Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011"

Transkripsi

1 Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMALARIA DAN INSEKTISIDA FRAKSI ETIL ASETAT DAN SENYAWA 5,7,2',5",7",4"-HEKSAHIDRKSIFLAVANN-[3,8"]-FLAVN DARI BATANG Garcinia celebica Linn Mirna Saga Febryna Sara*, Taslim Ersam 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Telah dilakukan pengujian aktivitas antimalaria dan insektisida fraksi etil asetat dan senyawa 5,7,2',5",7",4"-heksahidroksiflavanon-[3,8"]-flavon (1) dari batang spesies Garcinia celebica linn. Uji aktivitas antimalaria dilakukan secara in vitro terhadap P.falciparum. DMS digunakan sebagai kontrol negatif kemudian dibuat lima konsentrasi (10; 1; 0,1; 0,01; 0,001)μg/mL dengan penambahan senyawa uji dan dibuat lima konsentrasi (100; 10; 1; 0,1; 0,0) μg/ml dengan penambahan fraksi uji. Aktivitas antimalaria dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya eritrosit yang terinfeksi parasit setiap 1000 eritrosit dan dianalisis dengan menggunakan probit SPSS 16.0 sehingga didapatkan nilai IC 50. Uji aktivitas insektisida dilakukan terhadap larva instar III nyamuk Aedes Aegypti. Variasi konsentrasi senyawa uji adalah 400, 40, 4, dan 0.4 µg/ml sedangkan variasi konsentrasi fraksi uji adalah 1000, 500, 250, 125, 62.5, dan µg/ml. Aktivitas insektisida ditentukan dengan menghitung % mortalitas yang terjadi selama pemaparan 24 jam sehingga didapatkan nilai LC 50. Senyawa (1) menunjukkan IC 50 sebesar 0,47 μg/ml dan LC ,92 μg/ml sedangkan fraksi etil asetat menunjukkan IC 50 sebesar 0,027 μg/ml dan LC ,67μg/mL. Kata kunci : Garcinia, Biflavonoid, Antimalaria, Plasmodium falciparum, Insektisida ABSTRACT The test of antimalarial and insecticidal activity of ethyl acetate fraction and the compound 5,7,2',5",7",4"-heksahidroksiflavanon-[3.8']-flavone (1) from Garcinia celebica Linn has been done. The test of antimalarial activity is done by in vitro against P.falciparum. DMS is used as a negative control and five concentrations is made (10, 1, 0,1;0.01, 0.001) μg/ml with the addition of test compounds and also five concentrations (100, 10, 1, 0,1; 0.01) μg/ml for addition of the test fraction is made. Antimalarial activity can be determined by counting the number of erythrocytes that infected by parasites per 1000 erythrocytes and analyzed using SPSS 16.0 probit to obtain IC 50 values. Insecticidal activity test is carried out on third instar larvae of Aedes aegypti. The variation of the concentration of test compounds is 400, 40, 4, and 0.4 μg/ml while the concentration variation of the test fraction is 1000, 500, 250, 125, 62.5, and μg/ml. Insecticidal activity is determined by calculating the percentage of mortality in 24 hours exposure to obtain LC 50 value. Compounds (1) shows IC 50 of 0,47 μg/ml and LC ,92 μg/ml, whereas ethyl acetate fraction showed IC 50 of 0,027 μg/ml and LC ,67 μg/ml. Keyword : Garcinia, Biflavonoid, Antimalarial, Plasmodium falciparum, Insectisidal I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Tidak kurang dari 54% spesies tumbuhan di dunia tersebar di hutan tropika, dan itu setara dengan spesies tumbuhan tingkat tinggi sedangkan spesies diantaranya terdapat di hutan tropika Indonesia (Ersam, 2001). * Corresponding author Phone : , mir_noot@yahoo.com 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. taslimersam@its.ac.id Keberagaman tumbuhan tropika Indonesia merupakan sumber utama senyawa-senyawa kimiawi berkhasiat. tertentu yang digunakan oleh masyarakat secara turun temurun (Farnsworth, N.R., 1996). Banyak diantara senyawa tersebut yang telah digunakan sebagai bahan obat atau perangkat biokimia, farmakologi dan fisiologi dalam perkembangan biofarmaka. Penelusuran senyawa-senyawa aktif farmakologis dari tumbuhan-tumbuhan ini didasarkan pada pendekatan dari etnobotani, yaitu informasi mengenai tumbuhan sebagai obat tradisional Penggunaan tumbuhan sebagai obat di Indonesia masih terbatas pada pengamatan tradisional dan belum banyak diketahui kandungan senyawa dan manfaat lainnya, akan tetapi penggunaannya sudah berlangsung secara turun temurun dan bersifat empiris. Bioaktifitas tumbuh-tumbuhan sebagai obat

2 tradisiaonal tidak terlepas dari sifat senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder dalam tumbuhan tersebut. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil senyawa metobolit sekunder adalah Garcinia yang merupakan genus utama pada famili Clusiaceae. Disamping itu dilaporkan bahwa famili Clusiaceae memiliki 400 spesies dan dikenal sebagai sumber utama senyawa fenolat seperti santon, kumarin, dan flavon dan banyak diantaranya bersifat aktif menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum yang merupakan penyebab penyakit malaria. Sampai saat ini penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang serius dan kompleks yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat dunia, khusunya oleh negara tropis. Penyakit ini disebabkan oleh empat spesies parasit protozoa yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae yang menginfeksi sel darah merah manusia yang penularannya melalui nyamuk anopheles. Setiap tahunnya lebih dari satu juta manusia meninggal dan sekitar juta manusia di dunia terinfeksi malaria (Trigg, 1998). Usaha penanggulangan wabah penyakit malaria telah dilakukan secara terus menerus dengan cara sosialisasi oleh para medis di puskesmas serta pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat menyembuhkan terus dilakukan. Kina misalnya, merupakan obat antimalaria tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Walaupun khasiatnya dapat menyembuhkan malaria ternyata juga memiliki efek samping terhadap kesehatan manusia, seperti sakit kepala dan gangguan fungsi mata. Pengobatan terus beralih pada obat sintetik seperti kloroquin. Namun penggunaan obat ini mengalami kendala setelah ditemukan beberapa kasus resistensi terhadap P. falciparum. Sebagai alternatif penggantinya digunakan kombinasi kloroquin dengan obat antimalaria lain. Hal ini belum menunjukan hasil yang memuaskan karena hanya akan menambah biaya serta bersifat toksik. leh sebab itu, pencarian dan penemuan bahan kimiawi baru dari tumbuhan masih terus dilakukan dan dikembangkan untuk mendapatkan alternatif obat antimalaria yang aman dan efektif. Selain itu, mengacu pada konsep kedokteran dalam kesehatan yaitu lebih baik melakukan pencegahan sebelum melakukan pengobatan. Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan mencegah pertumbuhan nyamuk dengan suatu insektisida. Saat ini sudah banyak insektisida yang digunakan oleh masyarakat, hanya saja efek samping yang ditimbulkan cukup mengganggu kesehatan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa tumbuhan memiliki aktivitas larvasida sehingga dapat dijadikan sebagai insektisida alami. Salah satu contohnya adalah ekstak Xanthium spinosum memiliki LC ,3 μg/ml terhadap larva Aedes aegypti (Ciccia, 2000). Tumbuhan dengan Genus Xanthium memilki aktivitas sebagai antimalaria dan mengandung senyawa fenolat. Hal tersebut menunjukkan bahwa dapat diperoleh insektisida alami dari tumbuhan untuk mencegah penyebaran penyakit malaria. Berdasarkan uraian diatas, kelompok PAKTI yang telah mengahasilkan banyak senyawa metabolit sekunder hasil isolasi dari genus Garcinia melakukan penelitian terhadap senyawa biflavonoid dari spesies Garcinia sebagai antimalaria. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh PAKTI dan Najiyah 2008 diperoleh senyawa biflavonoid yakni 5,7,2',5",7",4"-heksahidroksiflavanon-[3,8"]-flavon (1) dan fraksi etil asetat dari batang Garcinia celebica Linn (Discostigma Fabriel Miq). Senyawa biflavon dan fraksi ini belum dilaporkan aktivitasnya sebagai antimalaria. leh karena itu perlu dilakukan uji bioaktivitasnya sebagai antimalaria sehingga kedepannya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat antimalaria yang aman dan efektif. Selain itu, perlu dilakukan uji insektisida senyawa (1) dan fraksi etil asetat terhadap larva nyamuk sehingga diharapkan dapat berguna sebagai upaya pencegahan penyebaran penyakit malaria. II METDLGI PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain tabung eppendolf, laminer air flow, lemari pendingin, candle jar, sentrifuge, tabung sentrifuge, botol scot, labu erlenmeyer steril, kertas saring berukuran pori 0,22 μm, kaca preparat, inkubator C 2, pipet pasteur, mikropipet, pipet volume, cawan petri, termometer, plat well 24, mikroskop dan tabung reaksi Bahan Bahan yang digunakan untuk uji antimalaria merupakan senyawa isolat murni yaitu senyawa 5,7,2',5",7",4"-heksahidroksiflavanon-[3,8"]-flavon (1) dan fraksi etil asetat dari batang Garcinia celebica Linn (Discostigma Fabriel Miq). Bahan-bahan lain yang digunakan adalah parasit P. falciparum (Strain 3D7), HEPES, RPMI 1640 (Rosewell Parla Memorial Institute), Natrium bikarbonat (NaHC 3 ), hiposantin, gentamisin, aquademineralisasi (aqua DM), serum darah manusia (PMI, Surabaya), natrium klorida (NaCl), dimetilsulfoksida (DMS), minyak immerse, dan pewarna Giemsa 20%, larva nyamuk Aedes aegypty instar III. 2.2 Prosedur Kerja Uji Aktivitas Antimalaria Secara In vitro Uji aktivitas antimalaria dilakukan dengan menggunakan metode Desjardins (1979) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : Pembuatan Medium Tidak Lengkap (Incomplete Medium) Medium tidak lengkap dibuat dengan mencampurkan 10,4 gram RPMI-1640, 5,96 gram HEPES, 2,1 gram natrium bikarbonat, 0,05 gram hiposantin dan 0,5 ml gentamisin, lalu ditambahkan aqua DM sampai volume 1000 ml. Larutan disaring dengan kertas saring berukuran pori 0,22 μm,

3 dimasukkan ke dalam botol scot, disimpan pada suhu 4. medium ini diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37 dan ph 7,3 7,4 sebelum digunakan Persiapan Medium Lengkap Medium lengkap adalah medium yang mengandung 10% serum manusia. Serum manusia ini berasal dari darah manusia yang diperoleh langsung dari PMI Surabaya. Medium lengkap dibuat dengan mencampur medium tidak lengkap sebanyak 90 ml dengan serum darah manusia 10 ml Pembiakan Kultur Parasit P. falcifarum Prosedur biakan dibuat berdasarkan metode Trager dan Jensen (1976). Proses pembiakan kultur parasit P. falcifarum yaitu: Tabung yang berisi parasit beku dicairkan hingga suhu 37 dan ditambahkan natrium klorida 3,5% kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge. Kultur disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 dan supernatan dibuang. Endapan disuspensikan dengan 5 ml medium tidak lengkap, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 dan supernatan dibuang. Langkah ini diulang sebanyak 3 kali. Endapan ditambahkan 4,5 ml medium lengkap dan 0,5 ml eritrosit 50% dicampur secara perlahan. Kultur dipindahkan ke cawan petri dan dimasukkan ke dalam candle jar dan disimpan dalam inkubator C 2 pada suhu Pembuatan Bahan Uji Prosedur pembuatan bahan uji dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Senyawa (1) 1 mg zat uji dilarutkan dalam 100 μl DMS (sebagai stok). Larutan stok diambil 10 μl, ditambahkan 490 μl medium lengkap maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 μg/ml. Buat variasi konsentrasi larutan tersebut menjadi 10 ; 1; 0,1; 0,01; dan 0,001 μg/ml. Pembuatan larutan uji dilakukan secara aseptik dan dibuat duplo. Fraksi Etil Asetat 10 mg zat uji dilarutkan dalam 100 μl DMS (sebagai stok). Larutan stok diambil 10 μl, ditambahkan 490 μl medium lengkap maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 2000 μg/ml. Buat variasi konsentrasi larutan tersebut menjadi 100 ; 10; 1; 0,1; dan 0,01 μg/ml. Pembuatan larutan uji dilakukan secara aseptik dan dibuat duplo. Kontrol Negatif Kontrol negatif dibuat dari parasit pada media tanpa bahan uji dan pelarut (DMS) dengan konsentrasi 0,5% sebanyak 500 μl dalam pelarut aqua DM dan dibuat duplo Prosedur pengujian Pengujian senyawa uji menggunakan suspensi parasit dilakukan pada sumur well 24 yang tiap-tiap senyawa uji di perlakukan duplo. Tiap-tiap sumur akan diperlakukan sebagai berikut: senyawa (D 1 ) (D 2 ) 1 10 (D 3 ) 0,1 1 (D 4 ) 0,01 0,1 (D 5 ) 0,001 0,01 S1a (-) S1b S2b S2a Gambar 2.1 Plat well 24 Kontrol (-) S= sumur Medium lengkap dimasukkan ke dalam masingmasing sumur sebanyak 1080 μl untuk S1a dan S2a. Senyawa uji (10 μg/ml) dimasukkan 120 μl pada sumur 1 untuk S1a dan fraksi (100 μg/ml) dimasukkan 120 μl pada sumur 1 untuk S2a, lalu dikocok hingga homogen kemudian ambil 120 μl dari sumur 1 ditambahkan ke sumur 2 begitu seterusnya hingga sumur 5 kecuali sumur kontrol (negatif). Diambil 500 μl larutan dari sumur sumur S1a dipindahkan ke sumur-sumur S1b kemudian tambahkan 500 μl suspensi parasit ke semua sumur. Inkubasi plat well 24 ke dalam inkubator selama 48 jam Analisa Data Setelah diinkubasi selama 48 jam, kultur dipanen dan dibuat hapusan darah tipis pada kaca preparat lalu difiksasi dengan metanol. Setelah kering diberi pewarna Giemsa 20%. Kemudian dibiarkan selama 15 menit, dialiri dengan aqua DM dan dikeringkan. Minyak immerse diteteskan pada daerah yang monolayer (hapusan yang tipis) untuk memudahkan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 1000x. Hitung % parasitemia dan % penghambatan pertumbuhan parasit dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi setiap 1000 eritrosit di bawah mikroskop sebagai berikut: a. b. c. d. Dimana : Xp = parasitemia uji Xk = parasitemia kontrol (-) ) )) Analisa data hasil uji antimalaria seluruhnya dari tiap-tiap perlakuan diolah menggunakan analisa probit program SPSS seri 16,0 untuk menentukan IC Uji Aktivitas Insektisida Metode ini mengacu pada penelitian Meyer dan Ferrigni dalam jurnal Planta Medica, volume 45 )

4 (1982), hal dimana hewan uji diganti dengan menggunakan larva instar III nyamuk Aedes aegypti serta mengacu pada penelitian G. Ciccia dalam jurnal Ethnopharmacology, volume 72 (2000). Larva yang digunakan adalah instar III yang didapatkan dari ITD- UNAIR. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pengujian Aktivitas Insektisida Senyawa (1) Senyawa biflavonoid diambil sebanyak 2 mg dan dilarutkan dengan larutan dimetil sulfoksida sebanyak 0,025 ml, dan kemudian diencerkan dalam labu ukur dengan akuades hingga 5 ml sehingga menjadi larutan dengan konsentrasi 400 μg/ml. Larutan sampel kemudian diencerkan dengan akuades sampai konsentrasinya menjadi 40, 4 dan 0,4 μg/ml. Larutan kontrol dibuat dengan prosedur sama dan ditambahkan 0,025 ml dimetil sulfoksida, tetapi tanpa menggunakan sampel. Masing-masing larutan diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larva nyamuk Aedes aegypti sebanyak 10 ekor. Untuk setiap konsentrasi masing-masing dilakukan 2 kali pengulangan. Larutan didiamkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan yang masih hidup dari tiap lubang Pengujian Aktivitas Insektisida Fraksi Etil Asetat Senyawa biflavonoid diambil sebanyak 20 mg dan dilarutkan dengan larutan dimetil sulfoksida sebanyak 0,01 ml, dan kemudian diencerkan dalam labu ukur dengan akuades hingga 10 ml sehingga menjadi larutan dengan konsentrasi 2000 μg/ml. Larutan sampel kemudian diencerkan dengan akuades sampai konsentrasinya menjadi 1000, 500, 250, 125, 62,5 dan 31,25 μg/ml. Larutan kontrol dibuat dengan prosedur sama dan ditambahkan 0,01 ml dimetil sulfoksida, tetapi tanpa menggunakan sampel. Masing-masing larutan diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larva nyamuk Aedes aegypt sebanyak 10 ekori. Untuk setiap konsentrasi masing-masing dilakukan 3 kali pengulangan. Larutan didiamkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan yang masih hidup dari tiap lubang Analisa Data Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (3 lubang). Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi 3 lubang). Akumulasi angka hidup dan mati dari setiap konsentrasi dihitung kemudian dihitung % mortalitas atau kematiannya. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Toksisitas dan aktivitas dilaporkan sebagai LC 50, yang menunjukkan konsentrasi dalam ppm yang menyebabkan 50% kematian larva selama 24 jam. Nilai LC 50 diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi linier y = a + bx atau persamaan dari model grafik yang paling sesuai dengan data yang diperoleh. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Uji Aktivitas Antimalaria Tahapan pengujian senyawa ini bertujuan untuk menguji keaktifan senyawa biflavonoid dan fraksi etil asetat dengan konsentrasi yang berbeda dalam mengahambat pertumbuhan parasit P.falciparum dalam eritrosit. Berdasarkan siklus hidup P. falciparum secara aseksual maka dapat dilakukan uji aktivitas antimalaria secara in vitro, yaitu suatu metode dimana semua kondisi meliputi suhu dan ph percobaan diatur sesuai dengan kondisi di dalam tubuh manusia. Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah dimetil sulfoksida (DMS). Kontrol negatif dibuat untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dari parasit. Pada tahapan ini langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan bahan uji, yaitu senyawa (1) dan fraksi yang dilarutkan dengan dimetilsulfoksida (DMS) sebanyak 100 µl. Setelah itu dibuat variasi konsentrasi dari senyawa maupun fraksi dan ditempatkan pada plat well (D 5 -D 1 ). Variasi konsentrasi senyawa uji yang digunakan ada lima konsentrasi yaitu 10 (D 1 ), 1 (D 2 ), 0.1 (D 3 ), 0.01 (D 4 ), 0.001(D 5 ) µg/ml sedangkan untuk variasi konsentrasi dari fraksi yang digunakan adalah 100 (D 1 ), 10 (D 2 ), 1 (D 3 ), 0.1 (D 4 ), 0.01(D 5 ) µg/ml dan tiap konsentrasi dilakukan dua kali pengulangan (duplo).kontrol negatif yang digunakan yaitu DMS (K-) dengan konsentrasi tidak lebih dari 0,5% dan parasit pada medium tanpa bahan uji. Kultur parasit yang telah dibuat dipindahkan dalam plat well yang telah berisi senyawa dan fraksi. Plat well kemudian dimasukkan ke dalam candle jar dan diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam. Inkubasi 48 jam ini merupakan siklus aseksual parasit dalam darah (skizogoni eritrositik), sehingga dapat dikatakan pengujian ini terjadi pada fase skizontosidal yaitu menghitung besarnya daya hambat senyawa isolat atau ekstrak pada fasa intraeritrositik. Setelah 48 jam diinkubasi, lempeng sumur mikro dikeluarkan. Biakan parasit dipanen dan dibuat hapusan darah tipis pada preparat dengan cara meratakan permukaan preparat dengan menggunakan bantuan preparat lain. Kemudian hapusan darah di preparat dibiarkan kering dan difiksasi dengan metanol. Proses fiksasi bertujuan untuk menempelkan darah ke obyek agar tidak mudah terhapus dan menghindari kontaminasi dengan bakteri. Preparat ini diwarnai dengan giemsa 20% setelah kering. Pemberian giemsa ini bertujuan agar parasit yang terinfeksi oleh senyawa (1) dan fraksi mudah diamati. Parasit memiliki tiga warna setelah diberi giemsa yaitu sitoplasma berawarna biru, pigmen malaria berwarna kuning dan inti parasit berwarna merah ungu. Hapusan senyawa (1) dan fraksi diamati menggunakan mikroskop. Sebelum diamati dengan mikroskop, hapusan darah tipis ditetesi dengan minyak immerse yang bertujuan untuk memperjelas pengamatan banyaknya eritrosit yang terinfeksi oleh parasit dibawah mikroskop. Penghitungan jumlah

5 eritrosit terinfeksi dipilih dari lapangan-lapangan pandang yang hapusannya baik (monolayer) dan selanjutnya hapusan parasit difoto pada 0 jam dan 48 jam setelah diinkubasi. Keaktifan senyawa uji dalam menghambat parasit P. falciparum dapat diketahui melalui pengamatan jumlah eritrosit yang terinfeksi P. falciparum (% parasitemia). Bentuk dan warna parasit seperti pada Gambar 4.4 (b) yang dihitung sebagai jumlah parasit yang menginfeksi eritrosit setiap 1000 eritrosit dibawah mikroskop. analisa probit menggunakan program SPSS 16.0 sehingga diperoleh nilai IC 50 senyawa (1) sebesar 0,476 µg/ml (lampiran). Nilai IC 50 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,476 µg/ml, senyawa (1) dapat menghambat 50% pertumbuhan parasit P.falciparum pada sel eritrosit. Tabel 3.2 Persen pertumbuhan parasetemia dan persen penghambatan fraksi terhadap P. falciparum 3D7 (a) (b) Gambar 3.1 Eritrosit pada 0 jam (a), Setelah inkubasi 48 jam (b) 3.2 Aktivitas Antimalaria Senyawa (1) dan Fraksi Aktivitas antimalaria dari senyawa (1) dan fraksi dapat diketahui dengan melakukan perhitungan terhadap % parasitemia yang telah didapatkan pada pengujian senyawa. Sehingga menghasilkan % pertumbuhan, % hambatan, dan % hambatan rata-rata, seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.1. untuk senyawa (1) dan tabel 4.2. untuk fraksi. Dari data % hambatan rata-rata dan konsentrasi dosis uji yang digunakan, dilakukan analisa probit menggunakan program SPSS 16.0 sehingga dapat diperoleh nilai IC 50. Nilai IC 50 adalah besarnya konsentrasi senyawa atau obat yang dapat menghambat 50% pertumbuhan parasit Tabel 3.1 Persen pertumbuhan parasetemia dan persen penghambatan senyawa (1) terhadap P. falciparum 3D7 Pada tabel 3.1 diatas menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan % hambatan yang berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi maka nilai % hambatan juga semakin tinggi. Pada konsentrasi antara 0,1-1 μg/ml, senyawa ini sudah mampu menghambat pertumbuhan parasit sebesar 36,15-51,18%, sehingga dapat diketahui bahwa nilai 50% penghambatan pertumbuhan parasit berada diantara konsentrasi 0,1-1 µg/ml. Untuk mengetahui nilai 50% penghambatan secara pasti maka dilakukan Sama halnya dengan tabel 3.1, pada tabel 3.2 diatas juga menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan % hambatan yang berbanding lurus. Semakin tinggi konsentrasi maka nilai % hambatan juga semakin tinggi. Tetapi pada pengujian fraksi etil asetat terdapat perbedaan variasi dosis uji yang digunakan yaitu 100, 10, 1, 0,1, 0,01 μg/ml. Pada konsentrasi antara 0,01-0,1 μg/ml, senyawa ini sudah mampu menghambat pertumbuhan parasit sebesar 39,105-66,305%, sehingga dapat diketahui bahwa nilai 50% penghambatan pertumbuhan parasit berada diantara konsentrasi 0,01-0,1 µg/ml. Data-data tersebut diolah menggunakan analisa probit program SPSS 16 sehingga diperoleh nilai IC 50 senyawa (1) sebesar 0,027µg/ml (lampiran). Nilai IC 50 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,027 µg/ml, senyawa (1) dapat menghambat 50% pertumbuhan parasit. Nilai IC 50 untuk senyawa (1) yaitu 0,47 μg/ml memberikan arti bahwa senyawa ini tergolong moderat sebagai antimalaria karena konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat parasit lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa klorokuin yang merupakan kontrol positif. Senyawa klorokuin merupakan obat antimalaria yang digunakan saat ini dengan nilai IC 50 sebesar 0,035 μg/ml sehingga senyawa ini digunakan sebagai kontrol positif. Sedangkan pada fraksi etil asetat yang memiliki nilai IC 50 sebesar 0,027 μg/ml, dapat dikatakan aktif menghambat pertumbuhan parasit P.falciparum. Berdasarkan nilai IC 50, fraksi etil asetat memiliki aktivitas penghambatan yang lebih baik dibanding senyawa (1). Perbedaan aktivitas antimalaria antara senyawa satu dengan yang lain maupun dengan ekstrak, dan fraksinya dapat dipengaruhi oleh sifat fisika maupun sifat kimia dari senyawa-senyawa tersebut. 3.3 Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Uji Senyawa (1) dan fraksi etil asetat memiliki aktivitas penghambatan parasit P.falciparum yang

6 berbeda. Senyawa (1) yang merupakan senyawa biflavonoid memiliki struktur sebagai berikut: H Gambar 3.2 Struktur Senyawa (1) Senyawa (1) memiliki aktivitas penghambatan terhadap parasit P.falciparum yang lebih kecil dibandingkan dengan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat merupakan fraksi yang diperoleh setelah melalui 2 tahap KCV (Kromatografi Cair Vakum). Fraksi ini mengandung senyawa target yang merupakan senyawa (2). Adapun struktur dari senyawa (2) adalah sebagai berikut: H H H H H H H H Gambar 3.3 Struktur senyawa (2) Fraksi etil asetat yang mengandung senyawa (2) menunjukkan aktivitas penghambatan parasit P.falciparum yang lebih baik dibandingkan dengan senyawa (1). Perbedaan keaktifan dari senyawa (1) dan fraksi etil asetat sangat erat hubungannya dengan struktur senyawa tersebut yang dapat ditinjau dari tiga aspek sifat fisik senyawa antara lain efek elektronik, hidrofobik dan ukuran molekul (Hansch,Corwin, dkk,. 1968). Aspek elektronik ditinjau berdasarkan pka dan dissosiasi senyawa. Senyawa yang memiliki pka yang besar cenderung keasamannya berkurang dan terdapat dalam bentuk tak terionisasi. Sifat tersebut menyebabkan kelarutan dalam lemak besar, sehingga aspek ini dapat pula dihubungkan dengan aspek lipofilisitas (kelarutan dalam lemak). Aspek sterik dapat ditinjau berdasarkan ukuran molekul dengan fleksibilitasnya menempati sisi aktif (Hansch dkk, 1968). Kedua aspek ini tidak memberikan kontribusi terhadap aktivitas antimalaria senyawa dalam penelitian ini. Aspek lipofiliitas memberikan kontribusi terhadap aktivitas senyawa dalam penelitian ini, dimana pada umumnya senyawa biflvonoid yang tidak berikatan dengan glikosida termasuk golongan senyawa fenolat yang lebih bersifat non polar. Senyawa ini memiliki kelarutan yang tinggi terhadap lemak sehingga sifat lipofilisitasnya tinggi. Sifat lipofilisitas yang tinggi yang dimiliki oleh senyawa biflavon menyebabkan senyawa tersebut mudah melalui membran lipid semipermeabel dari parasit.setelah senyawa mudah melalui membran lipid H H H H parasit dan dapat masuk kedalam vakuola makanan parasit maka menurut Kumar 2006 senyawa-senyawa biflavon tersebut dimungkinkan dapat berperan dalam menghambat pembentukan polimer heme (hemozoin) yang berfungsi sebagai nutrisi parasit. Didalam vakuola makanan parasit terjadi pemecahan hemoglobin menjadi heme bebas dan globin oleh enzim sistein protease. Heme bebas (Fe 3+ ) bersifat sangat racun karena dapat menyebabkan spesi oksigen yang sangat reaktif sehingga dapat memicu reaksi oksidatif sehingga parasit menjadi mati. leh karena itu parasit harus mengubahnya menjadi suatu substansi yang tidak toksik yaitu dengan cara membentuk polimer dari residu-residu heme melalui suatu ikatan koordinasi antara Fe 3+ heme satu dengan gugus hidroksil heme lainnya sehingga membentuk molekul β-hematin, selanjutnya membentuk agregat yang lebih besar yang disebut hemozoin. Proses pembentukan agregat hemozoin ini merupakan proses yang dapat dimanfaatkan sebagai target pada terapi antimalaria. leh karena itulah sebagian besar antimalaria bekerja dengan pembentukan kompleks, sehingga terjadi proses penstabilan metabolisme pembentukan turunan hematin. Mekanisme penghambatan pembentukan polimer heme (hemozoin) yaitu dengan pembentukan kompleks antara senyawa dengan Fe 3+ yang terkandung dalam heme bebas (Ignatushchenko et al., 1997). Mekanisme pembentukan kompleks tersebut tidak terlepas dari gugus-gugus yang terikat pada senyawa tersebut. Adanya posisi-posisi pada 5- hidroksi dengan 4-karbonil, 5 -hidroksi dengan 4 - karbonil, dan 3 -hidroksi dengan 4 -karbonil memungkinkan terjadinya pembentukan kompleks dengan logam besi pada heme sesuai dengan pernyataan Sun dkk (2008). Adanya pembentukan kompleks ini dapat menghambat pembentukan agregat hemozoin sehingga heme tetap berada dalam bentu bebas yang merupakan racun bagi parasit. Berdasarkan uraian diatas dapat ditelusuri bahwa aktivitas antimalaria senyawa (1) dan fraksi etil asetat cenderung ditinjau dari aspek lipofilisitas dan gugus-gugus yang terikat dalam senyawa. Aspek tersebut dapat berkaitan dengan keaktifan dalam menghambat pertumbuhan parasit. Fraksi etil asetat memiliki keaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa (1) karena struktur dari kandungan senyawa (2) pada fraksi etil asetat memiliki lebih banyak posisi yang memungkinkan terjadinya pembentukan kompleks dengan Fe 3+ yang terkandung dalam heme bebas. 3.4 Pengujian Aktivitas Insektisida Pengujian aktivitas insektisida bertujuan untuk mengetahui keaktifan senyawa dalam membunuh larva uji/nyamuk yang dapat diamati dari nilai LC 50 yang diperoleh. Nilai LC 50 merupakan besarnya konsentrasi yang mengakibatkan terjadinya kematian sebesar 50% dari banyaknya hewan uji. Uji insektisida ini mengacu pada penelitian Meyer dan Ferrigni dalam jurnal Planta Medica, volume 45

7 (1982), hal dimana hewan uji diganti dengan menggunakan larva instar III nyamuk Aedes aegypti serta mengacu pada penelitian G. Ciccia dalam jurnal Ethnopharmacology, volume 72 (2000). Larva instar III nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Institute Tropical Disease (ITD) UNAIR. Senyawa uji/sampel yang digunakan adalah senyawa (1) dan fraksi etil asetat batang Garcinia celebica Linn (Discostigma Fabriel Miq). Senyawa uji atau fraksi dilarutkan dengan DMS sebanyak 0,5%.. Setelah itu senyawa atau fraksi diencerkan dengan akuades dalam berbagai konsentrasi. Setiap tabung yang berisi 2 ml senyawa uji atau fraksi dengan berbagai konsentrasi masingmasing diisikan dengan 10 larva instar III nyamuk Aedes aegypti. Uji aktivitas insektisida untuk senyawa (1) menggunakan variasi konsentrasi 400, 40, 4, dan 0,4 μg/ml sedangkan untuk fraksi etil asetat menggunakan variasi konsentrasi 1000, 500, 250, 125, 62,5, dan 31,25 μg/ml. Pengujian insektisida fraksi etil asetat dilakukan secara triplo sedangkan untuk senyawa (1) dilakukan secara duplo karena keterbatasan bahan yang ada Aktivitas Insektisida Senyawa (1) Pengamatan dilakukan setelah pemaparan selama 24 jam. Hasil pengamatan aktivitas insektisida dari senyawa (1) dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Aktivitas Insektisida Senyawa (1) Setelah Pemaparan Selama 24 jam Pada tabel 3.3 diatas merupakan hasil pengamatan aktivitas insektisida dari senyawa (1) setelah dipaparkan selama 24 jam. Tabel tersebut menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara konsentrasi senyawa uji dengan rata-rata kematian larva nyamuk. Semakin besar konsentrasi dari senyawa uji maka jumlah larva nyamuk yang mati akan semakin besar. Untuk menghitung nilai LC 50, maka perlu dilakukan perhitungan akumulasi jumlah larva yang masih hidup dan akumulasi jumlah larva mati, setelah itu didapatkan % mortalitas yang nantinya akan digunakan dalam menghitung nilai LC 50. Hasil perhitungan % mortalitas dari senyawa (1) ditunjukkan pada tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 3.4 Hasil Perhitungan % mortalitas yang disebabkan oleh senyawa (1) Perhitungan mati akumulasi didapatkan dari jumlah larva yang mati pada konsentrasi yang diamati ditambah dengan total larva yang mati pada konsentrasi sebelumnya. Penjumlahan dimulai dari konsentrasi terendah yaitu 0,4 μg/ml. Mati terakumulasi 0,4 μg/ml adalah 0, sedangkan untuk mati terakumulasi dari 4 μg/ml diperoleh dari jumlah larva yang mati pada konsentrasi ini ditambah dengan jumlah yang mati pada konsentrasi sebelumnya (0,4 μg/ml),yaitu 0. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama untuk konsentrasi selanjutnya. Hidup terakumulasi dihitung dengan cara yang sama namun dimulai dari konsentrasi tertinggi. Mati akumulasi blanko (C) dihitung dari berapa jumlah larva nyamuk yang mati pada blanko. Dari hasil mati terakumulasi (A), hidup terakumulasi (B) dan mati terakumulasi blanko (C) dapat dihitung untuk jumlah total larva (D) dengan menjumlahkan nilai dari (A) dan (B) untuk setiap konsentrasi. Rasio mati total larva dihitung berdasarkan selisih antara mati akumulasi (A) dengan mati akumulasi blanko (C) dibagi dengan jumlah larva total (D). Setelah itu didapatkan %mortalitas larva dari nilai rasio mati total dikali 100%. Berdasarkan nilai-nilai yang didapatkan pada tabel 3.4, maka dapat dibuat suatu grafik hubungan antara log konsentrasi (sumbu x) dengan %mortalitas (sumbu y) yang ditunjukkan pada gambar 3.4 dibawah. %mortalitas Series1 Poly. (Series1) 0 y = 6,667x3-2,005x ,459x + 0, R² = 1 Log konsentrasi Gambar 3.4 Grafik hubungan antara log konsentrasi dengan %mortalitas senyawa (1) Dari grafik diatas dapat diperoleh persamaan regresi polinomial y = 6,667x 3-2,005x 2-1,459x+0,157. Berdasarkan persamaan ini maka dapat dihitung nilai LC 50 dari senyawa (1) yaitu 125,92 μg/ml Aktivitas Insektisida Fraksi Etil Asetat Pengamatan dilakukan setelah pemaparan selama 24 jam. Hasil pengamatan aktivitas insektisida dari fraksi etil asetat dapat dilihat pada tabel 3.5.

8 Tabel 3.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Insektisida Fraksi Setelah Pemaparan Selama 24 jam Pada tabel 3.5 diatas menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus antara konsentrasi senyawa uji dengan rata-rata kematian larva nyamuk. Semakin besar konsentrasi dari senyawa uji maka jumlah larva nyamuk yang mati akan semakin besar. Untuk menghitung nilai LC 50, maka perlu dilakukan perhitungan akumulasi jumlah larva yang masih hidup dan akumulasi jumlah larva mati, setelah itu didapatkan % mortalitas yang nantinya akan digunakan dalam menghitung nilai LC 50. Hasil perhitungan % mortalitas dari fraksi etil asetat ditunjukkan pada tabel 3.6 dibawah ini. Tabel 3.6 Hasil Perhitungan % mortalitas yang disebabkan oleh fraksi etil asetat Perhitungan mati akumulasi didapatkan dari jumlah larva yang mati pada konsentrasi yang diamati ditambah dengan total larva yang mati pada konsentrasi sebelumnya. Penjumlahan dimulai dari konsentrasi terendah yaitu 31,25 μg/ml. Mati terakumulasi 31,25 μg/ml adalah 0, sedangkan untuk mati terakumulasi dari 62,5 μg/ml diperoleh dari jumlah yang larva yang mati pada konsentrasi ini ditambah dengan jumlah yang mati pada konsentrasi sebelumnya (31,25 μg/ml),yaitu 0. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama untuk konsentrasi selanjutnya. Hidup terakumulasi dihitung dengan cara yang sama namun dimulai dari konsentrasi tertinggi. Mati akumulasi blanko (C) dihitung dari berapa jumlah larva udang yang mati pada blanko. Dari hasil mati terakumulasi (A), hidup terakumulasi (B) dan mati terakumulasi blanko (C) dapat dihitung untuk jumlah total larva (D) dengan menjumlahkan nilai dari (A) dan (B) untuk setiap konsentrasi. Rasio mati total larva dihitung berdasarkan selisih antara mati akumulasi (A) dengan mati akumulasi blanko (C) dibagi dengan jumlah larva total (D). Setelah itu didapatkan %mortalitas larva dari nilai rasio mati total dikali 100%. Berdasarkan nilai-nilai yang didapatkan pada tabel 3.6, maka dapat dibuat suatu grafik hubungan antara log konsentrasi (sumbu x) dengan %mortalitas (sumbu y) yang ditunjukkan pada gambar 3.5 dibawah. %mortalitas Log konsentrasi Series1 y = 91,99x 3-534,9x x - 636,8 R² = 0,998 Gambar 3.5 Grafik hubungan antara log konsentrasi dengan %mortalitas fraksi etil asetat Dari grafik diatas dapat diperoleh persamaan regresi linear y = 91,99x 3-534,9x x-636,8. Berdasarkan persamaan ini maka dapat dihitung nilai LC 50 dari fraksi etil asetat yaitu 691,67 μg/ml(lampiran). Berdasarkan pengujian aktivitas insektisida yang telah dilakukan pada senyawa (1) dan fraksi etil asetat maka dapat diketahui bahwa senyawa (1) dan fraksi etil asetat tidak aktif sebagai insektisida. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik pada uji insektisida dengan konsentrasi maksimal 1000 μg/ml, jika memiliki nilai LC μg/ml untuk ektrak sedangkan untuk senyawa murni dikatakan aktif jika memiliki nilai LC μg/ml (Meyer dkk, 1982). Nilai LC 50 dari senyawa (1) yaitu 125,9215 μg/ml sehingga > 50 μg/ml dan nilai LC 50 dari fraksi etil asetat yaitu 691,6717 μg/ml sehingga > 500 μg/ml. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap senyawa 5,7,2',5",7",4"- heksahidroksiflavanon-[3,8"]-flavon (senyawa 1) dan fraksi etil asetat dari spesies Garcinia celebica Linn maka dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat aktif sebagai antimalaria dengan nilai IC 50 0,027 µg/ml sedangkan senyawa (1) aktif moderat terhadap antimalaria dengan IC 50 0,476 µg/ml apabila dibandingkan dengan kloroquin yang merupakan kontrol negatif. Sedangkan aktivitas insektisida dari senyawa (1) dan fraksi etil asetat dapat dilihat dari nilai LC50. Senyawa (1) memiliki nilai LC ,92 μg/ml sedangkan fraksi etil asetat memiliki nilai LC ,67μg/mL. Keduanya tidak aktif sebagai insektisida. 4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan struktur dengan aktivitas penghambatan pertumbuhan parasit P.falciparum agar dapat diketahui mekanisme kerja senyawa secara pasti. Selain itu penelitian ini perlu dilanjutkan

9 dengan uji toksisitas terhadap hewan uji sehingga dapat memberikan kontribusi di bidang kesehatan. Molecular Structure : THECHEM 860, UCAPAN TERIMA KASIH 1. Bapak Prof. Dr. Taslim Ersam selaku dosen pembimbing atas segala diskusi, bimbingan, motivasi, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. 2. Ayah, Ibu, Kakak, dan Mas atas segala doa, dorongan dan dukungannya secara materiil dan spiritualnya. 3. Teman-teman seperjuangan PAKTI-ITS dan angkatan 2007 Kimia-ITS atas do a dan dukungannya 4. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Daftar Pustaka Ersam, T Senyawa Kimia Mikromolekul beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatera Barat. Disertasi PPs. ITB. Bandung. Farnsworth, N.R Biological and Phytochemical Screnning of Plants. J. Pharm 55(3), Ciccia, G., Cousiio, J., Mongelli, E Insecticidal Activity Againts Aedes aegypti larvae of Some Medicinal South American Plants. Journal of Ethnopharmacology 72, Trigg P.I., A.V. Kondrachine The Current Global Malaria Situation, In Irwin W. Sherman, Malaria Parasite Biologi, Phatogenesis and Protection. ASM Press. Washington DC, 1998, pp, Trager,W., Jensen, J.B Human malaria parasites in continuous culture. Science 193, Meyer, Laughlin, Ferrigini Brine Shrimp: Convenient General Bioassay for Active Constituent. Planta Medica 45, Hansch, Corwin., Lien, E. J., Helmer, Friederike Structure-Activity Correlations in the Metabolism of Drugs. Archives of Biochemistry and Biophysics 128, Ignatushchenko, MV, Winter. RW, Bachinger. HP, Hinrichs. DJ, Riscoe. MK Xanthones as antimalarial Agents Studies of a Possible Mode of Action. FEBS Lettetrs 409, Kumar, S., Guha, M., Choubey, V., Maity, P., dan Bandyopadhyay, U Antimalarial Drugs Inhibiting Hemozoin (β-hematin) Formation: A Mechanistic Update. Life Science 80, Sun, Shaofang., Chen, Weijun., Cao, Wei., Zhang, Fenyang., Song, Jirong., Tian, Chengrui Research on the Chelation Between Quercetin and Cr(III) Ion by Density Funcional Theory (DFT) Method. Journal of

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMALARIA DAN INSEKTISIDA FRAKSI ETIL ASETAT DAN SENYAWA 5,7,2',5",7",4"-HEKSAHIDROKSIFLAVANON-[3,8"]- FLAVON DARI BATANG

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMALARIA DAN INSEKTISIDA FRAKSI ETIL ASETAT DAN SENYAWA 5,7,2',5,7,4-HEKSAHIDROKSIFLAVANON-[3,8]- FLAVON DARI BATANG PAkTI ITS PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMALARIA DAN INSEKTISIDA FRAKSI ETIL ASETAT DAN SENYAWA 5,7,2',5",7",4"-HEKSAHIDROKSIFLAVANON-[3,8"]- FLAVON DARI BATANG Garcinia celebica Linn Disusun oleh : Mirna Saga

Lebih terperinci

Bahan bakar dan bahan baku kertas. Senyawa organik bahan alam

Bahan bakar dan bahan baku kertas. Senyawa organik bahan alam Bahan bakar dan bahan baku kertas Senyawa organik bahan alam pemikat (antractan) Metabolit primer Metabolit sekunder penolak(reppelant) H H pelindung (protectant) Garcinia (Sumaryono,1999) Antimalaria

Lebih terperinci

AKTIVITAS DAN POTENSI ANTIMALARIA SENYAWA SANTON TEROKSIGENASI DAN TERPRENILASI

AKTIVITAS DAN POTENSI ANTIMALARIA SENYAWA SANTON TEROKSIGENASI DAN TERPRENILASI Company Logo AKTIVITAS DAN PTENSI ANTIMALARIA SENYAWA SANTN TERKSIGENASI DAN TERPRENILASI DARI GARCINIA Disusun oleh: H H Wiwit Denny Fitriana 1407100061 (1) H H Me Dosen Pembimbing: H H Prof. Taslim Ersam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari -Juni 2011 di Laboratorium Kimia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari -Juni 2011 di Laboratorium Kimia BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari -Juni 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris BAB IV ASIL DAN PEMBAASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan.

Lebih terperinci

UJI AKTIFITAS ANTIMALARIA EKSTRAK AIR DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) PADA KULTUR PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO

UJI AKTIFITAS ANTIMALARIA EKSTRAK AIR DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) PADA KULTUR PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO PKMI-5-9-1 UJI AKTIFITAS ANTIMALARIA EKSTRAK AIR DAUN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) PADA KULTUR PLASMODIUM FALCIPARUM IN VITRO Achmad Fachrizal, Ferry Efendi, Dhianita Binarwati, Rinnelya Agustien Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

Aktivitas Antiplasmodium In Vitro dari Hasil Pemisahan KCV Fraksi etil asetat Umbi Angiopteris evecta Kalimantan Tengah

Aktivitas Antiplasmodium In Vitro dari Hasil Pemisahan KCV Fraksi etil asetat Umbi Angiopteris evecta Kalimantan Tengah Aktivitas Antiplasmodium In Vitro dari Hasil Pemisahan KCV Fraksi etil asetat Umbi Angiopteris evecta Kalimantan Tengah Arnida 1*, Wahyono 2, Mustofa 3, R. Asmah Susidarti 2, Sutomo 1 1Program Studi Farmasi

Lebih terperinci

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010

Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010 MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH Citrus grandis, Citrus aurantium (L.) dan Citrus aurantifolia (RUTACEAE) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI DAN INSEKTISIDA Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini (1406100015) Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel I. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel darah merah dilakukan pada bulan Juli 2012 di Laboratorium Perikanan Jurusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

Deskripsi METODE SEMISINTESIS TURUNAN EURIKUMANON MONOSUBSTITUSI (EURIKUMANON MONOVALERAT)SEBAGAI ANTIPLASMODIUM

Deskripsi METODE SEMISINTESIS TURUNAN EURIKUMANON MONOSUBSTITUSI (EURIKUMANON MONOVALERAT)SEBAGAI ANTIPLASMODIUM 1 Deskripsi 1 2 METODE SEMISINTESIS TURUNAN EURIKUMANON MONOSUBSTITUSI (EURIKUMANON MONOVALERAT)SEBAGAI ANTIPLASMODIUM Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan metode semisintesis satu senyawa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan anugrah Nya sehinga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Uji Aktivitas Antiplasmodium Dari Kombinasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK

POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) ABSTRAK POTENSI SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) Nadia Rahma Kusuma Dewi*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Identifikasi Tanaman Identifikasi/determinasi dari bagian-bagian batang, daun, buah yang dilakukan oleh Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI menyatakan tanaman ini memiliki

Lebih terperinci

Fraksi Kloroform Korteks Alstonia scolaris (L.) R. Br. Dan Daun Cassia siamea Lamk. Serta Toksisitas dan Isolasi Alkaloid dari Korteks Alstonia

Fraksi Kloroform Korteks Alstonia scolaris (L.) R. Br. Dan Daun Cassia siamea Lamk. Serta Toksisitas dan Isolasi Alkaloid dari Korteks Alstonia DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A. 2004. Kimia Bahan Alam Suatu Pendekatan Untuk Memahami Potensi Keanekaragaman Hayati Dalam Bioindustri. Seminar Nasional IKAHIMKI Universitas Airlangga. Penerbit ITB. Bandung.

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK LIPID DALAM Zymomonas mobilis DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Oleh ELOK WIDAYANTI 1406 201 808 PROGRAM MAGISTER KIMIA FMIPA ITS Surabaya 2008 Divisio Sub Divisio

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Sebanyak 10 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker Lampiran. Prosedur Pembuatan Pereaksi Pendeteksi. Pereaksi pendeteksi Flavonoid Pereaksi NaOH 0% Sebanyak 0 gram NaOH dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2009. Tempat pelaksanaannya di Laboratorium Teknologi Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan IPB, Herbarium Bogoriensis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH /' Ar11l fv\a'-af2-'al.~ CA E SA L ". {t PI r1ll1 CE: At. ELVIEN LAHARSYAH UJI AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL KAYU SECANG (CAESALPINlA SAPPAN LINN.) TERHADAP PLASMODIUM BERGHEI SECARA IN VIVO PADA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c)

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c) Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka (a) (b) (c) (d) (e) Keterangan : (a) Daun nangka segar dicuci kemudian dikeringkan (kering udara). (b) Daun nangka kering dihaluskan dengan cara diblender. (c)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu dengan cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas stensil kemudian di

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM THE EFFECT OF ANTIMALARIAL ACTIVE ISOLATE FROM ARTHOCARPUS CHAMPEDEN ON PLASMODIUM FALCIPARUM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. Mira Susanti*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Prosedur penelitian terdiri atas beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan simplisia, ekstraksi, karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak, penapisan fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : RIZA RIDHO DWI SULISTYO K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2007

SKRIPSI. Oleh : RIZA RIDHO DWI SULISTYO K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2007 AKTIVITAS ANTIPLASMODIUM FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK METANOL KULIT BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP Plasmodium falciparum SECARA In Vitro DAN PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNYA SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium 22 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya Pengujian toksisitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan memberikan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol (Nazir, 1999). Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk, Lampiran. Persiapan Media Bakteri dan Jamur Media Trypticase Soy Agar (TSA) Sebanyak g bubuk TSA dilarutkan dalam ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer liter dan dipanaskan pada penangas air sambil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara.

Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara. Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara. a. Stasiun Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. No Stasiun Plot Kualitas

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

3. Pada konsentrasi 6 ppm. 4.5 Pengukuran Senyawa Uji yang Berpotensi Aktif Antimalaria

3. Pada konsentrasi 6 ppm. 4.5 Pengukuran Senyawa Uji yang Berpotensi Aktif Antimalaria 4.5 Pengukuran Senyawa Uji yang Berpotensi Aktif Antimalaria 4.1.1 Cinchona base Pengukuran senyawa antimalaria cinchona base menggunakan metode voltametri siklis dilakukan menggunakan elektroda kerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi Bagian akar dan batang (3-5 cm) Dicuci dengan air mengalir selama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei

THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei of THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei Richa Yuswantina, Agitya Resti Erwiyani, Leni Puspitasari

Lebih terperinci

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar?

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar? Alur Pikir LAMPIRAN 1 Bahan medikamen saluran akar Tujuan : Memperoleh aktivitas antimikroba di saluran akar. Menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar. Mengontrol dan mencegah nyeri. Ca(OH) 2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), Pengambilan Sampel Darah, Penetapan Profil Urea Darah (DAM) dan Penentuan Profil Asam Urat Darah (Follin-Wu)

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

Analisis Hayati PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA SECARA MIKROBIOLOGI. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA SECARA MIKROBIOLOGI. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati PENETAPAN POTENI ANTIBIOTIKA ECARA MIKROBIOLOGI Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Aktivitas (potensi antibiotika dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatan terhadap

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui cucukan nyamuk anopheles betina. Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis. BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak buah Asam Jawa

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013 di laboratorium Biologi Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi parasit dari genus Plasmodium. Ada lima Plasmodium yang diidentifikasi menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

digunakan adalah bagian daun segar dan simplisia lempuyang wangi dan lempuyang pahit yang digunakan adalah bagian rimpang.

digunakan adalah bagian daun segar dan simplisia lempuyang wangi dan lempuyang pahit yang digunakan adalah bagian rimpang. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, prosedur kerja yang terdiri atas beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan simplisia,

Lebih terperinci

3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat

3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat 3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat Alat-alat gelas yang dibutuhkan: Cawan petri untuk wadah media padat dan tempat membiakkan organisme Gelas erlenmeyer untuk wadah membuat media sekaligus tempat membiakkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei serta rancangan deskriptif dan eksploratif. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013.

III. MATERI DAN METODE. Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Patologi Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 2. Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) a Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia daun poguntano

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan subtropis. Di dunia terdapat 207 juta kasus malaria dan 627.000 kematian akibat

Lebih terperinci