SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS"

Transkripsi

1 SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS SKRIPSI LENNA ADRIYANA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN LENNA ADRIYANA. D Suplementasi Selenium dan Vitamin E terhadap Kandungan MDA, GSH-Px Plasma Darah dan Bobot Organ Limfoid Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. : Ir. Widya Hermana, M.Si. Tingginya suhu dan kelembaban lingkungan di daerah beriklim tropis berakibat buruk terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam broiler. Peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu normal menyebabkan stress oksidatif, sehingga menyebabkan terjadinya serangan lipida peroksida pada membran sel. Salah satu upaya untuk mengatasi stress oksidatif akibat cekaman panas pada ayam broiler adalah dengan pemberian selenium dan vitamin E dalam ransum. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh berbagai taraf suplementasi selenium dan vitamin E terhadap kandungan malondialdehida (MDA) dan enzim glutathion peroksidase (GSH-Px) plasma darah serta persentase bobot organ limfoid (bursa fabricius dan timus) ayam broiler yang diberi cekaman panas. Penelitian ini menggunakan 465 DOC (unsex) yang dipelihara pada dua kondisi, yaitu kondisi normal (rataan suhu lingkungan 25,22±0,05 o C) dan kondisi yang mendukung cekaman panas (rataan suhu lingkungan 29,80±0,76 o C). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor 1 yaitu suplementasi vitamin E (E1= ransum basal + vitamin E 0 ppm, E2= ransum basal + vitamin E 100 ppm, E3= ransum basal + vitamin E 200 ppm), faktor 2 yaitu suplementasi selenium (S1= ransum basal + selenium 0 ppm, S2= ransum basal + selenium 0,15 ppm, S3= ransum basal + selenium 0,30 ppm). Peubah yang diukur yaitu kandungan MDA dan GSH-Px plasma darah serta persentase bobot bursa fabricius dan timus. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi selenium dan vitamin E dapat menurunkan kandungan MDA (p<0,05) dan GSH-Px (p<0,01) plasma darah ayam broiler yang diberi cekaman panas, namun tidak mempengaruhi persentase bobot bursa fabricius dan timus ayam broiler. Persentase bobot bursa fabricius dan timus pada perlakuan cekaman panas masing-masing berkisar antara 0,04%-0,06% dan 0,28%-0,48%, sedangkan pada perlakuan kontrol masing-masing sebesar 0,08% dan 0,50%. Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan naiknya kandungan MDA dan GSH-Px plasma darah sebagai indikator tingginya stress oksidatif serta menurunkan bobot bursa fabricius dan timus. Kombinasi suplementasi vitamin E (100 ppm dan 200 ppm) dengan selenium (0,3 ppm) dapat mengurangi stres oksidatif akibat radikal bebas pada ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas. Namun kondisi stres tetap terjadi yang ditunjukkan dengan menurunnya persentase bobot bursa fabricius dan timus. Kata-kata kunci : broiler, cekaman panas, selenium, vitamin E

3 ABSTRACT Supplementation of Selenium and Vitamin E on MDA, GSH-Px Blood Plasma and Weights of Lymphoid Organ in Heat Stressed Broilers L. Adriyana, M. Ridla, and W. Hermana High environmental temperatures may cause heat stress in poultry. High temperatures contributes to oxidative stress, a condition where oxidant activity (free radical) exceeds antioxidant activity. In this research, selenium and vitamin E were utilized as anti heat-stress agents for heat stress broilers. The research used 465 unsex broilers and they were divided into 2 conditions, comfort zone (25.22±0.05 o C) and high temperatures (29.80±0.76 o C). Variables measured were malondialdehyde (MDA), glutathione peroxidase (GSH-Px) in blood plasma and weight of lymphoid organ (bursa fabricius and tymus). The data collected were analyzed with a factorial completely randomized design of 3x3 (3 levels of vitamin E, 3 levels of selenium and 3 replication) and continued with Duncan test. The result showed that selenium and vitamin E supplementation was significantly decreased on MDA (p<0.05) and GSH- Px (p<0.01) in blood plasma of heat stressed broilers, but it did not effect the weight of bursa fabricius and thymus of broilers. It could be concluded that the combination vitamin E (200 or 100 ppm) and selenium (0.3 ppm) is the most effective as anti heat-stress agent in broilers. Keywords : broiler, heat stress, selenium, vitamin E

4 SUPLEMENTASI SELENIUM DAN VITAMIN E TERHADAP KANDUNGAN MDA, GSH-Px PLASMA DARAH DAN BOBOT ORGAN LIMFOID AYAM BROILER YANG DIBERI CEKAMAN PANAS LENNA ADRIYANA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Nama NIM : Suplementasi Selenium dan Vitamin E terhadap Kandungan MDA, GSH-Px Plasma Darah dan Bobot Organ Limfoid Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas : Lenna Adriyana : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr) (Ir. Widya Hermana, M.Si) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr) NIP: Tanggal Ujian: 02 Februari 2011 Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1987 di Subang, Jawa Barat. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Supriatna dan Ibu Rachmawati. Penulis mengawali pendidikan pada pada tahun 1993 di Sekolah Dasar Negeri Sukabakti Kabupaten Subang dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Subang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Subang. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 memalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama mengikuti pendidikan penulis menjadi staf informasi dan komunikasi di Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor 2007 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Forum Komunikasi Kulawarga Subang (Fokkus) pada tahun 2005 sampai sekarang. Penulis juga pernah melakukan magang di Charoen Pokphand Jaya Farm 4 Subang selama satu bulan pada tahun 2008.

7 KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim, Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam dijunjungkan kepada nabi besar Nabi Muhammad SAW karena atas limpahan rahmat, hidayah, dan lindungan-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Suplementasi Selenium dan Vitamin E terhadap Kandungan MDA, GSH-Px Plasma Darah dan Bobot Organ Limfoid Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bulan November 2009 hingga Februari 2010 di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis Malondialdehida (MDA) dan Glutathion Peroksidase (GSH-Px) dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh berbagai taraf suplementasi vitamin E dan selenium terhadap kandungan malondialdehida (MDA) dan enzim glutathion peroksidase (GSH-Px) plasma darah serta persentase bobot organ limfoid (bursa fabricius dan timus), sehingga diperoleh taraf suplementasi yang optimum pada ransum ayam broiler yang dipelihara pada kondisi cekaman panas. Penulis menyadari banyak terjadi kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Maret 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Pengaruh Cekaman Panas terhadap Kondisi Fisiologis Ayam Broiler... 3 Ayam Broiler... 5 Peran Radikal Bebas... 6 Kandungan Malondialdehida (MDA) sebagai Indikator Peroksidasi Lipida... 8 Antioksidan... 8 Klasifikasi Antioksidan Utama... 8 Enzim Glutathione Peroksidase... 9 Selenium (Se) Vitamin E Organ Limfoid Bursa Fabricius Timus MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum Metode Pemeliharaan Pembuatan Pakan Perlakuan Cekaman Panas ii iii iv v vi vii viii x xi xii

9 Pengukuran Suhu Analisis Malondialdehida (MDA) Plasma Darah Analisis Glutathion Peroksidase (GSH-Px) Plasma Darah. 20 Pengukuran Bobot Bursa Fabricius dan Timus Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Model Statistik Analisis Data Peubah yang Diukur HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Malondialdehida (MDA) Plasma Darah Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Glutathione Peroksidase (GSH-Px) Plasma Darah Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Organ Limfoid Bursa Fabricius Timus KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 40

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tipikal Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Produksi Optimum Pertumbuhan pada Berbagai Tingkat Umur Ayam Broiler Klasifikasi Utama Antioksidan Enzimatik dan Antioksidan Non- Enzimatik Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Basal Periode Starter dan Finisher Kombinasi Level Pemberian Vitamin E dan Selenium Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Kandang Blok C (Perlakuan Cekaman Panas) Periode Mingguan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Kandang Blok A (Kontrol) Periode Mingguan Selama 6 Minggu Pemeliharaan Kandungan MDA Plasma Darah (ηg/ml) Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Kandungan GSH-Px Plasma Darah (mu/mg protein) Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Persentase Bobot Bursa Fabricius Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas Persentase Bobot Timus Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas... 33

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada Ayam Broiler Molekul Stabil dan Radikal Bebas Sumber Radikal Bebas dan Tempat Kerja Antioksidan Struktur Enzim Glutathione Peroksidase (GSH-Px) Reaksi Enzim Glutathione Peroksidase Struktur Kimia α Tokoferol Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Selama 6 Minggu Pemeliharaan Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggi terhadap Aktivitas Hormonal Ayam... 32

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Sidik Ragam Kandungan MDA Plasma Darah Uji Lanjut Duncan Kandungan MDA Plasma Darah Hasil Sidik Ragam Kandungan GSH-Px Plasma Darah Uji Lanjut Duncan Kandungan GSH-Px Plasma Darah Hasil Sidik Ragam Persentase Bobot Bursa Fabricius Hasil Sidik Ragam Persentase Bobot Timus... 42

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri ternak unggas merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan pesat. Salah satu sektor perunggasan yang paling tinggi peningkatannya adalah budidaya ayam broiler. Permasalahan yang menghambat laju produksi peternakan ayam broiler di negara tropis seperti di Indonesia adalah tingginya suhu dan kelembaban lingkungan. Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari (dapat mencapai 34 o C) dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman panas. Cekaman panas akibat dari tingginya suhu lingkungan yang melebihi kisaran zona suhu normal dapat menyebabkan stres oksidatif pada ayam broiler. Menurut Mujahid et al. (2007) stres oksidatif yaitu kondisi aktitivitas radikal bebas yang melebihi antioksidan. Radikal bebas akan mudah menyerang asam lemak tidak jenuh ganda pada membran sel yang disebut serangan lipida peroksida. Tingkat kerusakan oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas dapat ditentukan dengan mengukur kandungan malondialdehida (MDA) di dalam darah yang merupakan indikator dari peroksidasi lipida. Senyawa tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel, seperti lipid, protein dan asam nukleat. Enzim glutathione peroksidase (GSH-Px) merupakan antioksidan enzimatis di dalam tubuh yang membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida menjadi air. Adanya pengaruh negatif terhadap sel-sel dalam tubuh akibat tingginya suhu lingkungan, memicu tubuh untuk mensekresikan antibodi lebih banyak. Semakin sering organ limfoid membentuk antibodi maka akan menyebabkan deplesi dan pengecilan limfoid sehingga berat relatifnya menurun. Akibatnya, antibodi yang dihasilkan oleh limfosit tersebut menjadi lebih rendah yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam broiler. Salah satu upaya untuk mengatasi stress oksidatif akibat cekaman panas pada ayam broiler adalah dengan pemberian antioksidan. Peran antioksidan adalah untuk mengubah bentuk radikal bebas ke dalam ikatan-ikatan yang aman sehingga menghentikan proses lipida peroksida. Selenium dan vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang mampu menetralisir radikal bebas. Vitamin E bekerja mencegah

14 terbentuknya peroksida bebas, sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk. Hal ini merupakan alasan mengapa selenium dan vitamin E bekerja secara sinergi untuk melindungi membran seluler. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh berbagai taraf suplementasi selenium dan vitamin E terhadap kandungan malondialdehida (MDA) dan enzim glutathion peroksidase (GSH-Px) plasma darah serta persentase bobot organ limfoid (bursa fabricius dan timus), sehingga dapat ditemukan taraf suplementasi selenium dan vitamin E yang optimum pada ransum ayam broiler yang diberi cekaman panas. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Panas terhadap Kondisi Fisiologis Ayam Broiler Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu yang disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan dan mengganggu proses homeostasis (Leeson dan Summers, 2001). Cekaman ini biasanya berhubungan dengan iklim yang ekstrim, misalnya: terlalu dingin atau terlalu panas. Diagram zona suhu nyaman (thermonetral zone) pada ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 1. Mati Karena Dingin Maksimum Pembentukan Panas Batas Suhu Bawah ZONA TEMPERATUR NETRAL Batas Suhu Atas Mati Karena Panas Maksimum Pelepasan Panas Ayam harus meningkatkan pembentukan panas Tingkah laku untuk mengatur pelepasan panas Ayam harus meningkatkan pelepasan Panas Gambar 1. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada Ayam Broiler Sumber : Kuczynski, 2002 Panting merupakan salah satu respon ayam broiler yang nyata akibat cekaman panas dan merupakan mekanisme evaporasi saluran pernapasan. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam broiler mulai panting pada kondisi lingkungan 29 o C atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 o C. Panting ayam broiler pada suhu 25 o C dan 35 o C dengan kelembaban relatif 61% masing-masing sebesar 91 dan 129 kali. Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum. Peningkatan suhu lingkungan yang melebihi kisaran zona suhu kenyamanan menyebabkan stres oksidatif (kondisi aktitivitas radikal bebas melebihi antioksidan)

16 pada ayam broiler (Fellenberg dan Speisky, 2006; Mujahid et al., 2007). Tingginya suhu lingkungan juga dapat mengakibatkan naiknya kandungan MDA hati sebagai indikator tingginya stres oksidatif, meningkatkan rasio H/L, dan menurunkan bobot relatif bursa fabricius (Kusnadi, 2009). Meningkatnya rasio H/L disebabkan penurunan jumlah limfosit sebagai akibat dari menurunnya bobot organ limfoid termasuk bursa fabricius (Siegel, 1995). Sahin et al. (2008) menyatakan bahwa cekaman panas dapat meningkatkan kandungan MDA plasma darah, hati, otot leher dan otot dada pada burung puyuh. Yahav et al. (1995) menyatakan bahwa meningkatnya kelembaban dalam kandang ayam broiler pada suhu udara yang tetap dapat meningkatkan kondisi lingkungan kandang ayam broiler kepada kondisi thermonetral zone sehingga ayam broiler semakin merasa nyaman. Suhu lingkungan yang nyaman sesuai kebutuhan ternak untuk menghasilkan produksi optimum sesuai umur ayam broiler disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tipikal Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Produksi Optimum Pertumbuhan pada Berbagai Tingkat Umur Ayam Broiler Umur (hari) Suhu ( o C) Kelembaban (%) > Sumber : Charoen Pokphand, 2005 Rangkaian respon fisiologi tubuh ayam akibat adanya cekaman panas diawali dengan pembentukan CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) di hipotalamus dan CRH ini akan menstimulasi pembentukan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) pada hipofisa anterior yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks. Pelepasan glukokortikoid menimbulkan berbagai efek terhadap metabolisme normal tubuh, seperti gangguan sekresi hormon, pertahanan (imunitas) tubuh, pertumbuhan dan aktivitas reproduksi (Sugito, 2007). Hormon kortikosteron dan kortisol diklasifikasikan sebagai 4

17 glukokortikoid. Menurut Guyton (1983), peranan utama kortikosteron dan kortisol terdapat pada peristiwa glukoneogenesis yaitu perombakan (katabolisme) dari non karbohidrat sebagai usaha penyediaan glukosa darah, sehingga terjadi penurunan pertumbuhan. Selain itu, menurut Siegel (1995) hormon kortikosteron juga dapat menekan pertumbuhan organ limfoid (bursa fabricius dan timus). Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 6-7 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan (Amrullah, 2004). Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan dan betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Ayam broiler termasuk kedalam ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Gallus, dan spesies Gallus domesticus. Ayam-ayam ini dipilih dari ayam yang berdada lebar. Ayam broiler dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Bangsa ayam ini dipilih yang berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang ini (Amrullah, 2004). Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi, dan dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah subtropis tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007). Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Unandar, 2001). Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh, selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. 5

18 Peran Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mengandung elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Zat ini sangat reaktif, dan struktur yang demikian membuat radikal bebas cenderung mencuri atau mengekstraksi satu elektron dari molekul lain di dekatnya untuk melengkapi dan selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan kerusakan sel (Suryohudoyo, 2000). Reaktif juga berarti radikal bebas tidak bertahan lama dalam bentuk asli karena untuk mempertahankan kestabilan molekul, mereka harus mengambil satu elektron dari molekul yang lain. Artinya, radikal bebas menyerang molekul stabil yang berada di dekatnya dan mengambil elektron dari molekul tersebut. Molekul yang diambil elektronnya kemudian juga menjadi radikal bebas dan mengambil elektron dari molekul lain, begitulah seterusnya sampai terjadi kerusakan sel (Bottje et al., 1995). Perbedaan antara molekul stabil dengan radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Molekul Stabil dan Radikal Bebas Sumber : Fouad, 2006 Oksigen merupakan unsur penting bagi kehidupan organisme. Walaupun oksigen (O 2 ) esensial untuk kebanyakan proses kehidupan, molekul tersebut dapat berubah menjadi molekul yang memiliki toksisitas tinggi. Metabolit oksigen utama yang dihasilkan melalui reduksi satu elektron adalah Spesies Oksigen Reaktif (SOR) yang terdiri dari superoksida (O 2 - ), radikal bebas hidroksil ( OH), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), serta radikal peroksil (ROO - ). SOR terus menerus dibentuk dalam jumlah besar di dalam sel melalui jalur metabolik tubuh yang merupakan proses biologis normal karena berbagai rangsangan, misalnya radiasi, tekanan parsial oksigen (po 2 ) 6

19 tinggi, paparan zat-zat kimia tertentu, infeksi maupun inflamasi (Suryohudoyo, 2000). Semua SOR merupakan oksidan kuat dengan derajat berbeda-beda. Radikal superoksida (O - 2 ) merupakan bentuk yang paling reaktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh antara lain, mitokondria, sistem enzim NADPH oksidase, reaksi dari xantine oksidase dan metabolisme asam arakidonat. Radikal superoksida kemudian dapat langsung di makan oleh antioksidan vitamin E atau diubah menjadi H 2 O 2 yang kemudian diubah lagi menjadi air oleh enzim glutathione peroksidase. H 2 O 2 yang terbentuk juga dapat diubah menjadi radikal hidroksil ( OH). Jika tidak dinetralisir, OH akan merusak lipid dan DNA (Fellenberg dan Speisky, 2006). Gambar 3 memperlihatkan sumber radikal bebas dan tempat kerja antioksidan. Vit. E Gambar 3. Sumber Radikal Bebas dan Tempat Kerja Antioksidan Sumber : Fouad, 2006 Radikal bebas diproduksi secara normal pada fungsi imunitas, diperlukan oleh sel imun untuk membunuh patogen dan mengeluarkannya, dalam keadaan overproduksi pada kondisi patogenik menyebabkan kerusakan sel imun dan menimbulkan imunosupresi. Dibutuhkan keseimbangan oksidan-antioksidan untuk mengatur fungsi sistem imun dalam menjaga integritas dan fungsi lipida membran, protein seluler, asam nukleat serta mengatur ekspresi gen (Wu dan Meydani, 1999). 7

20 Kandungan Malondialdehida (MDA) sebagai Indikator Peroksidasi Lipid Peroksidasi (auto-oksidasi) lipid khususnya asam lemak tak jenuh ganda adalah suatu reaksi berantai radikal bebas (Suryohudoyo, 2000). Selain itu menurut Jadhav et al. (1996), peroksidasi lipid adalah proses reaksi kimia yang sangat kompleks termasuk melibatkan radikal bebas, ion logam, dan sistem biologik. Reaksi tersebut dicetuskan oleh sebuah senyawa radikal bebas, yaitu radikal hidroksil ( OH) yang mengekstraksi satu hidrogen dari lemak polyunsaturated (LH) sehingga terbentuk radikal lemak (L - ) yang setelah melalui beberapa proses maka terbentuklah MDA, 9-hidroksi-nonenal, etana (C 2 H 6 ) dan pentana (C 5 H 12 ) suatu radikal bebas yang merupakan metabolit reaktif peroksidasi lipid sehingga dapat digunakan sebagai indeks peroksidasi lipid (Suryohudoyo, 2000). Radikal bebas menyerang asam lemak tidak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) pada membran sel yang disebut serangan peroksidasi lipida, sehingga meningkatkan hasil sampingan berupa MDA (Fellenberg dan Speisky, 2006; Mujahid et al., 2007). Malondialdehida (MDA) adalah salah satu indikator dari perosidasi lipida dalam tubuh yang sering digunakan berhubungan dengan stres oksidatif (Sahin et al., 2008). Tingkat kerusakan oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas dapat ditentukan dengan mengukur kadar malondialdehida (MDA) di dalam darah yang merupakan indikator dari peroksidasi lipida. Senyawa tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada komponen sel, seperti lipid, protein dan asam nukleat (Clarkson dan Thomson, 2000). Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) untuk meredam dampak negatif dari SOR. Alam menyediakan senyawa-senyawa antioksidan yang merupakan senyawa pemberi elektron termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam (Suryohudoyo, 2000). Antioksidan terdiri atas antioksidan endogen yang dihasilkan oleh tubuh sendiri dan antioksidan eksogen yang berasal dari makanan (Jadhav et al., 1996). Klasifikasi Antioksidan Utama Antioksidan endogen dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu antioksidan non-enzimatik dan antioksidan enzimatik. Antioksidan bekerja dalam 3 cara yaitu: 8

21 (1) Pemutusan rantai reaksi (2) Mengurangi pembentukan radikal bebas dan (3) Memakan (scavenge) radikal bebas (Suryohudoyo, 2000). Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Utama Antioksidan Enzimatik dan Antioksidan Non-Enzimatik Enzim Vitamin Antioksidan Peranan Ciri-ciri Superokside Dismutase (SOD): Mitokondrial, Sitoplasmik, ekstraseluler Katalase Glutathione Peroksidase (GSH-Px) Alpha tokoferol Beta karotene Asam askorbat Sumber : Fouad, 2006 Mengubah O 2 - menjadi H 2 O 2 Mengubah H 2 O 2 menjadi H 2 O Mengubah H 2 O 2 dan lipid perokside Memutus peroksidase lipid Scavenge lipid - perokside, O 2 dan.oh scavenge O 2-, bereaksi langsung dengan peroksil scavenge secara langsung OH dan O 2 - Menetralkan oksidan dari stimulasi neutrofil Berperan dalam regenerasi vit. E Enzim Glutathione Peroksidase Mengandung mangan (MnSOD), tembaga (CuSOD), serta tembaga dan seng (CuZnSOD) Hemoprotein berbentuk tetramer Selenoprotein terutama berada di sitosol dan mitokondria dan menggunakan GSH Vitamin yang larut dalam lemak Vitamin larut dalam lemak Vitamin larut dalam air Enzim glutathione peroksidase (GSH-Px) adalah protein dengan bentuk tetramer. Mempunyai berat molekul sebesar D. Enzim ini mengandung 4 atom selenium yang terikat sebagai selenocysteine. Fungsi Utama enzim GSH-Px yaitu mendetoksifikasi hidrogen peroksida dan mengubah hidroperoksida lipid menjadi komponen yang tidak beracun (Jenkinson et al., 1982). Menurut Pamok et al. (2009), aktivitas enzim GSH-Px pada ayam broiler yang diberi cakaman panas 9

22 meningkat pada awal periode, kemudian menurun seiring dengan berlangsungnya cekaman panas. Struktur enzim ini dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur Enzim Glutathione Peroksidase (GSH-Px) Sumber : Fouad, 2006 Enzim glutathione peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida. Glutathione peroksidase mereduksi H 2 O 2 menjadi H 2 O dan glutathione disulfide (GSSG) dengan bantuan glutathione tereduksi (GSH) (Fellenberg dan Speisky, 2006). Reaksi enzim tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. H 2 O 2 + 2GSH GSH-Px GSSG + 2H 2 O Gambar 5. Reaksi Enzim Glutathione Peroksidase Sumber : Fellenberg dan Speisky, 2006 Selenium (Se) Sebelum tahun 1957 telah diadakan penelitian tentang selenium yang menyatakan bahwa selenium adalah esensial pada fisiologis ternak, meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil pada jaringan bila dibandingkan dengan mineral esensial lainnya. Kekurangan selenium mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan fertilitas ternak, serta metabolisme pada ternak. Selenium mempunyai hubungan dengan vitamin E. Selenium merupakan mineral esensial bagi pertumbuhan ayam dan juga dapat bertindak sebagai pengganti vitamin E (Underwood dan Suttle, 2001). Surai et al. (2006) yang melaporkan bahwa selenium berperan dalam pertahanan antioksidan dan merupakan bagian penting dari GSH-Px, serta ketersediaan selenium merupakan kunci efektif sintesis GSH-Px. Selenium mengindikasikan peranannya dalam enzim GSH-Px yang melindungi membran sel dari kerusakan akibat peroksida lipid dan mengurangi efek negatif dari stres oksidatif 10

23 yang disebabkan oleh heat stress (Sahin dan Kucuk, 2007). Heat stress mengurangi laju pertumbuhan dan kemampuan kekebalan tubuh (immunocompetence), dimana suplementasi selenium memperbaiki respon imun broiler (Niu et al., 2009). Rao et al. (2004) melaporkan bahwa suplementasi selenium sebesar 0,25-0,50 ppm dalam ransum diperlukan untuk imunitas ayam pedaging. Underwood dan Suttle (2001) menyatakan bahwa batas normal penggunaan mineral Se per hari dalam ransum ayam maksimal adalah 1-10 mg/kg. Burk (1986) mengemukakan, pada kondisi steady-state, selenometionin akan mengisi pusat pool selenium dengan sejumlah unsur selenium yang dimakan, dan sebagian dari unsur selenium tersebut akan didaur ulang serta terikat dengan protein dalam pool metionin, sehingga tercipta pool selenometionin dalam protein jaringan. Besarnya pool yang terbentuk, proporsional sama dengan intake selenometionin. Makanan yang mengandung selenium dalam bentuk selenosistein atau selenium inorganik, tidak dapat/tidak mempunyai jalur untuk masuk pool tersebut, tetapi dapat menyebabkan selenium teregulasi dalam jaringan membentuk selenoprotein yang nantinya mempengaruhi aktivitas GSH-Px. GSH-Px dapat dimodulasi oleh intake selenium, tetapi secara umum tidak tanggap terhadap intake selenium yang terlalu tinggi. Namun, jika selenium yang dimakan dalam bentuk selenosistein atau selenium inorganik, ditingkatkan dalam makanan, maka kadar selenium dalam jaringan juga meningkat, demikian pula GSH-Px dan selenoprotein lainnya akan jenuh. Kemudian lama kelamaan akan menjadi plateau keadaanya sampai dengan terbentuknya unsur selenium dalam bentuk beracun. Sebaliknya, jika selenium makanan itu adalah selenometionin, maka tidak akan terbentuk keadaan plateau, sebab selenometionin memiliki hubungan langsung dengan pool selenometionin yang berikatan dengan protein. Suplementasi selenium organik meningkatkan level vitamin E pada kuning telur (Surai, 2003). Diketahui pula bahwa selenium dapat menggantikan fungsi vitamin E dalam tiga bentuk, yaitu: 1) Diperlukan untuk menjaga integritas kelenjar pankreas agar terjadi pencernaan lemak secara normal, pembentukan garam empedu micelle secara normal dan absorbsi vitamin E secara normal pula; 11

24 2) Selenium merupakan bagian integral dari sistem enzim GSH-Px, yang merubah bentuk reduksi glutathione menjadi bentuk oksidase glutathine dan pada waktu yang bersamaan merusak peroksida dengan cara konversi peroksida menjadi bentuk alkohol yang tidak berbahaya. Reaksi tersebut mencegah terjadinya proses peroksidasi terhadap asam-asam lemak yang tidak jenuh pada membran sel, dan oleh karena itu menurunkan jumlah vitamin E yang diperlukan untuk menjaga integritas sel-sel membran; 3) Mineral Se, dengan cara yang tidak diketahui membantu retensi vitamin E dalam plasma. Sebaliknya, vitamin E nampak mengurangi kebutuhan akan selenium, dengan mencegah kehilangan selenium dari tubuh atau mempertahankannya dalam bentuk aktif. Dengan mencegah oto-oksidasi lemak membran dari dalam, vitamin E mengurangi jumlah glutation peroksidase yang dibutuhkan untuk merusak peroksida yang dibentuk dalam sel (Piliang, 2004). Vitamin E Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop tahun 1992 sebagai vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan dikenal juga sebagai alpha-tocopherol. Selama ransum dibuat dari bahan-bahan makanan sumber nabati dan hewani, kandungan vitamin E ransum sudah cukup. Namun, kekurangan itu dapat terjadi akibat proses penyimpanan, karena vitamin E bersifat sangat tidak stabil yaitu mudah dioksidasi oleh oksigen dari udara, sehingga ransum biasanya dilengkapi dengan bahan penstabil yang biasanya terdapat dalam campuran vitamin dan mineral pelengkap buatan pabrik. Beberapa fungsi vitamin E adalah: (1) Sebagai antioksidan biologis; (2) Menjaga struktur lipida; (3) Dalam reaksi-reaksi fosforilasi normal, terutama persenyawaan fosfat berenergi tinggi seperti fosfat keratin dan trifosfat adenosine; (4) Metabolisme asam nukleat; (5) Sintesis asam askorbat; (6) Sintesis ubiquinon, dan metabolisme sulfur asam amino (Sumardjo, 2006). Struktur kimia α tokoferol dapat dilihat pada Gambar 6. 12

25 Gambar 6. Struktur Kimia α Tokoferol Sumber: Sumardjo, 2006 Fungsi utama vitamin E adalah mencegah peroksidasi membran fosfolipid. Karakteristik vitamin E yang lipofilik memungkinkan tokoferol berada di lapisan dalam sel membran. Tokoferol OH dapat memindahkan atom hidrogen dengan satu elektron ke radikal bebas dan membersihkan radikal bebas sebelum radikal bebas bereaksi dengan protein membran sel atau bereaksi membentuk lipid peroksidasi. Tokoferol-OH yang bereaksi dengan radikal bebas membentuk tokoferol-o. Tokoferol-O sendiri adalah radikal bebas juga (Halliwell, 1992). Surai (2003) menyatakan bahwa konsumsi nutrisi antioksidan pada pakan dapat memelihara status antioksidan alami ternak. Selanjutnya dijelaskan bahwa penyediaan selenium organik dengan kombinasi vitamin E memperbaiki stres dan daya tahan terhadap penyakit. Sebagai hasilnya performa produksi dan reproduksi meningkat. Kerja selenium berhubungan erat dengan antioksidan lainnya terutama vitamin E. Selenium dan vitamin E bekerja secara sinergis sebagai antioksidan utama menghilangkan radikal lemak, radikal O 2, atau metabolit relatif O 2 yang merupakan bagian yang terpenting dari fungsi sel, akan tetapi berpotensi mengakibatkan kerusakan sel dan proses penyakit bila pertahanan berlebihan. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk (Fellenberg dan Speisky, 2006). Menurut Noguchi dan Niki (1999), vitamin E termasuk antioksidan primer yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas bebas menjadi molekul yang lebih stabil yaitu hidroperoksida (H 2 O 2 ). Bollengier-Lee et al. (1999) menyatakan bahwa suplementasi 250 mg vitamin E/ kg yang disediakan sebelum, selama dan setelah stres panas optimum untuk mengurangi efek dari stres panas yang terus menerus pada ayam petelur. Kombinasi 250 ppm vitamin E dan 0,2 ppm selenium menghasilkan perfoma terbaik pada puyuh Jepang yang dipelihara pada kondisi cekaman panas dan kombinasi tersebut dapat 13

26 dipertimbangkan sebagai praktek manajemen perlindungan dalam pakan puyuh Jepang yang mengurangi efek negatif dari cekaman panas (Sahin dan Kucuk, 2001). Organ Limfoid Beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal antara lain bursa fabricius, timus, limpa dan caecal tonsil. Organ limfoid primer pada unggas terdiri dari bursa fabricius dan timus, kedua organ ini berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit (Tizard, 1988). Menurut Gregg (2002), penyakit tertentu dan kondisi lain yang diketahui mempengaruhi perkembangan timus dan bursa fabricius pada ayam muda. Kondisi ini dapat menyebabkan jumlah kerusakan kelenjar yang bervariasi yang diikuti dengan berkurangnya sistem kekebalan tubuh, yang dikenal sebagai imunosupresi. Imunosupresi adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Bursa Fabricius Bursa fabricius merupakan organ limfoid yang hanya ditemukan pada unggas. Organ ini terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa fabricius memiliki tugas untuk memproduksi dan mendewasakan sel limfosit B. Bursa fabricius juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder yaitu dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi dan juga mengandung sebuah pusat kecil sel T di belakang lubang salurannya (Tizard, 1988). Bursa fabricius sebagai organ limfoid primer sangat dipengaruhi oleh hormon kortikosteron (Siegel, 1995). Bila antigen masuk kedalam tubuh, pertama-tama antigen akan dikenal sedemikian rupa sehingga dapat dikenali sebagai benda asing. Kemudian sel limfosit B akan masuk ke sirkulasi dan berperan untuk menerima atau memberi reaksi terhadap benda asing yang masuk atau keadaan patologis tubuh misalnya demam/ naiknya panas tubuh dari normal karena adanya cekaman panas pada unggas. Setelah itu informasi yang diperoleh harus dikirim ke sistem pembentuk antibodi dalam hal ini bursa fabricius. Sistem ini nantinya akan menanggapi dengan membentuk antibodi khusus dan sel yang mampu menyingkirkan antigen (Tizard, 1987). 14

27 Pada unggas yang terjangkit bakteri patogen, maka bursa fabricius membentuk antibodi yang akibatnya akan menyebabkan deplesi dan folikel limfoid menjadi mengecil sehingga persentase bobot bursa fabricius menurun (Tizard, 1987). Bursa fabricius akan mengalami regresi dan involusi secara lengkap pada saat ayam mencapai kematangan seksual yaitu pada umur minggu. Unggas yang mempunyai berat relatif bursa fabricius besar cenderung relatif tahan terhadap berbagai penyakit. Niu et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot bursa fabricius ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) pada kondisi thermoneutral zone (23,9 C) rata-rata 0,17% dari bobot hidup. Timus Timus adalah organ yang terdapat dalam rongga mediastinal anterior, tetapi pada kuda, sapi, domba, babi dan ayam meluas ke arah leher sampai sejauh kelenjar tiroid. Timus ayam secara anatomis terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Besar timus dapat sangat bervariasi, ukuran relatif yang paling besar pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Setelah dewasa, timus mengalami atrofi dari parenkhima dan korteks diganti jaringan lemak. Niu et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot timus ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) pada kondisi thermoneutral zone (23,9 C) rata-rata 0,30% dari bobot hidup. Timus merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari sumsum tulang dan membuat sel-sel itu mampu secara imunologik bertindak sebagai pembentuk antibodi tubuh. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terkena patogen (Tizard, 1987). Limfosit T mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi (Sharma, 1991). Timus yang mengalami atrofi cepat merupakan reaksi terhadap stres, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil (Tizard, 1988). 15

28 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis Malondialdehida (MDA) dan Glutathione Peroksidase (GSH-Px) dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Februari Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 465 ekor DOC (Day Old Chick) ayam broiler strain Ross (unsex) yang dibeli dari Cibadak Indah Sari Farm. Ternak yang dipelihara di kandang Blok A berjumlah 60 ekor dibagi dalam 3 ulangan, masingmasing ulangan terdiri dari 20 ekor, sedangkan ayam yang dipelihara di kandang Blok C berjumlah 405 ekor dibagi dalam 9 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 15 ekor ayam. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter beralaskan sekam padi. Kandang di Blok A berukuran 1,5 x 3 m sebanyak 3 petak, sedangkan kandang di Blok C berukuran 1,5 x 1,5 m sebanyak 27 petak. Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan, tempat air minum, timbangan digital, thermohygrometer, brooder (pemanas) berbahan bakar batu bara, air conditioner (AC), exhaust fan dan tabung darah yang berisi anti-koagulan. Ransum Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum ayam broiler periode starter dan finisher. Ransum yang digunakan disusun dari campuran bahan pakan yang terdiri dari jagung giling, bungkil kedelai, dedak padi, CGM, MBM, CPO, DCP, garam, premix, CaCO 3, vitamin E dan selenium dengan ransum berbentuk crumble. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 3.

29 Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Basal Periode Starter dan Finisher Bahan pakan Ransum Starter (%) Ransum Finisher (%) Jagung 47,95 51,64 Bungkil Kedelai 25,00 19,26 Dedak Padi 12,01 12,48 CGM 6,70 3,06 MBM 5,00 8,09 CPO 1,59 5,00 DCP 1,00 - Garam 0,27 0,22 Premix 0,25 0,25 CaCO 3 0,24 - Total Kandungan Nutrien *) Ransum Starter Ransum Finisher Bahan Kering (%) 86,02 83,72 Protein Kasar(%) 24,48 22,03 Serat Kasar (%) 4,61 4,28 Lemak Kasar (%) 4,85 5,83 Beta-N (%) 47,20 46,90 Abu (%) 5, Energi Bruto (kkal/kg) Keterangan : *) Pemeliharaan Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2010). Metode Pemeliharaan ayam broiler dilakukan pada dua tempat, yaitu di kandang Blok A dengan kondisi lingkungan normal (thermonetral zone) dan di kandang Blok C dengan kondisi lingkungan yang mendukung cekaman panas. Perlakuan pada kondisi suhu normal ini digunakan sebagai pembanding terhadap peubah yang diukur pada kondisi yang mendukung cekaman panas. Penggunaan AC (untuk kondisi normal) dilakukan pada awal minggu ke-4 pemeliharaan dengan tujuan suhu optimum 17

30 pertumbuhan ayam broiler dapat dipertahankan, sedangkan pada kandang yang mendukung cekaman panas digunakan 10 buah pemanas (brooder) berbahan batu bara yang dipasang untuk mempertahankan suhu lingkungan kandang agar tetap berada pada kondisi cekaman panas. Pada hari pertama dikandangkan, DOC diberikan larutan gula kemudian dilanjutkan pemberian Vita Stress selama 3 hari pertama serta sesudah penimbangan dan vaksinasi. Ransum starter diberikan mulai dari DOC hingga ayam berumur 21 hari, dilanjutkan dengan pemberian ransum finisher mulai umur 22 hari hingga umur 42 hari. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Tempat pakan dan minum diletakkan cukup tinggi di atas sekam agar tidak cepat kotor. Sanitasi dilakukan terhadap peralatan makan dan minum, serta kandang. Pencegahan terhadap penyakit dilakukan melalui vaksinasi. Vaksin ND (Newcastle Desease) dilakukan saat ayam berumur 3 hari melalui tetes mata dan saat berumur 21 hari secara oral (ditambahkan ke dalam air minum). Vaksin IBD atau gumboro dilakukan secara oral saat ayam berumur 10 hari. Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu, setiap minggu dilakukan penimbangan. Pada minggu ke-6 (42 hari) dilakukan pengambilan sampel darah dan penimbangan bobot organ dalam. Pembuatan Pakan Pakan yang digunakan dibuat secara manual. Proses pembuatan pakan yaitu : 1) Setiap bahan pakan yang akan digunakan dalam penyusunan ransum ditimbang sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan; 2) Bahan pakan mikro seperti garam, premix, CaCO 3, vitamin E dan selenium dicampur terlebih dahulu dalam plastik ukuran kecil; 3) Jagung dicampur dengan CPO secara manual sampai tercampur rata; 4) Setelah tercampur rata, satu per satu bahan dimasukkan dalam campuran termasuk bahan pakan mikro, kemudian diaduk sampai rata; 5) Setelah semua bahan tercampur rata, ransum kemudian dimasukkan ke dalam mesin pellet sedikit demi sedikit; 6) Pakan yang telah berbentuk pellet kemudian dimasukkan ke dalam mesin crumble, untuk mendapatkan bentuk granulla yang lebih mudah dikonsumsi ayam. 18

31 Perlakuan Cekaman Panas Perlakuan cekaman panas dilakukan dengan menambahkan pemanas berbahan bakar batu bara sebanyak 10 buah yang disimpan di sepanjang lorong antarsekat. Sumber panas batu bara disesuaikan dengan keadaan suhu kandang yang mendukung cekaman panas. Sumber panas lain adalah bohlam berdaya 60 watt yang dipasang pada masing-masing kandang. Lampu ini menyala selama 24 jam. Selain itu, sisi kandang bagian luar ditutup dengan tirai berwarna hitam. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan suhu panas yang lebih ekstrim dari pada suhu normal. Pengukuran Suhu (Robiansyah, 2006) Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan pada pagi hari (pukul WIB), siang hari (pukul WIB) dan sore hari (pukul WIB). Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan 2 thermohygrometer yang ditempel pada sisi kanan dan sisi kiri kandang. Nilai suhu dan kelembaban lingkungan yang diperoleh pada pagi hari, siang dan sore hari kemudian dihitung untuk mendapatkan suhu dan kelembaban lingkungan harian dengan rumus: Analisis Malondialdehida (MDA) dan Glutathion Peroksidase (GSH-Px) Plasma Darah Persiapan analisis kandungan MDA plasma darah dilakukan bersamaan dengan pengukuran bobot bursa fabricius. Ayam tersebut dipotong, lalu darah ditampung secukupnya ke dalam tabung darah yang telah ditambah anti koagulan. Tabung darah tersebut dikocok secara perlahan agar darah tidak membeku dan disimpan dalam termos es. Setelah itu dilakukan analisis kandungan MDA dan GSH- Px plasma darah. 1) Analisis Malondialdehida (MDA) Plasma Darah Analisis kandungan MDA plasma darah dilakukan dengan menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive Subtances (TBARS) menurut Rice-Evans dan Anthony (1991) dengan sedikit modifikasi. Prosedur analisis yaitu; sebanyak 1,784 ml HCl pekat, 12 g asam trikloroasetat (TCA) dan 0,304 g asam tiobarbiturat (TBA) dimasukkan dalam tabung untuk membuat larutan campuran lalu ditambahkan 80 ml 19

32 aquadest. Larutan campuran tersebut diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung kemudian dicampurkan dengan sampel darah sebanyak 100 μl. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 80 o C (oven) selama 1 jam, selanjutnya didinginkan dengan air mengalir dan disentrifuse 2500 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifuse tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. 2) Analisis Glutathion Peroksidase (GSH-Px) Plasma Darah Analisis kandungan MDA plasma darah dilakukan menurut Pigeolet et al. (1990). Pembuatan sampel 100 μl plasma darah ditambah dengan 200 μl buffer phosfat ph 7,0; kemudian divortex. Larutan disentrifuse pada rpm selama 5 menit dalam kondisi dingin. Supernatan digunakan untuk mengukur aktivitas glutathione peroksidase (GSH-Px). Dua ratus μl buffer phosfat 0,1 M ph 7,0 mengandung 0,1 mm EDTA ditambahkan dengan 200 μl sampel. Dua ratus μl glutathione tereduksi (GSH) 10 nm dan 200 μl enzim glutathione reduktase 2,4 unit kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37ºC. Tambahkan 200 μl NADPH 1,5 mm kedalam larutan, diinkubasi lagi pada suhu yang sama selama 3 menit. Tambahkan 200 μl H 2 O 2 1,5 mm. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer diantara waktu 1-2 menit pada panjang gelombang 340 nm. Perhitungan aktivitas GSH-Px: munit GSH-Px = Keterangan: Δabs = Perubahan absorban Vt = Volume total dalam ml Vs = Volume sampel dalam ml 6,22 = Koefisien ekstensik dari NADPH 2 = 2 mol GSH yang setara dengan untuk mengoksidasi 1 mol NADPH 1000 = Perubahan menjadi milliunit Pengukuran Bobot Bursa Fabricius dan Timus Pengukuran bobot bursa fabricius dan timus dilakukan pada minggu ke-6. Ayam yang digunakan sebanyak 1 ekor dari setiap ulangan berdasarkan rataan bobot badan pada ulangan tersebut (total 30 ekor ayam). Ayam ditimbang untuk 20

33 mengetahui bobot hidupnya kemudian dipotong. Setelah itu dibedah untuk diambil bagian bursa fabricius dan timusnya kemudian ditimbang. Persentase bobot bursa fabricius dan timus diperoleh dengan cara membagi bobot organ dengan bobot hidup dikali 100%. Persentase bobot bursa fabricius atau timus (%) = 100% Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Perlakuan yang digunakan adalah penambahan vitamin E (sebagai faktor 1) dan penambahan selenium (sebagai faktor 2) yang dicampurkan dalam ransum basal. Level pemberian vitamin E dan selenium yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Level pemberian vitamin E E1 = Ransum Basal + Vitamin E 0 ppm E2 = Ransum Basal + Vitamin E 100 ppm E3 = Ransum Basal + Vitamin E 200 ppm 2) Level pemberian selenium S1 = Ransum Basal + Selenium 0 ppm S2 = Ransum Basal + Selenium 0,15 ppm S3 = Ransum Basal + Selenium 0,30 ppm Kombinasi level pemberian vitamin E dan selenium yang digunakan sebagai perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Kombinasi Level Pemberian Vitamin E dan Selenium Level Vitamin E Perlakuan E1 E2 E3 S1 E1S1 E2S1 E3S1 Level Selenium S2 E1S2 E2S2 E3S2 S3 E1S3 E2S3 E3S3 21

34 Model Statistik Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + α i + β j +(αβ) ij + ε ijkl Keterangan : Y ijk = Hasil pengamatan perlakuan suplementasi vitamin E dan selenium terhadap peubah yang diukur µ = Rataan umum peubah yang diukur α i β j = Pengaruh perlakuan suplementasi vitamin E = Pengaruh perlakuan suplementasi selenium (αβ) ij = Pengaruh interaksi perlakuan suplementasi vitamin E dan Selenium Ε ijk = Galat akibat pengaruh suplementasi vitamin E dan Selenium Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) 3x3 dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diukur Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar Malondialdehida (MDA) dan Glutathion Peroksidase (GSH-Px) plasma darah serta persentase bobot organ limfoid yang terdiri dari bursa fabricius dan timus. 22

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C, serta Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral TINJAUAN PUSTAKA Cekaman panas Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu yang disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan dan mengganggu proses homeostasis

Lebih terperinci

PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI

PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL- METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER PADA KONDISI CEKAMAN PANAS SKRIPSI ARI SUKMA KINANTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan homoioterm yang suhu tubuhnya harus tetap dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding itik. Zona suhu kenyamanan (Comfort

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian terapan dengan metode eksperimen. Penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C. Crassa terhadap Populasi Bakteri dalam Ileum Ayam Broiler yang dipelihara pada Kondisi Panas dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 24 Juli 2014 di kandang tiktok Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Pelaksanaan pengambilan sampel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Materi

MATERI DAN METODA. Materi MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang berjudul Penambahan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) sebagai Acidifier dalam Air Minum Terhadap Bobot Relatif Organ Limfoid Ayam Broiler dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci