UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM SKRIPSI HAMKA SURYA NUGRAHA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM SKRIPSI HAMKA SURYA NUGRAHA F"

Transkripsi

1 UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM SKRIPSI HAMKA SURYA NUGRAHA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERFORMANCE TEST AND FEASIBILITY EVALUATION OF PROTOTYPE SEPARATOR IN PATCHOULI OIL DISTILLATION Hamka Surya Nugraha and Meika Syahbana Rusli Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Bogor, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone , ABSTRACT The purpose of this study was to conduct performance test and feasibility evaluation of patchouli oil separator prototype with flow of distillate more than 1.4 liters/minutes and maximum oil loss at 0.5%, and to compare it with the performance of separators used in an SME (small medium enterprise). Distillation vessel used has a capacity of 380 kg raw material. Performance test of a prototype separator is divided into two groups, i.e. group-a with rate of distillate flow below 1.5 liters/minutes and group-b with above 1.5 liters/minutes. Average distillate temperature is 32 C in group-a and 38 C in group-b. Average rate of distillate flow in group-a is 1.3 liters/minute and in group-b is 1.7 liters/minute. The total volume of the prototype separator is 180 liters, volume of the inner cylinder is 10.6 liters, and the holding time of group-a is 8.2 minutes and group-b is 6.2 minutes. The performance test of the SME separator resulted in average distillate temperature of 36 C, and average distillate flow of 1.5 liters. The total volume of the SME separator is 80 liters, volume of the inner cylinder is 7 liters, and the holding time is 4.7 minutes. Average oil loss during the performance test for separator prototype group-a, group-b and the SME separator is 0.20%, 0.48% and 1.46% respectively. The performance of prototype separator is better than SME separator. The clearness of distillated water from prototype separator is better than from SME separator. Separator prototype is still shows good performance distillate flow of 1.7 liters/minute and distillate temperature below 45 C. Keywords : separator, patchouli oil, holding time, oil loss

3 Hamka Surya Nugraha. F Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli RINGKASAN Separator merupakan alat pemisah minyak dan air distilat dalam proses penyulingan minyak atsiri. Untuk mendapatkan proses pemisahan yang sempurna perlu didisain separator yang sesuai dengan kondisi proses penyulingan dan minyak yang akan dipisahkan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator minyak nilam pada laju destilat diatas 1,4 L/menit dengan batas kelayakan loss minyak sebesar 0,5% dari total minyak yang dihasilkan dan membandingkan dengan kinerja separator yang digunakan di industri kecil menengah (IKM). Penelitian dilakukan di IKM penyulingan minyak nilam Wanatiara Desa Sumurwiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan, pada bulan November 2010 sampai Februari Terdapat dua separator yang diuji kinerjanya, yaitu prototipe separator dan separator IKM sebagai pembanding. Untuk uji kinerja prototipe separator dilakukan 20 uji sedangkan uji kinerja separator IKM 6 kali uji. Data yang diamati adalah suhu distilat, laju distilat, suhu air pendingin, dan minyak yang terbuang (loss) selama penyulingan. Metode penyulingan yang digunakan adalah sistem kukus. Ketel suling yang digunakan memiliki kapasitas 380 kg untuk kadar air bahan 12% -15%. Hasil pengamatan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator dibagi menjadi dua, yaitu kelompok A yang memiliki laju distilat dibawah 1,5 liter/menit (uji ke-1 sampai ui ke-15) dan kelompok B untuk laju distilat diatas 1,5 liter/menit (uji ke-16 sampai uji ke-20). Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 0,96% - 2,05% dengan rata-rata 1,29%(db) pada kelompok A dan 1,43% pada kelompok B. Suhu destilat yang didapat dari keseluruhan data berada pada kisaran 27,8-42,7 C dengan suhu rata-rata 32 C pada kelompok A dan 38 C pada kelompok B. Suhu air pendingin ratarata 26 C dengan laju rata-rata 18 liter/menit. Bobot nilam rata-rata yang diisikan selama proses penyulingan adalah 418 kg (wb) dan 314 kg(db) dengan kadar air rata-rata 26% pada kelompok A dan 19,7% pada kelompok B. Kerapatan bahan rata-rata dalam ketel suling adalah 0,12 kg/liter. Laju destilat rata-rata 1,3 liter/mnt pada kelompok A setara 0,25 liter/kg jam (db) dan 1,7 liter/mnt pada kelompok B setara 0,35 liter/kg jam (db). Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan uji kinerja prototipe separator berkisar antara 0,11-0,62% dengan rata-rata 0,2% pada kelompok A dan 0,48% pada kelompok B. Air buangan pada prototipe separator sudah jernih. Volume total prototipe separator 180 liter, volume silinder dalam 10,6 liter, dan waktu tinggal 8,2 menit pada kelompok A dan 6,2 menit pada kelompok B. Pengaruh laju distilat terhadap loss, sampel dibagi empat kelompok suhu destilat yaitu, C, C, C dan C. Hasilnya laju distilat selalu berbanding lurus dengan loss minyak Tiga kelompok laju distilat yang dibuat untuk melihat pengaruh suhu adalah 1,2 L/menit; 1,3 L/menit; dan 1,4-1,8 L/menit yang menunjukan perubahan suhu distilat berbanding terbalik dengan jumlah loss. Rendemen minyak yang dihasilkan saat uji kinerja separator IKM berkisar antara 0,89-2,17% (db) dengan nilai rata-rata 1,39%(db). Suhu distilat pada evaluasi kinerja separator IKM memiliki rata-rata 36 C dengan suhu distilat secara keseluruhan berkisar antara C. Laju distilat pada evaluasi kinerja separator IKM ini memiliki nilai rata-rata 1,5 liter/menit yang setara dengan 0,29 liter/ kg jam(db). Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan uji kinerja separator IKM berkisar antara 0,94-2,2% dengan rata-rata 1,46%. Bobot jenisnya minyak yang terbuang ini memiliki densitas rata-rata 0,9816 g/ml. Volume total separator IKM adalah 80 liter, volume silinder dalamnya 7 liter dan waktu tinggal 4,7 menit. Prototipe separator IPB untuk pengujian kinerja pada kondisi laju distilat total rata-rata 1,4 liter/menit dan suhu distilat 34 C memiliki loss rata-rata 0,3%. Pada laju distilat rata-rata 1,3 liter/menit nilai loss masih sangat rendah. Pada laju distilat rata-rata 1,7 liter/menit nilai loss masih cukup baik dan dapat dinyatakan layak. Prototipe separator IPB memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan separator IKM. Nilai loss rata-rata prototipe separator IPB tiga sampai tujuh kali lebih sedikit dibandingkan separator IKM pada suhu dan laju distilat yang relatif sama. Air buangan pada separator IKM berwarna kekuningan sedangkan air buangan prototipe separator IPB relatif lebih jernih.

4 UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh HAMKA SURYA NUGRAHA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam Nama : Hamka Surya Nugraha NIM : F Menyetujui Dosen Pembimbing Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr. NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti NIP : Tanggal lulus : September 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Separator Penyulingan Minyak Nilam adalah karya asli saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Yang memberi pernyataan Hamka Surya Nugraha F

7 Hak cipta milik Hamka Surya Nugraha, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

8 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 11 Juli 1988 dari ayah yang bernama M. Rahmat dan Ibu Siti Julaiha. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Pabaki VII, Bandung sampai tahun Penulis menyelesaikan pendidikan menengahnya di SLTP Islam Cipasung, Tasikmalaya pada tahun 2003 dan di MAN Cipasung, Tasikmalaya pada tahun Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Kementrian Agama Republik Indonesia. Penulis memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada pemilihan mayor tahun Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada tahun 2007/2008 penulis adalah anggota FBI (Forum Bina Islami) Fateta. Tahun 2009/2010 penulis adalah Ketua Divisi Minat dan Bakat CSS MoRA IPB yang merupakan organisasi penerima beasiswa dari Kementrian Agama RI. Pada tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri. Penulis melakukan praktek lapang (PL) pada tahun 2009 di PT. Indesso Aroma Cileungsi, Bogor dan menyusun laporan PL dengan judul Teknologi Proses Produksi Black Tea Extract PT. Indesso Aroma Cileungsi Bogor. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menulis skripsi dengan judul Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam di bawah bimbingan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.Agr.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadiran Allah SWT karena atas limpahan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Penyulingan Minyak Nilam sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah : 1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dorongan doa, bimbingan, dan kasih sayang sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan di IPB. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak H. Tarsa beserta keluarga selaku pemilik tempat penyulingan minyak nilam yang telah bersedia memberi tempat penelitian dan membantu selama proses penelitian. 4. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa selama kuliah sampai selesainya skripsi ini. 5. Teman-teman TIN43, CSS Mora IPB43, kontrakan Al-Fikr khususnya Aziz, Budi, Romy dan Ari atas dukungan, saran, semangat, dan persahabatan selama kuliah di IPB. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat, sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Agustus 2011 Penulis v

10 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG TUJUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK NILLAM Komposisi Minyak Nilam Mutu Minyak Nilam PROSES DAN PERALATAN PENYULINGAN Penyulingan Ketel Uap Ketel Suling Kondensor Separator SEPARATOR Disain Separator Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Separator HASIL PENELITIAN TERDAHULU... 7 III. METODOLOGI 3.1. BAHAN DAN ALAT LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator Uji Kinerja Separator IKM Analisis Pengolahan Data IV. PEMBAHASAN 4.1. UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR Kondisi Umum Penyulingan a. Rendemen Minyak Nilam b. Suhu Distilat c. Laju Distilat Kinerja Prototipe Separator IPB a. Kondisi Umum Prototipe Separator IPB b. Loss Minyak Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator UJI KINERJA SEPARATOR IKM Kondisi Umum Penyulingan v vi viii ix x vi

11 a. Rendemen Minyak Nilam b. Suhu Distilat c. Laju Distilat Kinerja Sparator IKM a. Kondisi Umum Separator IKM b. Loss Minyak PERBANDINGAN KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR DENGAN SEPARATOR IKM V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komponen minyak nilam hasil penyulingan skala laboratorium dan IKM... 2 Tabel 2. Karakteristik mutu minyak nilam... 3 Tabel 3. Perbandingan kecepatan partikel minyak naik melewatia air... 9 Tabel 4. Perbandingan rendemen (db), kadar minyak, dan kadar air Tabel 5. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) Tabel 6. Perbandingan peningkatan suhu distilat Tabel 7. Kondisi laju distilat kelompok A Tabel 8. Kondisi laju distilat kelompok B Tabel 9. Perbandingan laju distilat Tabel 10. Data selisih densitas beberapa jenis minyak atsiri dengan air Tabel 11. Perbandingan jumlah loss dari penelitian terdahulu dan hasil pengamatan Tabel 12. Kecepatan partikel minyak nilam naik melewati air Tabel 13. Pengaruh laju dan suhu distilat terhadap loss Tabel 14. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) Tabel 15. Perbandingan peningkatan suhu distilat pada prototipe dan separator IKM Tabel 16. Perbandingan laju distilat prototipe separator dan separator IKM Tabel 17. Perbandingan jumlah loss dari prototipe separator dan separator IKM Tabel 18. Perbandingan uji kinerja prototipe separator dan separator IKM viii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Botol Florentine... 6 Gambar 2 Contoh disain separator untuk minyak yang lebih ringan dari air... 6 Gambar 3 Contoh disain separator untuk minyak yang lebih berat dan atau lebih ringan dari air... 7 Gambar 4. Skema peralatan penyulingan pada penelitian terdahulu... 9 Gambar 5. Skema peralatan penyulingan minyak nilam Gambar 6. Prototipe separator IPB Gambar 7. Separator IKM Gambar 8. Metode uji kenerja pada prototipe separator IPB Gambar 9. Metode uji kinerja separator IKM Gambar 10. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok A Gambar 11. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok B Gambar 12a. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator Gambar 12b. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator Gambar 13 Perbandingan suhu air pendingin dan distilat pada percobaan Gambar 14 Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator Gambar 15. Perubahan laju distilat pada kelompok A Gambar 16. Perubahan laju distilat pada kelompok B Gambar 17. Kondisi umum prototipe separator Gambar 18. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok A Gambar 19. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok B Gambar 20a. Jumlah loss minyak selama penyulingan Gambar 20b. Jumlah loss minyak selama penyulingan Gambar 21a. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada prototipe separator Gambar 21b. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada prototipe separator Gambar 22. Perubahan loss minyak terhadap suhu distilat pada prototipe separator Gambar 23. Perbandingan selisih kadar minyak dan rendemen(db) separator IKM Gambar 24. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja separator IKM Gambar 25. Perubahan laju distilat selama evaluasi kinerja separator IKM Gambar 26. Kondisi umum separator IKM Gambar 27. Persentasi jumlah loss minyak selama evaluasi kinerja separator IKM Gambar 28. Jumlah loss minyak selama penyulingan separator IKM Gambar 29. Perubahan loss terhadap laju distilat pada evaluasi separator IKM Gambar 30. Perubahan loss terhadap suhu distilat pada separator IKM Gambar 31. Perbandingan kondisi air buangan dan loss minyak ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data lapangan uji kinerja prototipe separator Lampiran 2. Data lapangan uji kinerja separator IKM Lampiran 3. Rekapitulasi data lapangan kelompok A uji kinerja prototipe Lampiran 4. Rekapitulasi data lapangan kelompok B uji kinerja prototipe Lampiran 5. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja separator IKM Lampiran 6. Peralatan Proses Produksi Penyulingan IKM Wanatiara Lampiran 7. Rekapitulasi data lapangan penelitian terdahulu Lampiran 8. Metode pengambilan loss minyak x

15 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Minyak nilam merupakan minyak atsiri andalan Indonesia yang menguasai 90% pasokan di pasaran dunia. Produksi minyak nilam Indonesia selalu fluktuatif, nilai ekspor tahun 2004 sampai 2007 memiliki nilai rata-rata ton dan pada tahun 2007 produksi minyak nilam mencapai ton (Ditjen Perkebunan 2009). Tetapi rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan masih menjadi tugas besar bagi semua pelaku indsutri minyak nilam di negeri ini. Proses ekstraksi minyak atsiri yang selama ini diusahakan para penyuling, masih dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan secara baik dan benar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal, seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan, penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi (Hernani dan Risfaheri 1989). Pada industri kecil menengah (IKM) penyulingan minyak nilam, air buangan setelah proses pemisahan air dengan minyak masih berwarna kekuningan sehingga kemungkinan masih adanya minyak yang terkandung di dalam air buangan tersebut. Kehilangan minyak atsiri pada proses penyulingan dapat terjadi pada beberapa tahapan, diantaranya adalah pada tahap perlakuan pendahuluan, proses penyulingan, dan proses pemisahan atau separasi (Ahmad 2010). Separator merupakan alat pemisah minyak dan air distilat dalam proses penyulingan minyak atsiri. Untuk mendapatkan proses pemisahan yang sempurna perlu didisain separator yang memenuhi standar dan sesuai dengan kondisi proses penyulingan dan minyak yang akan dipisahkan. Disain alat separator disesuaikan dengan berat jenis minyak yang akan disuling. Berdasarkan berat jenis minyak yang akan disuling disain separator terbagi menjadi tiga disain utama, yaitu: disain untuk minyak yang lebih ringan dari air, minyak yang lebih berat dari air, dan disain yang menggabungkan keduanya (Ketaren 1985). Pada tahun 2009 prototipe separator yang dikembangkan IPB diuji coba sehingga jumlah rata-rata minyak yang terbuang (loss) berkurang dari 3,1% menjadi 0,16% (Ahmad 2010). Hasil ini sangat memuaskan tetapi belum bisa menunjukan kinerja maksimal karena diuji di bawah kondisi optimalnya. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui kinerja prototipe separator tersebut pada kondisi laju distilat yang lebih besar. 1.2 TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan uji kinerja dan evaluasi kelayakan prototipe separator minyak nilam pada laju distilat diatas 1,4 liter/menit dengan batas kelayakan loss minyak sebesar 0,5% dari total minyak yang dihasilkan dan membandingkannya dengan laju distilat yang lebih rendah. 2. Melakukan uji kinerja separator pembanding yang digunakan di IKM dengan kondisi penyulingan yang sama dan membandingkannya dengan kinerja prototipe separator. 1

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK NILAM Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga banyak digunakan sebagai pewangi parfum dan zat fiksatif (pengikat). Zat pengikat adalah suatu persenyawaan yang mempunyai daya menguap yang lebih rendah dari pada zat pewangi, sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau dihambat (Ketaren 1985). Menurut Luthony dan Rahmayati (1994), peranan minyak nilam sebagai fiksatif belum tergantikan oleh senyawa sintesis apapun sehingga sangat penting dalam dunia perfumery. Selain sebagai fiksatif dalam parfum, minyak nilam dapat digunakan sebagai obat anti infeksi (Santoso 1990). Sifat minyak nilam yang lain yaitu sulit tercuci, dapat larut dalam alkohol, dan dapat dicampur dengan minyak atsiri yang lain (Guenther 1947) Komposisi Minyak Nilam Minyak nilam mengandung komponen-komponen seperti : patchouli alkohol, patchouli camphor, eugenol, benzaldehid, cinnamic aldehid, dan cadinen. Aroma yang khas pada minyak nilam disebabkan karena minyak nilam tersusun dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol. Menurut Maryadi (2007), minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, diantaranya adalah 4 hidrokarbon monoterpen, 9 hidrokarbon seskwiterpen, 2 oxigenated monoterpen, 4 epoksi, 5 seskwiterpen alkohol, 1 non seskwiterpen alkohol, 2 seskwiterpen keton dan 3 seskwiterpwn ketoalkohol. Minyak nilam tersusun dari komponen utama (mayor konstituen) dan komponen kecil (minor konstituen). Komponen utama menurut Lawrence et al dalam PROSEA (1999) yaitu patchouli alkohol, bulnesen, seychellen, patchoulen, caryophyllen, kadinen, pogostol, caryophyllen oksida, norpatchoulenol, elemen, gurjunen, pinen, α-bulenesen, cycloseychellen, dan α-guainen. Sedangkan komponen kecil antara lain azulene, eugenol, benzanaldehide, sinnamaldehide, keton, dan senyawa seskwiterpen lainnya (Santoso 1990). Tabel 1. Konsentrasi senyawa komponen minyak nilam pada penelitian di laboratorium dan industri rakyat Komponen Formula Titik Didih % konsentrasi komponen minyak nilam Penelitian Industri rakyat Patchouli alkohol C 15 H 26 O 280,37 40,98 23,47 Bulnesen C 14 H ,26 22,78 19,61 α-guaien C 14 H 22 O 242,24 13,17 17,56 α-patchoulen C 15 H ,23 9,15 13,12 Norpatachoulenol C 15 H 26 O 268,88 8,07 1,92 β-patchoulen C 15 H ,83 1,57 1,85 Pogostol C 14 H 24 O 274,43 0,34 1,45 Sumber : Sari dan Sundari (2009) Komposisi minyak nilam yang dihasilkan di laboratorium dan yang dihasilkan para penyuling di daerah memiliki nilai yang berbeda. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Sari dan 2

17 Sundari (2009) yang membandingkan hasil minyak nilam yang disuling di laboratorium dan disuling oleh industri rakyat yang berada di daerah Sumatra Barat. Hasil penelitian tersebut terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan komponen kimianya minyak nilam dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu golongan terpen dan terpen-o. Komponen-komponen golongan terpen diantaranya α- bulnesen, seychellen, α-patchoulen, dan δ-kadinen. Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan terpen-o disebut juga sebagai komponen-komponen berat diantaranya norpatchoulol, patchouli alkohol, dan pogostol (Manitto 1981) Mutu Minyak Nilam Mutu minyak atsiri didasarkan atas kriteria atau batasan yang dituangkan dalam standar mutu. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri menurut Ketaren (1985), adalah jenis tanaman dan umur panen, perlakuan bahan sebelum ekstraksi, sistem, jenis peralatan, dan kondisi proses ekstraksi, perlakuan terhadap minyak atsiri setelah ekstraksi, dan yang terakhir pengemasan dan penyimpanan. Berdasarkan SNI persyaratan mutu minyak nilam ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik mutu minyak nilam No Karakteristik Satuan Standar 1 Warna - Kuning muda-coklat kemerahan 2 Bobot jenis 25 C/25 C - 0,950-0,975 3 Indeks Bias (nd 20 ) - 1,507-1,515 4 Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 20 C±3 C - Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan 1:10 5 Bilangan asam - Maksimal 8 6 Bilangan ester - Maksimal 20 7 Putaran optik - (-)48 -(-)65 8 Patchouli alkohol (C 15 H 26 O) % Minimal 30 9 Alpha copaene (C 15 H 24 ) % Maksimal 0,5 10 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maksimal 25 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) 2.2 PROSES DAN PERALATAN PENYULINGAN Menurut Miall dalam Guenther (1947), penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut didalam air. Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentukan oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam minyak, dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan yang mengandung minyak. Peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel uap, ketel suling, kondensor, dan separator. Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri (Ketaren 1985). 3

18 2.2.1 Proses Penyulingan Pada penyulingan minyak atsiri uap berfungsi untuk mentransmisikan panas. Berbeda dengan cairan, bahan tanaman tidak mampu untuk meneruskan panas ke seluruh bagian tanaman. Energi panas ditransmisikan melalui air mendidih ke dalam bahan dengan cara perendaman bahan, atau dengan melewatkan uap air (steam) di antara bahan tanaman tersebut. Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat dalam kelenjar minyak khusus di dalam kantung minyak atau di ruang antar sel di dalam jaringan tanaman. Minyak atsiri tersebut harus dibebaskan sebelum disuling yaitu dengan merajang atau memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan. Jika bahan tidak dirajang atau dipotong, berarti minyak dalam tanaman harus dibebaskan dengan kekuatan difusi air (hidrodiffusion) (Guenther 1947). Menurut Dowthwaite dan Ranjani (2007), penyulingan terdiri atas : penyulingan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap. Penyulingan air yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan air dan uap yaitu proses penyulingan dimana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air selama proses penyulingan. Penyulingan uap yaitu proses penyulingan di mana bahan yang mengandung minyak atsiri tidak kontak langsung dengan air dan uap yang dihasilkan tidak berada satu tempat dengan bahan. Menurut Ketaren (1985), daun nilam sebaiknya disulling dengan uap langsung dengan sumber uap berasal dari ketel uap yang letaknya terpisah. Minyak nilam sukar menguap pada penyulingan dengan tekanan rendah (1 atmosfir) sehingga membutuhkan waktu penyulingan yang lebih lama. Minyak yang dihasilkan antara sistem bertekanan tinggi (>1atm) dan sistem bertekanan rendah mempunyai mutu yang berbeda, karena penyulingan daun pada tekanan tinggi tidak selamanya menghasilkan minyak nilam dengan bermutu baik walaupun lama penyulingannya lebih singkat. Pada penyulingan modern, biasanya proses penyulingan dimulai dari tekanan rendah dan akhirnya tekanan tinggi, sehingga penetrasi uap ke dalam daun dapat berlangsung dengan sempurna Ketel Uap Ketel uap merupakan alat yang berfungsi untuk menghasilkan uap dan ukuran ketel uap yang digunakan tergantung pada jumlah uap yang dibutuhkan (Ketaren 1985). Ketel uap pada umumnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu ketel uap pipa air dimana air berada di dalam pipa dan lingkungan sekitar pipa adalah gas panas, ketel uap pipa api dimana air berada di luar pipa sedangkan gas panas berada di dalam pipa, dan gabungan keduanya. Ketel uap paling aman digunakan adalah tipe pipa air karena jumlah air yang lebih sedikit sehingga jumlah uap yang dihasilkan relatif lebih sedikit dan dapat dioperasikan sampai tekanan 2000 psig (Wiraatmadja 1989). Ketel uap bertekanan tinggi (>100 psia) digunakan untuk menghasilkan suhu yang lebih tinggi. Ketel uap bertekanan tinggi lebih efisien untuk penyulingan, karena mempersingkat proses penyulingan. Dalam beberapa hal, dikehendaki uap bertekanan rendah, sehingga minyak yang dihasilkan lebih larut dalam alkohol dan tidak mengandung resin (Ketaren 1985) Ketel Suling Ketel suling adalah tempat bahan yang akan disuling, dan bahan dapat berhubungan langsung dengan air atau dengan uap (Ketaren 1985). Ketel suling berfungsi sebagai tempat air 4

19 dan/ atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri. Pada bentuk sederhana, ketel berbentuk silinder atau tangki. Tangki tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka dan diapitkan pada bagian atas ketel. Pada atau dekat penampang atas tangki dipasang pipa yang berbentuk leher angsa (gooseneck) untuk mengalirkan uap ke kondensor (Guenther 1947). Bahan ketel dapat dibuat dari plat tembaga, plat alumunium, plat besi (galvanized iron), baja dan stainless steel. Stainlees merupakan bahan logam yang paling baik, namun harganya cukup mahal, sehingga pada saat sekarang banyak digunakan plat besi Kondensor Kondensor adalah alat penukar kalor khusus yang digunakan untuk mencairkan uap dengan mengambil kalor. Kalor laten diambil dengan menyerapnya ke dalam zat cair yang lebih dingin yang disebut pendingin (coolant). Karena suhu pendingin di dalam kondensor itu meningkat, maka alat itu juga bekerja sebagai pemanas. Kondensor dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama disebut kondensor jenis selongsong dan tabung (shell and tube condenser), uap yang terkondensasi dipisahkan dari pendingin oleh permukaan perpindahan kalor berbentuk tabung. Golongan kedua disebut dengan kondensor kontak (contack condensor), arus pendingin dan arus uap, yang keduanya biasanya adalah air, bercampur secara fisik, dan meninggalkan sebagai satu arus tunggal (McCabe et al.1993). Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli 2003). Pengeluaran panas dari uap lebih efektif dengan multitubular karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar. Pada suhu kondensor, suhu udara di sekeliling kondensor sangat mempengaruhi suhu air. Cara pencairan yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak (Harris 1993) Pemisah Minyak (Separator) Menurut Luthony dan Rachmawati (1994), separator adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam separator penguapan dan kehilangan minyak dicegah dengan mempertahankan suhu distilat dalam separator berkisar antara 20 C sampai dengan 25 C (Ketaren 1985). Namun demikian, menurut Santoso (1990), suhu distilat hasil penyulingan diperbolehkan mencapai 40 C sampai 45 C. Hal tersebut dikarenakan minyak nilam tidak terlalu volatile diandingkan minyak atsiri lainnya. Separator pada sistem penyulingan dengan metode uap langsung biasanya terdiri atas tiga ruangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pemisahan minyak dapat dilakukan dengan sempurna (Rusli 2003). Bergantung dari tujuan penggunaanya, pada konstruksinya diperhatikan perbandingan antara garis tengah dan ukuran tinggi. Perbandingan ini antara lain tergantung dari kecepatan pengendapan. Separator ada yang bekerja secara kontinu dan diskontinu. Contoh dari separator yang bekerja secara kontinu adalah botol florentina (Beygeyek 1968). 2.3 SEPARATOR Dalam proses pemisahan minyak dan air terdapat dua kemungkinan, yaitu lapisan minyak diatas lapisan air atau sebaliknya. Jika berat jenis minyak lebih dari 1 maka minyak berada dibawah lapisan air sedangkan jika berta jenis minyak kurang dari satu makan minyak 5

20 berada diatas lapisan air. Kemungkinan lainnya adalah minyak melayang dan membentuk dispersi dalam air (Ketaren 1985) Disain Separator Sebagian besar alat pemisah minyak dirancang menurut rancangan labu Florentine. Karena perbedaan berat jenis, maka minyak berada di lapisan atas atau sebaliknya. Dengan demikian bentuk labu pemisah minyak tergantung dari nilai berat jenis minyak. Botol Florentine yang kecil biasanya terbuat dari gelas, sedangkan yang berukuran lebih besar terbuat dari kaleng tembaga, alumunium atau stainlees steel (Ketaren 1985). air+minyak air+minyak minyak air Keterangan : a. Berat jenis minyak lebih kecil dari air b. Berat jenis minyak lebih besar dari air air minyak (a) (b) Gambar 1. Botol Florentine Tipe labu pemisah labu yang lainnya yang lebih baik ialah yang berbentuk silinder tabung atau persegi panjang disekat menjadi dua ruangan.aliran distilat yang merata dan kontinu diperoleh dengan cara memasangkan corong dalam tabung pemisah, dan ujung corong dibngkokan kearah atas, sehingga distilat menetes kedalam corong tanpa mengganggu lapisan minyak yang telah terbentuk (Ketaren 1985). Gambar 2. Contoh disain separator untuk minyak lebih ringan dari air (Lawrence 1995) Minyak yang mempunyai perbedaan bobot jenis sedikit lebih rendah atau hampir sama dengan bobot jenis air, tidak segera terpisah pada suhu kamar, dan membentuk suspensi atau emulsi. Untuk menghindari hal tersebut, suhu distilat yang keluar dari kondensor harus agak 6

21 hangat, karena pada suhu tersebut, bobot jenis minyak akan menurun. Akibatnya perbedaan bobot jenis antara minyak dan air menjadi semakin besar, sehingga minyak dapat terpisah (Ketaren1985). Minyak + air water water minyak air air air oil oil air minyak Gambar 3. Contoh disain separator untuk minyak lebih berat dan atau lebih ringan dari air (Lawrence 1995 dan Ketaren 1985) Prototipe separator skala industri berbentuk silinder dengan bagian atas berbentuk kerucut. Prototipe separator memiliki diameter silinder utama 55 cm dan tinggi silinder utama 60 cm. Prototipe separator dilengkapi dengan silinder dalam, sensor suhu, kaca pengamat, kran pengeluaran minyak, pipa pengatur pengeluaran distilat dan kran drain. Disain prototipe separator yang dikembangkan oleh IPB dirancang untuk kondisi laju distilat optimal 2,4 L/menit dan suhu distilat 45 C (Soesanto 2010) Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Separator Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kinerja separator, yaitu: perbedaan densitas minyak dan air, laju distilat, dan suhu distilat. a. Densitas (density) Densitas adalah salah satu sifat dari fluida. Densitas didefinisikan sebagai massa (m) dibagi volume (V) satuan standarnya adalah kg/m 3. Untuk semua tujuan praktis, cairan dianggap bersifat tak-mampu-mampat (incompresible), dengan kata lain volume dan densitas tidak terpengaruh oleh tekanan. Walaupun hal itu tidak sepenuhnya benar, perubahan yang terjadi tidak berarti. Pengaruh dari suhu dan densitas dari cairan bagaimanapun tidak bisa diabaikan karena cairan mengembang dan memadat saat suhu berubah (Darby 2001). Menurut Mc Cabe et. al.(1993), walaupun densitas fluida bergantung pada suhu dan tekanan, perubahan densitas karena variabel itu mungkin besar dan mungkin pula kecil. Jika densitas itu hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang agak besar pada suhu dan tekanan, maka fluida itu disebut incompressible. Akan tetapi, jika densitasnya peka terhadap perubahan variabel itu, fluida tersebut bersifat compressible. 7

22 Beberapa bahan tanaman menghasilkan fraksi minyak yang lebih ringan dari air di awal penyulingan dan fraksi minyak selanjutnya lebih berat dari air karena pertambahan bobot jenis dari fraksi-fraksi minyak (Guenther 1947). Menurut Denny (2001), dasar yang menyebabkan pemisahan jenis minyak apapun dari air adalah perbedaan densitas antara kedua cairan tersebut. Saat suhu naik, densitas minyak akan turun lebih cepat dari pada penurunan densitas air. Untuk minyak yang lebih ringan dari pada air, perbedaan densitas meningkat seiring dengan kenaikan suhu sehingga minyak dan air dapat terpisah lebih cepat. Bahkan untuk minyak yang lebih berat dari air, pemisahan juga akan berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, meskipun densitas minyak mendekati densitas air. Faktor lain yang juga mempengaruhinya adalah kekentalan air. b. Laju Alir Distilat Laju alir didefinisikan sebagai jumlah fluida yang mengalir melalui lokasi tertentu dalam sistem per unit waktu. Karena jumlah fluida dapat dinyatakan sebagai volume dan massa, maka ada dua jenis laju alir yaitu volumetrik dan massa. Laju alir volumetrik adalah volume dari fluida yang melalui penampang melintang dalam unit waktu. Satuan dasarnya adalah m 3 /s. Jika satuan m 3 /s terlalu besar maka digunakan satuan yang lebih kecil yaitu dm 3 /s yang setara dengan liter/s (Darby 2001). Waktu tinggal distilat dalam separator merupakan perbandingan antar laju distilat dengan volume separator. Berdasarkan penelitian terhadap minyak nilam oleh Uzwatania (2009), pada awal penyulingan waktu tingal distilat dalam separator lebih singkat karena tingginya laju distilat pada saat itu. Oleh sebab itu, minyak yang terpisah harus segera dikeluarkan dari separator karena minyak yang tersuling pada awal cukup banyak dan mencegah minyak bercampur lagi dengan air. Waktu distilat yang baik untuk memisah tanpa menimbulkan overflowing yaitu lebih lama dari 4 menit (Lawrence 1995). Minyak dan air kadang-kadang tidak segera terpisah di dalam alat pemisah minyak, terutama jika perbedaan antara bobot jenis air dan minyak relatif kecil. Distilat tidak boleh mengalir terlalu cepat, dan gerakan turbulen harus dicegah atau dengan kata lain tabung pemisah harus cukup besar agar minyak dapat memisah dari air secara sempurna sehingga butiran minyak tidak terbawa oleh air. Aliran distilat secara merata dan kontinu diperoleh dengan cara memasang corong yang panjang ke dalam labu pemisah dan ujung corong di dalam bejana dibengkokkan kearah atas. Dengan demikian aliran distilat dari kondensor langsung ke corong tanpa mengganggu lapisan minyak. Minyak akan keluar dari corong, naik keatas atau turun kedasar tabung pemisah. Jika corong tersebut tidak dipasang, maka distilat dari kondensor akan menetes langsung ke permukaan minyak, dan tetesan minyak ini akan berdispersi dengan air membentuk suspensi. Jika bobot jenis minyak mendekati bobot jenis air, maka minyak harus dikeluarkan secepat mungkin sampai batas lapisan minyak-air untuk menghindari agitasi dari kedua media tersebut (Guenther, 1947). c. Suhu Distilat Pemisahan minyak atsiri dipengaruhi oleh suhu pemisahan. Semakin meningkat suhu pada separator minyak atsiri maka gradient densitas antara air dengan minyak atsiri akan semakin tinggi sehingga pergerakan molekul minyak atsiri dalam air akan lebih cepat dan pemisahan akan lebih sempurna (Denny 2001). 8

23 Menurut Denny (2001), sulit untuk menunjukan bahwa minyak akan lebih banyak larut (loss) pada rentang 20 C sampai 50 C yang menjadi alasan mengapa para penyuling khawatir menggunakan suhu distilat yang lebih hangat. Tabel 3. Perbandingan kecepatan partikel minyak naik melewatia air Jenis minyak Kecepatan partikel minyak naik melewati air (mm/mnt) 30 C 35 C 40 C 45 C 50 C 55 C 60 C Lavender a 4,5 5, Peppermint a - 4,5 5,2 6,2 7, Eucalyptol a - 7,5 8, Tea tree a - - 5,6 6,4 7,5 8,6 10,2 Nilam b ,5 Sumber : a Denny (2001) b Soesanto (2010) Suhu distilat dapat diatur dengan mengatur kecepatan (debit) air pendingin. Semakin cepat debit air pendingin maka suhu distilat yang dihasilkan juga semakain rendah (Ketaren 1985). Minyak atsiri yang mudah menguap harus terus dijaga agar suhu distilat tidak terlalu tinggi akan tetapi bagi minyak nilam yang memiliki titik uap yang relatif lebih tinggi dibandingkan minyak atsiri yang lain, suhu distilat 45 C dapat digunakan untuk mempermudah proses pemisahan dengan air. 2.4 HASIL PENELITIAN TERDAHULU Penelitian dilakukan di penyulingan IKM Wanatiara Desa Sumurwiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan. Ketel suling menggunakan sistem uap langsung dengan boiler terpisah. Kapasitas total ketel 220 kg untuk bahan dengan kadar air 12%. Kondensor yang digunakan adalah dua kondensor jenis muiltitubular yang dipasang di samping ketel suling dengan diameter selongsong (shell) 30 cm, tinggi 149 cm, volume kedua selongsong 210 liter dan diameter pipa 1,25 inch. Prototipe separator IPB di uji pada kondisi penyulingan laju distilat rata-rata 1,1 liter/menit setara dengan 0,24 liter/ kg jam dan suhu distilat rata-rata 42 C. Pengujian dilakukan sebanyak enam kali. Hasil loss minyak rata-rata 0,16% (Ahmad 2010). Ketel suling Kondensor Boiler Separator Gambar 4. Skema penyulingan pada penelitian Ahmad (Soesanto 2010) 9

24 III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun dan batang nilam ini sebelumnya telah melalui proses pengeringan dan perajangan sehingga mendapatkan kadar air berkisar 12-15% dan ukuran rata-rata 10 cm untuk memudahkan proses penyulingan. Peralatan yang digunakan dalam menguji kinerja dan mengevaluasi kelayakan prototipe separator IPB terdiri atas peralatan untuk proses penyulingan minyak nilam yang meliputi ketel suling, kondensor, dan separator. (b) (a) (c) Gambar 5. Skema peralatan penyulingan minyak nilam (a) Ketel suling, (b) Kondensor, (c) Separator Ketel Suling Ketel suling yang digunakan adalah silinder yang memiliki tinggi 300 cm dan diameter 146 cm. Kedalaman ruang untuk bahan baku 215 cm sedangkan sisanya untuk tempat air kukusan sedalam 70 cm dan 15 cm untuk jarak pembatas antara air dan bahan baku. Volume yang disediakan untuk bahan baku adalah 3598 liter setara dengan 380 kg (wb) kadar air 12-15% dengan kerapatan 0,11 kg terna kering/ liter sedangkan volume untuk air kukusan 1171 liter. Ketel ini terbuat dari bahan baku stainless steel. Tutup ketel dilengkapi dengan 24 mur dan baut. Di dalam ketel terdapat lempengan berpori dari stainlees steel yang berfungsi sebagai penopang dan pemisah bahan baku dari air serta tempat masuknya uap air dari air yang dipanaskan dibawahnya. Pipa penghubung antara ketel dengan kondensor terletak di samping atas ketel. 10

25 3.1.2 Kondensor Kondensor yang digunakan merupakan jenis kondensor spiral berbentuk lingkaran (coil) yang berbahan stainless steel. Panjang total pipa ini dari ketel sampai separator adalah 60 meter. Kondensor tersebut diletakan di dalam bak kondensor yang terbuat dari semen dengan ukuran panjang 7 meter, lebar 2,5 meter dan kedalaman 1,7 meter dengan volume liter. Di dalam bak tersebut terdapat kondensor lain yang diletakan bersampingan dengan kondensor yang digunakan pada penelitian. Terkandang dua kondensor ini digunakan bersamaan sehingga dapat berpengaruh terhadap proses pendinginan pada penyulingan yang diuji Separator Separator adalah alat yang berfungsi memisahkan air dan minyak yang tercampur pada distilat berdasarkan perbedaan densitas diantara keduanya. Minyak yang memiliki densitas lebih rendah mengapung dan membentuk lapisan minyak. Separator yang ada di IKM ini ada tiga sesuai dengan jumlah ketel suling yang beroperasi tetapi pada penelitian ini hanya dua separator yang digunakan yaitu prototipe separator IPB yang menjadi inti penelitian dan separator IKM sebagai pembanding. 15 cm 47,6 cm Keterangan : A. Corong inlet distilat B. Silinder dalam C. Silinder luar D. Kaca pengamat minyak E. Pipa outlet minyak F. Pipa pengatur outlet air G. Termometer H. Kran drain 60 cm Gambar 6. Prototipe separator IPB (Soesanto 2010). Prototipe separator IPB memiliki diameter 55 cm dan tinggi 122,6 cm. Silinder dalam berdiameter 15 cm, tinggi 60 cm, volume silinder dalam 10,6 liter, dan volume total 180 liter. Bentuk kerucut di bagian separator memperkecil luas permukaan minyak yang bersentuhan 11

26 langsung dengan air. Arah aliran distilat masuk dari bawah separator dengan pipa mengarah ke atas membuat lapisan minyak yang telah terbentuk tidak terganggu oleh laju distilat yang masuk. A D Keterangan : E 15 cm B C F 40 cm 70 cm A. Corong inlet distilat B. Silinder dalam C. Silinder luar D. Kaca pengamat minyak E. Pipa outlet minyak F. Pipa pengatur outlet air G. Termometer H. Drain H 45 cm Gambar 7. Separator IKM Separator IKM memiliki prinsip kerja yang sama yaitu mengalirkan distilat yang telah didinginkan oleh kondensor ke silinder dalam separator sehingga distilat yang masuk tidak bercampur dengan air yang telah dipisahkan dengan minyak yang berada di silinder luar. Kedua separator ini memiliki diameter silinder dalam yang sama tetapi volume total dan tinggi silinder dalam yang dilewati distilat nilainya berbeda. Tinggi silinder dalam separator IKM 40 cm, volume silinder dalam 7 liter dan volume total separator 80 liter. Distilat masuk dari bagian tengah silinder sehingga waktu tinggal distilat sebenarnya lebih singkat dari seharusnya. Selain itu juga diperlukan peralatan pengukuran dalam proses penyulingan, yaitu: a. Termometer digital untuk mengukur suhu pemisahan minyak nilam dan air, suhu distilat dan suhu air dingin b. Stopwatch untuk menghitung waktu laju distilat dan laju air pendingin c. Gelas ukur 1 L untuk mengukur laju distilat d. Kain Monel untuk memisahkan minyak dan air 3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan penelitian merupakan sebuah tempat penyulingan daun nilam Industi Kecil Menengah (IKM) milik Bapak H. Tarsa di Desa Sumurwiru, Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Waktu penelitian dimulai pada awal bulan November 2010 sampai bulan Februari METODE PENELITIAN Uji Kinerja dan Evaluasi Kelayakan Prototipe Separator IPB Prosedur dalam melakukan uji kinerja prototipe separator IPB dan separator IKM diambil dari informasi penelitian Shafeeg Ahmad pada tahun Dua faktor yang digunakan meliputi suhu distilat dan laju distilat dengan respon berupa kehilangan (loss) minyak nilam. Tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 12

27 a. Proses Penyulingan Data proses penyulingan adalah data inti yang akan digunakan sebagai acuan pada tahap penelitian selanjutnya. Berdasarkan waktu pengambilannya data inti dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data yang diambil satu kali setiap proses penyulingan dan data yan diukur secara periodik setiap 30 menit selama proses penyulingan berlangsung. Sedangkan data kondisi penyulingan yan meliputi : kapasitas ketel suling, kondisi kondensor, dan separator yang digunakan telah diperoleh ketika proses survei sebelum penelitian ini dimulai. Data tunggal yang diambil satu kali selama proses penyulingan meliputi : 1. Lama penyulingan, waktu yang terhitung dari mulai pertama kali minyak keluar sampai dinyatakan minyak yang terkandung dalam distilat habis. 2. Bobot bahan baku, penghitungan dilakukan dengan memasukan bahan baku nilam kedalam karung-karung plastik dan menimbangnya sebelum dimasukan kedalam ketel. 3. Massa minyak nilam hasil penyulingan, pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan. Data periodik yang diukur setiap 30 menit selama proses penyulingan adalah : 1. Debit air pendingin, pengukuran dilakukan dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mengisi gelas ukur 1 L. 2. Suhu air pendingin masuk dan keluar, pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer digital. 3. Laju distilat, pengukuran dilakukan dengan menampung air buangan separator selama 20 detik dalam gelas ukur 1 L. 4. Suhu distilat masuk (T des1 ) dan keluar (T des2 ), pengukuran dengan termometer digital. 5. Suhu pemisahan (T s ) air dan minyak dalam separator, pengukuran dilakukan dengan termometer yang terpasang di dalam separator. b. Kehilangan (Loss) Minyak Minyak yang hilang dihitung dengan menggunakan alat bantu berupa busa (spon). Spon mempunyai kemampuan untuk menangkap butiran minyak yang masih terdapat dalam air buangan dari separator. a c b e f d Keterangan : a. Distilat masuk (T des1 ) b. Pemisahan minyak dan air (T s ) c. Minyak yang telah terpisah d. Distilat keluar (T des2 ) e. Spon menangkap butiran minyak f. Penampakan air buangan Gambar 8. Metode uji kinerja prototipe separator IPB 13

28 Langkah-langkah menghitung kehilangan minyak dari separator adalah sebagai berikut : 1. Siapkan sebuah spon yang telah dimasukan ke dalam wadah berlubang dan gantungkan tepat di depan mulut pipa air buangan distilat. 2. Letakan sebuah spon lain di permukaan ember tepat di tempat jatuhnya distilat agar minyak yang ada dalam distilat tidak membentuk lapisan minyak di permukaan air dan terkumpul di spon. 3. Angkat lalu peras spon diatas corong yang telah dilapisi kain monel 4. Tampung minyak yang terpisahkan lalu hitung volumenya. 5. Lakukan sampling setiap 3 jam Uji Kinerja Separator IKM Prosedur dalam melakukan uji kinerja separator IKM sebagai pembanding, sama dengan uji kinerja prototipe separator IPB tetapi pada metode pengukuran jumlah loss minyak ditambahkan spon yang digantung pada pipa air buangan dari ember dikarenakan masih terdapat butiran minyak. Suhu distilat di dalam separator tidak bisa diketahui karena separator IKM tidak dilengkapi termometer sebagaimana prototipe separator IPB. a b c e d f e g Keterangan : a. Distilat masuk (T des1 ) b. Pemisahan minyak dan air c. Minyak yang telah terpisah d. Distilat keluar (T des2 ) e. Spon menangkap butiran minyak (spon 1 dan spon 2 ) f. Penampakan air buangan g. Air buangan (T des3 ) Gambar 9. Metode uji kinerja separator IKM Prosedur menghitung loss minyak pada separator IKM adalah sebagai berikut : 1. Lakukan pengukuran parameter sesuai dengan langkah pada uji kinerja prototipe dengan menambahkan pengukuran suhu air buangan (T des3 ) 2. Gantungkan spon di depan mulut pipa distilat keluar (L 1 = loss pada spon 1 ). 3. Letakan spon lain di permukaan ember tepat di tempat jatuhnya distilat 4. Gantungkan spon di depan mulut pipa ember air buangan (L 2 = loss pada spon 2 ) 5. Angkat lalu peras spon diatas corong yang telah dilapisi kain monel 6. Tampung minyak yang terpisahkan lalu hitung volumenya. 7. Lakukan sampling setiap 3 jam Analisis Kadar Air. Analisis kadar air bertujuan untuk memeriksa kadar air nilam kering sebelum penyulingan serta menentukan kadar minyak dan rendemen dalam basis kering (db). Prinsip dari analisis kadar air adalah mengekstrak air dalam jaringan tanaman dengan cairan yang tidak saling melarut sehingga membentuk dua fasa. 14

29 Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukan ke dalam labu berukuran 500 ml, dan ditambahkan 200 ml toluene sampai bahan terendam. Labu dipasangkan pada aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin tegak kondensor dan dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika air tidak bertambah lagi maka penyulingan dihentikan. Jika air dan toluene telah terpisah secara sempurna, hitunglah volume dan persentase air dalam bahan. Kadar Air = volume air (ml) x 100% bobot contoh (gram) Rendemen. Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat bahan yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Rendemen (wb) adalah perbandingan jumlah minyak nilam dengan berat bahan tanpa dikurangi kadar air. Rendemen (db) adalah perbandingan jumlah minyak nilam yang tersuling dengan berat bahan yang telah dikurangi kadar air. Rendemen wb = Rendemen db = bobot minyak (kg) x 100% bobot bahan (kg) bobot minyak (kg) bobot bahan(kg) x 1 kadar air x 100% Kadar Minyak. Analisa kadar minyak ditujukan untuk mengetahui jumlah kandungan minyak sebenarnya yang terdapat dalam daun dan batang nilam. Prinsip analisis kadar minyak adalah menyuling nilam kering dengan jumlah sedikit sehingga seluruh minyak yang terdapat dalam bahan dapat tersuling dengan baik. Volume minyak yang terukur dibagi dengan bobot bahan baku yang telah dikurangi kadar air sehingga kadar minyak yang dihitung merupakan kadar minyak berdasarkan basis kering (db). Prosedur penentuan kadar minyak adalah sebanyak 50 gram bahan dimasukan dalam labu berukuran 1 liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 3-6 kali berat bahan. Hubungkan pipa dengan kondensor dan tambahkan air sampai memenuhi pipa. Panaskan labu selama 5-6 jam sampai tidak terdapat tetesan minyak. Hitung jumlah volume minyak atsiri yang diperoleh (ml). Kadar Minyak = Pengolahan Data volume minyak (ml) x 100% bobot bahan kering (gram)x (1 kadar air) Pengolahan data yang digunakan adalah pengolahan secara deskriptif yang menjelaskan kondisi hasil pengamatan dengan menghitung rataan dari data yang teramati dan menampilkannya dalam sebuah grafik atau diagram batang. Data - data yang diolah ke dalam bentuk grafik dan diagram meliputi : a. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) b. Perubahan suhu distilat selama proses penyulingan c. Perbandingan suhu air pendingin masuk, air pendingin keluar, dan suhu distilat d. Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator e. Perubahan laju distilat selama proses penyulingan f. Perbandingan jumlah loss dari setiap percobaan g. Pengaruh laju distilat terhadap loss minyak h. Pengaruh suhu distilat terhadap loss minyak 15

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI KINERJA DAN EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR IPB Kondisi Umum Penyulingan Secara umum kondisi penyulingan IKM Wanatiara sudah menggunakan peralatan yang memenuhi standar. Peralatan yang digunakan dalam penyulingan adalah ketel suling dari bahan stainless steel, pipa dan bak kondensor, serta separator. Metode penyulingan yang digunakan adalah sistem kukus. Tempat penyulingan ini memiliki tiga ketel suling yang memiliki kapasitas masing-masing 380 kg, 300 kg, dan 220 kg nilam kering per batch. Kapasitas produksi totalnya adalah 900 kg nilam kering per hari sedangkan ketel yang digunakan selama penelitian adalah ketel suling yang memiliki kapasitas 380 kg. Bahan baku IKM Wanatiara sebagian besar berasal dari Kabupaten Kuningan dan sekitarnya yang pada umumnya sudah bekerja sama menjadi pemasok bahan baku rutin. Proses penyulingan rata-rata berlangsung 10 jam. Selama proses penyulingan, air dari bak pendingin selalu dialirkan ke dalam ketel. Jumlah air di dalam ketel dikontrol dengan memperhatikan pipa indikator ketinggian air yang terletak di sebelah ketel suling. Proses penyulingan akan dihentikan ketika tidak ada butiran minyak yang terlihat pada distilat. Bahan bakar yang digunakan IKM Wanatiara adalah kayu bakar. Ampas penyulingan nilam jarang digunakan karena menyulitkan operator dalam mengatur api dan kondisi ampas terkadang masih basah sehingga sulit terbakar. Akan tetapi ampas penyulingan nilam masih bisa dijual dengan memilah daunnya saja. Pengujian yang dilakukan pada uji prototipe separator IPB dilakukan sebanyak 20 kali. Dari 20 data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A yang memiliki laju distilat dibawah 1,5 liter/menit terdiri atas uji ke-1 sampai uji ke-15 dan kelompok B yang memilki laju distilat diatas 1,5 liter/menit terdiri atas uji ke-16 sampai uji ke-20. a. Rendemen Minyak Nilam Perbandingan jumlah bobot minyak yang dihasilkan dengan jumlah bobot bahan baku yang diolah disebut rendemen (Harris 1993). Rendemen yang dihasilkan peralatan penyulingan yang digunakan berkisar antara 0,96% - 2,05% dengan rata-rata 1,33% (db). Tinggi rendahnya jumlah minyak yang tersuling dipengaruhi oleh jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan. Pada saat melakukan uji kinerja prototipe separator IPB di bulan Desember 2010 bahan baku yang digunakan didominasi bahan baku yang berkadar minyak rendah dan relatif basah. Hal ini terlihat pada Tabel 4 dimana rata-rata kadar air bahan melebihi kadar air yang diharapkan yaitu 12%-15% (Suryani 2007). Nilai kadar air ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kadar air bahan baku pada penelitian sebelumnya yang mencapai 37%. Tetapi kadar minyak pada penelitian ini lebih rendah 0,5% dibandingkan kadar minyak pada penelitian sebelumnya. Tabel 4. Perbandingan rendemen (db), kadar minyak, dan kadar air Rendemen (db) Kadar Minyak (%) Kadar air (%) Ahmad (2010) 1,61 ± 0,69 2,29 ± 0,75 37,11 ± 11,41 Kelompok A 1,29 ± 0,29 1,75 ± 0,4 26,02 ± 5,64 Kelompok B 1,43 ± 0, ± 0,24 19,72 ± 4,10 16

31 Berdasarkan penelitian Uzwatania (2009) jumlah minyak yang tersuling pada jam pertama mencapai 50% dari total minyak yang diperoleh selama proses penyulingan. Sedangkan pada penyulingan IKM Wanatiara jumlah minyak mencapai 50% dari total minyak yang tersuling terjadi setelah 3 jam. Hal ini dikarenakan perbedaan kapasitas produksi yang digunakan. Pada penelitian Uzwatania kapasitas ketel suling hanya 40 kg berarti sepersepuluh dari kapasitas ketel suling yang digunakan pada penelitian ini. Komponen minyak nilam bertitik didih rendah jumlahya lebih banyak dan komponen yang pertama kali akan teruapkan adalah senyawa minyak nilam dengan titik didih rendah sehingga minyak yang tersuling pada jam-jam awal jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan pada jam-jam berikutnya. Gambar 10 menunjukkan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) selama uji kelompok A nilainya fluktuatif. Rendemen minyak nilam sangat dipengaruhi oleh kualitas proses penyulingan dan kualitas bahan baku. Kualitas bahan baku dapat dilihat dari kadar minyaknya sedangkan kualitas proses penyulingan dapat dilihat dari selisih kadar minyak dari sampel yang diuji di labarotorium dengan rendemen minyak yang dihasilkan di penyulingan. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) adalah perbandingan dari nilai selisih kadar minyak dan rendemen (db) dengan nilai kadar minyaknya dan dikalikan dengan 100 persen. Nilai rata-rata persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) pada uji kelompok A adalah 25,83 % dengan nilai tertinggi terjadi pada uji ke-1 yaitu 35,83 % dan nilai terendah terjadi pada uji ke-7 dengan nilai 15,09%. Persentase Selisih (%) Uji ke- Gambar 10. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) kelompok A Dari hasil evaluasi prototipe separator IPB untuk uji kelompok B (Gambar 11), data yang dihasilkan relatif lebih stabil dan nilai rata-rata selisih kadar minyak dan rendemen (db) lebih rendah dibandingakan selisih dari kelompok A yaitu 20,66 %. Selisih terbesar terjadi pada uji ke-19 dengan 21,3% dan selisih terkecil terjadi pada uji ke-16 dengan 13,13%. Persentasi Selisih (%) Uji ke- Gambar 11. Persentase selisih kadar minyak dan rendemen(db) kelompok B 17

32 Tabel 5. Perbandingan persentase selisih kadar minyak dan rendemen (db) Ahmad (2010) Kelompok A Kelompok B Persentase selisih (%) 25,55 ± 15,41 25,83 ± 5,20 20,66 ± 4,65 Jika dibandingkan dengan penelitian Ahmad (2010) kualitas penyulingan di IKM Wanatiara saat ini relatif lebih bailk dan stabil hal ini terlihat pada Tabel 5 dimana persentasi selisih kadar minyak dengan rendemen rata-rata pada tahun 2010 memiliki nilai yang relatif sama 20-25% tetapi memiliki simpangan baku lebih besar tiga kali lipat. Jika yang dibandingkan adalah nilai dari selisih kadar minyak dan rendemen(db) terlihat sangat signifikan yaitu 0,68% untuk penelitian Ahmad ; 0,46% untuk kelompok A dan 0,38% untuk kelompok B. Semakin banyak minyak yang tersuling maka semakin tinggi pula kemungkinan minyak yang terbuang pada proses pemisahan di dalam separator. b. Suhu Distilat Suhu distilat sangat dipengaruhi oleh kemampuan kondensor dalam menyerap panas. Kondensor yang digunakan pada uj kinerja ini adalah kondensor spiral berbahan stainless yang diletakan di dalam bak. Selama proses penyulingan air dingin dialirkan ke dalam bak dengan suhu relatif stabil yang memiliki nilai rata-rata 26 C dan laju rata-rata 18 liter/menit sedangkan suhu air yang keluar dari bak cenderung meningkat selama proses penyulingan. Suhu distilat rata-rata yang dihasilkan adalah 32 C untuk kelompok A dan 38 C pada kelompok B. Suhu ini jauh dibawah suhu distilat yang diharapkan dari suhu optimal disain prototipe separator IPB. Menurut Soesanto (2010) suhu distilat yang digunakan dalam merancang prototipe separator IPB ini adalah 45 C. Suhu distilat pada setiap penyulingan cenderung selalu meningkat. Suhu distilat yang didapat dari keseluruhan data berada pada kisaran 27,8-42,7 C dengan suhu rata-rata 34 C. Hal ini akan berhubungan dengan jumlah loss yang menjadi perhatian utama pada penelitian ini. 42 Suhu Menit kepercobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 Suhu Menit Kepercobaan 6 percobaan 7 percobaan 8 percobaan 9 percobaan 10 Gambar 12a. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator IPB 18

33 Suhu Menit kepercobaan 11 percobaan 12 percobaan 13 percobaan 14 percobaan 15 Suhu Menit Kepercobaan 16 percobaan 17 percobaan 18 percobaan 19 percobaan 20 Gambar 12b. Perubahan suhu distilat selama evaluasi kinerja prototipe separator IPB Pada Gambar 12 terlihat percobaan 15 memiliki peningkatan suhu distilat terendah sedangkan peningkatan suhu distilat tertinggi terjadi pada percobaan 12. Pada Tabel 6. peningkatan rata-rata suhu distilat selama pengamatan adalah 4,2 C pada kelompok A dan 5,4 C pada kelompok B. Nilai peningkatan tertinggi hanya 10 C sedangkan pada penelitian Ahmad (2010) peningkatan rata-rata suhu distilat adalah 21 C dengan nilai peningkatan tertingi 31 C. Tabel 6. Perbandingan peningkatan suhu distilat Peningkatan Suhu distilat Tertinggi Terendah Rata-rata Ahmad (2010) ± 8,9 Kelompok A ± 1,2 Kelompok B ,4 ± 2,0 Perbedaan yang mencolok ini dikarenakan berbedanya kemampuan kondensor yang digunakan. Pada penelitian Ahmad (2010) digunakan dua kondensor yang masing-masing hanya berdiameter 30 cm sedangkan kondensor yang digunakan pada penelitian ini berdiameter 2 meter. Kondisi kondensor yang besar disertai bak kondensor yang dapat menampung air pendingin sebesar liter terbukti optimal hal ini terlihat pada suhu air pendingin keluar dan suhu distilat yang relatif dingin (Gambar 13). Akan tetapi karena kondensor ini juga suhu distilat ideal yang diharapkan senilai 45 C tidak bisa tercapai. 19

34 Suhu Menit ke- T air pendingin masuk T air pendingin keluar T distilat Gambar 13. Perbandingan suhu air pendingin dan distilat pada percobaan18 Selain suhu distilat, dalam penelitian ini juga diukur suhu ruang di dalam separator. Suhu ruangan separator ini diterjemahkan sebagai suhu pada saat terjadi proses pemisahan. Suhu separator ini dibaca pada termometer analog yang terpasang di dinding atas separator. Pada Gambar 14 terlihat konstan suhu distilat masuk lebih besar dari suhu distilat keluar dan suhu distilat keluar lebih besar dari suhu separator. Hal ini dikarenakan volume separator yang besar sehingga distilat yang masuk bisa tercampur dengan distilat sebelumnya yang memiliki suhu lebih rendah atau lebih tinggi sesuai dengan suhu distilat sebelumnya. Suhu Gambar 14. Perbandingan suhu distilat masuk, distilat keluar, dan suhu separator percobaan 18 Kondisi ini berbeda dengan penelitian Ahmad (2010) dimana suhu yang terbaca di termometer separator terkadang memiliki nilai tertinggi dan terkadang diantara suhu distilat masuk dan suhu distilat keluar (Lampiran 7). Hal ini dikarenakan suhu distilat masuk yang sangat fluktuatif sehingga suhu di dalam separator ketika diukur sangat dipengaruhi oleh suhu distilat sebelumnya. Termometer yang dipasang juga posisinya tidak berada di silinder dalam yang didisain sebagai tempat pertama kali masuknya distilat dan proses separasi melainkan diletakan diatas bagian kerucut separator yang menjadi tempat terkumpulnya minyak dan distilat sebelumnya. c. Laju Distilat menit ke- Tdes1 Tdes2 Tseparator Laju distilat yang dihasilkan dalam suatu penyulingan ditentukan oleh sistem penyulingan yang digunakan, kapasitas alat, serta kerapatan bahan dalam ketel. Volume ketel yang dapat diisikan bahan adalah 3598 liter. Bobot nilam rata-rata yang diisikan selama proses penyulingan adalah 418 kg (wb) dengan kadar air rata-rata 24% atau 314 kg (db). Kerapatan bahan rata-rata dalam ketel suling adalah 0,12 kg/liter. Laju destlat rata-rata 84,5 liter/jam dan setara dengan 0,27 liter/kg jam (db). 20

35 Menurut Suryani et al. (2007), kerapatan bahan dalam ketel dan laju distilat optimal penyulingan nilam berturut-turut adalah sebesar 0,11-0,12 kg terna kering/liter dan 0,6 liter/kg jam dengan asumsi kadar air 12-15%. Nilai laju distilat pada penyulingan IKM masih di bawah standar optimal. Jika mengacu pada standar di atas maka seharusnya bobot nilam yang diisikan ke dalam ketel adalah 396 kg. Hal ini membuktikan bahwa kadar air bahan baku rata-rata dengan nilai 24% yang masih tinggi sehingga bobot bahan baku yang diisikan melebihi batas optimal. Menurut penelitian Panjaitan (1993); Rusli dan Hasanah (1977), dengan metode penyulingan uap dan air semakin tinggi kepadatan bahan di dalam ketel mengakibatkan rendemen menjadi semakin rendah karena semakin tinggi kepadatan bahan dalam ketel, maka kecepatan penyulingan semakin rendah sehingga proses hidrodifusi berjalan lambat. Laju distilat IKM masih di bawah standar optimal. Jika mengacu pada standar tersebut maka laju distilat IKM seharusnya 204 liter/jam atau setara 3,4 liter/menit. Data laju distilat tertinggi yang pernah dicapai di IKM adalah 2,01 liter/menit atau setara 120,6 liter/jam. Kemungkinan laju distilat optimal akan sulit tercapai jika tetap menggunakan sistem kukus dan tanpa pengaturan suhu dan tekanan dalam ketel. Pada Tabel 7 terdapat uji penyulingan yang memiliki titik ekstrim nilai laju distilat yaitu pada percobaan 1, 2, 3, dan 12.Percobaan 3 merupakan percobaan penyulingan yang memiliki selisih laju distilat terbesar (900 ml/menit) dan percobaan 12 memiliki selisih terkecil (360ml/menit). Pada pengamatan percobaan ke-3 proses penyulingan pada jam pertama kondisi api tidak terlalu besar dikarenakan kayu bakar yang basah sehingga laju distilat sangat kecil jika dibandingkan pada jam berikutnya sehingga selisih laju distilat yang teramati nilainya cukup besar kondisi ini jua terjadi pada percobaan ke-1 dan ke-2. Sedangkan pada percobaan ke-12 kondisi api di tungku relatif stabil Fluktuasi laju distilat (Gambar 15) untuk kelompok A sangat dipengaruhi oleh panas yang diterima ketel suling. Kisaran nilai laju distilat yang teramati adalah 0,90-1,89 liter/ menit. Fluktuasi laju distilat lebih besar dari pada suhu distilat. Hal ini disebabkan sulitnya menjaga kestabilan panas didalam ketel yang berpengaruh pada jumlah air yang teruapkan setiap waktunya. Tabel 7. Kondisi laju distilat kelompok A Percobaaan ke- Terendah (ml/menit) Tertinggi (ml/menit) Rata-rata (ml/menit) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 140 Rata-rata ±

36 Gambar 15 menunjukkan perubahan laju distilat setiap jamnya, empat sampel diambil untuk mewakili kondisi sebaran laju distilat pada kelompok A yang berada pada kisaran 1,1 l/menit sampai 1,47 l/menit. Lama proses penyulingan berada pada kisaran 9 sampai 12 jam disesuaikan dengan jumlah minyak yang masih terkandung dalam distilat. Laju distilat (ml/mnt) menit ke- Gambar 15. Perubahan laju distilat pada kelompok A Q=1196 ml/mnt Q=1292 ml/mnt Q=1363 ml/mnt Q=1475 ml/mnt. Pada percobaan kelompok B uji ke-18 dan 19 laju distilat relatif lebih besar hal ini disebabkan panas yang dihasilkan pada tungku cukup baik sehingga aliran uap air kedalam bahan pun lebih besar. Besarnya laju distilat yang terjadi pada semua percobaan di kelompok B dengan rata-rata laju distilat 1,72 l/menit (Tabel 8) tidak terlepas dari kondisi panas yang stabil dikarenakan pada saat pengujian pasokan kayu bakar yang baik cukup terjaga. Tabel 8. Kondisi laju distilat kelompok B Percobaaan ke- Terendah (ml/menit) Tertinggi (ml/menit) Rata-rata (ml/menit) ± ± ± ± ± 113 Rata-rata ± 145 Gambar 16 menunjukkan fluktuasi laju distilat kelompok B tetap terjaga pada rentang 1400 ml/menit dan 2200 ml/mnt. Kondisi yang berbeda dengan kelompok A ini, terjadi karena perbedaan kualitas pembakaran pada tungku. Berdasarkan pengamatan selama evaluasi pada uji kelompok B pasokan kayu bakar kering cukup terjaga dan bahan baku relatif lebih kering terlihat dari rata-rata kadar air bahan baku kelompok B yang lebih rendah dari kelompok A. Laju distilat (ml/mnt) menit ke- Gambar 16. Perubahan laju distilat pada kelompok B Q=1651 ml/mnt Q=1696 ml/mnt Q=1736 ml/mnt Q=1745 ml/mnt Q=1774 ml/mnt 22

37 Walaupun laju distilat yang teramati tidak mencapai batas ideal akan tetapi sudah melebihi laju distilat yang dilakukan pada penelitian sebelumnya (Tabel 9). Kombinasi dari laju distilat yang ada dan suhu distilat yang relatif dingin dapat dijadikan pengujian tambahan pada kinerja prototipe separator IPB selain mnguji pada kondisi optimal yang disesuaikan dari disain awal pembuatan prototipe separator IPB ini. Tabel 9. Perbandingan laju distilat pada penelitian Ahmad (2010) dan hasil pengamatan Laju distilat (L/menit) Terendah Tertinggi Rata-rata Ahmad (2010) 0,54 1,62 1,10 ± 0,237 Kelompok A 0,90 1,89 1,30 ± 0,145 Kelompok B 1,44 2,16 1,72 ± 0,145 Tinggi rendahnya laju distilat sangat dipengaruhi oleh kestabilan dan besarnya api pada tungku untuk menghasilkan kualitas uap yang baik di dalam ketel suling. Faktor yang terlihat selama hasil pengamatan laju distilat adalah faktor kondisi kayu bakar dan jenis kayu bakar. Pada percobaan yang menghasilkan laju distilat rendah biasanya kondisi kayau bakar yang digunakan relatif masih basah atau tidak adanya campuaran kayu Pinus yang mudah terbakar. Laju distilat selama pengujian juga sulit untuk diatur pada laju yang konstan karena pada sistem kukus di IKM ini jumlah air yang ditambahkan kembali ke dalam ketel relatif konstan dan lebih sedikit sehingga pada saat tertentu perlu ditambahkan air dalam jumlah banyak. Pada saat itu karena air yang ditambahkan relatif lebih dingin dan lebih banyak dari pada air yang tersisa di dalam ketel menyebabkan turunnya jumlah uap dan laju distilat yang dihasilkan Kinerja Separator Kinerja separator dinilai dari kemampuannya untuk memisahkan minyak dengan air yang terdapat dalam distilat. Ada beberapa faktor yang menentukan kinerja separator yaitu besarnya perbedaan densitas antara minyak dan air, disain separator, serta suhu dan laju distilat (Ahmad 2010). Minyak nilam memiliki selisih nilai densitas dengan air yang relatif lebih kecil dibandingkan minyak atsiri lainnya. Oleh karena itu minyak nilam cenderung lebih sulit terpisah dengan air dibandingkan minyak atsiri lainya. Selisih densitas beberapa minyak atsiri dengan air dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10. Data selisih densitas beberapa jenis minyak dengan air Minyak Bobot Jenis 25 /25 Selisih densitas dengan air Akar wangi 0,978-1,033 (-0,033) 0,022 Nilam 0,943-0,983 0,017 0,057 Cengkeh 1,039-1,06 (-0,039) (-0,06) Kenanga 0,904-0,928 0,072 0,096 Kayu putih 0,868-0,921 0,079 0,132 Pala 0,842-0,919 0,081 0,158 Sereh 0,85-0,892 0,108 0,15 Sumber : Ketaren (1985), diolah Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa selisih densitas minyak nilam dan akar wangi dengan air relatif lebih kecil dibandingkan minyak atsiri lainnya. Oleh karena itu pada proses pemisahan minyak nilam dan akar wangi akan terbentuk emulsi jika tidak cepat dipisahkan dan dibiarkan tercampur pada suhu yang relatif dingin. 23

38 Kesulitan pemisahan minyak nilam bukan hanya disebabkan oleh selisih densitas yang kecil tetapi disebabkan juga oleh adanya senyawa golongan terpen-o yang memiliki bobot molekul yang relatif lebih besar. Menurut Ketaren (1985), golongan terpen-o minyak nilam sering disebut patchouli alkohol (PA) meliputi 52-57% dari berat minyak dan terdiri atas benzaldehid, eugenol benzoat, sinnamat aldehid, dan keton semikarbonzon. a. Kondisi Umum Prototipe Separator IPB Air buangan pada prototipe separator IPB sudah berwarna jernih (Gambar 17.b). Hal ini menunjukkan air buangan relatif sudah bersih dari minyak. Hal ini diperkuat dengan sedikit sekali minyak yang terserap oleh spon yang sengaja diletakan di permukaan ember tempat air buangan. Bahan konstruksi utama prototipe separator IPB ini adalah stainless steel dan kaca sebagai bahan untuk wadah penampungan minyak yang sudah terpisahkan. Bahan yang digunakan untuk konstruksi ini sudah sesuai standar untuk menjaga mutu minyak nilam karena bahan yang dipakai merupakan bahan yang tidak mudah bereakasi dengan minyak seperti plastik atau besi. Disain prototipe separator IPB ini dirancang untuk kondisi penyulingan optimal pada laju distilat 2,4 L/menit dan suhu distilat 45 C. Ukuran dimensi dari prototipe separator IPB ini adalah tinggi silinder luarnya 60 cm dan diameter 55 cm. Silinder dalamnya memiliki tinggi 60 cm dan lebar 15 cm. Silinder dalam ini berfungsi sebagai tempat pemisahan minyak dan air yang ukuran dimensinya dikondisikan dengan laju dan suhu yang akan digunakan. Untuk disain yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6. b c a d Gambar 17. Kondisi umum prototipe separator IPB (a) prototipe separator IPB, (b) air buangan separator, (c) minyak yang terkumpul setelah terpisah dengan air, (d) beberapa sampel loss minyak b. Loss Minyak Minyak yang hilang adalah minyak yang tidak terkumpul di separator utama yang terbawa dengan air buangan yang ditampung oleh ember disampingnya. Data lapangan 24

39 Q>1,35 liter/menit Q<1,35 liter/menit uji ke- Gambar 18. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok A selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Data lapangan tersebut merupakan rekapitulasi data dari 20 kali pengambilan data yang dilakukan pada pengujian kinerja prototipe separator IPB. Jika dilihat dari bobot jenisnya minyak yang terbuang memiliki densitas rata-rata 0,9874 g/ml. Kondisi ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya yang mendapatkan densitas minyak yang tebuang 0,992 g/ml. Berdasarkan uji tersebut dapat disimpulkan densitas minyak yang lebih besar menyebabkan partikel minyak tersebut sulit terpisah dari air. Oleh karena itu partikel minyak akan cenderung lebih mudah terbawa oleh aliran fluida. Pada kelompok A yang terdiri atas 15 sampel percobaan terdapat fenomena yang menunjukkan bahwa sampel dengan laju distilat diatas 1,35 liter/menit memiliki nilai loss diatas 0,25% hal ini terlihat pada Gambar 18 dengan diagram batang yang berwarna hijau. Begitu juga dengan sampel yang memiliki laju distilat dibawah 1,35 liter/menit nilai loss-nya rata-rata dibawah 0,25% (biru). Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrance (1995) bahwa laju distilat yang kecil memberi waktu lebih banyak bagi minyak untuk terpisah dengan air sehingga jumlah loss lebih sedikit. Laju distilat yang besar maka waktu tinggal akan lebih singkat dan menyebabkan laju distilat dengan nilai yang lebih tinggi berpotensi untuk kehilangan minyak lebih banyak Loss (%) Kelompok B yang hanya terdiri atas lima sampel tetapi memiliki nilai loss diatas 0,4%, hal ini dikarenakan laju distilat pada semua sampel memiliki laju distilat rata-rata diatas1,6 liter/menit. uji ke-5 laju distilatnya lebih kecil dari uji ke-4 tetapi nilai loss-nya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan suhu rata-rata distilat uji ke-4 lebih tinggi. Dengan lebih hangatnya suhu distilat maka semakin mudah proses pemisahan antara minyak dan air terjadi. Loss (%) Q=1,74 liter/menit; Td=39 C 2. Q=1,69 liter/menit; Td=41 C 3. Q=1,77 liter/menit; Td=36 C 4. Q=1,73 liter/menit; Td=40 C 5. Q=1,65 liter/menit; Td=36 C Uji ke- Gambar 19. Perbandingan jumlah loss minyak pada kelompok B 25

40 Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan berkisar antara 0,11-0,62% dengan rata-rata 0,2%, pada kelompok A dan 0,48% pada kelompok B nilai ini berarti empat kali lipat kali lipat dibandingkan penelitian sebelumnya (Tabel 11). Tabel 11. Perbandingan jumlah loss dari penelitian terdahulu dan hasil pengamatan Jumlah loss minyak (%) Terendah Tertinggi Rata-rata Ahmad (2010) 0,09 0,24 0,16 ± 0,054 Kelompok A 0,11 0,34 0,20 ± 0,086 Kelompok B 0,40 0,62 0,48 ± 0,090 Pada Gambar 19 terlihat bahwa persentasi jumlah minyak yang terbuang selama penyulingan nilainya berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh laju dan suhu distilat yang berbeda-beda di setiap proses penyulingan. Jumlah minyak yang terbuang setiap pengambilan tiga jam pun jumlahnya berbeda-beda tetapi pada Gambar 20 terlihat ada pola bahwa jumlah minyak yang terbuang pada jam keenam dan jam kesembilan lebih besar dari pada jam ketiga. Hal ini dikarenakan loss minyak merupakan minyak nilam dengan densitas yang relatif lebih besar sehingga walau pun 50% minyak nilam pada jam ketiga sudah tersuling tetapi minyak yang memiliki densitas lebih berat dan titik didih lebih tinggi baru akan terangkat pada pertengahan dan akhir penyulingan ketika suhu didihnya sudah tercapai. Sedangkan pada jam keduabelas nilainya relatif tidak tetap disesuaikan dengan kondisi penyulingannya apakah masih ada minyak yang tersuling atau tidak, karena biasanya penyulingan sudah dihentikan pada jam kesepuluh. 12 Loss minyak (ml) Jam kepercobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 0 Loss minyak (ml) Gambar 20a. Jumlah loss minyak pada uji ke-1 sampai ke-10 Jam kepercobaan 6 percobaan 7 percobaan 8 percobaan 9 percobaan 10 26

41 Loss minyak (ml) Jam kepercobaan 11 percobaan 12 percobaan 13 percobaan 14 percobaan 15 Loss minyak (ml) Jam kepercobaan 16 percobaan 17 percobaan 18 percobaan percobaan 20 Gambar 20b. Jumlah loss minyak pada uji ke-11 sampai uji ke-20 b.1. Pengaruh Laju Distilat Empat kelompok suhu distilat yang dibuat adalah C, C, C dan C. Besarnya loss -minyak terhadap laju distilat dapat dilihat pada Gambar 21. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum terjadi kecenderungan adanya peningkatan jumlah loss minnyak saat laju distilat membesar loss minyak (%) Laju distilat (ml/menit C C C Gambar 21a. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada evaluasi prototipe separator IPB 27

42 Loss minyak (%) Laju distilat (ml/menit) C C Gambar 21b. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat prototipe separator IPB Besarnya laju distilat akan berpengaruh terhadap waktu tinggal distilat dalam separator. Waktu tinggal merupakan hasil bagi dari volume silinder dalam separator dengan laju distilat. Karena volume separator adalah tetap, maka waktu tinggal distilat dalam separator berbanding terbalik dengan laju distilat. Waktu tinggal distilat akan menentukan berapa lama waktu yang dimiliki partikel-partikel minyak dalam distilat untuk memisahkan dari air. Volume total prototipe separator IPB adalah 180 liter tetapi yang optimal digunakan sebagai tempat pemisah adalah 10,6 liter yang merupakan volume silinder dalam separator yang dirancang untuk laju distilat 2,4 L/menit dan waktu tinggal 4 menit. Jika volume separator 10,6 liter dengan laju distilat rata-rata 1,3 liter/menit dan 1,7 liter/menit maka distilat memiliki waktu tinggal 8 dan 6 menit. Semakin lama waktu tinggal distilat di dalam separator semakin besar kesempatan minyak untuk berpisah dengan air sehingga minyak yang terbawa oleh air buangan menjadi lebih sedikit. b.2. Pengaruh Suhu Distilat Tiga kelompok laju distilat yang dibuat untuk melihat pengaruh suhu adalah 1,2 L/menit; 1,3 L/menit; dan 1,4-1,8 L/menit. Grafik besarnya loss minyak terhadap laju distilat dapat dilihat pada Gambar 22. Berdasarkan Gambar 22 dapat dilihat adanya kecenderungan berkurangnya jumlah loss minyak saat suhu meningkat. Ini merupakan fenomena yang berlawanan dengan yang terjadi pada laju distilat. Berkurangnya loss minyak terlihat pada semua grafik. loss minyak (%) ,2 l/menit 1,3 l/menit 1,4-1,5 l/menit 1,6-1,8 l/menit Suhu distilat Gambar 22. Perubahan loss minyak terhadap suhu distilat prototipe separator IPB 28

43 Suhu distilat akan berpengaruh terhadap nilai densitas dari minyak dan air. Densitas merupakan besaran turunan yang dapat berubah karena perubahan suhu dan tekanan. Densitas berbanding terbalik dengan suhu. Saat suhu naik maka densitas akan turun dan begitupula sebaliknya. Rata-rata suhu distilat dari semua sampel yang ada adalah 34 C sedangkan suhu distilat yang diharapkan pada saat merancang separator ini adalah 45 C. semakin rendah suhu distilat maka semakin sulit minyak dan air pada distilat untuk terpisah. Pada Tabel 12 terlihat bahwa kecepatan partikel minyak nilam pada suhu 45 C memiliki nilai hampir dua kali lipat dari minyak nilam pada suhu 35 C. Kondisi ini dapat menyebabkan semakin tingginya jumlah loss walaupun nilai laju distilat dibawah laju optimal. Tabel 12. Kecepatan butiran minyak nilam naik melewati air Suhu distilat Kecepatan butiran minyak naik melewati air (mm/mnt) ,5 Sumber : Soesanto (2010) EVALUASI KELAYAKAN PROTOTIPE SEPARATOR IPB Kelayakan prototipe separator ditentukan dari jumlah minyak terbuang yang terbawa air buangan. Minyak yang hilang dihitung berdasarkan jumlah minyak yang tertangkap oleh spon yang digantungkan di pipa air buangan separator. Batas kelayakan separator yang telah ditentukan adalah tidak melebihi 0,5% dari total minyak yang telah tersuling. Dari tiga kelompok uji yang dilakukan kepada porototipe separator menunjukkan jumlah loss minyak yang terukur masih dibawah 0,5% sehingga sampai saat ini prototipe masih dianggap layak untuk kondisi suhu distilat C dan laju maksimum 1,78 liter/menit. Tabel 13. Pengaruh laju dan suhu distilat terhadap jumlah loss Laju distilat Suhu distilat Rata-rata Loss (%) (liter/menit) Ahmad (2010) 1,02-1, ,16 ± 0,054 Kelompok A 1,19-1, ,20 ± 0,086 Kelompok B 1,65-1, ,48 ± 0,090 Laju dan suhu distilat prototipe separator IPB pada kelompok A dengan rentang nilai laju distilat 1,19-1,47 L/menit pada suhu C memiliki loss rata-rata 0,2 % dan kelompok B dengan rentang nilai laju 1,65-1,78 L/menit pada suhu C memiliki loss rata-rata 0,48%. Perubahan laju distilat yang lebih signifikan dibandingkan perubahan suhu distilat menyebabkan nilai loss terlihat lebih terpengaruhi oleh laju distilat. Terlihat ketika suhu distilat kelompok B lebih tinggi (Tabel 13) tetapi nilai loss minyaknya tetap lebih besar, hal ini berbeda dengan kondisi biasanya dimana suhu distilat berbanding terbaik dengan jumlah loss. Sedangkan untuk penelitian Ahmad karena kondisi penyulingan yang berbeda sehingga perbandingan laju distilat dan suhu ditilat berbeda jauh dengan hasil pengamatan pada kelompok A dan B. Penelitian Ahmad memiliki suhu distilat tertinggi dan laju distilat terendah dibandingkan dua kelompok uji yang lain sehingga menghasilkan jumlah loss yang paling rendah. 29

44 4.2 UJI KINERJA SEPARATOR IKM Kondisi Umum Penyulingan Peralatan penyulingan yang digunakan selama uji kinerja prototipe separator IPB dan separator pembanding adalah sama, yaitu ketel suling sistim kukus dengan kapasitas 380 kg dan kondensor silinder yang sama. Perbedaannya adalah separator yang digunakan merupakan separator IKM yang lain sebagai pembanding. Separator ini terbilang cukup baik jika dibandingkan dengan separator IKM pada umumnya. Ada enam uji penyulingan yang diamati selama uji separator IKM. Kondisi bahan baku pada uji ini relatif lebih baik dibandingkan uji prototipe, begitu juga dengan kondisi pembakaran pada tungku menghasilkan uap yang lebih baik (panas) dan suhu distilat yang lebih panas. a. Rendemen Minyak Nilam Rendemen minyak yang dihasilkan saat uji kinerja separator IKM ini berkisar antara 0,89-2,17% (db) dengan nilai rata-rata 1,39%(db). Kenaikan rata-rata rendemen disebabkan karena kualitas bahan baku yang dipasok ke IKM pada tahap ini lebih baik dari pada tahap sebelumnya. Persentase Selisih (%) Uji ke- Gambar 23. Perbandingan selisih rendemen (db) dan kadar minyak pada uji separator IKM Tabel 14. Selisih kadar minyak dan rendemen (db) prototipe separator IPB dan separator IKM Kadar Minyak Rendemen (db) Selisih(%) Kelompok A 1,75 ± 0,4 1,29 ± 0,29 25,83 ± 5,20 Kelompok B 1,81 ± 0,24 1,43 ± 0,15 20,66 ± 4,65 Separator IKM 2,15 ± 0,72 1,76 ± 0,59 18,33 ± 2,9 Pada Gambar 23 percobaan 2 memiliki rendemen tertinggi dan percobaan 4 memiliki rendemen terendah. Bahan baku yang digunakan pada percobaan 2 merupakan tanaman dari panen yang pertama yang memiliki kadar minyak yang relatif lebih besar dibandingkan hasil panen setelahnya. Pada Tabel 14 terlihat selisih antara kadar minyak dengan rendemen separator IKM lebih stabil di bandingkan uji prototipe separator IPB dengan rata-rata selisih yang lebih kecil yaitu 18,33%. Selisih yang lebih kecil ini menjadi salah satu faktor yang menunjukkan kualitas penyulingan pada saat uji separator IKM dibandingkan ketika uji kinerja prototipe separator IPB. Selama enam kali percobaan uji kinerja separator IKM suplai kayu bakar kering cukup terjaga sehingga menghasilkan pembakaran yang berkualitas. 30

45 b. Suhu Distilat Suhu distilat pada uji kinerja separator IKM memiliki rata-rata 36 C dengan suhu distilat secara keseluruhan berkisar antara C. Suhu ini masih jauh dibawah suhu distilat yang diharapkan yaitu 45 C. Suhu distilat yang dingin ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan kondensor yang berfungsi mendinginkan uap distilat. Gambar 24 menunjukkan perubahan suhu distilat selama uji kinerja separator IKM cenderung meningkat selama proses penyulingan dan berlaku pada semua percobaan menit ke- Gambar 24. Perubahan suhu distilat selama uji kinerja separator IKM Suhu distilat Q=1.52 l/mnt Q=1,48 l/mnt Q=1,45 l/mnt Q=1,53 l/mnt Q=1,61 l/mnt Q=1,49 l/mnt Peningkatan suhu distilat selama uji kinerja separator IKM dibandingkan pada uji kinerja prototipe separator IPB relatif lebih tinggi 1 sampai 2 C. Tetapi jika dibandingkan dengan penelitian Ahmad (2010) peningkatan ini belum signifikan dimana rata-rata selisihnya mencapai 21 C (Tabel 6) sehingga belum memberikan perbedaan nyata pada jumlah minyak yang terbuang selama uji kinerja separator IKM. Tabel 15. Perbandingan peningkatan suhu distilat pada prototipe IPB dan IKM Peningkatan Suhu distilat Tertinggi Terendah Rata-rata Kelompok A ± 1,2 Kelompok B ,4 ± 2,0 IKM ,5 ± 2,1 Pada uji kinerja separator IKM ini selain mengukur suhu distilat masuk (T des1 ) juga diukur suhu distilat setelah keluar dari separator (T des2 ) dan suhu distilat setelah keluar dari ember penampungan air buangan dari separator (T des3 ). Berturut-turut dari suhu yang paling tinggi ke yang rendah adalah T des1, T des2, dan T des3. Hal ini berlaku untuk semua percobaan. Pada uji ini tidak bisa dilakukan pengukuran terhadap suhu distilat di dalam separator karena separator ini tidak dilengkapi termometer di dalamnya. Rendahnya suhu distilat ini nantinya akan berpengaruh terhadap jumlah minyak yang terbuang. Semakin rendah suhunya semakin sulit dipisahkan dengan air dan semakin mudah terbawa lagi beserta air buangan. Pada uji separator IKM juga dilakukan pengukuran suhu air pendingin. Suhu air pendingin masuk memiliki nilai yang relatif tetap yaitu 26 C sedangkan suhu air pendingin keluar memiliki kisaran C dengan nilai rata-rata 45 C. kondisi ini relatif sama dengan kondisi suhu air pendingin selama uji kinerja prototipe separator IPB. 31

46 c. Laju Distilat Laju distilat pada uji kinerja separator IKM ini memiliki nilai rata-rata 90 liter/jam atau 1,5 liter/menit yang setara dengan 0,29 liter/ kg jam(db). Laju distilat tertinggi yang tercatat selama tahap ini mencapai 2,1 liter/menit atau 126 liter/jam. Laju distilat IKM masih di bawah standar optimal. Jika mengacu pada standar laju distilat menurut Suryani et al. (2007) dengan nilai 0,6 liter/ kg jam, maka laju distilat IKM seharusnya 204 liter/jam atau setara 3,4 liter/menit. Laju distilat (ml/menit) menit kepercobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 percobaan 6 Gambar 25. Perubahan laju distilat selama uji kinerja separator IKM Gambar 25 menunjukkan perubahan laju distilat selama proses penyulingan selalu fluktuatif di semua percobaan. Percobaan 2 memiliki perubahan laju distilat yang relatif paling stabil sedangkan percobaan 5 memiliki perubahan laju distilat yang relatif paling fluktuatif. Perbedaan ini terjadi dikarenakan tidak stabilnya panas uap yang dipengaruhi kondisi pembakaran dan penambahan air dingin yang selalu diisikan ke dalam ketel. Kondisi pembakaran dipengaruhi oleh kemudahan kayu untuk terbakar dan jumlah kalor yang dapat dihasilkan dari jenis kayu yang digunakan. Dari hasil pengamatan di lapangan kayu bakar yang baik ketika digunakan adalah kayu pinus kering. Penambahan air dingin kedalam ketel jika tidak dikendalikan akan mengganggu terbentuknya uap karena turunnya suhu air di dalam ketel secara signifikan sehingga jumlah uap yang terbentuk menjadi berkurang. Tabel 16 menunjukkan laju distilat pada uji kinerja separator IKM lebih tinggi dibandingakan prototipe separator IPB walaupun perbedaannya tidak signifikan. Pada percobaan 2 panas dari tungku relatif stabil dibandingkan percobaan yang lain sedangkan pada percobaan 5 panas dari tungku tidak stabil dikarenakan adanya campuran kayu bakar yang masih basah dan penambahan air kedalam tungku yang tidak dilakukan bertahap sehingga menyebabkan anjloknya suhu air di dalam tungku. Adanya suhu air yang rendah mempengaruhi jumlah uap yang dihasilkan dan distilat yang akan didinginkan oleh kondensor. Tabel 16. Perbandingan laju distilat prototipe separator IPB dan separator IKM Laju distilat (liter/menit) Terendah Tertinggi Rata-rata Kelompok A 0,90 1,89 1,30 ± 0,145 Kelompok B 1,50 2,16 1,72 ± 0,145 IKM 1,05 2,10 1,50 ± 0,195 32

47 Kinerja Separator IKM Pembahasan kinerja separator IKM akan membahas dua faktor yaitu kondisi umum separator IKM yang meliputi disain separator dan kondisi air buangan serta faktor loss minyak dan pengaruh suhu distilat dan laju distilat terhadap jumlah miyak yang terbuang. Uji kinerja separator IKM ini dilakukan sebanyak enam kali percobaan dengan kondisi penyulingan yang sama dengan prototipe separator. a. Kondisi Umum Separator IKM a b minyak d c e Gambar 26. Kondisi umum separator IKM(a) separator IKM, (b) air buangan, (c) dan (d) sampel loss minyak, dan (e) minyak yang telah terpisahkan dari air Air buangan pada separator IKM masih berwarna kekuningan (Gambar 26.d). Hal ini menunjukkan air buangan masih tercampur minyak. Hal ini diperkuat dengan adanya minyak yang terserap oleh spon yang sengaja diletakan di permukaan ember tempat air buangan. Bahan konstruksi utama prototipe separator IPB ini sama dengan bahan kontruksi prototipe separator IPB yaitu stainless steeldan kaca sebagai bahan untuk wadah penampungan minyak yang sudah terpisahkan. Bahan yang digunakan untuk konstruksi ini sudah sesuai standar untuk menjaga mutu minyak nilam karena bahan yang dipakai merupakan bahan yang tidak mudah bereakasi dengan minyak seperti plastik atau besi. Dilihat dari volume silinder dalam separator IKM dengan ketinggian yang dihitung dari titik distilat masuk memiliki volume 4,5 liter dan asumsi waktu tinggal 4 menit maka separator ini dirancang untuk kondisi penyulingan optimal pada laju distilat 1,1 L/menit dengan suhu distilat 45 C. Ukuran dimensi dari prototipe separator IPB ini adalah tinggi silinder luarnya 40 cm dan diameter 45 cm. Silinder dalamnya memiliki tinggi 40 cm dan diameter 15 cm. Silinder dalam ini berfungsi sebagai tempat pemisahan minyak dan air yang ukuran dimensinya dikondisikan dengan laju dan suhu yang akan digunakan. Untuk disain lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. b. Loss Minyak Pada uji kinerja separator IKM loss minyak dihitung dari minyak yang tidak terkumpul di separator utama yang terbawa dengan air buangan yang ditampung oleh ember disampingnya. Selama uji kinerja separator IKM ini terdapat dua titik pengambilan sampel yaitu mulut pipa pembuangan air distilat dari separator dan mulut pipa pembuangan dari ember. Data lapangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. dan rekapitulasi data dari 6 kali pengambilan data yang dilakukan pada uji kinerja separator IKM dapat dilihat pada Lampiran 5. 33

48 Jumlah minyak yang terbuang (loss) pada setiap penyulingan berkisar antara 0,94-2,2% dengan rata-rata 1,46%. Loss (%) Percobaan ke- 1. Q=1,52 liter/menit; Td=37 C 2. Q=1,48 liter/menit; Td=39 C 3. Q=1,45 liter/menit; Td=36 C 4. Q=1,53 liter/menit; Td=35 C 5. Q=1,61 liter/menit; Td=35 C 6. Q=1,49 liter/menit; Td=36 C Gambar 27. Persentasi jumlah loss minyak selama uji kinerja separator IKM Pada Gambar 27 terlihat bahwa persentasi jumlah minyak yang terbuang selama penyulingan nilainya berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh laju dan suhu distilat yang berbeda-beda di setiap proses penyulingan. Jumlah minyak yang terbuang setiap pengambilan tiga jam pun jumlahnya berbeda-beda (Gambar 28). Dilihat dari persentase loss minyak pada uji kinerja separator IKM terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah tiga percobaan yang memiliki nilai loss minyak dibawah 1,5% (biru). Kelompok ini memiliki laju distilat rata-rata 1,48 liter/menit dan suhu distilat 37 C. Kelompok kedua adalah tiga percobaan yang memiliki loss minyak diatas 1,5% (abu-abu). Kelompok ini memiliki laju distilat yang lebih besar dengan nilai rata-rata 1,54 liter/menit dan suhu distilat yang lebih kecil dengan nilai rata-rata 35 C. Sehingga wajar jika kelompok pertama loss minyaknya lebih rendah dibandingkan kelompok kedua. Pada Lampiran 5 terlihat bobot jenis minyak yang terbuang memiliki densitas rata-rata 0,9816 g/ml. Densitas rata-rata minyak yang terbuang pada uji kinerja separator IKM lebih kecil dibandingkan densitas rata-rata minyak yan terbuang pada uji prototipe separator IPB dengan nilai 0,9874. Berdasarkan uji tersebut dapat disimpulkan bahwa minyak yang terbuang pada uji separator IPB tidak hanya yang memiliki fraksi berat tetapi minyak dengan fraksi yang lebih rendah pun ikut terbuang. Hal ini dapat terlihat dari warna loss minyak yang berbeda-beda seperti pada Gambar 26d. yang relatif lebih jernih dibandingkan Gambar 26c yang berwarna hitam pekat banyak mengandung fraksi berat dari minyak nilam. Tetapi densitas minyak yang terbuang lebih berat dibandingkan dengan minyak nilam yang berhasil dipisahkan oleh separator dengan nilai densitas 0,9670 g/ml. Tabel 17. Perbandingan jumlah loss dari prototipe dan separator IKM Jumlah loss minyak (%) Terendah Tertinggi Rata-rata Kelompok A 0,11 0,34 0,20 ± 0,086 Kelompok B 0,40 0,62 0,48 ± 0,090 Separator IKM 0,94 2,20 1,46 ± 0,470 34

49 Pada Tabel 17 terlihat persentasi jumlah minyak yang terbuang selama uji separator IKM lebih besar dibandingkan prototipe separator IPB kelompok A dengan rata-rata lebih dari tujuh kali lipatnya dan dibandingkan dengan kelompok B nilai loss minyaknya hampir tiga kali lipat. Jika dilihat dari disannya, separator IKM mempunyai beberapa kekurangan dibandingkan prototipe separator IPB yaitu, posisi pipa distilat masuk dan pipa distilat keluar yang berada ditengah silinder dan volume silinder dalam dan volume total separator yang lebih kecil sehingga waktu tinggal ketika pemisahan lebih singkat. Loss minyak (ml) Jam kepercobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 percobaan 6 Gambar 28. Jumlah loss minyak selama penyulingan pada uji kinerja separator IKM Pada Gambar 28 terlihat bahwa pola yang terjadi pada jumlah loss minyak selama uji separator IKM berbeda dengan pola prototipe separator IPB. Hal ini dikarenakan loss minyak pada uji separator IKM tidak hanya didominasi fraksi berat saja tetapi juga minyak fraksi ringan. Sehingga pada awal penyulingan yang didominasi minyak fraksi rendah sudah terdapat minyak yang terbuang. Hal ini dapat menjawab jika pada percobaan 2 jumlah minyak yang terbuang pada jam ketiga lebih besar dibandingkan dengan jam berikutnya. b.1. Pengaruh Laju Distilat Tiga kelompok suhu distilat yang dibuat adalah 35 C, 36 C, dan C. Besarnya loss minyak terhadap laju distilat dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum terjadi kecenderungan yang sama dengan uji prototipe separator. Jumlah loss berbanding lurus dengan besarnya laju distilat Loss (%) T T 36 T Laju distilat (liter/menit) Gambar 29. Perubahan loss minyak terhadap laju distilat pada uji separator IKM 35

50 Besarnya laju distilat akan berpengaruh terhadap waktu tinggal distilat dalam separator. Waktu tinggal merupakan hasil bagi dari volume silinder dalam separator dengan laju distilat. Karena volume separator adalah tetap, maka waktu tinggal distilat dalam separator berbanding terbalik dengan laju distilat. Waktu tinggal distilat akan menentukan berapa lama waktu yang dimiliki butiran-butiran minyak dalam distilat untuk memisahkan diri dari air. Volume total separator IKM ini 64 liter sedangkan volume silinder dalam hanya 7 liter dan volume yang efektif digunakan sebagai tempat pemisahan kurang dari 7 liter karena distilat masuk tidak melalui dasar silinder melainkan tengah silinder sehinga tidak mengoptimalkan pemisahan minyak selama bergerak dari dasar kepermukaan separator karena perbedaan densitas. Dengan laju distilat tertinggi mencapai 1,5 liter/menit dan volume pemisahan 7 liter maka waktu tinggal minyak adalah 4,7 menit. Waktu ini terlalu singkat jika dibandingkan waktu tinggal pada prototipe separator IPB selama 8 menit. b.2 Pengaruh Suhu Distilat Dua kelompok laju distilat yang dibuat untuk melihat pengaruh suhu adalah 1,4-1,5 L/menit dan 1,51-1,6 L/menit. Grafik besarnya loss minyak terhadap laju distilat dapat dilihat pada Gambar 30. Hal ini sama dengan yang terjadi dengan uji prototipe separator IPB. Berdasarkan Gambar 30 dapat dilihat adanya kecenderungan berkurangnya jumlah loss minyak saat suhu meningkat. Ini merupakan fenomena yang berlawanan dengan yang terjadi pada laju distilat. Loss (%) Suhu distilat Gambar 30. Perubahan loss minyak terhadap suhu distilat pada uji separator IKM Suhu distilat akan berpengaruh terhadap nilai densitas dari minyak dan air. Densitas merupakan besaran turunan yang dapat berubah karena perubahan suhu dan tekanan. Densitas berbanding terbalik dengan suhu. Saat suhu naik maka densitas akan turun dan begitu pula sebaliknya. Rata-rata suhu distilat dari semua sampel yang ada adalah 36 C sedangkan suhu distilat yang diharapkan pada saat merancang separator ini adalah 45 C. semakin rendah suhu distilat maka semakin sulit minyak dan air pada distilat untuk terpisah. Pada Tabel 10 terlihat bahwa kecepatan partikel minyak nilam pada suhu 45 C memiliki nilai hampir dua kali lipat dari minyak nilam pada suhu 36 C. Kondisi ini dapat menyebabkan semakin tingginya jumlah losswalaupun nilai laju distilat dibawah laju optimal. 4.3 PERBANDINGAN KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR IPB DENGAN SEPARATOR IKM Jumlah Loss Minyak liter/menit liter/menit Nilai loss minyak keseluruhan rata-rata selama uji kinerja prototipe separator IPB adalah 0,3% jika dibagi menjadi dua, kelompok A nilai loss-nya 0,2% dan kelompok B nilai loss- 36

51 nya 0,48% sedangkan separator IKM loss minyak rata-rata mencapai 1,46%. Minyak yang terbuang pada separator IKM hampir lima kali lipat dari loss minyak pada prototipe separator IPB. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh beberapa faktor seperti suhu distilat, laju distilat, dan waktu tinggal distilat di dalam separator seperti pada Tabel 18. Tabel 18. Perbandingan uji kinerja prototipe dan separator IKM Prototipe Prototipe Prototipe* Separator IKM Kelompok A Kelompok B Laju distilat rata-rata (l/menit) 1,3 1,7 1,1 1,5 Laju distilat (liter/kg jam(db)) 0,25 0,35 0,24 0,29 Suhu distilat rata-rata Volume silinder dalam (liter) 10,6 10,6 10,6 7 Volume total separator (liter) Waktu Tinggal (menit) ,7 Densitas loss minyak (gr/ml) 0,987 0,987 0,992 0,981 Warna Air Buangan Jernih Jernih Jernih Kuning loss minyak rata-rata (%) 0,20 0,48 0,16 1,46 *Penelitian terdahulu Suhu rata-rata distilat pada uji prototipe separator IPB kelompok A, kelompok B dan separator IKM adalah 32 C, 38 C dan 36 C. Suhu distilat pada prototipe separato IPB kelompok B memang lebih tinggi dari suhu distilat prototipe separator IPB kelompok A dan suhu distilat separator IKM tetapi semuanya masih dibawah suhu distilat optimal 45 C. Jika dilihat pada Tabel 12 selisih suhu dua derajat celcius tidak memberikan dampak signifikan pada kecepatan partikel minyak ketika berpisah dengan air. Oleh karena suhu distilat yang relatif sama dingin mengakibatkan jumlah loss minyak akan lebih besar dibandingkan dengan suhu distilat pada suhu penelitian sebelumnya 42 C (Tabel 18). Dilihat dari semua sampel yang ada, uji prototipe separator IPB dan separator IKM sama-sama menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara suhu distilat dengan jumlah loss. Pada uji kedua separator tersebut suhu distilat yang cenderung meningkat selama penyulingan menunjukkan suhu distilat keluar pada prototipe separator IPB relatif lebih dingin dibandingkan separator IKM. Hal ini dikarenakan waktu tinggal yang lebih lama pada prototipe separator IPB menyebabkan distilat yang masuk lebih lama mengalami proses pendinginan karena tercampur dengan distilat yang telah dingin di dalam separator. Laju distilat rata-rata pada uji prototipe separator IPB kelompok A, klompok B dan separator IKM adalah 1,3 liter/menit ; 1,7 liter/menit dan 1,5 liter/menit. Prototipe separator IPB didisain untuk kondisi laju distilat 2,4 liter/menit dan suhu distilat 45 C dengan harapan pada kondisi ini loss minyak tidak lebih dari 0,5%. Pada kondisi laju distilat 1,3 liter/menit dan suhu distilat 32 C prototipe ini masih efektif karena nilai loss rata-rata hanya 0,2% dan pada kelompok B yang memiliki laju distilat rata-rata 1,7 liter/menit dan suhu distilat rata-rata 38 C minyaknya 0,48% sedangkan pada uji separator IKM dengan laju 1,5 liter/menit dan suhu distilat 36 C nilai loss rata-rata sudah mencapai 1,46%. Perbedaan ini dikarenakan disain separator, loss 37

52 volume silinder dalam, dan waktu tinggal pada prototipe separator IPB lebih baik dibandingkan separator IKM. Sehingga proses pemisahan pada prototipe separator IPB lebih optimal Kondisi Air Buangan dan Loss Minyak Warna air buangan dapat dijadikan faktor pengukur efektivitas separator yang digunakan. Semakin jernih air buangan menunjukkan rendahnya kandungan minyak yang ikut terbuang di dalamnya. Pada Gambar 31 kondisi air buangan pada prototipe separator lebih jernih dibandingkan separator IKM. Hal ini dikarenakan masih adanya butiran minyak yang ikut terbuang pada air buangan separator IKM. Kondisi minyak yang terbuang pada separator IKM lebih cerah (Gambar 31.ii) dan memiliki densitas yang lebih ringan (Tabel 18). Terbentuknya dua lapisan warna yang berbeda pada sebagian loss minyak separator IKM bukan dikarenakan kadar air yang terkandung di dalamnya melainkan loss minyak pada separator IKM memiliki densitas yang berbeda-beda sehingga ketika dikumpulkan membuat dua lapisan yang memiliki kepekatan warna yang berbeda. Kondisi ini menunjukkan pada uji separator IKM minyak yang terbuang tidak hanya minyak dengan fraksi berat tetapi juga fraksi ringan. Waktu tinggal yang terlalu cepat menyebabkan minyak yang belum sempat terpisah akhirnya ikut terbuang. (a) (b) (i) (ii) Gambar 31. Perbandingan kondisi air buangan dan loss minyak (a,b) prototipe separator IPB, (i,ii) separator IKM Cara Pengambilan Minyak Cara pengambilan minyak pada kedua separator sudah sangat memudahkan penyuling dengan adanya penampungan minyak di atas separator dan pipa pengambilan minyak yang telah disertai kran. Tetapi pada prototipe separator IPB mempunyai kelebihan yaitu adanya pipa outlet yang dapat diatur ketinggiannya sehingga ketika laju distilat terlalu besar ketinggian distilat dapat diatur sehingga minyak yang telah terkumpul tidak terbuang akibat dorongan distilat yang terlalu besar yang masuk dari bawah separator. Tetapi kondisi prototipe separator IPB yang memiliki tinggi satu meter lebih terkadang menyulitkan penyuling dalam meletakannya. Karena posisi pipa distilat keluar dari kondensor sudah sangat rendah sehingga perlu menggali agar permukaan tanah menjadi lebih rendah dan prototipe separator dapat diletakan diposisi yang tepat. 38

53 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Prototipe separator IPB untuk pengujian kinerja pada kondisi laju distilat total ratarata 1,4 liter/menit dan suhu distilat 34 C memiliki loss rata-rata 0,3%. Pada laju distilat rata-rata 1,3 liter/menit nilai loss masih sangat rendah. Pada laju distilat rata-rata 1,7 liter/menit nilai loss masih cukup baik dan dapat dinyatakan layak (0,48% 0,5%). Laju distilat yang tinggi dan suhu distilat yang rendah menyebabkan meningkatnya jumlah loss. Laju distilat yang rendah dan suhu distilat yang tinggi dapat menurunkan jumlah loss. Hal ini berlaku pada selang kondisi laju distilat rata-rata 1,3 liter/menit sampai 1,7 liter/menit dan suhu distilat rata-rata 32 C sampai 38 C. Prototipe separator IPB memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan separator IKM. Nilai loss rata-rata prototipe separator IPB tiga sampai tujuh kali lebih sedikit dibandingkan separator IKM pada suhu dan laju distilat yang relatif sama. Air buangan pada separator IKM berwarna kekuningan sedangkan air buangan prototipe separator IPB relatif lebih jernih. 5.2 SARAN Selama uji kinerja prototipe separator IPB, kondisi penelitian mengikuti kondisi penyulingan IKM sehingga perlu dilakukan penelitian yang mencakup kontrol terhadap kondisi penyulingan agar tingkat pengaruh dari masing-masing faktor bisa dihitung. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada laju distilat yang lebih tinggi (> 1,7 liter/menit) dan pada suhu distilat optimal (45 C) sehingga didapatkan kondisi penyulingan yang menunjukkan kapasitas kinerja maksimum dari prototipe separator IPB. Letak termometer pada prototipe separator IPB perlu dipindahkan mendekati silinder dalam sehingga yang terukur adalah suhu distilat ketika proses pemisahan di dalam silinder. Karena dengan posisi termometer yang sekarang yang terukur adalah suhu minyak atau air yang diam di puncak separator. 39

54 DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Shafeeg Analisis Kinerja Prototipe Separator IPB Penyulingan Minyak Nilam [skripsi]. Bogor: Fakultasi Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ardiana, I Kajian Proses Pemucatan Minyak Nilam Menggunakan Asam Sitrat Pada Skala Pilot Plant [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. BSN Standar Mutu Minyak Nilam. SNI: Beygeyk, K. Van dan Liederken, Ing. A. J Teknologi Proses Jilid I. Penerjemah B. S. Anwir Jakarta: PT Bhrata Karya Aksara. Darby, Ron Chemical Engineering and Fluids Mechanics. New York: Marcel Dekker, Inc. Denny, E.F.K Field Distilastion for Herbaceous Oils. Tasmania : Denny, Mc Kenzie Associate, Lylidale. Ditjen Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia , Nilam (Patchouli). Jakarta: Departemen Pertanian. Dowthwaite, S V. dan Samjamjaras R Vetiver : Parfumers Liquid Gold. Bangkok: Thai-Cina Flavours and Fragrances Co. Ltd. Guenther, E Minyak Atsiri. Penerjemah Semangat Ketaren Jakarta: Direktorat Jendral Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Haris, R Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta : Penebar Swadaya. Hernani dan Risfaheri Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Littri. XV (2) : Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Lawrence B The Isolation of Aromatic Materials from Natural Plant Product. Dalam Manual on Essential Oil Industry. DeSilva, K Tuley [Editor]. Austria: UNIDO. Luthony, T. L. dan Y. Rahmawati Produksi dan Perdangangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Manitto dalam Ardiana, I Kajian Proses Pemucatan Minyak Nilam Menggunakan Asam Sitrat Pada Skala Pilot Plant[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Maryadi A Pembuatan Bahan Acuan Minyak Nilam (Penelitian Awal). Jakarta: Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian - LIPI McCabe, Waren L., Julian C Smith dan Peter Harriot Operasi Teknik Kimia Jilid I. Jakarta: Erlangga. Panjaitan, Leonard Kajian Tahanan Gesekan Tumpukan Nilam Terhadap Aliran Udara Serta Profil Suhu Tumpukan Pada Penyulingan dengan Metode Air dan Uap [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rusli, Sofyan Nilam, Teknologi Penyulingan dan Penanganan Minyak Bermutu Tinggi. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Rusli, S. dan Hasanah, M Cara penyulingan daun nilam mempengaruhi rendemen dan mutu minyaknya. Pemberitaan LPTI 24: 1-7. Santoso, H.B Bertanam Nilam Bahan Industri Wewangian. Yogyakarta: Kanisius. Sari E, Sundari E Upaya Peningkatan Kualitas dan Permasalahan Perdagangan Minyak Nilam di Sumatra Barat [makalah]. Padang: Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta. Soesanto, Hari Rekayasa Proses dan Alat Pemisah Minyak Nilam dan Air Distilat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 40

55 Suryani Panduan Cara Memproduksi yang Baik (GMP) Minyak Nilam. Jakarta: Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah. Departemen Perindustrian. Uzwatania, F Analisis KInerja dan Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wiraatmadja, S Peralatan Industri. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 41

56 LAMPIRAN 42

57 Lampiran 1. Data lapangan uji kinerja prototipe separator Percobaan : 1 Bahan baku : 408 kg Hari/ Tanggal : Selasa/ 23 Desember 2010 Jumlah minyak : 3,8 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator (T s ) T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 6,8 Loss (%) 0,18 43

58 Percobaan : 2 Bahan baku : 416 kg Hari/Tanggal : Sabtu/ 25 Desember 2010 Jumlah minyak : 4,3 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 8,2 Loss (%) 0,19 44

59 Percobaan : 3 Bahan baku : 388 Hari/Tanggal : Senin 27 Desember 2010 Jumlah minyak : 3,8 Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 13 Loss (%) 0,34 45

60 Percobaan : 4 Bahan baku : 440 kg Hari/Tanggal : Rabu/ 29 Desember 2010 Jumlah minyak : 3,7 Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 10,4 Loss (%) 0,28 46

61 Percobaan : 5 Bahan baku : 440 Hari/Tanggal : Kamis/ 30 Desember 2010 Jumlah minyak : 3,8 Jam : Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss Menit ke- (ml/mnt) Separator T des1 Tdes2 Q w T in T out (ml) (L/mnt) Rata-rata Total 9,9 Loss (%) 0,26 47

62 Percobaan : 6 Bahan baku : 468 kg Hari/Tanggal : Sabtu/ 1 Januari 2011 Jumlah minyak : 4 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 Tdes2 Q w T in T out (ml) (L/mnt) Rata-rata Total 6 Loss (%) 0,15 48

63 Percobaan : 7 Bahan baku : 440 kg Hari/Tanggal : Minggu/ 2 Januari 2011 Jumlah minyak : 5,6 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 Tdes2 Q w T in T out (ml) (L/mnt) Rata-rata Total 12,3 Loss (%) 0,22 49

64 Percobaan : 8 Bahan baku : 446 kg Hari/Tanggal : Rabu/ 5 Januari 2011 Jumlah minyak : 4,2 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 Tdes2 Q w T in T out (ml) (L/mnt) Rata-rata Total 10,1 Loss (%) 0,24 50

65 Percobaan : 9 Bahan baku : 451 kg Hari/Tanggal : Jumat/ 7 Januari 2011 Jumlah minyak : 4,5 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 12 Loss (%) 0,27 51

66 Percobaan : 10 Bahan baku : 448 kg Hari/Tanggal : Sabtu/ 8 Januari Jumlah minyak : 3,5 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 7,7 Loss (%) 0,22 52

67 Percobaan : 11 Bahan baku : 460 kg Hari/Tanggal : Senin/ 10 Januari 2011 Jumlah minyak : 5,8 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 19 Loss (%) 0,32 53

68 Percobaan : 12 Bahan baku : 462 kg Hari/Tanggal : Selasa/ 11 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,9 Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 12,0 Loss (%) 0,30 54

69 Percobaan : 13 Bahan baku : 440 kg Hari/Tanggal : Rabu/ 12 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,3 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 3,6 Loss (%) 0,11 55

70 Percobaan : 14 Bahan baku : 414 kg Hari/Tanggal : Kamis/ 13 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,8 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 8,7 Loss (%) 0,23 56

71 Percobaan : 15 Bahan baku : 376 kg Hari/Tanggal : Jumat/ 14 Jannuari 2011 Jumlah minyak : 3,5 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 6,5 Loss (%) 0,19 57

72 Percobaan : 16 Bahan baku : 380 kg Hari/Tanggal : Jumat/ 28 Januari 2011 Jumlah minyak : 4,2 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 19 Loss (%) 0,45 58

73 Percobaan : 17 Bahan baku : 368 kg Hari/Tanggal : Sabtu/ 29 Januari 2011 Jumlah minyak : 4,3 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 17,2 Loss (%) 0,4 59

74 Percobaan : 18 Bahan baku : 398 kg Hari/Tanggal : Minggu/ 30 Januari 2011 Jumlah minyak : 4,5 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 28 Loss (%) 0,62 60

75 Percobaan : 19 Bahan baku : 403 kg Hari/Tanggal : Senin/ 31 Januari 2011 Jumlah minyak : 5,2 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 21,8 Loss (%) 0,42 61

76 Percobaan : 20 Bahan baku : 310 kg Hari/Tanggal : Selasa/ 1 Februari 2011 Jumlah minyak : 3,2 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat Suhu T Distilat Air pendingin Loss (ml/mnt) Separator T des1 T des2 Q w (L/mnt) T in T out (ml) Rata-rata Total 16,5 Loss (%) 0,52 62

77 Lampiran 2. Data lapangan uji kinerja separator IKM Percobaan : 1 Bahan baku : 452 kg Hari/Tanggal : Selasa/ 18 Januari 2011 Jumlah minyak : 5,4 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 69,5 Loss (%) 1,29 63

78 Percobaan : 2 Bahan baku : 423 kg Hari/Tanggal : Rabu/ 19 Januari 2011 Jumlah minyak : 5,4 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 96 Loss (%) 1,04 64

79 Percobaan : 3 Bahan baku : 448 kg Hari/Tanggal : Kamis/ 20 Januari 2011 Jumlah minyak : 439 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 61 Loss (%) 0,94 65

80 Percobaan : 4 Bahan baku : 439 kg Hari/Tanggal : Jumat/ 21 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,9 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 66,5 Loss (%) 1,71 66

81 Percobaan : 5 Bahan baku : 298 kg Hari/Tanggal : Sabtu/ 22 Januari 2011 Jumlah minyak : 3,0 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 66 Loss (%) 2,2 67

82 Percobaan : 6 Bahan baku : 375 kg Hari/Tanggal : Minggu/ 23 Januari 2011 Jumlah minyak : 6 kg Jam : Menit ke- Laju Distilat T Distilat Air pendingin Loss (ml) (ml/mnt) T des1 T des2 T des3 Q w (L/mnt) T in T out L 1 L Rata-rata Total 95,5 Loss (%) 1,59 68

83 Lampiran 3. Rekapitulasi data lapangan kelompok A pada uji kinerja prototipe separator IPB Uji ke- Bahan baku Kadar air Bahan baku Rendemen Kadar minyak Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu Rata-rata suhu distilat Air pendingin Loss Minyak (kg) (%) (kg)(db) Kg %(db) %wb) (%) ml/menit L/jam L/kg jam Separator T des1 T des2 Q w T in T out ml % Densitas (gram/ml) rata-rata Lampiran 4. Rekapitulasi data lapangan kelompok B pada uji kinerja prototipe separator IPB Uji ke- Bahan baku Kadar air Bahan baku Rendemen Kadar minyak Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu Rata-rata suhu distilat Air pendingin Loss Minyak (kg) (%) (kg)(db) Kg %(db) %wb) (%) ml/menit L/jam L/kg jam separator T des1 T des2 Q w T in T out ml % Densitas (gram/ml) rata-rata

84 Lampiran 5. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja separator IKM Uji ke- Bahan Kadar Bahan Rendemen Kadar Rata-rata Laju distilat Rata-rata suhu distilat Air pendingin Loss Minyak baku (kg) air (%) baku (kg)(db) Kg %(db) %wb) minyak (%) ml/menit L/jam L/kg jam T des1 T des2 T des3 Q w T in T out ml % Densitas (gram/ml) Rata-rata Lampiran 6. Peralatan Proses Produksi Penyulingan IKM Wanatiara Ketel suling Kondensor Prototipe Separator Separator IKM 70

85 Lampiran 7. Rekapitulasi data lapangan uji kinerja prototipe separator IPB penelitian terdahulu Uji ke- Bahan baku Kadar air (%) Bahan baku Rendemen Kadar minyak Rata-rata Laju distilat T Separator Rata-rata suhu distilat Loss Minyak (kg) (db) (kg) Kg %(db) %wb) (%) ml/menit L/jam L/kg jam T des1 T des2 ml % Rata-rata Lampiran 8. Metode pengambilan loss minyak Keterangan : 1. Spon diperas diatas corong yang telah dilapisi kain monel 2. Hasil perasan dari spon diaduk sampai terlihat jernih 3. Air perasan yang telah berwarna jernih 4. Minyak yang telah dipisahkan dengan air perasan oleh kain monel 5. Minyak yang telah terkumpul diukur didalam gelas ukur 71

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK NILAM Komposisi Minyak Nilam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK NILAM Komposisi Minyak Nilam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK NILAM Minyak nilam adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan daun dan ranting tanaman nilam. Minyak nilam memiliki wangi yang khas, sehingga banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman nilam (Pogestemon cablin Benth) dengan cara penyulingan. Pada tanaman nilam, minyak atsiri terdapat dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilam kering yang berasal dari Kabupaten Kuningan. Nilam segar yang terdiri dari bagian daun dan batang tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun waktu pelaksaan penelitian ini dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Nilam B. Penyulingan Minyak Nilam

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Nilam B. Penyulingan Minyak Nilam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Nilam Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth). Walaupun tidak banyak digunakan di dalam negeri, minyak

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM

ANALISIS KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM ANALISIS KINERJA PROTOTIPE SEPARATOR PENYULINGAN MINYAK NILAM OLEH SHAFEEG AHMAD F34050809 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg Nama : Muhammad Iqbal Zaini NPM : 24411879 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Cokorda

Lebih terperinci

Kuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat

Kuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat Kuantifikasi Penyulingan Minyak Nilam Industri Rakyat Ellyta Sari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang Kampus III-UBH Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun, Padang 2143

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh bunga kenanga dengan kadar air 82 %, kadar protein 17,30% dan kadar minyak 1,6 %. Masing-masing penyulingan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Pirolisis Bahan yang di gunakan dalam pirolisis ini adalah kantong plastik es bening yang masuk dalam kategori LDPE (Low Density Polyethylene). Polietilena (PE)

Lebih terperinci

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 :!,1G():5kr'W:5 JURnAl EKOlOGI DAn SAlns PUSAT PENELITIAN LlNGKUNGAN HIDUP a SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 APLIKASI

Lebih terperinci

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM Nahar* Abstrak Tumbuhan nilam, Pogostemon cablin Benth, adalah salah satu jenis minyak atsiri terpenting bagi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM

EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM EFISIENSI ENERGI DAN UJI KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK NILAM Oleh: IVON WIDIAHTUTI F 34104028 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

PROSES DEKANTASI MINYAK ATSIRI DENGAN VARIASI PLAT INTERCEPTOR DALAM DEKANTER. I M. Rajendra dan I. A. Anom Arsani

PROSES DEKANTASI MINYAK ATSIRI DENGAN VARIASI PLAT INTERCEPTOR DALAM DEKANTER. I M. Rajendra dan I. A. Anom Arsani ISSN 1907-9850 PROSES DEKANTASI MINYAK ATSIRI DENGAN VARIASI PLAT INTERCEPTOR DALAM DEKANTER I M. Rajendra dan I. A. Anom Arsani Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Bali, Bukit Jimbaran P.O. Box 1064

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilam Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Menurut Grieve (2002) Tanaman Nilam termasuk tanaman penghasil minyak atsiri

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

Studi Input Energi pada Proses Penyulingan Minyak Atsiri Nilam dengan Sistem Boiler (Studi Kasus Unit Pengolahan minyak Nilam Kesamben-Blitar)

Studi Input Energi pada Proses Penyulingan Minyak Atsiri Nilam dengan Sistem Boiler (Studi Kasus Unit Pengolahan minyak Nilam Kesamben-Blitar) Studi Input Energi pada Proses Penyulingan Minyak Atsiri Nilam dengan Sistem Boiler (Studi Kasus Unit Pengolahan minyak Nilam Kesamben-Blitar) Rohmad Abdul Aziz Al Fathoni*, Bambang Susilo, Musthofa Lutfi

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO (The Period s effect to increase Patchouli

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM Bangkit Gotama 1* dan Mahfud 1 1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia * Korespondensi : Telp +62 81333253494;

Lebih terperinci

PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN UAP PANAS LANJUT

PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN UAP PANAS LANJUT PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN UAP PANAS LANJUT Syukran 1, Saifuddin 2, Elfiana 3 1,2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe 3 Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia, Politeknik

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI PERCOBAAN VI Judul Percobaan : DESTILASI Tujuan : Memisahkan dua komponen cairan yang memiliki titik didih berbeda. Hari / tanggal : Senin / 24 November 2008. Tempat : Laboratorium Kimia PMIPA FKIP Unlam

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang

Lebih terperinci

Uji Performansi Unit Penyulingan Uap Daun Cengkeh Skala Laboratorium dengan Pretreatment Pencacahan Daun

Uji Performansi Unit Penyulingan Uap Daun Cengkeh Skala Laboratorium dengan Pretreatment Pencacahan Daun Uji Performansi Unit Penyulingan Uap Daun Cengkeh Skala Laboratorium dengan Pretreatment Pencacahan Daun Litapuspita Rizka Perdana*, Musthofa Lutfi, Yusuf Hendrawan Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas

Lebih terperinci

REKAYASA PROSES DAN ALAT PEMISAH MINYAK NILAM DAN AIR DISTILAT HARI SOESANTO

REKAYASA PROSES DAN ALAT PEMISAH MINYAK NILAM DAN AIR DISTILAT HARI SOESANTO REKAYASA PROSES DAN ALAT PEMISAH MINYAK NILAM DAN AIR DISTILAT HARI SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Arang Batok dan Asap Cair, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pengujian kandungan kimia distilat

Lebih terperinci

UJI PERFORMA PENYULINGAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin, Benth) MENGGUNAKAN BOILER DI KABUPATEN BLITAR

UJI PERFORMA PENYULINGAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin, Benth) MENGGUNAKAN BOILER DI KABUPATEN BLITAR UJI PERFORMA PENYULINGAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin, Benth) MENGGUNAKAN BOILER DI KABUPATEN BLITAR Distillation Plant Performance Test of Patchouli (Pogostemon cablin, Benth) Using Boiler in Blitar

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Minyak Nilam 2.1.1 Deskripsi umum minyak nilam Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang telah dikenal di Indonesia. Dalam perdagangan internasional, minyak

Lebih terperinci

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017 PENGARUH PERBANDINGAN PELARUT DAN BAHAN BAKU TERHADAP PENINGKATAN RENDEMEN MINYAK NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH) DENGAN DESTILASI AIR MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO Kusyanto 1), Ibnu Eka Rahayu 2 1),2) Jurusan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses O L E H : D R. I R. S U S I N G G I H W I J A N A, M S. J U R U SA N T E K N O L O G I I N D U S T R I P E RTA N I A N FA KU LTA S T E K N O L

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI

METODE EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI MINYAK ATSIRI (2) TEKNOLOGI PROSESING 1 Oleh : Dr.Ir. Susinggih Wijana, MS. Jurusan Teknologi Industri Pertanian FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA METODE EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI A. Expression

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Alat penyuling minyak atsiri - Bagian 1 : Sistem kukus Syarat mutu dan metode uji

Alat penyuling minyak atsiri - Bagian 1 : Sistem kukus Syarat mutu dan metode uji Standar Nasional Indonesia ICS 65.060 Alat penyuling minyak atsiri - Bagian 1 : Sistem kukus Syarat mutu dan metode uji Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO (Enhancement of Patchouli Alcohol Degree in Purification

Lebih terperinci

Cara uji penyulingan aspal cair

Cara uji penyulingan aspal cair Standar Nasional Indonesia Cara uji penyulingan aspal cair ICS 91.100.15; 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro LAPORAN TUGAS AKHIR Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro (Efficiency Purification Patchouli Oil Using Microwave Vacum Distilation ) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL

PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL LAPORAN TUGAS AKHIR PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL (Purification Patchouli oil By Use Of Microwave Distillation

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 2

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 2 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 2 DESTILASI UAP Jum at, 25 April 2014 Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH 1112016200040 KELOMPOK 1 Fahmi Herdiansyah Siti Ipah Masripah Yasa Esa Yasinta PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses evaporasi telah dikenal sejak dahulu, yaitu untuk membuat garam dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi matahari dan angin. Evaporasi adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

BAB III METOLOGI PENELITIAN

BAB III METOLOGI PENELITIAN BAB III METOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Metode yang digunakan adalah untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara tepat. Skripsi ini menggunakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-93

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-93 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-93 Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon winterianus) Menggunakan Metode Distilasi Uap dan

Lebih terperinci

OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH (Eugenia caryophyllata)

OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH (Eugenia caryophyllata) Optimasi Tekanan dan pada Distilasi Fraksinasi Vakum terhadap Mutu Eugenol dari Minyak OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH

Lebih terperinci

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I Ujicoba peralatan penyulingan minyak sereh wangi sistem uap pada IKM bertujuan untuk memanfaatkan potensi sereh wangi;menyebarluaskan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN NILAM

PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN NILAM 2012, No.911 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 54/Permentan/OT.140/9/2012 TANGGAL 4 September 2012 PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN NILAM I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sentra tanaman

Lebih terperinci

UJI PENGARUH SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP LANGSUNG TERHADAP MUTU DAN RENDEMEN MINYAK NILAM

UJI PENGARUH SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP LANGSUNG TERHADAP MUTU DAN RENDEMEN MINYAK NILAM UJI PENGARUH SUHU UAP PADA ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP LANGSUNG TERHADAP MUTU DAN RENDEMEN MINYAK NILAM (Effect of Destillation Temperature on Quality and Yield of Patchouli Oil of Direct Steam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Perbandingan Metode Hydro-Distillation Dan Steam Hydro-Distillation Dengan Microwave Terhadap Rendemen Serta Mutu Minyak Atsiri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL Budi Santoso * Abstract : In industrial clove oil destilation, heat is the main energy which needed for destilation process

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus 3, Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Laju Aliran Fluida dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya berasal dari hukum kekekalan massa seperti yang terlihat pada Gambar

Lebih terperinci

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si DAFTAR HALAMAN Manual Prosedur Pengukuran Berat Jenis... 1 Manual Prosedur Pengukuran Indeks Bias... 2 Manual Prosedur Pengukuran kelarutan dalam Etanol... 3 Manual

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Jeringau Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak dapat lepas dari membahas masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan umum diminati

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN PROSES PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN SISTEM DISTILASI AIR

KAJIAN PROSES PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN SISTEM DISTILASI AIR KAJIAN PROSES PENYULINGAN MINYAK NILAM MENGGUNAKAN SISTEM DISTILASI AIR Oleh SAEPUL RIZAL F34050107 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PROSES PENYULINGAN MINYAK NILAM

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN

METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN SN I 03-3642-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN EFISIENSI ENERGI PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN UNTUK INDUSTRI KECIL MINYAK NILAM

ANALISIS KINERJA DAN EFISIENSI ENERGI PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN UNTUK INDUSTRI KECIL MINYAK NILAM ANALISIS KINERJA DAN EFISIENSI ENERGI PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN UNTUK INDUSTRI KECIL MINYAK NILAM Oleh: FINA UZWATANIA F 34104074 2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian; Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RIZQI RIZALDI HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam 1. Penyulingan Minyak Nilam a. Daun nilam ditimbang dalam keadaan basah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Nilam oleh kalangan ilmiah diberi nama Pogostemon sp., telah dikenal sejak lama di Indonesia. Daerah asalnya tidak diketahui secara pasti, ada yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci