STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) PADA SISTEM PEMELIHARAAN EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF DESA TAWALI KECAMATAN WERA KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI NURUL JANNAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN NURUL JANNAH. D Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Hj. Komariah, M. Si. : Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi yang mengembangkan sapi bali. Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS) merupakan program yang dicanangkan oleh Gubernur NTB untuk mendukung program pemerintah swasembada daging nasional pada tahun Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung program ini. Salah satunya adalah Desa Tawali di Kabupaten Bima. Sapi bali di Desa Tawali dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan pertanian menjadikan ancaman bagi pengembangan sapi bali di desa ini. Strategi pengembangan sapi bali dengan pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dibutuhkan untuk mendukung secara optimal program NTB-BSS. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan jumlah peternak yang dijadikan responden sebanyak 42 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan 16 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif disusun menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Strategi yang diperoleh dari analisis SWOT untuk pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah dengan pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta, pembuatan hay, menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT (Hijauan Makanan Ternak) yang berkualitas dan membentuk kelompok peternak. strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah pembuatan gudang penyimpanan pakan, mengadakan pelatihan pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui kerjasama dengan pemerintah, kerjasama pengadaan pakan antara anggota kelompok dan melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok. Kata-kata kunci: sapi bali, NTB, sistem pemeliharaan, strategi pengembangan

3 ABSTRACT Development Strategy of Bali Cattle (Bos javanicus) In Extensive and Semi Intensive Farming System in Tawali Village Subdistrict Wera Bima Regency West Nusa Tenggara Jannah, N, Komariah, D. J. Setyono West Nusa Tenggara has a program called Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS). The highest population cattle in NTB was bali cattle. Tawali village in NTB was one of village which developed bali cattle in two farming system. Farming system in Tawali village were extensive and semi intensive. The aims of this study arranged development strategy of bali cattle in two diferrent farming system. Primary data obtained from 42 farmers who farmed with extensive farming systems and 16 farmers who farmed in semi intensive. Secondary data obtained from the village government and related agencies. The Strategies formula of development bali cattle with extensive farming system is purchase breed of bali cattle from the government and the private sector, making hay, using moor for the cultivation of forage with good quality and forming groups of farmers. The strategies formula of development bali cattle with semi intensive farming system is making a warehouse for food storage, organize training about recording of reproduction animal and recording about animal health with cooperation with the government, cooperation between members of the group to supply forage and meet regularly to exchange information between members of the group. Keywords: cattle bali, NTB, system maintenance, development strategy

4 STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI BALI (Bos javanicus) PADA SISTEM PEMELIHARAAN EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF DESA TAWALI KECAMATAN WERA KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT NURUL JANNAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat : Nurul Jannah : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Hj. Komariah, M.Si) (Ir. Dwi Joko Setyono, MS) NIP NIP Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc) NIP Tanggal Ujian :.. Tanggal Lulus :..

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Nurul Jannah dilahirkan di Kefamenanu Nusa Tenggara Timur pada tanggal 17 September Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ibrahim, S. E. dan Ibu Aminah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 06 Bima. Pendidikan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTS Negeri Kota Bima. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Kota Bima. Penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun Semasa di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif berorganisasi di HIMAPROTER selama 2 periode yakni pada tahun di divisi ruminansia. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti magang di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrahiim Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Skripsi ini disusun dibawah bimbingan Ir. Hj. Komariah, MSi dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Peternak yang berada di Desa Tawali memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Strategi pengembangan sapi bali dengan dua sistem pemeliharaan ini diperlukan agar pengembangan sapi bali di Desa Tawali ini berjalan optimal sehingga dapat mendukung program pemerintah Nusa Tenggara Barat yang mencanangkan Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS). Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan sripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... iv v vi vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Sapi Bali... 3 Sistem Pemeliharaan... 5 Strategi Pengembangan... 6 Analisis Lingkungan Internal... 6 Analisis Lingkungan Eksternal... 7 Analisis SWOT... 8 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis SWOT Analisis Sifat Reproduksi Uji-t HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Tawali Keadaan Demografi dan Topografi (Potensi Wilayah) Karakteristik Usaha Ternak Sapi Bali Analisis Lingkungan Internal Pemeliharaan Sapi Bali... 17

9 Manajemen Pemeliharaan Ekstensif Semi Intensif Pemasaran Sapi Bali Keuangan Ekstensif Semi Intensif Sumber Daya Manusia Umur Tingkat Pendidikan Mata Pencaharian Lama Beternak Analisis Lingkungan Eksternal Pemeliharaan Sapi Bali Ekonomi Teknologi Kebijakan Pemerintah Sosial, Budaya dan Lingkungan Performa Sifat Reproduksi Analisis SWOT Matriks IFAS dan EFAS Sistem Pemeliharaaan Ekstensif Sistem Pemeliharaaan Semi Intensif Strategi Pengembangan Sistem Pemeliharaaan Ekstensif Sistem Pemeliharaaan Semi Intensif KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Matrik Evaluasi Internal (IFAS) Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Matriks SWOT Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Bali Sebaran Umur Peternak Sapi Bali di Desa Tawali Sebaran Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Bali Populasi Ternak Desa Tawali Sifat Reproduksi Sapi Bali yang Dipelihara pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif... 43

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Sapi Bali Jantan Sapi Bali Betina Matrik Grand Strategy Kandang Sapi Bali Matriks Grand Strategy Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif di Desa Tawali... 39

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali merupakan ternak dwiguna yang sering digunakan sebagai ternak pekerja dan ternak sumber penghasil daging. Sapi bali banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Daerah-daerah yang mengembangkan sapi bali diantaranya adalah daerah Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali dan Kalimantan. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah memiliki fertilitas yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan beriklim tropik. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu propinsi yang mengembangkan dan memelihara sapi bali. Kemampuan adaptasi yang baik dari sapi bali pada kondisi lingkungan yang kering (merupakan karakteristik kondisi alam propinsi NTB) menjadikan sapi bangsa ini tepat untuk dikembangkan di daerah NTB. Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS), merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh Gubernur NTB. Program ini dimaksudkan untuk mendukung adanya program swasembada daging nasional pada tahun Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung program ini dengan memaksimalkan potensi lokal. Kota dan kabupaten yang memiliki potensi dioptimalkan sebagai daerah pengembangan sapi. Salah satu Desa yang mengembangkan sapi bali di Kabupaten Bima adalah Desa Tawali. Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Desa ini memiliki luas 2900 ha dengan suhu rata-rata desa 27,61 o C dengan suhu terendah 21,3 o C dan suhu tertinggi 36,1 o C dengan kelembaban udara rata-rata 75,58%. Curah hujan di Desa Tawali adalah 757 mm/tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Lama bulan kering 8 bulan-9 bulan dan lama bulan basah 3 bulan-4 bulan (Pemerintah Kabupaten Bima, 2012). Sapi bali merupakan satu-satunya bangsa sapi yang dipelihara oleh masyarakat di Desa Tawali. Pemeliharaan sapi bali di desa ini menggunakan dua sistem pemeliharaan yakni sistem pemeliharaan secara ekstensif dan sistem pemeliharaan secara semi intensif. Meningkatnya kebutuhan akan lahan yang digunakan untuk lahan pertanian dan pemukiman bagi penduduk, penyakit yang menyerang sapi bali serta kualitas

13 hijauan yang rendah pada musim kemarau menjadi ancaman bagi pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun strategi pengembangan sapi bali baik yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif maupun sistem pemeliharaan semi intensif. Strategi diperoleh dari hasil analisis faktor internal dan eksternal dari suatu usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan. Analisis faktor internal dan faktor eksternal dari usaha pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dilakukan untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali guna mengoptimalkan Desa Tawali dalam mendukung program NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia bagian Barat (Talib et al., 2003). Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan (2011) rumpun sapi potong yang terbanyak dipelihara di Indonesia adalah rumpun sapi bali mencapai 4,8 juta ekor (32,31%). Pada Negara berkembang beternak sapi bali dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat memperbaiki sektor ekonomi dari negara tersebut (Rouse, 1969). Gambar 1. Sapi Bali Jantan Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012) Gambar 2. Sapi Bali Betina Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012)

15 Sapi bali merupakan bangsa sapi yang memiliki fertilitas tinggi meskipun berada pada kondisi kekurangan nutrisi pakan dan mampu beradaptasi pada lingkungan yang kurang baik (Toelihere, 2003). Sapi bali memiliki keistimewaan dalam hal daya reproduksi, persentase karkas serta kualitas daging, tetapi memiliki keterbatasan dalam hal kecepatan pertumbuhan dan ukuran bobot badan (Diwyanto dan Priyanti, 2008). Karakteristik fisik dari sapi bali diantaranya adalah memiliki ukuran badan sedang, berdada dalam, seringkali memiliki warna bulu merah, warna keemasan dan coklat tua namun warna ini tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam. Pada bagian lutut ke bawah berwarna putih dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantatnya. Ciri fisik lainnya yang dapat ditemui pada sapi bali adalah terdapatnya suatu garis hitam yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa. Pada waktu lahir anak-anaknya yang jantan atau betina keduanya memiliki warna bulu keemasan sampai warna coklat kemerah-merahan dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki (Williamson dan Payne, 1993). Sapi ini merupakan hasil domestikasi dari banteng, dengan rata-rata berat pejantan 360 kg dan berat betina rata-rata 270 kg. Pada pejantan yang dikastrasi akan terjadi perubahan warna bulu menjadi lebih gelap setelah 4 bulan dilakukan kastrasi, sedangkan pada betina yang telah berumur 1 tahun akan memiliki warna bulu berwarna coklat (Rouse, 1969). Sapi bali mencapai dewasa kelamin pada umur berkisar antara 12 bulan-24 bulan (Fordyce et al., 2003). Umur kawin pertama pada sapi bali yang dianjurkan yakni pada umur 14 bulan-22 bulan (Toelihere, 1977). Aspek reproduksi lainnya pada sapi bali diantaranya adalah tingkat kelahiran yang merupakan salah satu aspek penting dalam usaha peternakan. Kondisi yang paling baik adalah seekor induk mampu menghasilkan satu anak setiap tahunnya (Ball dan Peters, 2004). Bamualim dan Wirdahayati (2003) menyebutkan bahwa sapi bali di Nusa Tenggara Barat memiliki nilai tingkat kelahiran anak sebesar 75%-90%. Tingkat kelahiran dihitung dari jumlah anak dibagi jumlah total sapi betina dewasa dalam satu tahun (Martojoyo, 2003). Kematian anak pada sapi bali dipengaruhi oleh beberapa faktor di Nusa Tenggara Timur. Penyebab kematian anak sapi bali adalah 4

16 kesulitan makanan pada musim kemarau panjang, persediaan yang kurang atau tidak cukup dan adanya parasit (Mallessy et al, 1990). Persentase kematian anak sapi bali di daerah Sumbawa adalah sebesar 7%-31% dan di daerah Lombok 2%-14% (Bamualim dan Wirdahayati, 2003). Umur sapi bali beranak untuk pertama kali adalah 2 tahun, hal ini bergantung pada pakan yang diberikan (Toelihere, 1981). Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya induk beranak pertama kali pada umur 3 tahun, hal ini tergantung pada bangsa ternak, pemberian pakan pada ternak dan pengelolaan lainnya. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan di Indonesia terdiri dari pemeliharaan secara ekstensif, intensif dan semi intensif. Pemeliharaan secara ekstensif didefinisikan sebagai sistem pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara secara bebas, merumput yang tumbuh secara alam atau tanaman yang tidak dipakai untuk keperluan pertanian (Williamson dan Payne, 1993). Sistem pemeliharaan ekstensif ternak dilepas di padang penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan betina (Graser, 2003). Pada sistem pemeliharaan ini aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Keuntungan dari sistem pemeliharaan ini adalah biaya produksi yang sangat minim (Parakkasi, 1999). Pada pemeliharaan ekstensif nutrisi yang berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak digunakan sebesar 65%-85% untuk kebutuhan hidup pokok. Ternak mencapai bobot potong yang lebih lama yakni 3 tahun-6 tahun (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan secara intensif didefinisikan sebagai sistem pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara dengan sistem kandang yang dibuat secara khusus (Williamson dan Payne, 1993). Pengertian sistem pemeliharaan intensif lainnya dijelaskan oleh Parakkasi (1999) sebagai pemeliharaan hewan ternak dengan dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem pemeliharaan lainnya yakni sistem pemeliharaan semi intensif, seringkali disebut dengan sistem pemeliharaan campuran. Pada sistem pemeliharaan ini petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan bahan makanan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999). 5

17 Strategi Pengembangan Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Rangkuti, 1997). Siagian (2008) menjelaskan strategi merupakan cara yang akan digunakan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai. Suatu strategi harus merupakan hasil dari analisis kekuatan, kelemahan yang terdapat pada suatu perusahaan dan berbagai kemungkinan peluang yang akan timbul serta ancaman yang akan dihadapi. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang (David, 2009). Strategi pada suatu perusahaan dapat dikembangkan untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Perencanaan strategis merupakan proses analisis, perumusan dan evaluasi dari strategi-strategi yang telah dibuat dari suatu perusahaan. Tujuan dari perencanaan strategis ini adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan eksternal. Perencanaan strategis merupakan hal penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang dimiliki (Rangkuti, 1997). Analisis Lingkungan Internal Strategi harus memperhitungkan secara realistik dari kemampuan perusahaan dalam menyediakan berbagai daya, sarana, prasarana dan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi tersebut (Siagian, 2008). David (2009) menjelaskan bahwa kekuatan dan kelemahan yang termasuk dalam lingkungan internal merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Penilaian kekuatan dan kelemahan didasarkan pada: 1. Manajemen Manajemen merupakan suatu sistem yang mengatur suatu organisasi. Manajemen ini terdiri dari lima aktivitas pokok diantaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, penempatan staf dan pengkontrolan. 2. Pemasaran Pemasaran didefinisikan sebagai proses pendefinisian, pengantisipasian, penciptaan, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk dan jasa. Fungsi dari pemasaran diantaranya adalah analisis konsumen, penjualan 6

18 produk, perencanaan produk dan jasa, penetapan harga, distribusi, riset pemasaran dan analisis peluang. 3. Keuangan Menentukan kekuatan dan kelemahan kondisi keuangan pada suatu organisasi sangat penting, hal ini disebabkan kondisi keuangan digunakan untuk merumuskan strategi secara efektif. Kondisi keuangan pada suatu organisasi kerap kali dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik posisi kompetitif perusahaan sebagai daya tarik bagi investor. 4. Produksi Fungsi dari operasi pada suatu usaha mencakup seluruh aktivitas yang mengubah input (masukan) menjadi barang atau jasa (output). Manajemen produksi menangani masukan, transformasi dan keluaran yang beragam dari satu industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain. 5. Penelitian dan pengembangan Organisasi yang menjalankan strategi pengembangan produk perlu memiliki orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. Penelitian dan pengembangan dilakukan untuk mengembangkan produk-produk baru untuk meningkatkan kualitas produk. 6. Sistem informasi manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan bagi semua keputusan manajerial. Tujuan dari sistem informasi manajemen adalah untuk meningkatkan kinerja sebuah bisnis dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. Sistem informasi manajemen yang efektif mengumpulkan, mengkodekan, menyimpan, mensintesa dan menyajikan informasi. Analisis Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan faktor-faktor yang berada diluar kemampuan suatu organisasi untuk mengendalikannya. Penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal dari suatu perusahaan akan memungkinkan teridentifikasinya peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan (Siagian, 2008). Pearce dan Robinson (2009) membagi lingkungan eksternal ini ke dalam tiga sub kategori diantaranya adalah faktor-faktor dalam lingkungan jauh, lingkungan industri, dan lingkungan operasional. Lingkungan jauh 7

19 terdiri dari berbagai kekuatan dan kondisi yang timbul terlepas dari suatu perusahaan. Kekuatan dan kondisi tersebut dapat bersifat politik, ekonomi, teknologi, keamanan, hukum, sosial budaya, pendidikan dan kultur dari masyarakat. Lingkungan industri memiliki dampak pada kegiatan-kegiatan operasional organisasi seperti situasi persaingan dan situasi pasar yang memberikan pengaruh pada pemilihan alternatif strategi yang diperkirakan mendukung organisasi mencapai tujuannya (Siagian, 2008). Lingkungan operasional dipengaruhi oleh daya saing dari perusahaan. Lingkungan operasional terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok, kreditor dan tenaga kerja (Pearce dan Robinson, 2009). Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) Pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan yang berbeda di Desa Tawali dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi usaha sapi bali sehingga dapat disusun strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk pengembangan ternak sapi bali di desa ini. Penyusunan strategi dapat dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 1997). Analisis SWOT merupakan salah satu metode yang popular digunakan untuk menghasilkan suatu strategi, hal ini didasari asumsi bahwa strategi yang efektif diperoleh dari faktorfaktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) (Pearce dan Robinson, 2009). Alat yang dapat digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis yakni matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi agar dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Penggunaan matrik ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yang dapat digunakan diantaranya adalah : (1) strategi SO yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya. (2) Strategi ST yakni strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada. 8

20 (3) Strategi WO yakni memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. (4) Strategi WT yakni strategi berusaha meminimalkan kelemahan yang ada untuk menghindari adanya ancaman (Rangkuti, 1997). David (2009) menjelaskan terdapat delapan langkah dalam membentuk sebuah matriks SWOT diantaranya adalah: 1. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan 2. Membuat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan 3. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan 4. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan 5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal sehingga diperoleh strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal sehingga diperoleh strategi WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal sehingga diperoleh strategi ST 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal sehingga diperoleh strategi WT 9

21 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011di Desa Tawali Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Materi Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak sapi bali yang berada di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Peternak yang diwawancarai berjumlah 58 peternak yang terdiri dari 42 peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan ekstensif dan 16 peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bima, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima dan Dinas Pemerintah Desa Tawali. Alat yang digunakan adalah borang kueisioner, alat tulis dan alat dokumentasi. Metode Responden dalam penelitian dipilih berdasarkan metode purposive sampling dimana ditetapkan beberapa kriteria yakni: (1) merupakan penduduk Desa Tawali; (2) memiliki sapi bali; (3) memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif atau semi intensif; (4) bersedia diwawancarai. Teknik pengumpulan data berdasarkan observasi dan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum Desa Tawali berupa keadaan topografi, keadaan demografi, manajemen pemeliharaan, serta profil Desa Tawali. Analisis SWOT (Rangkuti, 1997) Analisis ini digunakan untuk mengetahui aspek internal berupa kelemahan dan kekuatan. Aspek eksternal berupa peluang dan ancaman ketika akan merencanakan pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Penyusunan perencanaan

22 strategi terdapat beberapa tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Data diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai faktor internal atau faktor eksternal pada usaha peternakan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Data yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan kemudian disusun ke dalam tabel IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary) dan tabel EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary) untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal dan strategis eksternal dari usaha peternakan sapi bali. Tahapan dari pembuatan tabel IFAS dan EFAS ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor-faktor dalam pembuatan tabel IFAS dan peluang dan ancaman sebagai faktor-faktor dalam pembuatan tabel EFAS dari usaha peternakan sapi bali ditempatkan pada kolom pertama. 2. Faktor-faktor tersebut kemudian diberikan bobot masing-masing dengan skala 1 (paling penting) hingga 0 (tidak penting), penentuan bobot ini didasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap usaha sapi bali. Pembobotan faktorfaktor ini ditempatkan pada kolom kedua. 3. Pada kolom ketiga ditempatkan nilai rating dari faktor-faktor yang diperoleh dengan memberikan skala mulai dari angka 4 (paling berpengaruh) hingga 1(tidak berpengaruh) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap usaha sapi bali di Desa Tawali. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh nilai pembobotan pada kolom 4. Matriks IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. 11

23 Tabel 1. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) No. Faktor Internal Bobot (B) Rating (R) Nilai (BxR) Kekuatan (Strenght) : Kelemahan (Weakness) : Total Tabel 2. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) No. Faktor Eksternal Bobot (B) Rating (R) Nilai (BxR) Peluang (Opportunities) : Ancaman (Threats) : Total Faktor-faktor yang berpengaruh pada usaha kemudian disususun kedalam matrik SWOT untuk menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi peternak sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki peternak dalam menjalankan usaha sapi bali ini. Matrik ini dapat menghasilkan empat alternatif strategis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Posisi usaha dari sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali dapat dilihat pada matrik Grand Strategy. Matrik Grand Strategy diperoleh dari total nilai matriks IFAS dan EFAS. Matrik Grand Strategy dapat dilihat pada Gambar 3. 12

24 Tabel 3. Matriks SWOT (Rangkuti, 1997) Faktor Eksternal Faktor Internal Opportunities (O) Faktor-faktor peluang usaha sapi bali Threats (T) Faktor-faktor ancaman usaha sapi bali Strengths (S) Faktor-faktor kekuatan usaha sapi bali Strategi SO Strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman Weakness (W) Faktor-faktor kelemahan usaha sapi bali Strategi WO Strategi yang memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan Strategi WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Peluang IV Turnaround I Agresif Kelemahan Kekuatan III Defensif II Diversifikasi Ancaman Gambar 3. Matrik Grand Strategy Sumber : Rangkuti (1997) Keterangan : Kuadran I : Strategi agresif yakni pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada. Kuadran II : Strategi diversifikasi yakni pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk menghindari ancaman yang ada. Kuadran III : Strategi defensif yakni pengembangan dengan melakukan usaha-usaha defensif serta menghindari ancaman. Kuadran IV : Strategi turnaround yakni strategi pengembangan dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki. 13

25 Analisis Sifat Reproduksi Sifat reproduksi dianalisis berdasarkan data hasil wawancara. Sifat reproduksi sapi bali yang dianalisis adalah umur pubertas yaitu umur organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan terjadi, umur kawin pertama yakni umur pertama kali sapi bali dikawinkan, persentase kematian anak, umur induk melahirkan pertama, persentase tingkat kelahiran anak yang dihitung dari jumlah anak dibagi jumlah total sapi betina dewasa dalam satu tahun dan rasio jantan dan betina. Uji-t Uji t digunakan untuk membandingkan sifat-sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Walpole (1997) merumuskanya sebagai berikut: Keterangan : X 1 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 1 X 2 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 2 n 1 : jumlah sampel 1 n 2 : jumlah sampel 2 S : simpangan baku Do : selisih dua rataan yang berbeda 14

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Tawali Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Tawali merupakan Ibukota Kecamatan Wera. Desa Tawali terletak 35 m dari permukaan laut (DPL). Desa Tawali memiliki luas wilayah sebesar 2900 ha. Batas-batas wilayah desa Tawali ini diantaranya sebagai berikut: Sebelah Selatan : Desa Nunggi Sebelah Timur : Desa Oitui Sebelah Utara : Desa Hidirasa Sebelah Barat : Desa Wora Keadaan Demografi dan Topografi (Potensi Wilayah) Jumlah penduduk Desa Tawali berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2010) terdiri atas 2277 jiwa laki-laki dan 2505 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Tawali sebanyak 1273 jiwa. Berdasarkan keadaan topografi Desa Tawali memiliki luas wilayah sebesar 2900 ha. Lahan yang terdapat di desa ini diusahakan untuk ditanami tanaman padi, kacang tanah dan bawang merah. Pola tanam yang dilakukan masyarakat desa selama satu tahun adalah padi-padi-palawija dan pola tanam lainnya yakni padi-padi-bawang merah. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Wera yang menyuplai kacang tanah dan bawang merah yang menempatkan Kecamatan Wera sebagai urutan pertama penghasil kacang tanah dan urutan ke tiga kecamatan penghasil bawang merah. Iklim merupakan salah satu hal penting untuk diketahui pada suatu daerah. Iklim merupakan gabungan dari beberapa elemen diantarannya adalah suhu, kelembaban, curah hujan, pergerakan angin, radiasi, tekanan udara dan ionisasi (Williamson dan Payne, 1993). Suhu rata-rata desa ini adalah 27,61 o C dengan suhu terendah 21,3 o C dan suhu tertinggi 36,1 o C dengan kelembaban udara rata-rata 75,58%. Kecepatan angin rata-rata per tahun sebesar 3,5 m/s. Luas tegalan 1020 ha dan luas perkebunan 101 ha (Badan Pusat Statistik, 2010).

27 Karakteristik Usaha Ternak Sapi Bali Motivasi peternak merupakan salah satu aspek penting pada suatu usaha peternakan. Motivasi peternak yang paling banyak dalam menjalankan usaha ternak sapi bali di Desa Tawali adalah sebagai tabungan masa depan dan menambah penghasilan. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Sudrajat dan Pambudy (2003) bahwa peternak tradisional lebih memilih ternak sebagai alternatif usaha menyimpan dana. Hadiyanto (2007) menjelaskan bahwa salah satu ciri peternakan skala kecil adalah ternak dimanfaatkan sebagai tabungan. Bahan pakan adalah sesuatu yang dapat dikonsumsi oleh ternak, dicerna dan diserap dengan baik sebagian atau seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ternak yang bersangkutan (Sukria dan Krisnan, 2009). Berlimpahnya limbah pertanian dan luasnya ladang penggembalaan ternak di desa ini membuat biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam mengusahakan sapi bali menjadi kecil. Penggunaan pakan berupa limbah pertanian dan biaya produksi yang rendah menunjukkan bahwa usaha sapi bali di Desa Tawali merupakan peternakan skala kecil dan tradisional. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hadiyanto (2007) yang menyatakan bahwa peternakan dengan skala yang kecil memiliki ciri-ciri diantaranya adalah berkesinambungan karena didukung oleh sumber daya lokal yang dapat diperbahrui, terjadi pendaurulangan limbah pertanian campuran yang terintegrasi, biaya pakan rendah, kandang dan peralatan menggunakan bahan lokal, biaya produksi rendah dan dimanfaatkan sebagai tabungan. Peternak sapi bali di Desa Tawali rata-rata memiliki sapi bali sebanyak 1-5 ekor dengan persentase 50% untuk peternak yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan sebesar 93,75% untuk peternak yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan semi intensif. hal ini menunjukkan bahwa Desa Tawali merupakan peternakan dengan skala kecil. Bamualim dan Tiesnamurti (2009) menyatakan bahwa peternakan sapi potong didominasi oleh peternak dengan skala kecil dengan rata-rata kepemilikan ternak sebanyak 2-3 ekor sapi/kk. Jumlah kepemilikan sapi bali peternak di Desa Tawali dapat dilihat pada Tabel 4. 16

28 Tabel 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Bali Jumlah Ternak Sapi Bali (Ekor) Jumlah Responden Persentase Ekstensif Semi Intensif Ekstensif Semi Intensif 1 ekor-5 ekor ,75 6 ekor- 10 ekor ,33 6,25 >10 ekor ,67 0 Jumlah Sumber : Data yang diolah (2011) Analisis Lingkungan Internal Pemeliharaan Sapi Bali Lingkungan internal merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi (David, 2009). Analisis faktor-faktor internal dibutuhkan untuk menganalisis sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif untuk memberikan penilaian kondisi internal dari usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Berdasarkan analisis lingkungan internal pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dibagi menjadi empat bagian diantaranya adalah manajemen pemeliharaan sapi bali pada masing-masing sistem pemeliharaan, pemasaran sapi bali, keuangan dari peternak sapi bali untuk masing-masing sistem pemeliharaan dan sumber daya manusia untuk usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Manajemen Pemeliharaan Sistem pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dilakukan dengan dua sistem pemeliharaan yakni sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Manajemen pemeliharaan untuk masing-masing sistem pemeliharaan dijelaskan sebagai berikut: Ekstensif. Pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dilakukan dengan melepas sapi ke padang penggembalaan tanpa dikandangkan. Ternak melakukan aktivitas seperti makan, kawin dan beranak di padang penggembalaan. Sistem pemeliharaan ini dapat digolongkan kedalam sistem pemeliharaan ekstensif sebagaimana yang dikemukakan oleh Parakkasi (1999) yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ekstensif merupakan sistem peliharaan dimana ternak melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan di 17

29 padang penggembalaan. Peternak melakukan pengontrolan ternak sebanyak 1-2 kali dalam satu bulan. Peternak memberikan tambahan mineral berupa garam dapur pada ternak yang dipelihara pada saat melakukan pengontrolan ternak. Bibit sapi bali diperoleh peternak dari peternak lainnya yang berada di Desa Tawali atau desa lain yang berada disekitar desa. Pencatatan ternak tidak dilakukan oleh peternak. Sebagian peternak sapi bali memberikan tanda berupa sobekan telinga untuk membedakan dengan sapi bali milik peternak lain dan sebagian lainnya memberikan tanda berupa kalung yang dipasangkan di leher ternak. Pakan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ini bergantung pada ketersediaan alam. Rumput lapang merupakan sumber pakan dari ternak selain beberapa legum pohon dan daun-daunan tanaman yang berada di sekitar ladang penggembalaan. Berdasarkan pakan yang dikonsumsi oleh sapi bali ini dapat dikategorikan pada sistem pemeliharaan ekstensif. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pada siste m pemeliharaan ekstensif ternak menggantungkan sepenuhnya sumber pakan pada padang penggembalaan. Sapi bali yang dipelihara sulit mendapatkan penanganan kesehatan jika ternak terserang penyakit. Hal ini disebabkan oleh lokasi padang penggembalaan yang jauh dari pemukiman milik peternak. Kondisi ini akan merugikan peternak sebagaimana yang dijelaskan oleh Williamson dan Payne (1993) bahwa penyakit pada ternak merupakan faktor pembatas keuntungan bagi peternak. Produksi ternak akan berkurang sebanyak persen jika terserang penyakit. Semi intensif. Sistem pemeliharaan lainnya yang diterapkan peternak yakni sistem pemeliharaan semi intensif. Sistem pemeliharaan secara semi intensif ini merupakan sistem pemeliharaan yang baru diterapkan di Desa Tawali. Sistem ini dilakukan oleh sekelompok peternak yang tergabung dalam kelompok peternak yang dibentuk oleh seorang SMD (Sarjana Membangun Desa). Ternak dipelihara dalam sebuah kandang sederhana yang terletak di sekitar rumah peternak masing-masing dengan bentuk kandang kelompok yang terdiri dari beberapa ekor ternak. Ternak dilepas pada pagi hari sekitar jam dan dikandangkan kembali pada jam Kandang merupakan salah satu aspek penting dalam suatu usaha peternakan, hal ini disebabkan fungsi dari kandang itu sendiri yang dapat melindungi ternak dari perubahan cuaca yang ekstrim. Fungsi kandang diantaranya adalah melindungi 18

30 ternak dari perubahan cuaca atau iklim, melindungi ternak dari penyakit, menjaga ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum dan perkawinan serta meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, 2010). Kandang akan memberikan pengaruh pada kesehatan ternak (Masudana, 1990). Atap kandang terbuat dari rumbia dan terpal. Dinding terbuat dari kayu hutan dan bambu, sedangkan lantai kandang masih berupa tanah. Keadaan kandang terbuka tanpa adanya penghalang bagi angin dan cahaya matahari yang masuk. Tempat pakan bagi ternak terbuat dari ban bekas yang dibalik di letakkan dalam naungan kandang. Air minum disediakan dalam beberapa ember yang ditempatkan dalam naungan kandang. Jenis kandang yang digunakan pada pemeliharaan semi intensif merupakan jenis kandang kelompok yang terdiri dari beberapa ekor ternak selain itu beberapa responden menggabungkan ternak lain berupa kuda ke dalam kandang sapi. Gambar 4. Kandang Sapi Bali Kebersihan kandang merupakan salah satu aspek yang diperhatikan oleh peternak di Desa Tawali. Rata-rata peternak membersihkan kandang mereka minimal satu kali setiap harinya yakni pada pagi setelah ternak dilepas dari kandang. Peralatan kandang merupakan salah satu alat pendukung dalam suatu usaha peternakan. Peralatan yang digunakan peternak dalam menjalankan usaha peternakan diantaranya adalah sapu, sekop dan sabit. Pakan yang diberikan berupa rumput lapang, jerami padi dan jerami kacang tanah selain itu peternak memberikan tambahan pakan yang berupa dedak padi. Pemberian pakan ini dilakukan untuk menunjang pemenuhan nutrisi pada ternak 19

31 yang dilepas pada rentang waktu tertentu. Pemberian dedak padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari sapi bali yang dipelihara. Paat dan Winugroho (1990) melaporkan bahwa produktivitas sapi bali yang dipelihara di pedesaan dapat ditingkatkan dengan pemberian dedak padi sebagai pakan tambahan. Alasan peternak memberikan pakan berupa jerami padi dan jerami kacang tanah adalah karena ketersediaannya yang berlimpah. Jerami padi memiliki kekurangan sebagai sumber pakan diantaranya adalah kandungan lignin yang tinggi menyebabkan ikatan lignin-selulosa dan lignin-hemiselulosa sangat kuat, sehingga hidrolisis enzimatis mikroba didalam rumen sapi sangat rendah derajatnya. Kandungan lignin yang tinggi ini menyebabkan penurunan daya cerna jerami padi sebagai pakan sapi (Hargono, 2004). Pakan berupa limbah pertanian diperoleh dari sawah peternak. Pengangkutan pakan dari tempat pengambilan pakan ke kandang dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua. Frekuensi pemberian pakan dilakukan secara terus menerus sehingga ketersedian pakan di dalam kandang selalu tersedia. Tempat pemberian pakan terbuat dari ban luar bekas kendaraan roda dua. Beberapa tempat pakan diletakkan dalam kandang. Hal ini dilakukan untuk menghindari ternak berebut pakan. Air minum untuk ternak selalu tersedia di dalam kandang. Peternak memberikan pengenal berupa sobekan pada telinga dan kalung pada sapi bali untuk membedakan dengan ternak milik peternak lainnya. Williamson dan Payne (1993) menjelaskan bahwa peternak sebaiknya memberikan tanda agar memudahkan dalam mengidentifikasi ternak yang dimilikinya. Bibit sapi bali berasal dari bantuan pemerintah melalui program SMD. Setiap peternak yang tergabung dalam kelompok mendapatkan bibit sapi bali berupa satu ekor pejantan dan dua ekor betina. Penanganan penyakit merupakan aspek lain pada manajemen pemeliharaan. Peternak sapi bali yang memelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak mengalami kesulitan dalam penanganan ternak, hal ini terkait lokasi pemeliharaan sapi bali yang berada di sekitar rumah peternak. Kemudahan dalam penanganan kesehatan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif menjadikan kekuatan bagi sistem pemeliharaan dengan sistem ini. 20

32 Pencatatan ternak merupakan aspek lainnya dari manajemen pemeliharaan sapi. Pencatatan berfungsi untuk memudahkan dalam pengenalan pada ternak yang dipelihara, memudahkan dalam penanganan, perawatan dan pengobatan pada ternak dan menunjang pelaksanaan program tatalaksana yang lebih baik. Pada peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif pencatatan ternak dilakukan namun belum dilakukan secara optimal. Pemasaran Sapi Bali Sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dijual sendiri oleh peternak pada para pengumpul ternak yang datang ke Desa Tawali. Pengumpul ternak terlebih dahulu akan memberitahukan kedatangannya pada para peternak beberapa hari sebelum kedatangannya pada peternak. Informasi kedatangan pengumpul kemudian disebarkan dari mulut ke mulut antara peternak yang berada di Desa Tawali. Selain dijual kepada pengumpul ternak sapi bali juga dijual kepada warga desa lainnya yang datang langsung ke rumah peternak. Hasil penelitian dari Sukardono et al. (2009) menunjukkan sebagian besar (73,1%) penjagal membeli sapi hidup langsung dari peternak. sebanyak 25,2% membeli dari pasar hewan dan 1,7% dar kelompok-kelompok peternak. Penjagal memotong sapi di Rumah Pemotongan Hewan kecamatan/kabupaten/kota dan menjual daging langsung ke pelanggan perorangan 58,7%, ke pasar 38,5% dan ke restoran-restoran 2,9%. Saluran tata niaga sapi di NTB menunjukkan bahwa subsistem hilir pada agribisnis sapi potong belum berkembang dan masih tradisional. Tidak ada perbedaan harga antara sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Harga sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak berdasarkan bobot badan namun dinilai berdasarkan penampilan fisik. Harga jual sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif berkisar antara Rp / ekor bergantung pada umur dan kondisi fisik sapi bali yang dipelihara. Keuangan Modal adalah faktor penting bagi seseorang yang akan memulai beternak sapi (Masudana, 2009). Aspek modal juga tidak dapat dipisahkan pada usaha 21

33 pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Ekstensif. Modal usaha peternak sapi bali yang menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif berasal dari dana pribadi peternak. Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, biaya pembuatan pakan dan biaya peralatan. Hal ini menjadikan salah satu kekuatan bagi sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif. Biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar dalam suatu usaha peternakan. Mariyono dan Romjali (2007) menjelaskan bahwa biaya pakan dapat mencapai 60%-80% dari keseluruhan biaya produksi. Semi intensif. Pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak mengeluarkan biaya pembelian bibit. Hal ini disebabkan peternak mendapatan bantuan bibit dari pemerintah melalui program SMD. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak berupa biaya pengangkutan pakan yang berasal dari limbah pertanian. Pakan diangkut dari sawah milik peternak. Biaya lainnya adalah biaya perawatan ternak jika terdapat ternak yang sakit. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dapat dilihat dari karakteristik umur, tingkat pendidikan dan mata pencaharian. Karakteristik tersebut dijabarkan sebagai berikut: Umur. Berdasarkan umur peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif sebagian besar berumur 25 tahun-40 tahun dengan persentase sebesar 59,52% dan diikuti dengan peternak yang berumur lebih dari 40 tahun sebanyak 17 responden dengan persentase 40,48%. Umur peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif sebanyak 2 orang responden memiliki umur kurang dari 25 tahun dengan persentase sebesar 12,5%. Sebanyak 7 orang responden yang berumur berkisar antara 25 tahun-40 tahun dengan persentase 43,75% sedangkan responden yang berumur diatas 40 tahun yang mererapkan sistem pemeliharaan semi intensif sebanyak 7 orang responden dengan persentase sebesar 43,75%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intesif berada pada usia produktif. Badan Pusat Statistik (2010) mengelompokkan usia penduduk 22

34 menjadi 3 kelompok diantaranya adalah usia belum produktif (0 tahun-14 tahun), usia produktif (15 tahun-65 tahun) dan usia tidak produktif (66 tahun keatas). Tingginya jumlah peternak yang berada pada usia produktif akan memberikan pengaruh pada produktivitas kerja. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Pasaribu (2007) bahwa usia akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Hal ini didasarkan bahwa produktivitas kerja akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya usia seseorang. Sebaran umur peternak sapi bali di Desa Tawali dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Umur Peternak Sapi Bali di Desa Tawali Umur Peternak (Tahun) Jumlah Responden Persentase Ekstensif Semi Intensif Ekstensif Semi Intensif < , ,52 43,75 > ,48 43,75 Jumlah Sumber : Data yang diolah (2011) Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan merupakan aspek lainnya yang diamati pada penelitian ini. Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan dan pandangan seseorang. Tingkat pendidikan yang memadai transfer teknologi akan mudah terlaksana sehingga dapat memacu pengembangan teknologi pada tingkat petani (Kanro et al., 2002). Sebagian besar tingkat pendidikan peternak sapi bali di Desa Tawali yang memelihara ternaknya dengan sistem pemeliharaan ekstensif adalah lulusan SD dengan persentase 50% dan diikuti oleh peternak yang tidak tamat SD dengan persentase 47,62%. Peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan secara semi intensif tidak tamat SD sebanyak 75%, sebanyak 62,5% untuk peternak yang lulus SD dan SLTP dan diikuti dengan responden yang menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat SLTA sebesar 12,5%. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6. 23

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi:

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi: MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di Kabupaten Belitung, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Kecamatran Tanjungpandan, Badau, dan Membalong pada bulan Agustus

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS Ajat 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi iis.iisrina@gmail.com Dedi Sufyadi

Lebih terperinci

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode yang meneliti suatu objek pada masa sekarang (Nazir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan. Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Agroforestry Koordinator : Ir. Budiman Achmad, M.For.Sc. Judul Kegiatan : Paket Analisis Sosial, Ekonomi, Finansial, dan Kebijakan

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016 50 ANALISIS PERSEPSI DAN HARAPAN PETERNAK SAPI MADURA TERHADAP SISTEM BAGI HASIL TERNAK DI KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN BANGKALAN Agus Widodo 1), Agung Budianto Ahmad 1), Lita Rakhma Yustinasari 2)

Lebih terperinci

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani 1 PANDUAN Mendukung Penyusun : Sasongko WR Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung pada Februari 2015. B. Alat dan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT

Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT 32 Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2013 hingga April 2013. Dengan tahapan pengumpulan data awal penelitian dilaksanakan pada Bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

Lebih terperinci

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi i PETUNJUK PRAKTIS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PAKAN TERNAK SAPI Penyusun: Nurul Agustini Penyunting: Tanda Sahat Panjaitan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Pengembangan Kerbau Lokal sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Daging di Indonesia dengan Recording Information System 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 22 Februari sampai dengan 21 Maret 2016 di wilayah Kecamatan Arjasa, Kecamatan Mangaran dan Kecamatan Besuki,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang III. METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Strategi Pemasaran Strategi Pemasaran ialah paduan dari kinerja wirausaha dengan hasil pengujian dan penelitian pasar sebelumnya dalam mengembangkan keberhasilan strategi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara umum. Sedangkan untuk kajian detil dilakukan di kecamatan-kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km 23 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS OLEH : SURYANI 107040002 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Supriadi R 1), Marhawati M 2), Arifuddin Lamusa 2) ABSTRACT

PENDAHULUAN. Supriadi R 1), Marhawati M 2), Arifuddin Lamusa 2) ABSTRACT e-j. Agrotekbis 1 (3) : 282-287, Agustus 2013 ISSN : 2338-3011 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAWANG GORENG PADA UMKM USAHA BERSAMA DI DESA BOLUPOUNTU JAYA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Business

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lokasi perusahaan Bintang Gorontalo dan waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lokasi perusahaan Bintang Gorontalo dan waktu 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi perusahaan Bintang Gorontalo dan waktu penelitian dimulai pada bulan April 2013 sampai bulan Juni 2013. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah PFH Sapi perah merupakan salah satu ternak yang telah lama menjadi komoditas usaha peternakan. Bangsa Sapi Perah yang umum dipelihara adalah bangsa sapi Peranakan Friesian

Lebih terperinci

POTENSI PETERNAKAN SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DAGING SAPI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

POTENSI PETERNAKAN SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DAGING SAPI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Potensi Peternakan Sapi Potong di Nusa Tenggara Barat dalam Pemenuhan Kebutuhan Daging Sapi dan Penyerapan Tenaga Kerja Sasongko W. Rusdianto dan Farida Sukmawati 473 POTENSI PETERNAKAN SAPI POTONG DI

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 201, p -0 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel 39 I. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian dengan membahas suatu permasalahan dengan cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan pada perusahaan CV Septia Anugerah Jakarta, yang beralamat di Jalan Fatmawati No. 26 Pondok Labu Jakarta Selatan. CV Septia Anugerah

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah desain penelitian pengembangan. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa penelitian pengembangan merupakan metode

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN 37 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN Suhartina dan I. Susanti S Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Sulawesi Barat,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Pelni merupakan perusahaan pelayaran nasional yang bergerak dalam bidang jasa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti oleh penulis. Lokasi penelitian dilakukan di Swalayan surya pusat

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti oleh penulis. Lokasi penelitian dilakukan di Swalayan surya pusat BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian merupakan suatu tempat dimana peneliti akan memperoleh atau mencari suatu data yang berasal dari responden yang akan diteliti oleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, meliputi empat kabupaten yaitu : Kabupaten Takalar, Bone, Soppeng, dan Wajo. Penentuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura ANALISIS STRATEGI SWOT UNTUK MEMPERLUAS PEMASARAN PRODUK KURMA SALAK UD BUDI JAYA BANGKALAN Moh. Sirat ) 1, Rakmawati) 2 Banun Diyah Probowati ) 2 E-mail : rakhma_ub@yahoo.com dan banundiyah@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Domba dan kambing yang dipelihara di Kawasan Usaha Peternakan Berkah Sepuh Farm meliputi domba ekor tipis dan kambing kacang. Domba yang digunakan sebanyak 51 ekor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wawancara di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun

BAB III METODE PENELITIAN. wawancara di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian adalah tempat dimana seorang peneliti melakukan penelitiannya dari proses survei, pengambilan atau pencarian data, dan wawancara

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... RINGKASAN EKSEKUTIF... RIWAYAT HIDUP PENULIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFRTAR LAMPIRAN... i ii v vii ix xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci