BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metalurgi Serbuk (Powder Metallurgy) Metalurgi serbuk merupakan proses pembentukan benda kerja komersial dari logam dimana logam dihancurkan dahulu berupa tepung, kemudian tepung tersebut ditekan di dalam cetakan (mold) dan dipanaskan di bawah temperatur leleh serbuk sehingga terbentuk benda kerja. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Langkah-langkah dasar pada powder metallurgy: 1. Pembuatan Serbuk. 2. Mixing. 3. Compaction. 4. Sintering. 5. Finishing. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 5

2 Gambar 2.1: Langkah-langkah dasar powder metallurgy Pembuatan serbuk Ada beberapa cara dalam pembuatan serbuk antara lain: decomposition, electrolytic deposition, atomization of liquid metals, mechanical processing of solid materials. 1. Decomposition, terjadi pada material yang berisikan elemen logam. Material akan menguraikan/memisahkan elemen-elemennya jika dipanaskan pada temperature yang cukup tinggi. Proses ini melibatkan dua reaktan, yaitu senyawa metal dan reducing agent. Kedua reaktan mungkin berwujud solid, liquid, atau gas. 2. Atomization of Liquid Metals, material cair dapat dijadikan powder (serbuk) dengan cara menuangkan material cair dilewatan pada nozzel yang dialiri air bertekanan, sehingga terbentuk butiran kecil-kecil. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 6

3 3. Electrolytic Deposition, pembuatan serbuk dengan cara proses elektrolisis yang biasanya menghasilkan serbuk yang sangat reaktif dan brittle. Untuk itu material hasil electrolytic deposition perlu diberikan perlakuan annealing khusus. Bentuk butiran yang dihasilkan oleh electolitic deposits berbentuk dendritik. 4. Mechanical Processing of Solid Materials, pembuatan serbuk dengan cara menghancurkan material dengan ball milling. Material yang dibuat dengan mechanical processing harus material yang mudah retak seperti logam murni, bismuth, antimony, paduan logam yang relative keras dan britlle, dan keramik. Dari sekian proses pembuatan serbuk, proses yang banyak dipakai adalah proses atomisasi. (a) (b) (c) Gambar 2.2 : Proses Atomisasi (a) Water or gas atomization; (b) Centrifugal atomization; (c) Rotating electrode Sifat-Sifat Khusus Serbuk Logam 1. Ukuran Partikel Metoda untuk menentukan ukuran partikel antara lain dengan pengayakan atau pengukuran mikroskopik. Kehalusan berkaitan erat dengan ukuran butir, faktor ini berhubungan dengan luas kontak antar permukaan, butir kecil mempunyai porositas yang kecil dan luas kotak antar permukaan besar Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 7

4 sehingga difusi antar permukaan juga semakin besar dan kompaktibilitas juga tinggi. Tabel 2.1 Standart ukuran butir 2. Distribusi Ukuran Dan Mampu Alir Dengan distribusi ukuran partikel ditentukan jumlah partikel dari ukuran standar dalam serbuk tersebut. Pengaruh distribusi terhadap mampu alir dan porositas produk cukup besar Mampu alir merupakan karakteristik yang menggambarkan alir serbuk dan kemampuan memenuhi ruang cetak. 3. Sifat Kimia Terutama menyangkut kemurnian serbuk, jumlah oksida yang diperbolehkan dan kadar elemen lainnya. Pada metalurgi serbuk diharapkan tidak terjadi reaksi kimia antara matrik dan penguat. 4. Kompresibilitas Kompresibilitas adalah perbandingan volum serbuk dengan volum benda yang ditekan. Nilai ini berbeda-beda dan dipengaruhi oleh distribusi ukuran dan bentuk butir, kekuatan tekan tergantung pada kompresibilitas. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 8

5 5. Kemampuan sinter Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan dari titik lelehnya. Gambar 2.3 : Karakterisasi bentuk sistem partikel sederhana Mixing (Pencampuran serbuk) Pencampuran serbuk dapat dilakukan dengan mencampurkan logam yang berbeda dan material-material lain untuk memberikan sifat fisik dan mekanik yang lebih baik. Pencampuran dapat dilakukan dengan proses kering (dry mixing) dan proses basah (wet mixing). Pelumas (lubricant) mungkin ditambahkan untuk meningkatkan sifat powders flow. Binders ditambahkan untuk meningkatkan green strenghtnya seperti wax atau polimer termoplastik Compaction (Powder consolidation) Compaction adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi bentuk yang diinginkan. Terdapat beberapa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 9

6 metode penekanan, diantaranya, penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas (hot compaction). Cold compaction yaitu memadatkan serbuk pada tempetatur ruang dengan Mpa untuk menghasilkan green body. Proses cold pressing terdapat beberapa macam antara lain: 1. Die Pressing, yaitu penekanan yang dilakukan pada cetakan yang berisi serbuk 2. Cold isotactic pressing, yaitu penekanan pada serbuk pada temperature kamar yang memiliki tekanan yang sama dari setiap arah. 3. Rolling, yaitu penekanan pada serbuk metal dengan memakai rolling mill. Gambar 2.4: Die Pressing Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 10

7 Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat menempel satu dengan lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Dalam proses pembuatan suatu paduan dengan metode metalurgi serbuk, terikatnya serbuk sebagai akibat adanya interlocking antar permukaan, interaksi adesi-kohesi, dan difusi antar permukaan. Untuk yang terakhir ini (difusi) dapat terjadi pada saat dilakukan proses sintering. Bentuk benda yang dikeluarkan dari pressing disebut bahan kompak mentah, telah menyerupai produk akhir, akan tetapi kekuatannya masih rendah. Kekuatan akhir bahan diperoleh setelah proses sintering Sintering Pemanasan kompak mentah sampai temperatur tinggi disebut sinter. Pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuk ikatan-ikatan. Panas menyebabkan bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan permukaan meningkat. Dengan perkataan lain, proses sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan bertambah. Selama proses ini terbentuklah batas-batas butir, yang merupakan tahap rekristalisasi. Disamping itu gas yang ada menguap. Temperatur sinter umumnya berada pada dari temperatur cair serbuk utama. Waktu pemanasan berbeda untuk jenis logam berlainan dan tidak diperoleh manfaat tambahan dengan diperpanjangnya waktu pemanasan. Lingkungan sangat berpengaruh karena bahan mentah terdiri dari partikel kecil yang mempunyai daerah permukaan yang luas. Oleh karena itu lingkungan harus terdiri dari gas reduksi atau nitrogen untuk mencegah terbantuknya lapisan oksida pada permukaan selama proses sinter. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 11

8 Gambar 2.5: Proses Sintering Penyusutan (shrinkage) selalu terjadi selama proses sintering, rumusnya sebagai berikut: V Vol _ shrinkage Linear _ shrinkage sintered gre en V green sintered 1/ 3 green sintered... (2.1)... (2.2) Finishing Pada saat finishing porositas pada fully sintered masih signifikan (4-15%). Untuk meningkatkan properties pada serbuk diperlukan resintering, dan heat treatment. (Hirschhorn, 1969) 2.2 Serbuk Nikel (Nickel Powder) Nikel ( 28 Ni ) adalah unsur logam dengan nomor atom 28 yang terdapat di bumi dalam bentuk bersama dengan unsur-unsur lain. Nikel sering ditemukan di alam bersama denga unsur besi ( 26 Fe ) dan Cobalt ( 27 Co ) karena berada dalam satu golongan dan satu periode dalam susunan periode unsur kimia, yaitu golongan VIII dan periode 4. Nikel murni merupakan logam yang berkilauan dengan ciri-ciri yang menarik antara lain: 1. Dapat dibentuk ( Malleability ). 2. Dapat dibentuk menjadi kawat. 3. Daya rentangnya tinggi (tensile strength) 4. Tahan karat (Rust Proof) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 12

9 Adapun spesifikasi dari logam Nikel adalah sebagai berikut : Nama : Nikel Rumus Atom : Ni BA : 58,69 Spasific grafity : 8,90 (pada 20 o C) Melting Point : C Bentuk : Padatan metal Warna : Silver, metalik Boiling Point : C Kegunaan logam nikel antara lain : Pembuatan stainless steel, sering disebut baja putih yaitu : suatu panduan nikel dan besi dengan unsur kimia lainnya. Pembuatan logam campuran (alloy) untuk mendapatkan sifat tertentu. Untuk pelapisan logam lain (nikel Plating). Bahan untuk industri kimia (sebagai katalis) untuk pemurnian minyak. Elektrik heating unit, dipakai pada unit pemanas listrik. Bahan untuk industri peralatan rumah tangga. Tahap-tahap utama dalam proses pengolahan adalah sebagai berikut : Pengeringan di Tanur Pengering. Bertujuan untuk menurunkan kadar air bijih laterit yang dipasok dari bagian tambang dan memisahkan bijih yang berukuran +25 mm dan 25 mm. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi. Untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Peleburan di Tanur Listrik. Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan terak. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 13

10 Pengkayaan di Tanur Pemurni. Untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen. Granulasi dan Pengemasan. Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran dengan ukuran +10 mesh sebanyak 0%, +20 mesh sebanyak <10%, -100 mesh sebanyak <20%. (PT. INCO, Tbk) Gambar 2.6: Proses Pengolahan Nikel Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 14

11 2.3 Material Magnetik Material magnetik merupakan suatu material yang dapat menimbulkan gaya menarik material lain. Magnet terbaik umumnya mengandung besi metalik. Namun ternyata bahwa unsur lain pun menampilkan sifat magnetik. Dalam teknologi modern kini digunakan magnet logam maupun magnet keramik. Selain itu dimanfaatkan pula unsur lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik sehingga memenuhi persyaratan Histerisis magnet Magnet biasanya dibagi atas dua kelompok: magnet lunak dan magnet keras. Magnet keras dapat menarik bahan lain yang bersifat magnet. Selain itu sifat kemagnetannya dapat dianggap cukup kekal. Magnet lunak dapat bersifat magntik dan dapat menarik magnet lainnya; namun, hanya memiliki sifat magnet bila berada dalam medan magnet, kemagnetannya tidak kekal. Perbedaan antara magnet permanent atau magnet keras dan magnet lunak dapat dilakukan dengan menggunakan lopp histerisis Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 15

12 Gambar 2.7: Kurva Histerisis Magnet H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam spesimen tersisa magnetisme residual B r, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet H c yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada gambar 2.7. Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan H c yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di-demagnetisasi. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 16

13 2.3.2 Momen magnetik Akan diperoleh pengertian yang lebih baik mengenai karakteristik magnetik dengan menelaah struktur intern bahan. Tiap elektron atom memiliki momen magnetik, ρ m, yang disebut spin elektron oleh ahli fisika. Momen magnetik, disebut magneton bohr, dan sama dengan 9.27 x A.m 2. Elektron biasanya berpasangan dalam orbit dan membentuk spin atas dan bawah. Jadi, efek luar dari momen tersebut tidak ada. Atom akan bersifat magnet bila ada ketidakseimbangan dalam spin elektron. Oleh karena itu sekitar separuh elemen yang memiliki karakteristik magnetik, tidak 50% dari elemen mempunyai jumlah elektron valensi yang genap. Sama halnya dengan ion, kerena kebanyakan ion melepaskan atau menerima elektron untuk mengisi kulitnya dengan delapan elektron. Akhirnya, ikatan kovalen selalu mempunyai pasangan elektron (dengan spin berlawanan). Akibatnya, hanya beberapa atom memiliki spin elektron yang tidak seimbang, dan dengan demikian memiliki momen magnetik. Elemen yang memenuhi persyaratan adalah unsur transisi dengan kulit subvalensi yang tak terisi (Tabel 2.2). termasuk kelompok ini adalah besi, kobalt, dan nikel dan logam tanah-langkah seperti gondolium (dengan kulit 4-f yang tak terisi) dengan sifat magnet yang kuat. Tabel 2.2: Distribusi Momen Magnetik dan Elektron Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 17

14 2.3.3 Domain Tiap atom besi mempunyai empat magneton bohr, 2,2β. Ini berarti, bahwa ada ketidakserasian sebanyak 2,2 spin tiap atomnya (Tabel 2.2). Pada temperatur tinggi, agitasi termal mencegah terbentuknya kopel magnet di antara atom. Karena tiap magnet atom bekerja sendiri-sendiri, jumlah momen magnet per satuan volume (=Σρ m /V, disebut magnetisasi, M) adalah nol. Bahkan disebut paramagnetic, yaitu tidak ada pengaruh magnetik yang saling memperkuat di antara atom-atom. Bahkan tidak ada daya tarik magnetik. Pada temperatur ruang, momen magnet dari atom besi yang berdekatan bergabung. Orientasi yang terkoordinir yang terjadi menghasilkan magnetisasi. Daerah kristal yang memiliki orientasi magnetik yang sama disebut domain. Suatu butir kristal mengandung sejumlah domain dan setiap bagian dari kristal mempunyai orientasi yang berbeda. Domain, dengan orientasi yang berbeda saling meniadakan magnetisasinya. Jadi, bila volume domain dalam jumlah sama bersearah dengan berbagai arah kristal tidak akan terjadi magnetisasi. Hal ini terjadi bila bahan magnetik didinginkan dari temperatur paramagnetik (diatas Temperature Curie, T c ) hingga rentang temperatur magnetik (di bawah T c ) tanpa pengaruh medan magnet luar. (Djaprie, 1985) Gambar 2.8: Struktur domain sederhana dalam material feromagnetik. Tanda panah menunjukkan arah magnetisasi dalam domain Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 18

15 2.3.4 Paduan Magnetik Kerja yang dilakukan untuk memindahkan batas domain bergantung pada energi batas, yang bergantung pula pada anisotropi magnetik. Mudahnya magnetisasi juga bergantung pada keadaan regangan internal dalam material dan keberadaan pengotor. Dua faktor terakhir ini mempengaruhi kekerasan magnetik melalui gejala penyusutan-magnet (magnetostriction), yaitu konstanta kisi mengalami perubahan sedikit akibat magnetisasi dari domain. Material dengan tegangan dalam sukar dimagnetisasi atau didemagnetisasi, sedangkan material bebas tegangan bersifat magnetisasi lunak. Oleh karena tegangan dalam juga mempengaruhi kekerasan mekanik, prinsip yang mendasari desain paduan magnetik adalah membuat material magnetik permanent yang juga keras secara mekanik dan magnet lunak yang secara mekanik juga selunak mungkin. Material yang secara magnetis lunak digunakan sebagai laminasi transformator dan jangkar magnet yang memerlukan permeabilitas tinggi dan histerisis rendah; besi-silikon atau paduan besi-nikel umum digunakan untuk keperluan ini. Pada pengembangan material magnet lunak ditemukan bahwa elemen yang membentuk larutan padat interstisi dengan besi adalah elemen yang memperlebar loop histerisis dengan sangat baik. Dengan alasan ini, maka pengotor seperti ini dikeluarkan dari besi transformator melalui peleburan vakum atau anil hydrogen. Namun demikian, proses ini mahal sehingga kerapkali digunakan paduan untuk magnet lunak, khususnya besi-silikon dan paduan besi-nikel. Seri besi-nikel, Permalloys, adalah paduan yang sangat menarik dan terutama digunakan dalam rekayasa komunikasi di mana disyaratkan kondisi permeabilitas tinggi. Paduan dengan rentang kandungan nikel 40-55% mempunyai karakteristik permeabilitas tinggi pada kekuatan medan rendah dan mencapai nilai dibanding dengan 500 untuk besi anil. Paduan 50%, Hypernik, mempunyai permeabilitas mencapai nilai , tetapi nilai awal tertinggi dan permeabilitas maksimum dijumpai pada Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 19

16 rentang komposisi superkisi FeNi 3, asalkan gejala penataan ditiadakan. Perkembangan menarik di bidang ini adalah perlakuan panas paduan dalam medan magnet kuat. Dengan perlakuan ini permeabilitas Permalloy 65 meningkat hingga sekitar Efek ini diperkirakan terjadi karena pada saat pengarahan domain, terjadi deformasi plastis dan pelepasan regangan magnetostriktif. (Smallman, 1999) 2.4 Pengujian Kekerasan Vickers Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian brinell, hanya saja di sini digunakan indentor intan yang berbentuk pyramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak antara dua sisi berhadapan 136 o. Tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar, dan yang diukur adalah panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata-ratanya. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan: HV = d F... (2.3) Dimana: HV = angka kekerasan Vickers (kgf/mm 2 ) F = beban yang diberikan (kgf) d = diagonal identasi (mm 2 ) Hasil pengujian kekerasan Vickers ini tidak tergantung pada besarnya gaya tekan (tidak seperti Brinell), dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukan hasil yang sama untuk bahan yang sama. Dengan demikian juga Vickers dapat mengukur kekerasan bahan mulai dari yang sangat lunak (5 HV) sampai yang amat keras (1500 HV) tanpa mengganti gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang digunakan dapat dipilih antara 1 sampai dengan 120 kg, tergantung pada kekerasan/ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur dan tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis). (Suherman, 1987) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 20

17 2.5 Karakterisasi Material Difraksi sinar-x Analisa dengan difraksi sinar-x merupakan salah satu metode terpenting dalam mengidentifikasi padatan, khususnya padatan kristal. Dasar penggunaan dalam penelitian kristal adalah adanya susunan yang sistematis dari atom-atom yang menyusun padatan kristal atau ion-ion dalam bidang kristal dalam setiap spesies kristal dicirikan oleh susunan atom yang spesifik yang menciptakan suatu bidang atom sebagai penciri yang dapat memantulkan sinar-x. Sinar-x ini merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek, sesuai dengan jarak atom ataupun bidang kristal. Pada tahun 1972, Laue adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa sinar x dapat dipantulkan oleh atom-atom dalam bidang kristal yang menghasilkan pola-pola khas pada hasil rekaman. Pola-pola difraksi inilah yang digunakan sebagai sidik jari dalam identifikasi kristal (Day,1990). Sinar-x ditimbulkan jika elektron berenergi tinggi mengenai logam target (besi, tembaga dan lain-lain). Gelombang sinar-x memiliki spektrum yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu pita yang lebar untuk radiasi kontinu serta garis khas (K dan K ) komponen K 1 dan K 2 dipisahkan oleh jarak panjang gelombang yang sangat kecil. Garis K dan K seperti dipisahkan dengan filter penyearah yang terbuat dari logam seperti zircon, nikel atau mangan. Jumlah radiasi sinar-x yang diserap oleh cuplikan ditentukan oleh koefisien absorsi zat sesuai panjang gelombang sinar. Apabila sinar monokromatik mengenai cuplikan, ada dua hal yang terjadi : a. Bila cuplikan memiliki struktur didaerah sekitar kristak maka sinar x akan terhambur secara koheren, proses ini dikenal sebagai efek difraksi sinar-x dan diukur secara difraksi sinar sudut lebar. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 21

18 b. Bila cuplikan memiliki struktur denagn daerah kristal dan amorf maka sinar 2 akan terhambur secara tidak konkeren (hamburan compton).proses ini terjadi dengan perubahan panjang gelombang dan fase ini dikenal sebagai hamburan sinar sudut sempit. Permukaan suatu kristal dianggap suatu bidang yang melalui permukaan atom dan oleh Miller diindekskan dengan simbol d hkl. Melalui difraksi sinar x bidang kristal seperti diketahui melalui persamaan bias : n = 2d hkl sin... (2.4) Dimana: n = orde = panjang gelombang d = jarak bidang antar kristal hkl Gambar 2.9: Berkas sinar-x pada Bidang kristal. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa panjang lintasan DEF lebih besar daripada sinar ABC. Difraksi bidang- atom berjarak sama yang berturut-turut akan bidang menghasilkan difraksi maksimum Mikroskop optik Mikroskop berasal dari bahasa yunani yaitu micron dan scopos. Mikroskop adalah instrumen untuk mengamati objek yang kecil dan tidak bias diamati dengan mata telanjang tanpa alat bantu. Mikroskopi adalah ilmu tentang pengamatan objek kecil menggunakan instrumen. Mikrografi adalah gambar hasil Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 22

19 pengamatan mikroskop. Bentuk sederhana dari mikroskop adalah mikroskop optik yaitu instrumen optik yang terdiri dari satu lensa atau lebih yang menghasilkan gambar dengan pembesaran puluhan atau ratusan kali. Mikroskop sistem optik objektif dibedakan berdasarkan pada panjang fokus, numerical aperture, kemampuan pembesaran lensa. Pembesaran mikroskop dirumuskan dengan D. M 1 2 M M... (2.5) 250 dimana M 1 : Pembesaran objektif, M2 : Pembesaran okuler, D: jarak proyeksi. Resolusi =... (2.6) NA dimana λ : Panjang gelombang iluminasi NA : Numerical Aperture objektif. (Hariyati, 2006) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 23

20 (halaman ini sengaja dikosongkan) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 24

Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Induksi Remanen Magnetik dan Kekerasan Pada Nickel-Iron Soft Magnetic Alloys

Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Induksi Remanen Magnetik dan Kekerasan Pada Nickel-Iron Soft Magnetic Alloys Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Induksi Remanen Magnetik dan Kekerasan Pada Nickel-Iron Soft Magnetic Alloys Moch.Syaiful Anwar, Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Ir. Sadino,

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA PROSES PRODUKSI I BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA OBJECTIVE Mahasiswa dapat menerangkan konsep dasar teknologi dan proses metalurgi serbuk AGENDA Definisi Karakterisasi metalurgi serbuk Metode

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. Teknologi proses produksi secara umum : - Serbuk dipadatkan (di compressed/

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK BAHAN Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik bahan. BAHAN FASA BENTUK PARTIKEL UKURAN GAMBAR SEM Tembaga padat dendritic

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Diagram Alir Percobaan Gambar 3.1: Diagram Alir Percobaan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi 25 3.2 Bahan Percobaan Bahan percobaan yang dipakai dalam tugas akhir ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

MODUL 8 PROSES PEMBUATAN LOGAM-LOGAM SINTER

MODUL 8 PROSES PEMBUATAN LOGAM-LOGAM SINTER MODUL 8 PROSES PEMBUATAN LOGAM-LOGAM SINTER Materi ini membahas tentang proses pembuatan produk logam dengan metode powder metallurgi. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN 3.1 Keadaan keseimbangan dan persamaannya 3.2 Perubahan infinit pada keadaan keseimbangan 3.3 Mencari persamaan keadaan 3.1 KEADAAN KESEIMBANGAN DAN PERSAMAANNYA Keadaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI 4.1. Deformasi 4.1.1 Pengertian Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis Deformasi atau perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan deformasi

Lebih terperinci

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern. Tugas Online 2 (Tugas Individu) Jawab soal berikut ini : 1. Uraikan & jelaskan 4 keuntungan komersial & 4 kelemahan penggunaan Powder Metallurgy. 2. Jelaskan tujuan dilakukannya proses pemanasan (sintering)

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dengan meningkatnya perkembangan industri otomotif dan manufaktur di Indonesia, dan terbatasnya sumber energi mendorong para rekayasawan berusaha menurunkan berat mesin,

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin Semester : 5 Matakuliah : Metalurgi Fisik Mekanik SKS : 2 Kode Matakuliah

Lebih terperinci

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing Keramik Keramik Keramik Definisi: material padat anorganik yang

Lebih terperinci

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

BAB V KERAMIK (CERAMIC) BAB V KERAMIK (CERAMIC) Keramik adalah material non organik dan non logam. Mereka adalah campuran antara elemen logam dan non logam yang tersusun oleh ikatan ikatan ion. Istilah keramik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max). DEFORMASI PLASTIS BAHAN POLIKRISTAL Deformasi dan slip pada bahan polikristal lebih kompleks. Polikristal terdiri dari banyak butiran ( grain ) yang arah slip berbeda satu sama lain. Gerakan dislokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO Disampaikan oleh: Kurmidi [1106 100 051] Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc.,Ph.D. Sidang Tugas Akhir (J 102) Komponen Otomotif :

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM 1.1 Teori Atom Perkembangan teori atom merupakan sumbangan pikiran dari banyak ilmuan. Konsep dari suatu atom bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli filsafah Yunani pada tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Carburizing Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan cara memanaskan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu pada temperatur austenit

Lebih terperinci

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas

Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas Analisa Temperatur Nitridisasi Gas Setelah Perlakuan Annealing pada Baja Perkakas I Komang Astana Widi 1), Wayan Sujana 2), Teguh Rahardjo 3) 1),2),3 ) Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

Sifat fisika kimia - Zat Aktif Praformulasi UKURAN PARTIKEL, DISTRIBUSI PARTIKEL BENTUK PARTIKEL / KRISTAL POLIMORFI, HIDRAT, SOLVAT TITIK LEBUR, KELARUTAN KOEFISIEN PARTISI, DISOLUSI FLUIDITAS (SIFAT ALIR), KOMPAKTIBILITAS PEMBASAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gejala magnet memiliki peran penting hampir disemua alat listrik yang digunakan dalam industri, bidang penelitian, dan aplikasi teknologi rumah tangga. Generator,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM Pengertian perlakuan panas ialah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur bahan melelui penyolderan atau penyerapan panas : dalam pada itu bentuk bahan tetap

Lebih terperinci

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 11 No. 2 (November 2008): 191-198 191 Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting (The Comparison of Hardness

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III KETIDAKSEMPURNAAN BAHAN PADAT

BAB III KETIDAKSEMPURNAAN BAHAN PADAT BAB III KETIDAKSEMPURNAAN BAHAN PADAT Susunan yang sempurna ada di keseluruhan material kristal pada skala atom tidaklah ada. Semua bahan padat mengandung sejumlah besar cacat atau ketaksempurnaan. CACAT

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR Masyrukan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta JL. A.Yani Tromol Pos I Pabelan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT

VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT PENGARUH KOMPOSISI DAN VARIASI TEKANAN KOMPAKSI TEHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN PADA KOMPOSIT - UNTUK PROYEKTIL PELURU DENGAN PROSES METALURGI SERBUK Oleh: Gita Novian Hermana 2710100077 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO Fahmi 1109201707 Dosen Pembimbing Dr. Mochammad Zainuri, M.Si PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING Kafi Kalam 1, Ika Kartika 2, Alfirano 3 [1,3] Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

Tembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar

Tembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

Mata Pelajaran : FISIKA

Mata Pelajaran : FISIKA Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/ Program : XII IPA Waktu : 90 menit Petunjuk Pilihlah jawaban yang dianggap paling benar pada lembar jawaban yang tersedia (LJK)! 1. Hasil pengukuran tebal meja menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 1, APRIL 2014 81 PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH Oleh: Prihanto Trihutomo Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci