FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND (NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI KECAMATAN CIPUNAGARA KABUPATEN SUBANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND (NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI KECAMATAN CIPUNAGARA KABUPATEN SUBANG"

Transkripsi

1 FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND (NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI KECAMATAN CIPUNAGARA KABUPATEN SUBANG ANTOK DWI PRASETYO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTUTUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan di dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 5 April 2012 Antok Dwi Prasetyo ii

3 ABSTRACT ANTOK DWI PRASETYO. The Risk Factor for ND Virus Infection in Sector IV Poultry Farm at Cipunagara Subdistrict Subang District. Under supervision of CHAERUL BASRI and ETIH SUDARNIKA. The objective of the study were to determine the risk factors for ND virus infection. This research was conducted using avian health survey research data, there were 181 poultry farms didn t do vaccination from 448 poultry farms that participated in the survey. Questionnaire used to determine risk factors. The risk factors included farmer s characteristic, biosecurity management, and farmer s knowledge. The data was analysed with chi-square test and the determination of relative risk value each variable to measured the association between risk factor with ND virus infection. Farming experienced and isolation sick animal were the risk factors that showed related significant with ND virus infection. Keywords: biosecurity, ND, sector IV, risk factor. iii

4 RINGKASAN ANTOK DWI PRASETYO. Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan ETIH SUDARNIKA. Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut peternakan unggas sektor IV. Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak intensif, sangat sederhana dan memelihara jenis ayam berbeda dalam satu wilayah peternakan dengan lokasi kandang saling berdekatan membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit. Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh virus. Virus merupakan mikroorganisme yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam adalah virus ND (Newcastle Disease). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang dan mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun Adapun pengukuran infeksi virus ND adalah berdasarkan uji Hemmagglutinasion Inhibition (HI) dengan nilai 2 4 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND. Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk memudahkan perhitungan. Peternakan unggas sektor IV yang terlibat pada penelitian ini sebanyak 448 peternakan. Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak. Informasi mengenai peternakan unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV. Dari keseluruhan responden diambil peternakan yang tidak melakukan vaksinasi ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak, besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181 peternak. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pemisahan unggas sakit dan pengalaman beternak 10 tahun merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan signifikan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV iv

5 di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang dengan masing-masing nilai risiko relatif (RR) 2.5 (SK 95% ) dan 2 (SK 95% ), nilai risiko relatif ini mempunyai arti peternakan yang tidak memisahkan unggas sakit akan berisiko terinfeksi virus ND sebesar 2.5 kali dibandingkan yang memisahkan unggas sakit dan peternakan yang dikelola oleh peternak yang belum mempunyai pengalaman beternak 10 tahun mempunyai risiko terinfeksi virus ND sebesar 2 kali dibandingkan yang mempunyai pengalaman > 10 tahun. Hal ini menunjukkan masyarakat perlu meningkatkan manajemen biosekuriti terutama pemisahan unggas sakit dalam menjalankan kegiatan beternak guna meminimalisir infeksi virus ND dan meningkatkan pengalaman dengan pelatihan-pelatihan. Pemerintah Daerah perlu mengadakan sosialisasi mengenai manajemen biosekuriti dengan menitikberatkan pada pemisahan unggas sakit dan pelatihan bagi para peternak agar pengalaman peternak meningkat. Pemerintah Pusat merancang kebijakan terkait manajemen biosekuriti dan memprioritaskan pemisahan unggas sakit dalam menjalankan peternakan unggas sektor IV sebagai upaya pencegahan penularan dan penyebaran virus ND di Indonesia dan membuat kebijakan terhadap peternak yang baru dengan kemudahan mendapatkan informasi agar cara beternak menjadi baik. v

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB vi

7 FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND (NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI KECAMATAN CIPUNAGARA KABUPATEN SUBANG ANTOK DWI PRASETYO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTUTUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 vii

8 Judul Skripsi : Faktor Risiko Terhadap Infeksi Virus ND (Newcastle Disease) pada Peternakan Unggas Sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Nama : Antok Dwi Prasetyo NIM : B Disetujui Drh. Chaerul Basri, M.Epid. Ketua Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. Anggota Diketahui Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus :... viii

9 PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada: 1. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Mas Tono) atas cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya kepada penulis. 2. Bapak Drh. Chaerul Basri, M. Epid dan Ibu Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Drh. Huda S Darusman M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dosen dan staf karyawan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. 5. Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) dan Tim AI FKH IPB yang telah memberikan data untuk penelitian penulis. 6. Ulil Azmi Nurlaili Afifah yang selalu setia menemani penulis dalam proses penulisan skripsi. 7. Teman-teman Pondok Suzuran, para Ababil (Pakuwojo), para penghuni Baskom dan Anggota Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon VII Kompi A IPB. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Bogor, April 2012 Antok Dwi Prasetyo ix

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 5 April Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra pasangan Bapak Suliman dan Ibu Kasmi. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri I Ngasem dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP N I Ngasem hingga lulus tahun Pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2007 di SMA N I Bojonegoro. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa. Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis aktif dalam kegiatan eksternal dan internal kampus yaitu anggota Divisi Konservasi Eksitu di UKM Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB , anggota Divisi Internal Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (Imajatim) , Wakil Ketua Paguyuban Angling Dharma (PAD) Bojonegoro , Wakil Ketua Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas , Komandan Resimen Mahasiswa (Menwa) IPB periode x

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN... Latar belakang... Tujuan... Manfaat... Hipotesis... TINJAUAN PUSTAKA... Newcastle disease... Biosekuriti... Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV... Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit... BAHAN DAN METODE... Kerangka konsep... Desain penelitian... Sumber data... Waktu dan tempat penelitian... Sampel penelitian... Definisi operasional... Analisis data... HASIL DAN PEMBAHASAN... Analisis univariat... Karakteristik peternak unggas sektor IV... Penerapan biosekuriti... Sanitasi... Isolasi... Lalu lintas ternak... Pengetahuan peternak... Analisis bivariat... Hubungan antara karakteristik peternak dengan infeksi virus ND... Hubungan antara manajemen biosekuriti dengan infeksi virus ND... Hubungan antara sanitasi dengan infeksi virus ND... Hubungan antara isolasi dengan infeksi virus ND... Hubungan antara lalu lintas ternak dengan infeksi virus ND... Hubungan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND xi

12 KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Definisi operasional peubah penelitian Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Hasil uji chi-square pengetahuan peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skematis virus ND Kerangka konsep penelitian xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil analisis distribusi frekuensi karakteristik peternak Hasil analisis distribusi frekuensi sanitasi Hasil analisis distribusi frekuensi isolasi Hasil analisis distribusi frekuensi lalu lintas ternak Hasil analisis distribusi frekuensi pengetahuan peternak Hasil uji chi-square karakteristik peternak Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (sanitasi) Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (isolasi) Hasil uji chi-square manajemen biosekuriti (lalu lintas ternak) Hasil uji chi-square pengetahuan peternak xv

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkat pula kebutuhan protein hewani. Sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat berasal dari produk unggas, yaitu daging dan telur. Hal ini mengakibatkan permintaan bahan makanan tersebut meningkat dan mendorong masyarakat untuk memelihara ternak unggas. Jenis unggas yang dipelihara masyarakat adalah broiler, layer dan kampung. Unggas merupakan ternak yang masa panennya cepat dan pemeliharaannya relatif mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998). Jenis unggas yang banyak dipelihara masyarakat adalah jenis ayam kampung karena mudah dipelihara secara sederhana atau yang sering disebut peternakan unggas sektor IV (Sarwono 1999; Tarwiyah 2001). Sebagian besar masyarakat memilih ayam kampung sebagai pekerjaan sampingan sehingga pemeliharaannya tidak mendapatkan perhatian yang serius seperti unggas jenis lainnya. Seperti diketahui, berdasarkan sistem produksinya, industri perunggasan terbagi ke dalam empat sektor, yaitu peternakan unggas sektor I (integrated industry), peternakan unggas sektor II (commercial production), peternakan unggas sektor III (commercial production), dan peternakan sektor IV (backyard farm), akan tetapi peternakan unggas sektor III dan sektor IV memiliki kelemahan sistem kesehatan hewan dibandingkan dengan peternakan unggas sektor I dan sektor II (DEPTAN RI 2006). Cara pemeliharaan unggas sektor IV yang tidak intensif dan sangat sederhana membuat ayam kampung rentan terhadap penyakit. Penyakit yang biasa menyerang peternakan unggas sektor IV disebabkan oleh virus. Virus merupakan parasit yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel organisme biologis atau disebut sel inang. Virus yang sering menyerang ayam adalah virus Newcastle Disease (ND). ND merupakan penyakit endemik Indonesia. Penyakit ini mempunyai dampak penting dalam industri perunggasan karena menyebabkan penurunan kuantitas produksi telur maupun kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya penanggulangan penyakit yang tinggi dan mendukung timbulnya penyakit pernapasan lainnya (DISNAK 2010). Pemerintah telah banyak melakukan program pengendalian penyakit ND, antara lain vaksinasi, pelayanan kesehatan,

17 2 biosekuriti, dan memberikan tata cara penanganan unggas yang sakit ataupun yang mati dengan harapan meminimalisir kerugian akibat penyakit ini dengan persentase kematian % (Muslim 2002). Kematian massal pun bisa terjadi jika tidak tertangani dengan benar, kematian massal pada populasi ternak khususnya unggas berdampak nyata menyebabkan ekonomi global goyah (Cannell et al. 2008). ND sulit dikendalikan dan sampai saat ini belum diketahui secara pasti faktor-faktor risiko pada peternakan unggas sektor IV. Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terdiri atas tiga puluh kecamatan. Kecamatan yang banyak memelihara peternakan unggas sektor IV adalah Kecamatan Cipunagara. Wilayah ini banyak disorot oleh media karena adanya kasus ND, menurut Dinas Peternakan Kabupaten Subang (2010) pada tahun 2010 terjadi 258 kasus unggas mati mendadak akibat ND. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan fokus kajian faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Tujuan 1. Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. 2. Mengetahui besaran risiko (nilai risiko relatif) pada faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Manfaat 1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV dalam praktek peternakan. 2. Untuk Pemerintah Daerah menjadi dasar dalam melakukan intervensi dalam pengelolaan ternak terkait pengendalian penyakit ND pada peternakan unggas sektor IV serta mengetahui faktor-faktor risikonya. 3. Untuk Pemerintah Pusat, menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan program pengendalian penyakit ND.

18 3 Hipotesis H 0 H 1 Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : : Tidak ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. : Ada hubungan antara karakteristik peternak, penerapan biosekuriti dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang.

19 4 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle disease Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase obgo (Accra), nkoko yare (Volta), muzungo (Monzabi), mbendeni (Xistwa), dan ranikhet (Asia). Penyakit ini dapat menyerang semua jenis unggas, baik yang masih liar maupun yang sudah dibudidayakan (Fadillah dan Polana 2005). ND merupakan penyakit viral bersifat kompleks yang disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 yang tergolong ke dalam genus Rubulavirus dan family paramyxovirus. Famili ini tergolong ke dalam virus RNA yang memiliki envelope serta memiliki sel target berupa sel epitel mukosa saluran pernapasan atau pencernaan. Secara umum, virus ini mempunyai ukuran besar, beramplop dan berbentuk pleomorfik dengan diameter nm seperti pada Gambar 1. Virion terdiri dari susunan nukleokapsid heliks yang berisi asam inti RNA rantai tunggal (ssrna), dikelilingi membran tipis yang terdiri dari lipid bilayer, lapisan protein, dan glikoprotein yang berbentuk paku menonjol pada permukaan partikel (Alexander 2003; Fenner dan Fransk 1995). Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

20 5 Menurut Herenda dan Franco (1996) ND terbagi atas 5 fenotipe berdasarkan gejala klinisnya, yakni viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND), neurotropic velogenic newcastle disease (NVND), mesogenic, lentogenic respiratory, dan asymptomatic enteric. Viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND) merupakan bentuk akut yang menimbulkan mortalitas tinggi pada unggas semua umur. Tipe ini juga dikenal dengan bentuk doyle yaitu dicirikan dengan adanya lesio perdarahan pada saluran pencernaan. Gejala klinis yang muncul antara lain unggas terlihat lesu, pembengkakan di daerah sekitar mata, diare dengan feses berwarna hijau atau putih dapat bercampur dengan darah, tortikolis, tremor otot serta paralisis kaki dan sayap. Neurotropic velogenic newcastle disease (NVND) dikenal dengan bentuk beach menimbulkan gejala klinis pada saluran pernapasan dan saraf yang dapat menyebabkan mortalitas sampai 50% pada unggas dewasa dan sebesar 90% pada unggas muda. Gejala klinis yang sering timbul adalah sesak napas, ngorok, paralisis, dan tortikolis. Virus ND galur mesogenik hanya menyebabkan kematian pada unggas muda yang dikenal dengan bentuk beaudette. Tingkat virulensi bentuk ini kurang ganas dibandingkan bentuk beach. Virus ND galur lentogenik memiliki gejala klinis yang bersifat ringan, tidak menimbulkan kematian pada unggas dewasa dan biasanya banyak digunakan sebagai vaksin. Bentuk assymptomatic enteric merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis dan gambaran patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus oleh virus-virus galur lentogenik yang tidak menyebabkan penyakit (Alexander 2003). Masa inkubasi penyakit ini beragam antar 2 15 hari, tergantung dari jenis virus yang menginfeksi, umur dan status kekebalan unggas, infeksi dengan organisme lain, kondisi lingkungan, dan jalur penularan (Fadilah dan Polana 2004). Unggas yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran penyakit dan sebagai sumber infeksi. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia sekunder. Kesulitan bernapas dan sesak napas timbul akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernapasan di otak. Perubahan pasca mati meliputi pendarahan pada laring, trakhea, esophagus dan di sepanjang usus (Fenner dan Fransk 1995).

21 6 Pada tahun 1926, Indonesia merupakan negara pertama terjangkit ND, tepatnya di pulau Jawa. Pada tahun yang sama dan ketika musim gugur virus ini menyebar ke Inggris, dan pertama kali dilakukan pengamatan lebih lanjut di Newcastle, sehingga penyakit ini disebut Newcastle Disease (Fenner dan Fransk 1995). Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit ini disuatu kawasan peternakan unggas adalah dengan vaksinasi. Setiap peternakan mempunyai program vaksinasi yang berbeda antara satu peternakan dengan peternakan lainnya. Pencegahan penyakit ND hanya bisa dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi. Vaksin ND dapat berasal dari virus tipe lentogenik, mesogenik, dan velogenik. Menurut Fadillah dan Polana (2004) biasanya vaksin ND dibuat dari virus jenis ringan (lentogenik) dan sedang (mesogenik). Tipe lentogenik merupakan strain virus ND yang tingkat virulensi dan mortalitasnya rendah yang terdiri dari strain B1 (hitcner), strain La Sota, dan strain F, starin Ulster 2C atau Queensland V4 (Allan et al. 1978; Fadillah dan Polana 2005; Jeon et al. 2008). Strain F memiliki sifat virulensi paling rendah daripada strain lentogenik lainnya dan paling efektif jika dilakukan secara individu. Aplikasi strain B1 biasanya dilakukan pada anak ayam yang baru berumur sehari atau Day Old Chick (DOC) melalui air minum atau disemprotkan. Strain La Sota merupakan salah satu strain yang paling sering digunakan sebagai vaksin (Allan et al. 1978). Aplikasinya dilakukan dengan cara disemprot (spray) dan bisa digunakan untuk vaksin pertama atau sebagai booster (Fadillah dan Polana 2004). Vaksin adalah bahan yang berasal dari mikroorganisme tertentu yang dapat merangsang kekebalan tubuh terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut. Bahan yang berisi organisme penyebab penyakit tersebut jika dimasukkan ke dalam tubuh hewan tidak menimbulkan bahaya penyakit tetapi masih dapat dikenali oleh sistem imun serta dapat merangsang pembentukan kekebalan terhadap agen penyakit tersebut dan tindakan ini dikenal dengan istilah vaksinasi (Kayne dan Jepson 2004). Saat ini telah dikenal beberapa jenis vaksin, seperti vaksin aktif (lived), inaktif (killed), subunit, dan vaksin DNA. Vaksin aktif merupakan vaksin yang berasal dari virus aktif yang virulen maupun avirulen yang berarti virus dalam vaksin tersebut dalam keadaan hidup tetapi telah dilemahkan. Vaksin inaktif berisi

22 7 antigen yang mati, biasanya dibuat dari virus virulen yang kemudian diinaktifkan secara fisik maupun dengan menggunakan bahan-bahan kimia, tanpa merusak imunogenitas virus tersebut (Kayne dan Jepson 2004). Untuk meningkatkan imunogenitas vaksin inaktif biasanya ditambahkan adjuvant. Adjuvant merupakan bahan yang dicampur dengan vaksin untuk meningkatkan respon imun, baik humoral ataupun seluler, sehingga dengan demikian diperlukan jumlah antigen yang lebih sedikit dan lebih rendah dosis yang diberikan (Fenner dan Fransk 1995). Pada umumnya, vaksin aktif lebih baik daripada vaksin inaktif, karena dapat memberikan respon kekebalan yang lebih kuat dan dapat merangsang produksi interferon (Tizard 2004). Vaksin subunit berasal dari virus yang telah mengalami pemisahan antara protein dan asam nukleatnya (epitop) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu kemurnian, keamanan, serta kemampuan untuk merangsang kekebalan terhadap penyakit pada hewan. Suatu vaksin dikatakan memenuhi ketiga persyaratan tersebut jika dua minggu setelah vaksinasi telah terbentuk antibodi dengan titer protektif. Proteksi vaksin dapat dilakukan dengan uji tantang menggunakan virus yang memiliki tingkat virulensi tinggi (Kayne dan Jepson 2004). Vaksin yang baik harus memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit. Keberhasilan vaksinasi sangat dipengaruhi oleh status kesehatan unggas, keadaan nutrisi unggas, sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan, serta program vaksinasi yang baik (Akoso 1998). Keuntungan pemberian vaksin adalah mencegah timbulnya gejala klinis dan kematian, mengurangi keluarnya virus dari tubuh unggas serta mengurangi populasi unggas yang rentan. Kelemahan vaksinasi adalah memerlukan waktu sebelum kekebalan protektif tercapai, flok yang divaksinasi tidak memperlihatkan gejala klinis sesudah terekspos, tetapi tetap dapat terinfeksi virus dan bertindak sebagai reservoir (Rahardjo 2004). Penyebaran penyakit ND di Indonesia pertama dilaporkan oleh Kreneveld di Jakarta (1926), sejak saat itu kejadian penyakit ND dilaporkan dimana-mana. Sampai sekarang belum satu daerah pun di Indonesia yang bebas dari penyakit ini (DEPTAN 1993).

23 8 Biosekuriti Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko munculnya penyakit tidak terjadi. Menurut Hutchinson (2008) definisi dari biosekuriti adalah serangkaian tahapan manajemen yang diambil untuk melindungi masuknya agen infeksius ke dalam suatu kelompok ternak hewan. Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan mengurangi potensi transmisi perkembangan organisme seperti virus dalam menyerang hewan ternak. Jeffrey (1997) mendefinisikan biosekuriti sebagai suatu rancangan untuk mencegah penyebaran penyakit. Penerapan biosekuriti sangat dibutuhkan dalam program keamanan pangan ditingkat peternakan untuk menjamin mutu dan kesehatan hewan, memenuhi keinginan konsumen dan memberikan keuntungan pada peternakan tersebut, serta menjamin hewan lebih sehat (Hutchinson 2008). Biosekuriti juga penting untuk mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit unggas yang mematikan pada peternakan. Sumber penyakit pada peternakan adalah orang, pegawai, dokter hewan, supir, unggas yang baru masuk, peralatan yang tercemar atau yang masih mengandung agen penyakit, vektor seperti rodensia, burung liar, insekta, dan juga burung air (Carey et al. 2008). Secara garis besar biosekuriti terdapat tiga komponen utama, yaitu sanitasi, isolasi, dan pengendalian lalu lintas. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan. Isolasi merupakan pengurungan atau pengandangan hewan dan juga pemisahan hewan sehat dengan yang sakit, dapat diartikan penyediaan tempat khusus hewan agar ada pemisah untuk pencegahan masuknya hewan lain masuk dalam lingkungan ternak. Sementara itu komponen utama terakhir mempunyai arti mengendalikan lalu lintas manusia, unggas, hewan lain, bahan, dan peralatan ke dan dari peternakan agar tidak terjadi kontaminan. Pengendalian ini dapat mencakup larangan masuk terhadap orang yang tidak berkepentingan ke dalam kandang, serta melakukan penyemprotan terhadap supir, penjual, atau petugas lainnya (Jeffrey 1997).

24 9 Biosekuriti pada peternakan unggas sektor IV Peternakan unggas sektor IV merupakan satu dari empat sektor peternakan unggas di Indonesia, sektor ini mempunyai sistem yang sangat terbuka dan tidak melaksanankan tindakan biosekuriti sehingga mudah terserang penyakit. Secara umum peternakan sektor IV tidak mengerti mengenai kesehatan hewan, hal ini dapat terlihat dari sistem peternakannya yang masih tradisional. Sebagai contoh unggas dibiarkan berkeliaran di kebun orang dengan pakan apa pun yang tersedia dan tanpa adanya usaha pencegahan penyakit. Kondisi ini menjadikan unggas berisiko tinggi dan rentan terhadap penyakit hewan menular. Berbagai jenis penyakit menular di unggas telah dilaporkan di Indonesia. Selain kesehatan hewan, hal lain yang terkait dengan kesehatan hewan dan juga tidak kalah penting adalah biosekuriti. Menurut Jeffrey (1997) biosekuriti yang dilakukan pada peternakan sektor IV terdiri atas tiga kelompok besar, yaitu isolasi, pengawasan lalu lintas ternak, dan sanitasi. Isolasi merupakan pengurungan atau pengandangan hewan dalam satu lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah, kandang, atau sangkar untuk menjaga hewan tidak lepas atau keluar, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Tindakan isolasi meliputi: 1. Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar. 2. Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk. 3. Adanya pemisah antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak ataupun hewan kesayangan lainnya. 4. Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk melindungi unggas air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya. 5. Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas air yang baru dengan unggas air yang lama. Pengendalian diterapkan terhadap lalu lintas dari dan ke peternakan, serta dalam peternakan itu sendiri. Pengendalian ini diterapkan pada manusia, unggas, hewan lain, bahan, dan peralatan ternak. Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi: 1. Pengawasan terhadap pengunjung. 2. Peternak tidak meminjamkan peralatan kandang.

25 10 3. Peternak tidak meminjam peralatan kandang. 4. Peternak tidak membawa unggas miliknya ke kandang tetangga atau sebaliknya. 5. Isolasi terhadap unggas yang sakit. 6. Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi, bahan-bahan, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan dan didalam peternakan. Beberapa tindakan dalam sanitasi meliputi: 1. Kebersihan tempat pakan. 2. Kebersihan tempat minum. 3. Kebersihan kandang. 4. Kebersihan peralatan kandang. 5. Kebersihan lingkungan kandang. 6. Kebersihan air minum (sumber air minum). 7. Kebersihan tempat penyimpanan pakan. 8. Adanya penguburan atau pembakaran unggas air yang mati. Peternakan sektor IV mengambil lokasi kandang sangat berdekatan dengan lingkungan masyarakat sehingga para peternak harus memahami pentingnya penerapan biosekuriti untuk menanggulangi penyebaran virus yang kemungkinan berasal dari hewan ternak. Pola biosekuriti yang dapat diterapkan di peternakan sektor IV diantaranya adalah menjaga kondisi ternak unggas agar selalu bersih, pemberian pakan ternak yang memadai serta vaksinasi yang teratur. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemisahan unggas yang teridentifikasi sakit dengan unggas yang sehat dan pengawasan terhadap hewan ternak yang baru. Menurut Wolfgang (2008) isolasi terhadap unggas sakit akan menjaga agen penyakit tidak menular ke unggas yang rentan dan mendukung proses penyembuhan unggas sakit sekaligus meminimalkan dampak kerugian ekonomi. Keberhasilan dalam upaya memutus rantai penularan penyakit sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit (DEPTAN 2008). Memotong hewan ternak merupakan upaya yang dapat dilaksanakan untuk memutus rantai penyebaran suatu penyakit. Menurut Abubakar (2003) tindakan

26 11 memotong ternak dilakukan dengan memperhatikan prosedur pemotongan sebagai berikut: 1. Ayam yang akan disembelih dalam keadaan baik dan tidak dalam keadaan lelah. 2. Ayam yang akan disembelih terlebih dahulu telah diistirahatkan selama jam. 3. Ayam disembelih pada leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis agar darah keluar sempurna. 4. Pencabutan bulu dilakukan setelah ayam tersebut benar-benar mati. 5. Limbah sisa pemotongan (darah, bulu, kuku, dan kotoran) dibuang pada tempat yang aman dengan cara dikubur. Faktor risiko yang terkait dengan kejadian penyakit Menurut DEPTAN (1993) peternakan unggas sektor IV mempunyai risiko terjangkit virus ND yang tinggi, faktor-faktor risiko tersebut adalah karakteristik peternak, sanitasi, isolasi, pengendalian lalu lintas ternak. Tim AI FKH IPB (2005) menyebutkan faktor pengendalian lalu lintas, sanitasi (kebersihan kandang, halaman kandang, tempat pakan dan minum) dan tindakan karantina dapat dianggap sebagai faktor risiko (penyebab) yang cukup kuat terhadap kemungkinan pemaparan virus. Menurut Siahaan (2007) peternakan yang tidak melakukan penanganan terhadap kotoran unggas berisiko 5.13 kali lebih besar terpapar virus daripada peternakan yang melakukan penanganan kotoran dengan baik (OR=5.13; SK= ), begitu juga dengan unggas yang diumbar berisiko 6.35 kali lebih terpapar virus daripada unggas yang tidak diumbar (OR=6.35; SK= ). Masih menurut Siahaan (2007) peternakan yang dikelola tanpa melakukan penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati memiliki risiko terpapar virus kali lebih besar daripada peternakan yang melakukan penguburan/ pembakaran terhadap unggas mati. Kehadiran hewan lain terutama burung liar menyebabkan risiko pemaparan virus lebih besar daripada tidak ada hewan lain masuk kandang (OR=16.94; SK= ). Kandang yang tidak dibersihkan memberi peluang 12,44 kali lebih besar terpapar virus dibandingkan dengan kandang yang dibersihkan (OR=12.44; SK= ). Tempat pakan

27 12 yang kotor menyebabkan risiko terpapar virus 5 kali lbih besar daripada tempat pakan yang bersih (OR=5.00; SK= ). Tempat minum yang kotor menyebabkan risiko terpapar virus 4,85 kali lebih besar daripada tempat minum yang bersih (OR=4.85; SK= ).

28 13 BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Peubah yang diamati : 1. Karakteristik peternak Pendidikan peternak Umur peternak Alasan pemeliharaan Pengalaman beternak 2. Biosekuriti Sanitasi o Pembersihan kandang o Pembersihan tempat pakan o Pembersihan tempat minum o Perlakuan terhadap kotoran o Cara pembersih kandang o Sumber air Isolasi o Pemisahan unggas sakit o Pemisahan unggas baru o Pemisahan jenis o Perlakuan terhadap unggas mati Pengawasan lalu lintas ternak o Kandang berpagar o Desain kandang bebas dari tikus o Desain kandang bebeas dari burung liar Seroprevalensi ND pada peternakan unggas sektor IV 3. Pengetahuan peternak Gambar 2 Kerangka konsep penelitian. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah studi cross-sectional. Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terhadap infeksi virus ND pada peternakan sektor IV. Adapun pengukuran infeksi virus ND adalah berdasarkan uji HI (Hemmagglutinasion Inhibition) dengan nilai 2 4 menunjukkan bahwa peternakan yang diuji adalah terinfeksi virus ND. Selanjutnya hubungan asosiasi diuji dengan uji chi-square untuk mengetahui

29 14 hubungan antara faktor risiko dengan kejadian infeksi virus ND. Data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah dengan program SPSS 16.0 untuk memudahkan perhitungan. Peternakan unggas sektor IV yang terlibat sebanyak 448 peternakan. Pertanyaan pada kuisioner terdiri dari karakteristik peternak, manajemen biosekutiri yang terdiri atas sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas hewan serta diberi pertanyaan mengenai pengetahuan peternak yang meliputi aspek pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara pelaporan jika ada unggas yang terinfeksi ND. Informasi mengenai peternakan unggas sektor IV tersebut diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner terstruktur kepada pemilik atau penanggung jawab peternakan unggas sektor IV. Dari keseluruhan responden, akan diambil peternakan yang tidak melakukan vaksinasi ND pada ternaknya. Sumber Data Sumber data penelitian ini berasal dari hasil studi cross-sectional Kesehatan Unggas Sektor IV yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) pada bulan Desember tahun Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sampel Penelitian Kerjasama antara FKH IPB dengan Indonesian Dutch Partnership on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) mengambil sampel dengan sistem zona dengan sampel sejumlah 448 peternakan. Sampel peternakan yang diambil dalam penelitian ini adalah peternak yang tidak melakukan vaksinasi ND pada ternaknya. Dengan demikian maka dari total 448 sampel peternak, besaran sampel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebanyak 181 peternakan yang tidak melakukan vaksinasi.

30 15 Definisi Operasional Tabel 1 Definisi operasional peubah penelitian No. Peubah Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala 1 Infeksi virus ND Keberadaan antigen virus ND pada unggas Uji laboratorium Serologis HI tes Nominal 1= Terinfeksi (titer 2 4 ) 2= Tidak terinfeksi(titer <2 4 ) 2 Pendidikan Tingkat pendidikan peternak ketika melakukan kegiatan beternak mulai dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi. 3 Umur peternak Umur peternak ketika melakukan kegiatan beternak Kuisioner Wawancara Nominal 1= Minimal lulus SMP 2= Maksimal lulus SD Kuisioner Wawancara Nominal 1= 40 2= >40 4 Alasan pemeliharaan ternak Tujuan dilakukannya kegiatan beternak oleh peternak Kuisioner Wawancara Nominal 1= Utama 2= Sambilan 5 Pengalaman beternak 6 Pembersihan kandang Lamanya beternak Kuisioner Wawancara Nominal 1= 10tahun 2=<10tahun Frekuensi pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 7 Pembersihan tempat pakan 8 Pembersihan tempat minum Periode pembersihan tempat pakan Periode pembersihan tempat minum Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali Kuisioner Wawancara 1=Beberapa kali seminggu 2=Beberapa minggu sekali 9 Perlakuan kotoran Tindakan terhadap kotoran yang dihasilkan unggas Kuisioner Wawancara 1= Dikumpulkan/ dibakar 2= Dibuang 10 Cara pembersihan kandang Tata cara pembersihan kandang Kuisioner Wawancara 1= Disapu/ dicuci 2= Tidak dibersihkan 11 Sumber air Asal air untuk keperluan ternak Kuisioner Wawancara 1= Sumur/ PAM 2= Sungai 12 Pemisahan unggas sakit Perlakuan unggas yang sakit Kuisioner Wawancara 1= Dipisahkan 2= Tidak dipisahkan 13 Pemisahan unggas baru Perlakuan unggas yang baru pada peternakan Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 14 Pemisahan jenis Pemisahan berdasar jenis yang ada dikandang Kuisioner Wawancara 1=Dipisahkan 2=Tidak dipisahkan 15 Perlakuan unggas mati Penanganan terhadap unggas yang menunjukkan gejala sakit ketika dikandang Kuisioner Wawancara 1=Dikubur/ dibakar 2= Dibuang 16 Kandang berpagar Ada tidaknya pagar disetiap peternakan yang menjadi sampel Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak 17 Desain kandang bebas tikus 18 Desain kandang bebas burung liar 19 Pengetahuan peternak Desain kandang yang terbebas dari ancaman tikus Desain kandang yang terbebas dari burung liar Pengetahuan peternak mengenai manajemen biosekuriti yang meliputi aspek pengenalan gejala klinis, hewan yang dapat terserang, cara penularan, dan cara pelaporan Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak Kuisioner Wawancara 1=Ya 2=Tidak Kuisioner Wawancara Nominal 1=Baik (skor 10) 2=Kurang (skor <10)

31 16 Analisis Data Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji chi-square dan penentuan nilai risiko relatif (RR) masing-masing peubah untuk mengukur derajat asosiasi antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Uji chi-square menggunakan rumus : Σ( 0bs - Exp - 0,5) 2 χ 2 = Exp Jika χ 2 hitung > χ 2 tabel, maka terdapat hubungan antara karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Penentuan nilai RR dihitung pada tabel silang 2 x 2 dan rumus sebagai berikut : Status Infeksi a B (a+b) Faktor - c D (c+d) (a+c) (b+d) a Selang kepercayaan 95%, RR = (a+b) c (c+d) Var {ln(rr)}= b a(a+b) + d c(c+d) Program SPSS 16.0 digunakan untuk memudahkan perhitungan χ 2 dan RR.

32 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini disajikan dalam analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap faktor risiko terhadap infeksi virus Newcastle Disease (ND) pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Terdapat tiga peubah yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama adalah karakteristik peternak yang meliputi tingkat pendidikan, umur peternak, alasan beternak, dan pengalaman beternak. Peubah yang kedua adalah manajemen biosekuriti yang meliputi tiga komponen utama. Komponen pertama adalah sanitasi (pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, penanganan kotoran, bagaimana cara pembersihannya dan sumber air). Komponen yang kedua adalah isolasi (pemisahan unggas sakit, pemisahan unggas baru, pemisahan berdasarkan spesies, dan perlakuan unggas mati). Komponen ketiga adalah lalu lintas ternak (apakah peternakan tersebut mempunyai pagar atau tidak, apakah desain kandang peternak bisa terhindar dari masuknya tikus dan masuknya burung liar). Peubah ketiga adalah pengetahuan peternak mengenai biosekuriti. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik peternak, faktor manajemen biosekuriti ternak dan pengetahuan peternak terhadap infeksi virus ND pada peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Analisa dilakukan dengan menggunakan uji chi-square dan pendugaan nilai risiko relatif (RR) setiap faktor tersebut untuk mengukur derajat asosiasi antara semua faktor risiko dengan infeksi virus ND di peternakan unggas sektor IV. Analisa Univariat Karakteristik Peternak Unggas Sektor IV Peternak dengan pendidikan minimal lulus SMP sebanyak 102 peternak (56.4 %) dan dengan pendidikan maksimal lulus SD adalah sebanyak 79 peternak (43.6 %), hasil disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2, umur peternak 40 tahun sebanyak 108 peternak (59.7 %). Sedangkan peternak dengan umur lebih dari 40 tahun adalah sebanyak 73 peternak (40.30 %).

33 18 Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik peternak sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang No Karakteristik Jumlah Persentase (%) 1. Pendidikan Minimal lulus SMP Maksimal lulus SD 2. Umur peternak 40 tahun > 40 tahun 3. Alasan pemeliharaan Penghasilan utama Bukan penghasilan utama 4. Pengalaman beternak > 10 tahun < 10 tahun Sebagian besar peternak mempunyai alasan sebagai bukan penghasilan utama yaitu sebanyak 157 peternak (86.7 %) dan yang merupakan penghasilan utama yaitu sebanyak 24 peternak (13.3 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2. Peternak yang memiliki pengalaman beternak kurang dari sepuluh tahun adalah sebanyak 101 peternak (55.8 %) dan yang lebih dari sepuluh tahun adalah sebanyak 80 peternak (44.2 %), hasil ditunjukkan pada Tabel 2. Penerapan Biosekuriti Sanitasi Sanitasi dibagi menjadi enam kategori, yaitu pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan, pembersihan tempat minum, perlakuan terhadap kotoran, cara pembersihan kandang, dan sumber air. Data mengenai sanitasi disajikan pada Tabel 3. Peternak yang melakukan pembersihan kandang beberapa kali dalam seminggu adalah sebanyak 99 peternak (54.7 %), peternak yang melakukan pembersihan kandang beberapa minggu sekali sebanyak 35 peternak (19.3 %) dari total 134 peternak yang mempunyai kandang untuk ternaknya. Untuk pembersihan tempat pakan didapatkan 104 peternak (57.5 %) yang melakukan pembersihan tempat pakan beberapa kali dalam seminggu. Peternak yang melakukan pembersihan tempat pakan beberapa minggu sekali adalah sebanyak 49 peternak (27.1 %) dari total 153 peternak yang mempunyai tempat pakan sendiri untuk ternaknya (Tabel 3).

34 19 Tabel 3 Distribusi frekuensi penerapan sanitasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang No Sanitasi Jumlah Persentase (%) 1. Pembersihan kandang Beberapa kali dalam seminggu Beberapa minggu sekali Pembersihan tempat pakan 35 Beberapa kali dalam seminggu 104 Beberapa minggu sekali Pembersihan tempat minum Beberapa kali dalam seminggu 86 Beberapa minggu sekali Perlakuan terhadap kotoran Dikumpulkan/ dikubur 120 Dibuang Bagaimana cara pembersihan kandang Disapu/ dicuci 168 Tidak dibersihkan Sumber air Sumur/ PAM 123 Sungai Sementara itu pembersihan tempat minum yang dilakukan peternak beberapa kali dalam seminggu sebanyak 86 peternak (47.5 %), peternak yang melakukan pembersihan tempat minum beberapa minggu sekali sebanyak 10 peternak (5.5 %) dari total 96 peternak yang mempunyai tempat minum sendiri untuk ternaknya (Tabel 3). Untuk perlakuan kotoran unggas, sebanyak 120 peternak (66.3 %) mengumpulkan/ mengubur kotoran unggas, dan sebanyak 61 peternak (33.7 %) yang membuang kotoran unggas dari sebanyak 181 peternak (Tabel 3). Sebagian besar peternak sudah mengerti bagaimana perlakuan terhadap kotoran, sehingga lebih banyak peternak yang mengumpulkan/ mengubur kotoran ternak.cara pembersihan kandang dengan disapu atau dicuci (pemberian disinfektan) adalah sebesar 168 (92.8 %) dan yang tidak dibersihkan adalah sebesar 13 peternak (7.2 %). Sumber air yang berasal dari sumur sebanyak 123 peternak (68.0 %) dan yang dari sungai sebanyak 58 peternak (32.0 %) dari keseluruhan 181 peternak (Tabel 3). Isolasi Gambaran mengenai distribusi frekuensi manajemen biosekuriti untuk isolasi terdiri atas empat kategori. Pemisahan unggas sakit, pemisahan unggas

35 20 yang baru, pemisahan unggas berdasar jenis, dan perlakuan terhadap unggas mati (Tabel 4). Tabel 4 Distribusi frekuensi penerapan isolasi di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang No Isolasi Jumlah Persentase (%) 1. Pemisahan Unggas Sakit Ya Tidak Pemisahan unggas yang baru Dipisahkan Tidak dipisahkan Pemisahan jenis Dipisahkan Tidak dipisahkan Perlakuan Terhadap Unggas Mati Dikubur/ dibakar Dibuang Jumlah peternak yang memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak 27 peternak (14.9 %) dan yang tidak memisahkan unggas yang sakit adalah sebanyak 154 peternak (85.1 %) dari keseluruhan responden (Tabel 4). Pemisahan terhadap unggas baru dilakukan oleh peternak sebanyak 28 peternak (15.5 %) dan peternak yang tidak melakukan pemisahan terhadap unggas baru adalah 153 orang (84.1 %) dari 181 peternak (Tabel 4). Pada peternakan sektor IV di Cipunagara ini belum banyak yang memisahkan unggas baru dengan unggas lama. Kategori isolasi selanjutnya adalah pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya. Peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya adalah sebanyak 11 orang (6.1 %) dan yang tidak melakukan pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya adalah sebanyak 71 peternak (39.2 %) dari 82 peternak yang melakukan pemisahan kandang unggas berdasar jenisnya (Tabel 4). Pemisahan kandang unggas berdasarkan jenisnya perlu dilakukan untuk mencegah tertularnya agen dari satu jenis ke jenis lain yang lebih rentan. Para peternak unggas sektor IV di Cipunagara ini masih belum banyak yang melakukan pemisahan berdasarkan jenis. Pada Tabel 4 menunjukkan unggas mati yang dikubur adalah sebanyak 70 peternak (38.7 %) dan jumlah peternak yang membuang unggas mati adalah sebanyak 111 peternak (61.3 %). Penguburan ternak yang mati penting dilakukan agar agen penyakit tidak menyebar.

36 21 Lalu lintas ternak Lalu lintas ternak dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kandang berpagar, desain kandang terhindar dari hama tikus dan desain kandang sudah dapat melindungi kandang dari masuknya burung liar (Tabel 5). Peternakan dengan kandang yang diberi pagar adalah sebanyak 19 peternak (10.5 %) dan kandang yang tidak diberi pagar adalah sebanyak 162 peternak (89.5 %) seperti yang disajikan pada Tabel 5. Terdapat 73 peternak (40.3 %) yang desain kandangnya dapat terhindar dari masuknya tikus dan 108 peternak (59.7 %) yang desain kandangnya tidak dapat terhindar dari masuknya tikus (Tabel 5). Tabel 5 Distribusi frekuensi lalu lintas di peternakan unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang No Lalu lintas ternak Jumlah Persentase (%) 1. Kandang berpagar Ya Tidak 2. Desain kandang mencegah tikus masuk Ya Tidak 3. Desain kandang mencegah burung liar masuk Ya Tidak Sementara itu desain kandang peternak yang dapat terhindar dari masuknya burung liar ke kandang adalah sebanyak 76 peternak (42.0 %), dan kandang yang tidak dapat terhindar dari masuknya burung liar ke kandang adalah sebanyak 105 peternak (58.0 %) dari total responden 181 peternak (Tabel 5). Pengetahuan Peternak Jumlah peternak dengan pengetahuan tentang peternakan yang baik berjumlah 102 peternak (56.4 %) dan pengetahuan peternak yang kurang baik adalah 79 peternak (43.6 %). Pada peternakan unggas sektor IV ini sudah banyak yang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai cara beternak.

37 22 Analisa Bivariat Berdasarkan kerangka konsep akan dilihat hubungan antara karakteristik peternak, penerapan manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND pada unggas. Uji chi-square digunakan untuk melihat hubungan antara faktor risiko karakteristik peternak, manajemen biosekuriti, dan pengetahuan peternak dengan infeksi virus ND. Untuk mengetahui nilai hubungan faktor-faktor diatas dilakukan pendugaan nilai risiko relatif (RR) pada selang kepercayaan (confidence interval) 95 %. Hubungan Antara Karakteristik Peternak dengan Infeksi Virus ND Karakteristik peternak dibagi menjadi empat kategori, yaitu pendidikan peternak, umur peternak, alasan beternak, dan pengalaman beternak yang disajikan pada Tabel 6. Sebagian besar peternakan unggas yang peternaknya berpendidikan minimal lulus SMP mempunyai persentase terinfeksi virus ND sebesar 19.6 %, sedangkan peternakan unggas yang terinfeksi virus ND yang peternaknya berpendidikan minimal lulus SD adalah sebesar 20.3 %. Tabel 6 Hasil uji chi-square karakteristik peternak unggas sektor IV di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang Peubah (karakteristik peternak) 1. Pendidikan Minimal lulus SMP Maksimal lulus SD 2. Umur peternak 40 tahun > 40 tahun 3. Alasan beternak Utama Sambilan Status infeksi Terinfeksi Tidak terinfeksi n % n % Pengalaman beternak 10 tahun < 10 tahun Keterangan : n : ukuran sampel P : batas kemaknaan RR : risiko relatif SK 95% : selang kepercayaan 95 % P RR SK 95%

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004) 4 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle disease Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Newcastle Disease (ND) disebut juga dengan penyakit Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian analisis kondisi biosekuriti pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. Menurut Sugiyono (2016) metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio

Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus hanya mengandung satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus terbungkus

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara

ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara SKRIPSI FERI ANDRIASTUTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging merupakan jenis ayam unggul dalam pertambahan bobot badan yang bertujuan untuk memproduksi daging. Ayam pedaging dikenal dengan sebutan ayam potong

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.

1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru. Ayam kampong atau kita kenal dengan nama ayam buras (bukanras) merupakan salah satu potensi unggas lokal, yang mempunyai prospek dikembangkan terutama masyarakat di perdesaan. Ayam buras, selain memiliki

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Hewan. Peternakan. Alat. Mesin. Penggunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 72) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan telur (Setyono dkk., 2013). Ayam ras petelur merupakan ayam penghasil telur dengan

Lebih terperinci

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU Profile Of Antibody Titre Against and Avian Influenza (AI) and Newcastle

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci