKt + d 2 LPRt + d 3 LPNt + d 4 LPBSt + d 5 PDRBt + d 6 INPBt + d 7 KKPK t-1 + e Keterangan: KKPKt = kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun ke-t (orang) UPKt = Upah tenaga kerja sub sektor perkebunan tahun ke-t (Rp) LPRt = Luas areal perkebunan rakyat tahun ke-t (ha) LPNt = Luas areal perkebunan negara tahun ke-t (ha) LPBSt = Luas areal perkebunan besar swasta tahun ke-t (ha) PDRBt = Produk domestik regional bruto sub sektor perkebunan tahun ke-t (juta Rp) INPKt = Investasi sub sekor perkebunan tahun ke-t (juta Rp) KKPK t-1 = Kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun sebelumnya (orang) Parameter dugaan yang diharapkan: d 1 < 0 ; d 2, d 3, d 4, d 5, d 6, d 7 > 0 Kesempatan Kerja Sektor Kehutanan KKHt = f 0 + f 1 UPHt + f 2 AKHPHt + f 3 PKYt + f 4 PDRBt + d 5 KKH t-1 + e6. 8 Keterangan: KKHt = Kesempatan kerja sektor kehutanan tahun ke-t (orang) UPHt = Upah tenaga kerja sektor kehutanan tahun ke-t (Rp) AKHPHt = Areal kerja HPH tahun ke-t (ha) PKYt = Produksi kayu tahun ke-t (m 3 ) PDRBt = Produk domestik regional bruto sektor kehutanan tahun ke-t (juta Rp) = Kesempatan kerja sektor kehutanan tahun sebelumnya (orang) KKH t-1 Parameter dugaan yang diharapkan: f 1 < 0 ; f 2, f 3, f 4, f 5 > 0 Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor luas lahan pertanian, populasi ternak, teknologi pertanian, rasio tingkat upah pertanian dengan Jasa dan lainnya,

53 36 rasio pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor Jasa dan lainnya, dan rasio investasi sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya tahun sebelumnya. Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya PSIt = h 0 + h 1 UPt + h 2 UNPt + h 3 TRAKt + h 4 PTERt + h 5 LPPADt + h 6 LPPALt + h 7 RPDRBIt + h 8 PSIt-1 + e Keterangan: PSIt = Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor jasa dan lainnya tahun ke-t UPt = Rata-rata upah/gaji bersih tenaga kerja sektor pertanian selama satu bulan tahun ke-t (Rp) UNPt = Rata-rata upah/gaji bersih tenaga kerja sektor jasa dan lainnya selama satu bulan tahun ke-t (Rp) TRAKt = Jumlah traktor tahun ke-t (unit) PTERt = Populasi ternak tahun ke-t (ribu ekor) LPPADt = Luas panen padi tahun ke-t (ha) LPPALt = Luas panen palawija tahun ke-t (ha) LPHORt = Luas panen Hortikultura tahun ke-t (ha) RPDRBIt = Rasio PDRB anata sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya tahun ke-t PSI t-1 = Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tahun sebelumnya Parameter dugaan yang diharapkan: h 1, h 3 < 0 ; h 2, h 4, h 5, h 6, h 7, h 8 > 0 Perubahan Struktural Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri PS2t = j 0 + j 1 RU2t + j 2 LPPADt + j 3 LPPALt + j 4 LPHORt + j 5 TRAKt + j 6 RPDRB2t + e Keterangan: PS2t = Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor industri tahun ke-t RU2t = Rasio rata-rata upah riil tenaga kerja antara sektor pertanian dengan sektor industri tahun ke-t LPPADt = Luas panen padi tahun ke-t (ha) LPPALt = Luas panen palawija tahun ke-t (ha) LPHORt = Luas panen hortikultura tahun ke-t (ha)

54 37 TRAKt = Jumlah traktor tahun ke-t (unit) RPDRB2t = Rasio PDRB antara sektor pertanian dengan sektor industri tahun ke-t Parameter dugaan yang diharapkan: j 1, j 5 < 0 ; j 2, j 3, j 4, j 6 > 0 Prosedur Analisis Sesuai dengan permasalahan utama penelitian, maka analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi kedalam dua bagian. Pertama: analisis data deskriptif dilakukan dengan tabulasi untuk memberikan gambaran mengenai objek penelitian pada permasalahan yang menyangkut evaluasi kedalam ekonomi, penduduk, angkatan kerja, dan kesempatan kerja. Kedua: analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, dan dari sektor pertanian kesektor industri, dengan menggunakan model analisis regresi berganda. Parameter pada semua persamaan diduga dengan mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan persamaan regresi linear sebagai model dan alat analisis. Persamaan regresi linear merupakan model statistika, di mana model tersebut akan diuji berdasarkan hipotesis-hipotesis yang diajukan. Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh bebas yang dipilih terhadap peubah terikat yang ideal. Untuk pengajuan model, digunakan analisa ragam bagi model dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : a 1 = a 2 = a 3 = = ak = 0 H 1 : paling sedikit ada satu nilai ai yang tidak sama dengan nol. Untuk menguji kontribusi peubah-peubah bebas terhadap peubah terikat pada suatu model, digunakan uji F hitung. Jika, F hit > F tabel (k-1;n-k) tolak H 0 F hit < F tabel (k-1;n-k) terima H 0 Di mana: n = jumlah observasi; k = jumlah parameter Jika H 0 diterima, maka model dugaan tidak dapat meramalkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikatnya. Sebaliknya, apabila H 0 ditolak

55 38 maka model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikatnya pada tingkat kepercayaan tertentu. Pengujian parameter regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peubah bebas yang dipilih terhadap peubah terikat. Pengujian terhadap parameter regresi tersebut dilakukan dengan Uji t. Pengajuan hipotesisnya adalah: H 0 : ai = 0 HI : ai 0 Di mana: i = 1,2,3, k Uji statistiknya adalah: t hitung di mana: Sai = Standar error parameter ai Jika, t hit > t tabel, (α/2 ; n-k) tolak H 0 t hit > t tabel, (α/2 ; n-k) terima H 0 Bila H 0 ditolak maka berarti peubah yang dipilih berpengaruh nyata terhadap peubah terikat, begitu pula sebaliknya. Bila H 0 diterima maka berarti peubah yang dipilih tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap peubah terikatnya. Untuk menguji apakah terdapat serial korelasi dalam model, digunakan nilai Durbin-watson Stastistik (D.W). walaupun dalam penelitian ini terdapat beberapa model yang mengandung peubah terikat beda kala sebagai peubah yang menjelaskan sehingga uji autokolerasi dengan menggunakan nilai D.W tidak valid, namun secara sistematik pengujian ini tetap merupakan kekuatan dalam mengevaluasi dugaan persamaan yang ada. Untuk melihat derajat kepekaan suatu fungsi terhadap perubahan yang terjadi terhadap peubah yang mempengaruhinya, hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: ε (YXi) = ai * Xi di mana: ε ai Xi Y Y = Elastisitas Y terhadap X1, X2, Xk = Parameter regresi = Rata-rata peubah dugaan Xi = Rata-rata peubah Y

56 39 Asumsi-asumsi Analisis perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan dari sektor pertanian ke sektor industri menggunakan beberapa asumsi dari peubah-peubah dalam model analisis yang digunakan, yaitu: 1. Kesempata kerja dicerminkan oleh jumlah penduduk yang bekerja dengan asumsi perekonomian berada dalam kondisi full employment. 2. Pada beberapa model output atau produksi diwakili oleh peubah luas lahan atau populasi. 3. Pertumbuhan sektor atau sub sektor ditunjukkan oleh produk domestik regional bruto yang dihasilkan sektor atau sub sektor tersebut. 4. Investasi ditunjukkan oleh pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan pembangunan sektor atau sub sektor tersebut. Definisi Operasional Konsep dan pengukuran yang digunakan dalam menganalisis kesempatan kerja sektor pertanian dan pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya adalah sebagai berikut: 1. Kesempatan kerja sektor pertanian maupun sub sektor pertanian adalah jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian maupun sub sektor pertanian. 2. Bekerja disektor pertanian adalah bekerja dalam proses kegiatan usaha tani baik sebagai petani pemilik, petani penggarap, maupun buruh tani. 3. Perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor jasa dan lainnya ditunjukkan dengan rasio tenaga kerja antara sektor pertanian dengan tenaga kerja sektor jasa dan lainnya yang semakin kecil. Hal serupa juga terjadi pada perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian kesektor industri. 4. Upah atau gaji bersih adalah penerimaan tenaga kerja berupa uang atau barang yang dinilai berdasarkan harga setempat dalam satuan rupiah. 5. Pertumbuhan setiap sektor maupun sub sektor ditunjukkan dengan besarnya PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku yang dihasilkan setiap sub sektor dalam satu tahun secara riil dengan menggunakan satuan rupiah. 6. Investasi ditunjukkan oleh pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk pembiayaan pembangunan sektor maupun sub sektor yang diukur dari APBD dalam rupiah. 7. Produksi padi adalah total produksi padi sawah dan padi ladang, dinyatakan dalam ton. Produksi palawija adalah total produksi jagung, ubi kayu/ketela pohon, ubi jalar, kacang tanah dan kacang hijau,

57 dinyatakan dalam ton. Produksi hortikultura adalah total produksi sayuran dan buah-buahan dinyatakan dalam ton. Produksi peternakan meliputi produksi daging, susu, dan telur, dinyatakan dalam ton. Produksi perikanan meliputi produksi perikanan darat dan laut, dinyatakan dalam ton. Produksi perkebunan besar swasta teridiri atas komoditi kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, lada, cengkeh, pala dan kakao. Produksi kayu mencakup produksi kayu bulat, kayu gergajian, dan kayu lapis dinyatakan dalam meter kubik. 8. Luas lahan tanaman pangan adalah luas lahan sawah dan lahan kering yang digunakan untuk budi daya tanaman pangan (hektar). Luas budi daya perikanan adalah luas bersih permukaan air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan (hektar). Luas areal perkebunan adalah luas tanaman dari komoditi perkebunan (satuan hektar). 9. Teknologi di sub sektor tanaman pangan diwakili oleh jumlah traktor (unit). Selain itu, penggunaan pestisida pada tanaman padi dalam satu tahun (ton). 10. Populasi ternak terdiri atas populasi sapi perah, populasi ternak potong yang terdiri atas sapi potong, kerbau, kambing, domba, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik. 11. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang melakukan kegiatan pemeliharaan ternak atau unggas dan usaha pemotongan ternak (unit) 12. Sektor pertanian dalam pengertian yang luas. Yaitu, sektor pertanian itu sendiri, peternakan, perkebunan, dan perikanan. 13. Sub sektor tanaman pangan mencakup semua jenis tanaman yang dihasilkan dan digunakan sebagai bahan makanan. 14. Sub sektor perkebunan mencakup segala jenis tanaman perkebunan baik diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan besar, termasuk juga produksi pengelolaan sederhana yang pada umumnya kegiatan produksi menjadi satu dengan kegiatan budi daya. 15. Sub sektor peternakan mencakup kegiatan pemeliharaan ternak besar, ternak kecil dan unggas yang bersifat komersial. 16. Sub sektor perikanan mencakup kegiatan penangkapan, pengambilan, dan pemeliharaan atau pembiakan segala jenis hewan dan tumbuhan air (tawar maupun asin), juga dimasukan kegiatan pengolahan sederhana hewan air dan hasil lainnya seperti pengeringan dan penggaraman ikan. 17. Jumlah hak pengusahaan hutan (HPH) adalah jumlah perusahaan pemegang HPH (unit) 18. Sektor kehutanan mencakup kegiatan yang dilakukan diareal hutan oleh perorangan atau badan usaha, yang mencakup usaha penanaman, pemeliharaan, penanaman kembali, dan penebangan hutan. 40

58 Sektor jasa dan lainnya meliputi sektor-sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan, perdagangan, angkutan, komunikasi, keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah, jasa kemasyarakatan, dan masih banyak lagi yang lainnya. 20. Sektor industri merupakan sektor industri pengolahan, yang mencakup industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. 21. Rasio tingkat upah adalah perbandingan antara upah riil disektor pertanian dengan upah riil disektor jasa dan lainnya maupun sektor industri. 22. Rasio pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya adalah perbandingan antara PDRB riil yang dihasilkan oleh sektor pertanian dengan PDRB riil yang dihasilkan oleh sektor jasa dan lainnya. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series) periode (data tahunan) untuk menganalisis kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian maupun sektor industri. Data yang digunakan bersumber dari BPS, Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Tenaga Kerja, Kanwil Depnaker, Kanwil Deperindag, Kantor BKPM daerah TK.1, Kanwil Deptrans dan PPH, Bappeda Provinsi Lampung dan Instansi-instansi lainnya serta publikasi atau bahan bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 4 STRUKTUR PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Letak dan Luas Wilayah Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º Lintang Selatan serta 105º45 dan 103º48 Bujur Timur. Provinsi Lampung menjadi penghubung utama lalu-lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa maupun sebaliknya. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,528,835 Ha. Memiliki 70 pulau, terdiri atas 18 pulau berpenghuni dan 52 pulau tidak berpenghuni.

59 42 Topografi Provinsi Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi, yakni: 1) daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan berkisar 25%, dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut; 2) daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringannya antara 8% sampai 15% dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan laut; 3) daerah dataran alluvial dengan kemiringan 0% sampai 3%; 4) daerah dataran rawa pasang surut dengan ketinggian ½ m sampai 1 m; serta 5) daerah river basin. Provinsi Lampung merupakan daerah beriklim tropis, dengan ciri-ciri cukup panas dan banyak turun hujan. Musim kemarau berlangsung antara Mei September dan musim hujan antara Nopember Mei. Angka hujan rata rata tahunan mencapai 2,000 3,000 mm, bahkan di bagian barat mencapai 3,000 4,000 mm/tahun sedang di bagian timur Lampung Selatan 1,000 2,000 mm/tahun. Pada daerah ketinggian m suhu rata rata berkisar antara 26º C 28º C. Suhu maksimum 33º C dan suhu minimum 22º C. Rata rata kelembaban udara antara 80% - 88% dan pada daerah yang lebih tinggi kelembaban juga akan lebih tinggi. Batas wilayah Provinsi Lampung adalah: Arah Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Arah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Arah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu. Arah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. Wilayah Administratif Wilayah administratif Provinsi Lampung terdiri atas 14 wilayah administratif. Untuk lebih jelas mengenai pembagian wilayah administrasi dan luasan wilayah berdasarkan jumlah kabupaten dan kota di Provinsi Lampung, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan di Provinsi Lampung Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota No Kabupaten / Kota Ibu Kota Luas (Ha) Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/ Keluarhan 1 Lampung Barat Liwa 495, Tanggamus Kota Agung 273, Lampung Selatan Kalianda 200, Lampung Timur Sukadana 433, Lampung Tengah Gunung Sugih 478, Lampung Utara Kotabumi 272, Way Kanan Blambangan 392, Umpu 8 Tulang Bawang Menggala 438, Pesawaran Gedong Tataan 117, Pringsewu Pringsewu 62,

60 43 11 Tulang Bawang Tulang Bawang 120, Barat 12 Mesuji Mesuji 218, Bandar Lampung Bandar Lampung 19, Metro Metro 6, Jumlah 3,528, ,463 Sumber: BPS, 2011 Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten yang paling luas diantara kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Lampung yaitu persen dari total luas wilayah Provinsi Lampung, dan wilayah yang memiliki luasan tersempit di Provinsi Lampung adalah Kota Metro, sebesar 1.75 persen. Berikut disajikan peta administrasi Provinsi Lampung. Gambar 6 Peta Administrasi Provinsi Lampung Penduduk dan Ketenaga kerjaan Berdasarkan data hasil sensus penduduk tahun 2000 tercatat jumlah penduduk Provinsi Lampung sebanyak 6,730,751 orang, maka dalam 10 tahun terakhir jumlah penduduk Provinsi Lampung bertambah sebesar persen

61 44 dengan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun sebesar 1.23 persen. Dilihat dari distribusi antar kabupaten atau kota, tiga kabupaten yang wilayahnya saling berdampingan yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan tercatat sebagai daerah dengan penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 1,170,048 jiwa, 950,574 jiwa, dan 909,989 jiwa. Ini berarti hampir 40 persen dari total penduduk Provinsi Lampung bermukim di tiga kabupaten tersebut. Sedangkan Kabupaten Tulang Bawang Barat tercatat sebagai daerah dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 397,294 jiwa atau sekitar 5.23 persen. Untuk lebih jelas mengenai jumlah penduduk Provinsi Lampung per kabupaten dan kota, disajikan pada lampiran 2, dan berikut disajikan pada Tabel 8 mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio. Tabel 8 Penduduk Provinsi Lampung Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio, Tahun Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio ,473,546 3,248,768 6,722, ,504,260 3,283,394 6,787, ,534,975 3,318,024 6,852, ,563,313 3,352,637 6,915, ,718,137 3,454,694 7,172, ,737,644 3,522,924 7,260, ,780,098 3,568,690 7,348, ,793,080 3,644,344 7,437, ,869,418 3,657,030 7,526, ,916,622 3,692,783 7,608, ,999,792 3,691,215 7,691, ,36 Sumber: Lampung dalam angka 2012, data diolah Sensus penduduk 2010 mencatat jumlah penduduk Provinsi Lampung sementara adalah 7,608,405 orang, terdiri atas 3,916,622 orang laki-laki dan 3,692,783 orang perempuan, kemudian meningkat ditahun 2011 dengan sex ratio tahun 2011 sebesar menunjukkan bahwa, penduduk Provinsi Lampung didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki. Selain jumlah penduduk, sektor ketenaga kerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Penduduk usia kerja di Provinsi Lampung pada tahun 2010 berjumlah 5,824,370 jiwa yang terdiri atas jumlah angkatan kerja 3,957,697 jiwa dan bukan angkatan kerja sebanyak 1,866,673 jiwa. Penduduk Provinsi lampung sebagian besar bekerja disektor pertanian yaitu persen atau 2,110,571 jiwa, Adapun persen bekerja disektor jasa

62 45 kemasyarakatan atau sebanyak 410,386 jiwa. berikut disajikan pada Tabel 9 data penduduk Provinsi Lampung menurut golongan umur dan kegiatan tahun Tabel 9 Penduduk Provinsi Lampung Menurut Golongan Umur dan Kegiatan, Tahun 2010 Kelompok Angkatan kerja Bukan angkatan umur Bekerja Pengangguran Jumlah kerja Jumlah ,377 51, , , , ,423 54, , , , ,569 38, , , , ,719 20, , , , ,854 13, , , , ,916 9, ,209 97, , ,104 8, ,942 89, , ,489 7, ,035 70, , ,414 4, ,687 65, , ,242 2, ,993 73, , ,971 8, , , ,976 Jumlah 3,737, ,619 3,957,697 1,866,223 5,823,920 Sumber: BPS, 2011 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa golongan usia 30 tahun sampai dengan usia 34 tahun merupakan golongan usia terbanyak yaitu 727,065 jiwa. Hal ini menggambarkan bahwa tersedianya tenaga kerja produktif yang bisa diserap oleh dunia kerja di Provinsi Lampung. Keadaan Perekonomian Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menunjukkan perubahan kinerja ekonomi wilayah. Dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi diharapkan produktivitas dan pendapatan masyarakat akan meningkat melalui penciptaaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Selama kurun waktu dua tahun terakhir (tahun ) keadaan ekonomi Provinsi Lampung cenderung stabil. Hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan stabilitas ekonomi nasional dan regional yang stabil. Setelah terjadinya kenaikan bahan bakan minyak yang naik dua kali ditahun 2005 di mana sempat menyebabkan angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang cukup rendah yakni 4.02 persen. Tetapi secara perlahan perekonomian kembali membaik dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik pada dua tahun terakhir ini. Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung tahun 2011 mencapai 6.39 persen, naik dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi didukung oleh pertumbuhan yang positif disemua sektor. Laju pertumbuhan terbesar terjadi sektor

63 Persen 46 transportasi/komunikasi (13.13 persen). sektor lainnya dengan pertumbuhan yang cukup tinggi berturut-turut adalah sektor listrik, gas, air bersih (9.86 persen), sektor jasa (8.24 persen). Selengkapnya laju pertumbuhan sektoral ekonomi Provinsi Lampung dalam kurun waktu berdasarkan sektor pertanian, sektor jasa dan lainnya, dan sektor industri pengolahan dapat dilihat pada Gambar 7. 10, Tahun Pertanian Jasa dan lainnya Industri pengolahan Gambar 7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Berdasarkan Sektor Penyusun PDRB, Tahun Sumber: BPS, 2013 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang terbesar terjadi pada sektor jasa dan lainnya yaitu sebesar persen ditahun Sedangkan sektor pertanian yang menjadi sektor unggulan Provinsi Lampung menunjukkan laju pertumbuhan yang berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan sampai pada titik 0.45 persen ditahun yang sama. Hal ini tentu berdampak pada kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung. Struktur Perekonomian Struktur perekonomian wilayah dicerminkan oleh besarnya peran masingmasing sektor dalam pembentukan PDRB. Pengamatan terhadap struktur ekonomi wilayah dalam periode tertentu memberikan gambaran apakah perubahan struktur ekonomi yang terjadi mengakibatkan pergeseran struktur ekonomi dari primer ke sekunder atau dari primer ke tersier. Pergeseran struktur ekonomi mendorong

64 47 peningkatan produktivitas secara makro ekonomi dan diikuti dengan peningkatan pendapatan wilayah tersebut. Perekonomian Provinsi Lampung masih didominasi oleh empat sektor ekonomi utama, yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan, perdagangan/hotel/restoran, dan transportasi/komunikasi. Kontribusi keempat sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi lampung mencapai kisaran 80 persen. Sektor pertanian dalam kurun waktu lima tahun terakhir tetap memberikan kontribusi dominan. Namun, kontribusi yang dominan tidak diikuti oleh peningkatan besaran kontribusi. Salah satu penyebab menurunya kontribusi sektor pertanian adalah beralihnya pelaku usaha sektor pertanian ke sektor non pertanian hal ini dikarenakan semakin kecilnya insentif berupa upah dan jaminan harga komoditi yang diterima oleh pelaku usaha sektor pertanian. Gambar 8 menunjukkan kontribusi sektor pertanian yang cenderung menurun dari persen di tahun 2007 menjadi persen di tahun Sektor industri pengolahan sebagai kontributor terbesar kedua yakni sebesar persen dai tahun 2007 meningkat menjadi persen di tahun Sedangkan sektor kegiatan ekonomi yang memberikan kontribusi paling rendah adalah sektor listrik dan air bersih, yakni 0.66 persen di tahun 2007 dan 0.54 persen di tahun Gambar 8 Distribusi PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor Tahun

65 48 PDRB Per Kapita Tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum bisa ditunjukkan oleh meningkatnya tingkat pendapatan per kapita suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat perolehan pendapatan per kapita menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraannya. Sebaliknya penurunan pada tingkat pendapatan perkapita menunjukkan tingkat kesejahteraan yang semakin menurun. Indikator PDRB perkapita tidak sepenuhnya menggambarkan tingkat pendapatan per kapita penduduk. Indikator ini lebih tepat digunakan untuk menilai apakah upaya pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung mampu meningkatkan capaian nilai tambah bagi masyarakat melalui hasil kreativitas usaha dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Dalam kurun waktu PDRB per kapita Provinsi Lampung mengalami kenaikan dari Rp juta menjadi juta berdasarkan harga berlaku atau rata-rata meningkat sebesar persen per tahun. Akan tetapi, bila ditelaah lebih lanjut, kenaikan ini bukan nilai riil. Kenaikan yang terjadi lebih disebabkan oleh pengaruh kenaikan tingkat harga barang dan jasa atau inflasi. Kenyataan tersebut tercermin dari nilai PDRB per kapita atas dasar harga konstan, di mana dalam kurun waktu yang sama perolehannya hanya naik dari Rp juta menjadi Rp juta atau naik rata-rata sebesar 4.85 persen. 5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA Sektor Pertanian Secara absolut sektor pertanian memiliki peranan penting sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, meskipun secara relatif peran pertanian mengalami penurunan. Sektor pertanian masih menjadi penampung tenaga kerja terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya, terutama angkatan kerja kurang terdidik di perdesaan. Sektor pertanian masih diharapkan mampu menampung sejumlah angkatan kerja yang terus bertambah. Oleh karena itu, masih dirasa perlu untuk memperluas kesempatan kerja disektor pertanian. Sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian meskipun terjadi perubahan struktural ekonomi dari pertanian ke industri, tetapi industri yang berkembang di Indonesia masih merupakan agro base industries, di mana kegiatan utama industri tersebut bergantung pada kegiatan pertanian sebagai pemasok raw materials. Selain itu, produk-produk pertanian tetap akan bernilai strategis bagi masyarakat.

66 49 Model kesempatan kerja sektor pertanian diduga sebagi fungsi dari ratarata upah riil, PDRB, luas areal tanaman, jumlah traktor, populasi ternak potong, populasi sapi perah, luas perkebunan negara, luas perkebunan besar swasta, luas usaha perikanan budi daya, investasi/pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian dan kesempatan kerja sektor pertanian tahun sebelumnya. Hasil regresi dapat diliihat pada Tabel 10 yang menunjukkan bahwa semua tanda parameter dugaan sesuai dengan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi. Tabel 10 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Peubah 1. Upah sektor pertanian (Rp) 2. PDRB (juta Rp) 3. L. areal tnm. Pangan (ha) 4. Traktor (unit) 5. Pop. Ternak potong (ribu ekor) 6. Pop. Sapi perah (ribu ekor) 7. L. perkebunan Negara (ha) 8. L. Perkebunan besar swasta (ha) 9. L. Usaha perikanan budi daya (ha) 10. Investasi (juta Rp) 11. Lag. Ksmptan kerja (orang) Konstana Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas *** ** * ** * * R 2 F hit D.W taraf nyata α: * 5 % ** 10 % *** 20% Tabel 10 menunjukkan koefisien determinasi yang telah disesuaikan dengan derajat bebas sebesar persen yang berarti persen variasi pada kesempatan kerja sektor pertanian dapat dijelaskan secara bersama oleh peubahpeubah bebasnya. Koefisien determinansi sebesar persen dapat dikategorikan tinggi. Sementara itu, peubah luas areal tanaman pangan, populasi sapi perah, luas perkebunan Negara, luas perkebunan besar swasta, luas usaha perikanan budi daya, serta investasi/pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. Hal ini menunjukkan peubah-peubah tersebut mempunyai peran penting dalam menciptakan kesempatan kerja sektor pertanian. Berdasarkan nilai elastisitasnya, dapat dilihat bahwa kesempatan kerja sektor pertanian bersifat inelastis terhadap peubah-peubahnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa kesempatan kerja sekktor pertanian tidak responsif terhadap semua peubah penjelasanya. Jika dilihat dari faktor upah, upah sektor

67 pertanian bertanda negatif. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat upah pada sektor petanian. Secara nominal, upah sektor pertanian meningkat, tetapi secara ril upah pada sektor pertanian mengalami kecenderungan yang menurun. Tanda negatif pada parameter dugaan rata-rata upah ril sektor pertanian sebesar menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata upah ril sektor pertanian sebesar satu rupiah akan menurunkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang. Elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap rata-rata upah ril sektor pertanian sebesar , menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata upah ril sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian bersifat inelastis terhadap peubah rata-rata upah ril sektor pertanian. Sifat inelastis ini terjadi karena tingkat upah disektor pertanian jika dilihat dari perkembangannya, tidak saja lebih rendah dari upah disektor lain dengan laju peningkatan yang lebih rendah pula. Keadaan ini mengakibatkan kesempatan kerja disektor pertanian tidak responsif terhadap rata-rata upah ril sektor pertanian. Parameter dugaan PDRB sektor pertanian sebesar , menunjukkan bahwa kenaikan PDRB sektor pertanian sebesar satu juta rupiah akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang (ceteris paribus). Nilai elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap PDRB sebesar , hal ini menunjukkan bahwa kenaikan PDRB sektor pertanian sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar persen. Sifat inelastis tersebut menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap peubah PDRB sektor pertanian. Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan sektoral yang tinggi belum tentu menjamin terciptanya kesempatan kerja pada sektor tersebut. Parameter dugaan luas areal tanaman pangan sebesar , hal ini menunjukkan bahwa luas areal tanaman pangan sebesar satu hektar akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang (ceteris paribus). Elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap luas areal tanaman pangan sebesar , hal ini menunjukkan bahwa kenaikan luas areal tanaman pangan sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar persen. tentu saja hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian ternyata juga tidak responsif terhadap luas areal tanaman pangan. Sifat inelastis kesempatan kerja terhadap peubah luas areal tanaman pangan ini disebabkan karena intensitas tanam dilahan sawah dan dilahan kering relatif rendah. Jika intensitas tanam rendah maka produksi juga akan rendah, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi juga tidak banyak. Tanda negatif parameter dugaan traktor sebesar menunjukkan bahwa kenaikan jumlah traktor sebanyak satu unit akan mengurangi kesempatan 50

68 51 kerja sektor pertanian sebesar orang (ceteris paribus). Elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap peubah traktor sebesar menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap jumlah traktor. Keadaan ini terjadi disebabkan karena penggunaan alat mekanisasi pertanian dapat mensubstitusi tenaga kerja. Makin luas lahan garapan, makin banyak petani menggunakan traktor. Hal ini karena pengolahan yang dilakukan menggunakan traktor relatif lebih cepat. Dengan demikian, penggunaan traktor mengakibatkan berkurangnya kesempatan kerja, atau dengan kata lain lebih banyak tenaga kerja pertanian yang menganggur. Parameter dugaan populasi ternak potong sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan populasi ternak potong sebesar satu (ribu) ekor, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar orang (ceteris paribus). Nilai elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap populasi ternak potong sebesar yang bersifat inelatis. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap perubahan populasi ternak potong. Keadaan ini disebabkan karena pemilikan ternak yang relatif kecil dan permodalan para peternak yang masih lemah. kecilnya skala usaha dan modal yang dimiliki menyebabkan petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja keluarga, sehingga peningkatan populasi ternak potong tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. Parameter dugaan populasi sapi perah sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan populasi sapi perah satu (ribu) ekor, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang, ceteris paribus. Elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap populasi sapi perah sebesar , hal tersebut menunjukkan sifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap peubah populasi sapi perah. Sifat inelastis terhadap peubah populasi sapi perah ini disebabkan karena usaha peternakan sapi perah ini membutuhkan modal yang besar, disamping itu ternak sapi perah rentan terhadap penyakit. Kurangnya modal petani dan besarnya resiko yang dihadapi dalam usaha tani ternak sapi perah ini menyebabkan usaha tani sapi perah umumnya tergolong pada skala usaha yang kecil, sehingga peningkatan populasi sapi perah tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. Parameter dugaan luas areal perkebunan negara sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan luas areal perkebunan negara sebesar satu hektar, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang, ceteris paribus. Jika kita lihat nilai elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap luas areal perkebunan negara sebesar menunjukkan sifat inelastis. Hal ini terjadi karena pengelolaan perkebunan negara lebih dititik beratkan pada pengembangan dengan pola swadaya masyarakat.

69 52 Pengembangan dengan pola swadaya masyarakat ini tidak mampu memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. Parameter dugaan luas areal perkebunan swasta sebesar menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan luas areal perkebunan swasta sebesar satu hektar, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang, ceteris paribus. Sementara itu, nilai elastisitas kesempatan kerja sektor pertanian terhadap luas areal perkebunan swasta sebesar , hal ini mengambarkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tersebut terhadap peubah luas areal perkebunan swasta bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap luas areal perkebunan swasta. Sifat inelatis ini terjadi karena pembukaan lahan pada usaha perkebunan swasta ini dilakukan secara bertahap sehingga kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap peubah luas areal perkebunan swasta. Parameter dugaan peubah luas areal perikanan budi daya , hal ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan luas areal perikanan budi daya sebesar satu hektar, maka kesempatan kerja sub sektor perikanan akan meningkat sebesar orang, ceteris paribus. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, kesempatan kerja sektor pertanian terhadap peubah luas area perikanan budi daya sebesar , ini berarti bersifat inelastis. Hal ini disebabkan karena perkembangan sub sektor perikanan sedikit terlambat, sehingga penggelolaan usaha perikanan belum optimal. Pembukaan tambak-tambak baru dihadapkan pada kendala modal bagi petani, sehingga kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap luas areal perikanan budi daya. Parameter dugaan peubah investasi sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan investasi/pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian sebesar satu (juta) rupiah akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar orang, ceteris paribus. Nilai kesempatan kerja sektor pertanian terhadap peubah investasi sebesar , ini berarti bersifat inelastis. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektor pertanian tidak responsif terhadap investasi. Hal ini disebabkan karena investasi yang dilakukan lebih bersifat padat modal, sehingga peningkatan investasi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kesempatan kerja sektor pertanian. Sub Sektor Tanaman Pangan Model kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan diduga sebagai fungsi dari luas areal tanaman pangan, produksi padi, produksi palawija, produksi hortikultura, upah sub sektor tanaman pangan, produk domestik regional bruto, investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor tanaman pangan, dan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tahun sebelumnya. Tabel 11 berikut menjelaskan hasil dugaan model kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan.

70 53 Tabel 11 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Tanaman Pangan Peubah 1. Upah (Rp) 2. L.uas areal (Ha) 3. Produksi Padi (ton) 4. Produksi Palawija (ton) 5. Produksi Hortikuluta (ton) 6. PDRB (juta Rp) 7. Investasi (juta Rp) 8. Lag kesempatan kerja (orang) Konstana Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas *** * ** *** *** * * * R 2 F hit D.W taraf nyata α: * 5 % ** 10 % *** 20% Berdasarkan hasil dugaan model kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan terlihat bahwa persen keragaman kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan dapat diterangkan oleh peubah-peubah di atas dan semua tanda koefisien dugaannya sudah sesuai dengan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi. Hasil pendugaan model kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tersebut memperlihatkan bahwa dari delapan peubah penjelas yang diduga berpengaruh terhadap kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan, kesemuanya menunjukkan pengaruh yang nyata. Sedangkan tanda negatif pada koefisien ratarata upah ril sub sektor tanaman pangan sebesar menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata upah ril sub sektor tanaman pangan sebesar satu rupiah akan menurunkan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan terhadap rata-rata upah ril sub sektor tanaman pangan sebesar , hal ini menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata upah riil sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan sebesar persen. Kondisi ini menunjukkan sifat inelastis kesempatan kerja terhadap peubah rata-rata riil sub sektor tanaman pangan. Sifat inelastis ini terjadi karena tingkat upah pada sub sektor tanaman pangan relatif rendah dan pertumbuhan tingkat upah juga rendah. Hal ini mengakibatkan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tidak responsif terhadap rata-rata upah riil sub sektor tanaman pangan. Parameter dugaan luas areal tanaman pangan sebesar menunjukkan bahwa kenaikan luas areal tanaman pangan sebesar satu hektar akan meningkatkan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar orang, ceteris paribus. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan terhadap

71 luas areal tanaman pangan sebesar , artinya peningkatan luas areal tanaman pangan sebesar satu persen mengakibatkan meningkatnya kesempatan sub sektor tanaman pangan sebesar Persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tidak responsif terhadap luas areal tanaman pangan. Sifat inelastis ini terjadi karena pada umumnya pemilikan lahan usaha tani tanaman pangan oleh petani relatif kecil dan terbatas. Sehingga pengusahaan lahan lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Selain itu, intensitas tanam juga masih rendah. Keadaan seperti ini yang menyebabkan peningkatan luas areal tanaman tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kesempatan kerja pada sub sektor tanaman pangan. Parameter dugaan produksi padi, produksi palawija, dan produksi hortikultura masing-masing adalah , , dan Nilai parameter dugaan tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan produksi padi, produksi palawija, dan produksi hortikultura masing-masing sebesar satu ton, maka akan mengakibatkan terjadinya kenaikan kesempatan kerja sub sektor tanaman panan sebesar , , dan orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan terhadap produksi padi, produksi palawija, dan produksi hortikultura masing-masing sebesar , , dan Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan tidak responsif terhadap produksi padi, produksi palawija, dan produksi hortikultura. Hal ini disebabkan lebih karena skala usaha dari sub sektor tanaman pangan pada umumnya kecil. Selain itu, pengelolaan usaha tani sub sektor tanaman pangan masih dilakukan secara sederhana dengan melibatkan tenaga kerja yang relatif sedikit, bahkan lebih cenderung menggunakan tenaga kerja keluarga. Parameter dugaan produk domestik regional bruto sebesar Hal ini menggambarkan jika terjadi kenaikan produk domestik bruto sebesar satu (juta) rupiah maka akan dapat meningkatkan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan sebesar orang. Sedangkan jika dilihat dari nilai elastisitasnya yaitu sebesar , ini menunjukkan bahwa kenaikan produk domestik regional bruto sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar persen. nilai tersebut menunjukkan sifat yang inelastis dari peubah produk domestik regional bruto. Ketidakelastisan peubah ini menunjukkan bahwa penciptaan kesempatan kerja pada sub sektor tanaman pangan tidak cukup dipenuhi oleh pertumbuhan ekonomi saja, tapi oleh faktor lainnya seperti kelembagaan dan faktor sosial lainnya. Parameter dugaan investasi/pengeluaran pembangunan sub sektor tanaman pangan sebesar , hal ini menunjukkan bahwa peningkatan investasi/pengeluaran pembangunan sebesar satu (juta) rupiah akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar orang. Sementara itu, nilai elastisitas kesempatan kerja terhadap investasi/pengeluaran sebesar , yang menunjukkan bahwa peningkatan investasi/pengeluaran pembangunan sebesar 54

72 55 satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan sebesar persen, bersifat inelastis. Ketidakelastisan ini diduga karena investasi yang dimaksudkan disini hanya mencakup pengeluaran dari pemerintah saja. Sehingga kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan memperlihatkan ciri yang tidak responsif terhadap investasi/pengeluaran pembangunan untuk pertanian. Sub Sektor Peternakan Model kesempatan kerja sub sektor tanaman pangan diduga sebagai fungsi dari upah rata-rata riil sub sektor peternakan, populasi sapi potong, jumlah usaha peternakan, produk domestik regional bruto, dan investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor peternakan dan kesempatan kerja sub sektor peternakan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil dugaan, 98,61 persen keragaman kesempatan kerja sub sektor peternakan dapat diterangkan oleh peubah-peubah di atas dan semua tanda peubah dugaan sudah sesuai dengaan dugaan yang diharapkan menurut kriteria ekonomi. Hasil dugaan model kesempaan kerja sub sektor peternakan disajikan pada Tabel 12 berikut: Tabel 12 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan Peubah 1. Upah (Rp) 2. Populasi sapi potong (ekor) 3. Usaha peternakan (unit) 4. PDRBt (juta Rp) 5. Investasi (Juta Rp) 6. Lag. Kesempatan kerja (orang) Konstana Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas *** *** * R 2 F hit D.W taraf nyata α: * 5 % ** 10 % *** 20% Berdasarkan hasil dugaan di atas, nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor peternakan terhadap semua peubah-peubah penjelas yang terdapat pada model kesempatan kerja sub sektor peternakan bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap semua peubah penjelasnya.

73 Parameter dugaan rata-rata upah riil sub sektor peternakan sebesar menunjukkan tanda negatif, di mana jika terjadi peningkatan upah sebesar satu rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor peternakan akan mengalami penurunan sebesar orang. Sementara itu, nilai elastisitas kesempatan kerja terhadap upah riil sebesar , yang bersifat inelastis. Keadaan ini disebabkan karena rata-rata upah riil sub sektor peternakan pada kenyataannya masih rendah. Usaha tani ternak umumnya berskala kecil karena keterbatasan modal. Keterbatasan modal ini menjadi salah satu faktor usaha tani ternak tidak mampu menyerap tenaga kerja dari luar tenaga kerja keluarga. Parameter dugaan populasi sapi potong sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan populasi sapi perah sebesar satu ekor akan mengakibatkan mininggkatnya kesempatan kerja sub sektor peternakan sebesar orang. Nilai elastisitas populasi sapi potong terhadap kesempatan kerja sub sekor peternakan sebesar yang menunjukkan bahwa populasi sapi potong bersifat inelastis. Hal ini menyatakan bahwa kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap populasi sapi potong. Keadaan ini disebabkan karena usaha tani sapi potong masih belum berkembang sebagai usaha tani dengan nilai ekonomi yang tinggi, walaupun produksinya menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Usaha tani yang dilakukan lebih banyak berskala kecil, karena usaha tani sapi potong membutuhkan modal yang besar, selain untuk pakan, juga beresiko terhadap penyakit yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas daging. Parameter dugaan usaha peternakan sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah usaha peternakan sebesar satu unit, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor peternakan sebesar orang. Berdasarkan nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor peternakan terhadap jumlah usaha peternakan, apabila terjadi kenaikan usaha peternakan sebesar satu persen makan kesempatan kerja sub sektor peternakan akan meningkat sebesar persen, menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap jumlah usaha peternakan. Sifat tidak elastis ini terjadi karena belum optimalnya produksi usaha peternakan. Hal yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan usaha peternakan antara lain perlu adanya diversifikasi, intensifikasi, dan ektensifikasi ternak serta didukung oleh teknologi dan tenaga terampil peternakan. Parameter dugaan PDRB sebesar , menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan produk domestik bruto sebesar satu (juta) rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor peternakan akan mengalami peningkatan sebesar orang. Selain itu, nilai elastisitas PDRB sebesar , menjelaskan bahwa kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap PDRB sub sektor peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya PDRB tidak menjamin tersedianya kesempatan kerja, karena PDRB tidak selalu digunakan untuk menciptakan usaha yang padat karya. 56

74 57 Parameter dugaan investasi atau pengeluaran pembangunan untuk sub sektor peternakan sebesar menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan investasi/pengeluaran untuk pembangunan sub sektor peternakan sebesar satu (juta) rupiah, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor peternakan sebesar orang. Nilai elastisitas sebesar menunjukkan bahwa kenaikan investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor peternakan sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor peternakan sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor peternakan terhadap investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor peternakan bersifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap pengeluaran pembangunan untuk sub sektor peternakan. Berdasarkan hasil dugaan kesempatan kerja sub sektor peternakan tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya, namun jumlah usaha peternakan, PDRB, dan investasi menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kesempatan kerja sub sektor peternakan, hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produk dari sub sektor peternakan sehingga peluang usaha peternakan semakin terbuka dan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sub sektor peternakan lebih banyak lagi. Sub Sektor Perikanan Model kesempatan kerja sub sektor perikanan diduga sebagai fungsi dari rata-rata upah sub sektor perikanan, luas usaha perikanan budi daya, produksi perikanan, investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perikanan, PDRB, dan kesempatan kerja sub sektor perikanan tahun sebelumnya. Hasil regresi dugaan model kesempatan kerja sub sektor perikanan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan Peubah Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas 1. Upah 2. Luas areal perikanan budi daya (ha) 3. Produksi perikanan (ton) 4. PDRB (juta Rp) 5. Investasi (Juta Rp) 6. Lag. Kesempatan kerja (orang) Konstana R 2 F hit D.W taraf nyata α: * 5 % ** 20% ** * *

75 Hasil regresi dugaan model kesempatan kerja sub sektor perikanan terlihat bahwa persen keragaman kesempatan kerja sub sektor perikanan dapat diterangkan oleh peubah-peubah tersebut di atas. Dari keenam peubah yang diduga berpengaruh terhadap kesempatan kerja sub sektor perikanan, terdapat tiga peubah yang berpengaruh nyata, yaitu rata-rata upah riil, produksi perikanan, dan kesempatan kerja sub sektor perikanan tahun sebelumnya. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, maka diketahui bahwa semua peubah bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelasnya. Tanda negatif pada parameter dugaan dari peubah upah sub sektor perikanan sebesar menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan upah sub sektor perikanan sebesar satu rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor perikanan akan menurun sebesar orang. Nilai elastisitas upah sub sektor perikanan sebesar menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan upah sebesar satu persen, maka kesempatan kerja sub sektor perikanan akan mengalami penurunan sebesar persen. Hal ini menunjukkan kesempatan kerja sub sektor perikanan bersifat inelastis terhadap upah sub sektor perikanan. Dengan kata lain, kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap upah. Sifat inelastis ini disebabkan rendahnya upah pada sub sektor perikanan. Keadaan ini didukung oleh kenyataan bahwa masih banyaknya petani nelayan yang miskin yang dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan petani nelayan. Parameter dugaan peubah luas usaha perikanan budi daya sebesar , hal ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan luas usaha perikanan budi daya sebesar satu hektar maka akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor perikanan sebesar orang. Nilai elastisitas luas usaha perikanan budi daya sebesar menunjukkan luas usaha perikanan budi daya bersifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap luas usaha perikanan budi daya. Keadaan ini terjadi karena luas usaha perikanan yang terdiri atas tambak, kolam, kramba, dan sawah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan hanyalah sebagian kecil dari luas usaha perikanan secara keseluruhan yang terdiri atas luas perikanan laut, luas perikanan darat, dan luas perairan umum. Parameter dugaan peubah produksi perikanan sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan produksi perikanan sebesar satu ton, akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor perikanan sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perikanan terhadap produksi perikanan sebesar , artinya peningkatan produksi perikanan sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor perikanan sebesar persen. Hal ini menunjukkan sifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap produksi perikanan. Ketidakelastisan ini disebabkan oleh sebagian besar usaha perikanan masih terdiri atas usaha perikanan skala kecil, serta belum optimalnya pengelolaan sumber daya dalam 58

76 59 usaha perikanan serta rendahnya produksi perikanan yang memberikan pengaruh yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Jika dilihat dari parameter PDRB yaitu sebesar memperlihatkan jika PDRB sub sektor perikanan naik sebesar satu (juta) rupiah, akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor perikanan sebesar orang. Sedangkan nilai elastisitasnya sebesar , menjelaskan jika kenaikan PDRB sub sektor perikanan bersifat inelastis terhadap peubah PDRB, hal ini menandakan bahwa kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap PDRB. Investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perikanan sebesar menjelaskan bahwa jika investasi mengalami peningkatan sebesar satu (juta) rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor perikanan akan meningkat sebesar orang. Nilai elastisitas investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perikanan sebesar menunjukkan sifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sub sektor perikanan tidak responsif terhadap investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perikanan. Sub Sektor Perkebunan Upah sub sektor perkebunan, luas areal perkebunan rakyat, luas areal perkebunan negara, luas areal perkebunan besar swasta, PDRB sub sektor perkebunan, investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perkebunan, dan kesempatan kerja sub sektor perkebunan tahun sebelumnya, merupakan fungsi peubah-peubah dari model kesempatan kerja sub sektor perkebunan. Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap dugaan model kesempatan kerja sub sektor perkebunan, terlihat bahwa persen keragaman kesempatan kerja sub sektor perkebunan dapat diterangkan oleh peubah-peubah tersebut di atas. Hasil dugaan model kesempatan kerja sub sektor perkebunan menunjukkan terdapat satu peubah yang tandanya tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu luas areal perkebunan rakyat. Sedangkan peubah-peubah yang lain sudah sesuai dengan tanda yang diharapkan menurut kriteria ekonomi. Parameter dugaan peubah upah sektor perkebunan sebesar bertanda negatif, menjelaskan bahwa kenaikan upah sub sektor perkebunan sebesar satu rupiah akan mengurangi kesempatan kerja sub sektor perkebunan sebesar orang. Nilai elastisitas upah terhadap kesempatan kerja sub sektor perkebunan sebesar menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap upah. Berikut pada Tabel 14 disajikan hasil analisis regresi dari model kesempatan kerja sub sektor perkebunan.

77 60 Tabel 14 Hasil Dugaan Model Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan Peubah 1. Upah 2. Luas perkebunan rakyat (ha) 3. Luas perkebunan negara (ha) 4. Luas perkebunan besar swasta (ha) 5. PDRB (juta Rp) 6. Investasi (Juta Rp) 7. Lag. Kesempatan kerja (orang) Konstana R 2 F hit D.W taraf nyata α: * 5 % ** 20% Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas ** * * Parameter dugaan luas areal perkebunan rakyat sebesar , bertanda negatif menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan luas areal perkebunan rakyat sebesar satu hektar, maka kesempatan kerja sub sektor perkebunan akan mengalami penurunan sebesar orang. Tanda negatif parameter dugaan luas areal perkebunan rakyat ini tidak sesuai dengan tanda yang diharapkan menurut kriteria ekonomi. Keadaan ini disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani. Perluasan areal pertanian membutuhkan modal kerja yang cukup tinggi terutama untuk pembelian input faktor dan pembayaran upah tenaga kerja yang sebagian besar adalah bukan tenaga kerja keluarga. Upah tenaga kerja yang makin tinggi yang menyebabkan tingginya kebutuhan modal, sehingga petani perkebunan rakyat membatasi penggunaan tenaga kerja di luar tenaga kerja keluarga. Selain itu, pengembangan dan pengelolaan perkebunan rakyat dilakukan secara swadaya dan pengusahaanya dilakukan tidak secara intensif, dengan demikian tenaga kerja yang dibutuhkan juga tidak banyak. Salah satu yang menjadi ciri dari perkebunan rakyat yaitu, setelah lahan ditanami, biasanya areal perkebunan ditinggalkan sehingga makin luas areal perkebunan rakyat akan mengurangi kesempatan kerja pada sub sektor perkebunan. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap luas areal perkebunan rakyat sebesar , menunjukkan apabila luas areal perkebunan rakyat meningkat sebesar satu persen, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor perkebunan sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor perkebunan bersifat inelastis terhadap luas areal perkebunan rakyat. Parameter dugaan peubah luas areal perkebunan negara sebesar menunjukkan bahwa, jika terjadi peningkatan luas areal perkebunan negara sebesar satu hektar, maka akan meningkatkan kesempatan kerja sub sektor

78 61 perkebunan sebesar orang. Sementara itu, nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap luas areal perkebunan negara sebesar , bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap luas areal perkebunan negara. Parameter dugaan peubah luas areal perkebunan besar swasta sebesar , jika terjadi peningkatan luas areal perkebunan besar swasta sebesar satu hektar maka kesempatan kerja sub sektor perkebunan akan mengalami peningkatan sebesar orang. Jika dilihat nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap luas areal perkebunan besar swasta yaitu , artinya jika luas areal perkebunan besar swasta meningkat sebesar satu persen, maka kesempatan kerja sub sektor perkebunan akan meningkat sebesar persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas areal perkebunan besar swasta bersifat inelastis, sehingga kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap peubah luas areal perkebunan besar swasta. Parameter dugaan PDRB sebesar , menunjukkan apabila terjadi kenaikan PDRB sebesar satu (juta) rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor perkebunan akan mengalami peningkatan sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap PDRB sub sektor perkebunan menunjukkan sifat inelastis sebesar , menunjukkan bahwa kesempatan kerja sub sektor perkebunan tidak responsif terhadap PDRB sub sektor perkebunan. Parameter dugaan peubah investasi/pengeluaran pembangunan untuk sub sektor perkebunan sebesar , menunjukkan jika terjadi kenaikan investasi sebesar satu (juta) rupiah, maka kesempatan kerja sub sektor perkebunan akan mengalami peningkatan sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sub sektor perkebunan terhadap investasi sub sektor perkebunan sebesar , memperlihatkan sifat yang inelastis. Sektor Kehutanan Berdasarkan hasil dugaan model kesempatan kerja sektor kehutanan, semua tanda parameter peubah yang diperoleh dari analisis regresi sudah sesuai dengan harapan menurut kriteria ekonomi. Model kesempatan kerja sektor kehutanan diduga sebagai fungsi dari upah sektor kehutanan, luar areal kerja HPH, produksi kayu, PDRB sektor kehutanan, kesempatan kerja sektor kehutanan tahun sebelumnya. Koefisien determinasi dugaan model kesempatan kerja sektor kehutanan sebesar persen keragaman kesempatan kerja sektor kehutanan dapat diterangkan oleh peubah-peubah yang telah disebutkan. Jika dilihat dari taraf nyata, peubah-peubah tersebut memperlihatkan pengaruh yang nyata. Pada Tabel

79 62 15 disajikan hasil analisis regresi dari dugaan model kesempatan kerja sektor kehutanan. Tabel 15 Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja Sektor Kehutanan Peubah 1. Upah (Rp) 2. Areal kerja HPH (ha) 3. Produksi kayu (m 3 ) 4. PDRB (juta Rp) 5. Lag. Kesempatan kerja (orang) Konstana R 2 F hit D.W taraf nyata α: 5 % Parameter Dugaan t hitung P-value Elastisitas Parameter dugaan upah sektor kehutanan bertanda negatif sebesar menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan upah sebesar satu rupiah, akan menurunkan kesempatan kerja sektor kehutanan sebesar orang. Nilai elastisitas upah sektor kehutanan terhadap kesempatan kerja sektor kehutanan sebesar yang menjelsakan bahwa kesempatan kerja sektor kehutanan responsif terhadap upah sektor kehutanan. Sifat elastis upah tersebut disebabkan karena upah disektor kehutanan sudah cukup tinggi karena pengelolaan usaha pada sektor kehutanan lebih banyak dilakukan oleh perusahan swasta yang mempunyai kekuatan modal yang cukup besar. Semakin tinggi tingkat upah menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja sektor kehutanan, hal ini disebabkan karena perusahaan mensubtitusi tenaga kerja dengan alat-alat mekanis atau padat modal. Parameter dugaan luas areal kerja HPH sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan luas areal kerja HPH sebesar satu hektar akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sektor kehutanan terhadap luas areal kerja HPH sebesar , ini menunjukkan bahwa peningkatan luas areal HPH sebesar satu persen akan meningkatkan kesempatan kerja sektor kehutanan sebesar persen dan bersifat elastis, di mana kesempatan kerja sektor kehutanan responsif terhadap luas areal HPH. Sifat elastis ini disebabkan karena peningkatan luas areal kerja HPH berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja yang banyak. Parameter dugaan peubah produksi kayu sebesar menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan produksi kayu sebesar satu meter kubik, maka kesempatan kerja sektor kehutanan akan meningkat sebesar orang. Nilai elastisitas kesempatan kerja sektor kehutanan terhadap peubah produksi kayu

80 63 sebesar dan bersifat inelastis. Hal ini memperlihatkan bahwa kesempatan kerja sektor kehutanan tidak responsif terhadap produksi kayu, karena produksi pengelolaan kayu lebih banyak menggunakan alat-alat mekanis sehingga meminimalisasi peran tenaga kerja manusia. Dengan kata lain, peningkatan produksi kayu tidak begitu besar pengaruhnya terhadap kesempatan kerja sektor kehutanan. Parameter dugaan peubah PDRB sektor kehutanan sebesar menjelaskan bahwa jika terjadi peningkatan PDRB sektor kehutanan sebesar satu (juta) rupiah, maka kesempatan kerja sektor kehutanan akan mengalami kenaikan sebesar orang. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, kesempatan kerja sektor kehutanan terhadap PDRB sektor kehutanan sebesar , bersifat inelastis. Hal ini menjelaskan bahwa jika PDRB sektor kehutanan meningkat sebesar satu persen, maka kesempatan kerja sektor kehutanan akan mengalami kenaikan sebesar persen, dengan kata lain, kesempatan kerja sektor kehutanan tidak responsif terhadap PDRB. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor yang tinggi belum tentu menjamin terciptanya kesempatan kerja. 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGA KERJA Sektor Pertanian ke Sektor Jasa dan Lainnya Peran sektor pertanian berangsur-angsur digantikan oleh sektor lain di luar pertanian. Hal ini terlihat dari kencenderungan yang menurun dalam kaitannya terhadap penyediaan kesempatan kerja. Dengan demikian, telah terjadi perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya meskipun perubahan tersebut tidak sebesar jika dilihat dari angka relatifnya. Model perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya diduga sebagai fungsi dari tingkat upah pertanian, tingkat upah jasa dan lainnya, jumlah traktor, populasi ternak, luas panen padi, luas panen palawija, luas panen hortikultura, rasio PDB antara sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya, dan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tahun sebelumnya.

81 64 Tabel 16 Hasil Pendugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor jasa dan lainnya Peubah 1. Upah sektor pertanian (Rp) 2. Upah sektor jasa dan lainnya (Rp) 3. Traktor (unit) 4. Populasi ternak (ribu ekor) 5. Luas panen padi (ha) 6. Luas panen palawija (ha) 7. Luas panen hortikultura (ha) 8. Rasio PDRB 9. Lag Perubahan struktural TK Konstana R 2 F hit D.W. taraf nyata α: * 10 % ** 20% Parameter Dugaan E E E E E E E t hitung P-value Elastisitas ** * ** ** ** ** Berdasarkan tabel di atas, persen keragaman perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dapat diterangkan oleh peubah-peubah bebasnya. Dari beberapa peubah di atas, terdapat beberapa peubah yang memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya. Peubah-peubah tersebut adalah tingkat upah riil sektor pertanian, luas panen padi, luas panen palawija, luas panen hortikultura, rasio PDRB sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya, serta perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tahun sebelumnya. Parameter dugaan tingkat upah riil pertanian bertanda negatif, menunjukkan bahwa kenaikan upah sektor pertanian akan meningkatkan perubahan struktural tenaga kerja sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya. Nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya terhadap upah pada sektor pertanian sebesar , artinya bahwa kenaikan tingkat upah sektor pertanian sebesar satu persen akan meningkatkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya sebesar persen. Bersifat inelastis, sehingga perubahan struktural kesempatan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tidak responsif terhadap tingkat upah sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena keadaan tingkat upah sektor pertanian yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya, sehingga permintaan tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan dengan adanya kenaikan tingkat upah sektor pertanian. Kenaikan tingkat upah riil sektor jasa dan lainnya akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, ditunjukkan oleh nilai parameter dugaan tingkat upah riil jasa dan lainnya yang

82 65 bertanda positif. Nilai elastisitas tingkat upah jasa dan lainnya terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya sebesar yang menunjukkan bahwa tingkat upah non pertanian bersifat inelastis, tidak responsif terhadap tingkat upah riil jasa dan lainnya. Tingkat upah riil sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya jika dibandingkan keduanya, maka terlihat bahwa nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya terhadap upah riil sektor jasa dan lainnya lebih besar. Dengan kata lain, bahwa tingkat upah riil sektor pertanian lebih memberikan pengaruh terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya. Parameter dugaan jumlah traktor yang bertanda negatif memperlihatkan bahwa kenaikan jumlah traktor akan meningkatkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, dengan nilai elastisitas sebesar yang bersifat inelastis sehingga perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tidak responsif terhadap jumlah traktor. Selain itu, sifat inelastis juga ditunjukkan oleh parameter dugaan populasi ternak, yang menunjukkan bahwa peningkatan populasi ternak akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, dengan nilai elastisitas sebesar Koefisien luas panen padi bertanda positif, menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan luas panen padi, maka perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya akan mengalami penurunan. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya terhadap luas panen padi sebesar dan bersifat elastis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya responsif terhadap luas panen padi. Kondisi ini lebih dikarenakan tanaman padi masih merupakan tanaman utama bagi sebagian besar penduduk di Provinsi Lampung. Perubahan produksi padi mengalami peningkatan yang dicapai melalui peningkatan luas panen (perluasan areal dan intensitas tanam) dan produktivitas. Peningkatan luas panen palawija akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, hal ini terlihat dari parameter dugaan luas panen palawija bertanda positif. Nilai elastisitas sebesar menunjukkan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya terhadap luas panen palawija bersifat inelastis. Dengan demikian, menunjukkan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tidak responsif terhadap luas panen palawija. Kondisi ini disebabkan karena perkembangan luas panen palawija yang terdiri atas beberapa komoditi mengalami berfluktuasi, sehingga peningkatan luas panen palawija yang merupakan tanaman kedua setelah padi tidak banyak membawa perubahan terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja sektor pertanian.

83 66 Parameter dugaan luas panen hortikultura bertanda positif yang menunjukkan bahwa peningkatan luas panen hortikultura akan menyebabkan penurunan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya, dengan nilai elastisitasnya sebesar dan bersifat inelastis terhadap luas panen hortikultura. Dengan kata lain, perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tidak responsif terhadap luas panen hortikultura. Keadaan ini disebabkan karena usaha tani hortikultura membutuhkan budi daya yang intensif serta komoditasnya yang sangat terpengaruh oleh perubahan iklim, fluktuasi harga, dan permintaan pasar, sehingga usaha tani hortikultura masih dilakukan dalam skala usaha yang kecil, akibatnya peningkatan luas panen tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan tenaga kerja. Semakin besar rasio PDRB maka akan meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian sehingga akan menyebabakan turunnya perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya. Hal ini berdasarkan hasil analisis dugaan rasio PDRB antara sektor pertanian dengan sektor jasa dan lainnya yang bertanda positif. Nilai elastisitas sebesar menjelaskan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya tidak responsif terhadap rasio PDRB dan bersifat inelastis. Sektor Pertanian ke Sektor Industri Model perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri diduga sebagai fungsi dari luas panen padi, luas panen palawija, luas panen hortikultura, jumlah traktor, rasio tingkat upah antara sektor pertanian dengan sektor industri, dan PDRB antara sektor pertanian dengan sektor industri berdasarkan hasil dugaan model perubahan struktural sektor pertanian ke sektor industri, diperoleh bahwa semua tanda koefisien peubah yang ada sudah sesuai dengan kriteria ekonomi. Hasil analisis regresi model perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil Dugaan Model Perubahan Struktural Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri Peubah 1. Rasio upah pertanian dan industri 2. Luas panen padi (ha) 3. Luas panen palawija (ha) 4. Luas panen hortikultura (ha) 5. Traktor (unit) 6. Rasio PDRB pertanian dan industri Konstana Parameter Dugaan E E E t hitung P-value Elastisitas * ** ** * ***

84 67 R 2 F hit D.W. taraf nyata α: * 5 % ** 10 % *** 20% Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 17, dari enam peubah yang ada, terdapat dua peubah yang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, yaitu rasio upah pertanian dan jumlah traktor. Sementara itu, jika dilihat dugaan nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap peubah-peubahnya, terdapat satu peubah yang nilainya bersifat elastis, yaitu luas panen padi. Sedangkan peubah yang lainnya bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri hanya responsif terhadap peubah luas panen padi, dan tidak responsif terhadap peubah lainnya. Parameter dugaan rasio tingkat upah antara sektor pertanian dengan sektor industri bertanda negatif, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar rasio tingkat upah antara sektor pertanian dengan industri, akan meningkatkan perubahan struktural kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap rasio upah sektor pertanian dengan sektor industri sebesar , menjelaskan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap rasio upah antara sektor pertanian dengan sektor industri bersifat inelastis, tidak responsif terhadap tingkat upah. Hal ini disebabkan karena industri yang berkembang lebih banyak berskala kecil yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Peningkatan luas panen padi akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri yang ditunjukkan oleh tanda positif dari hasil parameter dugaan luas panen padi. Nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap luas panen padi sebesar bersifat elastis, hal ini menunjukkan bahwa perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri responsif terhadap luas panen padi. Keadaan ini lebih disebabkan karena adanya program dari pemerintah, khusunya departemen pertanian dalam melaksanakan program cetak sawah serta program lainnya yang menyerap tenaga kerja. Parameter dugaan luas panen palawija bertanda positif, menggambarkan bahwa peningkatan luas panen palawija akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, dengan nilai elastisitas sebesar , artinya perubahan struktural tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri bersifat inelastis, tidak responsif terhadap luas panen palawija.

85 Peningkatan luas panen hortikultura akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, hal in dilihat dari parameter dugaan luas panen hortikultura yang bertanda positif. Sementara itu, nilai elastisitas sebesar , bersifat inelastis. Sehingga perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri tidak responsif terhadap luas panen hortikultura. Sifat inelastis perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap luas panen palawija dan luas panen hortikultura disebabkan oleh luas lahan kedua komoditi ini merupakan sebagian dari luas lahan pertanian secara keseluruhan. Kenaikan jumlah traktor akan meningkatkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, hal ini dapat dilihat dari tanda negatif pada parameter dugaan jumlah traktor. Nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap jumlah traktor adalah Nilai elastisitas tersebut menunjukkan bahwa jumlah traktor bersifat inelastis, sehingga perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri tidak responsif terhadap jumlah traktor. Parameter dugaan rasio PDRB anatar sektor pertanian dengan sektor industri bertanda positif, hal ini menunjukkan bahwa kenaikan rasio PDRB akan menurunkan perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Dugaan nilai elastisitas perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri terhadap rasio PDRB adalah , bersifat inelastis sehingga tidak responsif terhadap rasio PDRB antara sektor pertanian dengan sektor industri. Keadaan ini terjadi lebih disebabkan karena pertumbuhan sektoral yang tinggi tidak menjamin terciptanya kesempatan kerja, lebih lagi sektor industri yang banyak berkembang adalah industri kecil yang tidak banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap model perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa dan lainnya dan dari sektor pertanian ke sektor industri, terlihat bahwa peubah luas panen padi berpengaruh nyata terhadap perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian maupun dari sektor pertanian ke sektor industri. Selain itu, penigkatan luas panen padi akan menurunkan perubahan struktural tenagan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian maupun dari sektor pertanian ke sektor industri. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa usaha tani di Provinsi Lampung masih didominasi oleh usaha tani padi. 68

86 69 7 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Analisis data menunjukkan laju pertumbuhan kesempatan kerja belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja. Meskipun kesempatan kerja pada sektor pertanian dari tahun-ketahun mengalami penurunan dibandingkan sektor non pertanian dan sektor industri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun jika dilihat dari sektor ekonomi, secara rata-rata struktur kesempatan kerja di sektor pertanian lebih tinggi dari pada sektor ekonomi lainnya. 2. Produktivitas angkatan kerja sektor pertanian masih jauh ketinggalan dari produktivitas angkatan kerja sektor industri dan jasa. Hal ini dilihat dari tingkat upah sektor pertanian. Meskipun upah sektor pertanian menunjukkan kenaikan, namun tetap berada pada tingkat yang lebih rendah daripada sektor industri. Kesempatan kerja pada sektor pertanian masih sulit untuk berkembang dengan baik, hal ini lebih dikarenakan peningkatan produksi pada sektor pertanian masih dihadapkan pada kendala keterbatasan pengusahaan lahan dan modal yang dimiliki oleh petani. 3. Proporsi tenaga kerja pada sektor pertanian memperlihatkan kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Keadaan ini berbanding terbalik dengan proporsi tenaga kerja pada sektor non pertanian dan industri yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Selain itu, tingkat upah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan struktural tenaga kerja pertanian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dibandingkan dengan tingkat upah pada sektor pertanian itu sendiri. Implikasi Kebijakan Perluasan kesempatan kerja penting untuk dilakukan untuk mengatasi ketidak seimbangan laju pertumbuhan tenaga kerja dengan kesempatan kerja yang tersedia. Perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian dapat dilakukan dengan mempercepat pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri, antara lain dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian diharapkan dapat merangsang investasi, baik yang berupa fasilitas maupun investasi sumber daya manusia yang dapat memberikan pengaruh signifikan bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja.

87 70 Globalisasi menjadi salah satu pemicu perubahan struktural tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, hal ini tidak dapat dihindari. Di mana sektor mengalami laju pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan sektor pertanian. Untuk menyelaraskan kejadian tersebut, kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah daerah yaitu mengembangkan agroindustri menjadi salah satu solusi alternatifnya. Di mana sektor industri mengalami laju pertumbuhan yang tinggi, diikuti dengan laju pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi pula sebagai sektor penyedia bahan baku industri. DAFTAR PUSTAKA Anwar, M.A Pertumbuhan Pertanian Dilihat dari Pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Indonesia, Disertasi Doktor. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Anwar, M.A Pemikiran, Pelaksanaan dan Perintisan Pembangunan Ekonomi. Lembaga Penerbit FE UI. ISES dan Gramedia, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik Data Strategis Nasional. Jakarta: BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung Dalam Angka. Lampung: BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Daerah Provinsi Lampung. Lampung: BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Lampung. Lampung: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Tinjauan Ekonomi Regional Daerah Otonom di Provinsi Lampung. Lampung: BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung. Lampung: BPS Bellate, D. Jackson, M Ekonomi Ketenaga kerjaan. Lambaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Budiharsono, S Transformasi Struktural dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah Indonesia, [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Chozin, M.A., Khomsan A., Sumardjo, dan Guntoro D Penyusunan Model Perencanaan Pembangunan Pertanian di Tingkat Perdesaan. Sekjen DEPTAN RI, Jakarta. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jumlah Transmigran Asal Provinsi Lampung Tahun Depnakertrans, Jakarta. Djauhari, A, W. Sudana, dan I. W. Rusatra Kesempatan Kerja, Konvergensi Tingkat Upah dan Kesejahteraan Petani di Perdesaan Jawa.

88 71 Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Perdesaandalam Era Otonomi Daerah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Ediana, I.W Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian Serta Kualitas Sumber daya Manusia di Indonesia. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Erikasari, S.E Kesempatan Kerja, Migrasi dan Transformasi Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Eriyatno Analisis Sistem Industri Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Fei, J.C. and G. Rains Development of the Labor-Surplus Economy: Theory and Policy. Home-wood. Irwin. Illinois. Fisher, H.B Perencanaan Regional Dalam Konteks Pembangunan Nasional Indonesia. Prisma, Jakarta. Hadi, S Studi Dampak Kebijaksanaan Pembangunan terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasibuan Pertumbuhan Penduduk. Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Jakarta. Juanda, B Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kagami, Herlan Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerjaserta Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Provinsi Sumatea Selatan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kasryno, Faisal Prospek Pembangunan Perdesaan. Yayasan Obor, Jakarta. Koutsoyiannis, A Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. 2 nd Ed. Macmillan Publisher Ltd, London. Kuznet, S Economic Growth and the Contribution of Agriculture.In C.K. Eicher and L.W. Witt. (eds). Agriculture in Economic Development.Mc.Graw-Hill, New York. Mellor, J.W The New Economics of Growth, A Strategy for India and The Developing Countries. Cornell University Press, Ithaca. Moore, G.A. and Elkin, R.D Labor and The Economy an Introduction to Analysis, Issue, and Institution. South Western Publishing Co, Cincinnati, West Chicago. Pyndyck, R and D. Rubinfeld Econometric Models, and Economic Forecasting 3 rd Edition.McGraw Hill International Edition, Singapore. Rahardjo, Dewam Transformasi Pertanian, Industrialisasi, dan Kesempatan Kerja. UI-PRESS, Jakarta. Rachmat, Muchjihidin Kesempatan Kerja dan Prospek Ketenaga kerjaan Dalam Pengembangan Tebu di Jawa.Forum Penelitian Agro Ekonomi.Vol 9, No.2 danvol 10, No.1, Juli Bogor.

89 72 Rofiqoh Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi dan Produktivitas Pekerja di Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ruslan, Said Migrasi Internal: Penyebab dan Implikasinya Dalam Pembangunan Wilayah di Sulawesi Selatan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rusli, Said Pengantar Ilmu Kependudukan. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Sagir, S Kesiapan Agroindustri Indonesia Menjelang Era Globalisasi Perdagangan Bebas, AFTA 2003 dan APEC Makalah Pembanding Forum Komunikasi Agribisnis Bidang Ekonomipada Seminar Tanggapan Pendidikan Tinggi dalam Bidang Agroindustri Menghadapi Era PasarBebas, Cisarua Bogor, Desember Bogor. Sawit, M.H dan Kasryno, F Strategi Peningkatan SDM dan Produktivitas dalam Rangka Pembangunan Pertanian. Prosiding Lokakarya Nasional Perhepi. Jakarta. Sawit, M. Husein Perubahan Kesempatan Kerjadan Tingkat Upah di Perdesaan Jawa: Implikasi Untuk Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 5(2): Bogor. Sigit, H Transformasi Tenaga kerja dalam Prisma. Lembaga Penelitian, Penerbit dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. Simanjuntak, Payaman. J Pengantar Ekonomi Sumber daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sukirno, S Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sulistyaningsih, Endang Dampak Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Struktur Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia : Suatu Pendekatan Input-Output. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Swasono, Y dan Sulistyaningsih, E Pengembangan Sumber daya Manusia: Konsepsi Makro Untuk Pelaksanaan di Indonesia. CV Izufa Gempita, jakarta. Todaro, MP. And S.C. Smith Economic Development, 10 th Edition. Pearson Education Ltd, UK. Todaro, M Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Terjemahan Erlangga, Jakarta. Winoto, J Transformasi Struktur Perekonomian dan Ketenaga kerjaan Nasional Dalam Transformasi Sektor Pertanian ke Sektor Industri Implikasinya Kepada Kebutuhan Tenaga Kerja. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

90 Yannetri, E Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanianke Sektor Non Pertanian di Sumatera Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yusdja, Y Latar Belakang dan Metodologi Penelitian Patanas di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 4 (1):

91 74 LAMPIRAN Lampiran 1 Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Sumber Data Dan Output Penelitian Tujuan No penenlitian 1 Menganalisis Struktur perekonomian Provinsi Lampung 2 Menganalisis faktor-faktor kesempatan tenaga kerja 3 Menganalisis perubahan struktural tenaga kerja Metode analisis Analisis Deskriptif Analisis Ekonometrik, Deskriptif Analisis Ekonometrik, Deskriptif Sumber data Data time series ( ) PDRB, statistik kesejahteraan rakyat, keadaan angkatan kerja, satistik keuangan. Sumber: BPS, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Tenaga kerja, Depnaker, Deperindag, Deptrans, BKPM, Bappeda, dan referensi yang relevan. Output penelitian Analisis struktur perekonomian Provinsi Lampung Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan tenaga kerja Faktor yang mempengaruhi perubahan struktural tenaga kerja

92 75 Lampiran 2 TPAK Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, Dan Daerah Tempat Tinggal Di Indonesia Tahun 2010 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi Jenis Kelamin Daerah Tempat Tinggal Total Laki-laki Perempuan Perkotaan Perdesaan Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep.Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Nasional Sumber: BPS, Sensus Pertaniain 2010

93 76 Lampiran 3 Penduduk Pulau Sumatera Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 Provinsi Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau INDONESIA Catatan: Termasuk Penghuni Tidak Tetap (Tuna Wisma, Pelaut, Rumah Perahu, dan Penduduk Ulang-alik/Ngelaju) Sumber: Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995

94 77 Lampiran 4 Grafik Sensus Pertanian Tahun 2013 Provinsi Lampung Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

95 78 Lampiran 5 Peta Sebaran Jumlah Sapi dan Kerbau Tahun 2013 (ekor) Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

96 79 Lampiran 6 Peta Penyebaran Perusahaan Pertanian Tahun 2013 (unit) Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

97 80 80 Lampiran 7 Peta Sebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2013 (rumah tangga) Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

98 81 Lampiran 8 Peta Sebaran Rumah Tangga Petani Gurem Tahun 2013 (rumah tangga) Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

99 82 Lampiran 9 Penyebaran Rumah Tangga Usaha Pertanian Tahun 2013 (unit) Sumber: BPS, sensus pertanian tahun 2013

PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGA KERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG

PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGA KERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG PERUBAHAN STRUKTURAL TENAGA KERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN DI PROVINSI LAMPUNG Labor Structural Transformation of Agriculture to Non Agriculture's Sector in Lampung Province Okwan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR STRUKTUR EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Fitriadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman Abstract Economic structure of the province of East Kalimantan, tend not to change because it is still

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014 TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada masalah pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT Agriculture is a leading sector in Aceh economy, showed

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang terdiri dari 28 Kecamatan, 294 Pekon dan 10 kelurahan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci