MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN. Oleh DILLA RESTU PRATIWI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN. Oleh DILLA RESTU PRATIWI H"

Transkripsi

1 MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS : PT PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP) Oleh DILLA RESTU PRATIWI H DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah hilangkan daripadamu bebanmu, Yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu? Karena sesungguhnya s sesudah kesulitan itu ada kemudahan Sesungguhnya, guhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain Dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap (QS 94 : 1-8) Skripsi ini kupersembahkan untuk Ibu, Bapak, dan kedua adikku yang kucinta dan sayangi

3 ABSTRAK Dilla Restu Pratiwi. H Mempelajari Efektivitas Peran Gugus Kendali Mutu dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus : PT Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap). Di bawah bimbingan Pramono Djoko Fewidarto. PT Pertamina (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi. Salah satu unit pengolahannya adalah PT Pertamina UP IV Cilacap. Sejak berakhirnya tugas pelayanan umum (public service obligation) sebagai satu-satunya penyedia BBM dalam negeri, Pertamina dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanannya. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan basic tool dari manajemen mutu. Penelitian ini bertujuan : (1) mengetahui implementasi GKM di PT Pertamina UP IV, (2) mengidentifikasi indikator kinerja perusahaan yang terkait dengan mutu, (3) mengukur korelasi efektivitas GKM dengan kinerja PT Pertamina UP IV yang meliputi kinerja mutu dan produktivitas. Penelitian dilaksanakan di Kantor pusat PT Pertamina UP IV Cilacap, khususnya di Fungsi Kilang. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang berhubungan dengan penelitian, berupa buku yang memuat teori-teori, hasil penelitian terdahulu, data perusahaan berupa laporan tahunan, sumber elektronik dari situs resmi Pertamina, dan lain-lain. Penelitian menggunakan analisis statistik regresi linear berganda dengan alat pengolah data Minitab dan SPSS versi Implementasi GKM di PT Pertamina UP IV Cilacap merupakan salah satu program dalam Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP). Implementasi ini terdiri dari empat tahap : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan. Implementasi GKM di UP IV berada pada transisi tahap ke-3 dan ke-4. Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI) General Manager yang terdiri dari 10 kriteria berdasarkan empat aspek Balanced Scorecard. KPI yang berhubungan dengan Fungsi Kilang dan yang terkait dengan mutu adalah KPI berdasarkan aspek pelanggan, yaitu realisasi produksi (quantity, quality, delivery) dan volume produksi BBM. Indikator kinerja mutu juga bisa diidentifikasi dari tujuh kriteria Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA). Indikator mutu yang berkontribusi terhadap kinerja perusahaan, yaitu : (1) kepemimpinan, (2) fokus pelanggan dan pasar, (3) fokus pada SDM, (4) manajemen proses, dan (5) hasil-hasil usaha. Model fungsi regresi linear berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja perusahaan di PT Pertamina UP IV Cilacap karena koefisien determinasi maksimal dari berbagai model yang telah dicoba sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, yaitu keberhasilan pemecahan masalah. Masalah yang ditangani GKM sebagian besar berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan simplifikasi metode. Terdapat berbagai kemungkinan lemahnya model fungsi regresi linear berganda, antara lain : (1) ketidakcocokan model, (2) adanya faktor lain dan hubungan yang tidak langsung (3) masalah teknis dari sisi responden dan dari sisi kuesioner.

4 MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS : PT PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP) SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh DILLA RESTU PRATIWI H DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS : PT PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh DILLA RESTU PRATIWI H Menyetujui, Februari 2006 Ir. Pramono D. Fewidarto, MS Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Ujian : 10 Februari 2006 Tanggal Lulus : ii

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 22 November Penulis adalah sulung dari tiga bersaudara pasangan Bambang Yartomo dan Sri Nurhidayah. Sebelum menjadi mahasiswa, penulis menghabiskan pendidikan di Yayasan Pendidikan Al-Iryad Al-Islamiyyah Cilacap dari TK hingga SMU, yaitu TK Al- Irsyad 01 pada tahun 1988, dilanjutkan ke SD Al-Irsyad 02 pada tahun 1990, kemudian SLTP Islam Al-Irsyad pada tahun 1996, dan SMU Plus Al-Irsyad Al- Islamiyyah pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Manajemen sebagai angkatan ke tiga puluh sembilan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis bergabung dengan Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara memperkuat tim sopran, menjadi staf Departemen Humas BEM FEM, dan staf pengajar Private Intensive Studies (PIS). Penulis juga aktif mengisi acara-acara hiburan di FEM dan lingkungan kampus sebagai keyboardist. Prestasi yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain menjadi juara I Mahasiswa Berprestasi tahun 2005 di tingkat Departemen, juara II Mahasiswa Berprestasi tahun 2005 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan juara II Speech Contest tingkat IPB yang diadakan dalam rangka Dies Natalis IPB ke- 40. iii

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah Swt Tuhan seru sekalian alam. Atas berkat rahmat dan hidayahnya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Mempelajari Efektivitas Peran Gugus Kendali Mutu dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus : PT Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap). Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Perhatian tehadap mutu pada saat sekarang ini, terutama jika dikaitkan dengan industri manufaktur dan jasa merupakan suatu keharusan. Telah disadari bahwa ilmu dan konsep manajemen mutu berkembang sangat cepat dan banyak sistem dan alat yang ditawarkan, mulai dari yang basic seperti Gugus Kendali Mutu (GKM), sampai yang advance seperti ISO series, MBNQA, Six Sigma, Balance Score Card, dan Economic Value Added (EVA). Penelitian ini mengkaji alat yang mendasar yaitu GKM, dengan melihat efektivitas peran GKM dikaitkan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, saran yang sangat bermanfaat, dan dukungan serta motivasi yang kuat kepada penulis untuk menyelesaikan studi lebih cepat. 2. Ibu dan Bapak atas kasih sayang, dukungan, doa yang tiada putusnya dan segala kemudahan fasilitas yang diberikan selama penelitian, serta adik-adikku Rani dan Bom-Bom yang senantiasa memberikan semangat dan inspirasi. 3. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA dan Heti Mulyati, STP, MT sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan berbagai masukan yang sangat berarti. 4. Setyo Rumekso, S.E. sebagai pembimbing lapangan atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan, Bapak Fauzy Baron selaku Kabag OP&M dan Bapak Suryono Renbang SDM atas kemudahan dan izin penelitiannya, Bapak iv

8 Sofyan Komptroller dan Indah Kurnianingsih Kasie Manajemen Kinerja atas informasi yang diberikan, Bapak Agus the driver yang telah dengan setia mengantar penulis memasuki areal kilang, dan seluruh staf bagian OP&M, Renbang, dan Fungsi Kilang PT Pertamina UP IV Cilacap atas bantuan, informasi dan kerjasama yang baik. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 6. Sahabat-sahabat sejatiku Segitiga Bermuda, Vien, Bie-Bie, Empox, dan Ennie yang telah menemani dan saling berbagi dalam suka duka serta mewarnai hidup dengan kenangan dan keceriaan. 7. Teman-temanku Manajemen 39 atas segala dukungan, kekompakan, dan torehan memori masa kuliah. Mpu, Arya, Kak Tresna, Kak Indra, Kak Humam, atas bantuan dan dukungan semangatnya. 8. Sobat terkasih Nove nun jauh di sana yang selalu mengirimkan doa dan semangat. 9. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah Swt membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Tak ada gading yang tek retak, dan kesempurnaan hanyalah miliknya. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tentunya sangat dinantikan oleh penulis. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat. Bogor, Februari 2006 Penulis v

9 ABSTRAK DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Mutu Mutu Produk Mutu Proses Total Quality Management Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) Faktor Kegagalan Menerapkan MMT atau TQM ISO 9000, 14000, dan MBNQA Balanced Scorecard Gugus Kendali Mutu (GKM) Definisi dan Ciri-Ciri GKM Langkah-Langkah Aktual Pembentukan GKM Mekanisme Kerja GKM Penilaian Kinerja Gugus Kinerja Perusahaan Pengertian Kinerja Pemilihan Ukuran-Ukuran Kinerja Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) Penelitian Terdahulu III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data vi

10 IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Organisasi Pertamina Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi Unit Pengolahan IV Fungsi Tiap Unit Kerja Kilang Unit Pengolahan IV Sejarah Kilang UP IV Aktivitas Kerja Fungsi Kilang Jenis Produk, Pemanfaatan dan Distribusi Unit Produksi I Unit Produksi II V. HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Gugus Kendali Mutu Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP) Sejarah GKM Persiapan, Pengenalan, dan Sosialisasi Pembuatan Struktur dan Prosedur Pelaksanaan Pembudayaan Aktivitas Konvensi Indikator Kinerja Perusahaan Terkait dengan Mutu Key Performance Indicator Sistem Penilaian Kinerja Perusahaan KPI General Manager UP IV Kriteria MBNQA Efektivitas Peran GKM dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan Jumlah GKM UP IV dan GKM Kilang Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Karakteristik GKM Kilang Perhitungan Analisis Regresi Berganda Kinerja Mutu dan Efektivitas Gugus Keberhasilan Pemecahan Masalah Produktivitas dan Efektivitas Gugus Keberhasilan Pemecahan Masalah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Ciri-ciri umum GKM Ringkasan metodologi penelitian Jenis produk Unit Produksi I Jenis Produk Unit Produksi II Data pekerja terlibat SMM tahun 2004 (akumulatif) dan Data aktivitas konvensi GKM/PKM Matriks KPI UP IV Periode Empat perspektif dalam BSC Realisasi target kesepakatan kinerja Penghargaan mutu untuk kategori organisasi Hasil audit MBNQA UP IV Cilacap Jumlah anggota GKM UP IV Hasil uji validitas Hasil uji reliabilitas Analisis regresi efektivitas GKM terhadap kinerja mutu (Y 1 ) Analisis regresi efektivitas GKM terhadap produktivitas (Y 2 ) Analisis matriks komponen rotasi Urutan CoD fungsi Y Urutan CoD fungsi Y viii

12 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Grafik partisipasi GKM dan PKM pada Konvensi MMT Pertamina UP IV tahun Kaitan antara mutu, produktivitas, dan kesejahteraan Proses kerja dan metode pengawasan Kombinasi unsur-unsur yang membentuk proses kerja Peningkatan kinerja perusahaan Kerangka pemikiran konseptual Diagram alir tahapan penelitian Kerangka SMMP Tingkatan konvensi GKM Model penilaian kinerja organisasi Keterkaitan metode, alat-alat mutu, dan pengukuran kinerja Tingkat pendidikan aktivis GKM Kilang per Unit atau Bagian Persentase alasan mengikuti GKM Grafik produksi makalah GKM/PKM per tahun Grafik cost reduction hasil kegiatan GKM/PKM dalam ribuan rupiah ix

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Daftar pertanyaan atasan (Kabag, Kasie, Pengawas, Koordinator GKM) Lembar kuesioner Peta wilayah kegiatan Pertamina di Cilacap Struktur organisasi Pertamina UP IV Block diagram FOC I LOC I/II/III Block diagram FOC II dan Paraxylene Daftar singkatan (keterangan block diagram) Standar penilaian kriteria MBNQA Jumlah penyebaran dan persentase pengembalian kuesioner Data tabulasi 93 responden fungsi awal Persentase varian item pertanyaan Hasil uji regresi fungsi awal Perhitungan regresi Minitab fungsi awal Tabel hasil percobaan regresi x

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beraneka sumber daya alam yang potensinya cukup besar. Salah satu diantaranya adalah sumber daya minyak, gas, dan panas bumi. Kendati telah dieksploitasi selama kurun waktu hampir 2 abad, ternyata masih banyak yang belum diusahakan. Tercatat baru 30 cekungan yang telah diekspolitasi, pada umumnya berada di wilayah barat Indonesia, dan 30 cekungan lagi di wilayah timur Indonesia yang disebut dengan wilayah frontier menanti untuk digarap di masa depan. Hasil minyak dan gas merupakan komoditi yang menguasai hajat hidup orang banyak serta merupakan komoditi yang diandalkan untuk sumber devisa bagi negara. Oleh karena itu, pemerintah membentuk Pertamina untuk mengusahakan dan mengembangkan sumber daya migas dan panas bumi di Indonesia. PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi. Unit Pengolahan IV yang merupakan salah satu unit operasi dari direktorat pengolahan Pertamina yang berlokasi di Cilacap memiliki tujuan memuaskan konsumen dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan meningkatkan kinerja kilang yang berwawasan lingkungan dan berstandar internasional yang dikelola secara profesional. Adanya peningkatan permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari tahun ke tahun di samping naiknya harga minyak dunia menyebabkan kenaikan harga BBM di dalam negeri. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Pertamina untuk terus meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanannya, terutama setelah berakhirnya Public Service Obligation (PSO) terhadap pengadaan dan distribusi BBM yang menyebabkan persaingan menjadi semakin ketat. Perhatian tehadap mutu pada saat sekarang ini, terutama jika dikaitkan dengan industri manufaktur dan jasa merupakan suatu keharusan. Mutu adalah permasalahan yang penting dan mendesak, karena jika perusahaan tidak menunjukkan kinerja mutu produk dan pelayanan padahal konsumen menuntutnya, maka akan berakibat pada beralihnya konsumen pada produk dan

15 2 pelayanan perusahaan lain. Hal ini berarti bahwa perusahaan dalam jangka panjang akan mengalami kehancuran. Dalam dunia bisnis global masa kini persaingan kian ketat, konsumen dan stakeholders menjadi semakin memperhatikan mutu, sehingga diperlukan manajemen mutu secara total. Menciptakan mutu produk atau suatu output perusahaan berarti menciptakan suatu proses kerja dalam perusahaan yang menjamin dihasilkannya suatu produk dengan standar mutu tertentu. Manajemen mutu harus mewarnai proses kerja dari hulu sampai hilir, dari perencanaan hingga penjualan, bahkan pelayanan purna jual. Upaya peningkatan mutu antara lain adalah dengan memperbaiki rancangan, standar, dan prosedur kerja sedemikian rupa, sehingga jumlah produk yang cacat dapat ditekan sekecil mungkin. Pengendalian mutu itu sendiri sebenarnya bersifat pencegahan (Tim Warta Pertamina, 2002). Perhatian Pertamina pada soal mutu baru dimulai tahun 1990-an. Bentuk yang paling dasar dari perhatian terhadap mutu ini adalah pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM). Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain adalah berapa jumlah dan persentase karyawan yang terlibat, serta berapa jumlah gugus yang ada dan aktif. Setelah memperhatikan statistik yang ada, pimpinan PT Pertamina menilai kegiatan GKM di Pertamina umumnya menunjukkan tidak adanya suatu peningkatan yang signifikan dan dianggap sebagai kegiatan yang tidak dijalankan secara sungguh-sungguh. Pertamina pada dasarnya sudah menerapkan sistem dan tools manajemen mutu. Indikatornya, beberapa unit organisasi seperti Dinas Pengisian Pesawat Udara (DPPU), Lube Oil Blending Permanent (LOBP), Unit Pengolahan (UP), dan Laboratorium di Pertamina sudah memperoleh sertifikat ISO 9000, ISO 14000, dan ISO Penerapan Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA), salah satu indikator mutu, juga telah diujicobakan di Unit Pengolahan IV Cilacap. Dalam tiga tahun berturut-turut UP IV Cilacap memperoleh skor tertinggi untuk kriteria MBNQA di lingkungan Pertamina se-indonesia (Tim Hupmas, 2005). Namun, hal tersebut dipandang belum cukup, karena masih banyak unit operasi dan fungsi-fungsi di Pertamina yang belum menjalankan manajemen mutu dengan baik.

16 3 Pimpinan PT Pertamina juga melihat masih belum ada keseragaman dalam pemahaman dan pelaksanaan manajemen mutu di perusahaan ini, di samping itu kemajuannya juga tidak merata. Ada yang sudah maju dengan cepat, tetapi juga ada yang masih tertinggal. Ketidakpuasan Pimpinan PT Pertamina tersebut bisa dipahami mengungat tuntutan mutu sudah sedemikian kuat, dan karenanya harus dilaksanakan dengan benar dan total. Telah disadari bahwa ilmu dan konsep manajemen mutu berkembang sangat cepat dan banyak sistem dan alat yang ditawarkan mulai dari yang basic, seperti GKM sampai yang advance seperti ISO 9000, ISO 14000, MBNQA, Six Sigma, Balanced Scorecard, dan Economic Value Added (EVA). Langkah konkret telah diambil oleh PT Pertamina dengan melakukan pencanangan tahun 2002 sebagai Tahun Sadar Mutu (Quality Awareness Year). Pimpinan PT Pertamina menginstruksikan semua jajarannya menjadikan mutu sebagai sistem manajemen dan budaya kerja menuju Pertamina yang unggul, maju, dan terpandang. Pada saat yang sama, ditandatangani pula Kebijakan Mutu (Quality Policy) Pertamina yang selanjutnya diikuti oleh penandatanganan Quality Policy masing-masing oleh Direktur, Deputi Direktur, dan para General Manager. Langkah tersebut, mengawali penerapan Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP) atau secara serentak di seluruh jajaran Pertamina. Pertamina mempunyai keinginan menjadi perusahaan kelas dunia. Adapun hal yang membedakan perusahaan biasa dengan perusahaan kelas dunia adalah cara melaksanakan pekerjaan dan budaya yang dimiliki dan senantiasa melakukan perubahan secara kontinu dalam setiap aktivitas yang dilakukan (continuous improvement). Untuk menjamin terjadinya kepuasan pelanggan, peningkatan nilai perusahaan, serta peningkatan kepuasan pekerja, di mana semua ini merupakan karakteristik dari perusahaan kelas dunia, diperlukan penerapan sistem manajemen mutu secara konsisten di perusahaan dengan mengacu kepada standar sistem mutu internasional (Tim Warta Pertamina, 2002).

17 Perumusan Masalah Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan salah satu alat untuk mencapai keunggulan mutu yang berkelanjutan karena GKM mendorong para karyawan untuk mencari dan memecahkan persoalan yang ada di depan mata mereka. Hal ini menjadi cara yang sangat efektif untuk memperkenalkan mutu dan meningkatkan partisipasi karyawan. Tujuan pembentukan GKM seperti diungkapkan oleh Handoko (2000) antara lain adalah : (1) mengurangi kesalahan dan meningkatkan mutu, (2) mengilhami kerja tim yang lebih baik, (3) mendorong keterlibatan dalam tugas, (4) meningkatkan motivasi para karyawan, (5) menciptakan kemampuan memecahkan masalah, (6) menimbulkan sikap mencegah masalah, (7) memperbaiki komunikasi dan mengembangkan hubungan di antara manajer dan karyawan, (8) mengembangkan kesadaran keamanan yang tinggi, (9) memajukan karyawan dan mengembangkan kepemimpinan, (10) mendorong penghematan biaya. Dalam implementasi GKM tentunya ditemui banyak kendala, baik secara internal maupun eksternal. PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap sebagai salah satu BUMN yang memiliki GKM tidak terlepas dari kendala dalam implementasi GKM. Hingga saat ini tercatat ada 155 gugus yang terdiri dari 116 Gugus Kendali Mutu (GKM) dan 39 Proyek Kendali Mutu (PKM). Salah satu kendala yang dihadapi adalah kendala dalam pemenuhan target produksi makalah untuk konvensi, dilihat dari masih minimnya gugus yang tampil pada presentasi Manajemen Mutu Terpadu (MMT) UP IV per fungsi pada awal tahun Namun, secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu, partisipasi gugus dalam konvensi MMT meningkat hingga mampu memenuhi target sebesar 88,4 persen (Gambar 1). Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah peningkatan secara kuantitas ini juga menunjukkan peningkatan kualitas yang memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja perusahaan.

18 5 35 Jum lah K en d ali M u tu GKM PKM 0 Februari April Mei Juni Juli Agustus September Bulan Gambar 1. Grafik Partisipasi GKM dan PKM pada Konvensi MMT Pertamina UP IV Tahun 2005 ( (diolah)) Menindaklanjuti pencanangan tahun kesadaran mutu, maka efektivitas GKM perlu dipertanyakan. Dalam hal ini GKM akan dilihat efektivitasnya dalam peningkatan kinerja perusahaan melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas, khususnya dikaitkan dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Rumusan masalah yang menarik untuk dikaji adalah sejauhmana efektivitas Gugus Kendali Mutu dalam peningkatan kinerja mutu PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka tujuantujuan yang ingin didapatkan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui implementasi Gugus Kendali Mutu yang ada di PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap. 2. Mengidentifikasi indikator kinerja perusahaan yang nyata dan dapat diidentifikasi, khususnya yang terkait dengan mutu. 3. Mengukur korelasi efektivitas Gugus Kendali Mutu dengan kinerja PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap meliputi kinerja mutu dan produktivitas.

19 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak yang berkepentingan, antara lain bagi perusahaan, yaitu sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pengembangan Gugus Kendali Mutu yang telah ada. Dengan mengetahui efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja maka perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi terhadap konsep GKM. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian difokuskan pada efektivitas peran Gugus Kendali Mutu meliputi kinerja mutu dan produktivitas yang ada di PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap khususnya pada Fungsi Kilang. Informasi tentang aktivitas GKM dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara kepada para fasilitator GKM, karyawan, dan pimpinan UP IV. Sedangkan informasi mengenai kinerja UP IV Cilacap diperoleh melalui laporan tahunan UP IV Cilacap.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Mutu Chandra et al. (1991) mengatakan bahwa kata mutu merupakan salah satu kata yang sering digunakan namun sulit untuk dimengerti. Mutu adalah hal yang subjektif dan relatif yang mengandung unsur preferensi dan prasangka. Ada dua karakteristik yang terkandung dalam mutu. Karakteristik pertama yaitu atribut yang dapat diukur, seperti dimensi, komposisi, spesifikasi, kemurnian, dan lain sebagainya. Karakteristik yang kedua adalah atribut yang tidak dapat diukur, seperti rasa, selera, penampilan, daya tarik pelanggan, jasa, dan dukungan penjualan dan atribut tak terukur ini lebih bersifat subjektif. Lebih jauh Chandra et al. (1991) mengungkapkan bahwa dalam sejumlah besar kasus, atribut tak terukur secara sendiri tidak dapat memberikan nilai tambah pada suatu produk. Aspek fungsional dari produk juga penting. Adapun salah satu parameter mutu adalah kesenjangan (gap) yang tercipta antara ekspektasi pelanggan dan kemampuan produsen. Semakin kecil gap, maka semakin baik kemampuan produsen dalam memenuhi keinginan pelanggan. Mutu yang tercipta dari biaya yang tinggi menjadi tidak berarti. Harus ada keseimbangan antara mutu yang dapat diterima oleh konsumen dan harga yang bersedia dibayar konsumen. Mutu merupakan indikator efisiensi dari sistem ekonomi yang produktif. Sistem yang efisien harus memproduksi barang dan jasa yang dapat diterima dengan harga yang ekonomis. Output harus memenuhi spesifikasi mutu, sementara itu biaya diperoleh melalui optimisasi alokasi sumberdaya. Mutu menghasilkan efisiensi proses dan mampu mengindikasi performa yang baik. Mutu adalah kunci menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Gambar 2 menjelaskan kaitan antara mutu, produktivitas, dan kesejahteraan.

21 8 Mutu Harga Penjualan Profit Produktivitas Ekspansi Kesejahteraan Pengembangan Pengkaryaan Pertumbuhan Terus-menerus Gambar 2. Kaitan antara mutu, produktivitas, dan kesejahteraan (Chandra, et al., 1991) Produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara keluaran tertentu dengan jumlah masukan untuk suatu jangka waktu tertentu. Dalam mencapai perbandingan yang memadai, motivasi merupakan salah satu komponen yang perlu dipertimbangkan (Mundel dalam Kustiwan, 1996). Mangkunegara (2002) mengungkapkan definisi motivasi menurut Stanford adalah suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Menurut Atmosoeprapto dalam Suryandani (2001), ada beberapa hal yang diperlukan untuk memperbaiki produktivitas, yaitu : (1) dukungan dari manajemen puncak, (2) pengetahuan peranan kunci karyawan, (3) pemahaman dan pengertian dari semua level akan maksud dan tujuan dari upaya perbaikan produktivitas, (4) pengadaan sarana dan pengembangan tolok ukur dalam upaya pencapaian sasaran, (5) perbaikan dalam produktivitas sejauh mungkin tanpa mengganggu keselamatan kerja Mutu Produk Menurut Ishikawa dalam Azhar (2005), mutu adalah tingkat kemampuan dalam menghasilkan produk untuk memuaskan kebutuhan dan harapan konsumen, di mana konsumen sebagai pengguna produk terdiri dari : 1. Konsumen eksternal, yaitu pengguna produk yang bukan merupakan anggota organisasi yang memproduksi produk, meliputi pihak yang membeli produk, pemerintah, masyarakat, dan lain-lain.

22 9 2. Konsumen internal, yaitu semua orang di dalam organisasi yang menerima produk dari bagian lain dan memberikan sejumlah perlakuan terhadap produk dalam rangka menghasilkan suatu produk akhir. Prawirosentono (2004) mengungkapkan pendapat Joseph Juran tentang mutu barang, bahwa quality is fitness for use yang bila diterjemahkan secara bebas berarti sebagai bahwa kualitas (mutu produk) berkaitan dengan kenyamanan barang tersebut digunakan. Artinya, bila suatu barang secara layak dan baik digunakan berarti barang tersebut bermutu baik. Pengertian mutu yang dikemukakan Joseph Juran tersebut semata-mata memandang mutu dari pihak konsumen. Dipandang dari sisi produsen, pengertian mutu lebih rumit, karena menyangkut berbagai segi sebagai berikut : merancang (to design), memproduksi (to produce), mengirimkan atau menyerahkan barang ke konsumen (to deliver), pelayanan pada konsumen (consumer service), dan digunakannya barang atau jasa oleh konsumen tersebut. Jadi, ditinjau dari produsen definisi mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Prawirosentono, 2004) Sifat khas mutu suatu produk yang andal harus mempunyai multi dimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Oleh karena itu, sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung (misalnya berat, isi, luas, dan diameter) agar mudah dicari konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi di samping itu pun harus ada ukuran yang bersifat kualitatif, seperti warna yang memenuhi trend dan berbentuk menarik. Prawirosentono (2004) mengungkapkan bahwa secara umum, dimensi spesifikasi mutu produk terdiri dari : 1. Kinerja (Performance) Kinerja suatu produk harus dicantumkan pada labelnya, misalnya isi, berat, kekentalan, komposisi, kekuatan dalam putaran (Rotation Per Minute atau RPM), serta lama penggunaan. Sifat kinerja suatu produk sering pula disebut dengan karakteristik struktural (structural characteristic).

23 10 2. Keistimewaan (Types of Features) Produk yang bermutu mempunyai keistimewaan khusus dibandingkan dengan produk lain. Misalnya, konsumen pembeli televisi sering mencari televisi yang mempunyai keistimewaan seperti suara stereo dan tingkat resolusi yang tinggi. 3. Kepercayaan dan Waktu (Reliability and Durability) Produk yang bermutu baik adalah produk yang mempunyai kinerja yang konsisten baik dalam batas-batas perawatan normal. Misalnya, oli mesin yang baik mempunyai kepekatan dan kekentalan yang memadai dan berjangka km (durability). 4. Mudah Dirawat dan Diperbaiki (Maintability and Serviceability) Produk bermutu baik harus pula memenuhi kemudahan untuk diperbaiki atau dirawat. Dimensi ini merupakan ukuran mudahnya dirawat sehingga barang tersebut dapat beroperasi secara baik. 5. Sifat Khas (Sensory Characteristic) Beberapa jenis produk mudah dikenal dari wanginya, bentuknya, rasanya, atau suaranya. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu produk tersebut. 6. Penampilan dan Citra Etis Dimensi lain dari produk yang bermutu adalah persepsi konsumen atas suatu produk. Misalnya, betapa ramah dan cepatnya pelayanan British Columbia Telecom (Kanada) terhadap para konsumen. Produk yang bermutu merupakan produk yang memenuhi standar asosiasi nasional dan internasional. Untuk produk BBM, dalam memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), terdapat Badan Standarisasi Nasional (BSN), sedangkan untuk standar spesifikasi internasional terdapat beberapa seri ISO Mutu Proses Semua produk diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan melalui suatu proses kerja atau proses bisnis. Proses kerja atau proses itu perlu ditingkatkan performansinya secara terus-menerus agar mampu memuaskan pelanggan secara terus-menerus pula. Suatu proses dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses

24 11 mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi (Gaspersz, 2003). Mutu produk merupakan merupakan tanggung jawab seluruh lini organisasi. Organisasi ini yang membuat nilai tambah (value added) dari input melalui proses pengolahan sehingga menjadi output. Bila hal itu digambarkan akan berbentuk seperti Gambar 3 berikut ini. Tugas Proses Kerja : Input Nilai Hasil Konsumen Tambah (Output) (Proses) Metode Pengawasan : Proses Pengawasan Inspeksi Umpan Balik Gambar 3. Proses kerja dan metode pengawasan (adaptasi dari Prawirosentono, 2004) Masukan (input) dalam sistem proses produksi pada prinsipnya harus diidentifikasikan terlebih dahulu, karena kualitas input akan mempengaruhi kualitas output. Input tersebut dapat merupakan bahan baku, bahan pembantu, suku cadang untuk dirakit (subassemblies), juga informasi yang diperlukan untuk membangun suatu tugas kerja (work task). Output dipengaruhi oleh enam unsur dasar, yakni : (1) manusia, (2) metode (method), (3) mesin (machine), (4) bahan (materials), (5) ukuran (measurement), (6) lingkungan (environment). Hal ini tergambar dalam Gambar 4. Ukuran Mesin Manusia Input Output Lingkungan Bahan baku Metode Gambar 4. Kombinasi unsur-unsur yang membentuk proses kerja (Prawirosentono, 2004)

25 12 Gaspersz (2003) mengemukakan bahwa terdapat empat kelompok orang yang terlibat dalam operasi dan perbaikan proses, yaitu : 1. Pelanggan (Customers) Pelanggan adalah orang yang akan menggunakan output secara langsung atau orang yang akan menggunakan output itu sebagai input dalam proses kerja mereka. 2. Kelompok Kerja (Work Group) Kelompok kerja adalah orang-orang yang bekerja dalam proses untuk menghasilkan dan menyerahkan output yang diinginkan itu. 3. Pemasok (Supplier) Pemasok adalah orang yang memberikan input ke proses kerja. Orang-orang yang bekerja dalam proses pada kenyataannya merupakan pelanggan dari pemasok. 4. Pemilik (Owner) Pemilik adalah orang yang bertanggung jawab untuk operasi dari proses dan untuk perbaikan proses itu. Setiap organisasi dapat mengidentifikasi proses kunci yang mempengaruhi keberhasilannya. Apabila proses kunci telah dapat diidentifikasi, perbaikan sistematik dan terus-menerus dapat dimulai. Gaspersz (2003) mengemukakan suatu model perbaikan proses Tenner dan DeToro yang terdiri dari enam langkah, yaitu : (1) mendefinisikan masalah dalam konteks proses, (2) identifikasi dan dokumentasi proses, (3) mengukur performansi, (4) memahami mengapa suatu masalah dalam kontek proses terjadi, (5) mengembangkan dan menguji ide-ide, (6) implementasi solusi dan evaluasi Total Quality Management Menurut Gaspersz (2003), pada dasarnya Total Quality Management (TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terusmenerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan Feigenbaum dalam Kustiwan (1996) berpendapat bahwa TQM adalah suatu sistem yang efektif untuk

26 13 memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan usaha-usaha perbaikan mutu dari berbagai kelompok di dalam suatu organisasi untuk memungkinkan produksi barang dan jasa berada pada tingkat paling ekonomis. Total Quality Management (TQM) dalam bahasa Indonesia disebut Manajemen Mutu Total (MMT) atau Manajemen Mutu Terpadu (Integrated Quality Control). Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan Jepang. Khususnya setelah Perang Dunia II, TQM ini diseminarkan sekaligus diterapkan dalam bentuk program-program pelatihan di berbagai sektor industri. Dua orang pakar yang merupakan ahli TQM, baik di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Demming dan Joseph M. Juran (Prawirosentono, 2004). Peran Demming terutama mengintroduksi TQM dengan mencegah terjadinya produk cacat (defect product). The Demming Wheel mencakup tahapan dalam mencapai kemajuan, yaitu Plan, Do, Check, Action (PDCA). Juran mempunyai gagasan bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu : (1) perencanaan mutu (quality planning), (2) monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality), (3) memperbaiki mutu (quality improvement). Sedangkan Kaoru Ishikawa lebih menyumbangkan pikirannya dalam hal metode perbaikan terus-menerus (continuous improvement). Philip Crosby berasumsi bahwa ada pertukaran (trade off) antara mutu barang yang berkualitas (better quality) dengan biaya lebih rendah (lowering cost). Pendapat ini diperkuat oleh Prawirosentono (2004), menurutnya mencari mutu yang baik sering digunakan sistem produksi yang mempunyai produktivitas lebih tinggi, sehingga biaya per unit bahkan relatif lebih murah.

27 Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) Prawirosentono (2004) mengungkapkan delapan prinsip utama dari MMT atau TQM, yakni sebagai berikut : 1. Tanggung jawab utama manajemen puncak (top management) 2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis konsumen. 3. Desain proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai kesesuaian mutu produk (conformance quality product). 4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang baik. 5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal pembuatan komponen. 6. Temukan masalah secara cepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify problem quickly and corrected immediately) 7. Organisasi harus berusaha keras (strive) melaksanakan perbaikan mutu produk secara terus-menerus. 8. Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan TQM Faktor Kegagalan Menerapkan MMT atau TQM Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menyebabkan penghalang bagi suatu perusahaan dalam menerapkan MMT atau TQM adalah sebagai berikut : (1) kesenjangan komitmen manajemen puncak, (2) salah memfokuskan perhatian, (3) tidak tersedianya karyawan yang memadai dan mendukung, (4) hanya mengandalkan pelatihan semata-mata, (5) harapan memperoleh sesaat, bukan hasil jangka panjang, (6) memaksa mengadopsi suatu metode padahal tidak cocok (Prawirosentono, 2004) ISO 9000, 14000, dan MBNQA Metode lain untuk mendorong mencapai produk bemutu lebih baik adalah membangun kebijakan sertifikasi standar mutu internasional yang dikenal dengan

28 15 International Standar Organization atau ISO (Prawirosentono, 2004). Di antaranya adalah ISO seri 9000 yang merujuk aspek disain, pengembangan, produksi, tes, dan pelayanan produk, sedangkan ISO dikhususkan pada aspek lingkungan. Selain ISO series, terdapat pula alat mutu lainnya seperti Six Sigma. Menurut Gaspersz (2003), Malcolm Baldrige National Quality Award (MNBQA) adalah sebuah penghargaan yang diberikan oleh Kongres pada tahun 1987 untuk meningkatkan kesadaran manajemen mutu dan untuk mengakui perusahaan Amerika Serikat yang telah melaksanakan sistem manajemen mutu yang berhasil. Dua penghargaan diberikan setiap tahun untuk setiap tiga kategori : perusahaan manufaktur, perusahaan jasa, dan bisnis kecil Balanced Scorecard Balanced Scorecard (BSC) adalah sistem pengukuran kinerja dan pelaporan yang mengusahakan suatu keseimbangan antara tolok ukur keuangan dan operasi, mengaitkan kinerja terhadap ganjaran, dan memberikan pengakuan yang eksplisit terhadap diversitas dari tujuan organisasional (Tunggal, 2003). Menurut Mulyadi (2001), BSC digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan jangka panjang, oleh karena itu digunakan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif, yaitu : (1) keuangan, (2) pelanggan, (3) proses bisnis atau intern, (4) pembelajaran dan pertumbuhan Gugus Kendali Mutu (GKM) Definisi dan Ciri-Ciri GKM Menurut Chandra et al. (1991), GKM adalah sekelompok orang dari wilayah kerja yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi permasalahan dalam wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya. Gugus tersebut mengajukan solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan lanjut dari pelaksanaan solusi juga merupakan tanggung jawab dari Gugus.

29 16 Sebuah Gugus biasanya terdiri dari enam sampai delapan anggota. Anggota Gugus mengadakan pertemuan, idealnya seminggu sekali secara rutin. Pada pertemuan pertama, anggota Gugus menentukan nama untuk Gugus mereka dan memilih seorang pemimpin Gugus untuk mengarahkan pengambilan keputusan dalam setiap pertemuan. Mereka menentukan hari, waktu, dan tempat untuk mengadakan pertemuan setiap minggu (Chandra et al., 1991). Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan pekerjaan. Walaupun demikian, GKM merupakan pendekatan yang membina manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia (Crocker et al., 2004). GKM merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreativitas di antara karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan. Mekanisme ini meneliti lingkungan sekitarnya untuk melihat kesempatan, tidak menunggu bergerak jika persoalan timbul, dan tidak menghentikan kegiatannya jika suatu persoalan telah ditemukan dan dipecahkan. Ini berarti bahwa untuk kebaikan organisasi sebesarbesarnya, GKM harus bekerja terus-menerus dan tidak tergantung pada proses produksi (Crocker et al., 2004). Ciri-ciri umum GKM dapat dilihat pada Tabel 1. Jepang merupakan salah satu negara yang menerapkan GKM dan mencapai hasil yang sangat baik. Keberhasilan ini bermula pada suatu kejadian di tahun 1950, yaitu ketika Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) mengundang Demming, seorang ahli Statistical Quality Control (SQC) dari Amerika Serikat, untuk bicara di muka para ahli industri yang saat itu tengah mencari jalan keluar dalam menghadapi krisis ekonomi dan sosial Jepang akibat perang. Pada tiga dekade, yaitu 1950, 1960, dan 1970 menjadi periode pengembangan Total Quality Control (TQC), khususnya di Jepang, yang menghasilkan kualitas barang produksi negara itu mencapai tingkat keunggulannya, sehingga mampu bersaing dalam perdagangan dunia.

30 17 Tabel 1. Ciri-ciri umum GKM Untuk meningkatkan komunikasi, terutama Tujuan antara karyawan lini dengan manajemen. Mencari dan memecahkan masalah. GKM terdiri atas seorang kepala dengan delapan sampai sepuluh karyawan yang berasal dari satu Organisasi bidang pekerjaan. Gugus juga mempunyai seorang koordinator dan satu atau lebih fasilitator yang bekerja erat dengan gugus. Partisipasi anggota dalam gugus bersifat Pemilihan Anggota Gugus sukarela. Partisipasi kepala mungkin sukarela mungkin tidak. Ruang Lingkup Persoalan yang Dianalisis oleh Gugus Latihan Pertemuan Penghargaan bagi Kegiatan Gugus Sumber : Crocker et al. (2001) Gugus memilih sendiri persoalan yang akan dibahasnya. Pada permulaannya, gugus didorong untuk memilih persoalan yang berasal dari bidang pekerjaannya sendiri Persoalan tidak terbatas pada mutu, tapi juga mencakup produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan, dan bidang lainnya. Latihan formal dalam hal teknik pemecahan persoalan biasanya merupakan bagian dari pertemuan gugus. Biasanya satu jam per minggu. Biasanya tidak ada penghargaan dalam bentuk uang. Penghargaan yang paling efektif adalah kepuasan anggota gugus karena pemecahan yang mereka sumbangkan. Tak hanya Jepang, di Amerika Serikat bahkan pengendalian mutu ini telah dikembangkan sejak dasawarsa 1940 oleh Juran, Demming, Feigenbaum, dan Crosby. Setelah diperkenalkan ilmu ini di Jepang, justru yang berkembang adalah TQC ala Jepang, The Japanese Way, yang dilakukan sungguh-sungguh oleh kalangan industri di Jepang, yang saat itu terdesak untuk membangun kembali struktur industri yang dihancurkan selama Perang Dunia II. TQC masuk ke Indonesia baru pada dekade Pada awal 1980-an itu, TQC mulai dikenalkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Perindustrian melalui saluran unit-unit BUMN. Adapun penerapan Pengendalian

31 18 Mutu Total (PMT) dalam kegiatan GKM memang tidak mudah. Problem umumnya di perusahaan manapun adalah tingkat keterlibatan yang tidak signifikan dari para pekerja dan terutama pimpinan. Jumlah GKM pun umumnya hanya ramai saat menjelang acara konvensi saja (Tim Warta Pertamina, 2002) Langkah-Langkah Aktual Pembentukan GKM Crocker et al. (2004) memaparkan secara ringkas langkah-langkah aktual dalam proses pelaksanaan GKM, terdiri dari meminta bantuan konsultan dari luar, memperoleh komitmen, membentuk struktur Gugus, dan menempatkan program dalam tempat yang tepat, yang akan diuraikan sebagai berikut : - Konsultan dari Luar 1. Suatu keputusan harus dibuat apakah akan menggunakan departemen pengembangan organisasi sendiri atau menggunakan spesialis atau konsultan dari luar untuk membantu dalam pelaksanaannya. - Memperoleh Komitmen Langkah selanjutnya dalam proses adalah memperoleh komitmen dari pihak utama yang terkait, untuk melakukan hal ini maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 2. Diadakan seminar di luar lokasi di mana anggota manajemen senior diperkenalkan dengan konsep GKM. Biasanya tinjauan ringkas atas persoalan motivasi dan kepemimpinan, keuntungan gugus, kebutuhan akan komitmennya, peranan baru dan filsafat manajemen yang diperlukan dan topik yang sejenis dibahas. 3. Manajer senior menilai pendekatan dan membuat keputusan mengenai apakah konsep tersebut akan diperkenalkan pada manajemen menengah atau tidak. Manajemen senior dapat memutuskan pada tahap ini untuk melanjutkan dengan pelaksanaan atau membentuk suatu kelompok peneliti untuk melakukan penelitian dan membuat laporan. Walaupun demikian ada baiknya menunggu sampai masukan diterima dari manajemen menengah. Walaupun suatu keputusan yang diambil oleh kelompok lebih senior dapat dilaksanakan dengan cepat, keterlibatan manajemen

32 19 menengah memberikan kejernihan tentang tujuan organisasi dan untuk umpan balik dan pertukaran informasi. 4. Seminar di tempat lain dilakukan untuk manajemen menengah dan anggota aktif serikat buruh. 5. Baik manajemen menengah dan eksekutif serikat buruh membuat analisis yang berdiri sendiri mengenai program tersebut, keuntungan dan kerugiannya, peranan barunya dan apakah secara aktif mendukung langkah pertama dalam proses pelaksanaannya atau tidak. - Membentuk Struktur Gugus 6. Manajemen senior mengumumkan pada karyawan dalam organisasi bahwa mereka berniat untuk melanjutkan pelaksanaan program GKM, alasan keputusan tersebut, dan keuntungan bagi perusahaan dan karyawan di masa datang. 7. Dibentuk panitia pengarah (steering committee). Anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkatan. Kelompok ini membuat kebijaksanaan dan tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari. 8. Dipilih fasilitator oleh panitia pengarah yang menjadi anggota tambahan panitia tersebut. Fasilitator adalah penghubung antara panitia pengarah dan para pemimpin gugus. - Menempatkan Program dalam Tempat yang Tepat 9. Panitia pengarah, bersama-sama dengan konsultan (jika ada) membuat pedoman dan prinsip. 10. Fasilitator mengadakan pertemuan informal tentang GKM dan proses kendali mutu untuk anggota sumber daya manusia dan staf pengawas lainnya. 11. Fasilitator mengadakan pertemuan informal untuk para pekerja bawahan. Diberikan penjelasan mengenai konsep GKM, kerangka umum dan pedoman tempat GKM berfungsi, struktur, hubungan pelaporan dan proses serta kegiatan gugus. 12. Fasilitator, panitia pengarah, dan konsultan dari luar membuat perencanaan pendahuluan yang bertujuan untuk memperkirakan persoalan, tindak-tanduk dan sikap negatif yang mungkin terjadi, dan konsekuensi hal

33 20 ini terhadap para peserta dan organisasi. Pola reaksi dibuat untuk dapat dipergunakan agar dapat menghindarkan pemadaman kebakaran jika persoalan memang timbul. 13. Suatu ajakan bagi sukarelawan dikirimkan pada setiap anggota organisasi dalam bentuk formulir yang harus diisi. 14. Fasilitator bersama-sama dengan panitia pengawas memilih pemimpin tim dari para pengawas tingkat pertama. 15. Fasilitator membuat program latihan bagi pemimpin tim dan melatih mereka. 16. Anggota tim diberi latihan. 17. Setiap gugus mulai berfungsi. 18. Fasilitator membuat program latihan dan membantu pemimpin tim dalam membuat pertemuan latihan mini yang menguraikan kebutuhan gugus untuk minggu mendatang Mekanisme Kerja GKM GKM menangani berbagai macam masalah yang melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahap yang berkelanjutan, yakni : (1) pengumpulan masalah, (2) pemilihan masalah, (3) analisis masalah, (4) pemecahan masalah, (5) presentasi manajemen, (6) implementasi, (7) peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al., 1991). 1. Pengumpulan Masalah Tugas pertama dari anggota gugus pada pertemuan pertama adalah mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun, misalnya manfaat potensial dan tingkat kepentingan. Pengumpulan masalah adalah aktivitas yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam menemukan masalah, Crocker (2004) beberapa metode, seperti (1) Sumbang Saran (SS), yaitu pertemuan untuk mengutarakan buah pikiran yang bertujuan mengutarakan sebanyak mungkin gagasan dalam waktu yang tersedia. Variasi lainnya adalah (2) pendekatan Gordon, (3) teknik kotak hitam, (4) sistem sintetik, (5) metode buku catatan kolektif, (6) pertemuan Philip 66.

34 21 2. Pemilihan Masalah Anggota gugus memilih salah satu dari dari sekumpulan masalah sesuai dengan prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada gugus, namun prioritas diputuskan oleh gugus. Dalam memilih masalah biasanya digunakan pendekatan trisula (Crocker, 2004). Pendekatan ini meliputi : (1) singkirkan semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit, (2) singkirkan masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah ditentukan oleh gugus, (3) menggunakan teknik Delphi yang telah direvisi untuk menentukan persoalan yang paling unik. Teknik Delphi adalah suatu prosedur yang dipergunakan dalam penilaian dua atau lebih alternatif.. 3. Analisis Masalah Setiap masalah memiliki dampak. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi penyebab mendasar sebelum memikirkan langkah perbaikan. Selama tahap ini gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab-akibat. Ada dua metode utama untuk membuat analisis sebab akibat, (1) diagram sebab-akibat (diagram Ishikawa atau Fishbone), dan analisis proses atau diagram arus. Pada diagram Ishikawa, ada empat bidang utama di mana dapat terjadi kelemahan, yaitu material (bahan), equipment (peralatan), methods (metode), dan people (manusia). Analisis masalah didasarkan pada fakta, bukan perasaan dan penilaian subjektif. Gugus menggunakan sejumlah alat pengumpul data, yaitu dengan menggunakan checklist atau checksheet, grafik garis, batang, atau lingkaran maupun histogram atau diagram pencar, membuat analisis pareto, melakukan sampling dan analisis statistik. 4. Pemecahan Masalah Kondisi lingkungan yang sesuai dan proses berpikir grup dikombinasikan dengan keahlian di tempat kerja menghasilkan pemecahan yang cocok. Seringkali alternatif pemecahan masalah sangat beragam sehingga harus dipilih solusi optimum. Secara umum, pemecah masalah yang paling baik adalah orang yang terlibat dalam tempat kerja itu sendiri, dan solusi yang diberikan adalah yang paling layak. 5. Presentasi Manajemen

35 22 Pemecahan masalah dipresentasikan di depan pihak manajemen perusahaan. Anggota gugus memberikan presentasi sekitar 20 menit, menyoroti pengamatan utama yang telah dilakukan dan manfaat dari rekomendasi yang diberikan. Presentasi ini merupakan puncak dari usaha gugus yang menggambarkan kebanggaan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang dihadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain membantu anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota gugus potensial. Hal ini berarti bahwa filosofi pengendalian mutu tersebar di seluruh organisasi. 6. Implementasi, Peninjauan Ulang, dan Tindak lanjut Anggota gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah yang telah dibuat setalah mendapat persetujuan dari pihak manajemen perusahaan. Mereka juga meninjau ulang hasil yang diperoleh dari proyek ini dan mengambil tindak lanjut jika diperlukan, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab gugus yang berkelanjutan Penilaian Kinerja Gugus Penilaian gugus memerlukan tiga jenis pengukuran, yaitu : (1) ukuran produktivitas obyektif, (2) ukuran sikap subyektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi, dan (3) analisis proses intern yang berlangsung dalam gugus (Crocker et al., 2004). Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan, dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan dan bawahan, bolos kerja, keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan gugus, kepuasan pribadi, jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses gugus mencakup struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan, dan pemantauan. Pengukuran jenis kedua yaitu sikap subyektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan mengenai : (1) gugus dan latihan (aspek teknis gugus), (2) proses gugus (keberhasilan pemecahan masalah), (3) efektivitas gugus, (4) sikap atau perasaan terhadap gugus dan organisasi, dan (5) pertanyaan mengenai identitas responden.

36 Kinerja Perusahaan Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata performance, yang berarti prestasi yang dicapai oleh seseorang (Mangkunegara, 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Oktaviani (2004), kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai kegiatan menunaikan tugas dan hasil karya (Narni dalam Oktaviani, 2004). Peningkatan kinerja dilihat dari perubahan dari kinerja awal (baseline performance) menjadi kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Hal ini djielaskan dalam Gambar 5. K I N E R J A Kinerja Awal (Baseline Performance) Kesempatan untuk Peningkatan Kinerja yang Diinginkan di Masa Datang WAKTU Gambar 5. Peningkatan kinerja perusahaan (Gaspersz, 2004) Pemilihan Ukuran-Ukuran Kinerja Menurut Gaspersz (2004), terdapat enam langkah yang dapat diikuti ketika melakukan pemilihan ukuran-ukuran kerja : (1) memilih ukuran kinerja awal, (2) mengevaluasi ukuran-ukuran kinerja, (3) memilih ukuran-ukuran kinerja kunci, (4) menentukan kebutuhan data, (5) mendefinisikan ukuran-ukuran kerja, (6) menentukan kinerja dasar atau awal (baseline performance). 1. Memilih Ukuran Kinerja Awal Peninjauan ulang terhadap misi, sasaran, dan tujuan dari organisasi, program, atau subprogram dilakukan pada tahap ini. Identifikasi sejak awal yaitu tentang jenis-jenis ukuran yang umum digunakan seperti : ukuran-ukuran input, output, outcome, efisiensi, dan kualitas. Ukuran kualitas merupakan

37 24 informasi tentang bagaimana baiknya pelayanan publik yang diberikan itu memenuhi ekspektasi pelanggan dan stakeholder. 2. Mengevaluasi Ukuran-Ukuran Kinerja Kriteria berikut dapat digunakan : bermakna (meaningful), sahih (valid), terkait dengan tanggung jawab (responsibility linked), berfokus pada pelanggan (customer focused), menyeluruh (comprehensive), seimbang (balanced), dapat dipercaya (credible), hemat biaya (cost effective), terintegrasi dengan sistem operasional dan finansial yang ada (compatible), dapat diperbandingkan (comparable), mudah (simple), dan berguna (useful). 3. Memilih Ukuran-Ukuran Kinerja Kunci Bila sekumpulan ukuran kinerja telah terpilih berdasarkan pengujian dalam langkah 2, ukuran-ukuran kinerja kunci perlu diseleksi. Ukuran-ukuran kinerja kunci yang disebut juga dengan indikator kinerja kunci (Key Performance Indikator = KPI) harus berfokus pada hasil-hasil yang diinginkan, merupakan ukuran utama dari pencapaian sasaran, dan seimbang antara fokus internal dan eksternal. 4. Menentukan Kebutuhan Data Setelah semua ukuran kinerja kunci terpilih, langkah berikut adalah menentukan kebutuhan data dari organisasi, program atau subprogram. 5. Mendefinisikan Ukuran-Ukuran Kinerja Ukuran kinerja yang baik perlu didefinisikan secara jelas, termasuk secara tepat tentang apa yang akan diukur, sumber data, dan bagaimana data itu dianalisis. Definisi yang jelas dan spesifik akan menjamin akurasi dan konsistensi informasi sepanjang waktu. 6. Menentukan Kinerja Dasar atau Awal (Baseline Performance) Langkah terakhir dalam proses pemilihan ukuran-ukuran kinerja adalah menentukan kinerja yang sekarang di mana kita sekarang berada? Informasi ini kemudian dibandingkan dengan data di masa mendatang untuk mengukur kemajuan dan peningkatan. Data kinerja dasar (baseline) biasanya diperoleh dari periode paling baru dalam kurun waktu satu tahun. Jika data dasar belum tersedia, kadang-kadang data dari organisasi publik sejenis di tempat lain

38 25 dapat dijadikan sebagai referensi data dasar atau harus dikumpulkan untuk menetapkan kinerja awal Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1995). Dalam analisis regresi kita mengasumsikan bahwa x i dalam contoh acak bersifat tetap dan bukan merupakan nilai peubah acak. {(x i,y i ); i = 1, 2,..., n} Seandainya suatu contoh lain yang berukuran n diambil dengan menggunakan nilai-nilai x yang sama, maka nilai-nilai y akan bervariasi, berbeda dengan nilainilai sebelumnya. Dengan demikian, nilai y i dalam pasangan (x i,y i ) merupakan suatu nilai peubah acak Y i. Menurut Rangkuti (2003), persamaan garis regresi berganda adalah : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X b k x k + e...(1) di mana, b 1, b 2, b 3 b k adalah Koefisien Regresi X 1, X 2, X 3 X k adalah variabel independent e adalah error atau sisa (residual) Persamaan prediksi dari analisis regresi berganda adalah : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X b k x k...(2) di mana, Y adalah nilai prediksi dari Y b 1, b 2, b 3 b k adalah koefisien regresi parsial Beberapa hal lain yang penting juga untuk dipahami dalam penggunaan analisis regresi berganda, yaitu perlunya melakukan uji kolinearitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Menurut Sudarmanto (2005), uji linearitas digunakan untuk mengambil keputusan dalam memilih model regresi yang digunakan, antara lain model linear, kuadratik, kubik, dan lain-lain, sedangkan uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel bebas dengan variabel bebas lainnya. Adanya hubungan yang linear antarvariabel independen

39 26 akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya, sehingga salah satu variabel independen yang memiliki hubungan tersebut harus dihilangkan. Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (time series) atau tempat (cross section), atau korelasi yang timbul pada dirinya sendiri. Uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah variasi residual absolut sama atau tidak untuk semua pengamatan. Apabila asumsi tidak terjadinya heterokedastisitas ini tidak terpenuhi, maka penaksir menjadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar dan estimasi koefisien menjadi kurang akurat. Pendekatan yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah rank korelasi Spearman Penelitian Terdahulu Dewi (1993) mengkaji efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT Perkebunan XII. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor penyusun efektivitas GKM dan mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor penentu efektivitas GKM, mengetahui tingkat efektivitas GKM pada PT Perkebunan XII dan membandingkan tingkat efektivitas GKM pada masing-masing lokasi penelitian, serta memberikan saran bagi pengembangan GKM pada PT Perkebunan XII. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan wawancara langsung terhadap responden yaitu anggota GKM di tiga lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survei, dengan analisis statistik uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, korelasi rank spearman dan regresi linier berganda. Hasil uji kesahihan menurut pretest adalah adanya perbaikan kuesioner dengan nilai reliabilitas 0,889. Hasil korelasi rank spearman menunjukkan bahwa dari sembilan variabel yang ditetapkan, tujuh variabel berpengaruh nyata terhadap efektivitas GKM, yaitu kepemimpinan fasilitator, kepemimpinan ketua GKM, partisipasi, struktur tugas, fasilitas, dan dukungan manajemen. Sedangkan keanggotaan dan kekompakan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas GKM. Selanjutnya dari regresi linier berganda didapatkan empat faktor yang dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator, tujuan GKM, partisipasi, dan dukungan manajemen. Tingkat efektivitas GKM yang ditentukan

40 27 berdasarkan pendapat responden terhadap kepuasan kerja, produktivitas, dan prestasi GKM menunjukkan bahwa terdapat 62 persen GKM efektif dan 38 persen berada pada taraf sedang. Tingkat efektivitas ketiga lokasi penelitian hampir sama, dan hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa kepemimpinan fasilitator, pemahaman terhadap tujuan GKM dan partisipasi. Najib (1999) mengkaji pengaruh penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap peningkatan motivasi dan produktivitas kerja karyawan di PT Pupuk Kujang Cikampek dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini bertujuan mempelajari pelaksanaan kegiatan GKM dan pengaruh penerapan GKM terhadap peningkatan motivasi kerja dan produktivitas karyawan di PT Pupuk Kujang. Metoda yang digunakan adalah penelitian survei. Uji pasangan bertanda Wilcoxon digunakan untuk melihat pengaruh GKM terhadap peningkatan motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Responden yang dijadikan obyek adalah para karyawan anggota GKM di Divisi Produksi I yang terdiri dari 4 dinas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan GKM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Tingkat kebutuhan tertinggi karyawan berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan rasa aman yang disebabkan adanya isu restrukturisasi. Penerapan GKM juga telah meningkatkan kemampuan suatu pekerjaan dalam memotivasi karyawannya, ditunjukkan dengan perubahan nilai MPS yang signifikan. Perubahan motivasi karyawan yang terjadi setelah diterapkannya GKM berpengaruh juga terhadap peningkatan produktivitas karyawan. Dengan kegiatankegiatan yang dilakukan selama GKM, karyawan dapat meningkatkan kemampuannya, terutama dalam menganalisis dan mencari pemecahan masalah. Meskipun demikian terdapat juga faktor-faktor lain di luar GKM yang berpengaruh terhadap peningkatan motivasi dan produktivitas karyawan, seperti pelatihan, kesejahteraan yang diberikan perusahaan, program K3 dan lain sebagainya, sehingga pada dasarnya perubahan motivasi dan produktivitas kerja karyawan merupakan hasil dari interaksi dinamis antara berbagai faktor yang ada di perusahaan. Kustiwan (1996) mengkaji faktor penentu pengembangan Total Quality Management dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan di PT Raya Sugarindo

41 28 Inti Tasik Malaya dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji faktor penentu keberhasilan pelaksanaan TQM dengan menitikberatkan pada faktor penentu keberhasilan TQM pada manajemen tingkat atas (manajer dan supervisor) dan manajemen tingkat bawah (karyawan operator dan staf) serta memberikan rekomendasi kepada perusahaan tentang pelaksanaan TQM. Metoda yang dilakukan adalah penelitian survei. Berdasarkan hasil statistik dengan korelasi rank spearman dilanjutkan dengan chi kuadrat untuk faktor-faktor penentu keberhasilan TQM yang berhubungan secara nyata dengan efektivitas TQM pada manajemen tingkat atas adalah motivasi karyawan yang dipengaruhi oleh gaji dan fasilitas, komunikasi dan koordinasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, partisipasi yang dipengaruhi oleh jabatan, tingkat kepemimpinan yang dipengaruhi oleh pengalaman kerja, pendidikan dan tingkat usia, komitmen manajemen puncak yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pelatihan yang dipengaruhi oleh pendidikan dan jabatan, perspektif jangka panjang yang dipengaruhi oleh jabatan dan tingkat pendidikan, serta pengukuran dan pelaporan yang dipengaruhi oleh pengalaman kerja dan tingkat pendidikan. Untuk manajemen tingkat bawah adalah (1) tingkat motivasi yang dipengaruhi oleh tingkat gaji, fasilitas, dan tingkat pendidikan karyawan, (2) partisipasi yang dipengaruhi oleh jabatan dan pengalaman kerja, (3) kepemimpinan, (4) komitmen manajemen puncak, dan (5) pelatihan yang dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman kerja. Rekomendasi yang diberikan adalah pembentukan GKM. Kusumawati (1997) mengkaji implementasi GKM pada perusahaan agroindustri teh di PT Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tahap-tahap pembentukan dan pengimplementasian GKM, permasalahan yang dihadapi, kinerja, dan manfaat GKM di Perkebunan Gunung Mas. Bobot masalah, kinerja, dan manfaat ditentukan melalui Proses Hirarki Analitik. Penilaian secara kualitatif diskor dengan skala Likert. Implementasi GKM di Gunung Mas meliputi periode pengenalan, penerapan, dan pembudayaan. Permasalahan yang ada berturut-turut adalah masalah pengembangan GKM dengan subkriteria masalah berupa dukungan, penghargaan, dan GKM khusus, masalah pembentukan GKM dengan

42 29 subkriteria masalah faktor alam, pokok-pokok kegiatan GKM, metode dan teknik, serta penilaian. Masalah penerapan dengan subkriteria masalah konsep dasar GKM, kesiapan manajemen, motivasi pekerja, dan mekanisme pembentukan. Kinerja GKM terbaik terdapat di Bagian Teknik, kemudian Pengolahan, Tanaman, dan Administrasi. Secara keseluruhan unsur GKM yang mempunyai kinerja terbaik berturut-turut adalah unsur pengendalian, perbaikan, standar, teknik, partisipasi, dan pengembangan. Manfaat implementasi GKM paling dirasakan oleh pihak manajemen, kemudian pekerja, dan perusahaan. Pihak manajemen memperoleh manfaat dalam hal mempercepat proses pemecahan masalah, memperbaiki penyeliaan, mengurangi masalah indisipliner, memberikan kondisi pengendalian yang kuat, memberikan kontribusi pada MMT, dan meningkatkan hubungan harmonis antara manajer dan karyawan. Bagi pekerja, GKM memberikan manfaat berupa peningkatan kepuasan dan motivasi kerja, peningkatan partisipasi dalam kelompok kerja, pengembangan diri, serta meningkatkan komunikasi, kerjasama, dan kesadaran akan mutu. Bagi perusahaan, manfaat GKM dirasakan dalam hal peningkatan mutu dan produktivitas, penghematan biaya, organisasi yang lebih partisipatif, pembudayaan pengendalian mutu melalui GKM, dan mendukung tujuan serta sasaran perusahaan. Secara keseluruhan manfaat GKM lebih bersifat kualitatif (0,634) daripada kuantitatif (0,366). Untuk kelangsungan hidup GKM disarankan tindak lanjut berupa kaji ulang manajemen GKM, tatacara konvensi, dan simplifikasi metode.

43 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian dimulai dengan mengenal aktivitas kerja di masing-masing bagian dalam Fungsi Kilang. Aktivitas tersebut berkaitan dengan kinerja dan masalah-masalah yang timbul di lingkungan kerja, terutama yang berhubungan dengan mutu. Masalah yang ada dapat berupa masalah mutu produk, mutu proses, dan pelayanan, sedangkan kinerja meliputi mutu dan produktivitas. Berdasarkan pemenuhan spesifikasi, mutu dapat menyeleksi produk barang maupun jasa yang lolos ataupun tidak lolos. Barang yang tidak lolos dapat berupa barang reject atau dapat diperbaharui (reprocess). Untuk mengetahui kinerja, perlu diidentifikasi indikator kinerja yang terkait dengan mutu (Lihat Gambar 6). Pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) menjadi salah satu solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul di lingkungan kerja. Sesuai dengan tujuannya, GKM dibentuk untuk menciptakan kemampuan memecahkan masalah dan menimbulkan sikap mencegah masalah. GKM juga merupakan komitmen manajemen terhadap mutu. Efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja perusahaan tercermin dalam kinerja mutu dan produktivitas. Kinerja mutu dapat dilihat dari pemenuhan spesifikasi produk, sedangkan produktivitas terbagi dalam efektivitas berupa peningkatan output ataupun efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengukur korelasi antara efektivitas GKM dengan peningkatan kinerja perusahaan terkait dengan mutu dan produktivitas. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengukur kinerja mutu dan produktivitas dengan efektivitas GKM. Mekanisme kerja GKM ini meliputi : (1) pengumpulan masalah, (2) pemilihan masalah, (3) analisis masalah, (4) pemecahan masalah, (5) presentasi manajemen, (6) implementasi, (7) peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al., 1991). Dari aktivitas tersebut masalah dapat diidentifikasi, demikian pula target dan solusi sehingga perbaikan yang berkelanjutan dari aktivitas kerja di masing-masing bagian dapat diimplementasikan sebagai upaya peningkatan kinerja perusahaan.

44 31 Aktivitas kerja di masingmasing bagian Kinerja Mutu Produktivitas Masalah Mutu Produk Mutu Proses Pelayanan Indikator Kinerja GKM Identifikasi masalah Target Efektivitas Solusi Perbaikan Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kantor PT Pertamina UP IV Cilacap yang beralamat di Jl. M.T. Haryono No. 77, 53222, Cilacap, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Pertamina UP IV Cilacap adalah salah satu unit perusahaan yang memiliki Gugus Kendali Mutu sebagai komitmen terhadap mutu yang merupakan bagian dari Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP). Penelitian secara khusus dilakukan di subunit Kilang dengan pertimbangan bahwa subunit tersebut langsung berhubungan dengan proses produksi. Pengambilan data dilakukan bulan November-Desember 2005.

45 Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang berhubungan dengan penelitian, baik berupa buku yang memuat teori-teori, hasil penelitian terdahulu, pencatatan data-data yang sudah ada di perusahaan berupa laporan tahunan, sumber elektronik dari situs resmi Pertamina, dan lain-lain. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan metodologi penelitian Data Tujuan yang Dibutuhkan 1. Mengetahui implementasi GKM 2. Mengidentifikasi indikator kinerja perusahaan terkait dengan mutu 3. Mengukur korelasi efektivitas GKM dengan peningkatan kinerja perusahaan Sejarah GKM, jumlah GKM, aktivitas konvensi Sistem penilaian kinerja perusahaan, indikator kinerja kunci Faktor penyusun efektivitas GKM Sumber Data Makalah GKM, Ketua GKM, Fasilitator Data sistem penilaian kinerja perusahaan, Anggota, Ketua, Fasilitator GKM, Manajer Metode Pengumpulan Data Observasi, Wawancara Studi literatur data perusahaan Wawancara, Kuesioner Metode Analisis Analisis deskriptif mengenai tahap pembentukan dan aktivitas Analisis deskriptif Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner, Analisis Regresi Berganda Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus, di mana dalam case study hanya diambil beberapa elemen yang sering tidak jelas populasinya, kemudian masing-masing elemen diselidiki secara mendalam (Rangkuti, 2003). Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu pengumpulan data primer dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas yang dilakukan oleh GKM.

46 33 2. Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara terhadap koordinator GKM, kepala bagian, kepala seksi, dan pengawas secara lisan (lihat Lampiran 1). 3. Penyebaran kuesioner, yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada responden, yaitu aktivis GKM yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan fasilitator dalam bentuk kuesioner. Pertanyaan yang diberikan dapat berupa pertanyaan terbuka maupun tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diberikan dengan memberikan kebebasan jawaban dari responden, sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disediakan alternatif jawabannya (lihat Lampiran 2). 4. Studi literatur, digunakan untuk memperoleh data-data sekunder yang berhubungan dengan aktivitas GKM dan kinerja perusahaan Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Data kuantitatif diolah secara manual maupun dengan program Minitab dan SPSS melalui analisis statistik, yaitu regresi berganda. Data ini kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Prosedur pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Pengeditan (Verifikasi) Merupakan kegiatan penulisan data yang diperoleh serta informasinya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada serta untuk menghindari dan mengurangi kesalahan yang mungkin terdapat dalam pengumpulan data. 2. Tabulasi Merupakan kegiatan merumuskan data ke dalam bentuk tabel. Tujuannya adalah menghindari kesimpangsiuran dan memudahkan dalam penginterpretasian data. 3. Interpretasi Merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari arti yang lebih luas dari hasil penelitian. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka kemudian dilakukan analisis terhadap korelasi antara efektivitas GKM

47 34 terhadap peningkatan kinerja perusahaan yang dilihat dari kinerja mutu dan produktivitas. Analisis statistik regresi berganda digunakan untuk mengetahui korelasi antara efektivitas GKM dengan peningkatan kinerja perusahaan dilihat dari kinerja mutu dan produktivitas. Persamaan regresi berganda yang digunakan : Y 1 = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4...(3) Y 2 = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4...(4) di mana : Y 1 = kinerja mutu Y 2 = produktivitas X 1 = keberhasilan pemecahan persoalan X 2 = efektivitas kerja gugus X 3 = perasaan anggota gugus terhadap GKM dan perusahaan X 4 = aspek teknis gugus Variabel-variabel bebas di atas (X 1 -X 4 ) merupakan aspek penilaian gugus berdasarkan ukuran sikap subyektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi menurut Crocker et. al. (2004). Pengujian kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Menurut Sudarmanto (2005), uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Untuk menguji tingkat validitas kuesioner dapat digunakan tingkat korelasi product moment Pearson. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil pengukuran yang dilakukan. Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien reliabilitas internal dari alpha (α). Kuesioner yang diberikan menggunakan skala ordinal 1 sampai dengan 5 berdasarkan tingkat kepentingan atau kesetujuan, yaitu : 1 = sangat tidak penting atau sangat tidak setuju, 2 = tidak penting atau tidak setuju, 3 = biasa-biasa atau ragu-ragu, 4 = penting atau setuju, dan 5 = sangat penting atau sangat setuju. Responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling adalah aktivis GKM di fungsi Kilang. Kuesioner yang disebarkan disesuaikan dengan proporsi jumlah GKM masing-masing unit dan bagian di Kilang. Dalam penelitian ini, jumlah responden adalah sebanyak 100 responden. Menurut Nasution dalam

48 35 Rahmina (2005), jika populasi yang diteliti memiliki homogenitas tinggi, maka sampel dapat diambil sejumlah tertentu tanpa melalui perhitungan tertentu. Karena kondisi kerja karyawan di Fungsi Kilang relatif seragam (homogen), maka diasumsikan bahwa 100 responden tersebut dapat mewakili aktivis GKM di Fungsi Kilang. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Mulai Penentuan Tujuan Penelitian Studi Pustaka Penentuan Teknik Pengumpulan Data Penentuan Cara Pengolahan dan Analisis Data Pengujian dan Penyebaran Kuesioner Tabulasi Data-Data yang Diperoleh Tidak Sahih? Perhitungan : Pengaruh atau korelasi antara peran GKM dengan peningkatan kinerja perusahaan (regresi berganda) Ya Pengumpulan Data 1. Data gambaran umum Pertamina UP IV 2. Data indikator kinerja perusahaan 3. Data program GKM Akurat? Tidak Ya Uji coba berbagai penyesuaian model regresi Tidak Cukup? Ya Interpretasi Ya Akurat? Tidak Selesai Kesimpulan dan Saran Gambar 7. Diagram alir tahap penelitian

49 IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Organisasi Pertamina PT Pertamina (Persero) mengemban tugas negara (Public Service Obligation) untuk mengusahakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam minyak, gas, dan panas bumi berdasarkan pada landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945 pasal 33. Selain itu, landasan operasionalnya adalah UU Migas No.22 tahun 2001, sebagai pengganti UU No.8 tahun 1971, khusus tentang Pertamina. Berakhirnya PSO BBM menyebabkan perubahan mindset di tubuh Pertamina. Salah satunya adalah perubahan bisnis dari perusahaan nonprofit menjadi perusahaan dengan orientasi profit. Perubahan mindset yang disertai dengan perubahan logo ini diharapkan akan diikuti pula oleh perubahan budaya korporat menjadi lebih baik lagi, mencakup budaya malu, budaya disiplin, budaya teladan, budaya jujur, dan budaya kerja keras. Dari segi organisasi, PT Pertamina (Persero) dipimpin oleh seorang direktur utama yang membawahi empat direktorat, yaitu: 1. Direktur Hulu 2. Direktur Hilir atau Pengolahan 3. Direktur Pengembangan 4. Direktur Keuangan Jajaran Direktorat Hilir saat ini memiliki tujuh Unit Pengolahan (UP), yaitu: 1. UP I Pangkalan Brandan dengan kapasitas barrel/hari 2. UP II Dumai dan sungai Pakning dengan kapasitas barrel/hari 3. UP III Plaju dan sungai Gerong dengan kapasitas barrel/hari 4. UP IV Cilacap dengan kapasitas barrel/hari 5. UP V Balikpapan dengan kapasitas barrel/hari 6. UP VI Balongan dengan kapasitas barrel/hari 7. UP VII Kasim Papua dengan kapasitas barrel/hari

50 37 Pertamina UP IV Cilacap memiliki wilayah kegiatan (lihat Lampiran 3) dengan luas areal sebagai berikut : 1. Kilang dan kantor 203,19 Ha 2. Jalur pipa 12,77 Ha 3. Terminal minyak atau pelsus 50,97 Ha 4. Perumahan atau Mess 100,80 Ha 5. Rumah Sakit 10,27 Ha 6. Sarana olahraga atau rekreasi 69,71 Ha Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi Unit Pengolahan IV 1. Visi : menjadi kilang minyak yang kompetitif di dunia. 2. Misi : mengolah minyak bumi menjadi produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan bakar Minyak (NBM) untuk memenuhi kebutuhan pasar. 3. Tujuan : memuaskan konsumen dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan meningkatkan kinerja perusahaan yang berwawasan lingkungan dan berstandar internasional yang dikelola secara profesional. 4. Motto : bekerja dalam kebersamaan untuk keunggulan konsumen. 5. Strategi : penyempurnaan konfigurasi kilang, orientasi maksimum profit, berwawasan lingkungan, peningkatan kehandalan peralatan dan operasi, pemanfaatan teknologi informatika dan otomatisasi, percepatan pembangunan budaya kerja baru 6. Nilai-nilai unggulan : sikap jujur, tegakkan disiplin, sadar biaya, puaskan pelanggan Fungsi Tiap Unit Kerja Pertamina UP IV Cilacap memiliki 11 unit kerja berdasarkan fungsionalnya (lihat Lampiran 4), yang memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Perencanaan dan Perekonomian Berfungsi melakukan sejumlah perencanaan perusahaan termasuk di dalamnya bidang perekonomian.

51 38 2. Enjiniring (Perekayasaan) dan Pengembangan Melakukan sejumlah pengaturan yang berkaitan dengan permesinan termasuk di dalamnya mesin-mesin yang beroperasi di kilang serta mengkoordinir bidang pengembangan. 3. Keuangan Melakukan pembukuan perusahaan serta mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan 4. Umum Mengkoordinasi sejumlah agenda yang bersifat umum 5. Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LKKK) Mengkoordinasi usaha-usaha untuk menjamin lingkungan kerja yang aman serta tunjangan berupa jaminan keselamatan kerja. 6. Sistem Informasi dan Komunikasi Mengatur jalannya arus informasi dan komunikasi. 7. Jasa dan Sarana Umum Mengatur masalah pelayanan berupa sarana umum baik yang berkaitan dengan karyawan maupun pelayanan bagi masyarakat. 8. Sumber Daya Manusia (SDM) Mengkoordinasi masalah kepegawaian atau personalia, antara lain hal rekrutmen, pemindahan bagian, mutasi karyawan, dan sebagainya. 9. Jasa Pemeliharaan Kilang (JPK) Mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kilang minyak 10. Rumah Sakit Pertamina Cilacap (RSPC) Swadana Memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan dan juga masyarakat luas. 11. Kilang Mengkoordinasi kerja dan proses pengolahan minyak di kilang minyak Cilacap. Struktur organisasi Fungsi Kilang dapat dilihat pada Lampiran Kilang Unit Pengolahan IV Sejarah Kilang UP IV Kilang unit pengolahan IV didirikan di Cilacap untuk memenuhi kebutuhan BBM di Jawa yang merupakan daerah konsumen terbesar di indonesia. Kilang

52 39 dengan kapasitas terbesar di Indonesia ini dibangun dalam 4 tahap. Tahap pertama ( ) adalah pembangunan kilang minyak pertama yang dikenal dengan Fuel Oil Complex I (FOC I), tahap kedua ( ) adalah pembangunan kilang minyak kedua (FOC II), tahap ketiga ( ) adalah pembangunan kilang Paraxylene untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Pusat Aromatik Plaju, dan tahap keempat ( ) adalah proyek Debottlenecking, yaitu pengembangan kapasitas Kilang Cilacap mengingat laju permintaan BBM dari tahun ke tahun yang makin meningkat. 1. Kilang Minyak I Kilang Minyak I dibangun tahun 1974 dengan kapasitas semula barrel/hari. Kilang Minyak I beroperasi sejak diresmikan Presiden RI tanggal 24 Agustus Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, tahun ditingkatkan kapasitasnya melalui debottlenecking project sehingga menjadi barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk memproses bahan baku minyak mentah dari timur tengah, dengan maksud selain mendapatkan BBM sekaligus untuk mendapatkan produk NBM yaitu bahan dasar pelumas (lube oil base) dan aspal yang sangat dibutuhkan di dalam negeri. Pilihan megolah minyak dari Timur Tengah mengingat karakter minyak dari dalam negeri tidak bisa menghasilkan bahan dasar pelumas dan aspal. 2. Kilang Minyak II Kilang Minyak II dibangun tahun 1981, dengan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai beroperasi 4 Agustus 1983 setelah diresmikan Presiden RI, memiliki kapasitas awal barrel/hari. Kemudian mengingat laju peningkatan kebutuhan BBM di tanah air, sejalan dengan proyek peningkatan kapasitas (debottlenecking) pada tahun , kapasitasnya juga ditingkatkan menjadi barrel/hari. Kilang ini mengolah minyak cocktail, yaitu tidak saja minyak dari dalam negeri tetapi juga dicampur minyak impor. 3. Kilang Petrokimia Paraxylene Berdasarkan pertimbangan tersedianya bahan baku naphta yang cukup dari kilang minyak Cilacap, adanya sarana pendukung seperti dermaga, tangki, dan

53 40 utilitas, serta terbukanya peluang pasar baik di dalam maupun luar negeri, maka pada tahun 1988 dibangun kilang Petrokimia Paraxylene Cilacap guna memenuhi kebutuhan bahan baku untuk Pusat Aromatik Plaju, sekaligus upaya meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kilang ini mengolah naphta ton/tahun menjadi produk utama Paraxylene, Benzene, dan produk-produk samping lainnya. Dengan beroperasinya kilang Paraxylene sejak tahun 1990, Pertamina Unit Pengolahan IV semakin berperan penting, bukan saja sebagai penghasil terbesar BBM, satu-satunya penghasil bahan dasar minyak pelumas dan aspal serta jantung distribusi BBM pulau Jawa, tetapi juga penghasil produk petrokimia Aktivitas Kerja Fungsi Kilang Kilang UP IV memiliki empat unit kerja yang menjalankan aktivitas kerja masing-masing, yaitu : 1. Unit Produksi I yang memproduksi BBM terdiri dari Bagian Utilities, Bagian Terminal, Bagian Fuel Oil Complex (FOC) I dan FOC II. Aktivitas kerja di masing-masing bagian adalah sebagai berikut : Utilities berfungsi menyediakan dan mendistribusikan seluruh kebutuhan utilitas yang terdiri dari tenaga listrik, steam, cooling water, treated water, jacket water, air instrument, fuel oil, dan fuel gas untuk kebutuhan kilang. Terminal berfungsi (1) menerima minyak mentah dari kapal ke tanki penimbunan, (2) menyiapkan feed (umpan) ke unit operasi FOC I dan FOC II, (3) menerima produk dari unit operasi ke tanki penimbun dan melaksanakan blending hingga menjadi finish product, (4) melaksanakan transfer pengiriman finish product ke unit pemasaran maupun ekspor, dan (5) manajemen slop, yaitu kumpulan tumpahan berbagai jenis minyak. FOC I bertugas mengolah minyak mentah menjadi produk BBM, penyediaan bahan baku unit kilang NBM dan hasil samping Non BBM sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. FOC II bertugas sama dengan FOC I, secara garis besar menjalankan : (1) aktivitas operasional yaitu aktivitas rutin berupa memasak minyak mentah, pemenuhan spesifikasi, (2) aktivitas operasi maintenance yaitu pemenuhan

54 41 sarana dan prasarana (kebutuhan chemical, material dan peralatan, notifikasi kerusakan alat), dan (3) aktivitas terkait dengan SDM yaitu pengaturan anak buah. 2. Unit Produksi II yang memproduksi NBM berupa pelumas dan petrokimia terdiri dari Bagian Lube Oil Complex (LOC) I dan Sulphur Recovery Unit (SRU), Bagian LOC II, Bagian LOC III, dan Bagian Paraxylene. LOC I dan SRU, LOC II, dan LOC III mengolah long residue dari FOC I guna menghasilkan produk lube base oil seperti HVI-95, 160S, 160B, 650, produk aspal, Minarex, Parafinic, slack wax (lilin) sesuai dengan target yang ditetapkan di awal baik dari segi kualitas dan kuantitas, aman bagi lingkungan dan pekerja, dan mengupayakan penggunaan energi yang optimal sehingga efisien dalam bahan bakar dan biaya. Paraxylene bertugas mengkonversi produk paraxylene, benzene, dan heavy aromate dari feed heavy naphta. 3. Unit Reliabilitas terdiri dari Bagian Perencanaan dan Sistem Keandalan serta Bagian Pengendalian dan Keandalan. Rel-Perencanaan menjalankan aktivitas kerja berupa : (1) menyusun rencana kerja pemeliharaan kilang setiap tahun, (2) mengendalikan realisasi rencana terhadap anggaran, (3) melakukan analisis keandalan peralatan kilang. Rel-Pengendalian memiliki tugas utama mengadakan pemeriksaan dan pengujian guna menentukan kondisi dari setiap peralatan kilang dan kemudian memberikan rekomendasi dan saran-saran tentang perbaikan atau penggantian bila diperlukan sehingga peralatan kilang dapat dioperasikan dalam keadaan aman dan andal. 4. Bagian Laboratorium Laboratorium kilang melaksanakan : (1) kontrol kualitas produk jadi, setengah jadi, bahan baku, dan bahan kimia penunjang proses, (2) kontrol kualitas lingkungan atau baku mutu lingkungan, (3) penerapan sistem mutu ISO dalam rangka menjamin mutu produk Kilang UP IV.

55 42 Aktivitas produksi kilang dapat dilihat dalam Lampiran 5 dan 6, yaitu gambar Block Diagram FOC I LOC I/II/III dan Block Diagram FOC II dan Paraxylene. Terdapat pula sarana penunjang operasi kilang yang terdiri dari : 1. Bengkel Pemeliharaan 2. Pelabuhan khusus 3. Tangki Penimbunan 4. Sistem Informasi dan Komunikasi 5. Lindungan Lingkungan dan Keselamatan Kerja 4.3. Jenis Produk, Pemanfaatan dan Distribusi Unit Produksi I Unit Produksi I memproduksi BBM dan NBM yang dihasilkan oleh Kilang FOC I dan FOC II. Jenis produk BBM dan NBM tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Jenis produk Unit Produksi I No. Fuel Oil Complex I Fuel Oil Complex II BBM NBM BBM NBM 1. Premium LPG Premium LPG 2. Kerosene Avtur Kerosene Naphta 3. ADO/IDO Naphta ADO/IDO LSWR 4. Long residue IFO Produk BBM dimanfaatkan untuk industri dan transportasi. Untuk meningkatkan kemampuan dan keamanan distribusi maka produk BBM unit pengolahan IV Cilacap disalurkan melewati pipa yang telah dibangun Unit Pembekalan dan Pemasaran dalam Negeri IV Cilacap Group ke lokasi distribusi di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun daerah istimewa Yogyakarta. Distribusi ke bagian barat dilakukan melalui jalur pipa Cilacap- Tasikmalaya-Padalarang-Ujung Berung (Bandung), sedangkan ke bagian timur melalui pipa Cilacap-Maos-Rewulu (Yogyakarta) sampai ke Teras (Boyolali). Kemudian untuk mencapai daerah konsumen lainnya, BBM diangkut dengan truktruk tanki dan tangki kereta api. Distribusi BBM untuk Jakarta, Surabaya, dan Indonesia bagian timur dipasok dengan sarana transportasi kapal tanker.

56 Unit Produksi II Unit produksi II memproduksi bahan dasar pelumas atau lube base oil dan petrokimia. Lube base oil diproduksi oleh Lube Oil Complex (LOC) I, II, dan III., sedangkan petrokimia dihasilkan oleh kilang Paraxylene. Jenis produk Unit Produksi II dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis produk Unit Produksi II No. Unit Produksi LOC I LOC II LOC III Petrokimia 1. Minarex-A Slack Wax Asphalt Paraxylene 2. Minarex-B Minarex-H Slack Wax Benzene 3. Slack Wax Asphalt LPG 4. Parafinic-60 VGO Raffinate 5. Asphalt Heavy Aromate 6. VGO Tolluena Base Oil Group I HVI-60 HVI-95 HVI-160S HVI 650 Base Oil Group II LMO-95 MMO-160S Base Oil Group III LMO-4 MMO-8 1. Lube Base Oil Jenis-jenis produk yang ada berupa HVI-60, HVI-95, HVI-160S, HVI-650. Bahan dasar pelumas digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak pelumas berbagai jenis. Bahan dasar pelumas ini dicampur dan ditambah aditif menjadi pelumas, seperti merk Mesran dan sejenisnya yang banyak ditemui di pasaran, untuk permesinan baik berat maupun ringan, juga untuk bahan baku kosmetika. Sejalan dengan peningkatan kapasitas melalui debottlenecking project pada tahun 1998 sampai dengan 1999, dibangun LOC III, sehingga kapasitasnya semakin meningkat, dari semula ton/tahun, terdiri dari : - LOC I kapasitas ton/tahun - LOC II kapasitas ton/tahun - LOC III kapasitas ton/tahun Tidak hanya kuantitas meningkat, pada pasca debottlenecking, unit LOC I, II, dan III kualitasnya ditingkatkan sesuai standar mutu nasional maupun internasional dan dapat dioperasikan secara fleksibel, sehingga mampu melakukan diversifikasi produk, serta mampu memproduksi bahan dasar

57 44 pelumas sesuai dengan kualitas dan grade permintaan pasar baik base oil group I, II, maupun III. Karena itu, lube base oil produksi UP IV banyak pula dibeli oleh berbagai produsen pelumas merk terkenal. Produksi base oil ini dipasarkan di dalam dan luar negeri. 2. Slack Wax Produk ini dimanfaatkan untuk seal document, electrolit condenser, tinta cetak, karbon, finishing barang yang terbuat dari kulit, dan industri kertas. Saat ini kapasitas produksi Slack Wax sebesar 330 ton/hari. Pemasaran produksi Slack Wax Pertamina UP IV ditujukan untuk pasar dalam negeri dan juga diekspor ke luar negeri. 3. Aspal Kilang Pertamina UP IV merupakan satu-satunya yang menghasilkan produk aspal di tanah air. Kapasitas produksinya ditingkatkan setelah debottlenecking dari semula 520 kiloton/tahun menjadi 720 kiloton/tahun. Adapun jenis produksi aspal UP IV yaitu Penetrasi 60/70 dan Pen-80/100. Produk aspal dengan kualitas yang telah teruji selama ini dipasarkan dalam bentuk bulk (curah) maupun drum, digunakan untuk pengaspalan jalan berbagai kelas dan pembangunan sarana umum lainnya di tanah air. Selain itu, produk aspal UP IV dimanfaatkan untuk bahan perekat kedap air, bahan pelindung atau coating antikarat, isolasi listrik, kedap suara atau penyekat suara dan getaran bila digunakan pada lantai. 4. Pertamina Extract (Minarex) Sebagaimana diketahui bahwa minyak mentah dapat diolah menjadi berbagai produk, tidak hanya BBM tetapi juga produk non BBM (NBM) maupun produk petrokimia lainnnya. Pada proses ekstraksi di LOC I, II, dan III tidak hanya dihasilkan base oil, parafinic, asphalt, dan IFO, tetapi juga dihasilkan produk extract yang diberi nama Pertamina Extract (Minarex). Jenis produk Minarex yang diproduksi adalah Minarex-A, Minarex-B, dan Minarex-H. Senyawa hydrocarbon yang dihasilkan oleh kilang ini setelah diteliti bermanfaat untuk kebutuhan pemrosesan bagi industri karet ban dan tinta cetak. Total kapasitas produksi Minarex sebesar ton/tahun.

58 45 5. Liquefied Petroleum Gas (LPG) Produk ini dimanfaatkan untuk kebutuhan gas rumah tangga, yaitu untuk memasak dan dipasarkan di dalam negeri. 6. Parafinic Oil Parafinic oil digunakan untuk processing oil pada produk karet jadi, yaitu sebagai : - Bahan pembantu pada industri karet seperti ban, tali kipas, dan suku cadang kendaraan. - Processing oil dan extender untuk polymer karet alam dan sintetis. - Base oil untuk tinta cetak. Produk petrokimia dihasilkan oleh kilang Paraxylene. Total kapasitas kilang ini sebesar ton/tahun, dengan jenis produk yang dihasilkan sebagai berikut : 1. Paraxylene Produk Paraxylene sebagian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Pusat Aromatik di UP III Plaju. Di Kilang Aromatik Plaju tersebut, bahan ini diolah menjadi Purified Therepthalic Acyd (PTA) yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan baku benang bagi industri tekstil. Sebagian produk ini juga siekspor ke luar negeri. 2. Benzene Produk Benzene dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri petrokimia dan seluruh produknya diekspor ke luar negeri. 3. Raffinate Produk ini dimanfaatkan untuk blending premium dan selama ini dipasarkan di dalam negeri. 4. Heavy Aromatic Produk ini dimanfaatkan sebagai pelarut atau solvent dan dipasarkan di dalam negeri. Kapasitas produksi Heavy Aromatic sebesar ton/tahun. 5. Toluena Produk ini dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri petrokimia dan dipasarkan di dalam negeri. Kapasitas produksi produk Toluena sebesar ton/tahun.

59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Implementasi Gugus Kendali Mutu Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP) Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP) adalah suatu sistem manajemen mutu yang dibuat dengan mengacu pada implementasi sistem manajemen mutu berstandar internasional dengan mengikuti perkembangannya untuk diterapkan di seluruh tingkatan kegiatan Pertamina disesuaikan dengan sifat dan kondisinya. SMMP bertujuan untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang efektif dan efisien sebagai dasar untuk memenuhi kepuasan pelanggan melalui proses yang berkualitas dengan landasan basic mentality dan didukung oleh kepemimpinan yang baik serta perbaikan di segala bidang secara berkesinambungan. Kebijakan mutu (quality policy) merupakan falsafah dasar yang dinyatakan secara tertulis dan diterbitkan oleh manajemen puncak yang menyatakan bahwa manajemen mempunyai komitmen atas penerapan sistem manajemen mutu dalam mencapai visi dan misi Pertamina. Kebijakan mutu Pertamina ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 2002, sedangkan kebijakan mutu Pertamina UP IV ditetapkan di Cilacap pada tanggal 28 Februari Berikut adalah Kebijakan Mutu (Quality Policy) No. 068/E14000/2003-SO : Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap mengolah minyak bumi menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM), Non BBM, dan Petrokimia memiliki komitmen untuk memuaskan pelanggan dan stakeholder lainnya dengan : 1. Menghasilkan produk dengan mutu terbaik yang ramah lingkungan, memenuhi persyaratan pelanggan dan pasar dunia. 2. Proses produksi yang efisien untuk mendapatkan hasil yang kompetitif, serta mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan. 3. Meningkatkan efektivitas Sistem Manajemen Mutu secara berkesinambungan. Kebijakan Mutu harus dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh pekerja UP IV, mitra kerja, dan pelanggan.

60 47 Elemen-elemen dalam SMMP (Gambar 8) terdiri dari : 1. Tuntutan pelanggan (customer requirements), semua proses aktivitas perusahaan diarahkan untuk memenuhi hal ini. Kunci utama mengidentifikasi tuntutan pelanggan adalah komunikasi secara terus-menerus. 2. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction), mencakup perbedaan antara harapan dengan kinerja atau hasil yang dirasakan. 3. Mental dasar (basic mentality) yang diharapkan adalah sikap yang menunjang sesuai dengan persyaratan sistem manajemen mutu yang meliputi kesadaran berkualitas, komitmen, keterlibatan, dukungan, siklus PDCA, pengendalian. 4. Proses (process), adalah aktivitas utama yang meliputi: perencanaan, produksi, pengiriman, pelayanan, serta interaksi dengan pemasok maupun pelanggan sesuai dengan kaidah-kaidah manajemen mutu. 5. Kepemimpinan (leadership), tanggung jawab manajemen meliputi : (1) komitmen manajemen, (2) Fokus pada pelanggan internal dan eksternal, (3) fokus pada stakeholder lainnya, (4) komitmen terhadap kebijakan mutu, (5) memberikan arahan dan melakukan komunikasi internal serta mampu memberdayakan seluruh elemen organisasi, (6) tinjauan manajemen. Gambar 8. Kerangka SMMP (Pedoman SMMP, 2002)

61 48 6. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement), dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, dengan perbaikan sistem dan prosedur yang sudah ada, kedua, dengan selalu mencari inovasi atau terobosan baru. 7. Metode, alat-alat mutu dan pengukuran kerja (Method, Tools, and Performance Measurement). Method and tools yang diterapkan dalam SMMP antara lain : (1) ISO series, (2) TQM, (3) Six sigma, (4) Balanced Scorecard, (5) metode dan alat-alat mutu baru atau mutakhir sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk melakukan pengukuran terhadap keberhasilan penerapan SMMP dengan berbagai metode dan alat-alat mutu yang telah diimplementasikan, dilakukan dengan kriteria MBNQA. Terdapat pula PQA (Pertamina Quality Award), suatu bentuk penghargaan mutu yang akan dibahas pada subbab kriteria MBNQA. Manajemen peningkatan mutu didefinisikan sebagai daya upaya untuk mengendalikan peningkatan mutu sehingga menunjang rencana kegiatan perusahaan. Dalam manajemen peningkatan mutu ini, terdapat beberapa cara : 1. Kegiatan individu terdiri dari : (1) SS yaitu Sistem Saran (Suggestion System) dan (2) PMI yaitu Peningkatan Mutu Individu (Individual Quality Improvement atau IQI) 2. Kegiatan kelompok terdiri dari : (1) GKM yaitu Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle atau QCC), (2) TPM yaitu Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team atau QIT), (3) PKM yaitu Proyek Kendali Mutu (Quality Control Project atau QCP), dan (4) SS yaitu Sistem Saran yang dilakukan secara berkelompok. Data mengenai pekerja yang terlibat dalam SMMP UP IV dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Data pekerja terlibat SMM tahun 2004 (akumulatif) dan 2005 Kegiatan Produksi Makalah Pekerja Terlibat s.d Jumlah GKM PKM/TPM SS Tim Mutu Total Sumber : Laporan SMMP (OP&M, 2005)

62 Sejarah GKM Awal mula kemunculan GKM di PT Pertamina didasarkan pada benchmarking yang dilakukan terhadap PT Astra Internasional, Tbk. GKM yang diterapkan di perusahaan tersebut dinilai cukup efektif dalam peningkatan mutu dan kinerja perusahaan serta telah mampu menjadi budaya perusahaan. Atas dasar inilah Pertamina mulai menerapkan program GKM di lingkungan perusahaannya, disamping untuk memenuhi tuntutan mutu dalam menghadapi persaingan global. Secara garis besar, ide pokok di balik kegiatan GKM adalah : (1) menghormati individu dan membangun suasana kerja yang menyenangkan, (2) memperlihatkan kemampuan individu sepenuhnya, (3) menyumbang untuk peningkatan dan pengembangan perusahaan, (4) membentuk dan meningkatkan kerja sama kelompok. GKM mulai dijalankan pada tahun 1992 di UP IV, dan ini berarti bahwa UP IV sudah menerapkan GKM sebelum ditetapkannya kebijakan mutu oleh Pertamina pusat pada tahun Setelah kegiatan yang berhubungan dengan mutu, yaitu GKM sudah tersosialisasi dangan baik, baru ditetapkan suatu kebijakan mutu berupa pedoman SMMP yang berlaku di seluruh lingkungan Pertamina. Di Pertamina UP IV, kebijakan mutu ditetapkan pada tahun Tahap-tahap pembentukan GKM secara garis besar terdiri dari : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan Persiapan, Pengenalan, dan Sosialisasi Langkah awal dalam pembentukan GKM adalah melakukan persiapan dengan dengan meminta bantuan konsultan dari luar perusahaan, yaitu Wahana Kendali Mutu (WKM) dalam mengadakan pelatihan awal pada tahun 1991 sampai dengan WKM merupakan lembaga yang memberikan konsultasi dan pelatihan mengenai kendali mutu. WKM bekerja sama dengan Balai Perencanaan dan Pengembangan Produktivitas (BP3) mengadakan konvensi GKM tingkat regional, yang sejak tahun 1997 meningkat menjadi level nasional, yaitu Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional. Dalam tahap persiapan ini, ditunjuk pula bagian untuk menangani GKM, yaitu fungsi Sumber Daya Manusia bagian

63 50 Organisasi, Prosedur, dan Mutu (OP&M). Bagian OP&M membuat dan melaksanakan rencana kerja. WKM memberikan pelatihan awal pada top dan middle management untuk menyamakan persepsi tentang mutu dan GKM, sehingga diperoleh komitmen dari pihak utama yang terkait. Tahap pengenalan GKM dilaksanakan oleh Sekretariat OP&M dengan mengumumkan bahwa GKM mulai diterapkan, dilanjutkan dengan sosialisasi kepada setiap pekerja melalui pelatihan. Pelatihan mengenai GKM merupakan bagian dari pelatihan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM). Pelatihan yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan TQM antara lain : 1. Pelatihan Dasar (General Training) untuk semua pekerja 2. Pelatihan GKM (Problem Solving and QCC Training). Pelatihan GKM terdiri dari pelatihan untuk : a. Anggota GKM, agar anggota GKM mengetahui konsep GKM dan teknikteknik yang sering digunakan. b. Ketua GKM, agar ketua GKM dapat mengkoordinasikan dan mengefektifkan jalannya kegiatan GKM. c. Fasilitator, agar fasilitator dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan gugus Pembuatan Struktur dan Prosedur Unsur-unsur organisasi dalam pengelolaan GKM terdiri dari fasilitator, ketua gugus, dan notulis atau sekretaris, sedangkan steering comittee adalah Sekretariat OP&M. 1. Fasilitator, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan Gugus di suatu Departemen atau Divisi atau Bagian, dan berperan sebagai koordinator, katalisator, pembaru, pelatih, promotor, dan penghubung. 2. Ketua Gugus, yaitu seseorang yang bertanggung jawab untuk mengefektifkan dan Gugus, dengan tugas-tugas sebagai berikut : (1) mengatur pertemuan Gugus, (2) memastikan agar pertemuan berorientasi pada pekerjaan, (3) mendorong keterlibatan anggota, (4) menciptakan koordinasi dan keselarasan dalam Gugus, (5) membantu anggota Gugus, (6) membangkitkan kegairahan

64 51 anggota dalam aktivitas Gugus, (7) memelihara dan mengembangkan bekerjanya Gugus, (8) bertanggung jawab atas circle record. 3. Notulis, yaitu seseorang yang bertanggung jawab atas pencatatan hasil-hasil yang dibicarakan selama Gugus berlangsung, dengan tugas-tugas : (1) membuat ringkasan hasil pertemuan, (3) menyusun risalah atau makalah. Prosedur yang dibuat berkaitan dengan The Do and the Don t, yaitu halhal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, prosedur pembuatan makalah, prosedur konvensi, prosedur reward. 1. The Do : a. Hal yang dibicarakan adalah menyangkut masalah pekerjaan sehari-hari sesuai lingkup tugasnya. b. Pertemuan dilakukan secara berkala. 2. The Don t : Untuk menghindari timbulnya hal yang membingungkan antara tugas dan tanggung jawab manajemen dengan kegiatan-kegiatan GKM, maka perlu ditegaskan adanya beberapa hal yang bukan merupakan kegiatan QCC, yaitu : a. Peraturan Perusahaan (Company Regulation) b. Perjanjian kerja bersama c. Penugasan-penugasan pekerja dan job rotation d. Production planning and control e. Quality level f. Penentuan budget g. Rencana-rencana investasi h. Sistem penggajian dan welfare i. Menentukan batas wewenang j. Membicarakan masalah-masalah politik k. Mengolah atau mengevaluasi peraturan-peraturan pemerintah Pembuatan makalah GKM dilakukan sesuai dengan prosedur berupa delapan langkah dan tujuh alat.

65 Pelaksanaan Proses kerja GKM terdiri diawali dengan memilih pimpinan GKM, untuk tahap pertama dipilih pimpinan formal sebagai pimpinan GKM. Selanjutnya, dilakukan identifikasi masalah di tempat kerja, kemudian mengevaluasi dan memilih tema yang sederhana dan periode penyelesaian singkat. Pertemuan secara berkala juga diselenggarakan untuk memecahkan masalah dengan teknik-teknik yang ada. Hasil yang dicapai kemudian dievaluasi dan dipresentasikan ke manajemen. Dalam hal administrasi, kelompok GKM yang terbentuk harus didaftarkan pada Komite Koordinator, demikian pula tema yang dipilih juga didaftarkan. Rencana kegiatan GKM dibuat dan setiap pertemuan harus dibuat notulen dan copynya, diberikan pada fasilitator untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. Perkembangan GKM dilaporkan oleh fasilitator secara berkala kepada koordinator. Pelaksanaan GKM didukung oleh alat dan metode yang dikenal dengan Delta, yaitu delapan langkah dan tujuh alat. 1. Delapan Langkah untuk Peningkatan Delapan langkah ini merupakan sarana untuk memecahkan masalah dengan menggunakan prinsip dasar PDCA, selanjutnya sarana ini disebut dengan PDCA 8 langkah. Pemecahan masalah dan juga improvement bukanlah suatu proses yang sekali dilaksanakan lalu selesai, melainkan suatu proses yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Dengan demikian, PDCA delapan langkah ini haruslah dijiwai oleh semangat perbaikan terus-menerus (kaizen). Dari empat langkah dasar (PDCA), dikembangkan menjadi delapan langkah penyelesaian masalah sebagai berikut : a. Plan atau perencanaan, meliputi : langkah satu-empat b. Do atau pelaksanaan, meliputi : langkah lima c. Check atau pemeriksaan, meliputi : langkah enam d. Action atau tindakan, meliputi : langkah tujuh-delapan Delapan langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut : - Langkah satu : menentukan tema dan sasaran - Langkah dua : menentukan sebab dari persoalan - Langkah tiga : mempelajari faktor-faktor yang paling berpengaruh

66 53 - Langkah empat : merencanakan penanggulangan - Langkah lima : melaksanakan penanggulangan - Langkah enam : memeriksa hasil - Langkah tujuh : standarisasi - Langkah delapan : rencana berikutnya 2. Tujuh Alat Tujuh alat terdiri dari tujuh alat dasar dan tujuh alat bantu baru. a. Tujuh alat dasar (seven basic tools) 1) lembar pengumpulan data (check sheet) 2) stratifikasi 3) grafik dan bagan pengendalian 4) diagram pareto 5) diagram sebab akibat 6) diagram pencar 7) histogram b. Tujuh sarana bantu manajerial (seven management tools) 1) metode diagram hubungan (relation diagram) 2) metode diagram afinitas (affinity diagram) 3) metode diagram pohon (tree diagram) 4) metode diagram matriks (matrix diagram) 5) metode analisis data matriks (matrix data analysis diagram) 6) metode Process Decision Program Chart (PDPC) 7) metode diagram panah (arrow diagram) Alat yang dominan digunakan oleh GKM UP IV adalah tujuh alat dasar, yaitu (1) diagram pareto yang digunakan pada langkah satu, tiga, enam, dan delapan, (2) diagram sebab akibat pada langkah dua, (3) diagram pencar pada langkah tiga, (4) data sheet pada langkah satu dan delapan, (5) stratifikasi pada langkah satu dan delapan, (6) bagan kendali pada langkah satu dan enam, dan (7) histogram pada langkah satu.

67 Pembudayaan Budaya kerja merupakan bagian dari budaya korporat. Sasaran dan tujuan akhir adanya kegiatan GKM di Pertamina UP IV bukan semata-mata pada efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan, tetapi lebih ditekankan pada peningkatan budaya kerja. Adanya kegiatan GKM diharapkan dapat meningkatkan sense of belonging para pekerja, karena kegiatan GKM memacu ide-ide perbaikan di lingkungan kerja karyawan. Jika GKM sudah membudaya dan menjadi suatu kebutuhan, maka salah satu efek samping yang timbul adalah efisiensi biaya itu sendiri dan peningkatan mutu secara terus menerus. Beberapa hal yang dilakukan dalam membudayakan GKM adalah melalui promosi untuk membangkitkan dan memelihara minat berpartisipasi dalam GKM, yaitu dengan cara : poster, spanduk, majalah atau buletin, konvensi, dan lain-lain. Pelatihan GKM juga terus diadakan untuk meningkatkan kesadaran mengikuti GKM. Bahkan, semenjak ditetapkannya kebijakan mutu di UP IV, GKM dimasukkan ke dalam penilaian kinerja karyawan, yaitu SMK (Sistem Manajemen Kinerja), sehingga terdapat unsur paksaan untuk mengejar target MMT. Hal ini serupa dengan GKM di Jepang, tekanan dari rekan sejawat dan manajemen perusahaan di Jepang mendorong tingkat partisipasi karyawan mencapai 90 persen atau lebih. Jika ternyata partisipasi tersebut bukan atas dasar sukarela, namun untuk memenuhi kuota, GKM akan menjadi beban dan bukannya suatu kerangka motivasi. Namun, jika pemaksaan ini sesuai dengan budaya perusahaan yang memang harus dipaksa, maka langkah ini perlu diambil walau dengan konsekuensi yaitu partisipasi yang ada bukan atas dasar sukarela. Diharapkan dari partisipasi awal tersebut pekerja akhirnya menjadi benar-benar menyadari manfaat dan pentingnya kegiatan GKM dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan Aktivitas Konvensi Konvensi adalah suatu kegiatan untuk mempresentasikan ide-ide perbaikan dari individu atau kelompok oleh SS, GKM, PKM, ataupun TPM. Ide-ide tersebut dievaluasi dan dinilai sehingga diperoleh peringkat. Konvensi ini diadakan karena ide-ide perbaikan yang ada harus diuji, dinilai, dan dievaluasi untuk mendapatkan yang terbaik. Dengan kata lain, mengambil yang terbaik dari yang terbaik. Selain

68 55 itu, adanya konvensi ini dapat memotivasi anggota GKM untuk memberikan yang terbaik dan memacu karyawan lain untuk ikut serta dalam GKM. Tahun 1992 hingga 2000, diadakan konvensi tingkat fungsi, namun semenjak tahun 2000, konvensi diadakan di tingkat UP IV. Berdasarkan tingkatannya, konvensi terdiri dari konvensi tingkat fungsi, tingkat UP IV, tingkat direktorat, dan tingkat nasional. Konvensi tingkat fungsi diikuti oleh bagian-bagian dalam satu fungsi. Sebagai contoh : konvensi GKM dalam fungsi kilang diikuti oleh Produksi I dan II. Konvensi tingkat UP IV diikuti oleh fungsi-fungsi dalam satu unit pengolahan. Konvensi tingkat fungsi dan UP IV diadakan di internal UP IV. Juara pada konvensi tingkat UP IV akan mengikuti konvensi tingkat direktorat di Pertamina pusat. Konvensi tingkat direktorat diikuti oleh direktorat hilir yang terdiri dari tujuh unit pengolahan Pertamina di seluruh tanah air. Konvensi tingkat nasional merupakan konvensi yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang diselenggarakan oleh pihak ketiga. Tingkatan konvensi GKM dijelaskan dalam Gambar 9. Konvensi tingkat Fungsi Konvensi tingkat UP IV Konvensi tingkat Direktorat Konvensi tingkat Nasional Gambar 9. Tingkatan konvensi GKM Konvensi GKM diadakan sesuai dengan kebutuhan yang dituangkan dalam program. Untuk tahun 2005, konvensi diadakan bulan Februari, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, dan Desember. Konvensi baru bisa diadakan jika telah memenuhi persyaratan minimal diikuti oleh tujuh presenter. Tatacara konvensi terdiri dari penilaian lapangan dan wawancara oleh tim juri, setelah itu baru diadakan presentasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam konvensi antara lain : (1) Gugus atau presenter, (2) Juri, (3) Panitia, dan (4) Sekretariat Mutu (Bagian OP&M). Juara Konvensi terdiri dari GKM terbaik I, PKM terbaik I, dan GKM terproduktif. Aktivitas Konvensi tergambar dalam Tabel 6 yang memuat data produksi makalah GKM/PKM per tahun yang telah dipresentasikan dalam konvensi.

69 56 Tabel 6. Data aktivitas konvensi GKM/PKM No. Tahun Jumlah Pekerja Cost Reduction Makalah Terlibat (000) Keterangan Presentasi Fungsi Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP Konv. Fungsi dan UP x Konvensi UP x Konvensi UP x Konvensi UP x Konvensi UP x Presentasi Total s/d 30 Sept Sumber : Laporan SMMP (SDM-OP&M, 2005) 5.2. Indikator Kinerja Perusahaan Terkait dengan Mutu Key Performance Indicator Perusahaan memiliki indikator kinerja yang digunakan sebagai pengukur kinerjanya, termasuk kinerja mutu. Salah satu indikator kinerja yang penting adalah Key Performance Indicator (KPI). Tunggal (2003) mendefinisikan KPI sebagai tolok ukur yang mendorong organisasi mencapai tujuannya. KPI atau Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) adalah alat untuk mengukur kesehatan dan kebugaran perusahaan atau organisasi. Dengan kata lain, KPI merupakan ukuran keberhasilan kinerja dari suatu unit usaha, fungsi, kelompok, atau individu. Oleh karena itu, KPI bisa dibuat untuk keseluruhan perusahaan, masing-masing bidang atau bagian, kelompok kerja atau tim, maupun masing-masing jabatan. KPI menekankan pada aspek kinerja organisasi yang penting dan vital bagi kesinambungan masa depan organisasi. Tujuan dari KPI antara lain : 1. Mengukur kecenderungan kinerja di dalam perusahaan sehingga diketahui peluang yang dapat dicapai untuk peningkatan kinerja dan efektivitas upayaupaya peningkatan kinerja.

70 57 2. Dasar perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain agar diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan dan peluang untuk menciptakan nilai bagi penilaian kinerja. 3. Mendasari penyusunan sasaran kerja Fungsi dan penetapan insentif sehingga dapat digunakan untuk menyusun sasaran kerja individu dan kelompok serta dapat dijadikan dasar penetapan penghargaan kinerja, insentif, dan keputusan promosi. Ada tiga jenis KPI, yaitu : (1) KPI finansial, yaitu KPI untuk mengukur kinerja keuangan. Contoh : net cash flow, overhead expenses, (2) KPI operasional, yaitu KPI untuk mengukur kinerja operasional yang mengukur seberapa efektif suatu area melakukan tanggung jawab operasional khusus, selain itu KPI operasional dapat digunakan sebagai alat untuk memberi tanda munculnya permasalahan operasional. Contoh : cost per barrel, market share, (3) KPI kebijakan mengukur pelaksanaan kebijakan perusahaan tetapi tidak langsung mempengaruhi value creation. Contoh : ukuran bebas kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan. KPI sebagai indikator kinerja kunci merupakan bagian dari sistem penilaian kinerja perusahaan, karena untuk mengetahui kinerja perusahaan, diperlukan indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kinerja perusahaan. Turunan dari KPI menghasilkan sasaran kerja yang tertuang dalam SMK (Sistem Manajemen Kinerja), yaitu penilaian kinerja individual. Pembahasan mengenai sistem penilaian kinerja UP IV akan dibahas pada subbab selanjutnya Sistem Penilaian Kinerja Perusahaan Penilaian kinerja organisasi merupakan kumpulan aktivitas yang bertujuan utama untuk merancang pedoman dan mekanisme pengukuran keberhasilan organisasi secara secara strategis dan sistematis, serta untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rancangan tersebut melalui tingkat pencapaian kinerja. Penilaian kinerja organisasi diperlukan karena jika perusahaan tidak dapat mengukur kinerjanya, maka perusahaan tidak dapat mengelolanya, sehingga tujuan perusahaan tidak dapat tercapai.

71 58 Tahap penilaian kinerja organisasi di lingkungan UP IV terdiri dari beberapa langkah : - Langkah 1 : pendekatan penilaian kinerja organisasi dimulai dengan memahami dan merumuskan visi, misi, dan citra. - Langkah 2 : dari definisi visi, misi, dan citra, organisasi perlu merumuskan ciri citra, indikator keberhasilan, dan tolok ukurnya yang spesifik. - Langkah 3 : menetapkan bobot-bobot yang sesuai pada masing-masing faktor di tiap indikator atau tolok ukurnya sampai dengan citra dan misi. - Langkah 4 : mengumpulkan data lapangan, khususnya yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang dicerminkan oleh tolok-tolok ukur tersebut. - Langkah 5 : melakukan penilaian atas kontribusi kinerja riil, aktivitas organisasi atau unit kerja untuk masing-masing tolok ukur keberhasilan. - Langkah 6 : melakukan penilaian terbobot atas kontribusi kinerja riil aktivitas organisasi atau unit kerja terhadap masing-masing tolok ukur keberhasilan. Nilai kinerja terbobot = Bobot tolok ukur keberhasilan x skala nilai kontribusi kinerja riil - Langkah 7 : berdasarkan tolok ukur kinerja yang diperoleh, organisasi atau unit kerja melakukan analisis bagaimana setiap aktivitas yang dilakukannya berkontribusi pada pencapaian indikator keberhasilan melalui tolok ukurnya yang telah ditetapkan. - Langkah 8 : berdasarkan analisis kinerja riil yang telah diperoleh, organisasi perlu melakukan analisis bagaimana setiap aktivitas yang dilakukannya berkontribusi pada pencapaian indikator keberhasilan melalui tolok ukurnya yang telah ditetapkan. - Langkah 9 : berdasarkan langkah ke-8, organisasi atau unit kerja perlu menyusun rencana tindakan perbaikan (5W+1H) untuk memperbaiki tingkat kinerjanya di masa mendatang. - Langkah 10 : menerapkan rencana perbaikan yang telah disusun (langkah 9) dan mengevaluasi situasi dan kondisi terhadap lingkungannya yang berkembang serta melakukan penyesuaian jika dipandang

72 59 perlu (visi, misi, citra, indikator, tolok ukur keberhasilan, dan rencana perbaikan). Model penilaian kinerja organisasi disajikan dalam Gambar 10. Manajemen Stakeholders Inti (Shareholders, supplier, buyer, masyarakat, karyawan, dll) SWOT Visi Strategi Misi Citra Tujuan Sasaran Ciri Citra Indikator Keberhasilan Tolok Ukur Keberhasilan Program Kegiatan Penilaian Kinerja Organisasi Gambar 10. Model penilaian kinerja organisasi KPI General Manager UP IV Kinerja Pertamina UP IV tercermin dalam realisasi KPI General Manajer (GM) UP IV, karena GM adalah manajer puncak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di UP IV. KPI GM tersusun dari kontribusi setiap fungsi sehingga dalam KPI GM telah terangkum kinerja dari semua Fungsi. KPI GM merupakan kesepakatan kinerja yang ditandatangani di awal tahun dengan

73 60 Direktorat Pengolahan, dan dipantau setiap bulannya dengan manajemen graph. Kesepuluh KPI GM tersebut antara lain : 1. Overhead yang dihitung dengan rasio overhead expenses Biaya overhead Rasio overhead = 100 total biaya Biaya overhead = Asuransi + total overhead (di luar biaya bunga dan Total biaya penyusutan) = (Biaya langsung + tidak langsung) - penyusutan - bunga 2. Processing cost excluding refinery fuel BBM Kilang BBM dan Kilang NBM Kilang BBM adalah Kilang FOC dan LOC, sedangkan Kilang NBM adalah Kilang Paraxylene dengan output NBM berupa paraxylene dan benzene. Biaya proses di luar bahan bakar diperoleh dari = (Biaya langsung + biaya tak langsung + biaya penyusutan + biaya bunga) biaya refinery fuel. 3. Realisasi produksi Realisasi produksi = 4. Volume produksi BBM Kilang 5. Pemakaian refinery fuel Total realisasi produksi total realisasi STS produksi (di luar refinary Pemakaian bahan bakar kilang vol % on crude = Jumlah pemakaian refinery jumlah crude intake 6. Accounted loss 7. Gross margin Keuntungan kotor = 8. Jumlah insiden 9. Realisasi investasi fuel 100 Nilai produk - nilai bahan baku jumlah minyak mentah yang diolah Nilai realisasi cash out Realisasi investasi = 100 nilai anggaran cash out 10. Laporan unit fuel) Terdiri dari MQAR, Laporan Kegiatan Unit dan Laporan Keuangan Unit.

74 61 Kontribusi masing-masing Fungsi terhadap KPI GM dijelaskan dalam Tabel 7. Tabel 7. Matriks KPI UP IV periode 2005 KPI UP IV (General Manager) FINANCIAL 1. Ratio overhead expenses 2. Processing cost 3. Gross margin CUSTOMER 4. Realisasi produk (Quality, Quantity, Delivery) 5. Volume produksi BBM OPERASIONAL 6. Refinery fuel 7. Accounted loss 8. Number of incident 9. Laporan-Laporan LEARNING and GROWTH 10. Realisasi Investasi Sumber : SDM-Renbang (2005) K I L R E L E K O N E N J K E U Fungsi S D M U M U M SI & K L L K K J P K R S P C KPI GM dalam Tabel 7 di atas dikelompokkan berdasarkan keempat kriteria Balanced Scorecard, yaitu dari aspek financial, customer, operasional, dan learning and growth. Tabel tersebut menunjukkan kontribusi Fungsi Kilang dalam KPI GM UP IV, yaitu pada ratio overhead expenses, processing cost, realisasi produk, volume produksi BBM, refinery fuel, dan accounted loss. Sesuai dengan batasan penelitian, maka indikator kinerja yang akan dibahas selanjutnya difokuskan pada enam indikator tersebut. Indikator kinerja yang akan diidentifikasi terkait dengan mutu terdiri dari enam KPI GM yang berasal dari kontribusi Fungsi Kilang, yaitu ratio overhead expenses, processing cost, realisasi produk, volume produksi BBM, refinery fuel, dan accounted loss. KPI tersebut dikelompokkan berdasarkan aspek Balanced Scorecard (BSC). BSC adalah sekumpulan ukuran kinerja yang mencakup empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Fungsi keempat perspektif BSC dapat dijelaskan dalam Tabel 8.

75 62 Tabel 8. Empat perspektif dalam BSC No. Perspektif Keterangan 1. Keuangan Memberikan sasaran keuangan yang perlu dicapai perusahaan dalam mewujudkan visinya 2. Pelanggan Memberikan gambaran-gambaran upaya untuk memenuhi tuntutan pelanggan serta mencapai sasaran penguasaan pasar dan sasaran keuangan. 3. Proses bisnis internal Memberikan gambaran proses bisnis yang harus dibangun untuk melayani pelanggan dan untuk mencapai sasaran keuangan 4. Pembelajaran dan pertumbuhan Sumber : Pedoman SMMP (2002) Merupakan pemacu untuk membangun kompetensi personil. Prasarana sistem, teknologi informasi dan jaringan serta suasana lingkungan kerja yang diperlukan untuk mewujudkan ketiga perspektif lainnya. Kerangka SMMP menggambarkan bahwa untuk menjembatani tuntutan pelanggan dan kepuasan pelanggan diperlukan manajemen mutu (Gambar 8). Selain itu, diungkapkan pula oleh Prawirosentono (2004) bahwa salah satu dari prinsip TQM adalah mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen atau pelanggan terkait erat dengan mutu. Suatu produk dikatakan bermutu jika gap antara ekspektasi pelanggan dan kemampuan produsen tidak signifikan. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa perspektif BSC yang erat kaitannya dengan mutu adalah aspek pelanggan. KPI yang termasuk dalam perspektif ini adalah indikator realisasi produk baik dari segi kuantitas (quantity), kualitas (quality), dan ketepatan pengiriman (delivery). Indikator kedua adalah volume produksi BBM. Realisasi produk dari segi kuantitas ditetapkan sebagai target di awal tahun. Dalam kesepakatan kinerja, target minimal untuk realisasi produksi adalah 100 persen. Untuk volume produksi BBM, target minimal yang ditetapkan untuk tahun 2005 adalah 15,37 juta KL (lihat Tabel 9).

76 63 Tabel 9. Realisasi target kesepakatan kinerja No. Kesepakatan Kinerja Satuan Kumulatif s.d. Oktober Target 1. Rasio overhead expenses % Maks Preocessing cost excluding refinery fuel a. Kilang BBM b. Kilang NBM US$/Bbl Crude intake 1.01 Maks 1.38 US$/MTon Output Maks Realisasi Produksi % on STS Min Vol produksi BBM Kilang Juta KL Min Pemakaian refinery fuel % Vol on crude 5.16 Sasaran Accounted Loss % Vol on crude 0.95 Sasaran Gross margin US$/Bbl Crude 5.98 Min Jumlah insiden Kali/tahun Realisasi investasi % 49,04 Min Laporan Unit - MQAR - Laporan Kegiatan Unit - Laporan Keuangan Unit Sumber : Renbang-SDM (2005) Bulan Bulan Bulan Per tgl 4 Per tgl 10 Per tgl Kriteria MBNQA Skor kriteria MBNQA merupakan salah satu indikator kinerja mutu perusahaan. MBNQA atau Malcolm Baldrige National Quality Award adalah nama penghargaan mutu bagi perusahaan-perusahaan mutu di seluruh Amerika Serikat. Berdasarkan peninjauan seksama terhadap 20 perusahaan yang memiliki skor tertinggi untuk kriteria MBNQA pada tahun 1988 dan 1989, pihak Pemerintah Amerika Serikat menemukan tiga kesimpulan kunci, yaitu : 1. Pada hampir semua kasus, perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai tertinggi, berhasil meningkatkan perbaikan dalam hubungan karyawan, produktivitas, kepuasan pelanggan, pangsa pasar, dan profitabilitas. 2. Empat faktor kunci yang memberi kontribusi pada peningkatan kinerja perusahaan adalah : (1) fokus pada pelanggan, (2) kepemimpinan top management, (3) keterlibatan dan pemberdayaan karyawan, dan (4) kemitraan dengan pemasok. 3. Perusahaan rata-rata membutuhkan waktu 2,5 tahun untuk merealisasikan manfaat-manfaat awal dari penerapan sistem manajemen mutu formal. Kriteria MBNQA memberikan sebuah kerangka kerja terpadu yang berorientasi pada pencapaian hasil dengan mengelola semua operasi perusahaan.

77 64 Kerangka kerja ini didasari oleh pentingnya aktivitas perusahaan yang berorientasi pada kepentingan pelanggan. Kriteria ini dapat menggambarkan potret diri atau profil perusahaan guna kepentingan perusahaan sendiri (self-assessment) maupun stakeholder lain. Kriteria yang digunakan sangat komprehensif, faktual, dan objektif, mencakup semua komponen besar untuk sistem manajemen yang efektif, serta merupakan refined instrument yang sudah dikembangkan dan berhasil lebih dari satu dekade oleh ahli-ahli di bidangnya. Tujuh kriteria MBNQA tersebut antara lain : 1. Kepemimpinan (leadership) Kategori ini menilai bagaimana pemimpin senior organisasi memenuhi nilainilai, arahan, dan kinerja organisasi yang diharapkan, fokus pada pelanggan dan stakeholder lainnya, pemberdayaan, inovasi dan pembelajaran, juga menilai bagaimana organisasi memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat dan mendukung komunitas utama dari organisasi tersebut. 2. Perencanaan strategis (strategic planning) Kategori ini menilai bagaimana organisasi mengembangkan sasaran-sasaran strategis dan program-program kerja, juga menilai bagaimana sasaran strategis dan program-program kerja disebarluaskan dan kinerjanya diukur. 3. Fokus pada pelanggan dan pasar (customer and market focus) Kategori ini menilai bagaimana organisasi menentukan persyaratan, harapan, preferensi pelanggan dan pasar. Dinilai pula bagaimana organisasi membangun hubungan dengan pelanggan dan menentukan faktor utama untuk memuaskan dan mempertahankan pelanggan serta untuk mengembangkan bisnisnya. 4. Informasi dan analisis (information and analysis) Kategori ini menilai sistem manajemen informasi organisasi dan sistem pengukuran kinerja serta bagaimana organisasi menganalisis data dan informasi kinerja. 5. Fokus pada sumber daya manusia (human resources focus) Kategori ini menilai bagaimana organisasi memotivasi dan mendorong karyawannya untuk mengembangkan dan menggunakan potensi mereka secara penuh, selaras dengan tujuan-tujuan organisasi dan program kerja. Kategori ini

78 65 juga menilai upaya organisasi untuk membangun dan memelihara lingkungan kerja dan iklim kerja kondusif yang mendukung keunggulan kinerja dan pertumbuhan karyawan maupun organisasi. 6. Manajemen proses Kategori ini menilai aspek-aspek utama pengelolaan proses-proses organisasi, termasuk rancangan yang difokuskan pada pelanggan, pengiriman produk dan jasa, bisnis utama, dan proses-proses pendukung. Kategori ini mencakup seluruh proses utama dan seluruh unit kerja. 7. Hasil-hasil usaha (business results) Kategori ini menilai kinerja organisasi dan peningkatannya dalam bidangbidang bisnis utama antara lain kepuasan pelanggan, kinerja produk dan jasa, kinerja keuangan dan pasar, hasil-hasil sumber daya manusia dan kinerja operasional, serta menilai tingkatan-tingkatan kinerja dibandingkan dengan para pesaing. Standar penilaian menurut kriteria MBNQA 2002 dapat dilihat pada Lampiran 8. Kriteria MBNQA digunakan dalam Pertamina Quality Award (PQA) untuk kategori organisasi. PQA adalah suatu bentuk penghargaan dari perusahaan atas prestasi yang dicapai oleh pekerja terhadap konsistensi sikap serta perilaku dalam penerapan prinsip-prinsip SMMP dengan senantiasa melakukan perbaikan berkesinambungan. Bentuk dan nilai penghargaan untuk kategori organisasi dijelaskan dalam Tabel 10, sedangkan skor MBNQA untuk UP IV dituangkan dalam Tabel 11. Penilaian untuk kategori organisasi ini dilakukan oleh Tim Penilai (Assessor) MBNQA. Untuk kegiatan self-assessment, unit operasi dapat menunjuk pekerja internal menjadi assessor, sedangkan untuk assesment formal, yang bertindak sebagai assessor adalah Sub Tim Penilaian MBNQA yang dibentuk oleh Direksi dalam rangka implementasi SMMP. Tabel 10. Penghargaan mutu untuk kategori organisasi No. Skor Baldrige Nama Penghargaan Kriteria Penerapan MBNQA 1. > 600 PQA Platinum Assurance PQA Gold Advance PQA Silver Intermediate PQA Bronze Innitiative Sumber : Pedoman SMMP (2002)

79 66 Tabel 11. Hasil audit MBNQA UP IV Cilacap No. Kategori Poin Kepemimpinan Perencanaan strategic Fokus pelanggan dan pasar Penilaian, analisis, dan pengetahuan manajemen Fokus SDM Manajemen proses Hasil-hasil usaha Total Sumber : OP&M-SDM (2005) Tabel 11 menunjukkan skor yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini adalah ciri dari continuous improvement yang merupakan kata kunci dalam manajemen mutu untuk memutar roda PDCA. Jika dilihat dari nama penghargaan yang diperoleh menurut Tabel 11, maka UP IV berada pada posisi PQA Silver, dengan kriteria penerapan MBNQA intermediate. Posisi ini langsung diperoleh pada saat pertama kali kriteria MBNQA ini diterapkan, tanpa melalui posisi terbawah (Bronze). Hal ini berarti bahwa implementasi manajemen mutu di UP IV sudah berjalan. Posisi ini tidak buruk, karena tidak berada di level terbawah, namun masih perlu dilakukan peningkatan agar dapat mencapai level Gold maupun Platinum. Ada beberapa Assessor perusahaan lain yang menetapkan poin dari 100, namun Pertamina menetapkan poin yang dimulai dari nol (0). Hal ini menunjukkan bahwa Assessor di Pertamina tidak memberikan nilai secara murah. Kriteria MBNQA digunakan untuk mengukur hasil keberhasilan SMMP yang telah diimplementasikan dengan berbagai metode dan alat-alat mutu. Keterkaitan antara metode, alat-alat mutu, dan pengukuran kinerja dijelaskan dalam Gambar 11.

80 67 Gambar 11. Keterkaitan metode, alat-alat mutu, dan pengukuran kinerja Indikator kinerja terkait dengan mutu yang dapat diidentifikasi menurut pembahasan di atas diidentifikasi berdasarkan KPI dan kriteria MBNQA. KPI memuat indikator kinerja terpilih yang penting bagi kelangsungan perusahaan. Indikator KPI yang digunakan adalah KPI GM, karena KPI tersebut merupakan kontribusi dari masing-masing fungsi UP IV, sehingga akan mewakili KPI UP IV. Berdasarkan batasan penelitian, maka KPI yang digunakan adalah KPI kontribusi dari fungsi Kilang. KPI tersebut dikelompokkan berdasarkan empat aspek BSC. Salah satu aspeknya yang terkait dengan mutu adalah aspek pelanggan, karena mutu menjembatani antara kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan. Indikator tersebut adalah (1) indikator realisasi produk baik dari segi kuantitas (quantity), kualitas (quality), dan ketepatan pengiriman (delivery), serta (2) indikator volume produksi BBM. Kriteria MBNQA sudah pasti berhubungan dengan mutu, oleh karena itu, dari ketujuh kriteria dipilih kriteria yang berhubungan dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan kesimpulan Pemerintah Amerika Serikat, empat faktor kunci yang memberi kontribusi pada peningkatan kinerja perusahaan adalah fokus pada pelanggan, kepemimpinan top management, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan, serta kemitraan dengan pemasok. Karena UP IV memiliki misi menjadi kilang yang kompetitif di dunia (world class), maka empat faktor kunci dari Amerika Serikat tersebut digunakan sebagai dasar pemilihan kriteria yang menjadi indikator kinerja terkait mutu. Oleh karena itu, tujuh kriteria tersebut akan

81 68 dipersempit untuk mengidentifikasi indikator mutu yang berhubungan dengan kinerja perusahaan. Indikator-indikator tersebut memiliki pengertian yang mengandung salah satu dari keempat kata kunci di atas, yaitu indikator (1) kepemimpinan, (2) fokus pelanggan dan pasar, (3) fokus pada SDM, (4) manajemen proses, dan (5) hasil-hasil usaha Efektivitas Peran GKM dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan Jumlah GKM UP IV dan GKM Kilang Karyawan UP IV yang tercatat sebagai aktivis GKM berjumlah 1604 orang (Tabel 12). Sampai dengan tahun 2005, jumlah tersebut berkurang karena adanya 82 GKM yang tidak aktif (data hingga September 2005). Data di Fungsi SDM pada Desember 2005 menunjukkan jumlah pekerja aktif sebanyak 1795 orang, pekerja kontrak 56 orang, dan pekerja yang pensiun atau memasuki MPPK (Masa Persiapan Purna Karya) sebanyak 66 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah seluruh pekerja UP IV, maka aktivis GKM yang masih aktif berjumlah 58 persen. GKM yang dianggap tidak aktif adalah GKM yang tidak memproduksi makalah selama 3 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2003 hingga Tabel 12. Jumlah anggota GKM UP IV No. Fungsi GKM Anggota Total Aktif Inaktif Total Aktif Inaktif 1. Perencanaan dan Perekonomian Enjiniring dan Pengembangan Keuangan Umum LLKK Sistem Informasi dan Komunikasi Jasa Sarana Umum Sumber Daya Manusia Jasa Pemeliharaan Kilang RSPCS Kilang Jumlah Sumber : OP&M (2005) (diolah dari Tabel Memori makalah GKM ) Tabel 12 menunjukkan bahwa GKM terbanyak terdapat di Fungsi Kilang, disusul Fungsi Jasa Pemeliharaan Kilang, dan Fungsi Sistem Informasi dan Komunikasi. Beberapa fungsi seperti Perencanaan dan Perekonomian, Keuangan,

82 69 serta Enjiniring dan Pengembangan memerlukan motivasi yang lebih untuk dapat berpartisipasi dalam GKM. Oleh karena itu, Manajer Kilang UP IV menghimbau para pekerja untuk menyentuh masalah yang berkaitan dengan piranti lunak, seperti masalah sistem dan prosedur kerja. Selama ini kegiatan MMT masih banyak bersentuhan dengan masalah hardware. Penghematan tidak harus tercermin dari nilai uang, namun perbaikan prosedur yang lebih menyentuh pada permasalahan juga penting, karena banyak kasus terjadi akibat kelemahan atau kurang sempurnanya sistem kerja dan prosedur yang ada. Dalam hal ini, yang terpenting adalah continuous improvement yang dihasilkan. Kuesioner disebarkan kepada 135 responden, walaupun sebenarnya yang dibutuhkan adalah 100 responden, sebagai antisipasi kuesioner yang tidak kembali. Jumlah kuesioner yang disebarkan dan dikembalikan oleh masingmasing bagian dapat dilihat dalam Lampiran Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini diuji dengan uji validitas dan reliabilitas. Validitas kuesioner dilihat dari nilai korelasi (r) antara skor total dengan skor masing-masing butir pertanyaan. Pengujian kuesioner dilakukan dengan mengambil 10 orang responden (n=10) dari Bagian Laboratorium Kilang dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen (α=0,05), dan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi Validitas kuesioner terdiri dari construct dan content validity. Dari segi isi (content validity), validitas diperoleh dengan mengkonsultasikan kuesioner dengan dosen pembimbing dan pembimbing lapangan, yaitu staf bagian OP&M yang khusus menangani GKM di Pertamina UP IV Cilacap. Kuesioner yang semula berjumlah 85 pertanyaan sebanyak 7 halaman direduksi menjadi 41 pertanyaan dalam 2 halaman, dengan rincian sebagai berikut : 1. Pertanyaan tentang kinerja mutu = 6 pertanyaan 2. Pertanyaan tentang produktivitas = 6 pertanyaan 3. Pertanyaan tentang keberhasilan pemecahan persoalan = 8 pertanyaan 4. Pertanyaan tentang efektivitas kerja gugus = 5 pertanyaan

83 70 5. Pertanyaan tentang perasaan anggota gugus terhadap GKM dan perusahaan = 6 pertanyaan 6. Pertanyaan tentang aspek teknis gugus =10 pertanyaan Kondisi karyawan UP IV yang sudah jenuh oleh kuesioner penelitianpenelitian lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan kesibukan kerja lapangan bagi karyawan Kilang menjadi bahan pertimbangan dari pembimbing lapangan. Kuesioner juga dibuat sedemikian rupa agar mudah dipahami dengan menyederhanakan pilihan jawaban menjadi 5, yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk ragu-ragu, 4 untuk setuju, dan 5 untuk sangat setuju. Sebelumnya, pilihan jawaban untuk 6 variabel berbeda-beda. Untuk mengetahui karakteristik GKM, diberikan juga pertanyaan terbuka mengenai identitas responden. Kuesioner dibuat berdasarkan kuesioner GKM dari Crocker et al. (2004) dengan beberapa penyesuaian. Untuk variabel kinerja mutu dan produktivitas, pertanyaan dibuat dengan mempertimbangkan aspek-aspek kinerja mutu yaitu mutu produk, proses, dan pelayanan, serta aspek-aspek pengukuran produktivitas, seperti prosedur kerja, penggunaan sarana dan prasarana, kecelakaan kerja, target, kemampuan karyawan, dan efisiensi biaya. Kemampuan pemecahan masalah, efektivitas kerja gugus, aspek teknis gugus, perasaan anggota gugus terhadap GKM dan perusahaan serta aspek teknis gugus merupakan aspek penilaian gugus menurut Crocker et al. (2004). Aspek ini dijadikan faktor penyusun efektivitas peran GKM dalam peningkatan kinerja perusahaan, yaitu kinerja mutu dan produktivitas. Uji validitas construct, yaitu uji validitas dengan melihat konsep variabel yang akan diukur, dilakukan melalui perhitungan korelasi product moment Pearson. Hasil uji validitas yang menggunakan SPSS 13.0 ini tertuang dalam Tabel 13.

84 71 Tabel 13. Hasil uji validitas No. Pertanyaan Koefisien r Kesimpulan No. Pertanyaan Koefisien r Kesimpulan 1. Y 11 0,361 Tidak Valid 22. X 22 0,850 Valid 2. Y 12-0,604 Valid 23. X 23 0,835 Valid 3. Y 13-0,098 Tidak Valid 24. X 24 0,696 Valid 4. Y 14 0,885 Valid 25. X 25-0,157 Tidak Valid 5. Y 15 0,762 Valid 26. X 31 0,470 Tidak Valid 6. Y 16 0,269 Tidak Valid 27. X 32 0,840 Valid 7. Y 21 0,336 Tidak Valid 28. X 33 0,840 Valid 8. Y 22 0,295 Tidak Valid 29. X 34 0,578 Valid 9. Y 23 0,150 Tidak Valid 30. X 35-0,122 Tidak Valid 10. Y 24 0,912 Valid 31. X 36 0,280 Tidak Valid 11. Y 25 0,580 Valid 32. X 41 0,250 Tidak Valid 12. Y 26 0,323 Tidak Valid 33. X 42 0,725 Valid 13. X 11 0,140 Tidak Valid 34. X 43 0,725 Valid 14. X 12 0,093 Tidak Valid 35. X 44 0,583 Valid 15. X 13-0,093 Tidak Valid 36. X 45 0,317 Tidak Valid 16. X 14 0,887 Valid 37. X 46 0,675 Valid 17. X 15 0,830 Valid 38. X 47 0,586 Valid 18. X 16 0,887 Valid 39. X 48 0,740 Valid 19. X 17 0,867 Valid 40. X 49 0,586 Valid 20. X 18 0,541 Tidak Valid 41. X 410 0,524 Tidak Valid 21. X 21 0,921 Valid Suatu alat ukur atau instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali baik oleh peneliti yang sama maupun berbeda (Sudarmanto, 2005). Oleh karena itu, uji reliabilitas kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi atau kestabilan hasil pengukuran yang dilakukan. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan kondisi sesungguhnya, karena instrumen tersebut cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Uji reliabilitas yang dilakukan adalah uji reliabilitas internal dengan menghitung koefisien α dengan metode belah dua (Tabel 14). Tabel 14. Hasil uji reliabilitas Variabel Koefisien α Kesimpulan Y 1 0,5543 Reliabel Y 2 0,7438 Reliabel X 1 1,96E-14 TidakReliabel X 2 0,8245 Reliabel X 3 0,7684 Reliabel X 4 0,9266 Reliabel

85 72 Tabel 14 menunjukkan satu variabel yang tidak reliabel, bahkan menunjukkan nilai yang jauh dari nilai kritik. Untuk mengatasi hal ini, item pertanyaan dalam variabel X 1 yang tidak valid direvisi supaya tidak tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu dan supaya reliabilitasnya meningkat Karakteristik GKM Kilang Karakteristik GKM Kilang diidentifikasi dari identitas responden yang terdiri dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, posisi di GKM, jumlah anggota GKM, lama mengikuti GKM, serta tujuan berpartisipasi dalam GKM. Berdasarkan tabulasi deskriptif, semua responden aktivis GKM Kilang adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan di kilang yang berkaitan dengan pekerjaan lapangan seperti pengoperasian kilang, reparasi kerusakan, dan pengawasan produksi yang identik dengan pekerjaan laki-laki. Karyawan perempuan ditempatkan di bagian administrasi, sekretariat, maupun laboratorium. Pendidikan terakhir yang ditempuh aktivis GKM Kilang terdiri dari dua jenis pendidikan, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT). Aktivis GKM Kilang yang menempuh SMA sebagai pendidikan terakhir berjumlah 75 persen, sedangkan PT sebanyak 25 persen. Dilihat dari rata-rata usia (44 tahun) dan rata-rata masa kerja (22 tahun), aktivis GKM Kilang merupakan angkatan yang masuk pada tahun 1980-an, di mana kualifikasi pendidikan pada saat itu adalah SMA, sehingga tingkat pendidikan SMA lebih banyak dibandingkan PT. Tingkat pendidikan masing-masing Bagian di Kilang ditampilkan dalam Gambar 12. Untuk Unit Produksi I dan II, proporsi pendidikan terakhir SMA lebih banyak dibandingkan PT. Untuk Bagian Reliabilitas dan Laboratorium, proporsi lulusan PT lebih banyak dibandingkan SMA, karena bagian Laboratorium berurusan dengan disiplin ilmu Kimia tingkat lanjutan atau advanced yang diperoleh di tingkat pendidikan PT, dan Bagian Reliabilitas menangani perencanaan, pemeliharaan dan perbaikan peralatan kilang membutuhkan keterampilan tertentu.

86 73 Jumlah Karyawan Prod 1 Prod 2 Rel Lab Bagian PT SMA Gambar 12. Tingkat pendidikan aktivis GKM Kilang per Unit atau Bagian Pekerja yang terlibat dalam satu GKM rata-rata berjumlah 10 orang. Para pekerja tersebut rata-rata telah mengikuti GKM selama 7 tahun. Posisi di GKM terbanyak adalah anggota (77%), kemudian ketua (9%), fasilitator (7%) dan sekretaris (7%). Sebagian besar fasilitator (57%) memiliki tingkat pendidikan PT, sedangkan untuk posisi ketua, tingkat pendidikan PT menduduki posisi kedua (33%). Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja, kompetensi, serta penguasaan terhadap pekerjaan lebih dikedepankan dibandingkan tingkat pendidikan bagi posisi Ketua GKM. Alasan mengikuti GKM yang dikemukakan oleh responden sangat bervariasi, namun alasan-alasan tersebut dapat dikelompokkan. Secara garis besar, ada tiga alasan utama : (1) berkaitan dengan pengembangan kemampuan diri, (2) sebagai parrtisipasi aktif terhadap peningkatan kinerja perusahaan, dan (3) karena merupakan kewajiban yang tertuang dalam Sistem Manajemen Kinerja (SMK). Persentase dari masing-masing alasan tersebut disajikan dalam bentuk pie chart (Gambar 13).

87 74 27% Kemampuan Diri 30% 43% Partisipasi Aktif thd Perush SMK Gambar 13. Persentase alasan mengikuti GKM Pengembangan kemampuan diri dapat berupa : (1) menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, (2) mempermudah dalam bekerja dengan penyempurnaan metode, (3) berlatih kerjasama, (4) mengubah pola pikir menjadi lebih kritis dan positif, (5) meningkatkan kreativitas dan inovasi, (6) menjadi SDM yang handal, (7) meningkatkan komunikasi dengan berlatih berdiskusi dan menjelaskan masalah secara sistematis, (8) meningkatkan motivasi, baik motivasi diri sendiri maupun memotivasi teman sekerja, serta (9) kepuasan pribadi. Pekerja yang mengikuti GKM untuk peningkatan kemampuan diri berjumlah 30 persen, posisi ini berada di urutan ke dua. Empat puluh tiga persen pekerja mengikuti GKM sebagai partisipasi aktif terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Partisipasi aktif ini berupa sumbangan ide-ide perbaikan, improvement, dan inovasi untuk (1) peningkatan mutu dan kualitas produksi, (2) peningkatan produktivitas, (3) mendukung program perusahaan dalam efisiensi dengan menekan loses, (4) peningkatan keandalan operasi kilang dan manajemen keandalan proses, (5) peningkatan kinerja perusahaan dengan meningkatkan profit. Adanya target SMK menjadi salah satu alasan pekerja dalam mengikuti GKM. SMK merupakan turunan dari KPI. Dalam SMK GM, target yang terkait dengan MMT terdapat dalam sasaran kerja 2 (inovasi) poin 2 dengan bobot 1, yaitu menggerakkan MMT (GKM dan PKM). SMK yang dimaksud di sini adalah SMK pekerja yang akan mempengaruhi penilaian kinerja karyawan. Sebenarnya

88 75 partisipasi ini tidak secara eksplisit diwajibkan, namun pekerja yang mengikuti GKM akan mendapat nilai tambah dalam penilaian kinerjanya. Dengan kata lain, partisipasi dalam GKM menjadi semacam kewajiban sejak ditetapkannya kebijakan mutu pada akhir tahun Tabulasi kuesioner untuk masing-masing item pertanyaan juga dilakukan untuk mengetahui persentase jawaban yang diberikan oleh responden. Tabulasi kuesioner tentang kinerja mutu menunjukkan 95 persen anggota GKM mengetahui dan memahami kebijakan mutu perusahaan. Mutu proses tidak banyak menemui kendala, dan produk telah sesuai dengan standar. Partisipasi karyawan dalam konvensi GKM dinilai memberikan hasil yang signifikan tehadap peningkatan kinerja perusahaan, terjadi efisiensi berupa penurunan barang sisa atau loses, sehingga kegiatan GKM dipandang mampu menghasilkan continuous improvement. Hasil tabulasi kuesioner tentang X 1 menunjukkan keberhasilan pemecahan masalah ditentukan oleh komitmen, partisipasi, dan kerjasama semua pihak, yaitu anggota, ketua, dan fasilitator. Kedua, keberhasilan pemecahan masalah ditentukan oleh sikap, kepekaan, dan dukungan manajemen perusahaan. Ketiga, ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan anggota, ketua, dan fasilitator, serta pelatihan yang diberikan. Terakhir, keberhasilan ditentukan oleh umpan balik yang disediakan. Tujuan utama GKM adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas. Tujuan selanjutnya adalah meningkatkan komunikasi dengan manajemen dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Pihak yang memberikan sumbangan terbesar terhadap efektivitas kerja gugus adalah anggota GKM, kemudian ketua, fasilitator, serta pihak manajemen perusahaan. Sementara itu, 76 persen responden mengemukakan bahwa perbaikan yang disarankan oleh GKM dapat dipahami dan dilaksanakan oleh jajaran organisasi perusahaan. Perasaan anggota gugus terhadap GKM menunjukkan bahwa 73 persen responden merasa senang bergabung dalam GKM. Kemampuan berkomunikasi dengan pengawas meningkat menurut 70 persen responden, sedangkan 88 persen responden menyatakan GKM mereka memberikan sumbangan yang berarti bagi perusahaan. Kesediaan untuk mengeluarkan tenaga untuk mencapai tujuan

89 76 perusahaan sebanyak 55 persen, keterlibatan dan kepuasan individu terhadap perusahaan sebanyak 48 persen, dan kesediaan untuk menerima nilai dan kebijakan perusahaan sebanyak 74 persen. Jadi, perasaan individu terhadap perusahaan positif (59%), sikap netral sebanyak 27 persen, dan sikap negatif 14 persen. Sebelum menjadi anggota GKM, pelatihan yang didapat mengenai GKM sangat minim, namun setelah menjadi anggota GKM, pelatihan yang didapat cukup banyak, seperti latihan pengambilan keputusan, penentuan sasaran, dan memimpin pertemuan yg dikhususkan bagi ketua gugus, latihan mengenai seven tools, latihan presentasi, brainstorming, dan pemahaman MMT Perhitungan Analisis Regresi Berganda Sebelum melakukan perhitungan analisis regresi berganda, dilakukan kembali uji validitas bagi pertanyaan yang tidak valid dengan 100 sampel. Hasil uji validitas kedua ini menunjukkan kenaikan nilai koefisioen r sehingga ketujuhbelas pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Dilakukan pula uji validitas seluruh item pertanyaan menggunakan 100 responden yang ternyata menyisakan satu item pertanyaan yang tidak valid, yaitu Y 24. Namun, item pertanyaan tersebut tidak direduksi karena pada uji validitas pertama dengan 10 responden, koefisien r Y 24 mendekati 1 (lihat Tabel 13), yang menyatakan hubungan yang sangat kuat. Sementara itu, variabel X 1 yang semula tidak reliabel kini menjadi reliabel dengan koefisien α sebesar 0,889. Selain melakukan uji validitas kuesioner terhadap item-item pertanyaan, dilakukan pula uji validitas responden. Uji validitas responden dilakukan untuk menjaga kesahihan hasil pengolahan kuesioner, karena selama pengambilan data berlangsung, penulis tidak memantau pengisian kuesioner secara langsung. Hal ini disebabkan jadwal pekerja yang terbagi dalam shift-shift yang tidak memungkinkan pengawasan dari penulis. Setelah dilakukan uji responden, ternyata terdapat 7 responden yang tidak valid, yaitu responden ke-35, 41, 46, 49, 53, 88, dan 91, sehingga ketujuh responden tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan analisis regresi berganda.

90 77 Tabulasi skor total dari masing-masing variabel yaitu Y 1, Y 2, X 1, X 2, X 3, dan X 4 dirata-ratakan dengan membaginya dengan jumlah pertanyaan masingmasing variabel (lihat Lampiran 10). Hal ini dilakukan karena persentase varian dari masing-masing item pertanyaan hampir seragam, sehingga item pertanyaan tersebut dirata-ratakan (lihat Lampiran 11). Untuk Y 1, Y 2, dan X 3 dibagi dengan 6, sedangkan X 1 dibagi 8, X 2 dibagi 5, dan X 4 dibagi 10. Dilakukan pula tiga analisis regresi, yaitu uji linearitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji autokorelasi tidak dilakukan karena data yang digunakan bukan merupakan data time series. Berdasarkan uji linearitas, Y 2 dan keempat variabel independen linear, sedangkan Y 1 tidak linear dengan variabel X 4. Uji multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen X 1 dan X 2 serta X 2 dan X 3. Variabel X 2 tidak dibuang karena korelasinya dengan X 1 dan X 4 tidak mencapai 1. Selain itu, dalam kehidupan nyata hubungan antarvariabel bebas tersebut sangat mungkin untuk terjadi, namun tidak perlu direduksi karena hubungannya tidak benar-benar mencapai 1. Dalam uji heteroskedastisitas Y 1 dan variabel independen serta Y 2 dan variabel independen, tidak terdapat hubungan yang sistematik antara variabel yang menjelaskan (X 1 -X 4 ) dengan nilai mutlak dari residualnya (lihat Lampiran 12). Perhitungan analisis regresi menggunakan perangkat lunak Minitab (lihat Lampiran 13) menghasilkan dua persamaan regresi yang ditampilkan pada Tabel 15 dan 16. Tabel 15 Analisis regresi efektivitas GKM terhadap kinerja mutu (Y 1 ) Prediktor Koefisien t P R Square F P Konstan 1,9877 4,01 0,000 X 1 0,2729 2,54 0,013 X 2 0, ,76 0,449 12,8% 3,22 0,016 X 3 0,0503 0,44 0,663 X 4 0, ,03 0,334 Tabel 16 Analisis regresi efektivitas GKM terhadap produktivitas (Y 2 ) Prediktor Koefisien t P R Square F P Konstan 1,6545 3,46 0,001 X 1 0,4003 3,88 0,000 X 2 0, ,95 0,344 21,6% 6,05 0,000 X 3-0,0097-0,09 0,930 X 4 0, ,14 0,256

91 78 Berdasarkan Tabel 16, persamaan Y 1 memiliki koefisien determinasi sebesar 12,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan tersebut hanya mampu menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 12,8 persen, terdapat faktor-faktor lain selain variabel bebas dalam model yang mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 87,2 persen. Berdasarkan uji t, variabel yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah X 1, karena pada X 1 terdapat kondisi di mana t hitung > t tabel yaitu 2,54 > 1,6618 (df=91, α=0,05). Sementara itu, variabel X 2 dan X 4 nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen di mana pada α=0,25, t tabel =0,6772. Variabel yang tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen maupun 75 persen adalah adalah X 3. Berdasarkan uji F, terdapat kondisi F hitung > F tabel yaitu 3,22 > 2,49 (df 1 =4, df 2 =88, α=0.05) sehingga seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat pada tingkat kepercayaan 95 persen. Peluang membuat kesalahan tercermin dalam nilai P. Prediktor yang memiliki peluang kesalahan di bawah nilai yang ditolerir pada penelitian sosial (20%) adalah konstan dan variabel X 1. Sementara itu, secara keseluruhan, peluang membuat kesalahan masih berada dalam taraf aman karena berada di antara level kepercayaan significant (0,05) dan very significant (0,01) sehingga secara keseluruhan peluang kesalahan dari prediktor kecil. Tabel 17 memperlihatkan bahwa variabel bebas hanya mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 21,6 persen, terdapat 78,4 persen faktor-faktor lain yang mampu menjelaskan variabel terikat. Uji t menunjukkan bahwa konstan dan X 1 nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, X 2 dan X 4 nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen, dan X 3 merupakan variabel satu-satunya yang memiliki nilai negatif dan tidak nyata. Berdasarkan uji F, secara bersama-sama variabel bebas nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen karena F hitung > F tabel yaitu 6,05 > 2,49. X 1 tidak memiliki peluang untuk membuat kesalahan, peluang kesalahan konstan masih di bawah 20 persen, sementara itu peluang membuat kesalahan X 4 adalah sebesar 26 persen. Peluang membuat kesalahan X 3 dan X 4 berada di luar batas toleransi. Secara keseluruhan, peluang membuat kesalahan bahkan tidak ada.

92 79 Percobaan mengenai berbagai kemungkinan bentuk persamaan regresi dilakukan untuk membandingkannya dengan fungsi awal, karena Coefficient of Determination (CoD) atau R 2 fungsi Y 1 dan Y 2 sebelumnya bernilai sangat kecil. Hal ini menyebabkan model regresi liniar tersebut dinilai lemah dan tidak mampu menjelaskan gejala yang diukur dengan akurat. Usaha trial and error yang dilakukan antara lain dengan menggunakan : (1) stepwise regression, (2) menghilangkan variabel yang memiliki multikolinearitas, (3) transformasi X 4 ke dalam bentuk kuadratik, akar kuadrat, logaritmik, ln, dan reciprocal, (4) menyeleksi item pertanyaan dari variabel Y 1 dan Y 2 yang berhubungan langsung dengan kedua variabel tersebut, (5) analisis faktor. Tabel hasil percobaan regresi dapat dilihat pada Lampiran Stepwise Regression Menurut Cohen and Cohen (1975), meskipun regresi stepwise memiliki kesamaan dengan regresi berganda dan korelasi, namun keduanya dibedakan terutama karena adanya perbedaan pada filosofi yang mendasarinya, dan juga karena tersedia program komputer yang bisa mengolahnya. Program ini mampu memilih sejumlah variabel bebas satu-persatu secara bertahap dengan mendahulukan variabel yang memiliki nilai sr 2 terbesar sehingga memberikan kontribusi terbesar terhadap R 2. Regresi stepwise yang dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14.0 ini menggunakan α=0,05 dan 0,25. Ternyata melalui regresi stepwise fungsi Y 1 dan Y 2 memiliki R 2 yang lebih kecil, sehingga tidak lebih baik dari model awal. 2. Menghilangkan Variabel Multikolinearitas (X 2 ) Berdasarkan uji multikolinearitas, terdapat hubungan antara variabel independen X 1 dan X 2 serta X 2 dan X 3. Pada fungsi awal, X 2 tidak dihilangkan. Selanjutnya variabel tersebut akan coba dihilangkan. Penghilangan X 2 menyebabkan fungsi Y 1 dan Y 2 memiliki R 2 yang lebih kecil, sehingga tidak lebih baik dari model awal. 3. Transformasi Kuadratik, ln, Logaritmik, Akar Kuadrat, dan Reciprocal X 4 Terhadap Y 1 Berdasarkan uji linearitas, diketahui bahwa X 4 tidak linear terhadap Y 1, oleh karena itu pada fungsi Y 1, X 4 ditransformasi ke dalam bentuk kuadratik, ln,

93 80 logaritmik, dan akar kuadrat untuk melihat bentuk mana yang mampu menjelaskan model. Dari kelima transformasi tersebut, R 2 paling besar dimiliki oleh transformasi reciprocal, namun 14,3 persen belum cukup untuk menjelaskan Y Seleksi Item Pertanyaan Variabel Terikat Pertanyaan-pertanyaan dalam variabel Y 1 dan Y 2 dilihat kembali mana yang berhubungan dan berdampak secara langsung terhadap kinerja mutu dan produktivitas. Pertanyaan yang berhubungan langsung dengan kinerja mutu adalah pertanyaan mengenai kesesuaian produk dengan standar mutu (X 13 ), penurunan barang reject (Y 15 ), dan perbaikan berkelanjutan (Y 16 ). Pertanyaan yang berhubungan secara langsung dengan adalah mengenai kemampuan karyawan (Y 21 ), penggunaan sarana dan prasarana (Y 23 ), dan penurunan biaya produksi (Y 26 ). Seleksi item pertanyaan variabel terikat menyebabkan kenaikan R 2, namun angka tersebut masih terlalu kecil untuk menjelaskan Y 1 dan Y Seleksi Item Pertanyaan Variabel Bebas dengan Stepwise Regression Berdasarkan perhitungan stepwise regression, item pertanyaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap Y 1 secara berurutan adalah pertanyaan X 17, X 21, dan X 11. Sedangkan item pertanyaan yang nyata terhadap Y 2 adalah pertanyaan X 12, X 14, X 31, dan X 41. Oleh karena itu, hanya pertanyaan-pertanyaan tersebut yang dimasukkan dalam perhitungan persamaan regresi. Untuk fungsi Y 1, X 17 dan X 11 dirata-ratakan untuk mendapatkan variabel X 1, sedangkan variabel X 2 adalah pertanyaan X 21 itu sendiri. Untuk fungsi Y 2, X 12 dan X 14 dirata-ratakan untuk mendapatkan variabel X 1, sedangkan variabel X 3 dan X 4 adalah pertanyaan X 31 dan X 41. Regresi dengan seleksi item pertanyaan variabel bebas menyebabkan kenaikan R 2 sebanyak 9,4 persen terhadap Y 1 dan 8,7 persen terhadap Y Reduksi Data dengan Faktor Analisis faktor digunakan untuk mengetahui apakah item pertanyaan dalam 1 variabel merupakan 1 komponen. Berdasarkan perhitungan data reduction factor dengan perangkat lunak SPSS 13.0, variabel-variabel bebas dan terikat terdiri dari komponen yang dapat dilihat pada Tabel 17.

94 81 Tabel 17. Analisis matriks komponen rotasi Y 1 Y 2 X 1 X 2 X 3 X Y 14 Y 11 Y 12 Y 21 Y 22 X 11 X 18 X 14 X 21 X 25 X 31 X 36 X 32 X 46 X 41 Y 16 Y 13 Y 15 Y 23 Y 24 X 12 X 22 X 33 X 47 X 42 Y 25 X 13 X 23 X 34 X 48 X 43 Y 26 X 15 X 24 X 35 X 49 X 44 X 16 X 410 X 45 X 17 Berdasarkan tabel di atas, akan dipilih komponen yang dimasukkan dalam perhitungan regresi, yaitu komponen dengan anggota terbanyak. Untuk Y 1 dipilih komponen 1, karena ternyata memiliki R 2 terbesar (17,8%) dibandingkan komponen 2 (6,5%) dan komponen 3 (3,3%) untuk variabel lain dipilih komponen 1 juga. Urutan metode dengan Coefficient of Determination (CoD) terkecil hingga terbesar fungsi Y 1 dan Y 2 berdasarkan percobaan- percobaan yang telah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19 sebagai berikut : Tabel 18. Urutan CoD fungsi Y 1 Urutan Percobaan R 2 Uji t nyata 1 Stepwise α=0,05 10,25% X 1 2 Stepwise α=0,25 11,60% X 1, X 4 3 Reduksi multikolinearitas 12,20% X 1 4 Transformasi kuadratik 12,50% X 1 5 Fungsi awal 12,80% X 1 6 Transformasi akar 13,00% X 1 7 Transformasi logaritmik 13,30% X 1 8 Transformasi ln 13,30% X 1 9 Transformasi reciprocal 14,30% X 1 10 Seleksi pertanyaan variabel terikat 16,20% X 1 11 Reduksi data faktor 17,80% X 1, X 2 12 Seleksi pertanyaan variabel bebas (stepwise) 22,20% X 1, X 2 Tabel 19. Urutan CoD fungsi Y 2 Urutan Percobaan R 2 Uji t nyata 1 Stepwise α=0,05 19,32% X 1 2 Stepwise α=0,25 20,69% X 1, X 4 3 Reduksi multikolinearitas 20,80% X 1 4 Reduksi data faktor 21,10% X 1 5 Fungsi awal 21,60% X 1 6 Seleksi pertanyaan variabel terikat 23,60% X 1, X 4 7 Seleksi pertanyaan variabel bebas (stepwise) 30,30% X 1, X 3, X 4

95 82 Berbagai macam percobaan di atas menghasilkan CoD terbesar 22,2 persen untuk fungsi Y 1 dan 30,3 persen untuk Y 2. Namun, model tersebut masih dikatakan lemah karena CoD tidak mencapai 70 persen. Variabel bebas yang signifikan berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95 persen yang selalu ada dalam setiap percobaan adalah X 1, sehingga pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada peran variabel X 1 terhadap Y 1 dan Y 2, yaitu faktor keberhasilan pemecahan masalah terhadap kinerja mutu dan produktivitas Kinerja Mutu dan Efektivitas Gugus Keberhasilan Pemecahan Masalah Keberhasilan pemecahan masalah ditentukan oleh komitmen, partisipasi, dan kerjasama semua pihak, yaitu anggota, ketua, dan fasilitator. Anggota, ketua, dan fasilitator menjalankan tugas masing-masing yang kemudian disinergikan sehingga dapat memecahkan permasalahan sesuai dengan delapan langkah pemecahan masalah. Selain komitmen dari aktivis GKM, sikap, kepekaan, dan dukungan manajemen perusahaan juga berperan. Di Fungsi Kilang, Manajemen perusahaan menciptakan suatu sistem yang disebut dengan Management of Change, yaitu suatu pertemuan yang membahas kemungkinan perubahan yang bisa dilakukan ke arah lebih baik. Perubahan ini perlu didiskusikan karena akan melibatkan berbagai elemen dan bagian, tergantung dari perubahan yang akan dilakukan apakah melibatkan disain, proses, sistem, atau delivery. Keberhasilan pemecahan masalah juga ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan anggota, ketua, dan fasilitator, serta pelatihan yang diberikan. Terakhir, keberhasilan ditentukan oleh umpan balik yang disediakan. Umpan balik berupa tanggapan manajemen terhadap kegiatan GKM. Salah satunya adalah dengan adanya konvensi GKM. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bagian, Kepala Seksi, Pengawas, dan Koordinator GKM, masalah yang timbul di lingkungan kerja terkait dengan mutu produk, proses, dan pelayanan berhubungan dengan bahan baku, maintenance, dan SDM. Masalah timbul jika bahan baku yang didapat kurang memenuhi spesifikasi sehingga harus disesuaikan. Maintenance berkaitan dengan keandalan kilang yang sudah mulai menua, masalah SDM berupa keterbatasan jumlah SDM dan banyaknya pekerja yang memasuki masa pensiun.

96 83 Hasil wawancara dengan para atasan juga menyebutkan bahwa peran GKM dalam mengatasi masalah-masalah tersebut belum bisa mengatasi secara keseluruhan, namun sebatas membantu mengatasi sebagian masalah, karena sesuai The Do and The Don t, masalah yang ditangani GKM berkaitan dengan masalah operasional sehari-hari, bukan menyangkut masalah manajerial dan kebijakan perusahaan yang mengacu pada pusat. Masalah yang ditangani GKM antara lain mengenai perbaikan prosedur dan sarana. Pada umumnya GKM membantu memberikan inovasi yang baik dan sedehana untuk mengatasi masalah yang ada serta mampu memberi penghematan yang cukup berarti Produktivitas dan Efektivitas Gugus Keberhasilan Pemecahan Masalah Faktor yang nyata berpengaruh terhadap produktivitas pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah keberhasilan pemecahan masalah gugus. Dari segi produktivitas gugus, keberhasilan pemecahan masalah bisa dilihat dari produksi makalah GKM yang diikutsertkan dalam konvensi. Makalah GKM berisi langkahlangkah dan alat yang digunakan GKM dalam memecahkan masalah. Makalah tersebut akan diseleksi dan dinilai oleh Bagian OP&M. Berdasarkan data aktivitas konvensi pada Tabel 7 yang memuat pula data produksi makalah GKM/PKM tahun 1992 hingga 2005, maka grafik produksi makalah dapat dilihat pada Gambar Jumlah Makalah Tahun Gambar 14. Grafik produksi makalah GKM/PKM per tahun

97 84 Produksi makalah GKM meningkat tajam pada interval dan interval Pada selang tahun , produksi makalah meningkat sedikit bahkan cenderung statis, karena selang tahun tersebut merupakan tahun awal ditetapkannya kebijakan mutu perusahaan sehingga dilakukan penataan kembali terhadap prosedur konvensi dan penulisan makalah yang baku. Produksi makalah yang ditampilkan pada konvensi kembali meningkat pada interval dan menurun sedikit pada tahun Topik makalah GKM sebagian besar menyinggung masalah perbaikan prosedur dan penghematan atau efisiensi yang ditimbulkan dari perbaikan prosedur tersebut. Data potensi penghematan berupa cost reduction hasil GKM disajikan pada Gambar 15. Pengurangan biaya ini terdiri dari revenue opportunity, opportunity loss, dan cost reduction yang dapat terjadi sebagai hasil dari pemecahan masalah dalam bentuk inovasi atau terobosan baru hasil GKM yang dapat menghemat biaya. Makalah GKM yang sudah distandarisasi akan diimplementasikan sehingga penghematan tersebut dapat diaplikasikan secara kontinyu. Sumbangan penghematan terbesar terjadi pada tahun cost reduction (000) 900,000, ,255, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 10,532,512 41,919,113 15,157,780 69,785,602115,967,331 - TH.2000 TH.2001 TH.2002 TH.2003 TH.2004 TH.2005 Gambar 15. Grafik cost reduction hasil kegiatan GKM/PKM dalam ribuan rupiah Peran GKM terhadap peningkatan kinerja perusahaan berupa kinerja mutu dan produktivitas pada PT Pertamina UP IV tidak dapat digambarkan oleh model persamaan regresi linear berganda, disebabkan oleh kecilnya nilai R 2 sehingga muncul berbagai kemungkinan yang menyebabkan hal ini. Merujuk kembali

98 85 kepada tinjauan pustaka, Chandra et al. (1991) mengungkapkan bahwa mutu menghasilkan efisiensi proses dan mampu mengindikasi kinerja yang baik. Mutu adalah kunci menuju kemakmuran dan kesejahteraan, dimana terdapat keterkaitan antara mutu, produktivitas, dan kesejahteraan. Menurut Gazperz (2003) Total Quality Management (TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan kinerja secara terus-menerus (continuous performance improvement). GKM adalah bagian dari TQM, yaitu tool mendasar untuk mencapai tujuan TQM yaitu peningkatan kinerja mutu. Penelitian lain yang terkait dengan GKM dan produktivitas adalah Najib (1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Gugus Kendali Mutu di PT Pupuk Kujang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Hal ini terlihat dari pengolahan data dengan menggunakan metode Wilcoxon yang menghasillkan Z hitung sebesar -4,1. Nilai ini jauh lebih kecil dari Z tabel untuk selang kepercayaan 95 persen yaitu - 1,64, sehingga dapat disimpulkan bahwa GKM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan di PT Pupuk Kujang. Produktivitas kerja karyawan akan berdampak dan mencerminkan produktivitas perusahaan. Namun ternyata perhitungan dengan analisis regresi berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap produktivitas perusahaan di PT Pertamina UP IV Cilacap. Berbagai kemungkinan fungsi regresi berganda yang diuji coba hanya menghasilkan Coefficient of Determination terbesar untuk produktivitas sebesar 30,3 persen. Karena penelitian Najib (1999) menggunakan metode Wilcoxon, maka perbandingan dengan penelitian lain yang menggunakan regresi berganda perlu dilakukan. Penelitian Dewi (1993) yang mengkaji efektivitas GKM di PT Perkebunan XII bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu efektivitas GKM. Dari regresi linear berganda didapatkan empat faktor yang dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator (koefisien regresi 0,508), tujuan GKM (0,953), partisipasi (0,643), dan dukungan manajemen (0,768), dengan Coefficient of Determination 58,2 persen. Jika dilihat dari CoD, model regresi linier pada penelitian ini pun sebenarnya merupakan model yang lemah, karena CoD tersebut tidak mencapai 70 persen. Jadi, kemungkinan dari lemahnya model

99 86 regresi dalam penelitian di PT Pertamina UP IV adalah penggunaan metode regresi linear berganda, sehingga faktor penyusun efektivitas GKM tidak mampu menjelaskan kinerja mutu dan produktivitas. Uji multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan antarvariabel bebas, hubungan ini dapat menimbulkan adanya fungsi antarvariabel bebas, sementara yang perlu diketahui adalah fungsi variabel bebas dengan terikat. Adanya fungsi dalam fungsi tersebut menguatkan dugaan bentuk model yang dapat menjelaskan peran GKM terhadap kinerja perusahaan bukanlah linear, melainkan berbentuk nonlinear, sehingga model regresi linear berganda tidak cocok untuk digunakan dalam pengukuran. Kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah adanya faktor-faktor lain di luar efektivitas GKM yang mempengaruhi kinerja mutu dan produktivitas. Selain itu, terdapat pula kemungkinan bahwa hubungan GKM dengan kinerja mutu dan produktivitas merupakan hubungan yang tidak langsung. Hasil wawancara dengan kepala bagian, kepala seksi, pengawas, maupun koordinator GKM menunjukkan bahwa peningkatan volume produksi tidak disebabkan secara langsung oleh adanya GKM. Volume maupun spesifikasi produksi sudah ditentukan dalam rencana produksi oleh Bagian Perencanaan dan Perekonomian yang ditetapkan dari pusat. Selain itu, volume produksi ditentukan oleh variabel-variabel proses. Tetapi secara tidak langsung efektivitas GKM dapat berdampak pada kinerja mutu yaitu merupakan efek samping ketika GKM sudah menjadi budaya perusahaan dan berdampak pada produktivitas karena mempengaruhi moral dan kinerja pekerja yang lebih baik, yang pada akhirnya mempengaruhi keandalan kilang dalam mencapai target produksi. Kemungkinan lain yang bisa terjadi dapat dilihat dari sudut pandang teknis. Dari sisi responden, kesibukan kerja yang padat serta kebosanan pekerja Kilang UP IV terhadap kuesioner-kuesioner penelitian yang tidak berhubungan dengan pekerjaan memungkinkan responden tidak mengisi kuesioner dengan sungguhsungguh sehingga menimbulkan kesalahan. Dari sisi kuesioner, harus diperhatikan tingkat kesulitan dan kemungkinan adanya pertanyaan yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan variabel bebas, serta penggunaan tabel dengan garis-garis yang padat bisa membingungkan mata silinder yang menemui kesulitan dalam membedakan garis horisontal atau vertikal yang sejajar.

100 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Implementasi GKM merupakan salah satu program dalam SMMP (Sistem Manajemen Mutu Pertamina). Ide awal GKM diilhami dari benchmarking terhadap GKM di PT Astra Internasional Tbk. yang dinilai efektif dalam meningkatkan mutu dan kinerja perusahaan. GKM di PT Pertamina UP IV muncul sejak tahun Sejak dicanangkannya tahun 2002 sebagai tahun kesadaran mutu, adanya GKM dimasukkan sebagai target di masing-masing Bagian. Aktivitas Konvensi GKM di tingkat UP IV dilaksanakan setiap bulan. Konvensi juga diadakan di tingkat Direktorat Hilir yang dilaksanakan di Jakarta dan tingkat nasional. 2. Selain GKM, terdapat pula PKM (Proyek Kendali Mutu), TPM (Tim Peningkatan Mutu), dan SS (Suggestion System). Implementasi GKM di UP IV melalui empat tahap, yaitu : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan. Implementasi GKM di UP IV berada pada transisi tahap ke-3 dan ke Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam KPI GM yang terdiri dari 10 kriteria berdasarkan empat aspek Balanced Scorecard, yaitu (1) ratio overhead expenses, (2) processing cost, (3) gross margin untuk aspek financial, (4) realisasi produksi (quantity, quality, delivery), (5) volume produksi BBM untuk aspek customer, (6) refinery fuel, (7) accounted loss, (8) number of incident, (9) laporan-laporan untuk aspek operasional, dan (10) realisasi investasi untuk aspek learning and growth. 4. KPI yang berhubungan dengan kilang dan yang terkait dengan mutu adalah KPI berdasarkan aspek customer, yaitu realisasi produksi (quantity, quality, delivery) dan volume produksi BBM. Indikator kinerja mutu juga bisa diidentifikasi dari tujuh kriteria MBNQA. Indikator tersebut dipersempit sehingga dipilih indikator mutu yang berkontribusi terhadap kinerja perusahaan, yaitu : (1) kepemimpinan, (2) fokus pelanggan dan pasar, (3) fokus pada SDM, (4) manajemen proses, dan (5) hasil-hasil usaha.

101 88 5. Model fungsi regresi linear berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja perusahaan di PT Pertamina UP IV Cilacap karena koefisien determinasi dari model tersebut sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, yaitu keberhasilan pemecahan masalah. Masalah yang ditangani GKM sebagian besar berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan simplifikasi metode. Keberhasilan pemecahan masalah ditentukan oleh (1) komitmen, partisipasi, dan kerjasama aktivis GKM, (2) sikap, kepekaan, dan dukungan manajemen perusahaan, (3) kemampuan dan pengetahuan anggota, ketua, dan fasilitator, serta pelatihan yang diberikan, dan (4) umpan balik yang disediakan. 6. Terdapat berbagai kemungkinan lemahnya model fungsi regresi linear berganda, yaitu: (1) ketidakcocokan model, (2) adanya faktor lain dan hubungan tidak langsung antara peran GKM dengan peningkatan kinerja mutu dan produktivitas, (3) masalah teknis dari sisi responden dalam pengisian kuesioner yang disebabkan oleh kesibukan kerja dan kebosanan mengisi kuesioner penelitian dan dari sisi kuesioner yang disusun terlalu padat dan pertanyaan yang tidak langsung berhubungan dengan variabel yang diukur. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas peran GKM terhadap kinerja perusahaan menggunakan regresi nonlinear, mengingat kecilnya R 2 regresi linear sehingga model tersebut tidak dapat diinterpretasikan. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai budaya GKM apakah sudah menjadi suatu kebutuhan atau hanya karena diwajibkan, mengingat adanya 27 persen aktivis GKM UP IV yang mengikuti GKM karena SMK. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan moral pekerja dengan adanya GKM di UP IV, karena berdasarkan wawancara dengan para atasan, peningkatan produktivitas atau volume produksi tidak berhubungan langsung dengan aktivitas GKM, namun melalui peningkatan moral pekerja sehingga target produksi bisa terpenuhi.

102 DAFTAR PUSTAKA Azhar, Muhammad Analisis Pengaruh Pembentukan Gugus Kendali Mutu Terhadap Kerja Sama, Tanggung Jawab, Komunikasi, dan Kualitas Kain pada Divisi Weaving PT. Unitex, Tbk. Cabang Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Chandra, Durgesh, et al Quality Circles Growing Big Through Small Groups. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Cohen, Jacob and Patricia Cohen Applied Multiple Regression/Correlation Analysis for the Behavioral Sciences. Lawrence Erlbaum Associates, New Jersey. Crocker, Olga L., et al Gugus Kendali Mutu Pedoman, Partisipasi, dan Produktivitas (Terjemahan). Bumi Aksara, Jakarta. Dewi, Nina Kurnia Kajian Efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT Perkebunan XII. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gasperz, Vincent Total Quality Management. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Penerapan Strategik untuk Peningkatan Kinerja Sektor Publik Suatu Petunjuk Praktek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Handoko, T. Hani Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta. Kustiwan, Susan Kajian Faktor Penentu Pengembangan Total Quality Management dalam Rangka Peningkatan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus di PT Raya Sugarindo Inti Tasik Malaya). Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusumawati, Erna Kajian Implementasi Gugus Kendali Mutu pada Perusahaan Agroindustri Teh (Studi Kasus di PT Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor). Skripsi pada Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosdakarya, Bandung. Mulyadi Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba Empat, Jakarta.

103 90 Najib, Mukhammad Kajian Pengaruh Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) Terhadap Peningkatan Motivasi dan Produktivitas Karyawan (Studi Kasus di PT Pupuk Kujang, Cikampek Jawa Barat). Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Oktaviani, Senny Analisis Kinerja Koperasi pada Koperasi Badan Pusat Statistik Jakarta. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pertamina Pedoman Sistem Manajemen Mutu Pertamina (SMMP). Pertamina, Jakarta. Prawirosentono, Suyadi Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus dan Analisis Kiat Membangun Bisnis Kompetitif Bernuansa Market Leader. Bumi Aksara, Jakarta. Rahmina, Farra Analisis Kepuasan Nasabah Terhadap Produk Simpanan Taplus (Studi Kasus : PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bogor). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rangkuti, Freddy Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sudarmanto, R. Gunawan Analisis Regresi Ganda Linear dengan SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta. Suryandani, Hendy Kajian Faktor-Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu untuk Meningkatkan Produktivitas Karyawan dalam Menghasilkan Mutu Produk di PT Sierad Produce Tbk. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tim Hupmas Pertamina UP IV adakan Refreshing Program MBNQA untuk Manajemen, Ka. Bagian/Ka. Seksi. [23 Oktober 2005] Tim Warta Pertamina Total Quality Management Memang Harus Total. [24 Februari 2005] Tunggal, Amin Widjaja Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard. Harvarindo, Jakarta. Walpole, Ronald E Pengantar Statistika (Terjemahan). Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

104 LAMPIRAN

105 92 Lampiran 1. Daftar pertanyaan atasan (Kabag, Kasie, Pengawas, Koordinator GKM) 1. Jelaskan secara singkat aktivitas kerja di bagian Anda! 2. Menurut Anda, permasalahan apa yang timbul terkait dengan mutu produk, mutu proses, dan pelayanan di bagian Anda? 3. Sejauh ini apakah GKM dapat mengatasi masalah yang ada? 4. Apa pendapat Anda mengenai kinerja perusahaan saat ini? Baik, buruk? Apa indikatornya sehingga Anda berpendapat demikian? Menurut Anda, apakah setelah ber-gkm volume produksi dapat meningkat? Atau tidak ada hubungannya sama sekali karena sudah ditentukan oleh pusat? Lampiran 2. Lembar kuesioner KUESIONER PENELITIAN EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN PETUNJUK UMUM Bapak/Ibu AKTIVIS GKM karyawan PT Pertamina UP IV Yth, Kami memahami bahwa waktu Bapak/Ibu sangat terbatas dan berharga. Walaupun demikian kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu penelitian kami dengan mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini hanya untuk kepentingan studi, tidak akan dipublikasikan secara luas, dan jawabanjawaban Bapak/Ibu tidak akan mempengaruhi pekerjaan dan kedudukan Bapak/Ibu di perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas peran Gugus Kendali Mutu (GKM) dalam peningkatan kinerja perusahaan di PT Pertamina UP IV (Persero). Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen dalam mengelola sumber daya manusia, khususnya dalam pengelolaan GKM dan sebagai bahan evaluasi konsep GKM yang telah ada dalam peningkatan kinerja perusahaan. Untuk dapat menjawab kuesioner ini dengan baik, Bapak/Ibu dimohon untuk dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini : 1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuesioner. Bapak/Ibu akan mendapatkan kuesioner yang terdiri dari 2 lembar termasuk 1 halaman petunjuk. 2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuesioner sebelum mulai menjawab. 3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu alami dan rasakan sebenarnya. Jika terdapat pertanyaan yang kurang jelas bagi Bapak/Ibu, jawablah pertanyaan tersebut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu tentang maksud pertanyaan tersebut. 4. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner ini. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini Dilla Restu Pratiwi (Mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

106 93 IDENTITAS RESPONDEN (AKTIVIS GKM) Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini dengan jawaban yang sesuai! 1. No. Kuesioner :... (tidak perlu diisi) 2. Jenis kelamin : laki-laki perempuan 3. Pendidikan : SD SLTP SMA/Sederajat Perguruan Tinggi 4. Usia :... tahun 5. Masa kerja :... tahun 6. Bagian : Nama GKM : Posisi di GKM : Jumlah anggota GKM :... orang 10. Telah mengikuti GKM selama :... bulan/tahun (coret yg tidak perlu) 11. Alasan mengikuti GKM :... Berilah Tanda Cek ( ) 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 4. Setuju (S) 2. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat Setuju (SS) 3. Ragu- Ragu (RR) No. Kinerja Mutu (Y1) STS TS RR S SS 1. Saya mengetahui dan memahami tentang kebijakan mutu perusahaan 2. Proses penyerahan produk ke proses selanjutnya banyak menemui kendala.cntoh: terlambat masuk tanki/lab, dll. 3. Produk yang dihasilkan perusahaan sudah sesuai dengan standar mutu nasional maupun internasional. 4. Partisipasi karyawan dalam Konvensi GKM memberikan hasil yang signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. 5. Produk yang tidak layak/reject mengalami penurunan. 6. Kegiatan GKM menghasilkan perbaikan berkelanjutan. No. Produktivitas (Y2) STS TS RR S SS 1. Kemampuan kerja karyawan meningkat setelah mengikuti GKM. 2. Prosedur kerja mjd lebih sederhana karena hasil GKM. 3. Penggunaan sarana dan prasarana lebih baik dan efisien setelah diangkat menjadi topik makalah GKM. 4. Target kerja tidak/belum dapat terpenuhi. 5. Terjadi penurunan jumlah kecelakaan kerja. 6. Hasil GKM dapat mengurangi biaya produksi. No. Keberhasilan Pemecahan Masalah (X1) 1. Keberhasilan pemecahan persoalan ditentukan oleh komitmen, partisipasi dan kerjasama semua pihak (anggota, ketua, fasilitator) 2. Keberhasilan pemecahan persoalan ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan anggota, ketua, fasilitator serta pelatihan yang diberikan 3. Keberhasilan pemecahan persoalan ditentukan oleh sikap, kepekaan, & dukungan manajemen perusahaan 4. Keberhasilan pemecahan persoalan ditentukan oleh umpan balik yang disediakan. 5. Tujuan GKM kami adalah untuk meningkatkan produktivitas 6. Tujuan GKM kami adalah untuk meningkatkan kualitas 7. Tujuan GKM kami adalah untuk meningkatkan komunikasi antara para karyawan dengan manajemen 8. Tujuan GKM kami adalah untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan 1 STS 2 TS 3 RR 4 S 5 SS

107 94 No. Efektivitas Kerja Gugus (X2) 1. Saya dan anggota yang lain memberikan sumbangan yang berarti bagi GKM kami 2. Ketua GKM memberikan sumbangan yang berarti dalam GKM kami 3. Fasilitator memberikan sumbangan yang berarti dalam GKM kami 4. Pihak manajemen perusahaan memberikan sumbangan yang berarti bagi GKM kami 5. Perbaikan yang disarankan GKM dapat dipahami dan dilaksanakan oleh jajaran organisasi perusahaan No. Perasaan anggota gugus terhadap Perusahaan dan GKM (X3) 1. Pengalaman saya dengan GKM mengecewakan atau tidak menyenangkan. 2. Setelah bergabung dengan GKM, saya lebih mudah mengadakan komunikasi dengan pengawas. 3. GKM kami telah memberikan sumbangan yang berarti pada perusahaan. 4. Saya akan melakukan tugas apapun yang diperintahkan agar dapat tetap bekerja di perusahaan ini. 5. Saya akan berhenti dari perusahaan ini jika ditawari pekerjaan yang sama atau lebih baik di perusahaan lain. 6. Sasaran, nilai, dan tujuan yang saya miliki sama dan sejalan dengan sasaran, nilai, dan tujuan perusahaan. No. Aspek Teknis Gugus (X4) 1. Sebelum menjadi anggota GKM, saya dibekali latihan dalam pengambilan keputusan, penentuan sasaran dan memimpin pertemuan 2. Sebelum menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan tentang seven tools (analisis tulang ikan, statistik, grafik) 3. Sebelum menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan presentasi 4. Sebelum menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan brainstorming 5. Sebelum menjadi anggota GKM saya mendapat latihan tentang pemahaman MMT 6. Setelah menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan dalam pengambilan keputusan, penentuan sasaran dan memimpin pertemuan 7. Setelah menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan tentang seven tools (analisis tulang ikan, statistik, grafik) 8 Setelah menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan presentasi 9. Setelah menjadi anggota GKM, saya mendapat latihan brainstorming 10. Setelah menjadi anggota GKM saya mendapat lat MMT 1 STS 1 STS 1 STS 2 TS 2 TS 2 TS 3 RR 3 RR 3 RR 4 S 4 S 4 S 5 SS 5 SS 5 SS Terima kasih atas kesediaan Anda mengisi kuesioner ini.

108 95 Lampiran 3. Peta wilayah kegiatan Pertamina di Cilacap Keterangan gambar : 1. Area Kilang Kantor Pusat UP IV 2. Kantor Marine Area Penimbunan Minyak Mentah/ Crude Terminal, Black and White Oil Jelly 3. RSPC Swadana/Hospital Komplek Perumahan Pertamina Tegal Kamulyan 4. Tritih Golf Club Lapangan udara Tunggul Wulung 5. Komplek Perumahan Pertamina Gunung Simping 6. Hotel Griya Patra 7. Komplek Perumahan Pertamina Donan dan Sidanegara 8. UPPDN IV Cilacap Group 9. UPPDN IV Depot Cilacap 10. UPPDN LOBP Cilacap 11. Jalur pipa minyak mentah dan produk dari/ke Area 70 Kilang 12. Pipa Minyak Mentah di bawah laut (submarine pipeline) 13. Bangunan Penahanan Ombak/ Pelindung Pantai 14. Crude Island Berth 15. Transit Terminal Lomanis UPPDN IV Cilacap Group 16. Single Point Mooring Area UP IV Area UPPDN IV Jalur kereta api Jalur pipa Jalur jalan

MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN. Oleh DILLA RESTU PRATIWI H

MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN. Oleh DILLA RESTU PRATIWI H MEMPELAJARI EFEKTIVITAS PERAN GUGUS KENDALI MUTU DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI KASUS : PT PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN IV CILACAP) Oleh DILLA RESTU PRATIWI H24102001 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

GUGUS KENDALI MUTU. Oleh : SITTI MARLINA

GUGUS KENDALI MUTU. Oleh : SITTI MARLINA Tugas Makalah Manajemen Mutu Terpadu GUGUS KENDALI MUTU Oleh : SITTI MARLINA 21311153 JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI TIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT JASA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA (STUDI KASUS BIMBEL PRIMAGAMA, BOGOR) Oleh RENOVA H

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT JASA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA (STUDI KASUS BIMBEL PRIMAGAMA, BOGOR) Oleh RENOVA H ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT JASA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA (STUDI KASUS BIMBEL PRIMAGAMA, BOGOR) Oleh RENOVA H24102034 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: Pengertian Mutu

BAB II KERANGKA TEORI Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: Pengertian Mutu BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 2.1.1. Pengertian Mutu Menurut Hadiwiardjo & Wibisono (2000 : 17) mutu, sebagaimana yang diinterpretasikan oleh ISO 9000, merupakan perpaduan

Lebih terperinci

: IRWAN PURNOMO H

: IRWAN PURNOMO H MEMPELAJARI KINERJA PERUSAHAAN DALAM RANGKA MENCAPAI KONDISI EKSELEN DENGAN MENGGUNAKAN MALCOLM BALDRIGE CRITERIA FOR PERFORMANCE EXCELLENCE 2007 (STUDI KASUS PT. GARAM-PERSERO) Oleh : IRWAN PURNOMO H24104048

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR Oleh : YULI HERNANTO H 24076139 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2011 MODUL IX SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

Oleh ADE YOLARDI SAPUTRA H

Oleh ADE YOLARDI SAPUTRA H EVALUASI KINERJA PT. BALAI PUSTAKA (PERSERO) MENGGUNAKAN PENDEKATAN MALCOLM BALDRIGE CRITERIA FOR PERFORMANCE EXCELLENCE SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN KINERJA Oleh ADE YOLARDI SAPUTRA H24104126 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh SITI CHOERIAH H

PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD. Oleh SITI CHOERIAH H PENGUKURAN KINERJA PADA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD Oleh SITI CHOERIAH H24104026 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT SIM CARD MEREK SIMPATI DAN MENTARI. Oleh FEBRIANTO KURNIAWAN H

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT SIM CARD MEREK SIMPATI DAN MENTARI. Oleh FEBRIANTO KURNIAWAN H ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT SIM CARD MEREK SIMPATI DAN MENTARI (KASUS MAHASISWA STRATA SATU INSTITUT PERTANIAN BOGOR) Oleh FEBRIANTO KURNIAWAN H24102107 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT

ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT ANALISIS DAN PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KINERJA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA SUB DIREKTORAT PROPERTY AND FACILITIES MANAGEMENT PT. INDOSAT, Tbk. SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Definisi Taufiqur Rachman 1

Definisi Taufiqur Rachman 1 Total Quality Management By: Taufiqur Rachman Definisi Salah satu ilmu yang berorientasi pada kualitas dan merancang ulang sistem organisasi dalam mencapai tujuannya adalah Total Quality Management (TQM)

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 PADA PT. UNITEX Tbk, BOGOR. Oleh RETNA WULANDARI H

KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 PADA PT. UNITEX Tbk, BOGOR. Oleh RETNA WULANDARI H KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2000 PADA PT. UNITEX Tbk, BOGOR Oleh RETNA WULANDARI H24052635 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas 2.1.1. Definisi Kualitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam blog yang ditulis oleh Rosianasfar (2013), kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu, derajat

Lebih terperinci

KAJIAN ANTRIAN PASIEN UNIT RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PMI BOGOR. Oleh LELY AMELIA H

KAJIAN ANTRIAN PASIEN UNIT RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PMI BOGOR. Oleh LELY AMELIA H KAJIAN ANTRIAN PASIEN UNIT RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PMI BOGOR Oleh LELY AMELIA H24103051 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN. Oleh TRISNA LESTARI H

HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN. Oleh TRISNA LESTARI H HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Kasus : Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor) Oleh TRISNA LESTARI H24103083 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

Makalah Manajemen Operasional (Manajemen Kualitas)

Makalah Manajemen Operasional (Manajemen Kualitas) Makalah Manajemen Operasional (Manajemen Kualitas) DENNY HARIANTO NIM : 1401026015123456798900- KELAS : XXXIII - D MATA KULIAH : MANAJEMEN OPERASIONAL MAGISTER MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) DAN STRESSORS

HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) DAN STRESSORS HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) DAN STRESSORS KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus : Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan) Oleh DINI MARIANI H24103023 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA HOTEL HOLIDAY INN BANDUNG. Oleh: ANDIKA BUCHORI H

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA HOTEL HOLIDAY INN BANDUNG. Oleh: ANDIKA BUCHORI H ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA HOTEL HOLIDAY INN BANDUNG Oleh: ANDIKA BUCHORI H24102111 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

Materi 14 EVALUASI STRATEGI DAN KINERJA. deden08m.com 1

Materi 14 EVALUASI STRATEGI DAN KINERJA. deden08m.com 1 Materi 14 EVALUASI STRATEGI DAN KINERJA deden08m.com 1 EVALUASI STRATEGI DAN KINERJA: Posisi Perusahaan dalam Industri (1) Rencana bisnis yang efektif harus mendefinisikan secara jelas di mana posisi perusahaan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR KOMUNIKASI PEMASARAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN

PENGARUH FAKTOR KOMUNIKASI PEMASARAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PENGARUH FAKTOR KOMUNIKASI PEMASARAN PERUSAHAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN (Studi Kasus pada Wisatawan Domestik di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor) Oleh EKA TAMIA MAHAKAMI H24104056 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) PERTEMUAN # TAUFIQUR RACHMAN EBM503 MANAJEMEN KUALITAS

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) PERTEMUAN # TAUFIQUR RACHMAN EBM503 MANAJEMEN KUALITAS TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) PERTEMUAN #2 EBM503 MANAJEMEN KUALITAS 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mampu menerapkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Dyck dan Neubert, dalam buku Principles of Management (2011:7-9) management adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kualitas Kualitas merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena kualitas merupakan aspek utama yang diperhatikan oleh para konsumen dalam memenuhi

Lebih terperinci

Oleh : DHIKA YUDHA PERDANA H

Oleh : DHIKA YUDHA PERDANA H ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MALCOLM BALDRIGE CRITERIA FOR PERFORMANCE EXCELLENCE 2007(STUDI KASUS PT. ASURANSI EKSPOR INDONESIA JAKARTA) Oleh : DHIKA YUDHA PERDANA H24104113 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Oleh MELLY SILVIANI H

Oleh MELLY SILVIANI H ANALISIS EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ATASAN DAN BAWAHAN PADA KANTOR POS BOGOR Oleh MELLY SILVIANI H24104063 s DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 ANALISIS EFEKTIVITAS

Lebih terperinci

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) 1 TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) EMA503 Manajemen Kualitas Definisi 2 TQM Salah satu ilmu yang berorientasi pada kualitas dan merancang ulang sistem organisasi dalam mencapai tujuannya. Menandakan terjadinya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung)

ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung) ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEMBERIAN KREDIT (Studi Kasus : PT. Bank Lampung, Lampung) Oleh YULIA KURNIATI H24104024 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Total Quality Management dengan siklus PDCA (Plan Do Check Action)

BAB I PENDAHULUAN. Total Quality Management dengan siklus PDCA (Plan Do Check Action) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan dan organisasi pada umumnya menginginkan kualitas terbaik bagi pelanggannya, baik itu dalam bisnis manufaktur ataupun jasa. Berbagai macam alat atau metode

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS IKLAN PADA MEDIA TELEVISI (STUDI KASUS PADA PRODUK TEBS DI KOTA BOGOR) Oleh KURNIA DEWI H

ANALISIS EFEKTIVITAS IKLAN PADA MEDIA TELEVISI (STUDI KASUS PADA PRODUK TEBS DI KOTA BOGOR) Oleh KURNIA DEWI H ANALISIS EFEKTIVITAS IKLAN PADA MEDIA TELEVISI (STUDI KASUS PADA PRODUK TEBS DI KOTA BOGOR) Oleh KURNIA DEWI H24104097 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan oleh setiap level manajemen.

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan oleh setiap level manajemen. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap dibentuk karena ada tujuan yang ingin dicapai, termasuk bisnis, dalam hal ini perusahaan. Perusahaan selalu melakukan usaha atau aktivitas baik dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UJIAN AKHIR SEMESTER

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UJIAN AKHIR SEMESTER FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UJIAN AKHIR SEMESTER Mata Kuliah Dosen Hari / Tanggal Waktu Tempat : Manajemen Mutu Terpadu : 1. Prof. Dr. H. Dadang Suhardan, M. Pd. 2. Nugraha

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR. Oleh MAHARDHIKA YUDA H

ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR. Oleh MAHARDHIKA YUDA H ANALISIS KEPUASAN NASABAH TERHADAP MUTU PELAYANAN PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR Oleh MAHARDHIKA YUDA H24077025 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analistis yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

MUTU. Disusun: Ida Yustina

MUTU. Disusun: Ida Yustina MUTU Disusun: Ida Yustina 1 PERUBAHAN PARADIGMA DALAM MANAJEMEN (DAFT) Paradigma Lama Organisasi Vertikal Paradigma baru Organisasi Pembelajar Kekuatan-kekuatan Organisasi Pasar Tenaga Kerja Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun juga karena kualitas yang lebih baik (Gisella H.G Bella, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. namun juga karena kualitas yang lebih baik (Gisella H.G Bella, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat sekarang ini telah menciptakan persaingan bisnis yang semakin ketat. Tiap perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan keunggulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini setiap perusahaan dan industri bertahan di dalam perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Total Quality Management (TQM) sistematis terhadap perencanaan dan manajemen aktivitas. TQM dapat diterapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Total Quality Management (TQM) sistematis terhadap perencanaan dan manajemen aktivitas. TQM dapat diterapkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Total Quality Management (TQM) 1. Pengertian Total Quality Management (TQM) Total Quality Management (TQM) merupakan suatu bukti pendekatan sistematis terhadap perencanaan dan

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUKU BUNGA PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR. Oleh : ADINDA AYU LESTARI H

MANAJEMEN SUKU BUNGA PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR. Oleh : ADINDA AYU LESTARI H MANAJEMEN SUKU BUNGA PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) CABANG BOGOR Oleh : ADINDA AYU LESTARI H24051606 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK Adinda

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Kualitas Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar orang membicarakan masalah kualitas, misalnya: mengenai kualitas sebagian besar produk buatan luar negeri

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN MANAJER DAN SUPERVISOR BERDASARKAN PERSEPSI KARYAWAN PT COATS REJO INDONESIA DIVISI PRODUKSI. Oleh DENY MARCIAN H

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN MANAJER DAN SUPERVISOR BERDASARKAN PERSEPSI KARYAWAN PT COATS REJO INDONESIA DIVISI PRODUKSI. Oleh DENY MARCIAN H ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN MANAJER DAN SUPERVISOR BERDASARKAN PERSEPSI KARYAWAN PT COATS REJO INDONESIA DIVISI PRODUKSI Oleh DENY MARCIAN H24104076 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Manajemen Mutu Terpadu DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Biaya dan Pangsa Pasar Hasil yang diperoleh dari Pasar Perbaikan reputasi Peningkatan volume Peningkatan harga Perbaikan Mutu Peningkatan Laba Biaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan bisnis yang cepat menciptakan suatu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan bisnis yang cepat menciptakan suatu kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan lingkungan bisnis yang cepat menciptakan suatu kebutuhan akan suatu perusahaan yang tanggap untuk mempertahankan daya saingnya. Dalam persaingan

Lebih terperinci

PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. Arie Kusuma Wardana H

PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. Arie Kusuma Wardana H PERANCANGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA KANTOR CABANG UTAMA ROA MALAKA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK Oleh : Arie Kusuma Wardana H24104109 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA. Oleh EKO SUGENG HARAFI H

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA. Oleh EKO SUGENG HARAFI H ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DOMESTIK PT. CIPTA TERAS ADI BUSANA, JAKARTA UTARA Oleh EKO SUGENG HARAFI H24103082 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI PRESSURE TANK PH 100 (STUDI KASUS di CV. SAGA MULTI INDUSTRI, SUKABUMI) Oleh YAN RISIANA H

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI PRESSURE TANK PH 100 (STUDI KASUS di CV. SAGA MULTI INDUSTRI, SUKABUMI) Oleh YAN RISIANA H ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI PRESSURE TANK PH 100 (STUDI KASUS di CV. SAGA MULTI INDUSTRI, SUKABUMI) Oleh YAN RISIANA H24103006 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PROSES PERUBAHAN DAN PENGOPERASIAN TQM

PROSES PERUBAHAN DAN PENGOPERASIAN TQM PROSES PERUBAHAN DAN PENGOPERASIAN TQM STIE Dewantara MKUAL-02 Pendahuluan Dewasa ini iklim perekonomian dunia tampak semakin kurang menentu, dan perubahan yang terjadi akhir-akhir ini justru banyak yang

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN MUTU TERPADU Perlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

MAKALAH MANAJEMEN MUTU TERPADU Perlibatan dan Pemberdayaan Karyawan MAKALAH MANAJEMEN MUTU TERPADU Perlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Manajemen Mutu Terpadu DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 : Fuchsia Dara. P Ridho Ilahi Gesi Chrysita (RRC1B013008)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Kualitas/Mutu Keberhasilan suatu proyek dapat diukur dengan penilaian atas biaya, mutu dan waktu. Kualitas menurut ISO 8402 adalah keseluruhan ciri dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS Untuk membantu perusahaan dalam mempersiapkan diri mengimplementasikan MBCfPE di dalam organisasi, maka penulis mencoba untuk membuat suatu model yang bertujuan: - Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai laba yang maksimal. Maka, manajemen perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai laba yang maksimal. Maka, manajemen perusahaan dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi persaingan yang terus meningkat pada masa sekarang ini, untuk mencapai tujuan perusahaan menciptakan kinerja yang unggul dan mencapai laba

Lebih terperinci

BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA

BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA Kualitas didefinisikan dalam banyak cara. Menurut James Martin, konsultan komputer terkenal, mendeskripsikan kualitas perangkat lunak sebagai tepat

Lebih terperinci

MANAJEMEN MUTU TERPADU

MANAJEMEN MUTU TERPADU MANAJEMEN MUTU TERPADU DIKLAT TEKNIS PELAYANAN PRIMA TURWELIS Widyaiswara Madya Badikltda Jabar www.themegallery.com Nama : Dra. Turwelis, S.Pd Tempat/tgl Lahir : Bandung, 26 Pebruari 1964 Jabatan : Widyaiswara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Memasuki era globalisasi aktivitas bisnis saat ini, dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Memasuki era globalisasi aktivitas bisnis saat ini, dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi aktivitas bisnis saat ini, dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi, telah menuntut berbagai perusahaan

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT (Studi Kasus pada PT Adi Putra Perkasa, Cicurug - Sukabumi) Oleh ASEP SOLEHUDIN H24103066 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

JURNAL ANALISIS DATA dan STANDAR KUALITAS UNTUK SITUS WEB PEMERINTAHAN INDONESIA BIDANG KEPENDUDUKAN ABSTRAK

JURNAL ANALISIS DATA dan STANDAR KUALITAS UNTUK SITUS WEB PEMERINTAHAN INDONESIA BIDANG KEPENDUDUKAN ABSTRAK JURNAL ANALISIS DATA dan STANDAR KUALITAS UNTUK SITUS WEB PEMERINTAHAN INDONESIA BIDANG KEPENDUDUKAN 1 Cecep Budiman 1 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas

Lebih terperinci

QUALITY IS FIT FOR USE Retno Djohar Juliani *)

QUALITY IS FIT FOR USE Retno Djohar Juliani *) QUALITY IS FIT FOR USE Retno Djohar Juliani *) Abstrak Dalam perjalanan menuju TQM/ TOTAL QUALITY MANAGEMENT, hingga kini masih ada pihak-pihak yang mempertanyakan konsep tersebut dan bahkan menanggapinya

Lebih terperinci

EVALUASI RANTAI PASOKAN OBAT DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH. Oleh PUSPITA ROSA H

EVALUASI RANTAI PASOKAN OBAT DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH. Oleh PUSPITA ROSA H EVALUASI RANTAI PASOKAN OBAT DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH Oleh PUSPITA ROSA H 24066004 PROGRAM SARJANA MANAJEMENPENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

MANAGEMENT INDUSTRI (QUALITY CONTROL) By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab. 1

MANAGEMENT INDUSTRI (QUALITY CONTROL) By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab. 1 MANAGEMENT INDUSTRI (QUALITY CONTROL) By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab. 1 MATERI KULIAH Konsep Kualitas Perkembangan Pengendalian Mutu Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) Gugus Kendali

Lebih terperinci

BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK

BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK BAB 5 ASPEK MUTU PRODUK Desain Produk : Dwi Purnomo www. agroindustry.wordpress.com Setelah membaca bab ini,diharapkan: Memahami arti dan pentingnya peranan mutu suatu produk Mengetahui batasan mutu produk

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI ABSTRAK Fakultas Teknik Univ. Mahasaraswati Denpasar Tujuan utama dalam konstruksi adalah ketepatan

Lebih terperinci

STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor. Oleh RISKA PRATIWI H

STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor. Oleh RISKA PRATIWI H STRATEGI HARGA PADA UKM KERAJINAN KERAMIK Studi Kasus pada CV. Munti Bali, Bogor Oleh RISKA PRATIWI H24104131 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK Riska

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut dapat bersaing dalam era perdagangan bebas

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut dapat bersaing dalam era perdagangan bebas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan dituntut dapat bersaing dalam era perdagangan bebas yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi yang tumbuh pesat, perusahaan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN KINERJA KARYAWAN PADA DEPARTEMEN WEAVING PT UNITEX, Tbk. Oleh ARIS HARYANA H

ANALISIS KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN KINERJA KARYAWAN PADA DEPARTEMEN WEAVING PT UNITEX, Tbk. Oleh ARIS HARYANA H ANALISIS KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN KINERJA KARYAWAN PADA DEPARTEMEN WEAVING PT UNITEX, Tbk Oleh ARIS HARYANA H24076018 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendahuluan Six Sigma merupakan konsep yang relatif baru bagi banyak organisasi. Six Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa cacat), tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan bisnis semakin ketat baik persaingan dengan kompetitor lokal maupun asing. Hal tersebut dapat dilihat dengan ada-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut setiap perusahaan untuk dapat bersaing dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut setiap perusahaan untuk dapat bersaing dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menuntut setiap perusahaan untuk dapat bersaing dalam dunia perdagangan. Bahkan krisis ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan membuat persaingan

Lebih terperinci

KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE. Oleh NISAA MARDHIYYAH H

KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE. Oleh NISAA MARDHIYYAH H KINERJA PENYAMPAIAN SUKU CADANG PT TOYOTA-ASTRA MOTOR DENGAN MODEL SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE Oleh NISAA MARDHIYYAH H24103115 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN ISO 9001: 2000 PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk, BOGOR. Oleh WIDIANINGRUM H

ANALISIS PENERAPAN ISO 9001: 2000 PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk, BOGOR. Oleh WIDIANINGRUM H ANALISIS PENERAPAN ISO 9001: 2000 PADA PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk, BOGOR Oleh WIDIANINGRUM H24102015 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 iv ABSTRAK WIDIANINGRUM.

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRATEGI DENGAN PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD PADA PT. RELIFE REALTY INDONESIA DEPOK. Oleh AKHIRUDIN ANNAFI H

PERANCANGAN STRATEGI DENGAN PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD PADA PT. RELIFE REALTY INDONESIA DEPOK. Oleh AKHIRUDIN ANNAFI H PERANCANGAN STRATEGI DENGAN PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD PADA PT. RELIFE REALTY INDONESIA DEPOK Oleh AKHIRUDIN ANNAFI H 24076005 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

Manajemen Produksi dan Operasi

Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen Produksi dan Operasi Dahulu Produk2 yang cacat (yang bisa menyebabkan kecelakaan, kerusakan dan pencemaran) tidak menjadi masalah utama, yang penting bisa memproduksi banyak. Sekarang. Sasaran

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS SALURAN DISTRIBUSI FRUIT TEA DI WILAYAH BOGOR (STUDI KASUS PADA KANTOR PENJUALAN (KP) BOGOR PT. SINAR SOSRO)

ANALISIS EFEKTIVITAS SALURAN DISTRIBUSI FRUIT TEA DI WILAYAH BOGOR (STUDI KASUS PADA KANTOR PENJUALAN (KP) BOGOR PT. SINAR SOSRO) ANALISIS EFEKTIVITAS SALURAN DISTRIBUSI FRUIT TEA DI WILAYAH BOGOR (STUDI KASUS PADA KANTOR PENJUALAN (KP) BOGOR PT. SINAR SOSRO) Oleh ETTY NUR BAETI H24103062 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS PADA PT X BOGOR. Oleh RESTY LHARANSIA H

FAKTOR-FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS PADA PT X BOGOR. Oleh RESTY LHARANSIA H FAKTOR-FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KOMPETENSI 360 DERAJAT PADA PT X BOGOR Oleh RESTY LHARANSIA H24051549 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu dengan menggunakan tenaga manusia sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA PENGIRIMAN EKSPRES (STUDI KASUS : PT PANDU SIWI SENTOSA CABANG BOGOR)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA PENGIRIMAN EKSPRES (STUDI KASUS : PT PANDU SIWI SENTOSA CABANG BOGOR) ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN JASA PENGIRIMAN EKSPRES (STUDI KASUS : PT PANDU SIWI SENTOSA CABANG BOGOR) Oleh AHMAD ZULKARNAEN H24076004 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan memiliki beberapa fungsi penting yang menunjang kegiatan-kegiatan yang ada. Dalam rangka mencapai visi dan misi tertentu, suatu perusahaan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbasis pada kemampuan riset dan untuk lebih mendekatkan antara teori dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbasis pada kemampuan riset dan untuk lebih mendekatkan antara teori dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam usaha untuk mewujudkan universitas yang berbasis pada kemampuan riset dan untuk lebih mendekatkan antara teori dan praktek, maka diperlukan

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. ANALISIS TEKNIK PENENTUAN UKURAN LOT PEMESANAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT. BOEHRINGER INGELHEIM INDONESIA, BOGOR Oleh : LUTHFAN LUTHFIR RAHMAN H24052637 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

TESIS. Oleh: SUGIYARMASTO P PROGRAM PASCASARJANA - MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TESIS. Oleh: SUGIYARMASTO P PROGRAM PASCASARJANA - MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ANALISIS PERSEPSI PENGELOLA AKADEMIK DITINJAU DARI FAKTOR-FAKTOR KRITIS TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN INTEGRASINYA KE DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI SWASTA DI SURAKARTA TESIS Oleh: SUGIYARMASTO P 100040068

Lebih terperinci

Pengertian Total Quality Management (TQM)

Pengertian Total Quality Management (TQM) Pengertian Total Quality Management (TQM) Untuk memahami Total Quality Management, terlebih dahulu perlu dijabarkan pengertian kualitas (quality), dan manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management).

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN GRAGE SANGKAN HOTEL SPA KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT. Oleh LONIK DIRIANTINI H

ANALISIS MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN GRAGE SANGKAN HOTEL SPA KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT. Oleh LONIK DIRIANTINI H ANALISIS MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN GRAGE SANGKAN HOTEL SPA KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT Oleh LONIK DIRIANTINI H24050191 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat perkembangan dan kemajuannya. Hal tersebut menuntut sumber daya manusia di suatu negara berkompetisi

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di era globalisasi seiring dengan semakin ketatnya tingkat kompetisi yang dihadapi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan merupakan hal yang sangat diinginkan oleh setiap organisasi. Hal inilah yang seringkali membuat organisasi terus menerus melakukan perbaikanperbaikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor) menuntut pihak-pihak pelaksana konstruksi meningkatkan mutu dan caracara

BAB I PENDAHULUAN. sektor) menuntut pihak-pihak pelaksana konstruksi meningkatkan mutu dan caracara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya pembangunan fisik (infrastruktur dalam berbagai sektor) menuntut pihak-pihak pelaksana konstruksi meningkatkan mutu dan caracara pelaksanaan proyek

Lebih terperinci

MANAJEMEN MUTU. Pendekatan Manajemen Mutu: Kaizen Total Quality Management

MANAJEMEN MUTU. Pendekatan Manajemen Mutu: Kaizen Total Quality Management MANAJEMEN MUTU Pentingnya Mutu Pada awal berkembangnya industri pada abad ke-18, kecenderungan pada masa itu bagaimana dapat memproduksi sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri bahwa persaingan dalam dunia bisnis menjadi sangat ketat dimana setiap pelaku bisnis diberi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Statistic Quality Control (SQC) Statistik merupakan teknik pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisa informasi yang terkandung di

Lebih terperinci

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN BALANCED SCORECARD Disusun OLEH Bobby Hari W (21213769) Muhamad Deny Amsah (25213712) Muhammad Rafsanjani (26213070) Roby Aditya Negara (28213044) Suci Rahmawati Ningrum (28213662)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan penulis pada PT.BINTANG ALAM SEMESTA, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1.

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN WAKTU PROSES PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN MELALUI JASA TITIPAN. Oleh : STANISLAUS BANDUNG ARGOPUTRO H

ANALISIS PERHITUNGAN WAKTU PROSES PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN MELALUI JASA TITIPAN. Oleh : STANISLAUS BANDUNG ARGOPUTRO H ANALISIS PERHITUNGAN WAKTU PROSES PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN MELALUI JASA TITIPAN (Studi kasus : Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Khusus Bandara Internasional Soekarno Hatta) Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Process Quality Management Manajemen Kualitas Proses merupakan salah satu fungsi dari Total Quality Management (TQM). Manajemen Kualitas Proses merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara XIII (Persero) Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai sistem manajemen strategik yang dapat

Lebih terperinci