BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif. Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif. Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif"

Transkripsi

1 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan. Karena kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan yang sangat mendasar bagi seseorang dalam memecahkan masalah secara kreatif. Sebelum membahas arti berpikir kreatif, berikut adalah makna dari berpikir. Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsipersepsi, dan pengalaman sebelumnya (Kuswana, 2011). Kreatif berasal dari bahasa Inggris create yang artinya menciptakan, sedangkan kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta. Munandar (2009) mengemukakan bahwa, kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru, mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan. Menurut Munandar (2009) bahwa berpikir kreatif divergen (juga disebut berfikir kreatif) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.

2 9 Selain itu, menurut Satiadarma (2003), Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir kreatif maupun berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada. Proses berpikir kreatif menurut Wallas (Satiadarma,2003) meliputi empat tahapan yakni: 1) Persiapan (preparation) Adalah tahap peletakan dasar. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan masalah. 2) Inkubasi (incubation) Adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu. Dalam tahap ini pula terdapat kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat lagi pada saat berakhirnya tahap pengeraman dan muncul masa berikutnya. 3) Iluminasi (illumination) Adalah tahap dimana munculnya aspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk cetusan spontan, ide/gagasan, pemecahan masalah, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.

3 10 4) Verifikasi (verivication) Adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis yang mulai dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi kenyataan. Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford (Satiadarma: 2003) berkaitan dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif yakni: 1) Kelancaran (fluency) adalah kemampuan memproduksi banyak gagasan 2) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan berbagai pendekatan atau jalan penyelesaian masalah. 3) Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan atau ide sebagai hasil pemikiran sendiri. 4) Penguraian (elaboration) adalah kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci 5) Perumusan kembali (fenition) adalah kemampuan untuk menkaji suatu persoalan melalui cara atau perspektif yang berbeda dengan yang sudah lazim Selain itu, ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Satiadarma (2003) meliputi : 1) Keterampilan berpikir lancar (fluency) : kemampuan ini menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak ide, gagasan, jawaban, penyelesaian, suatu masalah atau pertanyaan

4 11 2) Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) : kemampuan ini menyebabkan seseorang dapat menghasilkan jawaban atau pertanyaan bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. 3) Keterampilan berpikir orisinil (Originality) : kemampuan ini mendorong seseorang untuk menghasilkan ungkapan yang baru dan unik sebagai ungkapan dari pemikiran mereka. 4) Keterampilan memperinci (mengelaborasi) : kemampuan ini meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk 5) Ketrampilan menilai (mengevaluasi) : kemampuan ini membuat seseorang menentukan patokan sendiri dalam menilai apakah suatu pernyataan benar atau salah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kesanggupan atau kecakapan siswa untuk mencetuskan cara, strategi, ide-ide atau konsep dengan menghubungkan dan mengembangkan hal-hal yang telah diketahui sebelumnya dalam menyelesaikan permasalahan atau persoalan matematika. Berpikir kreatif matematis adalah aktivitas mental yang disadari secara logis dan divergen untuk menemukan jawaban atau solusi yang bersifat baru dalam permasalahan matematika. Indikator kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 12 1) Keterampilan Berpikir lancar (Fluency): a) Mencetuskan banyak jawaban atau penyelesaian masalah atau gagasan yang berhubungan dengan matematika. b) Memberikan banyak cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah matematika c) Selalu memikirkan lebih dari 1 jawaban 2) Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibelity): a) Menghasilkan jawaban atau solusi yang bervariasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika. b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. c) Mencari berbagai alternatif jawaban atau solusi yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan matematika. 3) Keterampilan Berpikir Orisinil (Originality): a) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan suatu ide yang berkaitan dengan matematika. b) Mampu membuat kombinasi-kombinasi dari berbagai bagian atau unsur yang ada. c) Mampu mengungkapkan masalah matematika dengan menggunakan bahasa, dan idenya sendiri. 4) Ketrampilan Memperinci (Elaboration): a) Mampu mengembangkan atau memperkaya suatu gagasan.

6 13 b) Menambahkan atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut. B. Kecerdasan Interpersonal Menurut Mork (Yaumi,2013) bahwa, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk membaca tanda dan isyarat sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat. Dan menurut (Lwin, et al., 2008), kecerdasan interpersonal adalah kemapuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen, suasana hati, maksud, dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi melakukan negosiasi hubungan dengan keterampilan dan kemahiran karena orang tersebut mengerti kebutuhan tentang empati, kasih sayang, pemahaman, ketegasan, dan ekspresi dari kebutuhan dan keinginan. Orang seperti ini mengetahui bagaimana pentingnya berkolaborasi dengan orang lain, memimpin ketika diperlukan, mengikuti jika memang keikutsertaan sangat diperlukan, bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki ketrampilan komunikasi yang berbeda-beda. Yaumi (2013) mengatakan bahwa, pemahaman terhadap watak orang lain yang menjadi ciri utama kecerdasan interpersonal merupakan faktor penting bagi komunikasi yang efektif. Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan kecerdasan interpersonal adalah komunikasi dan ketrampilan

7 14 interpersonal. Menurut Oak (Yaumi, 2013), komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling tergantung satu sama lain untuk membagi (sharing) pengalaman, sedangkan ketrampilan interpersonal adalah ketrampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam situasi sosial. Mork (Yaumi, 2013) juga menekankan bahwa, pada empat elemen penting dari kecerdasan interpersonal yang perlu digunakan dalam membangun komunikasi. Keempat elemen penting tersebut, mencakup: (1) membaca isyarat sosial,(2) memberikan empati (3) mengontrol emosi, dan (4) mengekspresikan emosi pada tempatnya. Untuk memahami secara komprehensif keempat elemen ini, perlu dijelaskan lebih perinci seperti berikut ini. 1) Membaca isyarat sosial Memerhatikan penuh bagaimana orang lain berkomunikasi, memahami komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam berinteraksi. 2) Memberikan empati Mencoba memposisikan diri berada pada perspektif orang lain ketika berdiskusi tentang sesuatu khususnya jika ingin berkolaboratif dengan orang tersebut, membuat keputusan atau menyelesaikan konflik, mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan oleh orang tersebut dalam suatu situasi.

8 15 3) Mengontrol emosi Jika merasa sedikit panas atau tegang tentang topik yang sedang dibicarakan, sebaiknya melangkah sedikit ke belakang untuk mendinginkan suasana, kemudian melanjutkan pembicaraan. 4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya Mengetahui kapan saatnya mengungkapnkan rasa iba dan kasih saying, hubungan emosional, atau mengungkapkan emosi yang positif. Yaumi (2013) mengemukakan secara khusus, karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah: 1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya. 2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif. 4) Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan melalui chatting atau teleconference. 5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan, dan politik. 6) Sangat senang mengikuti acara talkshow di tv dan radio.

9 16 7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim daripada main sendirian. 8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri. 9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler. 10) Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial. Sedangkan Lwin, et al. (2008) mengemukakan tanda-tanda kecerdasan interpersonal yang rendah jika dia: 1) Tidak suka berbaur atau bermain dengan anak-anak lain 2) Lebih suka menyendiri 3) Menarik diri dari orang lain, khususnya selama pesta anak-anak 4) Merebut dan mengambil mainan anak-anak lain 5) Memukul dan menendang anak-anak lain dan secara teratur terlibat dalam perkelahian 6) Tidak suka bergiliran 7) Tidak suka berbagi dan sangat posesif (menonjolkan kepemilikan) akan mainannya 8) Menjadi agresif dan berteriak-teriak ketika dia tidak mendapatkan yang dia inginkan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal siswa adalah kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, kecakapan

10 17 atau ketrampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Indikator kecerdasan interpersonal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Membaca Isyarat Sosial : a) Memulai hubungan baru dengan orang lain b) Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain c) Menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan 2) Memberikan Empati : a) Menunjukkan perhatian kepada orang lain b) Menjaga perasaan orang lain c) Mengerti keinginan orang lain 3) Mengontrol Emosi : a) Menghargai perbedaan pada orang lain b) Berpikiran positif terhadap orang lain c) Tidak menaruh curiga secara berlebihan 4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya : a) Memberi dukungan kepada teman b) Memberikan penghargaan terhadap orang lain c) Spontanitas d) Menempatkan diri setara dengan orang lain e) Mengakui pentingnya kehadiran orang lain f) Komunikasi dua arah

11 18 C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak, banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya ketrampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah atau disingkat PBM (Rusman, 2010). Dalam bukunya Trianto (2009) istilah pembelajaran berbasis masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBI). Trianto (2009) juga menambahkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Duch, et.al. (Rusman, 2010) menyatakan bahwa, prinsip dasar yang mendukung konsep dari PBM ada sudah lebih dulu dari pendidikan formal itu sendiri, yaitu bahwa pembelajaran dimulai (diprakasai) dengan mengajukan masalah, pertanyaan, atau teka-teki, yang menjadikan pembelajar (siswa yang belajar) ingin menyelesaikannya. Tan (Rusman, 2010) juga menyebutkan bahwa, PBM telah diakui sebagai suatu pengembangan pembelajaran aktif dan pendekatan yang berpusat pada siswa, dimana masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah-masalah

12 19 dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang kompleks) digunakan sebagai titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh (Rusman, 2010) mengatakan bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dikelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika disekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa kesempatan untuk berfikir secara kritis, mengajukan ide kreatif mereka sendiri, dan mengkomunikasikan dengan temannya secara matematis. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: 1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar. 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (Multiple Perspective). 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. 6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. 7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif. 8) Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

13 20 9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan 10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Rusman (2010) mengemukakan bahwa, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis masalah adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1 Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan masalah pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2 Mengorganisasi siswa Membantu siswa untuk belajar mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3 Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk individual/kelompok mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4 Mengembangkan dan Membantu siswa dalam menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah temannya Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

14 21 D. Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition Strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan pengembangan dari strategi pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visual Intellectually) dan VAK (Visual Auditory Kinesthetic).Yang membedakan strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition dengan strategi pembelajaran SAVI dan VAK adalah adanya Repetition yaitu pengulangan. Menurut Ainia (2012), strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan pada tiga aspek yaitu Auditory (mendengar), Intellectualy (berpikir), Repetition (pengulangan). Unsur-unsur pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah sebagai berikut: 1) Auditory Belajar Auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa Yunani kuno, karena filosof mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, maka bicarakanlah tanpa henti (Meier,2002). Auditory adalah learning by talking, belajar dengan berbicara, mendengarkan menyimak, presentasi, argumentasi, mengungkapkan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier (2002) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaaan Auditory dalam belajar, antara lain: a) Mintalah siswa untuk berpasangan, membincangkan secara terperinci apa yang baru mereka pelajari dan bagaimana menerapkannya.

15 22 b) Mintalah siswa untuk mempraktekkan sesuai ketrampilan atau memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan secara terperinci apa yang sedang mereka kerjakan. c) Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat penyusunan pemecahan masalah. Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi Auditory dapat dilakukan dengan cara membentuk pembelajaran berkelompok dan diskusi sehingga siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya, mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, mempresentasikan jawabannya di depan kelas. 2) Intellectually Menurut Meier (2002) bahwa Intellectualy menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Meier (2002) juga mengatakan Intellectually menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman tersebut. Lebih lanjut Meier mendefinisikan Intellectually adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan untuk berpikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru lagi bagi dirinya sendiri.

16 23 Meier (2002) mengemukakan bahwa aspek dalam Intellectually dalam belajar akan terlatih jika siswa dilibatkan dalam aktifitas memecahkan masalah. Dengan demikian guru harus mampu merangsang, mengarahkan, memelihara, dan meningkatkan intesitas proses berpikir siswa demi tercapainya kemampuan pemecahan masalah yang maksimal pada siswa. 3) Repetition Belajar bukanlah berproses dalam kekosongan, tetapi berproses dengan penuh makna. Masuknya materi ke dalam otak yang diterima melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu yang terbatas. Agar kesan-kesan itu mudah diangkat ke alam sadar diperlukan Repetition dengan memanfaatkan kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu sesering mungkin (Djamarah, 2010). Menurut Ngalimun (2013) Repetition merupakan pengulangan, dengan tujuan memperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis. Pengulangan disini dimaksudkan agar siswa lebih mendalami materi ataupembelajaran yang telah disampaikan.sedangkan menurut Suherman (2008) Repetition berarti pengulangan diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengajaran soal, pemberian tugas dan kuis. Menurut Sihalolo (2012) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaan Repetition dalam belajar, diantaranya:

17 24 a) Guru memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk soal-soal. b) Guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas tersebut secara individu. c) Siswa diarahkan untuk menyelesaiakan tugas tersebut dengan mengingat informasi-informasi yang sudah diterimanya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditory yang berarti indra telinga digunakan dalam belajar dengan cara menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, dan menanggapi, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir perlu dilatih dengan melalui latihan menalar, mencipta, memecahkan masalah, berpikir kreatif dan menerapkan, dan Repetition berarti pengulangan yang diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis. Menurut Meier (2002), langkah-langkah dalam strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) yaitu: Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) Indikator Preparation (Tahap persiapan) Presentatiom Tingkah Laku Guru Pada tahap ini guru meningkatkan minat belajar siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan membagi kelompok dari awal pembelajaran dengan tujuan agar mencapai situasi belajar yang optimal. Tujuan pada tahap penyampaian adalah

18 25 (Tahap penyampaian) Practice (Tahap pelatihan) Performance (Tahap penampilan hasil) membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra. Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk menyampaikan dan menyerap pengetahuan dan ketrampilan baru dengan berbagai cara. Tujuan penampilan hasil adalah membantu siswa untuk menerapkan dan memperluas pengetahuan atau ketrampilan baru yang mereka peroleh, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat. E. Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition Menurut Sanjaya (Rusman, 2010), model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model pembelajaran berbasis masalah dapat di terapkan: 1) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh. 2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgement secara objektif.

19 26 3) Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. 4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih tanggung jawab dalam belajarnya. 5) Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan). Menurut Trianto (2014), di dalam kelas PBM, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBM antara lain: 1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari. 2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan. 3) Memfasilitasi dialog siswa, dan 4) Mendukung belajar siswa. Sedangkan pengertian strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditoryyang berarti mendengar, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir dan Repetition berarti pengulangan. Jika model pembelajaran berbasis masalah kita hubungkan dengan strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition ada beberapa persamaan, yaitu setiap tahap atau proses pembelajaran sama-sama

20 27 mempunyai 3 tahap penyampaian yang sama yaitu: yang pertama, guru membantu siswa menemukan materi yang baru atau masalah dalam pembelajaran, yang kedua siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalah yang ada dan tahap yang ketiga adalah guru mengajak siswa untuk mengevaluasi yang sudah di pecahkan secara berasama. Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1 Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran, masalah meningkatkan minat belajar siswa, (Preparation) membagi kelompok dari awal pembelajaran, menjelaskan logistik/alat yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar 3 Membimbing pengalaman individual/kelompok (Presentation) 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Practice) 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Performance) Membantu siswa mendefinisikan, menemukan materi belajar, dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra. Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Membantu siswa untuk melakukan refleksi/pengulangan serta evaluasi terhadap pengetahuan dan ketrampilan baru yang mereka peroleh, sehingga

21 28 hasil belajar akan melekat dan terus meningkat. F. Materi Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Standar kompetensi dan kompetensi dasar disesuaikan dengan silabus Kurikulum 2013 dalam BNSP (2006). G. Kerangka Berpikir Tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mendukung. Salah satu faktor yang memiliki peran dalam rangka mencapai tujuan adalah ketepatan mengorganisir peserta didik. Guru sebagai pemegang kendali dikelas, mempunyai tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk mencari model dan strategi pembelajaran yang dapat membawa pengaruh besar pada pola pikir siswa dalam peningkatan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan interpersonal siswa, yaitu dengan menggunakan variasi model dan strategi pembelajaran, diantaranya dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR). Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas VIIIA SMP Bhakti Praja Pangkah bahwa kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan interpersonal siswa masih rendah.

22 29 Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Dengan pembelajaran ini diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan interpersonal siswa. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berpendapat bahwa keterkaitan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan interpersonal siswa merupakan modal awal untuk mencapai keberhasilan siswa. Keterkaitan tersebut menjadikan sebuah pemicu munculnya hasil yang baik, yaitu dengan mengarahkan siswa pada sesuatu yang baru, praktis, sesuai pada pengalaman yang nyata. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam motivasi yang besar, maka dengan sendirinya siswa tersebut mudah dan penuh sadar melakukan sesuatu guna mencapai hasil yang diharapkan. Untuk mendapatkan hasil memuaskan, guru dituntut menyajikan materi dan mengelola siswa dalam KBM senantiasa menyenangkan dan tidak membosankan dengan model pembelajaran yang variatif. Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) menjadi solusi terbaik bagi guru agar tercipta KBM yang diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan

23 30 kecerdasan interpersonal siswa. Secara skematis, kerangka berpikir dapat ditunjukkan di bawah ini: Kondisi Awal Siswa Berpikir Kreatif Matematis dan Interpersonal skill rendah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi (AIR) Auditory Intellectually Repetition 1. Orientasi siswa pada masalah (Preparation) 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Membimbing pengalaman individual/kelompok (Presentation) 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Practice) 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Performance) Berpikir Kreatif Matematis dan Interpersonal skill siswa meningkat H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir, maka dalam penelitian tindakan kelas ini diajukan hipotesis tindakan, yaitu melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually

24 31 Repetition (AIR) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan Interpersonal siswa kelas VIIIA SMP Bhakti Praja Pangkah, Kab. Tegal tahun pelajaran 2016/2017 pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).

BAB 1 PENDAHULUAN. baru yaitu kurikulum 2013 secara bertahap. SMP Bhakti Praja Pangkah adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. baru yaitu kurikulum 2013 secara bertahap. SMP Bhakti Praja Pangkah adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilakukan sampai saat ini secara berkesinambungan. Berbagai upaya dilakukan demi meningkatkan kualitas pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Bertanya 1. Pengertian Kemampuan bertanya siswa terdiri dari tiga kata yaitu kemampuan, bertanya dan siswa. Kemampuan berasal dari kata mampu yang artinya sanggup melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh siswa. Lembar kerja biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah. untuk menyelesaikan tugas.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh siswa. Lembar kerja biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah. untuk menyelesaikan tugas. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS) Menurut Diknas (Prastowo, 2011) Lembar Kerja Siswa (Student Work Sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Sebuah soal pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikanya akan tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem pendidikan Indonesia, bidang studi yang dipelajari secara implisit dan eksplisit mulai dari taman kanakkanak hingga perguruan tinggi adalah matematika.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Mahmudi (2009) menyatakan bahwa, komunikasi matematis mencakup komunikasi tertulis maupun lisan. Komunikasi tertulis dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91).

Lebih terperinci

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya.

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah proses kegiatan yang khas dilakukan oleh manusia. Pendidikan merupakan produk kebudayaan manusia. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kurikulum Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

Lebih terperinci

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK MODEL PEMBELAJARAN AIR (AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION) BERBANTUAN MAKE A MATCH SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fembriani Universitas Widya Dharma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 777 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Aktif Peran aktif merupakan partisipasi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai obyek dan subyek, maksudnya yaitu selain siswa mendengarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SEMANTIK MENULIS POSTER DAN SLOGAN MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING): Suatu Alternatif Peningkatan

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985) II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Sebelum kita mengetahui pengertian kemampuan pemecahan masalah, terlebih dahulu kita harus mengetahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual Menurut Meier (2002) pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Gagne pada tahun 1970-an. Awang dan Ramly (2008:1) mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Berpikir adalah suatu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai suatu kemampuan

Lebih terperinci

Penerapan Model Pembelajaran AIR pada Pembelajaran Matematika Siswa SMP

Penerapan Model Pembelajaran AIR pada Pembelajaran Matematika Siswa SMP SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Penerapan Model Pembelajaran AIR pada Pembelajaran Matematika Siswa SMP Mariyanti Elvi 1, Arini Viola Burhan 2, Suherman 3 dan Mirna 4 1 Sekolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan. sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Arends (dalam Trianto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan. sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Arends (dalam Trianto, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Menurut Toda (Liliweri, 1997) komunikasi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Ibrahim dan Nur (Rusman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mind Map Mind map atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menuntut kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Salah satu indikator tingginya kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP Fransiskus Gatot Iman Santoso Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRAK.Tujuan matematika diajarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) Menurut Hermowo (Firti, 2012:17) SAVI adalah singkatan dari Somatis (bersifat raga), Auditori

Lebih terperinci

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 24 BANJARMASIN MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda sesuai sudut pandang masing-masing. Menurut Semiawan kreativitas adalah suatu kemampuan untuk

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING) MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS SEMINAR PENDIDIKAN DISUSUN OLEH KALAM SIDIK PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam. siswa secara umum belum sesuai dengan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. matematika menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam. siswa secara umum belum sesuai dengan harapan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan suatu negara sangat erat hubungannya dengan perkembangan pendidikan. Untuk bisa menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas diperlukan pola berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Peradaban manusia akan sangat diwarnai oleh tingkat penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi saat sekarang ini berkembang sangat pesat. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang diterapkan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

PERPADUAN KONSEP METODE PEMBELAJARAN SOMATIS AUDITORY VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) DENGAN METODE DRILL DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI

PERPADUAN KONSEP METODE PEMBELAJARAN SOMATIS AUDITORY VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) DENGAN METODE DRILL DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI PERPADUAN KONSEP METODE PEMBELAJARAN SOMATIS AUDITORY VISUAL INTELEKTUAL (SAVI) DENGAN METODE DRILL DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI Nur Eka Setiowati Abstrak Pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan aktif dalam pembangunan negara. Untuk mengimbangi pembangunan di perlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu diadakan peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan bergantung dari kualitas seorang guru.

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011). 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir adalah kecakapan menggunakan akal menjalankan proses pemikiran/kemahiran berfikir.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pemecahan Masalah Matematis Setiap individu selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan sehari harinya. Mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 20 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pemahaman Konsep Matematis Kemampuan pemahaman terhadap suatu konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar maupun pemecahan masalah dalam kehidupan sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah. a. Masalah, Pedagogi, dan Permbelajaran Berbasis Masalah. 2) Masalah dan Pedagogi

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah. a. Masalah, Pedagogi, dan Permbelajaran Berbasis Masalah. 2) Masalah dan Pedagogi BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Rusman (2012: 187) Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual a. Kemampuan Representasi Matematis Janvier (dalam Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan di sekolah merupakan proses nyata yang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan di sekolah merupakan proses nyata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pendidikan di sekolah merupakan proses nyata yang selalu muncul pada setiap jenjang pendidikan. Permasalahan pendidikan akan membuat manusia mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Menghadapi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang

Lebih terperinci

Belajar Dan Pembelajaran Metode Based Learning

Belajar Dan Pembelajaran Metode Based Learning Author : Edy Santoso Publish : 25-09-2011 09:46:35 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

permasalahan untuk merangsang pemikiran siswa supaya siswa dapat lebih aktif menjawab pertanyaan, mampu memecahkan masalah dengan mudah dan dapat

permasalahan untuk merangsang pemikiran siswa supaya siswa dapat lebih aktif menjawab pertanyaan, mampu memecahkan masalah dengan mudah dan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran mengajar terlebih dahulu membuat desain atau perencanaan pembelajaran. Dalam mengembangkan rencana pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Tanpa adanya pendidikan manusia akan sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Salah satu

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional BAB I pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan pendidikan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan pendidikan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memegang peranan yang sangat penting yaitu menjamin kelangsungan dan perkembangan bangsa itu sendiri. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan di semua aspek kehidupan. Dalam hal ini diperlukan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 20 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Kontekstual 1. Minat Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu yang yang datang dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari

Lebih terperinci

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Attin Warmi, Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Singaperbangsa Karawang email attin.warmi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

Lebih terperinci