BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Obamacare atau the Patient Protection and Affordable Care Act hingga kini masih menjadi isu yang diperdebatkan dalam politik domestik Amerika Serikat (AS). Kelompok konservatif merupakan kelompok yang sejak awal secara konsisten menentang kebijakan healthcare. Kelompok tersebut mendorong dan mendukung upaya-upaya untuk mencabut kebijakan healthcare di AS. Partai Republik sebagai representasi dari kelompok konservatif terus berusaha untuk menggagalkan Obamacare meskipun Undang-Undang (UU) tersebut telah disahkan pada Mereka menganggap pemberian subsidi kesehatan melalui Obamacare bukanlah kebijakan yang tepat. Partai Republik menjadi organisasi politik di tingkat nasional yang paling berpengaruh bagi para pendukung konservatisme di AS karena sebagian besar pemimpin politik kelompok konservatif cenderung bergabung ke dalam Partai Republik. Beberapa kelompok kepentingan beraliran konservatif seperti Senate Conservatives Fund, Heritage Foundation, FreedomWorks, dan Council for National Policy bekerjasama dengan beberapa anggota Kongres dari Partai Republik untuk mengagalkan Obamacare. Kelompok-kelompok kepentingan tersebut berupaya melobi para anggota Kongres untuk tidak memberikan dukungan bagi rancangan anggaran yang memberikan pendanaan bagi Obamacare. Sejak tahun 2011 hingga Maret 2014, Partai Republik yang berada di House of Representatives (HoR) telah melakukan voting untuk mengubah Obamacare sebanyak 54 kali (O Keefe, 2014). Upaya-upaya tersebut belum berhasil karena terus ditentang oleh Partai Demokrat. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Partai Republik di Kongres untuk menggagalkan Obamacare adalah dengan tidak memberikan alokasi pendanaan bagi UU tersebut dalam pembuatan anggaran untuk tahun fiskal Partai Republik menolak untuk menyetujui rancangan UU anggaran tahun fiskal 2014 dan mengancam akan menerapkan government shutdown (GS) jika Obamacare tetap didanai. Strategi ini pun pada akhirnya gagal karena Obamacare tidak dihapuskan. Kesepakatan akhir antara Kongres dan Presiden dalam pembuatan anggaran tahun fiskal 2014 justru tidak memasukkan revisi yang signifikan bagi Obamacare. 1

2 B. Pertanyaan penelitian Mengapa kelompok konservatif terus berupaya menggagalkan penerapan Obamacare? Bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan penerapan Obamacare? C. Literatur Reviu Terdapat beberapa tema penting terkait perlawanan kelompok konservatif terhadap kebijakan Obamacare dalam beberapa literatur yang digunakan penulis untuk membuat literatur reviu. Pertama, perdebatan antara pandangan liberalisme dan konservatisme dalam isu healthcare. Kedua, kelompok kepentingan memberikan pengaruh yang besar dalam pembuatan kebijakan di AS. a. Perdebatan pandangan liberalisme dan konservatisme dalam isu healthcare Perdebatan seputar Obamacare merupakan representasi dari perdebatan antara pandangan liberalisme dan konservatisme yang terus terjadi dalam politik domestik AS. Dalam buku American Public Policy: An Introduction, Clarke Cochran et al. (1982, p. 12) menjelaskan bagaimana pandangan konservatisme dan liberalisme telah mendominasi pembuatan dan evaluasi kebijakan di AS. Keduanya memiliki prinsip dasar yang berbeda yang digunakan dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan. Perdebatan antara dua pandangan tersebut dalam isu healthcare telah terjadi sejak program sosial tersebut mulai diperkenalkan hingga saat ini. Noam Schimmel dalam tulisannya yang berjudul The Place of Human Rights in American Efforts to Expand and Universalize Healthcare (2013, pp. 1-29) berusaha menjelaskan bagaimana isu Hak Asasi Manusia (HAM) berusaha digunakan sebagai prinsip untuk mempertahankan program heatlhcare pada masa pemerintahan Presiden Franklin Delano Roosevelt, Harry Truman, dan Lyndon Baines Johnson hingga pasca masa pemerintahan Ronald Reagan. Schimmel menjelaskan secara sistematis dan cukup komprehensif tentang bagaimana perdebatan seputar kebijakan healthcare terjadi sejak awal diperkenalkannya kebijakan tersebut hingga saat ini. Kelompok konservatif merupakan kelompok yang sejak awal secara konsisten menentang kebijakan healthcare. Kelompok tersebut mendorong dan mendukung upayaupaya untuk mencabut kebijakan healthcare di AS. Kelompok konservatif menilai pemberian bantuan seperti healthcare akan meningkatkan pengeluaran negara, memunculkan potensi kecurangan, menimbulkan ketergantungan yang semakin besar, dan membuat masyarakat 2

3 malas untuk bekerja. Sedangkan kelompok liberal merupakan kelompok yang mendukung kebijakan healthcare. Kelompok liberal melihat bantuan sosial seperti healthcare sebagai sesuatu yang memang dibutuhkan untuk membantu orang yang membutuhkan. Selain itu, pemberian bantuan dinilai dapat membuat angka kemiskinan menurun (Dresang & Gosling 2004, pp ). Schimmel (2013) menyebutkan bahwa perlawanan kelompok konservatif terhadap program healthcare memengaruhi pandangan masyarakat AS terhadap program sosial tersebut. Sebagian masyarakat menilai upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan kepada semua warga negara sebagai kebijakan yang meniru kebijakan partai berideologi sosialis. Banyak kelompok konservatif di AS yang menilai kebijakan healthcare sebagai serangan atas ideologi kapitalis. Berbagai kelompok seperti pengusaha, penjamin asuransi, dan rumah sakit menentang kebijakan reformasi healthcare yang digagas Truman. Perlawanan oleh berbagai kelompok seperti inilah yang dipandang Schimmel terjadi pada masa pemerintahan Johnson, Bill Clinton, maupun Barack Obama. Penerapan Obamacare merupakan pencapaian yang dinilai Schimmel dapat memberikan dampak positif bagi puluhan juta masyarakat AS yang belum memiliki jaminan kesehatan serta bagi masyarakat AS secara keseluruhan yang kini mendapatkan perlindungan. Ketika Obamacare diimplementasikan secara penuh, hal ini dinilai akan berdampak pada berkurangnya keterbelakangan ekonomi secara signifikan dan peningkatan di bidang kesehatan, harapan hidup, serta kualitas kehidupan dan kesejahteraan secara keseluruhan, baik bagi individu maupun masyarakat AS secara kolektif. Jika Schimmel menilai Obamacare sebagai kebijakan yang akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat AS, Michael Tanner dalam tulisannya yang berjudul Obamacare: What We Know Now (2014, pp. 1-52) justru menilai bahwa Obamacare merupakan UU yang gagal. Penilaian ini didasarkan pada bagaimana implementasi Obamacare selama empat tahun sejak disahkan dan diubahnya beberapa ketentuan yang paling signifikan dalam UU tersebut. Tanner menilai bahwa kegagalan besar dalam UU tersebut adalah dalam hal meningkatnya pengeluaran AS di bidang kesehatan. Kegagalan untuk mengontrol pengeluaran atau biaya dinilai memberikan beban bagi pengeluaran, pajak, dan hutang pemerintah AS. Pemerintah AS akan menanggung biaya yang lebih besar karena penerapan UU tersebut. Selain itu, Tanner juga menyebutkan bahwa masyarakat AS akan menghadapi kenaikan premi sebagai akibat dari penerapan UU tersebut. Dampak lainnya adalah Obamacare akan membebani para pengusaha sehingga akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta meningkatnya pajak yang harus dibayarkan 3

4 para pengusaha sehingga akan mengurangi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Banyaknya tuntutan yang ditujukan terhadap beberapa ketentuan dalam Obamacare juga dinilai Tanner sebagai indikator kegagalan UU tersebut. Jika diambil kesimpulan, pemikiran Schimmel cenderung merepresentasikan pemikiran kelompok liberal sedangkan pemikiran Tanner cenderung merepresentasikan pemikiran kelompok konservatif. b. Pengaruh kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan di AS. Kelompok-kelompok kepentingan memiliki pengaruh yang besar dalam pembuatan kebijakan di AS karena mereka menjadi sumber utama bagi munculnya tuntutan-tuntutan tindakan kebijakan terhadap pejabat-pejabat pemerintah. Kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, yaitu menyatakan tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatifalternatif tindakan kebijakan. Kelompok kepentingan juga memberikan informasi yang bersifat teknis kepada para pejabat publik mengenai sifat dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari usul-usul kebijakan yang diajukan. Kelompok kepentingan berupaya memengaruhi sistem politik dengan membentuk opini publik, melawan atau mendukung para kandidat yang akan maju ke dalam pemerintahan, serta memengaruhi keputusan pemerintah. Dalam buku karangan G. Mackenzie yang berjudul American Government: Politics and Public Policy (1986, p. 99) disebutkan bahwa kelompok kepentingan menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk memengaruhi kebijakan publik, misalnya dengan melakukan lobi dan publisitas. Melakukan lobi berarti melakukan kontak langsung dengan pejabat publik. Target para pelobi tidak hanya terdiri dari para legislator, namun juga meliputi staf legislatif, birokrat di cabang eksekutif, political appointees, dan kepala eksekutif beserta para stafnya. Tujuan utama para pelobi adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan kelompok yang mereka wakili. Sementara tujuan utama publisitas adalah untuk menunjukkan terdapatnya permasalahan sosial atau ekonomi yang signifikan yang membutuhkan perhatian dan solusi dari pemerintah. Permasalahan yang diakui sebagai suatu masalah merupakan langkah yang penting dalam proses memengaruhi kebijakan publik. Wilson (2003, p. 117) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang membuat kelompok kepentingan memiliki peran yang sangat penting dalam politik AS. Pertama, semakin terpecahnya masyarakat, maka semakin besar pula variasi kepentingan yang akan muncul. Kedua, sistem konstitusional AS yang terdesentralisasi berkontribusi terhadap 4

5 jumlah kelompok kepentingan. Semakin besarnya kesempatan untuk memengaruhi kebijakan, maka semakin banyak pula kelompok kepentingan yang berusaha untuk memengaruhi kebijakan. Ketiga, kelemahan partai politik di AS memengaruhi jumlah dan kekuatan kelompok kepentingan. Ketika partai politik kuat, kelompok kepentingan akan berusaha memengaruhi kebijakan pemerintah melalui partai tersebut. Sementara jika partai politik lemah, kelompok kepentingan akan langsung berusaha untuk memengaruhi kebijakan di dalam pemerintahan. Wrabley Jr. (2000, p. 456) menyatakan bahwa beberapa ilmuwan mengelompokkan kelompok kepentingan berdasarkan jenis kepentingan yang mereka representasikan seperti kepentingan ekonomi atau sosial, apakah mereka terbuka bagi semua orang untuk keanggotaan atau dibatasi, atau apakah mereka mencari keuntungan atau tidak. Sebagian besar kelompok kepentingan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kelompok masyarakat dan think tank. Kelompok masyarakat mengklaim bahwa mereka merepresentasikan kepentingan masyarakat umum dan tidak membatasi keanggotaannya. Think tank merupakan kelompok berorientasi riset tersendiri yang menganalisis isu kebijakan publik dan menganjurkan alternatif-alternatif kebijakan. Wrabley Jr. (2000, p. 456) juga menjelaskan bahwa beberapa kelompok masyarakat dan think tank secara eksplisit menyatakan kecenderungan politik dan komitmen ideologis mereka, seperti Americans for Democratic Action bagi kelompok liberal, American Conservative Union bagi kelompok konservatif, dan Cato Institute bagi kelompok libertarian. Beberapa kelompok kepentingan menyatakan bahwa kepentingan mereka merupakan representasi dari kepentingan publik, namun sebagian besar dapat diletakkan dalam spektrum ideologis, misalnya Public Citizen dan Common Cause yang dianggap sebagai kelompok kepentingan berideologi liberal dan Citizens for a Sound Economy dan American for Tax Reform yang dianggap sebagai kelompok kepentingan beraliran konservatif. Gabriel Almond (disebutkan dalam Wiseman, 1966, pp ) membagi kelompok kepentingan ke dalam empat tipe, yaitu kelompok kepentingan anomik, non-asosiasional, institusional, dan asosiasional. 1. Kelompok kepentingan anomik merupakan kelompok kepentingan yang umumnya muncul dari adanya huru-hara. Sebagai konsekuensinya, tindakan mereka cenderung keras. Kelompok ini dicirikan dengan kurangnya pengorganisasian secara formal, ketiadaan kepemimpinan yang jelas, koordinasi tindakan yang temporer dan longgar, dan merupakan kumpulan orang-orang yang secara spontan memiliki perhatian yang sama terhadap isu tertentu. Sebagai konsekuensinya, kelompok ini memiliki kesulitan yang besar untuk 5

6 membentuk tujuan jangka panjang. Keuntungan utama dari kelompok ini adalah adanya fleksibilitas yang besar dan kemampuan yang hebat untuk membangkitkan kekuatan publik dalam isu tertentu. 2. Kelompok kepentingan non-asosiasional merupakan kelompok kepentingan yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kesamaan kelas, etnis, ras, agama, budaya, atau gender. Meskipun mereka memiliki kekurangan dalam hal pengorganisasian politik, hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak dapat menjadi kekuatan politik yang diorganisasikan dengan kuat. 3. Kelompok kepentingan asosiasional merupakan kelompok kepentingan yang sering menjadi cabang politik dari kelompok yang telah ada, misalnya asosiasi para profesional atau para ahli. Kelompok ini dicirikan dengan adanya pengorganisasian secara formal sebagai upaya mereka untuk memengaruhi kebijakan publik dan mengartikulasikan kepentingan mereka dalam jangka panjang. 4. Kelompok kepentingan institusional merupakan kelompok kepentingan yang dicirikan dengan struktur yang baik, keanggotaan yang tetap, tujuan yang jelas, dan pengetahuan dalam bidang pemerintahan. Mereka berupaya untuk membela kepentingannya dalam kebijakan pemerintah. Mereka merupakan bagian dari pemerintahan, departemen, atau agensi. Mereka memiliki perhatian tertentu yang ingin dituju dan tujuan yang ingin dicapai. Mereka cenderung memengaruhi pemerintah melalui cara internal. Dari berbagai literatur di atas dapat disimpulkan bahwa isu healthcare merupakan isu yang kompleks karena melibatkan perdebatan antara pandangan konservatif dan liberal dalam budaya politik AS. Perdebatan antara dua pandangan tersebut terjadi sejak kebijakan healthcare mulai diperkenalkan hingga saat ini. Riset ini akan menegaskan kembali hal tersebut dengan menganalisis beberapa faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare. Riset ini juga akan menegaskan bahwa kelompok kepentingan memiliki peran yang besar untuk membuat suatu isu menjadi perhatian atau prioritas dalam politik dan pemerintahan AS. Kelompok konservatif memiliki peran besar dalam mengkampanyekan perlawanan terhadap kebijakan healthcare di AS. Perbedaan riset ini dengan riset-riset sebelumnya yang juga membahas tentang perlawanan kelompok konservatif terhadap kebijakan healthcare adalah riset ini akan berusaha menganalisis faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan menjelaskan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Sehingga akan diperoleh gambaran seberapa kuat argumen yang 6

7 digunakan oleh kelompok konservatif serta konsistensi mereka untuk melawan penerapan Obamacare. Analisis tentang faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare menjadi penting dan menarik karena pertarungan antara kelompok kepentingan pembela dan penentang Obamacare tidak hanya menyangkut masalah pertarungan politik, namun juga menyangkut masalah pertarungan ideologi 1. Dalam sistem politik modern, ideologi dapat berfungsi untuk menyatukan atau mengumpulkan individu-individu dan kelompok-kelompok yang memiliki pandangan dan kepentingan bersama dalan suatu masalah maupun untuk memecah-belah masyarakat. Ideologi dapat meningkatkan kerjasama politik maupun konflik politik (Political Ideology, 2012, p. 165). Paradoks ini menjelaskan bagaimana pertarungan politik dapat berawal dari pertarungan atau perbedaan ideologi. D. Kerangka konseptual Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare serta bagaimana upaya kelompok tersebut untuk mengagalkan Obamacare, penulis akan menggunakan konsep government shutdown, the power of purse, kelompok kepentingan, dan konservatisme. a. Government shutdown Government shutdown (GS) merupakan penutupan sementara kantor-kantor pemerintah non-esensial karena pemerintah belum menyepakati rancangan anggaran untuk tahun fiskal yang baru. Layanan pemerintah non-esensial yang ditutup seperti objek wisata, museum, taman kota, perpustakaan, audit pajak, atau visa. Sementara layanan esensial seperti pengaturan lalu lintas udara, polisi, tentara, atau pengadilan tetap berfungsi seperti biasa pada masa penerapan GS. GS cenderung terjadi ketika presiden dan satu atau dua lembaga di Kongres, yaitu Senat atau HoR, tidak dapat menyelesaikan ketidaksepakatan atas alokasi anggaran sebelum siklus anggaran yang ada berakhir. Ketika dua lembaga tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka proses legislasi pun macet. Pemerintah tidak bisa mencairkan 1 Ideologi dalam pembahasan ini diartikan sebagai sistem kepercayaan yang terdiri dari seperangkat pemikiran, perilaku, atau nilai yang secara relatif saling berkaitan atau konsisten tentang politik dan pemerintahan serta kebijakan publik yang dibuat untuk mengimplementasikan nilai-nilai atau mencapai tujuan (Political Ideology, p. 166). 7

8 dana untuk membiayai pengeluaran rutin tanpa UU Anggaran yang baru. Situasi ini mendorong pemerintah untuk menutup sementara pemerintahan. Dye (2005, pp ) menjelaskan bahwa agar dapat disahkan menjadi UU, rancangan anggaran harus disetujui oleh HoR dan Senat kemudian ditandatangani oleh presiden. Kesepakatan antara Kongres dan presiden tersebut harus tercapai sebelum 1 Oktober karena pada tanggal tersebutlah dimulai tahun fiskal yang baru. Namun Kongres jarang dapat menepati batas waktutersebut sehingga pemerintahan biasanya memulai tahun fiskal tanpa anggaran yang telah disepakati Kongres dan presiden. Kongres mengadopsi continuing resolution yang memberikan kewenangan bagi badan-badan pemerintah untuk tetap menjalankan pengeluaran dalam kurun waktu tertentu melalui UU anggaran sementara. Namun tambahan waktu yang diberikan bagi Kongres dan presiden untuk menyepakati rancangan anggaran dapat berakhir tanpa adanya kesepakatan yang dihasilkan. Ketiadaan kesepakatan dalam hal anggaran inilah yang dapat mendorong diterapkannya GS. Penerapan GS pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama terjadi pada 1-16 Oktober Kebijakan ini diambil karena pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Kongres, gagal menyepakati UU anggaran Tanpa UU anggaran yang baru, pemerintah tidak bisa mencairkan dana untuk membiayai pengeluaran rutin. Hal ini berdampak pada penutupan layanan pemerintah seperti objek wisata, museum, taman kota, perpustakaan, audit pajak, visa, serta cutinya para pegawai federal. b. The power of purse The power of the purse merupakan kekuasaan untuk mengesahkan dan menyediakan pendanaan bagi jalannya pemerintahan. Kekuasaan ini merupakan salah satu kekuasaan terbesar yang diberikan Konstitusi AS kepada Kongres. Kekuasaan terbesar lainnya adalah kewenangan untuk membuat UU. Kongres dapat menggunakan kewenangan iniuntuk mengontrol tindakan eksekutif dengan tidak memberikan dana untuk suatu program atau menetapkan ketentuan dalam penggunaan dana (Thurber 2009, p. 10). Dalam sistem pemerintahan federal seperti di AS, the power of purse diberikan kepada Kongres seperti yang tertera dalam Konstitusi AS pada Article I, Section 9, Clause 7 yang mengatur tentang the Appropriations Clause dan Article I, Section 8, Clause 1 yang mengatur tentang the Taxing and Spending Clause. Proses dan politik pembuatan anggaran di AS berkisar pada dua institusi pemerintahan yang utama, yaitu presiden dan Kongres. Presiden dapat mengajukan rencana anggaran bagi pemerintahan federal namun Kongres-lah yang mengambil keputusan terakhir dalam hal pengeluaran. Hal ini dapat menciptakan 8

9 persaingan di antara presiden dan Kongres serta konflik seputar prioritas pengeluaran (Thurber 2009, p. 10). Gilmour (1990, p. 19) menyatakan bahwa the power of purse merupakan satu bentuk political power yang dimiliki oleh Kongres AS. Political power tersebut memberikan kekuatan bagi Kongres untuk membentuk dan mengontrol keputusan penting dalam kebijakan publik yang diadopsi atau diimplementasikan oleh pemerintah. The power of purse memainkan peran yang penting dalam hubungan antara Kongres dan presiden serta menjadi alat utama yang digunakan Kongres untuk membatasi kekuasaan eksekutif. Penggunaan kekuasaan ini berusaha diterapkan anggota Partai Republik yang menguasai HoR dengan cara tidak mendanai Obamacare. Karena sulit untuk mencabut UU tersebut, mereka memanfaatkan the power of purse yang mereka miliki untuk tidak memberikan pendanaan bagi Obamacare. c. Kelompok kepentingan Barry Rubin (2000, pp ) mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai kumpulan individu atau kumpulan organisasi yang diorganisasikan dan berusaha untuk memengaruhi kebijakan publik. Sementara Dresang dan Gosling (2004, pp ) mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai organisasi yang berusaha memengaruhi kebijakan publik dan pengimplementasian kebijakan tersebut. Dari kedua definisi di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa kelompok kepentingan merupakan perkumpulan individu yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan cara memengaruhi kebijakan publik. Dresang dan Gosling (2004, p. 192) menjelaskan bahwa terdapat beberapa upaya yang dilakukan kelompok kepentingan untuk memengaruhi kebijakan publik. Pertama, menyediakan informasi tentang area kebijakan yang menjadi perhatian mereka. Hal ini merupakan kegiatan paling utama dan dasar bagi kelompok kepentingan. Kedua, mendukung atau menganjurkan kebijakan yang dibutuhkan oleh para anggota kelompok kepentingan. Ketiga, menggerakkan para pemilih dan kontributor untuk mendukung posisi yang dianjurkan oleh kelompok kepentingan. Keempat, memberikan feedback bagi anggota kelompok kepentingan tentang apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dan mengapa pemerintah melakukannya. Mackenzie (1986, p.99) menyebutkan bahwa kelompok kepentingan menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk memengaruhi kebijakan publik, misalnya dengan 9

10 melakukan lobi dan publisitas. Melakukan lobi berarti melakukan kontak langsung dengan pejabat publik. Target para pelobi tidak hanya terdiri dari para legislator, namun juga meliputi staf legislatif, birokrat di cabang eksekutif, political appointees, dan kepala eksekutif beserta para stafnya. Tujuan utama para pelobi adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan kelompok yang mereka wakili. Wasserman (2004, p. 221) menyebutkan bahwa lobi dilakukan ketika individu atau kelompok kepentingan menekan pemerintah untuk bertindak sesuai kepentingan mereka. Kelompok kepentingan saat ini mempekerjakan para pelobi yang merupakan staf profesional atau dari perusahaan konsultan di Kongres untuk mendukung kepentingan mereka. Para pelobi juga termasuk para mantan anggota Kongres atau dari cabang eksekutif yang ahli dalam bidang tertentu, atau yang berhubungan secara pribadi dengan para pembuat kebijakan. Berdasarkan UU reformasi pelobian tahun 1995, para pelobi harus melaporkan siapa yang membayar mereka, seberapa besar mereka dibayar, dan dalam isu apa mereka bekerja. Lobi secara langsung biasanya dilakukakan dalam komite Kongres dan birokrasi eksekutif. Para pelobi memberikan informasi tentang industri atau asosiasi mereka kepada komite dan birokrasi. Sedangkan lobi secara tidak langsung dilakukan melalui kampanye untuk mendapatkan dukungan pemilih. Cara tidak langsung lainnya adalah dengan mendorong kelompok kepentingan lainnya untuk bergabung dengan mereka dalam kampanye di tingkat akar rumput. Mereka akan membentuk koalisi untuk melakukan kampanye. Esensi dari pelobian di tingkat akar rumput adalah agar para konstituen menghubungi anggota Kongres yang merepresentasikan mereka (Wasserman, 2004, p. 223). Sementara tujuan utama publisitas adalah untuk menunjukkan terdapatnya permasalahan sosial atau ekonomi yang signifikan yang membutuhkan perhatian dan solusi dari pemerintah. Permasalahan yang diakui sebagai suatu masalah merupakan langkah yang penting dalam proses memengaruhi kebijakan publik. Para ahli politik menyebutnya sebagai fungsi agenda setting. Tantangan pertama yang utama bagi berbagai kelompok kepentingan adalah untuk mendapatkan perhatian dalam agenda publik dan dipertimbangkan secara aktif oleh para pejabat publik sehingga tindakan kebijakan bisa diambil (Mackenzie, 1986, p. 104). Kelompok-kelompok kepentingan beraliran konservatif di AS merupakan kelompok kepentingan yang secara konsisten menentang kebijakan healthcare sejak kebijakan tersebut pertama kali diperkenalkan. Beberapa kelompok kepentingan seperti Senate Conservatives Fund, Heritage Foundation, FreedomWorks, dan Council for National Policy bekerjasama dengan beberapa anggota Kongres dari Partai Republik untuk menggunakan strategi GS 10

11 sebagai upaya untuk mengagalkan Obamacare. Kelompok-kelompok kepentingan tersebut berupaya melobi para anggota Kongres untuk tidak memberikan dukungan bagi rancangan anggaran yang memberikan pendanaan bagi Obamacare. d. Konservatisme Istilah konservatisme diterapkan bagi orang-orang yang percaya pada kebebasan ekonomi dan peran utama free enterprise dalam masyarakat AS; peran negara yang terbatas atau limited government; serta pertahanan nasional yang kuat dan fokus pada perlindungan dan perlawanan terhadap terorisme (Quinn, 2014). Basis konservatisme adalah menginginkan sedikit campur tangan pemerintah serta kebebasan individu yang lebih besar. Konservatisme diartikan sebagai cara memahami kehidupan, masyarakat, dan pemerintahan. Para pendiri konservatisme sangat dipengaruhi oleh pemikiran beberapa filsuf seperti Adam Smith dengan konsep spontaneous order, Charles Montesquieu dengan konsep separation of powers, dan khususnya John Locke dengan konsep natural rights (Levin, 2009, p. 2). Levin (2009, p. 1) menyatakan bahwa tidak ada rumus pasti yang dapat mendefinisikan konservatisme. Saat ini terdapat banyak pendapat yang bersaing dan mengklaim sebagai konservatisme yang sebenarnya (true conservatism), seperti neoconservatism yang menekankan pada keamanan negara yang kuat, paleo-conservatism yang menekankan pada melindungi kebudayaan, social conservatism yang menekankan pada keyakinan dan nilai-nilai, dan libertarianism yang menekankan pada individualisme. Ide dan doktrin konservatisme muncul pertama kali pada akhir abad 18 dan pada awal abad 19. Konservatisme di AS muncul sebagai gerakan intelektual pada 1950 an dan menjadi gerakan politik pada 1960 an dan 1970 an. Pada 1960 an dan 1970 an, konservatif menjadi semakin berpengaruh dalam politik AS yang ditandai dengan munculnya organisasiorganisasi konservatif, pembentukan sumber-sumber pendanaan, dan munculnya gerakan pemuda konservatif di level universitas. Konservatisme menjadi gerakan yang kuat di AS pada saat Ronald Reagan terpilih menjadi presiden pada 1980 an. Pengertian konservatisme dan liberalisme dapat memiliki perbedaan dalam konteks yang berbeda, seperti dalam konteks ekonomi, sosial, dan politik. Dalam konteks politik, pandangan konservatif bersaing dengan liberal dalam membentuk serta memengaruhi politik domestik AS. Perdebatan antara keduanya muncul dalam beberapa isu, seperti isu healthcare, kesejahteraan, aborsi, affirmative action, hukuman mati, ekonomi, pendidikan, energi, gun control, imigrasi, perkawinan sejenis, pajak, dll. Kelompok liberal disebut sebagai kelompok kiri atau sayap kiri sedangkan kelompok konservatif disebut sebagai kelompok kanan 11

12 atau sayap kanan. Dalam peta politik AS, Partai Demokrat pada umumnya menjunjung nilai-nilai atau prinsip-prinsip liberal sedangkan Partai Republik pada umumnya menjunjung nilai-nilai atau prinsip-prinsip konservatif. Kelompok konservatif tidak setuju dengan pemberian subsidi kesehatan seperti yang diterapkan dalam Obamacare. Mereka menganggap Obamacare sebagai bentuk pelanggaran atas ideologi kapitalisme. Subsidi kesehatan yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin dianggap sebagai campur tangan pemerintah yang merusak tatanan. Subsidi sosial bagi masyarakat miskin dinilai tidak akan bermanfaat karena bantuan tersebut justru akan mengurangi motivasi mereka untuk mengubah nasib dengan kerja keras mereka sendiri. Subsidi juga dinilai cenderung akan membuat masyarakat miskin menjadi malas, terutama jika subsidi tersebut diperoleh dari pajak yang diambil dari masyarakat yang berpenghasilan besar (Siregar, 2013, pp ). Keempat konsep tersebut relevan untuk menjawab pertanyaan tentang faktor yang mendasari perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dan bagaimana upaya kelompok tersebut untuk mengagalkan Obamacare. Konsep GS digunakan untuk menjelaskan salah satu strategi yang digunakan oleh kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Konsep the power of purse digunakan untuk menjelaskan wewenang yang diberikan oleh Konstitusi kepada Kongres sehingga Kongres memiliki kekuasaan untuk menentukan anggaran pemerintahan. Dengan adanya wewenang ini, anggota Kongres dapat menyetujui atau menolak untuk memberikan pendanaan bagi suatu program pemerintah. Kekuasaan ini dimanfaatkan oleh anggota Partai Republik di Kongres untuk tidak mendanai Obamacare. Konsep kelompok kepentingan digunakan untuk menjelaskan bagaimana peran kelompok kepentingan dalam memengaruhi pembuatan kebijakan di AS karena kelompok kepentingan di AS memiliki peran yang besar dalam menentukan kebijakan pemerintah. Sementara konsep konservatisme digunakan untuk menjelaskan pandangan politik yang melandasi penolakan terhadap Obamacare. E. Argumentasi utama Perlawanan kelompok konservatif terhadap penerapan Obamacare dilandasi oleh dua faktor. Pertama, faktor utama yang bersifat ideologis yaitu pandangan bahwa keterlibatan negara atau pemerintah yang begitu besar dalam program Obamacare berlawanan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang dianut oleh kelompok konservatif. Kedua, faktor pendorong lainnya yang bersifat pragmatis yaitu penerapan Obamacare 12

13 dikhawatirkan akan meningkatkan pengeluaran negara dan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara. Kelompok konservatif berusaha melakukan berbagai upaya untuk mengagalkan Obamacare. Upaya-upaya tersebut seperti melobi para anggota Partai Republik di Kongres untuk menggunakan the power of purse yang mereka miliki dengan tidak mendanai Obamacare sehingga berdampak pada penerapan GS serta melakukan kampanye untuk melawan Obamacare. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menunjukkan konsistensi mereka dalam melawan penerapan Obamare. F. Organisasi penulisan Tesis ini akan terdiri dari empat bab. Setelah Bab Pendahuluan ini, Bab Kedua akan menjelaskan tentang Obamacare dan mengapa kelompok konservatif terus melakukan perlawanan terhadap Obamacare. Hal ini penting dibahas untuk menganalisis berbagai faktor yang mendasari perlawanan kelompok tersebut. Penerapan Obamacare dinilai bertentangan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang dianut oleh kelompok konservatisme. Faktor-faktor lainnya seperti kekhawatiran akan meningkatnya pengeluaran negara dan pajak yang harus dibayarkan juga perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa kuat argumen yang digunakan oleh kelompok konservatif untuk melawan penerapan Obamacare. Bab Ketiga akan membahasperan kelompok kepentingan dalam politik domestik AS dan bagaimana upaya kelompok konservatif untuk mengagalkan Obamacare. Hal ini penting dibahas karena berkaitan dengan konsistensi kelompok kepentingan tersebut dalam melawan Obamacare. Lobi dan kampanye merupakan beberapa upaya yang terus dilakukan untuk mengagalkan Obamacare. Penerapan strategi GS merupakan salah satu upaya kontroversial yang dilakukan dengan melobi beberapa anggota Partai Republik di Kongres. Bab Keempat, Penutup, akan mengakhiri tesis ini dengan memberikan sejumlah kesimpulan dan inferens yang bisa diambil dari pembahasan kasus yang diteliti. Kesimpulan sementara atas pertanyaan penelitian menunjukkan bahwa kelompok konservatif terus melakukan perlawanan terhadap Obamacare karena penerapan Obamacare dinilai bertentangan dengan prinsip limited government dan kebebasan individu yang mereka anut. Kelompok konservatif berusaha melakukan upaya lobi, publikasi, maupun kampanye untuk melawan penerapan Obamacare. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk menunjukkan konsistensi mereka dalam melawan Obamacare. 13

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

kembali melalui pemeriksaan latar belakang dan serangkaian langkah lainnya, namun di saat yang bersamaan tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi

kembali melalui pemeriksaan latar belakang dan serangkaian langkah lainnya, namun di saat yang bersamaan tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi menugaskan Biden dalam memimpin tim kerja yang bertanggung jawab mengumpulkan rekomendasi kebijakan dari berbagai pihak dapat dilihat sebagai penyatuan aliran-aliran tersebut dan menjadikan Obama-Biden

Lebih terperinci

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III Sistem Politik Gabriel Almond Pertemuan III Teori Fungsionalisme Lahir sebagai kritik terhadap teori evolusi, yang dikembangkan oleh Robert Merton dantalcott Parsons. Teori fungsional memandang masyarakat

Lebih terperinci

Smile Indonesia LOBI LO DAN NEGO DAN SIASI NEGO

Smile Indonesia LOBI LO DAN NEGO DAN SIASI NEGO Smile Indonesia LOBI DAN NEGOSIASI PENGERTIAN LOBI Istilah Lobi = lobbying. berarti orang atau berarti orang atau kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota parlemen KATA LOBI Lobby {kata benda}

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: 03Fakultas Gunawan PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Negara dan Sistem Pemerintahan Wibisono SH MSi Program Studi Negara dan Sistem Pemerintahan TUJUAN PERKULIAHAN: 1. Menjelaskan pengertian dan alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kelompok progresif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang  kelompok progresif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalaman Perang Korea turut memengaruhi perumusan kebijakan luar negeri Korea Selatan, salah satunya adalah kemunculan Kebijakan Reunifikasi. Lahir dari kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

Topik : Pengertian Kebijakan Publik Pentingnya Kebijakan Publik Studi Kebijakan Publik

Topik : Pengertian Kebijakan Publik Pentingnya Kebijakan Publik Studi Kebijakan Publik Topik : Pengertian Kebijakan Publik Pentingnya Kebijakan Publik Studi Kebijakan Publik What is public policy? Keputusan dan tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah publik (pattern

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan KMA Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Proses Pembuatan Kebijakan

Lebih terperinci

Problem Pelaksanaan dan Penanganan

Problem Pelaksanaan dan Penanganan Problem Pelaksanaan dan Penanganan Pelanggaran Hak Atas Pangan Sri Palupi Institute t for Ecosoc Rights Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek

Lebih terperinci

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui agenda reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi daerah,

Lebih terperinci

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 )

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

Kapita Selekta Ilmu Sosial

Kapita Selekta Ilmu Sosial Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Fungsi Sistem Komunikasi Politik Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Fungsi Sistem Komunikasi Politik Kapita Selekta Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serangan Paris oleh kaum Islamis dengan pandangan-pandangan SYRIZA terhadap

BAB V KESIMPULAN. serangan Paris oleh kaum Islamis dengan pandangan-pandangan SYRIZA terhadap BAB V KESIMPULAN Pada Pemilihan di Yunani lalu, kampanye formal berlangsung pendek dan dimulai pada awal Januari, yang dilakukan segera setelah dua pihak berkuasa gagal memiliki kandidat untuk upacara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian

BAB 1 PENDAHULUAN. Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini mendiskusikan tentang politisasi kawasan konservasi Tasmanian Wilderness oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tasmanian Wilderness merupakan salah

Lebih terperinci

Pernyataan Misi

Pernyataan Misi USDA Departemen Pertanian Amerika Serikat (Departemen Pertanian informal atau USDA) adalah departemen eksekutif federal Amerika Serikat yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

Pengantar: Kebijakan Berbasis Bukti

Pengantar: Kebijakan Berbasis Bukti Pengantar: Kebijakan Berbasis Bukti 1 Kebijakan Publik dan Penelitian Sosial Proses Kebijakan: Anggapan bahwa proses kebijakan merupakan suatu chaos tujuan dan kecelakaan. Sama sekali bukan persoalan pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya

Lebih terperinci

KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI

KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI & Mencari Keseimbangan KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI Ádám Földes Transparency Interna4onal 11 September 2014 HUKUM INTERNATIONAL International Covenant on Civil and Political Rights Setiap orang

Lebih terperinci

Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan

Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan Seminar Peringatan Hari Kelahiran Pancasila RAKYAT MENCARI PEMIMPIN Yogyakarta, 7 Juni 2012 Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan Landasan Konstitusi Pembukaan UUD 1945: o Kemudian daripada itu untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 FUNGSI PARLEMEN Pada prinsipnya, fungsi parlemen di zaman modern sekarang ini berkaitan dengan (i) fungsi perwakilan, yaitu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni BAB VI KESIMPULAN Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni sejak tahun 1961 hingga 1963, akan tetapi Kennedy tetap mampu membuat kebijakan-kebijakan penting yang memiliki dampak

Lebih terperinci

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA OLEH MUSA MUJADDID IMADUDDIN 19010110 Pendahuluan Pemerintah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis dalam penyelenggaraan negaranya. Kekuasaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI)

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI) RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI) TENTANG FOINI Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Pemerintah Baru, Masalah Lama Kamis, 04 September :12 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 04 September :49

Pemerintah Baru, Masalah Lama Kamis, 04 September :12 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 04 September :49 Pada 21 Agustus 2014 Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan dan gugatan pihak Prabowo-Hatta, baik gugatan mengenai rekapitulasi suara oleh KPU maupun gugatan menyangkut pelanggaran pelaksanaan

Lebih terperinci

UNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA

UNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA UNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-4 FH Unsri UNIVERSALISME ALL HUMAN RIGHTS FOR ALL HUMAN Hak Asasi Manusia untuk Semua hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap BAB V KESIMPULAN BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap pembahasan yang ada di dalam karya tulis (skripsi) ini. Kesimpulan tersebut merupakan ringkasan dari isi perbab yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

PEMIKIRAN MENGENAI RUU PEMERINTAHAN DAERAH (RENCANA REVISI UU NO.32/2004)

PEMIKIRAN MENGENAI RUU PEMERINTAHAN DAERAH (RENCANA REVISI UU NO.32/2004) PEMIKIRAN MENGENAI RUU PEMERINTAHAN DAERAH (RENCANA REVISI UU NO.32/2004) Wahyudi Kumorotomo, PhD Guru-besar pada Jurusan Manajemen Kebijakan Publik Fisipol UGM 2014 APAKAH KOMITMEN UNTUK REVISI UU.32/2004

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

Perempuan Diberdayakan Perempuan dalam Parlemen di Afrika Selatan 1

Perempuan Diberdayakan Perempuan dalam Parlemen di Afrika Selatan 1 S T U D I K A S U S Perempuan Diberdayakan Perempuan dalam Parlemen di Afrika Selatan 1 MAVIVI MYAKAYAKAYA-MANZINI Kebebasan tidak akan dapat dicapai kecuali kalau perempuan telah dimerdekakan dari segala

Lebih terperinci

Pembagian Kekuasaan. Horisontal: Vertikal: Negara kesatuan (Unitary) Negara federal (Federal) Negara konfederasi (Confederation)

Pembagian Kekuasaan. Horisontal: Vertikal: Negara kesatuan (Unitary) Negara federal (Federal) Negara konfederasi (Confederation) MATERI KULIAH 1. PEMBAGIAN KEKUASAAN (8 Feb), 2. KEKUASAAN EKSEKUTIF (15 Feb), 3. KEKUASAAN LEGISLATIF (22 Feb), 4. KEKUASAAN YUDIKATIF (1 Mar), 5. LEMBAGA NEGARA & ALAT NEGARA (8 Mar), 6. STATE AUXILIARY,LPND,

Lebih terperinci

Voter Segmentatipon dan Positioning.

Voter Segmentatipon dan Positioning. Voter Segmentatipon dan Positioning www.mercubuana.ac.id Sumber Bacaan JenniferLees- Marshment, Political Marketing. Principles and Applications, Chapter IV. Bruce I. Newman (ed), Handbook of Political

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1952 Jepang mulai menata kembali kehidupan politiknya setelah tentara Amerika Serikat mulai menduduki Jepang pada tanggal 2 September 1945 karena

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

Komunikasi Politik

Komunikasi Politik Komunikasi Politik Definisi Steven H. Chaffee (1975) Political Communication...peran komunikasi dalam proses politik Brian McNair (1995) Introduction to Political Communication Setiap buku tentang komunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah sebagai bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa termasuk reformasi pengelolaan pemerintahan di daerah, oleh pemerintah pusat telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ANGGARAN SEKOLAH

PENGELOLAAN ANGGARAN SEKOLAH PENGELOLAAN ANGGARAN SEKOLAH Inovasi yang saat ini tumbuh menitikberatkan pada aspek kurikulum dan administrasi pendidikan. Hal tersebut merupakan bagian dari praktek dan teori keuangan, termasuk penganggaran

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2 Oleh Dadang Juliantara Kalau (R)UU Kebudayaan adalah jawaban, apakah pertanyaannya? I. Tentang Situasi dan Kemendesakkan.

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

POWER MAPPING. Sukri Tamma, Fisip Universitas Hasanudin

POWER MAPPING. Sukri Tamma, Fisip Universitas Hasanudin POWER MAPPING Sukri Tamma, Fisip Universitas Hasanudin TUJUAN POWER MAPPING 1) Sebagai metode untuk memetakan stakeholder yang terkait dengan suatu kebijakan atau program 2) Untuk memberikan gambaran atas

Lebih terperinci

DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI

DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI Published: March 2016 ISSN: 2502 8634 Volume 1, Number 6 LSC INSIGHTS The Contemporary Policy Issues in Indonesia DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI Nawawi Asmat Department

Lebih terperinci

Gerakan Sosial. -fitri dwi lestari-

Gerakan Sosial. -fitri dwi lestari- Gerakan Sosial -fitri dwi lestari- (Bruce J. Cohen - 1992) Gerakan yang dilakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk merubah (properubahan) ataupun mempertahankan (konservatif) unsur tertentu

Lebih terperinci

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

12 Media Bina Ilmiah ISSN No 12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: 05 Fakultas PSIKOLOGI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengantar: Arti, Makna,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum 2014 Jakarta, 4 Februari Kepada Yth. 1. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia 2. Amir Syamsudin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Di Jakarta 1. Pemerintah-dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Latar Belakang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran gerakan perempuan yang ada di Yogyakarta telah dimulai sejak rejim orde baru berkuasa. Dalam tesis ini didapatkan temuan bahwa perjalanan gerakan perempuan bukanlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasi.

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, maka kebebasan untuk memperoleh informasi publik menjadi instrumen untuk menciptakan partisipasi

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

Program Sasaran

Program Sasaran 1. Penguatan Lembaga Legislastif (DPR) Pasca-Amandemen UUD 1945 a. Fungsi: DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**]. b. Hak: DPR mempunyai hak interpelasi,

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

PASAL I Nama dan Lokasi. PASAL II Tujuan

PASAL I Nama dan Lokasi. PASAL II Tujuan ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN SERTIFIKASI KONSULTAN LAKTASI INTERNASIONAL (INTERNATIONAL BOARD OF LACTATION CONSULTANT EXAMINERS) Disetujui 15 September 2017 Nama Perusahaan ini adalah: PASAL I Nama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan wacana yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gagasan

Lebih terperinci

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 PERADABAN MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Revolusi Amerika 1776 Perang Sipil di Amerika 1861-1845 Perkembangan Amerika Serikat dan Amerika Latin Amerika Serikat Sebagai

Lebih terperinci

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web: Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance

Lebih terperinci

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

Komunikasi Politik dalam Sistem Politik 1

Komunikasi Politik dalam Sistem Politik 1 Komunikasi Politik dalam Sistem Politik 1 Beberapa ilmuan melihat komunikasi politik sebagai suatu pendekatan dalam pembangunan politik. Oleh karena itu komunikasi politik dianggap memiliki fungsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pembuatan kebijakan serta pengaplikasiannya dari awal hingga akhir masa

BAB VI PENUTUP. pembuatan kebijakan serta pengaplikasiannya dari awal hingga akhir masa BAB VI PENUTUP Mengangkat kebijakan ekonomi Ronald Reagan dalam proses pemikiran pembuatan kebijakan serta pengaplikasiannya dari awal hingga akhir masa kepemimpinannya sebagai presiden. Reagan demikian

Lebih terperinci