DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU Oleh : MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 iii RINGKASAN MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO. Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu rottb.) di P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. BINTORO DJOEFRIE, M. Agr.) Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari teknik budidaya sagu dan meningkatkan pengetahuan serta wawasan mengenai pengelolaan perkebunan secara teknis maupun manajerial. Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Agustus 2010 di Perkebunan sagu PT. National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Aspek khusus yang diamati dalam magang ini adalah pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan kegiatan teknis di lapang yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis maupun kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pembibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan penyulaman. Selain itu, dilakukan percobaan pengaruh teknik persemaian kanal, kolam, polibag, dan jenis tanaman induk berduri, tanaman induk tidak berduri terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tersebut. Metode tidak langsung dilakukan melalui wawancara dan diskusi dengan staf serta studi pustaka untuk mendapatkan informasi yang mendukung. Data primer yang diperoleh dari percobaan persemaian dianalisis dengan uji DMRT pada taraf 5%. PT. National Sago Prima menerapkan teknik persemaian bibit secara terapung pada kanal (saluran air berukuran lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit disemai di kanal dengan menggunakan rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah kering. Kriteria bibit sehat dan layak untuk disemai adalah bibit masih segar dengan pelepah masih hijau, bibit sudah tua yang dicirikan dengan bonggol sudah keras, pelepah dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, serta rata-rata bobot bibit 2-4 kg.

4 iv Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan sebelum persemaian, lama penyimpanan bibit, teknik persemaian yang digunakan dan jenis tanaman induk. Terdapat berbagai teknik persemaian yaitu persemaian rakit, kolam dan polibag. Bobot bibit yang digunakan umumnya 2-4 kg. Berdasarkan hasil percobaan dengan parameter pertumbuhan panjang petiol, jumlah daun, jumlah anak daun, dan persentasi kematian, bibit dengan perlakuan teknik persemaian rakit dari tanaman induk yang tidak berduri menghasilkan pertumbuhan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

5 v Judul Nama NRP : PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.) DI PT.NATIONAL SAGO PRIMA, KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU : MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus :...

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 29 Desember Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Teguh Budiarto dan Ibu Sukeningsih. Penulis lulus dari SD Negeri Kauman 3 pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu SLTP Negeri 3 Batang dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pekalongan pada tahun Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus dan diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun penulis menjadi pengurus organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan sekitarnya). Dari tahun penulis menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKF).

7 vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga magang yang berjudul Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu rottb.) Di P.T.National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu dapat diselesaikan. Kegiatan magang tersebut merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran untuk pelaksanaan magang dan pembuatan laporan akhir ini. 2. Bapak, Ibu, Sari, Asti, dan keluarga besar atas dukungan, doa, dan semangat yang diberikan. 3. Dr. Ir. Sugiyanta, MS. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 4. Agung, dan Iksani atas kerja sama dan bantuannya selama kegiatan magang berlangsung hingga penulisan laporan. 5. Pak Erwin, Pak Habib, Pak Nasrudin, Pak Pandu, Pak Budi, Pak Kornelis, Pak Igun, Bang Asrori, Bang Wiyadi dan seluruh keluarga besar PT. National Sago Prima atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan magang berjalan. 6. Pak Susilo, Pak Gia, Ibu Ruri, selaku tim Riset and Develpment PT. Sampoerna atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian dan magang sehingga dapat berjalan dengan baik. 7. Ibu Sulis, Pak Harsono, Pak Eko, Pak Budi, Pak Husen, Pak Adit dan seluruh keluarga besar PT. Prima Kelola atas bantuan sarana dan prasarana sehingga kegiatan magang dan penelitian berjalan dengan baik. 8. Teman-teman Sukijo Group Mas Malik, Mas Shohib, Mas Bowo, Iyud, Kukuh, Mono, dan Ahmad atas dukungan moral dan kebersamaannya.

8 viii 9. Semua teman AGH 43 atas semangatnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya. Bogor, Februari 2011 Penulis

9 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Tanaman Sagu... 4 Metroxylon rumphii Martius... 4 Metroxylon sagu Rottbol... 4 Syarat Tumbuh Sagu... 5 Budidaya Sagu... 6 Pembibitan... 6 Penanaman di Lapang... 7 Pemeliharaan... 7 Pemupukan... 7 Pengendalian Hama dan Penyakit... 8 Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out)... 8 METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Magang Analisis Data dan Informasi KONDISI UMUM KEBUN Sejarah Kebun Letak Geografis dan Administratif Keadaan Tanah Topografi dan Iklim Latar Belakang Pengusahaan Sagu Areal Konsesi Dan Pertanaman Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pengorganisasian Kebun Deskripsi Kerja Karyawan PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pembibitan Penyeleksian Bibit Persemaian Persiapan Lahan Pemancangan Ajir Lubang Tanam Pelorongan... 29

10 x Pembuatan Lubang Tanam Pengelolaan Air Penyulaman Pemeliharaan Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Pengendalian Gulma PEMBAHASAN Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu Pengaruh Sistem Persemaian Dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylon spp.) Panjang Petiol Daun Jumlah Daun dan Anak Daun Bibit Sagu Tingkat Persentase Kematian KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 55

11 xi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, Rekapitulasi Hasil Penyulaman Sucker pada Blok I28 Divisi I Selama Tiga Hari Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Daun 1 dan 2 Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian Pengaruh Jenis Tanaman Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian... 50

12 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rakit Tempat Pesemaian Teknik Persemaian Rakit Teknik Persemaian Kolam Teknik Persemaian Polibag Biasa Sucker Berbentuk L (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk L Penyusunan Sucker Terseleksi di Rakit Pemancangan Ajir Lubang Tanam pada Blok K28 Divisi I Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan Lubang Tanam Yang Disesuaikan Ukuran Bibit Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator Tipe Short Arm EX Water Level yang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I Penanaman Bibit Sagu Pengendalian Gulma Secara Kimia Pada Perkebunan Sagu Pertumbuhan Panjang Petiol Ke Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Pertama Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Ke

13 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Lokasi Magang Peta Lokasi Kebun PT. National Sago Prima Struktur Organisasi Kebun Form Sensus Produksi Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2008 (BMKG) Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara di Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2008 (BMKG)... 67

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini, masyarakat Indonesia masih menggunakan beras sebagai bahan pangan utama. Produksi beras di Indonesia dengan rata-rata produksi 6 ton/ha tidak akan dapat memenuhi permintaan pangan penduduk Indonesia pada beberapa tahun ke depan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan tanaman lain sebagai bahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku industri baik industri pangan maupun nonpangan. Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat tertinggi per satuan luasnya. Dalam satu batang sagu terdapat kg pati kering. Selain itu, sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25 ton/ha. Kadar pati kering dalam sagu diatas kadar pati beras yang hanya 6 ton per ha. Djoefrie (1999) menyatakan bahwa pati sagu dapat digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan kentang sebagai bahan baku industri pangan. Sagu digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan seperti kue kukus, kue bolu, kue lapis, papeda, dan cendol. Sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti, biskuit, mie, sohun, bihun, dan kerupuk. Sebagai bahan baku industri nonpangan, pati sagu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik organik yang dapat terurai dan bahan perekat dalam industri kayu lapis. Selain itu, sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol (Baker, 1980 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Sebenarnya sampai saat ini luas areal sagu di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berdasarkan perkiraan Haryanto dan Pangloli (1992) luas areal sagu di Indonesia sekitar ha. Sementara itu, menurut Flach (1997) areal sagu di Indonesia merupakan areal sagu terbesar di dunia, yaitu sekitar 1.2 juta ha atau 51.3 % dari juta ha areal sagu dunia. Tanaman sagu sangat menguntungkan secara ekologis karena tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik pada lahan-lahan marjinal seperti lahan tergenang dan lahan gambut. Sagu dapat tumbuh pada tanah yang bersifat asam dan sangat

15 2 toleran terhadap ph Menurut Flach et al (1986) tanaman sagu tahan terhadap salinitas sampai 10 ms/cm. Sagu juga dapat tumbuh di tanah bergambut. Tampubolon dan Hamzah (1987) menambahkan bahwa top soil tempat tumbuh sagu merupakan lapisan gambut yang berwarna coklat sampai coklat ke hitamhitaman dengan kedalaman cm dengan ph 3.5 serta selama musim penghujan tidak tergenang tetapi air tanah dangkal. Teknik budidaya yang baik sangat diperlukan dalam perkebunan sagu. Teknik budidaya pada perkebunan sagu meliputi persiapan tanam dan pemeliharaan tanaman. Persiapan tanam meliputi pembukaan lahan dan persiapan bahan tanaman. Pemeliharaan pada perkebunan sagu meliputi pembuatan kanal, pemberantasan gulma, pemupukan, pemangkasan, pemberantasan hama dan penyakit, serta penjarangan anakan. Salah satu kegiatan yang harus diperhatikan untuk mendapatkan tanaman sagu yang baik adalah persemaian. Kegiatan persiapan bahan tanaman meliputi kegiatan persiapan bibit dan persemaian. Bahan tanaman dapat diperoleh melalui perbanyakan generatif maupun vegetatif. Pada umumnya bahan tanaman sagu diperoleh secara vegetatif melalui anakan, hal ini dikarenakan bahan tanaman vegetatif mudah diperbanyak dan bibit yang diperoleh dari anakan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan bibit dari proses generatif. Penyeleksian bibit bertujuan untuk memperoleh bibit yang sehat dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Dari bibit hasil seleksi tersebut dilakukan kegiatan persemaian yang bertujuan untuk menyeleksi ulang bibit yang akan ditanam. Bibit hasil persemaian harus mempunyai daya tahan hidup yang baik sehingga tidak mudah mati saat dipindahkan ke lapang. Menurut Watanabe (1986) tanaman sagu dapat berkembang biak alami secara vegetatif dengan membentuk tunas-tunas yang nantinya akan menjadi tanaman sagu yang lainnya. Hal ini mengakibatkan panen sagu dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman ulang. Di Indonesia teknik persemaian yang masih banyak digunakan adalah teknik persemaian dengan menggunakan rakit. Teknik persemaian rakit mempunyai kemampuan hidup yang tinggi yaitu sekitar 90% saat di persemaian tetapi lebih dari 40% bibit mati pada saat dipindahtanamkan. Oleh karena itu, perlu digunakan teknik persemaian lain yang lebih efisien. Menurut Rostiwati (1991) sifat

16 3 tanaman sagu yang sulit berkembang biak dengan cepat serta daur hidupnya yang panjang, diperlukan tindakan pengadaan bahan tanam yang efisien untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas batang sagu yang diharapkan. Salah satu teknik persemaian yang mungkin dilakukan yaitu teknik persemaian dengan polibag. Selain itu juga mungkin dilakukan teknik persemaian kolam dengan menggunakan polibag sebagai modifikasi dari teknik kolam lumpur yang ada pada Departemen Pertanian Malaysia khususnya di Serawak. Persemaian anakan sagu yang dilakukan Lembaga Pembangunan dan Lindungan Tanah (Pelita) Serawak, Malaysia menggunakan teknik kolam yang berlumpur. Persemaian dilakukan kurang lebih 3-5 bulan. Sucker yang dapat dipindahkan ke lahan merupakan sucker yang telah memiliki 3-5 daun yang terbuka sempurna (Flach et al., 1992). Tujuan Tujuan umum pelaksanaan magang ini adalah : 1. memperoleh keterampilan kerja, pengalaman, wawasan, dan pengetahuan dalam pengelolaan perkebunan khususnya perkebunan sagu. 2. menambah kemampuan manajerial khususnya dalam pengelolaan sebuah perkebunan. 3. sebagai studi perbandingan antara pengetahuan yang diperoleh pada saat kuliah dengan keadaan sebenarnya di lapang. Tujuan khusus pelaksanan magang ini adalah : 1. untuk memperoleh informasi teknik budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) khususnya aspek pembibitan. 2. untuk mempelajari pengaruh teknik persemaian bibit sagu dan jenis tanaman induk sagu, serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian.

17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sagu Lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan, yaitu Metroxylon spp, Arenga sp, Coripha sp, Euqeissona sp, dan Cariota sp (Ruddle et al., 1976). Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genus Metroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanaman yang menyimpan pati pada bagian batangnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua, yaitu tanaman sagu yang berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Jenis sagu yang termasuk dalam golongan tersebut adalah M. rumphii Mart., M. sagu Rottb., M. silvester Mart., M. longispinum Mart., dan M. micracantum Mart. Pada perkebunan sagu PT Nasional Sago Prima, tanaman yang ada diduga berasal dari jenis M. rumphii Mart. dan M. sagu Rottb. Metroxylon rumphii Martius Jenis sagu Metroxylon rumphii Martius biasa disebut dengan sagu tuni. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) di Pulau Seram dan Ambon, sagu tersebut dikenal dengan nama Lapia Tuni yang berarti sagu murni. Menurut penduduk setempat jenis sagu tuni adalah yang asli. Menurut Bintoro (2008) sagu tuni memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya m, daunnya berwarna hijau tua, panjang pelepah daunnya 5-9 m, memiliki duri dengan panjang 1-4 cm, warna patinya putih, dan setiap pohon dapat menghasilkan sekitar 500 kg pati basah. Sagu tuni merupakan jenis sagu yang paling besar ukuran batangnya dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Metroxylon sagu Rottbol Jenis sagu Metroxylon sagu Rottbol terdapat di seluruh Indonesia. Masyarakat Maluku Tengah menyebut jenis sagu tersebut dengan sebutan Lapia Molat atau sagu betina karena tidak memiliki duri (Haryanto dan Pangloli, 1992).

18 5 Di Ternate, sagu ini dikenal dengan nama hanai putih, sedangkan di Sulawesi Tenggara dikenal dengan nama sago roe. Sagu molat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya sekitar m, tidak memiliki duri pada kulit batangnya, bunganya bunga majemuk yang berwarna sawo matang kemerah-merahan, dan setiap pohon menghasilkan pati basah sekitar 800 kg atau 200 kg pati kering (Haryanto dan Pangloli, 1992). Syarat Tumbuh Sagu Sagu merupakan palma penting penghasil tepung dan pati yang secara alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur sampai ke India di sebelah Barat (90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º LU- 10ºLS) (Johnson dalam Djoefrie, 1999). Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10 o LS- 15 o LU dan 90º-180º BT pada ketinggian m dpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 m dpl ke bawah (Manan dan Supangkat, 1984). Hutan sagu ditemukan di lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi pantai hingga ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, dan di sekitar danau atau rawa (Djoefrie, 1999). Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro et al., 2010). Derajat kemasaman (ph) yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas, jika hanya dilihat dari kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah yang tergenang sampai yang tidak tergenang asalkan kelembaban tanah cukup tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang tetap pada tahap semai masih baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju pertumbuhannya sangat lambat (Djoefrie, 1999). Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral dan bahan organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidro-

19 6 morfik. Secara alami tanaman sagu merupakan vegetasi yang mendominasi lahan berawa (Djoefrie, 1999). Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu 15 o C dan pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25 o C dengan kelembaban udara sekitar 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm 2 /hari (Bintoro et al., 2010) Budidaya Sagu Pembibitan Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang atau tua. Bibit sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen 3-4 kali terhadap pohon induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg, sedangkan bentuk yang baik dengan bonggol bentuk L. Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Bahan tanam (sucker) yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif harus berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi. Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian rakit. Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan teknik persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tanaman sangat sedikit. Dalam satu rakit berukuran 3 x 1 meter dapat disemaikan anakan sagu tergantung pada ukuran bonggolnya dan anakan sagu diatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian dengan menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut (Bintoro, 2008). Waktu dan lamanya bibit di persemaian selama tiga bulan. Persemaian yang terlalu lama akan menyebabkan bibit menjadi besar dan akan menyulitkan dalam proses pengangkutan. Persemaian yang terlalu lama juga menyebabkan

20 7 bibit dalam rakit akan tenggelam dalam air karena terlalu berat sehingga menyebabkan kematian pada bibit. Penanaman di Lapang Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu pelepah daun dipangkas untuk mengurangi penguapan daun. Dalam pengangkutan, bibit yang akan ditanam dibawa dengan tidak menggenggam ujung pelepah muda (daun tombak) untuk menghindari luka/patah pada bibit sehingga menyebabkan bibit tersebut mati. Teknik penanaman bibit adalah segi empat dengan jarak tanam 8 m x 8 m atau 10 m x 10 m, dengan ukuran lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Penanaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan adalah pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyulaman, penjarangan anakan, dan penanggulangan kebakaran (Irawan, 2004). Selain itu, penting untuk dilakukan pengendalian gulma karena keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat merugikan karena akan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatkan sinar matahari terutama pada saat awal pertumbuhan (Jong, 2007). Pemupukan Flach et al (1986) menyatakan jika tanaman sagu setiap tahun dipanen sekitar 136 batang per ha unsur hara yang akan terkuras pada areal kebun sebanyak 100 kg N, 30 kg P, 200 kg K, 200 kg Ca, dan 50 kg Mg. Untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah yang baik agar tetap memberikan hasil optimum, perlu dilakukan pemupukan setiap tahun. Bintoro (2008) menambahkan bahwa tanaman sagu rakyat tidak pernah dipupuk. Kebanyakan tanaman sagu yang mempunyai pertumbuhan dan produksi yang rendah disebabkan adanya defisiensi berbagai macam hara yang dikarenakan keadaan tanah yang tidak subur (Jong, 2007). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, yaitu Kalsium, Kalium dan Magnesium.

21 8 Pengendalian Hama dan Penyakit Menurut pengamatan yang dilaksanakan oleh Gumbek dan Jong dalam Djoefrie (1999) pada tanaman sagu yang diusahakan secara intensif di Serawak dijumpai Botryionopa grandis Baly yang menyerang daun muda, Coptotermes spp. (rayap) di kawasan gambut dan serangga Rhyncoporus spp. yang menyerang daun dan batang sagu. Hama lain yang menyerang adalah tikus, kera, dan babi yang seringkali menyerang tanaman sagu muda. Meskipun demikian, keberadaan hama dan penyakit tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu. Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out) Pemangkasan adalah pemotongan bagian tanaman seperti cabang dan tunas atau bagian tanaman yang sudah mati. Pemangkasan berfungsi untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman baru, membentuk tanaman, memelihara ukuran tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bintoro, 2008). Kegiatan pemangkasan yang biasa dilakukan di kebun sagu yaitu kegiatan pemotongan pelepah yang sudah tua. Kegiatan tersebut dilakukan karena pelepah tersebut menyebabkan kondisi kebun menjadi kurang rapi sehingga susah untuk dilakukan pemeliharaan lanjutan. Pelepah yang dipotong diletakkan di lorongan kotor. Suryana (2007) menyatakan bahwa salah satu bentuk pemeliharaan tanaman yang dilakukan petani adalah penjarangan anakan. Pertumbuhan anakan sagu yang terlalu banyak menyebabkan rumpun menjadi semak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pohon induk. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi baik kompetisi antar anakan maupun kompetisi pohon induk dengan anakan dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Persaingan tersebut dapat menyebabkan kandungan pati dalam batang sagu berkurang dan menghambat pertumbuhan pohon induk. Penjarangan anakan sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jong (2007) menambahkan penjarangan anakan juga berfungsi untuk mendukung pertumbuhan induk tanaman.

22 9 Suryana (2007) menyatakan bahwa penjarangan anakan dilakukan dengan mengeluarkan anakan yang tidak produktif dan mengurangi anakan yang kurang produktif, sehingga dalam satu rumpun hanya tumbuh satu pohon induk dan empat anakan sagu. Penjarangan anakan yang dilakukan pada tanaman sagu yang berumur kurang dari 2 tahun yaitu semua anakannya dibuang atau dipotong dengan menggunakan parang/ dodos. Penjarangan anakan yang dilakukan pada tanaman sagu yang berumur 2 tahun yaitu anakan yang ada disisakan 1 anakan selebihnya dipotong, sedangkan yang berumur lebih dari 2 tahun setiap 2 tahun berikutnya disisakan 1 anakan sehingga diperkirakan jumlah anakan yang ada sampai pohon induk sebanyak 5 sampai 6 anakan. Dengan demikian, dalam setiap rumpun sagu dapat dipanen sekali dalam 2 tahun. Kriteria anakan yang ditinggalkan adalah anakan yang baik dan letaknya berjauhan dengan pohon induk.

23 METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan di perkebunan sagu milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau (Lampiran 1). Kegiatan magang dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari hingga Agustus Metode Magang Kegiatan magang dilaksanakan selama enam bulan dengan menggunakan dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung yaitu melaksanakan kegiatan teknis budidaya sagu di lapangan. Kegiatan teknis budidaya yang dilakukan yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis maupun kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pembibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan penyulaman. Data yang didapatkan adalah prestasi kerja standar perusahaan, karyawan, mahasiswa, serta hambatan dalam pelaksanaan kegiatan teknis tersebut. Metode tidak langsung dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara terhadap karyawan perusahaan untuk memperoleh informasi yang mendukung. Adapun informasi yang didapatkan adalah lokasi, letak geografis kebun, keadaan tanah, iklim, luas areal, norma kerja di lapang dan organisasi perusahaan serta manajerialnya. Pada saat magang dilakukan, fokus kegiatan perusahaan adalah penyulaman. Hal ini dikarenakan dari ha kebun yang sudah ditanami, kurang lebih hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik. Dengan adanya penyulaman, diharapkan kebun bisa berproduksi secara berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memenuhi jumlah bibit yang akan digunakan untuk penyulaman adalah pembibitan. Teknik pembibitan rakit yang ada sekarang ini dinilai kurang efektif karena lebih dari 40% bibit mati saat dipindahtanam ke lapang sehingga dalam kegiatan magang ini dilakukan penelitian khusus

24 11 tentang pengaruh jenis tanaman induk dan teknik persemaian terhadap partumbuhan bibit sagu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah teknik persemaian dengan tiga taraf yaitu Rakit, Kolam, dan Polibag biasa (Gambar 2, 3, dan 4). Faktor kedua jenis tanaman induk dengan dua taraf yaitu tanaman sagu berduri dan tanaman sagu tidak berduri. Pada percobaan ini terdapat enam kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 20 bibit sagu. Jadi percobaan ini dilakukan dengan menggunakan 360 bibit sagu. Susunan perlakuan sebagai berikut: R1 = bibit tidak berduri di kanal R2 = bibit berduri di kanal K1 = bibit tidak berduri di kolam K2 = bibit berduri di kolam P1 = bibit tidak berduri di polibag P2 = bibit berduri di polibag Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + U i + K j + P k + (KP) jk + å ijk Keterangan : Y ijk = Respon perlakuan µ = Nilai tengah umum U i = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3) K j = Pengaruh teknik persemaian ke-j (j=1,2,3) P k = Pengaruh jenis tanaman induk ke-k (k=1,2) (KP) jk = Pengaruh interaksi teknik persemaian ke-j, jenis tanaman induk ke-k å ijk = Pengaruh galat ulangan ke-i, teknik persemaian ke-j, jenis tanaman induk ke-k Dalam melakukan analisis hasil percobaan/ penelitian, asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam haruslah terpenuhi. Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan agar pengujian menjadi sahih yaitu : galat percobaan memiliki ragam yang homogen, galat percobaan saling bebas, dan galat percobaan menyebar

25 12 normal. Galat percobaan memiliki ragam yang homogen yaitu komponen galat yang berasal dari perlakuan harus menduga ragam populasi yang sama. Galat percobaan saling bebas yaitu galat dari salah satu pengamatan yang mempunyai nilai tertentu haruslah tidak tergantung dari nilai-nilai galat untuk pengamatan yang lain. Asumsi galat percobaan menyebar normal berlaku terutama untuk uji-uji nyata (pengujian hipotesis) dan tidak diperlukan pada pendugaan komponen ragam. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali dengan peubah yang diamati yaitu panjang petiol, jumlah anak daun, dan persentase kematian bibit. Panjang petiol diukur mulai dari titik tumbuh hingga ujung pelepah, baik ketika masih berupa pelepah maupun setelah berubah menjadi daun. Jumlah anak daun dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan anak daun yang ada pada tiap daun. Pengamatan persentase kematian yaitu perhitungan jumlah bibit yang mati dari jumlah semua bibit yang digunakan untuk setiap satuan percobaan. Gambar 1. Rakit Tempat Pesemaian

26 13 Gambar 2. Teknik Persemaian Rakit Gambar 3. Teknik Persemaian Kolam Gambar 4. Teknik Persemaian Polibag Biasa

27 14 Analisis Data dan Informasi Data-data yang telah didapatkan pada kegiatan magang dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu pemaparan data yang menggambarkan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan standar dan aturan kerja perusahaan. Hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F). Apabila hasil analisis ragam menunjukan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

28 15 KONDISI UMUM KEBUN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan dari kelompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk dalam holding Sampoerna Agro. PT. National Sago Prima dulunya bernama PT. National Timber. PT. National Timber berdiri pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari Pada tanggal 24 Desember 1970, nama PT. National Timber diubah menjadi PT. National Timber and Forest Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said Tadjoedin, notaris di Jakarta. Selanjutnya, akte notaris diubah dengan akte notaris Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni Pada tahun 2009 nama P.T National Timber and Forest Product berubah menjadi PT. National Sago Prima sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni SK tersebut berisi tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 353/MENHUT-II/2008 Tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT. National Timber And Forest Product atas areal hutan produksi seluas ± Ha di provinsi Riau. Letak Geografis dan Administratif Lokasi Hutan Tanaman Insdustri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Arealnya mencakup beberapa desa seperti Desa Sungai Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru. Lokasi PT. National Sago Prima dilewati beberapa aliran sungai yaitu Sungai Mukun, Sungai Pulau,

29 16 dan Sungai Buntal. Secara geografis, PT. National Sago Prima terletak pada koordinat LU LU dan BT BT. Kebun PT. National Sago Prima sebelah Barat berbatasan dengan PT. Unisraya, di Selatan berbatasan dengan Desa Kampung Baru dan Desa Teluk Buntal, di Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai, dan di sebelah Utara berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur. PT. National Sago Prima telah membudidayakan sagu pada 12 divisi (satu divisi terdiri atas 20 blok, satu blok luasnya 50 hektar). Lokasi dari divisi tersebut adalah sebagai berikut: Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal Divisi 5 dan 7 terletak di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal divisi 9, 10, dan 11 terletak di Desa Sungai Pulau (Lampiran 2). Keadaan Tanah Susunan batuan di areal HTI sagu PT. National Sago Prima (NSP) terdiri atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut. Hal tersebut didasarkan pada hasil pengukuran planimetris pada peta geologi 1: Tanah yang terdapat di seluruh areal HTI sagu PT. National Sago Prima adalah jenis tanah organosol dan alluvial. Tanah organosol terdapat di seluruh kelompok hutan Teluk Kepau dengan luas hektar (99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan luas 80 hektar (0.40%). Tanah organosol memiliki solum dalam (> 100 cm) dengan kandungan bahan organik lebih dari 20%. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai tingkat menengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan ph Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, namun mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan terjadi erosi rendah. Tanah organosol (tanah gambut) adalah tanah yang terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Di Indonesia, luas lahan gambut lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta

30 17 ha terdapat di Sumatera, sementara juta ha diantaranya terdapat di Provinsi Riau. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) diperkirakan gambut di Riau menyimpan karbon sebesar juta ton, yang jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca. Topografi dan Iklim Secara umum, areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima sebagian besar mempunyai topografi datar dengan ketinggian tempat antara 0-5 m di atas permukaan laut (dpl) yang termasuk kelas kelerengan 0-5%. Hal ini berdasarkan hasil penafsiran peta topografi Daerah Tingkat I Riau skala 1: dan pemeriksaan lapang. Menurut teknik klasifikasi Schmidt dan fergusson (1951) areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan Q=33,3%. Curah hujan rata-rata tahunan sebanyak mm dengan jumlah hari hujan 65 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Hal ini berdasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMKG pada tahun Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan Poyry yaitu antara C sampai C dengan kelembaban udara 85% dan kecepatan angin 2-4 m/s. Latar Belakang Pengusahaan Sagu Sumberdaya alam berupa tanaman sagu (Metroxylon spp.) yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat besar dan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sagu adalah tanaman penghasil karbohidrat yang tinggi sehingga sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tanaman sagu juga merupakan tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri. Sebagai bahan baku indstri sagu dapat digunakan sebagai bioetanol. PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan Sampoerna Agro yang di dalamnya juga terdapat Sampoerna Biofuel yang bergerak dalam bidang produksi Bioenergi atau bahan bakar nabati. Dalam teknik produksi pembuatan

31 18 bioetanol dibutuhkan bahan baku yang mengandung pati, sehingga diharapkan PT. National Sago Prima dapat menyediakan kebutuhan bahan baku tersebut. Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat tumbuh di lahan marjinal dengan ketersedian hara minimal. Propinsi Riau memiliki areal lahan gambut yang besar. Lahan gambut yang terdapat disana mencapai 45% dari total luas Proponsi Riau sehingga pengusahaan sagu pada daerah tersebut sangat mungkin untuk dikembangkan. Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan PT. National Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan penduduk setempat pada khususnya dan demi kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan berkelanjutan. Areal Konsesi Dan Pertanaman Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen dan pemasaran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974, PT. National National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun. Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product memperoleh Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Surat Menteri Kehutanan nomor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 juli Surat tersebut menyatakan bahwa areal yang disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber and Forest Product adalah areal di kelompok hutan Teluk Kepau seluas hektar. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya mengajukan izin penebangan kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/Kpts/HUT/1996. Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah dilakukan penebangan maka areal tersebut harus ditanam kembali dengan tanam-

32 19 an industri (sagu). PT. National Timber and Forest Product juga harus mempertahankan hutan konservasi seluas 10% dan melakukan penanaman tanaman unggulan setempat yaitu geronggang (Cratoxylon spp.), dan tanaman kehidupan yang antara lain berupa tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn.). PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman ha sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 jo SK.353/MENHUT-II /2008. Areal yang baru ditanami seluas ha yang terbagi menjadi 12 divisi. Luas areal pertanaman untuk setiap divisi seluas ha yang terbagi menjadi blok dengan luas areal tiap blok 50 ha. Kondisi pertanaman untuk tiap divisi dibedakan berdasarkan tahun tanam Pada saat ini areal yang menjadi fokus kerja perusahaan yaitu Divisi 1-4, hal ini karena pada areal tersebut kondisi tanaman sudah memasuki fase panen sehingga diperlukan pemeliharaan yang baik. Divisi 5-8 merupakan divisi-divisi yang baru akan dilakukan penyulaman dan pemeliharaan. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pengorganisasian Kebun Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat vital dalam menjalankan suatu perkebunan. Dengan berbekal manajemen sumberdaya manusia yang baik, maka perusahaan akan berjalan dengan baik. Perencanaan, pelaksanaan, dan kontrol yang bagus harus dilaksanakan jika perusahaan tersebut ingin maju. Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh seorang general manager (GM). General manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun. General manager membawahi kepala TU, koordinator divisi, hubungan luar dan tim teknis (Lampiran 3). Kepala tata usaha bertanggung jawab langsung kepada GM dan bertugas untuk mengontrol semua kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi empat bagian yaitu bagian administrasi, bagian pembukuan, bagian umum, dan bagian gudang. Bagian administrasi bertugas mengecek buku absensi, membuat

33 20 laporan tenaga kerja, membuat laporan perpajakan, membuat laporan cuti karyawan, membuat laporan gaji dan insentif, serta membuat surat-surat. Bagian pembukuan bertugas membuat dan membukukan transaksi, membuat voucher pembayaran dan penerimaan, menerima pelaporan hasil kerja tiap divisi. Pembukuan dilakukan setiap hari. Bagian umum dibagi menjadi dua tempat yaitu di camp utama Tanjung Bandul dan kantor Selat Panjang. Bagian umum bertugas mengatur sarana dan prasarana penunjang kegiatan kantor, mengatur pembelian barang dan membuat ekspedisi pengiriman barang ke Tanjung Bandul. Bagian gudang bertugas untuk merekap keluar masuknya barang. Gudang terletak di kantor utama Tanjung Bandul. Gudang berfungsi sebagai tempat transit barang dan sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampai ke lapangan. Koordinator divisi bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Koordinator divisi bertugas mengawasi semua kegiatan di lapangan. Koordinator divisi membawahi empat divisi dan pengadaan bahan baku. Setiap divisi dipimpin oleh asisten divisi. Setiap divisi memiliki tanggung jawab atas areal pertanaman seluas ha. Dalam pelaksanaannya, asisten divisi membawahi dan menerima pertanggungjawaban dari mandor I dan krani, serta mandor lapangan secara langsung. Bagian pengadaan bahan baku bertugas mengadakan bahan baku untuk pabrik. Tim teknis bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Selain itu, tim teknis juga bertugas untuk membantu pekerjaan dari GM. Tim teknis terdiri atas ketua tim teknis, mandor 1, mandor, dan krani. Deskripsi Kerja Karyawan Pengelolaan tenaga kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Teknik tenaga kerja yang diterapkan oleh perusahaan adalah buruh harian lepas, karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan, dan tenaga kerja borongan.

34 21 1. Buruh Harian Lepas (BHL) Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan. Buruh harian lepas mulai bekerja pada pukul 06.30, tetapi pekerja harus berkumpul pada pukul untuk mengisi daftar hadir dan mendengarkan instruksi dari mandor tentang pekerjaan mereka. Pada pukul pekerja mendapatkan waktu untuk istirahat dan pada pukul waktu bekerja buruh harian lepas selesai. Setelah itu pekerja berkumpul lagi di kantor tiap divisi untuk mengisi daftar pulang. Pada teknik kerja tersebut pekerja bekerja selama tujuh jam kerja selama enam hari kerja dalam satu minggu dengan hari libur yaitu hari jum at. Buruh harian lepas digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis kebun. Pada saat magang berlangsung, teknik BHL digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemotongan pelepah yang sudah kering, pengendalian gulma secara kimia (chemical weeding), penebasan gulma pinggir blok, dan sensus produksi. Upah yang diperoleh buruh harian lepas sebesar Rp ,00/hari yang dibayarkan sesuai jumlah hari orang tersebut bekerja dengan waktu pembayaran dua minggu sekali. Pada teknik tenaga kerja BHL pengawasan terhadap pelaksanaan kerja BHL menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan sulitnya menentukan target bagi pekerja. Pekerja hanya bekerja berdasarkan pemenuhan jam kerja yang telah ditentukan. Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga bulan kerja, apabila pekerja tersebut telah bekerja selam 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari libur, maka pada bulan keempat pekerja diangkat menjadi karyawan harian tetap. 2. Karyawan Harian Tetap Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Karyawan harian tetap di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan pelaksanaan kegiatan teknis kebun. Pelaksanaan kegiatan teknis kebun hampir sama dengan kegiatan pada buruh harian lepas. Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan jam kerja buruh harian lepas.

35 22 Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap dibayarkan setiap bulan sekali. Gaji yang diperoleh sama dengan pendapatan buruh harian lepas yang bekerja satu bulan penuh. Bedanya, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama 4 hari dalam satu bulan. karyawan harian tetap juga mendapatkan tunjangan beras serta tunjangan kesehatan. Apabila karyawan harian tetap telah bekerja selama 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari libur dan hasil pekerjaan dinilai baik menurut perusahaan serta pengetahuannya telah meningkat baik dari segi manajemen ataupun teknis di kebun, maka pekerja tersebut akan dipromosikan untuk menjadi tenaga kerja bulanan dan mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan keputusan perusahaan. 3. Tenaga Kerja Bulanan Tenaga kerja bulanan juga merupakan tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian umum. Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Dalam perencanaan, tim teknis harus melakukan pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil dari pengecekan tersebut kemudian dibuat laporan berupa berita acara pemeriksaan (BAP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada kepala tata usaha sebagai acuan untuk menentukan besarnya pembayaran. Setelah itu tim teknis membuat surat perjanjian kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan. Pengecekan hasil kerja dilakukan setelah pekerjaan tersebut selesai dilakukan. Hasil dari pengecekan harus sesuai surat perjanjian kerja (SPK) kemudian hasil tersebut dibuat berita acara pemeriksaan (BAP) yang selanjutnya diserahkan kepada kepala tata usaha guna dilakukan pembayaran. Mandor mempunyai tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan teknis di kebun, selain itu mandor juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pengarahan dan melaporkan hasil yang didapat dari pekerjaan tersebut. Dalam

36 23 pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan oleh BHL, mandor mempunyai peranan yang sangat penting, mandor harus menegur pekerja apabila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai atau tidak baik. Mandor I dan krani mempunyai tugas untuk membuat pelaporan hasil kerja divisi baik harian, mingguan maupun bulanan. Mandor I merekap seluruh hasil kerja dari mandor pengawas yang kemudian diserahkan kepada kerani untuk dibuat laporan. Selain itu, krani juga harus merekap daftar hadir pekerja. Laporan dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan di kantor Tanjung Bandul. Asisten divisi mempunyai tugas mengelola seluruh kegiatan teknis di lapang. Asisten divisi juga bertanggung jawab atas areal pertanaman dengan luas ha yang terbagi menjadi ± 20 blok tanaman. Tugas asisten divisi meliputi perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang yang nantinya dibantu oleh mandor I dan kerani dalam pelaksanaannya. Pada teknik tersebut karyawan bekerja setiap harinya 7 jam kerja yang dimulai pukul tetapi pada pukul istirahat,dengan jumlah hari kerja setiap bulannya 26 hari karena teknik libur menggunakan cuti bulanan. Waktu cuti dibagi menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti bagi karyawan dilakukan secara bertahap dengan waktu 4 hari/ 1 orang untuk setiap divisi pada tiap minggunya. kondisi tersebut digunakan agar tidak terjadi kekosongan SDM. Pada perusahaan tidak terdapat teknik lembur kecuali jika ada surat perintah lembur dari GM. 4. Tenaga Kerja Kontrak Borongan Sistem tenaga kerja kontrak diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan kebun tertentu seperti penebasan lorong dan gawangan hidup, serta membersihkan piringan pada tanaman sagu. Sistem tersebut dilaksanakan dengan kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor yang membawahi tenaga kerja kontrak. Kesepakatan dilegalkan dengan surat perjanjian kerjasama (SPK) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kontraktor dapat mengepalai satu atau lebih rombongan pekerja, dengan jumlah tiap tim minimal 4 orang pekerja. Satu rombongan pekerja melakukan pe-

37 24 nebasan pada satu blok tanaman. Perusahaan tidak memperbolehkan lebih dari satu rombongan dengan kontraktor yang sama pada satu divisi. Pada sistem tersebut tidak ada target baik waktu atau hasil dalam satu hari. Perusahaan akan membayar pekerjaan setelah pekerjaan selesai dilakukan. Untuk pekerjaan pembuatan gawangan hidup dan pembersihan piringan sagu, upah yang diterima oleh kontraktor tergantung pada kondisi kebun. Jika kondisinya ringan maka upah yang diterima berkisar Rp ,00/ ha. Hal tersebut tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor. Untuk areal dengan kondisi sedang maka upah yang diterima berkisar sebesar Rp ,00/ ha sedangkan jika kondisinya berat maka upah yang akan diterima kontraktor berkisar Rp ,00. Upah yang diterima pekerja tidak sebesar yang diberikan perusahaan karena ada pemotongan dari kontraktor sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan kontraktor.

38 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan pemeliharaan tanaman. Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah penyulaman. Hal ini dikarenakan dari ha kebun yang sudah ditanami, kurang lebih hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik. Berikut penjelasan mengenai masing-masing teknis budidaya yang dilakukan di kebun. Pembibitan Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bahan tanaman yang dipergunakan oleh kebun untuk menanami kebun terebut. Kegiatan dalam pembibitan meliputi kegiatan penyeleksian bibit dan persemaian. Pembibitan bertujuan untuk mendapatkan bibit yang berkualitas baik sehingga mempunyai persentase hidup yang tinggi saat ditanam nantinya. Pada kegiatan pembibitan, PT National Sago Prima bekerja sama dengan PT Prima Kelola. PT Prima kelola adalah perusahaan swasta milik Institut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan PT Sampoerna untuk menanami seluruh areal PT. National Sago Prima. Penyeleksian Bibit Bahan tanam (sucker) diperoleh dari kebun yang dimiliki perusahaan dan dari kebun sagu petani dari daerah di sekitar lokasi perusahaan PT. National Sago Prima atau dari daerah lain. Bibit yang akan disemai, diseleksi terlebih dahulu oleh asisten PT. Prima Kelola, mandor PT. Prima Kelola dan pengawas pembibitan dari PT. National Sago Prima. Bibit diseleksi berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit. Kriteria bibit yang sehat dan berkualitas adalah: bibit masih segar dengan pelepah masih hijau, bibit sudah tua yang dicirikan bonggol sudah keras, pelepah dan

39 26 pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, bobot bibit berkisar antara 2-4 kg, serta diutamakan bibit dengan bonggol berbentuk L karena anakan yang dihasilkan berjauhan dari induknya (Gambar 5). Gambar 5. Sucker Berbentuk L (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk L Sistem kerja yang diterapkan oleh PT. Perima Kelola dalam kegiatan pencarian anakan yaitu sistem borongan. Perusahaan membayar upah kepada pekerja sesuai sucker yang didapatkan. Harga satu sucker yang diambil dari kebun sendiri sebesar Rp ,00/sucker dan dengan ketentuan bahwa sucker yang diambil tidak boleh menempel pada induk sagu, sisa potongan harus ditutup dengan tanah, dan dalam satu rumpun harus disisakan minimal empat anakan yang paling besar. Jika pekerja ketahuan melanggar ketentuan tersebut maka upah mereka dipotong Rp ,00. Sucker yang berasal dari kebun petani dihargai Rp ,00/ sucker. Tambahan upah sebesar Rp 200,00 diperoleh pekerja jika sekaligus dilakukan persemaian. Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh pekerja borongan yaitu 80 bibit/ hari. Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh buruh harian lepas yaitu 40 bibit/ hari, sedangkan prestasi kerja mahasiswa dalam pengambilan bibit yaitu 20 bibit/ bibit. Kecepatan pengambilan sucker dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu besar sucker, letak sucker, banyaknya sucker yang bisa diambil dalam satu jalur dan ketrampilan pekerja.

40 27 Persemaian PT. National Sago Prima menggunakan teknik persemaian rakit di kanal. Persemaian tersebut menjadi tanggung jawab PT. Perima Kelola. Rakit dibeli dari dari masyarakat setempat dengan harga Rp 6 500/ rakit. Rakit berukuran panjang 3 m dengan lebar 1 m yang terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah rakit dapat memuat bibit tergantung ukuran bibit. Rakit yang telah selesai dibuat selanjutnya diletakkan di lokasi Pembibitan. Adapun syarat untuk lokasi pembibitan yaitu pembibitan dilakukan di kanal dengan air yang mengalir, lokasi mudah didatangi sehingga pengawasan dapat berjalan dengan baik, dan jauh dari sumber hama dan penyakit. Sucker yang telah siap selanjutnya direndam dalam larutan fungisida dithane m-45 dengan dosis 2 g/l sebelum disusun di rakit agar terhindar dari serangan cendawan. Sucker yang telah dipotong daunnya hingga tinggi pelepah ± 40 cm dari banir disusun di rakit secara rapat dengan posisi rhizome tegak di bawah (Gambar 6). Ketinggian air dijaga hingga batas pelepah dan rhizome harus terendam dalam air. Pembibitan dilakukan selama 3-4 bulan. Bibit dapat ditanam di lapang setelah bibit tersebut memiliki 3-4 helai daun, tumbuh akar nafas, dan memiliki perakaran yang baik. Gambar 6. Penyusunan Sucker Terseleksi di Rakit

41 28 Persiapan Lahan Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah penyulaman untuk divisi I-IV. Persiapan lahan dilakukan terkait dengan dilakukannya penyulaman dan penanaman di areal perusahaan tersebut. Penyiapan lahan tersebut meliputi pemancangan ajir lubang tanam, pembuatan jalur tanam, pelorongan, dan pembuatan lubang tanam. Pemancangan Ajir Lubang Tanam Pemancangan ajir lubang tanam untuk penyulaman dilaksanakan bersamaan dengan sensus hidup-mati. Menurut Bintoro (2008) pancang ajir lubang tanam berguna sebagai tanda titik yang ditanami bibit sesuai dengan jarak tanam yang digunakan. Pemberian ajir dilakukan dengan arah Utara-Selatan, sesuai dengan jalur tanaman/ lorong tanaman. Dalam pemancangan dan sensus hidup-mati biasanya dilakukan oleh dua orang BHL dan seorang mandor. Buruh harian lepas bertugas untuk mencari ajir dan menancapkan ke daerah yang dijadikan lubang tanam (Gambar 7). Mandor bertugas sebagai pengawas kegiatan pengajiran sekaligus melakukan sensus hidup-mati. Ajir yang digunakan biasanya dari pelepah sagu dengan tinggi m. Hal ini dilakukan agar saat dilakukan penanaman, sebagian dari pelepah sagu tersebut bisa digunakan untuk sampiang. Target yang harus dicapai dalam kegiatan pancang ajir yaitu 8 jalur tanam/regu/hk untuk areal kategori berat, sedangkan untuk areal kategori ringan target yang harus dicapai 16 jalur tanam/ regu/hk. Gambar 7. Pemancangan Ajir Lubang Tanam pada Blok K28 Divisi I

42 29 Pelorongan Pelorongan dalam kegiatan penyulaman berupa pembuatan jalur tanaman dan pembuatan lorongan bersih. Pelorongan dilakukan untuk membuat jalur atau lorong tanaman dengan arah utara-selatan. Pelorongan dilakukan secara manual dengan menggunakan chainsaw dan parang. Biasanya kendala yang dijumpai dalam kegiatan pelorongan yaitu sering dijumpai akar-akar, tunggul, dan kayu bekas logging yang merintangi lorong sehingga banyak lorong yang tidak lurus. Pembuatan jalur tanam dilakukan jika banyak tanaman yang harus ditanam dalam satu blok tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan waktu, tenaga, dan biaya. Jalur tanam biasanya mempunyai lebar m dan panjangnya sesuai dengan panjang blok tersebut. Pembuatan jalur tanam dilakukan oleh tenaga borongan. Harga yang diberikan berkisar Rp ,00 - Rp ,00/Ha. Pembuatan lorongan bersih bisanya dilakukan jika tanaman yang hidup lebih banyak daripada tanaman yang mati. Pelaksanaan pembuatan lorongan bersih hampir sama dengan pembuatan jalur tanam. Pembuatan lorongan bersih dilakukan secara manual oleh tenaga borongan (Gambar 8). Gambar 8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan Pada borongan pembuatan lorongan bersih biasanya dilakukan juga pembuatan piringan pada pertanaman sagu. lebar penebasan piringan 1.0 m melingkar di sekeliling rumpun tanaman. Penebasan dilakukan hingga tinggi

43 30 gulma 5.0 cm di atas permukaan tanah. Sampah-sampah penebasan dan pelepah kering di sekeliling tanaman selanjutnya diletakkan di gawangan mati. Pengendalian gulma di piringan bermaksud untuk memudahkan proses pemupukan, sehingga pupuk yang diberikan ke tanaman dapat terserap sepenuhnya. Ongkos pembuatan lorongan bersih dan piringan berkisar Rp ,00 untuk areal dengan kategori ringan. Untuk areal dengan kondisi sedang, upah yang diberikan berkisar sebesar Rp ,00/ ha sedangkan jika kondisinya berat, upah yang diberikan berkisar Rp ,00/ha. Pembuatan Lubang Tanam Pembuatan lubang tanam digunakan untuk penanaman bibit sagu yang telah disemai. Pembuatan lubang tanam di perusahaan disesuaikan dengan ukuran bibit (Gambar 9). Lubang tanam dibuat pada pancang ajir lubang tanam dengan kedalaman tertentu hingga menyentuh permukaan air tanah. Pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan pada waktu yang tidak jauh berbeda dengan penyulaman bibit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penutupan lubang tanam kembali oleh tanah akibat hujan lebat. Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam harus dibersihkan dari kotoran atau daun-daun untuk mengurangi resiko terjangkitnya penyakit. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali sampai kedalaman 60 cm. Setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit bisa segera ditanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan oleh tenaga borongan. Prestasi kerja tenaga borongan tersebut 150 lubang/hk. Gambar 9. Lubang Tanam Yang Disesuaikan Ukuran Bibit

44 31 Pengelolaan Air Air merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman sagu merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak. Tingkat kedalaman air tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena itu, dalam budidaya sagu kedalaman air tanah harus dipertahankan dan muka air tanah harus dikendalikan. Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam menunjang kegiatan kebun. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal cabang dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta sebagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/ kanal cabang adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran. Salah satu kegiatan dalam pengelolaan air adalah pendalaman kanal. Pendalaman kanal dilakukan untuk menunjang fungsi kanal tersebut supaya tetap optimal. Pendalaman kanal dilakukan untuk memperbaiki kanal yang sudah mengalami pendangkalan. Kegiatan tersebut dilakuksan dengan menggunakan alat berat jenis Ekskavator tipe Short Arm EX 200 (Gambar 10). Pendalaman kanal dilakukan dengan mengangkat gumpalan tanah pada dasar kanal dengan menggunakan alat pengeruk ekskavator. Pengangkatan harus dilakukan secara perlahan agar gumpalan tanah di dasar kanal tidak pecah dan dapat terangkat, karena jika gumpalan tanah tersebut pecah maka kanal tersebut akan cepat mengalami pendangkalan kembali karena yang terangkat hanyalah lumpur. Alat berat yang digunakan merupakan alat berat yang disewa dari kontraktor. Setiap ekskavator dioperasikan oleh dua orang pekerja. Satu orang bekerja sebagai operator dan seorang lainnya sebagai pembantu operator (helper). Setiap ekskavator bekerja 10 jam/hari. Sistem sewa yang diterapkan dihitung dengan satuan Buldozer Unit (BU) yang setara dengan waktu satu jam kerja alat dengan

45 32 biaya sewa Rp ,00 /BU. Prestasi kerja pencucian kanal setiap harinya sekitar 180 m/hk. Pengawasan dalam mengawasi jalannya alat tersebut sangat penting agar alat tersebut dapat mencapai target pada satu hari kerja. Pengawasan tersebut dilakukan oleh mandor tiap-tiap divisi. Gambar 10. Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator Tipe Short Arm EX 200 Selain pendalaman kanal, perusahaan harus melakukan pengamatan terhadap tinggi muka air kanal. Ketinggian muka air kanal diukur dengan melihat jarak antara muka tanah dan muka air di saluran. Keadaan muka air dari permukaan tanah untuk tanaman sagu perlu diamati dan diukur secara rutin untuk mengetahui status keberadaan air pada areal pertanaman sagu. Salah satu cara untuk melakukan monitoring ketinggian air yaitu dengan menggunakan alat water level (Gambar 11). Untuk mengetahui ketinggian air kanal, perusahaan menggunakan alat water level. Ketinggian air tersebut diukur dari permukaan tanah. Skala 0 cm sejajar dengan permukaan tanah dengan bagian ukuran negatif di bagian bawah dan ukuran positif di bagian atas. Dari alat tersebut diperoleh data mengenai ketinggian muka air kanal yang kemudian dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penanaman atau penyulaman.

46 33 Gambar 11. Water Level yang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I Sensus Tanaman Sensus tanaman merupakan kegiatan inventarisasi kebun sebagai acuan untuk melaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Sensus tanaman terdiri atas sensus hidup-mati, sensus produksi, dan sensus anakan. Sensus hidup-mati tanaman yaitu sensus yang dilakukan untuk melihat persentase tanaman yang hidup dan mati dalam blok tersebut, dengan tujuan untuk pelaksanaan penyulaman. Sensus hidup mati yang dilakukan perusahaan adalah sensus 100% karena perusahaan akan melakukan penyulaman terhadap semua blok yang ada di perusahaan tersebut. Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah yang diamati dalam kegiatan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yaitu jumlah tanaman dengan kriteria tinggi sebagai berikut: m, m, m, m, m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga. Selain itu, dalam sensus produksi juga dihitung jumlah dari anakan dengan berat 3-5 kg, 5-10 kg, dan > 10 kg (Lampiran 4). Berdasarkan peubah tersebut didapatkan data tanaman yang dapat dipanen. Sensus produksi yang dilakukan perusahaan adalah sensus 50%. Pengambilan contoh sensus produksi dilakukan secara acak dan teratur pada setiap

47 34 blok. Untuk Blok genap, sensus dimulai dari jalur tanaman ke-1 dan ke-2, sementara itu untuk Blok ganjil sensus dimulai dari jalur tanaman ke-3 dan ke-4. Pengambilan contoh diharapkan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan. Sensus produksi dilakukan perusahaan untuk memperkirakan jumlah tanaman yang dapat dipanen pada tahun sekarang ini dan tahun-tahun berikutnya. Sensus produksi dilakukan perusahaan terkait dengan akan didirikannya pabrik pengolahan sagu. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui jumlah bahan baku yang berasal dari kebun sendiri sebagai acuan dalam menentukan kapasitas pabrik. Sensus produksi yang dilakukan pada Divisi I di Blok I29, H28, K28, dan L28, didapatkan hasil bahwa pohon sagu yang dapat dipanen pada tahun 2010 sebanyak 1216 pohon. Sementara itu, sebanyak 1432 batang pohon sagu dapat dipanen pada tahun 2011 dan sebanyak 1866 batang sagu dapat dipanen pada tahun 2012 pada ke empat blok tersebut (Tabel 1). Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, dan L28 Blok Ank 0 - <5 kg >10kg DIVISI I > 6.09 NY BB S/A I H K L Jumlah Pelaksanaan sensus produksi dilakukan di setiap lorong untuk satu blok tanaman. Pada lorong yang sudah dilakukan pengendalian gulma, sensus cukup dilakukan oleh satu orang untuk mengamati dua jalur tanaman pada lorong tersebut, sedangkan pada lorong yang belum dilakukan pengendalian gulma sensus dilakukan oleh dua orang yang bertugas sebagai penebas dan pengamat. Kecepatan penyensus untuk menyensus satu lorong dipengaruhi oleh jumlah tanaman dan kondisi lorong. Lorong yang jumlah tanamannya lebih banyak membutuhkan waktu sensus lebih lama daripada lorong yang jumlah tanamannya sedikit. Pada lorong yang sudah dilakukan pengendalian gulma dan bebas dari tunggul serta

48 35 pelepah kering, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari lorong yang belum dilakukan pengendalian gulma dan banyak tunggul serta pelepah kering. Prestasi kerja karyawan untuk jalur yang sudah di lakukan pengendalian gulma adalah 16 jalur tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 12 jalur tanaman/ HK. Apabila jalur tersebut belum dilakukan pengendalian gulma prestasi karyawan 10 jalur tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 8 jalur tanaman / HK. Selain sensus hidup-mati tanaman dan sensus produksi, dalam kegiatan perusahaan juga terdapat sensus anakan. Sensus anakan dilakukan sebelum kegiatan penjarangan tanaman dengan memberi tanda X pada anakan yang akan dijadikan bibit dengan warna putih dan anakan yang akan ditinggalkan sebagai calon tanaman induk dengan warna kuning sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, sedangkan untuk anakan yang akan dibuang tidak diberi tanda. Pada saat magang kegiatan sensus anakan tidak dilakukan oleh PT. National Sagu Prima. Perusahaan hanya mencatat jumlah anakan yang terdapat di kebun mereka. Pelaksanaannya bersamaan dengan dilakukannya sensus produksi. Penyulaman Kegiatan penyulaman di PT National Sago Prima dilakukan oleh PT Prima Kelola. Penyulaman adalah kegiatan menanam kembali tanaman sagu yang mati karena terserang hama dan penyakit atau tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Kegiatan tersebut dilakukan setelah dilaksanakan sensus hidup mati tanaman, dari hasil sensus tersebut dapat terlihat jumlah bibit yang dibutuhkan untuk untuk kegiatan penyulaman. Sebelum pelaksanaan kegiatan tersebut, asisten dan mandor PT Prima Kelola mempersiapkan bibit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan blok yang akan disulam. Asisten dan mandor PT Prima Kelola dibantu oleh mandor dari PT National Sago Prima menyeleksi bibit yang digunakan untuk penyulaman. Sebelumnya asisten PT Prima Kelola telah membuat peta pohon untuk areal yang akan ditanami sehingga dapat diketahui dengan pasti posisi tanaman yang akan disulam. Kemudian bibit didistribusikan dengan menggunakan pompong melalui kanal. Proses pengangkutan bibit dari rakit persemaian ke lapangan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak bibit.

49 36 Pelaksanaan penyulaman dilakukan setelah lubang tanaman selesai dikerjakan. Pembuatan lubang tanam dilakukan oleh tenaga borongan. Penyulaman biasanya dilakukan oleh dua orang pekerja pada setiap lorong tanaman (dua jalur tanaman). Orang pertama bertugas untuk membawa bibit dengan ambung bambu yang dibawa di punggungnya sesuai dengan jumlah tanaman yang disulam, lalu bibit tersebut diletakkan di dekat lubang tanam. Orang kedua bertugas untuk membawa pupuk, mencampur pupuk dengan media, dan menanam bibit. Sebelum bibit ditanam, tiap lubang tanam diberikan 0.5 kg pupuk Rock Phosphate sebagai pupuk dasar. Bibit ditanam dengan posisi banir menempel pada lubang tanam dan tegak. Agar posisi bibit tidak berubah maka bibit tersebut diberi dua pancang (sampiang) yang disilangkan sebagai penyangga bibit. Bibit sagu ditimbun media sampai bonggol bibit tertimbun (Gambar 12). Kegiatan penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan untuk mengurangi transpirasi dan permukaan air tanah ideal untuk penanaman. Ajir lubang tanam Sampiang Lubang tanam Pupuk RP + media tanam Titik tumbuh Banir Gambar 12. Penanaman Bibit Sagu Tenaga kerja borongan dapat melakukan penyulaman sebanyak 124 tanaman/hk (Tabel 2). Upah yang diberikan sebesar Rp 1 500,00 untuk pembuatan satu lubang tanam beserta penyulamannya. Prestasi kerja dalam penyulaman tersebut dipengaruhi oleh jumlah bibit yang harus ditanam dalam satu lorong tersebut serta letak lubang tanam yang harus disisip satu dengan yang lainnya.

50 37 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Penyulaman Sucker pada Blok I28 Divisi I Selama Tiga Hari Tanggal Tanam No Jalur Tanaman Bibit ditanam 31 Juli ,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18, ,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31, 32,33 1 Agustus ,67,68,69,70,71,72,73,74,75,76,77,78, ,80,81,82,83,84,85 2 Agustus ,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62, ,64,65,86,87,88,89,90,91,92,93,94,95, 96,97,98,99,102,103,104,105,106,107,108, 109,110,111,112,113,114 Jumlah 1493 Rata-rata (4 HOK) 497 Pengawasan pelaksanaan penyulaman dilakukan oleh asisten dan mandor PT Prima Kelola. Jika tenaga kerja yang digunakan melalui kontraktor borongan, maka pengawasan harus dilakukan lebih ketat karena pekerja tersebut melaksanakan tugas untuk mengejar kuantitas bukan kualitas. Pemeliharaan Pemeliharaan dalam perkebunan sagu harus dilakukan secara berkesinambungan agar tanaman sagu mempunyai produktivitas yang tinggi. Pemeliharaan yang kurang itensif akan menyebabkan produksinya tidak optimum. Kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan di PT National Sago Prima terdiri atas pemangkasan dan penjarangan anakan (thinning out), pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Pemangkasan (pruning) adalah pembersihan secara selektif atas tanaman seperti cabang dan tunas atau bagian tanaman yang sudah mati. Pemangkasan berfungsi untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman baru, membentuk tanaman, memelihara ukuran tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bintoro, 2008). Kegiatan pemangkasan yang biasa dilakukan di kebun yaitu kegiatan pemotongan pelepah yang sudah tua. Kegiatan tersebut dilakukan karena pelepah

51 38 tersebut menyebabkan kondisi kebun menjadi berantakan sehingga susah untuk dilakukan pemeliharaan lanjutan. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan oleh Buruh Harian Lepas. Penjarangan anakan adalah kegiatan pembuangan anakan yang tidak diperlukan. Penjarangan anakan sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya dan mempermudah dalam pengaturan panen. Jong (2007) menambahkan penjarangan anakan berfungsi untuk mendukung pertumbuhan induk tanaman. Pelaksanaan penjarangan anakan di PT Nasional Sago Prima dilakukan sekaligus kegiatan pengadaan bibit yang dilakukan oleh PT. Prima Kelola dengan menggunakan tenaga borongan. PT Prima kelola adalah perusahaan swasta milik Institut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan PT Sampoerna untuk menanami seluruh areal PT. National Sago Prima. Dalam pengambilan anakan, pekerja harus menyisakan minimal empat anakan terbesar. Dengan demikian, proses pengadaan bibit tersebut sekaligus kegiatan penjarangan anakan. Kegiatan penjarangan anakan harus dilakukan pengawasan dengan ketat karena penjarangan anakan dilakukan sekaligus kegiatan pengadaan bibit oleh tenaga borongan. Pengawasan dilakukan oleh asisten dan mandor PT. Prima Kelola. PT Prima Kelola mengeluarkan ketentuan bahwa sucker yang diambil tidak boleh menempel pada induk sagu, sisa potongan harus ditutup dengan tanah, dan dalam satu rumpun harus disisakan minimal empat anakan yang paling besar. Jika pekerja ketahuan melanggar ketentuan tersebut maka upah mereka dipotong Rp ,00. Sebenarnya dalam perusahaan telah ditetapkan aturan mengenai penjarangan anakan tersebut. Aturan dalam penjarangan anakan tersebut yaitu sebelum anakan berumur dua tahun, penjarangan dilakukan dengan membuang semua anakan tetapi setelah tanaman berumur dua tahun dilakukan pemeliharaan satu anakan setiap dua tahun sehingga diperoleh 5-6 anakan dalam satu rumpun sehingga kegiatan panen dapat berkelanjutan. Pada tanaman yang telah memiliki anakan, penjarangan dilakukan pada anakan yang tidak diberi tanda cat setelah sensus anakan selesai dilakukan. Kegiatan penjarangan anakan dilakukan dengan memangkas daun-daun dari tunas anakan yang baru tumbuh, termasuk daun-daun

52 39 dari anakan yang tidak diinginkan. Anakan yang menempel pada tanaman induk dibuang dengan cara memotong daun hingga bagian pangkal daun karena tidak baik digunakan sebagai bibit maupun sebagai calon tanaman induk. Pemotongan tidak boleh dilakukan terlalu dekat dengan tanaman induk kerena dapat melukai tanaman induk dan memungkinkan tanaman tersebut terserang hama dan penyakit. Pengendalian Gulma Pertumbuhan dan perkembangan sagu akan lebih cepat jika tidak ada gangguan gulma. Gulma akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah yang lembab. Pertumbuhan gulma yang sangat cepat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena itu diperlukan adanya pengendalian gulma. Pengendalian gulma adalah salah satu kegiatan utama yang dilakukan perusahaan perkebunan sebagai proses pemeliharaan kebun. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menekan kompetisi tanaman sagu dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh agar pertumbuhan tanaman sagu optimal. Kegiatan pengendalian gulma yang dilakukan oleh perusahaan adalah pengendalian gulma secara manual dan kimia. 1. Pengendalian Manual Pengendalian gulma secara manual di areal pertanaman sagu dilakukan dengan cara penebasan. Gulma-gulma yang dominan dijumpai adalah jenis pakis Penebasan dilakukan pada gawangan hidup dan piringan tanaman. Pengendalian gulma di gawangan hidup dilakukan untuk menekan penutupan gulma dan mempermudah kegiatan pemanenan dalam mengangkut tual dari kebun menuju kanal. Untuk proses kerjanya telah dibahas dalam pelorongan. 2. Pengendalian Secara Kimia Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan bahan kimia yang mampu mengendalikan gulma dengan cara menekan pertumbuhannya. Pengendalian gulma secara kimia baru dilaksanakan pada bulan April Herbisida yang digunakan di kebun yaitu

53 40 herbisida dengan bahan aktif paraquat yang bersifat kontak dan metil sulfuron yang bersifat sistemik. Kegiatan penyemprotan dilakukan oleh Buruh Harian Lepas (BHL) yang diberi upah kerja sebesar Rp ,00/hari. Penyemprotan dilakukan di gawangan hidup dan piringan tanaman setinggi 30 cm di atas permukaan tanah (Gambar 13). Adapun dosis yang digunakan yaitu 62.5 g herbisida dengan bahan aktif metilsulfuron/ ha dan 1.5l herbisida berbahan aktif paraquat/ ha, dengan volume semprot 400 l/ ha, dan warna nozel semprot biru. Gambar 13. Pengendalian Gulma Secara Kimia Pada Perkebunan Sagu Kegiatan penyemprotan di kebun biasanya hanya sebatas batas tengah kebun. Hal ini disebabkan cairan semprot sudah habis di pertengahan lorong sehingga pekerja harus kembali ke ujung lorong untuk mengisi cairan semprot tersebut. Jadi setelah setengah jalur disemprot pekerja pindah ke jalur lain. Untuk sisi yang lain dikerjakan lain hari. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan tersebut yaitu keselamatan kerja pada kegiatan penyemprotan belum diperhatikan. Sebagian besar pekerja tidak mau menggunakan masker, pakaian semprot, dan sarung tangan saat kegiatan penyemprotan.

54 PEMBAHASAN Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu Kegiatan Magang yang dilakukan di Perkebunan Sagu PT. National Sago Prima terdiri atas kegiatan pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan aspek manajerial serta pengorganisasian kebun. Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah penyulaman sehingga pelaksanaan kegiatan teknis budidaya disesuaikan dengan kegiatan penyulaman. Kegiatan yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, kegiatan pengendalian gulma, penjarangan anakan, dan perbaikan infrastruktur sedangkan kegiatan pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, pengendalian HPT, dan pemanenan belum dilakukan. Dalam pelaksanaan teknik budidaya sagu yang ada di perusahaan sudah baik tetapi ada sebagian yang masih belum sesuai dengan SOP (Standart Operating System) dari perusahaan. Sagu dapat diperbanyak secara generatif (bibit berasal dari biji) dan secara vegetatif (bibit sagu berasal dari anakan sagu). Perbanyakan sagu umumnya dilakukan secara vegetatif karena akan memiliki sifat karakterteristik yang sama dengan pohon induk dan menghemat waktu tumbuh. Sebenarnya, ada kriteria bibit yang berasal dari areal kebun perusahaan belum sesuai dengan SOP yang ada. Bibit yang berasal dari areal kebun perusahaan merupakan bibit yang berasal dari tanaman yang baru dipanen satu kali atau belum pernah dipanen. Jadi bibit tersebut belum termasuk bibit tua. Bibit tersebut rentan terhadap serangan hama karena ujung banir yang belum keras akan memudahkan hama untuk masuk ke dalam banir tersebut. Anakan sagu yang digunakan sebagai bibit harus mempunyai kriteria : anakan masih segar, bibit sudah cukup tua yang ditandai dengan ujung banir bila ditekan sudah keras dan sudah dipanen 3-4 kali terhadap pohon induknya, banir berbentuk L, tidak terserang hama dan penyakit, panjang pelepah dipotong 40 cm dari banir, dan bobotnya 2 4 kg (Djoefrie, 1999). Sebelum dilakukan penanaman, perusahaan harus melakukan kegiatan persiapan lahan. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan yaitu pemancangan ajir lubang tanam, pelorongan, dan pembuatan lubang tanam. Kegiatan pemancangan

55 42 ajir lubang tanam dan pelorongan sudah dilakukan sesuai dengan SOP. Sementara itu, kegiatan pembuatan lubang tanam belum sesuai dengan SOP yang ada. Lubang tanam yang dibuat seharusnya berukuran cm tetapi yang ada di lapangan adalah lubang tanam dengan panjang 40 cm, lebar hanya sesuai dengan mata cangkul, dan dalamnya hanya sebatas terdapat air dalam lubang tersebut. Pengawasan dalam pembuatan lubang tanam tersebut harus lebih teliti agar tidak terdapat lubang tanam yang terlalu kecil. Dalam kegiatan penyulaman, jika lubang tanam terlalu kecil akan menyulitkan bibit untuk masuk ke lubang tanam. Hal tersebut mengakibatkan bibit dipaksa untuk masuk ke lubang tanam sehingga bibit tersebut akan mati. Kegiatan pengelolaan air harus dilakukan untuk mempertahankan muka air tanah. Pembuatan kanal merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan muka air tanah. Kanal juga berfungsi untuk menunjang kegiatan kebun. Kanal yang terdapat dalam areal kebun perusahaan memiliki ukuran yang tidak sesuai dengan literatur yang ada. Kanal utama yang seharusnya memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m, hanya memiliki lebar 5 m dan dalam 2.5 m. Sementara itu, kanal sekunder yang seharusnya memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m, hanya memiliki lebar 4 m dan dalam 2.5 m. Hal tersebut tidak menjadi masalah selama fungsi dari kanal tersebut bisa terpenuhi. Pelebaran dan pendalaman kanal hanya akan menambah biaya operasional perusahaan. Di dalam perusahaan, terdapat istilah yang kurang lazim yaitu istilah pencucian kanal sehingga akan lebih baik lagi kalau digunakan istilah pendalaman kanal. Pada dasarnya pencucian kanal adalah pengangkatan gumpalan tanah gambut pada dasar kanal. Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan penyiapan lahan dan persemaian telah selesai. Kegiatan penanaman dilakukan oleh PT Prima Kelola. Pada tahun 2010 belum dilakukan penanaman pada blok baru tetapi masih dilakukan penyisipan ke Divisi I sampai IV karena masih banyak tanaman yang mati di setiap bloknya. Kegiatan penyulaman yang melibatkan dua perusahaan harus dilakukan dengan kerjasama yang baik antar kedua belah pihak. Kegiatan penyulaman baru bisa dilakukan setelah kegiatan sensus hidup mati, pelorongan, dan pengukuran muka air tanah dilakukan. Pada kenyataannya, perusahaan sering terlambat untuk melakukan penanaman karena kurangnya koordinasi. Pada saat bibit

56 43 sudah siap ditanam, lahannya belum siap untuk ditanami. Keterlambatan penyiapan lahan biasanya dikarenakan susahnya untuk mencari tenaga kerja. Hal ini bisa diatasi jika antara pihak perusahaan dengan PT Prima Kelola mempunyai rencana kerja yang jelas dan kerja sama yang bagus satu dengan yang lainnya. Pada saat magang, perusahaan melaksanakan kegiatan pemeliharaan kebun yang terdiri atas penjarangan anakan (thinning out), pelorongan, dan penyemprotan gulma dengan menggunakan herbisida. Pemeliharaan tanaman sagu harus dilaksanakan sesuai dengan Standard Operating Prosedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pemeliharaan yang ada di kebun dinilai kurang efektif dan efisien karena kegiatan yang dilakukan masih sebatas kebutuhan jangka pendek dari tiap blok. Oleh karena itu, asisten divisi harus bisa merencanakan dan mengatur agar kegiatan pemeliharaan dapat terlaksana secara efektif, berkesinambungan dan seluruh blok mendapatkan pemeliharaan yang teratur. Salah satu contohnya yaitu pelaksanaan kegiatan pelorongan seharusnya dilakukan setelah kegiatan panen dan sebelum waktu pemupukan. Kegiatan kebun yang belum terlaksana diantaranya pemupukan, pengendalian hama atau penyakit, pengimasan gulma berkayu, pengolesan gulma berkayu dengan racun, dan panen. Kegiatan tersebut belum bisa dilaksanakan karena perusahaan masih fokus terhadap kegiatan penyulaman. Keseluruhan kegiatan kebun seharusnya dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan sehingga tidak boros dalam biaya operasional dan memperoleh produksi yang optimal. Kegiatan budidaya sudah terlaksana dengan baik selama magang berlangsung. Perusahaan sedikit mengalami kendala yaitu kekurangan tenaga kerja karena perusahaan baru saja menyelesaikan masalah transisi kepemilikan antara perusahaan lama dan baru. Selain itu, banyaknya pekerjaan yang ditawarkan untuk tenaga kerja borongan membuat masyarakat sekitar lebih memilih pekerjaan borongan yang dapat memberikan upah yang lebih besar tiap harinya. Oleh karena itu, perusahaan harus segera mencari cara agar banyak pekerja yang bergabung. Salah satu caranya yaitu menjanjikan ketepatan pembayaran upah dan pengangkatan menjadi pekerja tetap jika pekerjaannya bagus.

57 44 Pengaruh Sistem Persemaian Dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu Pembibitan di PT. National Sago Prima masih menggunakan teknik rakit di kanal. Keuntungan menggunakan teknik tersebut adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tanaman sangat sedikit. Meskipun mempunyai kemampuan hidup yang tinggi dalam persemaian tetapi lebih dari 40% bibit mati pada saat dipindahtanamkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan persemaian bibit sagu dengan berbagai teknik persemaian untuk mengetahui teknik persemaian terbaik dan memiliki tingkat hidup yang tinggi saat di tanam di lapangan. Salah satu teknik persemaian yang dicoba yaitu teknik persemaian dengan polibag. Selain itu juga dilakukan teknik persemaian kolam dengan menggunakan polibag sebagai modifikasi dari teknik kolam lumpur yang ada pada Departemen Pertanian Malaysia khususnya di Serawak. Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylon spp.) Panjang Petiol Daun Pada percobaan yang dilakukan selama 11 MSS (Minggu Setelah Semai) diperoleh bahwa rata-rata bibit sagu telah mempunyai 2 petiol daun. Panjang petiol daun yang diukur pada percobaan ini adalah panjang petiol mulai dari pangkal pemangkasan sampai titik teratas bibit, baik ketika masih berupa tunas maupun setelah berubah menjadi daun. Perlakuan teknik persemaian pada bibit sagu tidak memberikan pengaruh nyata pada awal persemaian sampai akhir percobaan terhadap pertumbuhan panjang petiol daun pertama. Perlakuan teknik persemaian pada bibit sagu memberikan pengaruh nyata pada pengamatan 8 sampai 11 MSS (Tabel 3) untuk pertumbuhan panjang petiol daun ke-2. Sementara itu perlakuan jenis tanaman induk sagu tidak memberikan pengaruh nyata pada awal persemaian sampai akhir percobaan terhadap pertumbuhan panjang petiol daun pertama dan ke dua (Lampiran 6).

58 45 Tabel 3. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Daun 1 dan 2 Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Umur (MSS) Uji F Perlakuan Teknik Persemaian Bibit Rakit Polibag Kolam Panjang Petiol Daun 1..cm. 0 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Panjang Petiol Daun 2...cm... 0 tn tn tn tn tn tn tn tn * 22.05a 12.95b 20.35ab 9 * 26.48a 15.30b 24.90a 10 * 31.80a 18.88b 30.43a 11 * 37.13a 21.08b 35.38a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata *) : berbeda nyata pada taraf 5 %. Pada awal persemaian sampai akhir percobaan, perlakuan teknik persemaian pada bibit sagu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun pertama. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan petiol daun pertama akan lambat atau berhenti saat petiol daun ke-2 sudah mulai tumbuh. Pertumbuhan petiol daun yang pertama dipengaruhi oleh bobot bibit karena belum terbentuknya daun dan akar sehingga energi pertumbuhan hanya berasal cadangan

59 46 makanan dari banir. Saat tanaman mulai membentuk petiol daun ke-2, energi pertumbuhan lebih banyak di disalurkan untuk pembentukan petiol daun ke-2. Pertumbuhan panjang petiol daun ke-2 tidak berbeda nyata dari awal persemaian sampai 7 MSS. Pada pengamatan 8 sampai 11 MSS perlakuan teknik persemaian pada bibit sagu dapat memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan pada awal persemaian sampai 7 MSS energi pertumbuhan hanya dari cadangan makanan yang berasal dari banir tetapi setelah itu tanaman memiliki daun pertama yang digunakan untuk membantu menghasilkan energi pertumbuhan melalui fotosintesis. Pada 8 MSS teknik persemaian dengan menggunakan polibag memiliki nilai rata rata pertumbuhan panjang petiol daun ke-2 paling rendah, diikuti teknik persemaian kolam dan rakit. Pada 9-11 MSS teknik persemaian polibag memiliki nilai rata rata pertumbuhan panjang petiol daun ke-2 paling rendah, sedangkan pada teknik persemaian rakit dan polibag tidak terdapat perbedaan nyata. Perbedaan antara teknik persemaian rakit, polibag dan kolam pada dasarnya adalah perbedaan kadar air yang tersedia. Pembibitan sagu memerlukan air dengan jumlah yang banyak agar pertumbuhan bibit sagu dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, pembibitan dengan menggunakan teknik rakit paling bagus pertumbuhan petiol daun ke-2. Gambar 14. Pertumbuhan Panjang Petiol Ke-2 Pembibitan dengan menggunakan teknik rakit dan jenis tanaman induk yang tidak berduri memiliki pertumbuhan petiol daun ke dua yang paling bagus

60 47 dibandingkan yang lainnya (Gambar 14). Pada perlakuan tersebut menghasilkan panjang petiol daun ke dua paling tinggi sebesar 38.5 cm. Hal ini diduga karena pada teknik persemaian rakit tersedia banyak air untuk membantu pertumbuhan bibit sagu dan jenis tanaman sagu tidak berduri diduga lebih responsif terhadap pengambilan unsur hara yang terkandung di dalam air tersebut. Hal ini dikarenakan tanaman sagu tidak berduri yang lebih dahulu menyebar ke wilayah barat Indonesia daripada sagu berduri, sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungannya (Haryanto dan Pongloli, 1992). Jumlah Daun dan Anak Daun Bibit Sagu Dari percobaan diperoleh rata-rata dua daun pada bibit sagu sampai saat percobaan berakhir (11 MSS). Perlakuan teknik persemaian pada bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada 11 MSS. Teknik persemaian kolam memiliki nilai rata rata jumlah daun paling sedikit, sedangkan teknik persemaian rakit dan polibag tidak terdapat perbedaan nyata (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian Umur (MSS) Uji F Perlakuan Teknik Persemaian Bibit Rakit Polibag Kolam 0 Tn Tn Tn Tn Tn Tn Tn Tn Tn Tn Tn * 2.00a 2.00a 1.67b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata *) : berbeda nyata pada taraf 5 %. Perlakuan teknik persemaian bibit dan jenis tanaman induk tidak memberkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anak daun baik anak daun ke-1 maupun

61 48 anak daun ke-2. Meskipun demikian, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan maka perlakuan teknik persemaian bibit dengan menggunakan rakit dan jenis tanaman induk yang tidak berduri menghasilkan jumlah anak daun yang paling banyak (Gambar 15 dan 16). Hal ini diduga karena persemaian dengan menggunakan rakit akan lebih cepat menghasilkan akar. Dalam pembentukan anak daun diperlukan banyak energi untuk pertumbuhan yang diperoleh dari cadangan makanan dalam banir dan air yang diserap melalui akar sebelum mempunyai daun. Gambar 15. Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Pertama Gambar 16. Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Ke-2 Tingkat Persentase Kematian Cuaca sangat mempengaruhi tingkat persentase kematian bibit di persemaian. Suhu yang tinggi akan mengakibatkan berkurangnya kadar air sehingga

62 49 ujung pemangkasan bibit cepat mengering dan calon tunas sulit untuk keluar (tunas terjepit). Secara keseluruhan perlakuan teknik persemaian pada bibit sagu dan jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kematian bibit sagu. Persentase kematian tertinggi terdapat pada teknik persemaian dengan menggunakan polibag sedangkan teknik persemaian rakit tingkat persentase kematian paling rendah bila dibandingkan dengan persemaian kolam dan polibag (Tabel 5). Sementara itu, jenis tanaman sagu yang berduri memiliki tingkat persentase kematian lebih tinggi dari pada jenis tanaman sagu yang tidak berduri (Tabel 6). Tabel 5. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian Umur (MSS) Uji F Perlakuan Teknik Persemaian Bibit Rakit Polibag Kolam..%. 0 Tn * 1.67b 10.00a 1.67b 2 * 2.50b 12.50a 5.83b 3 * 4.17b 16.67a 7.50b 4 * 4.17b 20.83a 13.33a 5 * 7.50b 22.50a 13.33b 6 * 10.00b 26.67a 18.33ab 7 * 10.83b 28.33a 20.83a 8 * 14.17b 31.67a 27.50a 9 * 15.00b 31.67a 30.00a 10 * 16.67b 33.33a 30.83a 11 * 20.00b 34.17a 31.67ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata *) : berbeda nyata pada taraf 5 %. Persemaian dengan menggunakan rakit memiliki tingkat persentase kematian paling rendah bila dibandingkan dengan persemaian kolam dan polibag. Hal ini diduga cuaca yang panas menyebabkan bibit dalam persemaian kolam dan polibag terlalu panas dan banyak mengalami kehilangan air. Pada persemaian rakit, meskipun cuaca panas tetapi adanya aliran air pada kanal yang menyebabkan suhu air tidak terlalu panas dan terdapat sirkulasi oksigen di dalam kanal ter-

63 50 sebut. Selain itu, pada teknik persemaian rakit, banir tanaman sagu ditenggelamkan ke air jadi tidak terjadi serangan hama ke bibit tersebut. Sementara itu untuk teknik persemaian dengan menggunakan kolam dan polibag, hama mudah ke dalam banir karena menggunakan media tanah. Selain itu, pada teknik persemaian dengan menggunakan kolam dan polibag tidak ada aliran air sehingga tidak terjadi sirkulasi oksigen. Tabel 6. Pengaruh Jenis Tanaman Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian Umur (MSS) Uji F Perlakuan Jenis Tanaman Induk Berduri Tidak Berduri.% 0 Tn * 6.67a 2.22b 2 * 10.00a 3.89b 3 * 13.33a 5.56b 4 * 17.22a 8.33b 5 * 18.89a 10.00b 6 * 22.22a 14.44b 7 * 25.00a 15.00b 8 * 31.11a 17.78b 9 * 32.22a 18.89b 10 * 34.44a 19.44b 11 * 36.11a 21.11b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% tn : tidak berbeda nyata *) : berbeda nyata pada taraf 5 %. Jenis tanaman sagu yang berduri memiliki tingkat persentase kematian lebih tinggi dari pada jenis tanaman sagu yang tidak berduri. Hal tersebut terjadi karena diduga jenis tanaman sagu yang tidak berduri sudah beradaptasi dengan kondisi di daerah Indoneisa bagian barat dibandingkan sagu yang berduri. Haryanto dan Pongloli (1992) menyatakan bahwa Metroxylon rumpii menyebar ke arah timur Indonesia sedangkan Metroxylon sagus (sagu tidak berduri) menyebar ke arah barat. Hal ini menyebabkan sagu yang tidak berduri memiliki ketahanan terhadap cuaca di wilayah barat Indonesia dari pada tanaman sagu yang berduri.

64 51 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Manajemen tenaga kerja yang diterapkan di PT National Sagu Prima sudah berjalan dengan baik namun perlu diperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaannya. Salah satu hal yang perlu diperbaiki adalah diadakannya apel pagi sebagai pengarahan sebelum kegiatan dilaksanakan setiap harinya. Selain itu, perlu diperhatikan pengawasan terhadap pekerjaan buruh harian lepas yang tidak memiliki target kerja. Pembayaran upah yang sering terlambat dari perusahaan mengakibatkan motivasi para buruh harian lepas dalam bekerja akan berkurang. Perusahaan seharusnya membayar upah para buruh harian lepas tepat waktu yaitu maksimal pada tanggal 5 pada tiap bulannya. Perusahaan telah melaksanakan teknis budidaya yang sesuai dengan SOP (Standart Operating System). Teknis budidaya yang dilakukan yaitu pembibitan, pemancangan ajir lubang tanam, pelorongan, pembuatan lubang tanam, penyulaman, dan pengendalian gulma secara kimia. Pada kegiatan pembuatan lubang tanam perlu diperhatikan pengawasan lebih karena lubang tanam yang dibuat tidak sesuai dengan SOP yaitu tidak berukuran cm. Selain itu, para pekerja yang melakukan pengendalian gulma secara kimia harus menggunakan pakaian yang sesuai dengan prosedur keselamatan pekerja. Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah penyulaman. Hal ini dikarenakan dari ha kebun yang sudah ditanami, kurang lebih hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan banyak bibit untuk menanami semua areal kebun perusahaan. Teknik persemaian yang dilakukan perusahaan adalah teknik persemaian rakit. Perusahaan telah melaksanakan teknik persemaian rakit sesuai dengan SOP dan literatur yang ada. Pelaksanaan teknik persemaian di PT National Sago Prima oleh PT Prima Kelola dengan teknik persemaian rakit sudah berjalan dengan baik. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan teknik persemaian yang lain. Teknik persemaian rakit menghasilkan rataan pertumbuhan vegetatif

65 52 yang paling baik jika dibandingkan dengan teknik persemaian kolam dan polibag. Teknik persemaian rakit menghasilkan rata-rata panjang petiol daun pertama setinggi 41,72 cm dan panjang etiol daun ke-2 setinggi cm. Teknik persemaian rakit juga menghasilkan rata-rata dua jumlah daun, jumlah anak daun pada daun pertama, dan 18.5 jumlah anak daun pada daun ke-2. Jenis tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif. Jika dilihat dari persentase kematian, persemaian rakit dengan jenis tanaman induk yang tidak berduri memiliki rata-rata tingkat persentase kematian paling rendah yaitu sebesar 18% bila dibandingkan dengan persemaian kolam dan polibag. Saran Pelaksanaan apel pagi sebelum melaksanakan kegiatan harus dilakukan untuk semua divisi agar arahan kerja jelas dan target yang telah ditetapkan dapat tercapai. Selain itu, apel pagi juga dapat mengefisiensikan jam kerja. Perencanaan kerja sangat penting agar kegiatan pemeliharaan dapat terlaksana secara efektif, berkesinambungan dan seluruh blok mendapatkan pemeliharaan yang teratur. Selain itu, untuk mencapai target yang direncanakan maka diperlukan pengawasan yang baik dari para pengawas kebun untuk mengawasi kegiatan kebun. Oleh sebab itu kesejahteraan para pengawas harus diperhatikan agar mereka dapat bekerja dengan baik. Persemaian secara umum sudah dilaksanakan dengan baik. Dalam kegiatan yang melibatkan dua pihak seperti dalam pelaksanaan pembibitan hingga penanaman diperlukan kerjasama yang baik antar dua belah pihak. Bibit sagu yang akan digunakan sebagai calon pertanaman sebaiknya berasal dari tanaman yang tidak berduri. Persemaian dengan menggunakan kolam dan polibag perlu diteliti lebih lanjut. Hal yang perlu diteliti lebih lanjut adalah penggunaan naungan untuk persemaian dan pemberian nutrisi tambahan (pupuk) pada persemaian dengan menggunakan kolam dan polibag. Selain itu juga harus diperhatikan keefisienan dalam pengangkutan bibit karena bibit sagu yang terlalu besar dan berat akan memperlambat pengangkutan.

66 DAFTAR PUSTAKA Bintoro H. M. H Bercocok Tanam Sagu. IPB Press, Bogor. 71 hal. Bintoro, M.H., M.Y.J. Purwanto dan S. Amarillis Sagu di Lahan Gambut. IPB Press, Bogor. 170 hal. Djoefrie H. M. H. B Pemberdayaan Tanaman sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Tanaman Perkebunan,Fakultas Pertanian. IPB, Bogor, 11 September hal. Flach, M Sago Palm, Metroxylon sagu Rottb. IPGRI. Rome. 76p. Flach. M, F.S. Jong and D. L. Schuiling Exploitation and Natural Viability of Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.). Departement of Agronomi, Wegeningen Agricultural University, The Netherlands, 82 pp. Flach, M., K. D. Braber, M. J. J. Fredrix, E. M. Monster and G. A. M. van Hasselt Temperature and relative humidity requirement of young sago palm seedlings, p In N. Yamada and K. Kainuma, (eds.) Sago 85. The Third Int. Sago Symp. Tokyo-Japan. May The Sago palm Research Fund. Haryanto, B. dan P. Pangloli Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisus. Yogyakarta. 139 hal. Irawan, A. F Pengelolaan Persemaian Bibit Sagu (Metroxylon spp) di Perkebunan PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal. Jong, F. S The commercial potencials of sago palm and methods of commercial sago palm (Metroxylon spp) Plantation establishment. Prosiding lokakarya pengembangan sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor Listio, D Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp) Aspek Perrsemaian di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor. 87 hal. Manan, S. dan S. Supangkat Management of Sago Forest in Indonesia, dalam (ed): The Development of the Sago Palm and its Products. Report of the FAO/BPP Teknologi Consultation, Jakarta, Januari 16-21, Rostiwati, T Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hutan Sagu Secara Maksimal dan Lestari. Makalah Seminar Penelitian dan Pengembangan Sagu, Sukun, Aren, dan Peta Wilayah Sengon. PT. Inhutani I. Jakarta. 19 hal. Ruddle, K. D., K.T. Patricia dan J.D. Rees Palm Sago A Tropical Starch From Marginal Lands. East-West Center, Honolulu.

67 54 Sitompul, S.M. dan B. Guritno Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yokyakarta. 412 hal Suryana, A Arah dan strategi pengembangan sagu di Indonesia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Bogor Tampubolon, A. P. and Z. Hamzah The sago plantations on peat soils and its silvicultural system in Rangsang Island, Riau (Indonesia). Buletin Penelitian Hutan(494): Watanabe, H A view on density management of sago palm in Batu Pahat, Malaysia, p In N. Yamada and K. Kainuma (eds.) Sago 85. The Thrid Int. Sago Symp. Tokyo-Japan, May The Sago Plam Reserch fund.

68 LAMPIRAN

69 Lampiran 1. Peta Kabupaten Kepulauan Meranti

70 Lampiran 2. Peta Lokasi Kebun PT. National Sago Prima

KONDISI UMUM KEBUN. Sejarah Kebun

KONDISI UMUM KEBUN. Sejarah Kebun 15 KONDISI UMUM KEBUN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan dari kelompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk dalam holding Sampoerna Agro. PT. National Sago Prima

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Pengusahaan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 Juli 1995 Kelompok Hutan Teluk Kepau disetujui menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN. Sejarah Kebun. Letak Geografis dan Administratif Kebun

KEADAAN UMUM KEBUN. Sejarah Kebun. Letak Geografis dan Administratif Kebun KEADAAN UMUM KEBUN Sejarah Kebun PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT Siak Raya Group yang berkedudukan di Provinsi Riau. PT National Timber and Forest Product pada tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dulu bernama PT National Timber and Forest Product. PT National Timber and Forest Product merupakan anak perusahaan PT. Siak Raya Group yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah Kebun

KEADAAN UMUM Sejarah Kebun KEADAAN UMUM Sejarah Kebun PT National Sago Prima merupakan bagian dari kelompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk kedalam Sampoerna Agro. Perkebunan sagu di Riau dahulu merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK PENGATURAN JARAK TANAM Oleh : ADITYA RAHMAN A 24051727 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG Pelaksanaan teknis magang yang dilakukan di PT National Sago Prima meliputi persiapan lahan (Land clearing), pengambilan anakan, persemaian, sensus, penanaman dan penyulaman,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh IKA WULAN ERMAYASARI A24050896 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

TAKSASI PRODUKSI TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU

TAKSASI PRODUKSI TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU TAKSASI PRODUKSI TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU EDI WIRAGUNA A24054284 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK PENGATURAN JARAK TANAM Oleh : ADITYA RAHMAN A 24051727 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia memiliki keunggulan komparatif potensi tumbuhan sagu terluas di dunia dibandingkan dengan negara-negara penghasil sagu yang lain, seperti Papua New Guinea (PNG),

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 12 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Teluk Siak Estate PT Aneka Intipersada secara geografis terletak di Desa Tualang Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Konsep pengembangan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. SOCFIN INDONESIA, KEBUN TANAH GAMBUS, LIMA PULUH, BATU BARA, SUMATERA UTARA Oleh : GUNTUR SYAHPUTRA PURBA A 34104049 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh SUER SEPWAN ANDIKA A24052845 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN

) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN MAKALAH SEMINAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA Institut Pertanian Bogor, 2009 PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT PENGELOLAAN PEMUPUKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) DI PERKEBUNAN PT CIPTA FUTURA PLANTATION, KABUPATEN MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN OLEH HARYO PURWANTO A24051955 DEPARTEMEN AGRONOMI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

AFDHOLIATUS SYAFAAH A

AFDHOLIATUS SYAFAAH A PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SISTEM POLIBAG DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT Socfindo, Perkebunan Bangun Bandar Medan, Sumatera Utara, dimulai pada tanggal 13 Februari 2012 sampai 12 Mei 2012. Metode Pelaksanaan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Letak Geografi

KEADAAN UMUM. Letak Geografi 8 KEADAAN UMUM PT. Sari Lembah Subur (SLS) merupakan anak perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari, Tbk yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. PT. SLS adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU

PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU RATIH KEMALA DEWI A24053132 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif PT PAL dan PT SPM I merupakan dua perusahaan yang berada dibawah Grup Lambang Jaya. PT PAL merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, sedangkan PT

Lebih terperinci

METODE MAGANG Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

METODE MAGANG Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data METODE MAGANG Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan dari 12 Februari 2009 sampai dengan 12 Juni 2009 di Hikmah Farm, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Metode Pelaksanaan Metode yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 ANALISIS PUCUK TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Oleh Wahyu Kusuma A34104041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PERKEBUNAN PT. SARI ADITYA LOKA I (PT. ASTRA AGRO LESTARI Tbk) KABUPATEN MERANGIN, PROVINSI JAMBI SILVERIUS SIMATUPANG A24050072 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima meliputi: pembukaan lahan (land clearing), pembibitan (pengambilan anakan dan penyeleksian bibit, serta

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A24080034 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG PT Bina Sains Cemerlang merupakan perusahaan yang mengelola tiga unit usaha, yaitu Bukit Pinang Estate (BPE), Sungai Pinang Estate (SPE), dan Sungai Pinang Factory (SPF). Masing-masing

Lebih terperinci

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN PEREKAT AGRISTIK PADA KOMBINASI PEMBERIAN PUPUK DAUN GANDASIL-D DAN GROWMORE DENGAN IBA DAN TRIACONTANOL PADA FASE AKLIMATISASI SAGU NURUL HIDAYAH A24120195 Dosen pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

DI PT NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN ASPEK KHUSUS PERTUMBUHAN BIBIT DI LAPANG

DI PT NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN ASPEK KHUSUS PERTUMBUHAN BIBIT DI LAPANG PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG KAB. KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN ASPEK KHUSUS PERTUMBUHAN BIBIT DI LAPANG DESTIEKA AHYUNI A24070030 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR DENGAN ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT DATAR OLEH BAGUS MAHENDRA A24051108 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 13 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Angsana Estate (ASE) adalah salah satu kebun kelapa sawit PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI). PT LSI merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Minamas Gemilang,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN APEL (Malus sylvestris Mill.) DI PT KUSUMA AGROWISATA, BATU-MALANG JAWA TIMUR BAITURROHMAH A

PENGELOLAAN PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN APEL (Malus sylvestris Mill.) DI PT KUSUMA AGROWISATA, BATU-MALANG JAWA TIMUR BAITURROHMAH A PENGELOLAAN PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN APEL (Malus sylvestris Mill.) DI PT KUSUMA AGROWISATA, BATU-MALANG JAWA TIMUR BAITURROHMAH A24051966 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK ( Piper ningrum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Land Clearing Land clearing merupakan kegiatan penyiapan lahan yang meliputi kegiatan pembersihan lahan dan kegiatan penyiapan jalur tanaman. Pada areal tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BUKIT PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN OLEH RIZA EKACITRA PUTRIANI RACHMAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang KM 18.5, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pakembinangun

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan PKPM di PT. Minang Agro yang berlokasi di kenegarian Tiku

III. METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan PKPM di PT. Minang Agro yang berlokasi di kenegarian Tiku 50 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Lokasi dan Waktu PKPM 3.1.1. Lokasi PKPM Pelaksanaan PKPM di PT. Minang Agro yang berlokasi di kenegarian Tiku V Jorong, kecematan Tanjung Mutiara, kabupaten Agam, provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan Kebun Kumai di bangun tahun 1982 sesuai dengan SK Gubernur Kalimantan Tengah No DA/22/D.IV.III/III/1982 tanggal 29 maret 1982 tentang pencadangan areal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci