HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi, maka dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan, terutama terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/P-IRT). Pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan dilakukan setiap tahun oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia (26 Propinsi). Pada saat melakukan pemeriksaan rutin tersebut dilakukan penilaian terhadap sarana produksi pangan dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan dan minuman (Form :A). Hasil pemeriksaan sarana tersebut dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan, dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form : RA). Form.A dan RA dapat dilihat pada Lampiran.1 dan 2 Pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi secara keseluruhan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dilakukan terhadap 11,144 sarana produksi pangan, meliputi sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas dan industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang produknya sudah mempunyai nomor persetujuan pendaftaran (MD, SP atau P-IRT) maupun sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar di Badan POM maupun Dinas Kesehatan setempat. Sarana yang diperiksa tersebut meliputi 1,645 sarana produksi pangan berskala menengah keatas, 6,831 sarana produksi pangan skala industri rumah tangga pangan (IRT-P), dan 2,668 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar. Total sarana produksi pangan yang diperiksa merupakan gabungan hasil pemeriksaan dari tahun 2005 sampai 2008, dengan rincian seperti pada Tabel 1.

2 Tabel.1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun TAHUN SARANA NO Skala menengah keatas (MD) Skala industri rumah tangga 2 (SP/P-IRT) 1,677 2,035 1,666 1,453 3 Produknya tidak terdaftar Jumlah 2,580 3,185 2,814 2, Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun skala IRT, dapat dijadikan sebagai indikator kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan. Cakupan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas maupun IRT-P, dari tahun 2005 sampai dengan 2008 cenderung turun. Dengan turunnya cakupan pemeriksaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan cenderung turun. Penurunan kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dapat terjadi diantaranya karena laju pertumbuhan atau perkembangan sarana produksi pangan yang tidak sebanding dengan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahunnya, terutama untuk sarana produksi skala IRT-P yang tumbuh kembangnya sangat pesat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut sudah tutup atau tidak

3 28 berproduksi lagi, namun jumlah yang terdata di BB/Balai POM ataupun Dinas Kesehatan setempat belum berubah, karena tidak ada laporan atau belum pernah dilakukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi persentase dari cakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, sehingga hasil kinerja BB/Balai POM menjadi turun. Selain hal tersebut penurunan cakupan pemeriksaan dapat juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan juga terhadap sarana produksi yang produknya tidak terdaftar, karena jangkauan pemeriksaan yang luas dengan lokasi yang sulit dijangkau, terbatasnya jumlah petugas pengawas pangan (food inspector) di BB/Balai POM, serta keterbatasan dana yang tersedia untuk pemeriksaan sarana produksi pangan. Lingkup kerja BB/Balai POM, selain melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, juga melakukan pemeriksaan terhadap obat, obat tradisional, kosmetika dan bahan berbahaya. Dengan adanya keterbatasan jumlah pengawas tersebut, seorang pengawas pangan tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, melainkan juga melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat, obat tradisional, kosmetik dan lain lain, termasuk melakukan penelusuran kasus. Gambaran cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM dapat dilihat pada Gambar Sarana MD (%) Sarana IRT-P (%) Gambar.1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM.(n=8,476), Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) = 2,783 sarana, sarana prduksi pangan skala IRT-P = 54,213 sarana

4 Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah data produk pangan yang terdaftar di Badan POM dengan menggunakan nomor MD serta di Dinas Kesehatan, dengan menggunakan nomor SP atau P-IRT yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia yang dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan. Data tersebut tidak semuanya dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, pengisian formulir pemeriksaan (form RA) yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan sarana produksi pangan yang tidak aktif yaitu sarana produksi pangan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas Balai Besar/Balai POM sedang tidak melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena sarana sudah tutup dan tidak produksi lagi, sarana tidak produksi untuk sementara waktu, dan sarana pindah lokasi. Oleh karena itu tidak semua data sarana produksi yang diperiksa dievaluasi dalam kajian ini. Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan tahun 2005 terhadap sebanyak 2,580 sarana, jumlah sarana yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 1,947 sarana, meliputi 344 sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas (MD) dan 1,603 sarana IRT-P. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap 633 sarana sisanya, yang terdiri dari 520 sarana yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi. Untuk tahun 2006, dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan terhadap 3,185 sarana, hanya dilakukan evaluasi terhadap 2,309 sarana. Data pemeriksaan tahun 2006 yang tidak dapat dievaluasi sebanyak 876 sarana, meliputi 765 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa pada tahun 2007 adalah sebanyak 2,814 sarana, dari jumlah tersebut dilakukan evaluasi terhadap 1,968 sarana. Sedangkan jumlah sarana yang tidak dievaluasi sebanyak 846 sarana,

5 30 meliputi 715 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 131 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan terhadap 2,565 sarana produksi pangan yang dilaporkan pada tahun 2008, hanya dapat dilakukan evaluasi terhadap 1,741 sarana. Sedangkan sarana yang tidak dievaluasi adalah 824 sarana, meliputi 668 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 156 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Perbandingan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa dan dievaluasi dapat dilihat pada Gambar.2. 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Jumlah % Jumlah % diperiksa dievaluasi MD 1, , IRT-P 6, , TTD 2, Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun , dan yang dievaluasi, berdasarkan status pendaftaran (n=11,144).ttd = tidak terdaftar Secara keseluruhan dari tahun , jumlah sarana produksi skala menengah ke atas yang dievaluasi adalah sebanyak 1,466 sarana, jumlah tersebut sudah mewakili 52.6% dari sarana produksi menengah ke atas yang ada (2,789 sarana). Sedangkan jumlah sarana produksi skala IRT-P yang dievaluasi sebanyak 6,499 sarana, hanya sebesar 12.0% dari sarana IRTP yang ada (54,213 sarana). Pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah ke atas rata-rata setiap tahun sekitar 13.2% dan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P sebesar 3% setiap tahunnya.

6 31 Dari evaluasi jumlah sarana produksi pangan yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM, di beberapa propinsi masih terdapat jumlah pemeriksaan yang kurang dari 10,0% dari jumlah sarana produksi pangan menengah ke atas dan sarana produksi pangan skala IRT-P. Pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas yang kurang dari 10,0% terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan untuk sarana IRT-P terdapat di 9 Propinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Kecilnya jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa, antara lain disebabkan karena jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang terlalu banyak dan lokasi sarana yang sebagian besar berada di wilayah kabupaten dan jauh dari ibukota Propinsi, sehingga tidak semua dapat terjangkau. Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan sarana IRT-P sudah diperiksa oleh petugas Distric Food Inspector (DFI) yang pernah dilatih oleh Badan POM, namun laporan pemeriksaannya berada di Dinas Kesehatan setempat (tidak dikirimkan/ditembuskan ke BB/Balai POM terkait). Hal lain yang dapat mempengaruhi kecilnya persentase pemeriksaan terhadap sarana IRT-P adalah tidak adanya laporan jika sarana IRT-P tersebut tutup atau tidak berproduksi lagi, sehingga diperlukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P secara berkala. Pendataan ulang tersebut sangat berguna untuk merencanakan target pemeriksaan selanjutnya. Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas di beberapa propinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali, NTB dan NTT selama 4 (empat) tahun, dari tahun lebih besar dari 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena data hasil pemeriksaan yang disajikan dan dievaluasi merupakan data kumulatif selama empat tahun. Hasil evaluasi data setiap tahun, di propinsi Sumatera Barat dilakukan pemeriksaan sarana produksi menengah keatas sebanyak 14 sarana (93.3%) pada tahun 2005, 5 sarana (31.3%) tahun 2006, tidak tercatat adanya data yang dievaluasi pada tahun 2006, dan pada tahun 2008 diperiksa sebanyak 5 sarana (29.4%). Hasil evaluasi data dari propinsi jambi, dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas sebanyak 8 sarana (72.7%) tahun 2005, 5 sarana (38.5%) tahun 2006, 2 sarana (15.4%) tahun 2007 dan 6 sarana (46.2%) pada tahun Untuk Propinsi D.I.Yogyakarta dilakukan pemeriksaan dari tahun

7 , berturut-turut 12 sarana (60%), 17 sarana (85%), 18 sarana (78.3%) dan 16 sarana (66.7%). Pemeriksaan sarana produksi menengah keatas yang dilakukan di propinsi Kalimantan Barat berturut-turut dari tahun sebanyak 17 sarana (89.5%), 5 sarana (22.7%), 5 sarana (18.5%), dan 6 sarana (18.8%). Sarana produksi pangan skala menengah keatas yang berada di Propinsi Bali dari tahun diperiksa sebanyak 21 sarana (37.5%), 11 sarana (18%), 29 sarana (43.3%) dan 16 sarana (22.5%). Untuk propinsi Nusa Tenggara Barat tidak tercatat adanya pemeriksaan sarana produksi pangan pada tahun Pada tahun berturut-turut dilakukan pemeriksaan sebanyak 4 sarana (50%), 4 sarana (40%), dan 8 sarana (72.7%). Hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dari tahun sebanyak 4 sarana (66.7%), 4 sarana (30.8%), 7 sarana (40%) dan 6 sarana (42.5%). Pemeriksaan sarana IRT-P di propinsi Bengkulu pada tahun sebanyak 84 sarana (37.5%), 204 sarana (84.6%), 58 sarana (19.6%) dan 7 sarana (2.4%). Dari rincian sarana yang diperiksa dan dievaluasi setiap tahun dari tahun hasilnya tidak ada yang melebihi 100%, namun ada kemungkinan pengulangan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun sarana IRT-P di wilayah tersebut. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun , dari sarana produksi pangan yang terdaftar, dapat dilihat pada Tabel.2. Sedangkan persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang diperiksa setiap tahun, dapat dilihat pada Lampiran. 3 dan 4.

8 33 Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun , dari sarana produksi pangan yang terdaftar. MD IRT-P NO PROPINSI JUMLAH SARANA DIEVALU ASI % JUMLAH SARANA DIEVALU ASI 1 NAD Sumatera Utara , Sumatera Barat , Riau , Jambi Sumatera Selatan , Bengkulu Lampung , DKI Jakarta , Jawa Barat , Jawa Tengah , D.I.Yogyakarta ,840 1, Jawa Timur , Kalimantan Barat Kalimantan Tengah , Kalimantan Selatan , Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara , Bali , Nusa Tenggara Barat , Nusa Tenggara Timur Maluku Irian Jaya , Jumlah 2,789 1, ,213 6, % Pada waktu melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, dilakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Penilaian pemenuhan CPMB tersebut meliputi 20 grup. Dari 20 grup tersebut, ada 5 (lima) grup yang disebut sebagai grup lima utama yaitu grup F (pabrik ruang pengolahan), Grup J (pabrik binatang perusak/serangga), grup K (peralatan), Grup L (suplai air) dan grup M (higiene perorangan).

9 34 Penilaian terhadap sarana produksi pangan tersebut diberikan dengan nilai baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan mendapatkan nilai B apabila 5 grup utama semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 grup mendapat nilai K. Nilai C diberikan kepada sarana produksi pangan yang 4 grup utama mendapat nilai B, dan hanya 3 grup lainnya mendapat nilai K. Sedangkan sarana yang mendapat nilai kurang adalah sarana produksi yang 2 atau 3 grup utama mendapat nilai K, dan grup lainnya banyak mendapat nilai K. Evaluasi terhadap laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun , secara keseluruhan didapatkan hasil sarana produksi yang mendapatkan nilai K cenderung menurun dari tahun , kecuali di tahun Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar B (%) C (%) K (%) Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K) terhadap pemenuhan CPMB (n=7,965) Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat

10 35 (TMS). Sarana produksi pangan yang memenuhi syarat merupakan cerminan sarana produksi pangan yang telah melaksanakan cara produksi makanan yang baik (CPMB), sedangkan sarana produksi yang TMS bukan berarti bahwa sarana tersebut tidak melaksanakan CPMB. Sarana produksi dengan hasil pemeriksaan TMS tersebut kemungkinan sudah melaksanakan CPMB namun belum maksimal, atau pemahamannya tentang CPMB masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut tentang CPMB, agar tidak terjadi kesalahan yang sama di pemeriksaan berikutnya. Pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan pada tahun 2005, mendapatkan hasil memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,213 sarana (62.3%) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 734 sarana (37.7%). Pada tahun 2006 dari 2,309 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana yang MS sebanyak 1,376 sarana (59.6%) dan TMS sebanyak 933 sarana (40.4 %). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,968 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,325 sarana (67.3%) dan 643 sarana (32.7 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,741 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 1,213 sarana (69.7 %) dan TMS 528 sarana (30,3 %). Persentase sarana produksi pangan yang ditemukan TMS dari tahun 2005 sampai dengan 2008, cenderung menurun, kecuali pada tahun Berdasarkan hasil evaluasi tersebut secara keseluruhan, sarana produksi pangan yang memenuhi ketentuan penerapan CPMB cenderung meningkat, dan sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB cenderung menurun di setiap tahun, kecuali pada tahun Meskipun ada kecenderungan meningkatnya sarana produksi yang MS dan menurunnya temuan sarana produksi pangan yang TMS, belum bisa dinyatakan sepenuhnya bahwa ada perbaikan terhadap temuan temuan sebelumnya, karena belum ada keseragaman jumlah sarana yang diperiksa, sarana yang diperiksa belum tentu merupakan sarana yang sama, demikian juga dengan jenis pangan dan skala industri dari sarana produksi yang diperiksa. Gambaran hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi dapat dilihat pada Gambar.4. Sedangkan hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan secara rinci, dapat dilihat pada Lampiran.5. dan 6.

11 MS (%) TMS (%) Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB (n=7,965) 4.3. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan cara produksi pangan yang baik (CPMB) Berdasarkan analisis data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Prodpinsi, tahun , dan dievaluasi dalam kajian ini, dilakukan pengelompokan dalam hal pemenuhan komponen CPMB Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB, berdasarkan status pendaftaran atau skala industri Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang di evaluasi berdasarkan status pendaftaran atau skala industri pangan, meliputi : Sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala menengah keatas (MD), yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 344 sarana dengan hasil MS sebanyak 292 sarana (84.9%) dan TMS sebanyak 52 sarana (15,1 %). Hasil pemeriksaan sarana produksi yang MS, meliputi 98 sarana memperoleh nilai baik (B) dan 194 sarana dengan nilai cukup (C), sedangkan yang TMS mendapat nilai kurang (K). Pada tahun 2006 dari 359 sarana produksi pangan, diperoleh hasil

12 37 pemeriksaan sarana MS sebanyak 304 sarana (84,7 %) meliputi 102 sarana memperoleh nilai B dan 202 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS dengan nilai K sebanyak 55 sarana (15,3 %). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 382 sarana dengan hasil MS sebanyak 323 sarana (84.5 %), meliputi 89 sarana dengan nilai B dan 234 sarana dengan nilai C, 59 sarana (15.4 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 381 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 327 sarana (85.8 %), meliputi 111 sarana dengan nilai B dan 216 sarana dengan nilai C, 54 sarana (14,2 %) ditemukan TMS. Persentase sarana yang memenuhi syarat terhadap pemenuhan komponen CPMB, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, cenderung stabil (85-86%). Sarana produksi yang tidak memenuhi persyaratan pemenuhan komponen CPMB sebanyak 14-15%. Komponen CPMB dari grup 5 (lima) utama yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat pada sarana produksi pangan skala menengah keatas adalah higiene perorangan dan ruang pengolahan. Penyimpangan pemenuhan terhadap higiene perorangan diantaranya disebabkan karena tidak adanya petunjuk yang jelas tentang higiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan higiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku karyawan (makan dan minum di ruang produksi), tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. Selain hal tersebut, pada saat ini banyak pemilik sarana yang lebih memilih memperbanyak karyawan kontrak, yang pada umumnya diambil dari yang berpendidikan rendah (lulus SD atau SMP), sehingga lebih sulit untuk diberi pemahaman. Penyimpangan pada ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihah lantai, dinding dan langit-langit, dan konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit untuk dibersihkan. Gambaran hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar.5.

13 MS TMS Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini. (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun Sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (SP atau P-IRT) Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala industri rumah tangga, yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 1,603 sarana dengan hasil MS sebanyak 921 sarana (57.4%), meliputi 71 sarana memperoleh nilai B dan 850 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS, dengan nilai K sebanyak 882 sarana (42.5%). Pada tahun 2006 dari 1,950 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana MS sebanyak 1,072 sarana (55.0%), meliputi 79 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 878 sarana (45,0%). Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,586 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,002 sarana (63.2%), meliputi 49 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS dengan nilai K ditemukan 584 sarana (36,8%). Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,360 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 886 sarana (65.1%), meliputi 78 sarana dengan nilai B dan 808 sarana dengan nilai C. Ditemukan sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 474 sarana (34,8%).

14 39 Persentase sarana produksi yang memenuhi syarat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berkisar antara %. Persentase tersebut cenderung menurun pada tahun 2006, dan kemudian cenderung meningkat lagi di tahun 2007 dan Kecenderungan menurunnya persentase sarana yang memenuhi syarat belum bisa disimpulkan bahwa sarana produksi yang menerapkan CPMB menurun. Demikian juga untuk temuan sarana yang TMS cenderung naik, bukan berarti banyak sarana yang sengaja melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut kemungkinan tejadi karena sarana yang diperiksa tidak sama dengan tahun sebelumnya, sarana yang diperiksa merupakan IRT-P yang baru sehingga pemahamannya mengenai CPMB masih kurang dan perlu adanya pembinaan lebih lanjut. Terdapat 4 (empat) komponen CPMB yang termasuk dalam grup 5 utama yang sering tidak dipenuhi oleh sarana produksi skala IRT-P yaitu ruang pengolahan, higiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, serta peralatan produksi, namun yang paling sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah ruang pengolahan dan higiene perorangan. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB (84 85%) cenderung lebih besar dari sarana IRT-P (57 65%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut diantaranya karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional, pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, demikian juga dengan kemampuannya, sehingga sulit untuk memenuhi unsur-unsur dalam penerapan CPMB dan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan. Selain kemampuan dan pengetahuan pemilik sarana dan karyawan, faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan pembinaan adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berada di BB/Balai POM sebagai petugas Food Inspector dan District Food Inspector (DFI), serta di Dinas Kesehatan setempat, sebagai petugas DFI. Selain faktor SDM, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kerjasama Dinas Kesehatan setempat agar dapat memberdayakan DFI di wilayahnya untuk mengawasi sarana produksi pangan skala IRT-P di wilayahnya,

15 40 sekaligus memberikan pembinaan terhadap sarana produksi tersebut dalam menerapkan persyaratan CPMB. Gambaran hasil pemeriksaan sarana tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar MS TMS Gambar 6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P, yang di evaluasi dalam kajian ini (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi pada kajian ini diperoleh dari laporan pemeriksaan sarana produksi pangan dalam wilayah kerja (catchment area) Balai Besar/Balai POM di 26 propinsi, meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimanta Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya, dari tahun Sarana produksi pangan di 26 propinsi tersebut mencakup propinsi yang baru yaitu Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka

16 41 Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Mengingat luasnya wilayah pemeriksaan BB/Balai POM dan adanya keterbatasan keterbatasan, baik pengawas, maupun dana, maka pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan berdasarkan skala prioritas. Pemeriksaan diutamakan terhadap sarana produksi pangan yang produknya ditemukan tidak memenuhi syarat di sarana distribusi, sarana produksi yang belum pernah diperiksa dan sarana yang pada pemeriksaan sebelumnya masih mendapat nilai kurang atau tidak memenuhi syarat, termasuk penelusuran kasus. Berdasarkan data yang dievaluasi dalam kajian ini, tidak tercatat adanya laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah pada tahun , Jawa Timur dan Kalimantan Tengah tahun 2005, Kalimantan Selatan tahun 2006 serta Sumatera Barat tahun Tidak adanya laporan pemeriksaan bukan berarti tidak dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan di wilayah propinsi tersebut. Tidak adanya laporan bisa terjadi karena laporan yang dikirimkan tidak sampai, terlambat diterima, format laporan yang dikirimkan tidak sesuai dengan format yang ditentukan atau laporan dikirimkan melalui sistem informasi elektronik (SIE). Laporan yang dikirimkan dengan format yang berbeda dan melalui SIE tersebut tidak bisa di datakan dan di evaluasi karena tidak semua aspek - aspek penilaian tercakup dalam laporan tersebut. ini, Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian menunjukkan bahwa persentase rata-rata sarana produksi pangan skala

17 42 menengah keatas yang memenuhi syarat adalah 85.0% dan tidak memenuhi syarat adalah 15.0%, sedangkan sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat adalah 59.7% dan tidak memenuhi syarat 40.3%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa secara umum, sarana produksi pangan skala menengah keatas mempunyai kondisi pemenuhan persyaratan CPMB yang lebih baik dibandingkan dengan sarana produksi skala IRT-P. Kecuali di beberapa Propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas yang tidak memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari IRT-P, yaitu di Jambi. Selain Hal tersebut, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS penerapan CPMB sama banyaknya dengan IRT-P ditemukan di propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB lebih rendah dibandingkan dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas, dapat terjadi karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional. Pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, terutama pemahaman tentang pelaksanaan higiene perorangan. Tidak mudah untuk merubah perilaku karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, untuk menerapkan praktek higiene, meskipun sudah ada petunjuk yang jelas. Alur proses produksi dari sarana produksi pangan skala IRT-P biasanya tidak jelas, sehingga memungkinkan adanya peluang terjadi kontaminasi silang. Selain hal tersebut, dapat juga disebabkan karena jumlah sarana yang diperiksa tidak sebanding dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas. Sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa oleh BB/Balai POM selama tahun , sebanyak 6,499 sarana (12.0%) dari jumlah sarana produksi skala IRT-P yang produknya terdaftar (54,213 sarana), sedangkan jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang diperiksa sebanyak 1,466 sarana (52.6%) dari jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang produknya terdaftar (2,789 sarana). Beberapa propinsi mempunyai sarana produksi dengan kondisi memenuhi syarat lebih besar dari 80%, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas, maupun IRT-P. Sarana produksi pangan tersebut terletak di dalam wilayah propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan 2 propinsi

18 43 yang mempunyai sarana produksi pangan dengan temuan tidak memenuhi syarat lebih besar dari 70% yaitu berada di wilayah propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan yang pemenuhannya terhadap komponen CPMB paling kecil adalah Kalimantan Selatan. Hasil evaluasi secara rinci dapat dilihat dalam Tabel.3. Tabel.3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi. MD IRT-P NO. PROPINSI DIEVA LUASI MS % TMS % DIEVA LUASI MS % TMS % 1 NAD ,0 3 0, , ,5 2 Sumatera Utara ,7 6 4, , ,1 3 Sumatera Barat ,7 2 8, , ,9 4 Riau ,7 2 4, , ,4 5 Jambi , , , ,8 6 Sumatera Selatan ,9 1 7, , ,6 7 Bengkulu ,7 3 33, , ,1 8 Lampung ,8 6 16, , ,9 9 DKI Jakarta ,6 14 4, , ,0 10 Jawa Barat , , , ,9 11 Jawa Tengah ,3 9 18, , ,1 12 D.I.Yogya karta , , , ,4 13 Jawa Timur , , ,4 6 2,6 14 Kalbar , , , ,1 15 Kalteng , ,6 8 44,4 16 Kalsel , , , ,1 17 Kaltim ,7 1 14, , ,2 18 Sulawesi Utara , , ,2 19 Sulteng , , ,2 20 Sulsel , , ,4 21 Sultra , , ,4 22 Bali , , , ,6 23 NTB , , , ,9 24 NTT ,7 1 4, , ,8 25 Maluku ,0 2 50, ,7 3 33,3 26 Irian Jaya ,9 3 23, , ,9 JUMLAH , , , ,3

19 44 Dalam rangka pemenuhan penerapan CPMB, Sarana produksi pangan memerlukan pembinaan secara berkesinambungan. Dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, petugas pengawas pangan (Food Inspector) juga melakukan pembinaan secara langsung terhadap sarana produksi pangan yang ditemukan tidak menerapkan CPMB, sehingga banyaknya tenaga pengawas pangan diperkirakan dapat mempengaruhi keberhasilan sarana produksi dalam menerapkan CPMB. Propinsi Kalimantan Selatan, yang sarana produksinya banyak ditemukan tidak memenuhi syarat, ternyata sampai tahun 2006 hanya mempunyai 1 orang tenaga pengawas pangan tingkat dasar, yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda. Demikian juga di Propinsi Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2007 dan 2008 baru tercatat adanya 3 orang pengawas pangan (1 orang pengawas tingkat dasar dan 2 orang pengawas muda). Sementara di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang baik. Tenaga pengawas pangan yang dimiliki oleh kedua propinsi tersebut meliputi pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Selain keterbatasan SDM, hal lain yang dapat mempengaruhi penerapan CPMB, khususnya pada sarana produksi pangan skala IRT-P adalah koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait untuk memberikan pembinaan terhadap sarana IRT-P. Hasil evaluasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa terdapat dua propinsi yang pemenuhan persyaratan CPMB, mendapatkan hasil yang ekstrim, yaitu di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang berada di propinsi Kalimantan Selatan, baik yang berskala menengah keatas, maupun skala IRT-P menunjukkan bahwa keduanya mendapatkan temuan TMS pemenuhan CPMB lebih besar dari 80%. Sedangkan di propinsi Jawa Timur keduanya mendapatkan hasil memenuhi syarat lebih besar dari 80%. Oleh karena itu dalam kajian ini dibahas secara khusus sarana produksi pangan yang berlokasi di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.

20 Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Jawa Timur yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dari tahun , yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 313 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 231 sarana IRT- P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Jawa Timur sebanyak 541 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 15,080 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 57.9% dan sarana IRT-P sebesar 1.5% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Jawa Timur. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 89.9% dan IRT-P sebesar 97.4%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P, yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dan instansi terkait berhasil. Keberhasilan dari pembinaan yang dilakukan, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini adalah tersedianya tenaga pengawas pangan di BBPOM di Surabaya, sampai dengan tahun 2008 BBPOM di Surabaya memiliki tenaga pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 17 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; daging dan hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; lain lain; makanan bayi dan anak; makanan ringan; rempah dan bumbu; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya serta tepung dan hasil olahnya. Jenis pangan yang sama, di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, yang sarananya diperiksa meliputi 7 jenis pangan yang sama, yaitu sarana produksi coklat, kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Dalam kajian ini hanya akan dibahas 3 jenis pangan yang sama, yang sarananya diperiksa, karena jumlah sarana produksi pangan yang dievaluasi

21 46 dianggap lebih mewakili. Ketiga jenis pangan tersebut adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Jawa Timur meliputi produk kacang olahan, keripik dan kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk air minum dalam kemasan (AMDK), minuman rasa dan minuman serbuk, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, bumbu dan saus Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB di Kalimantan Selatan Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh BBPOM di Banjarmasin dari tahun , yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 21 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 248 sarana IRT-P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Kalimantan Selatan sebanyak 34 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 1,394 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 61.8% dan sarana IRT-P sebesar 17.8% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 14.3% dan IRT-P sebesar 16.9%. Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di Kalimantan Selatan, masih banyak ditemukan yang memenuhi syarat penerapan CPMB. Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di Banjarmasin dan instansi terkait, serta ketidak patuhan dari pemilik sarana produksi. Kurang berhasilnya pembinaan terhadap sarana produksi pangan tersebut, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM) kurang, dalam hal ini adalah banyaknya pengawas pangan yang ada di BBPOM di Kalimantan Selatan. Jumlah tenaga pengawas pangan di Kalimantan Selatan sampai tahun 2006 hanya 1 orang pengawas pangan tingkat dasar (asisten pengawas), yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda.

22 47 Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 7 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain lain; makanan ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Ketiga jenis pangan yang dibahas lebih lanjut dalam kajian ini adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Kalimantan Selatan adalah kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk AMDK dan minuman rasa, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, dan saus. Dari hasil evaluasi tersebut diatas, terlihat adanya kesamaan dari jenis yang sarana produksinya diperiksa oleh BBPOM di Surabaya dan Banjarmasin, demikian juga dengan produknya, ada kesamaan produk yang dihasilkan oleh sarana produksi pangan yang diperiksa oleh kedua BBPOM di wilayah propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Pembinaan yang dilakukan di Jawa Timur dalam hal pemenuhan CPMB lebih berhasil dibandingkan dengan di Kalimantan Selatan dapat disebabkan karena jumlah dan kwalitas SDM di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Kelemahan dari bahasan tersebut diatas adalah adanya ketidak seimbangan antara jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa di Jawa Timur (1.5%) dan di Kalimantan Selatan (17.8%), adanya ketidak lengkapan data hasil pemeriksaan dari BBPOM di Surabaya (tahun 2005) dan Banjarmasin (tahun 2006). Perbandingan antara jenis pangan dan jumlah sarana produksi yang diperiksa di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan dapat dilihat secara rinci pada Tabel. 4. dan 5..

23 48 Tabel. 4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN NO JENIS PANGAN DI DI EVA MS TMS EVA MS TMS LU LU ASI IRT MD IRT MD ASI IRT MD IRT MD Buah dan Hasil Olahnya Coklat, Kopi dan Teh Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan 4 Kembang Gula Ikan dan Hasil Olahnya Jem dan Sejenisnya Kelapa dan Hasil Olahnya Lain - lain Makanan Bayi dan Anak Makanan ringan Minuman Beralkohol Minuman Ringan Minyak dan Lemak Rempah dan 14 Bumbu Sayur dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Tepung dan 17 Hasil Olahnya JUMLAH

24 Tabel.5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi 49 JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN NO JENIS PANGAN SARANA DIEVA LUASI % SARANA DIEVA LUASI % 1 Buah dan Hasil Olahnya Coklat, Kopi dan Teh Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Ikan dan Hasil Olahnya Jem dan Sejenisnya Kelapa dan Hasil Olahnya Lain - lain Makanan Bayi dan Anak Makanan ringan Minuman Beralkohol Minuman Ringan Minyak dan Lemak Rempah dan Bumbu Sayur dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Tepung dan Hasil Olahnya JUMLAH Berdasarkan hasil evaluasi dalam kajian ini, secara umum pemenuhan unsur-unsur CPMB pada sarana produksi pangan yang berada di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, skala menengah ke atas (MD), lebih baik daripada sarana produksi pangan skala IRT-P. Selain hal tersebut pemenuhan unsur-unsur CPMB sarana produksi pangan yang berada di wilayah Jawa Timur lebih baik dari Kalimantan Selatan, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) maupun IRT-P. Kelompok lima utama yang paling banyak TMS pemenuhan CPMB, pada sarana produksi skala menengah keatas dan IRTP adalah unsur ruang pengolahan, higiene karyawan dan infestasi. Unsur-unsur CPMB yang sering tidak dipenuhi pada sarana produksi skala IRT-P selain yang termasuk dalam kelompok lima utama, baik di Jawa Timur maupun di Kalimantan Selatan adalah sanitasi lingkungan fisik dan pabrik secara umum. Penyimpangan yang ditemukan lebih besar dari 50%.

25 50 Penyimpangan persyaratan CPMB terhadap unsur gudang tidak dingin atau gudang biasa, sering dijumpai pada sarana produksi skala IRT-P karena persyaratan sarana IRT-P yang memperbolehkan menjadi satu dengan rumah tinggal, pada umumnya tidak mempunyai gudang yang terpisah antara bahan baku, kemasan dan produk jadi. Selain hal tersebut, karena skala produksinya yang pada umumnya berjumlah sedikit dan hanya untuk memenuhi permintaan di wilayah sekitar lokasi sarana produksi, maka bahan baku yang dibeli langsung diolah dan dipasarkan, sehingga tidak diperlukan gudang yang terpisah, namun sanitasi dari ruang penyimpanan harus tetap diperhatikan. Persentase unsurunsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun dapat dilihat pada Tabel.6. TABEL.6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun NO. UNSUR-UNSUR CPMB SBY BMS IRT MD IRT MD 1 Pimpinan Sanitasi Lingkungan - Fisik Sanitasi Lingkungan - Pembuangan/Limbah Sanitasi Lingkungan - Infestasi Pabrik - Umum Pabrik - Ruang Pengolahan Pabrik - Fasilitas Pabrik - Pembuangan Sampah Pabrik - Pembersihan Pabrik - Infestasi Peralatan Suplai Air Hygiene Perorangan Gudang Biasa Gudang Dingin Gudang Kemasan Tindakan Pengawasan Bhn Mentah dan Produk Akhir Hasil Uji Sistem Pengawasan

26 Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan jenis pangannya Penggolongan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, mengacu pada daftar produk makanan dan minuman yang terdaftar di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari penggolongan jenis pangan yang dimuat dalam Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan. Penggolongan tidak mengacu pada kategori pangan yang baru, karena data produk pangan yang terdaftar di Badan POM sampai saat ini masih mengacu pada SK Dirjen POM tersebut. Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun , yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Rincian produk yang termasuk dalam jenis pangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran.5. Hasil evaluasi terhadap pemenuhan penerapan CPMB dari masing-masing jenis produk yang diproduksi oleh sarana skala menengah keatas, semuanya MS (lebih besar dari 75.0%). Sedangkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan CPMB oleh sarana produksi skala IRT-P adalah diatas 50.0%, kecuali sarana produksi lainlain (42.5%), kelapa dan hasil olahnya (41.5%) dan minuman beralkohol (0%). Jumlah sarana produksi minuman beralkohol yang diperiksa hanya 1 sarana, dan dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sarana produksi lain-lain yang sering ditemukan TMS dalam hal pemenuhan CPMB adalah sarana yang memproduksi kedelai olahan, yaitu tahu dan tempe. Sedangkan untuk kelapa dan hasil olahnya, yang sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB yaitu sarana produksi geplak. Sarana produksi tahu dan tempe, serta geplak sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB karena produk tersebut merupakan makanan tradisional (makanan daerah) yang

27 pada umumnya proses produksinya masih sangat tradisional, demikian juga dengan cara berpikir serta pengetahuan dari pelaku usaha masih sangat sederhana, sehingga memerlukan pembinaan yang berkesinambungan untuk dapat memperbaiki proses produksi sesuai dengan penerapan CPMB. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa secara nasional dalam hal pemenuhan CPMB, sarana produksi skala menengah keatas lebih baik dibandingkan dengan sarana IRT-P. Evaluasi hasil pemeriksaan, dapat dilihat secara rinci pada Tabel.7. Tabel.7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT-P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun NO. JENIS PANGAN DIEVA LUASI 52 MD IRT JML MS % TMS % JML MS % TMS % 1 Tepung dan Hasil Olahnya 3, ,939 1, , Makanan ringan 1, , Minuman Ringan 1, Lain - lain Rempah dan Bumbu Coklat, Kopi dan The Daging dan Hasil Olahnya Gula, Madu dan Kembang Gula Kelapa dan Hasil Olahnya Susu dan Hasil Olahnya Buah dan Hasil Olahnya Ikan dan Hasil Olahnya Minyak dan Lemak Minuman Beralkohol Jem dan Sejenisnya Makanan Bayi dan Anak Sayur dan Hasil Olahnya Grand Total 7,965 1,466 1, ,499 3, ,

28 53 Hasil evaluasi lebih lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan adanya 5 (lima) jenis pangan yang paling sering diperiksa pada tahun , yaitu sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); makanan ringan (16.8%); minuman ringan (14.1%); rempah dan bumbu (7.6%) dan lain lain (7.9%). Banyak dan seringnya sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP dan P-IRT. Sehingga selanjutnya akan dibahas khusus tentang 5 (lima) jenis pangan yang sering diperiksa tersebut. Propinsi yang paling sering melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi tepung dan hasil olahnya yaitu propinsi D.I.Yogyakarta. dari 1,420 sarana produksi yang diperiksa, sarana produksi tepung dan hasil olahnya diperiksa sebanyak 956 sarana (67.32%). Sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa oleh BBPOM di Yogyakarta, antara lain meliputi produk produk khas daerah yang banyak beredar, yaitu bakpia, yangko, tiwul, wingko, dan lain lain. Selain produk produk tersebut sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa di propinsi yang lain yaitu produk roti, kue dan mie. Untuk produk minuman ringan yang paling banyak diperiksa oleh BB/Balai POM adalah produk air minum dalam kemasan. Selain AMDK, diperiksa juga sarana produksi sirup, minuman ringan berkarbonasi, minuman serbuk, dll. Produk makanan ringan yang paling banyak diperiksa adalah kerupuk, keripik dan kacang. Sedangkan yang paling banyak diperiksa untuk produk rempah dan bumbu adalah sarana produksi saus, kecap dan garam. Selanjutnya yang paling banyak diperiksa untuk produk lain lain adalah sarana produksi Tahu, tempe, dan BTP. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, secara rinci dapat dilihat pada Tabel.8.

29 Tabel.8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini 54 NO PROPINSI 1 NAD 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 D.I.Yogyakarta 13 Jawa Timur 14 Kalimantan Barat 15 Kalimantan Tengah 16 Kalimantan Selatan 17 Kalimantan Timur 18 Sulawesi Utara 19 Sulawesi Tengah 20 Sulawesi Selatan 21 Sulawesi Tenggara 22 Bali 23 NTB 24 NTT 25 Maluku 26 Irian Jaya DIEVALUASI TEPUNG DAN HASIL OLAHNYA MAKANAN RINGAN JENIS PANGAN MINUMAN RINGAN LAIN - LAIN REMPAH DAN BUMBU , , Jumlah 7,965 3,130 1,335 1, Persentase (%)

30 Pemetaan pemenuhan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dikirimkan oleh BB/Balai POM di 26 propinsi yang di evaluasi dalam kajian ini dipetakan berdasarkan kondisi sarananya. Pemetaan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kriteria warna, yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau digunakan untuk memberikan tanda terhadap propinsi dengan kondisi sarananya dianggap baik yaitu sarana dengan temuan TMS kurang dari 15 %. Warna kuning digunakan untuk propinsi dengan kondisi sarana sedang, yaitu sarana dengan temuan TMS antara 15 49%, sedangkan untuk yang berwarna merah, diasumsikan sebagai propinsi yang kondisi sarana produksi pangannya rendah atau kurang, yaitu sarana dengan temuan TMS sebesar 50% keatas (> 50%). Kriteria pewarnaan tersebut diberlakukan sama, antara sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala menengah ke atas, dengan kriteria tersebut, menunjukkan warna hijau sebanyak 13 propinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Warna kuning sebanyak 9 propinsi yaitu NAD, Bengkuku, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali dan Irian Jaya. Selanjutnya warna merah meliputi 4 propinsi yaitu Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.7. Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P, menunjukkan warna hijau sebanyak 3 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Warna kuning sebanyak 15 propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya warna merah meliputi 8 propinsi yaitu NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.8.

31 56 Gambar.7. Pemetaan kinerja industrinpangan skala menengah keatas(md) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun Baik (hijau): TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 49%, kurang (merah) : TMS > 50%. Gambar.8. Pemetaan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini. Baik (hijau) : TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 49%, kurang (merah) : TMS > 50%

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN WAJIB

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PERWAKILAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KEPALA BADAN PENGAW ASAN

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017

DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017 LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ/2017 Tanggal : 16 Maret 2017 NO DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017 URAIAN

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Mengingat : 1. Undang

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Mengingat : 1. Undang No.211, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan No.1864, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Perwakilan. Orta. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras No.808, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. UPT. ORTA. Perubahan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS 148 Statistik Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deskriptif Statistik Guru PAIS A. Tempat Mengajar Pendataan Guru PAIS Tahun 2008 mencakup 33 propinsi. Jumlah

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG MONITOR SPEKTRUM FREKUENSI RADIO MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENELITIAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER-61/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K/2001

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA No.1058, 2014 BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR REGIONAL XIII DAN KANTOR REGIONAL XIV

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Le

2016, No Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Le No.208, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengelolaan. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.12/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. No.2, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007

Lebih terperinci

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 No. 04/05/Th.X, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada April 2016 tercatat 98,62 atau mengalami penurunan sebesar 0,69 persen

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.12/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

NOMOR : 36 TAHUN 2015 TANGGAL z 9 SEPTEMBER2OlS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PENYELENGGARA SELEKSI CALON DAN PENILAIAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 36 TAHUN 2015

Lebih terperinci

No : 0067/SDAR/BSNP/I/ Januari 2016 Lampiran : satu berkas Perihal : Ujian Nasional bagi Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK)

No : 0067/SDAR/BSNP/I/ Januari 2016 Lampiran : satu berkas Perihal : Ujian Nasional bagi Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) No : 0067/SDAR/BSNP/I/2016 7 Januari 2016 Lampiran : satu berkas Perihal : Ujian Nasional bagi Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) Yang terhormat: 1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi 2.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 35/07/Th.XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Juni 2017 tercatat 94,38 atau mengalami

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1390, 2015 KEMENAG. Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 No. 04/01/Th.IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Desember 2014 tercatat 99,63 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 No. 18/04/Th.XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Maret 2017 tercatat 96,16 atau mengalami penurunan sebesar 1,13 persen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARKEOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MENTERI SOSIAL

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015 No. 04/11/Th.IX, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA OKTOBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Oktober 2015 tercatat 100,63 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat

Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat LAMPIRAN Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat 68 69 Lampiran 2. Alur proses pelayanan perubahan produk Pemohon Penyerahan surat permohonan perubahan produk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN No.50/09/94/Th.X, 04 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN Pada Bulan Agustus 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2016 KEMEN-LHK. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR TAHUN 2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR.07.04 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH DETENSI IMIGRASI MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016 No. 04/08/Th.X, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Juli 2016 tercatat 100,64 atau mengalami penurunan sebesar 0,01 persen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci