BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini mulai dari perangkat keras hingga perangkat lunaknya sangat mendukung dalam bidang pemetaan dan pembuatan atlas dalam bentuk digital. Teknologi komputer yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak membawa efek yang menonjol dalam bidang kartografi dan pemetaan, sehingga akan memberikan perubahan-perubahan dalam hal metodologinya (Morrison, 1983). Perubahan tersebut diantaranya adalah dalam pengumpulan data, penyimpanan data, kompilasi data, generalisasi, simbolisasi dan pemberian teks (nama-nama geografi) dan produksinya, sehingga produk kartografis yang dihasilkan akan menjadi lebih efisien dan luwes (Stefanovic, 1985). Perkembangan teknologi tersebut akan memudahkan dalam pembuatan atlas baik secara konvensional maupun atlas secara elektronik. Pembuatan atlas secara elektronik akan mempermudah dalam hal penyajian data maupun mendisain ulang (editing) data sesuai dengan perkembangannya. Penyajian data tersebut akan lebih menarik dan efisien jika disajikan dalam bentuk atlas. Namun, di samping secara spasial menyajikan data, ada informasi lain sebagai tambahan dalam penyusunan suatu atlas. Atlas merupakan koleksi informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan pada obyek-obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam Ormeling, 1997). Oleh karena itu, pembuatan atlas diharapkan data yang ada dapat disajikan lebih menarik, spesifik, dan sistematis. Atlas tidak hanya berisi peta-peta yang saling berkesinambungan, melainkan dapat diisi juga dengan narasi yang ingin disampaikan oleh si pembuat. Pengertian peta itu sendiri adalah suatu representasi/ gambaran unsur-unsur atau 1

2 kenampakan-kenampakan abstrak, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan (ICA, 1973). Atlas elektronik dibuat dengan mengkomputerisasikan SIG (Sistem Informasi Geografi) yang berhubungan dengan wilayah-wilayah tertentu atau tema-tema yang berhubungan dengan tujuan tertentu dengan tambahan narasi yang memegang peranan penting dalam peta (Elzakker, 1993 dalam Kraak dan Ormeling 2007). Karena itu atlas banyak digunakan untuk tujuan tertentu khususnya dalam hal pariwisata. Atlas elektronik mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan atlas konvensional, diantaranya adalah dalam hal penyajian data, penyimpanan data, dan pembaharuan data (editing data). Penyajian data dalam atlas elektronik akan lebih mudah dan menarik, sedangkan untuk penyimpanan data juga akan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien karena dalam penyimpanannya tidak membutuhkan banyak kertas (hardcopy) seperti penyimpanan pada atlas konvensional. Pembaharuan data dalam atlas elektronik juga lebih mudah dilakukan karena data yang disajikan dalam atlas tersebut bersifat dinamis dan dapat diganti dengan mudah sesuai perkembangan waktu. Atlas elektronik juga mempunyai kekurangan, diantaranya atlas elektronik tersebut tidak bisa digunakan atau dioperasikan di sembarang tempat. Hal tersebut karena atlas elektronik hanya bisa dioperasikan dengan menggunakan bantuan komputer, sehingga jika pengguna tidak mempunyai komputer atau tidak bisa mengoperasikan komputer, atlas ini tidak dapat dioperasikan. Selain itu, biaya yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik juga lebih besar daripada pembuatan atlas konvensional. Kabupaten Bantul mempunyai banyak daerah wisata. Wisata yang bernuansa alami seperti desa wisata juga sudah mulai berkembang di Kabupaten Bantul. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Desa wisata pada umumnya menyajikan panorama yang berhubungan dengan suasana pedesaan yang berisi panorama alam maupun budaya yang masih bersifat tradisional. 2

3 Menurut data pariwisata tahun 2010, Kabupaten Bantul mempunyai kurang lebih 18 desa wisata, diantaranya seperti tabel 1.1. Tabel 1.1. Desa Wisata Kabupaten Bantul tahun 2010 No Nama Desa Kecamatan Potensi Utama 1 Desa Wisata Kebonagung* Kecamatan Imogiri Wisata pertanian, wisata budaya, dan wisata air 2 Desa Wisata Karangtengah* Kecamatan Imogiri Kawasan eko-tourism (wisata lingkungan) 3 Desa Wisata Imogiri Kecamatan Imogiri Museum batik 4 Desa Wisata Wukirsari* Kecamatan Imogiri Situs purbakala seperti sekitar Makam Raja Mataram, Makam bangsawan Cirebon, dan Makam Seniman 5 Desa Wisata Krebet, Sendangsari* Kecamatan Pajangan Batik kayu 6 Desa Wisata Guwosari Kecamatan Pajangan Kerajinan batok kelapa dan Goa Selarong 7 Desa Wisata Parangtritis Kecamatan Kretek Pantai Parangtritis 8 Desa Wisata Tirtosari Kecamatan Kretek Wisata budaya jathilan 9 Desa Wisata Panjangrejo* Kecamatan Pundong Kerajinan gerabah kecil-kecil 10 Desa Wisata Seloharjo Kecamatan Pundong Kerajinan mebel 11 Desa Wisata Kasongan (Kajigelem)* Kecamatan Kasihan Kerajinan Gerabah 12 Desa Wisata Lopati, Trimurti* Kecamatan Srandakan Kerajinan anyaman bambu 13 Desa Wisata Kwaru, Poncosari Kecamatan Srandakan Pantai Kwaru 14 Desa Wisata Trimulyo* Kecamatan Jetis Wisata alam di perbukitan Karangwuni dan sepanjang Sungai Opak 15 Desa Wisata Canden* Kecamatan Jetis Minuman herbal tradisional jamu gendong 16 Desa Wisata Puton, Trimulyo Kecamatan Jetis Wisata air 17 Desa Wisata Tembi, Timbulharjo* Kecamatan Sewon Kerajinan dan homestay 18 Desa Wisata Manding, Sabdodadi* Kecamatan Bantul Kerajinan kulit (Sumber: ) Keterangan: * = Sudah berkembang/ efektif Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang memiliki potensi terhadap desa wisata. Hal tersebut dikarenakan nuansa alami di Kabupaten Bantul masih terlihat sekali dan banyak terdapat kerajinan-kerajinan 3

4 yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang bersifat tradisional. Di samping itu, sesuai dengan keputusan Bupati Bantul Bapak Idham Samawi tentang masalah ekonomi, yakni dalam hal mempertahankan pasar-pasar tradisional, akan membuat nuansa tradisional serta potensi-potensi di Kabupaten Bantul menunjang untuk dijadikan desa wisata. Namun demikian, publikasi desa wisata ini masih kurang bagus karena menurut Dawud Subrata selaku koordinator desa wisata Bantul Tengah, publikasi hanya dilakukan melalui internet yang berupa deskripsi dan pemberitahuan secara langsung potensi-potensi yang ada di desa wisata ketika ada wisatawan yang berwisata ke desa wisata tersebut. Dengan demikian, peneliti akan menyajikan data potensi desa wisata dalam bentuk atlas. Desa wisata juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi keuntungan ke luar daerah, sehingga keuntungan tersebut lebih banyak dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan desa wisata diharapkan mampu merangsang pembangunan di pedesaan, serta tergalinya berbagai potensi yang selama ini kurang atau belum mendapat perhatian. Dari segi pembangunan pariwisata, pengembangan desa wisata merupakan salah satu usaha untuk membuka pangsa pasar (market share) yang selama ini belum terpenuhi. Di samping itu, desa wisata juga merupakan salah satu antisipasi terhadap perkiraan bahwa wisatawan yang sudah mencapai titik jenuh terhadap berbagai bentuk wisata yang sudah umum dan mulai lebih berorientasi kepada alternatif tourism Perumusan Masalah Perkembangan teknologi yang ada saat ini memungkinkan seseorang untuk membuat suatu sistem informasi secara elektronik. Teknologi yang cukup baik untuk menampilkan suatu sistem informasi adalah atlas. Atlas merupakan koleksi informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan pada obyekobyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam Ormeling, 1997). 4

5 Dawud Subrata sebagai koordinator desa wisata Bantul Tengah menjelaskan bahwa belum adanya atlas yang dapat digunakan untuk mempromosikan desa wisata di Kabupaten Bantul dan karena alasan tersebut, maka diperlukan penyusunan atlas yang diharapkan mampu memberikan kemajuan bagi desa-desa wisata di Kabupaten Bantul. Penyusunan atlas disesuaikan dengan keinginan pengunjung/ wisatawan sebagai pengguna atlas supaya atlas tersebut memberikan informasi yang seinformatif mungkin. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya : 1. Bagaimana cara menyajikan potensi desa wisata dalam bentuk atlas? 2. Bagaimanakah simbol yang sesuai untuk membuat atlas desa wisata yang informatif? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai adalah : 1. Menyajikan data desa wisata dalam bentuk atlas. 2. Memilih simbol-simbol yang sesuai untuk membuat atlas yang informatif Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini antara lain : 1. Penelitian ini digunakan untuk memenuhi persayaratan dalam memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Atlas Desa Wisata Kabupaten Bantul dapat diakses oleh pengguna (pengunjung/ wisatawan) sehingga mampu mempengaruhi users untuk berwisata di tempat-tempat wisata baik yang sudah berkembang maupun yang belum banyak berkembang saat ini. 5

6 1.5. Tinjauan Pustaka Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki potensi wisata yang luar biasa. Di samping karena masih banyak kearifan lokal penduduk setempat, juga karena Yogyakarta merupakan daerah istimewa. Hal tersebut berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang sangat potensial untuk menjadi desa wisata. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini berisi tentang desa wisata mulai dari pengertiannya hingga pendekatan pengembangan desa wisata dan pengertian atlas hingga berbagai macam tipe atlas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian di bawah ini Desa Wisata Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.26/UM.001/MKP/2010 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata melalui Desa Wisata, tinjauan pustaka mengenai desa wisata dibagi menjadi tiga sub bab, diantaranya adalah pengertian desa wisata, tipe desa wisata, dan pendekatan pengembangan desa wisata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian di bawah ini Pengertian Desa Wisata Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Penduduk di desa wisata memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Faktor alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga juga merupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata. Kawasan desa wisata harus memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan 6

7 memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Desa wisata biasanya menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung turut merasakan suasana pedesaan yang masih asli dan alami (dari Menurut Nuryanti (1993) dalam Concept, Perspective and Challenges, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata: 1. Akomodasi, merupakan sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. 2. Atraksi, merupakan seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan wisatawan berinteraksi sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa dan lainlain yang spesifik. Wisata pedesaan (Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166) merupakan sekelompok kecil wisatawan yang tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat (dari Tipe Desa Wisata Tipe desa wisata menurut pola, proses dan tipe pengelolaan terdiri dari: 7

8 1. Tipe terstruktur (enclave) Tipe terstruktur ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional. b) Lokasi yang terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal. Kelebihan tipe ini adalah dampak negatif yang ditimbulkan dapat terkontrol dan pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan dapat terdeteksi sejak dini. c) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir. Hal tersebut diharapkan mampu menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama sebagai masukan untuk desa wisata. 2. Tipe terbuka (spontaneus) Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yang dapat menyatukan kawasan desa wisata dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Tipe ini mempunyai kekurangan berupa cepat menjalarnya dampak negatif pada penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.26/UM.001/MKP/2010 membagi karakteristik desa wisata menjadi tiga, yakni: 1. In-situ Dalam industri pariwisata transaksi hanya dimungkinkan manakala wisatawan mendatangi/mengunjungi tempat di mana produk wisata dihasilkan, sehingga dampak positif pariwisata yang berupa pembelanjaan wisatawan akan mengalir secara langsung pada masyarakat. Dengan kata 8

9 lain Pariwisata adalah instrument program pemerataan dan penyebaran pertumbuhan yang sangat efektif. 2. Rantai Nilai ke depan dan ke belakang yang sangat panjang Transaksi kepariwisataan akan mampu menumbuhkan rantai nilai tambah ke depan dan ke belakang yang sangat panjang, sehingga mampu mendongkrak kegiatan ekonomi terkait yang sangat besar. 3. Industri yang berbasis sumber daya lokal (local resource based industry) Karakteristik industri pariwisata dan budaya yang sangat ramah pada penyerapan sumber daya lokal serta sifatnya yang padat karya akan sangat efektif dalam menyerap tenaga kerja dan membuka peluang usaha di daerah Pendekatan Pengembangan Desa Wisata Berdasarkan penelitian dan studi-studi dari UNDP/ WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/ konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata, antara lain: 1. Pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata Pendekatan pasar dilakukan dengan tiga cara, yaitu tidak langsug, setengah langsung, dan langsung. Pendekatan tidak langsung (berhenti sejenak) dilakukan dengan asumsi bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan, misalnya dengan penulisan bukubuku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya. Pendekatan setengah langsung (one day trip) merupakan pendekatan dimana wisatawan hanya singgah dan tinggal bersama penduduk, misalnya melakukan kegiatan-kegiatan seperti makan dan melakukan aktivitas bersama penduduk yang kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Pendekatan terakhir merupakan pendekatan langsung (tinggal inap). Pendekatan ini berasumsi bahwa wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/ bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang 9

10 terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Kriteria desa wisata dalam pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata ada lima, yaitu: a) Atraksi wisata, yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih merupakan atraksi yang paling menarik dan atraktif di desa wisata tersebut. b) Jarak tempuh, yaitu jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan merupakan jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten. c) Besaran desa menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa. d) Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan, merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Agama adalah hal yang perlu dipertimbangkan karena menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada. e) Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya. 2. Pendekatan fisik untuk pengembangan desa wisata Pendekatan fisik menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. Standar khusus tersebut antara lain: a) Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya perawatan dari rumah tersebut. Desa wisata ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumahrumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal mereka yang masih 10

11 ditinggali. Sarana wisata untuk wisatawan juga perlu dibangun untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut. b) Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitasfasilitas wisata yang tersedia. c) Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala kecil seperti: kerajinan kulit, kerajinan gerabah, kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut, dll. Fasilitas-fasilitas wisata yang tersedia dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat Atlas Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas Concepts, atlas adalah koleksi data geografi yang sistematik dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital, yang menyajikan area/ wilayah yang spesifik dan atau terdiri dari satu tema geografi yang didasarkan pada obyek-obyek tertentu dan disertai narasi, yang keduanya digunakan sebagai alat navigasi untuk mendapatkan informasi kembali, analisis, dan keperluan presentasi. Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas Concepts, atlas dibagi menjadi dua tipe yaitu : 1. Atlas berdasar pada sasaran/ tujuan komunikasi (communication objective) yang dibagi menjadi beberapa macam yakni : Atlas Pendidikan (Educational Atlases) Atlas pendidikan berfungsi untuk memberikan gambaran yang jelas dan mudah untuk mengingat tentang pola persebaran fenomena geografi fisik dan geografi manusia. Atlas ini juga berfungsi untuk memunculkan 11

12 keingintahuan mengenai kondisi lingkungan dan hubungannya sehingga atlas ini sebaiknya disusun sesederhana mungkin tanpa mengurangi kandungan informasi yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga atlas ini dapat digunakan sebagai referensi dan sarana penunjang dalam bidang pendidikan seperti dalam bidang IPS, IPA, ataupun yang lainnya Atlas Navigasi (Navigation Atlases) Atlas navigasi digunakan untuk sumber informasi sebagai alat petunjuk atau navigasi dalam suatu perjalanan baik perjalanan darat, laut, maupun udara. Isi peta-peta dalam atlas ini mirip dengan isi yang ada pada peta topografi yang berisi tentang informasi ketinggian atau elevasi suatu tempat sehingga akan memudahkan untuk navigasi oleh pilot ataupun nahkoda. Atlas Perencanaan Fisik (Physical Planning Atlases) Atlas perencanaan fisik menampilkan keterpaduan antara elemen geografi fisik dengan hasil kerja manusia. Atlas ini berperan penting dalam perencanaan wilayah yang berkaitan dengan potensi fisik yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Atlas Referensi (Reference Atlases) Atlas referensi digunakan untuk kepentingan referensi atau merupakan atlas yang menunjukkan suatu lokasi. Dalam atlas ini harus memuat nama-nama tempat atau posisi suatu daerah secara rinci, lengkap, dan informatif. Atlas referensi didesain untuk membantu pengguna dalam mengenal kenampakan geografis ataupun politik. Karena atlas ini dapat diandalkan untuk mengetahui posisi di permukaan bumi, maka atlas ini juga dapat digunakan sebagai alat petunjuk dalam perjalanan bahkan untuk kepentingan perencanaan wilayah. Atlas Manajemen/ Monitor (Management/ Monitoring Atlases) Atlas manajemen/ monitor digunakan sebagai alat untuk melakukan pengawasan pada suatu wilayah dari waktu ke waktu mengingat atlas merupakan kumpulan peta-peta yang saling berkesinambungan satu sama 12

13 lain dan peta-peta tersebut menyajikan visualisasi geografi spasial yang sangat baik sehingga dapat dikomunikasikan dalam berbagai bidang. 2. Atlas berdasar tipe yang ingin dibandingkan (types of comparison) yang terdiri dari: Atlas Geografi (Geographical Atlases) Atlas geografi hanya membandingkan antar area atau wilayah. Atlas Sejarah (Historical Atlases) Atlas sejarah membandingkan antar waktu yang disusun secara sistematik, sehingga pengguna dapat merunut waktu secara kronologis. Atlas Nasional (National Atlases) Atlas nasional menggambarkan aspek kekhususan bagi suatu wilayah misalkan suatu provinsi dengan pembagian administrasi lebih lanjut sampai kabupaten, kecamatan, atau desa. Atlas Topografi (Topographic Atlases) Atlas topografi membandingkan dengan keadaan sebenarnya atau membandingkan dengan lingkungannya. Atlas Tematik (Thematic Atlases) Atlas tematik digunakan untuk membandingkan area namun dengan tema-tema tertentu yang lebih spesifik dari tema-tema yang terdapat dalam atlas regional. Atlas-atlas yang masih disajikan dalam bentuk analog akan rentan terhadap kerusakan dan kehilangan juga tidak praktis dalam penggunaannya. Jadi informasi yang ditampilkan hanya informasi dalam lembar itu saja. Untuk menampilkan informasi lain harus mencari di lembar yang lainnya. Di samping itu, dalam atlas analog ini, informasi atau data yang ada dalam atlas tidak dapat diperbaharui (tingkat updating datanya rendah). Untuk mengatasi kekurangankekurangan atlas analog tersebut dan juga mengingat perkembangan teknologi yang ada sekarang ini, maka diperlukan cara penyajian data yang lebih praktis dan mempunyai nilai updating tinggi yaitu atlas yang disusun secara elektronik. 13

14 Atlas elektronik merupakan atlas yang disusun dalam bentuk PC atau Mac. Menurut Van Elzaker, 1993, atlas elektronik dapat disusun dengan mengkomputerisasikan Sistem Informasi Geografi yang berhubungan dengan area/ wilayah-wilayah tertentu dengan tambahan berupa narasi yang di dalam peta memegang peranan penting. Menurut Kraak dan Ormeling, 2007, atlas elektronik dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu : 1. Atlas Elektronik Paparan Atlas elektronik paparan dikategorisasikan sebagai versi elektronik dari atlas kertas tanpa ada kegunaan ekstra, tetapi dengan kemungkinan untuk mengakses isi peta secara acak, termasuk melihat secara linear yang muncul pada atlas kertas. Keuntungan dari atlas ini adalah biaya produksi lebih murah dan distribusinya lebih mudah. 2. Atlas Elektronik Interaktif Atlas elektronik interaktif dibuat untuk pembaca yang dapat menggunakan komputer karena dalam atlas ini memungkinkan para pengguna untuk memanipulasi kumpulan data yang ada. Dalam atlas ini tidak ada peta yang benar karena setiap peta merupakan pilihan data khusus yang diproses sedekat mungkin dengan keberadaan distribusi tema, tetapi akan selalu dibiaskan dengan elemen-elemen yang bersifat subyektif. Misalnya pengguna bisa merubah skema warna sesuai dengan yang diinginkannya atau mereka dapat menyesuaikan metode klasifikasi atau memperbesar jumlah kelas. 3. Atlas Elektronik Analitikal Menurut Van Elzakker (1993), tipe atlas elektronik analitikal: suatu atlas elektronik adalah komputerisasi GIS (Geography Information System) untuk wilayah tertentu atau tema yang berkaitan dengan tujuan yang sudah diberikan dengan tambahan narasi dimana peta memegang peranan penting. Dalam atlas ini potensi penuh lingkungan elektronik dapat dimanfaatkan, misalnya bagian dari obyek peta, query-nya dijelaskan di bagian bawah. Atau kumpulan data dapat digabungkan sehingga pengguna atlas tidak hanya dibatasi oleh tema yang dipilih kartografer dalam atlas. 14

15 Karena kegunaan Sistem Informasi Geografi lebih diperlihatkan dalam atlas ini, maka penekanan utama dalam atlas ini adalah pada perhitungan informasi keruangan dan visualisasi hasil. Aturan-aturan yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik antara lain : 1. Isi Atlas (Atlas Content) Berisi tentang kandungan informasi yang ada di dalam suatu atlas. Atlas kertas hanya memberikan informasi yang terbatas dalam ssatu waktu sedangkan atlas elektronik dapat dibuat agar memberikan informasi terbaru atau yang up to date. Hal tersebut karena atlas kertas mempunyai dua fungsi yang tidak dapat dipisahkan yaitu sebagai alat penyimpan dan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data, sedangkan atlas elektronik dapat digunakan untuk memisahkan dua fungsi tersebut karena menggunakan teknologi komputer, sehingga informasi yang ada dalam atlas elektronik ini dapat diperbaharui kapan saja. Dengan atlas elektronik, user dapat dengan mudah mengakses informasi yang diinginkan dan dengan atlas secara elektronik ini keamanan sistem penyimpanan data semakin meningkat. 2. Struktur Atlas (Atlas Structure) Struktur atlas berkaitan dengan kemudahan dalam pembacaan atlas, ditekankan pada penyajian yang betingkat misalnya penyajian dalam cakupan wilayah yang luas kemudian mengarah pada wilayah yang lebih sempit atau lebih spesifik. Hal ini juga berkaitan dengan penyajian skala peta dalam atlas, yakni dari skala kecil ke skala besar atau sebaliknya. Tujuannya adalah supaya atlas yang dibuat dapat terstruktur sehingga akan mudah dibaca oleh user. 3. Fungsional Atlas (Atlas Functionality) Berkaitan dengan fungsi tambahan yang ada dalam suatu atlas, tergantung dari software yang digunakan dalam menyajikan atlas. Fungsi tambahan ini berupa tools yang dibuat oleh si pembuat atlas agar dapat 15

16 memberikan kemudahan pada pengguna atlas dalam memahami dan memperoleh informasi dari suatu atlas. Contohnya adalah tool zoom yang digunakan untuk memperbesar gambar/ peta sesuai dengan yang diinginkan oleh user. Selain hal-hal yang berhubungan dengan visualisasi atlas, suatu atlas juga membutuhkan suatu manajemen penyimpanan data untuk menyimpan peta-peta dan informasi-informasi yang ada dalam suatu peta. Menurut Moellering (1983) dalam Weni CH (skripsi, 2003) penyimpanan data spasial dapat dibagi menjadi dua, yakni permanent maps dan virtual maps. Permanent maps merupakan bentuk penyimpanan dan penyajian data yang dapat dilihat secara nyata, atau dikenal dengan atlas kertas. Dalam penyajian atlas ini terdapat banyak keterbatasan seperti yang terdapat pada atlas-atlas yang berupa buku maupun lembaran-lembaran, juga atlas ini rawan akan kerusakan, serta sulitnya dalam pembaharuan data. Virtual maps merupakan bentuk penyimpanan yang telah menggunakan perkembangan teknologi seperti teknologi komputer. Penyimpanan dalam bentuk virtual maps terbagi menjadi 3 tipe (Kraak dan Ormeling, 1996), yakni: a. Virtual maps tipe I Virtual maps jenis ini hanya dapat dilihat tapi tidak dapat disentuh karena hanya berupa on-screen map. Hal tersebut berarti peta-peta dalam atlas dapat ditampilkan di layar monitor dan penyimpanannya tergantung dari kapasitas komputer dalam menyimpan data, sehingga peta-peta dapat disimpan dan ditampilkan sesuai kebutuhan user. b. Virtual maps tipe II Merupakan bentuk penyimpanan data peta yang tidak dapat dilihat namun penyimpanannya dalam bentuk nyata yang dapat disentuh. Contohnya adalah penyimpanan dalam CD atau disket. Keuntungan dari penyimpanan ini adalah lebih murah, distribusi data lebih mudah dan pembaharuan data juga lebih mudah. 16

17 c. Virtual maps tipe III Merupakan bentuk penyimpanan data yang tidak terlihat dan tidak dapat disentuh, misalnya disimpan dalam bentuk World Wide Web (www) dan dapat diakses melalui internet. Keuntungan dalam penyimpanan ini adalah distribusi data lebih luas dan siapa saja yang membutuhkan data tersebut dapat dengan mudah mendapatkannya yakni dengan mengakses internet Penelitian Sebelumnya Barbara Schneider (Institut Teknologi Swiss/ ETH) melakukan penelitian dengan judul Integration of analytical GIS-functions in Multimedia Atlas Information Systems. Metode yang digunakan adalah teknik analisis query database, analisis spasial, serta pengukuran dan fungsi statistik untuk mengetahui sejauh mana integrasi fungsi GIS di bidang multimedia atlas sistem informasi (AIS). Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan fungsi GIS yang sesuai dalam versi multimedia sehingga memperluas kemampuan analitis. Hasil dari penelitian ini adalah peta yang diperoleh dari perluasan kemampuan analitis seperti peta titik temu antara layer peta tematik dengan batas administrasi yang menampilkan hasil statistik. G. Kariotis, dkk (2007) dengan penelitiannya yang berjudul Creation of a Digital Interactive Tourist Map with The Contribution of GPS and GIS Technology to Visualization of The Information. Pemetaan dan semua proses data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dari GIS dan diperkaya dengan software multimedia dan aplikasi internet. Hasil dari penelitian ini adalah peta digital pariwisata yang interaktif. Luthfian Riza S (2008) membuat model visualisasi data pariwisata secara spasial di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan skoring, klasifikasi potensi obyek wisata, dan analisa data sekunder secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif, sampling, serta membuat desain model visualisasi secara konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram) dan model visualisasi paket wisata secara digital. Hasil dari penelitian 17

18 ini antara lain visualisasi data pariwisata secara spasial dan berbagai model peta paket wisata konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram), model visualisasi paket wisata digital dan penentuan model terbaik untuk memvisualisasikan paket wisata. Nita Maulia (2008) melakukan penelitian yang berjudul Penyusunan Prototype Atlas Sekolah secara Elektronik sebagai Penunjang Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar. Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan evaluasi yang meliputi beberapa aspek terhadap atlas sekolah melalui kuesioner yang dibagikan kepada murid SD, kemudian hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar dan pertimbangan dalam pembuatan rancangan atlas elektronik SD. Hasil penelitian ini adalah Atlas Elektronik SD. Westi Utami (2005) meneliti tentang berbagai model visualisasi data pariwisata secara spasial dan paket wisata berbasis web kawasan Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini terdapat peta dengan berbagai macam bentuknya, antara lain peta dengan simbol teks, peta dengan simbol geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta dengan simbol kenampakan tiga dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau menggunakan animasi-animasi. Kelima model tersebut dievaluasi dengan cara membagikan kuesioner kepada para responden dengan metode purposive sampling, kemudian dari kusioner tersebut akan dapat diketahui model yang paling mudah dimengerti oleh para pengguna peta adalah peta dengan geometrik. Hasil dari penelitian ini adalah peta dengan simbol teks, peta dengan simbol geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta dengan simbol kenampakan tiga dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau menggunakan animasi-animasi. Annisa Juwita Ningrum (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis dan Visualiasai Potensi Desa Wisata secara Spasial dalam Bentuk Atlas (Studi Kasus Kabupaten Bantul). Metode yang digunakan adalah survei lapangan untuk mengetahui potensi yang terdapat di masing-masing desa wisata dan mengetahui simbol yang dapat dengan mudah dipahami oleh wisatawan. Potensi tersebut diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat dan wisatawan, 18

19 sedangkan simbol yang mudah dipahami wisatawan diperoleh dari penyebaran kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah atlas elektronik desa wisata dalam bentuk konvensional dan digital. Untuk lebih jelasnya perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.2. Westi (2005) Tabel 1.2. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil Utami G. Kariotis, dkk (2007) Model visualisasi data pariwisata secara spasial dan paket wisata berbasis web kawasan Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul Creation of a Digital Interactive Tourist Map with The Contribution of GPS and GIS Technology to Visualization of The Information Kabupaten Bantul Pengumpulan data primer dan sekunder, klasifikasi data, analisis data, disain simbol (teks, geometrik, piktorial, tiga dimensi, dan dinamis) serta mendisain simbol-simbol hotspot pada penyusunan sistem informasi dan paket wisata berbasis web - Pemetaan dan semua proses data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dari GIS dan diperkaya dengan software multimedia dan aplikasi internet Peta dengan simbol teks, peta dengan simbol geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta dengan simbol kenampakan tiga dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau menggunakan animasianimasi Peta digital pariwisata yang interaktif 19

20 Lanjutan Tabel 1.2. Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil Luthfian Riza S (2008) Nita (2008) Maulia Model visualisasi data pariwisata secara spasial di Kabupaten Kulonprogo Penyusunan Prototype Atlas Sekolah Secara Elektronik sebagai Penunjang Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Sleman Skoring, klasifikasi potensi obyek wisata, dan analisa data sekunder secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif, sampling, serta membuat desain model visualisasi secara konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram) dan model visualisasi paket wisata secara digital Evaluasi yang meliputi beberapa aspek terhadap atlas sekolah melalui kuesioner yang dibagikan kepada murid SD, kemudian hasil evaluasi digunakan sebagai dasar dan pertimbangan dalam pembuatan rancangan atlas elektronik SD Visualisasi data pariwisata secara spasial dan berbagai model peta paket wisata konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram), model visualisasi paket wisata digital dan penentuan model terbaik untuk memvisualisasi kan paket wisata Atlas elektronik SD 20

21 Lanjutan Tabel 1.2. Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil Barbara Schneider (Institut Teknologi Swiss/ ETH) Annisa Juwita N (2010) Integration of analytical GISfunctions in Multimedia Atlas Information Systems Analisis dan Visualisasi Potensi Desa Wisata secara Spasial dalam Bentuk Atlas (Studi Kasus Kabupaten Bantul) - Teknik analisis query database, analisis spasial, serta pengukuran dan fungsi statistik untuk mengetahui sejauh mana integrasi fungsi GIS di bidang multimedia atlas sistem informasi (AIS) Kabupaten Penyusunan Bantul atlas dengan kuesioner baik sebelum atlas dibuat maupun sesudah atlas dibuat sebagai dasar evaluasi atlas yang sudah dibuat dan dengan survei lapangan Peta yang diperoleh dari perluasan kemampuan analitis seperti peta titik temu antara layer peta tematik dengan batas administrasi yang menampilkan hasil statistic Atlas elektronik desa wisata dalam bentuk konvensional dan digital 1.7. Kerangka Penelitian Kesibukan yang sering dialami oleh manusia akan membawa manusia dalam kondisi yang jenuh terhadap pekerjaan yang digelutinya setiap hari. Pada waktu tertentu manusia memerlukan suatu hiburan yang dapat menghilangkan stres yang dialami akibat kesibukan tersebut dan juga untuk me-refresh kembali badannya agar dapat bekerja dengan baik lagi. Salah satu hiburan yang dapat dilakukan adalah dengan wisata. Saat ini wisata merupakan suatu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh manusia. Desa wisata saat ini merupakan pilihan yang paling banyak digemari oleh masyarakat khususnya masyarakat kota yang selalu disibukkan dengan pekerjaan 21

22 kantor dan mereka yang menginginkan suasana lain dalam suatu perjalanan wisata. Dalam perjalanan wisata tersebut, wisatawan menginginkan kemudahan dalam mencari informasi tentang apa yang ada di desa wisata. Informasiinformasi yang diinginkan oleh para wisatawan antara lain informasi tentang potensi-potensi yang menjadi daya tarik pada masing-masing desa wisata. Atlas merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk memperoleh kemudahan dalam suatu wisata. Informasi yang diinginkan oleh wisatawan dapat diperoleh hanya dalam satu atlas. Karena perkembangan teknologi yang ada saat ini, atlas yang paling mudah diakses adalah atlas dalam bentuk elektronik dengan menggunakan model penyimpanan data virtual maps tipe II, yakni penyimpanan yang tidak dapat dilihat namun dapat disentuh penyimpanannya dalam bentuk nyata. Informasi-informasi tersebut antara lain seperti lokasi wisata, fasilitas wisata, potensi wisata, akomodasi, dan perkiraan biaya yang dikeluarkan dalam perjalanan wisata tersebut. Kabupaten Bantul mempunyai banyak sekali desa wisata yang masingmasing mempunyai potensi dan daya tarik tersendiri, namun demikian promosi desa wisata ini masih sangat kurang. Oleh karena itu pembuatan atlas desa wisata ini juga akan digunakan sebagai sarana promosi untuk semua desa wisata di Kabupaten Bantul. Tampilan pada atlas akan dibuat seinformatif mungkin supaya pengguna mengerti informasi yang ada pada atlas dan mampu menggunakan atlas dengan baik. Metode yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner terhadap responden supaya pembuat mengetahui atlas seperti apa yang diinginkan dan mampu menarik pengguna atlas serta mampu membuat sarana promosi yang informatif dan menarik. Berdasarkan kuesioner tersebut akan dapat disusun uraian tentang tampilan atlas yang diinginkan oleh pengguna dan tampilan yang mampu dipahami oleh pengguna atlas. Kemudian atlas yang sudah jadi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah atlas tersebut benar-benar dapat dipahami oleh pengguna atau tidak. Berdasarkan deskripsi di atas, untuk memperjelas kerangka pemikiran, dapat dilihat dalam gambar

23 Promosi Wisatawan Kebutuhan wisata Fasilitas Kemudahan wisata Potensi Sarana Prasarana Akses Kuesioner Pembuatan atlas desa wisata Atlas desa wisata Evaluasi Keterangan : : Input : Proses : Hasil Gambar 1.1. Diagram alir kerangka 23

BAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website

BAB I PENDAHULUAN.  disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pariwisata. Desa wisata biasanya dikembangkan pada kawasan

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pariwisata. Desa wisata biasanya dikembangkan pada kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa wisata merupakan salah satu objek wisata yang sedang berkembang pada sektor pariwisata. Desa wisata biasanya dikembangkan pada kawasan pedesaan yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditambah lagi dengan kebudayaannya, tidak heran jika Yogyakarta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. ditambah lagi dengan kebudayaannya, tidak heran jika Yogyakarta mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Yogyakarta disamping dikenal sebagai sebutan kota perjuangan dan pusat pendidikan, Yogyakarta juga dikenal dengan kekayaan potensi alam dan budayanya yang sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat ini, maka turut berkembang pula teknologi yang digunakan. Dalam kesehariannya, manusia selalu membutuhkan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan Kehidupan masyarakat di perkotaan khususnya di kota-kota besar sangatlah padat akan aktifitas dan rutinitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan daerah tujuan wisatawan domestik dan internasional yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan daerah tujuan wisatawan domestik dan internasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pulau Bintan yang terdiri dari dua daerah administratif yaitu Pemerintah Kabupaten Bintan dan Pemerintah Kota Tanjungpinang merupakan daerah tujuan wisatawan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN ATLAS PERTANIAN WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Aniendyta Apty Haryono

PENYUSUNAN ATLAS PERTANIAN WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Aniendyta Apty Haryono PENYUSUNAN ATLAS PERTANIAN WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aniendyta Apty Haryono chibitata@ymail.com Noorhadi Rahardjo noorhadi@ugm.ac.id Abstract The direction of this

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Salah satunya dibuktikan oleh peningkatan jumlah wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Salah satunya dibuktikan oleh peningkatan jumlah wisatawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata. Bila dibandingkan dengan Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih kalah dalam menyedot

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kriteria desain arsitektur yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Setelah mengkaji desa labang secara keseluruhan dan melihat teori -teori pengembangan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : BOGI DWI CAHYANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positive data on tourism earnings and expenditure. 1. pariwisata dunia, United Nations World Tourism Organization (UNWTO), dapat

BAB I PENDAHULUAN. positive data on tourism earnings and expenditure. 1. pariwisata dunia, United Nations World Tourism Organization (UNWTO), dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International tourist arrivals grew by 4% between January and August 2012 compared to the same period of 2011 according to the latest UNWTO World Tourism Barometer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraiakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 PENDAHULUAN... 2 Latar Belakang... 2 Landasan Hukum... 3 1.3 Maksud dan Tujuan... 4 1.4 Rumusan Masalah... 4 1.5 Keluaran... 4 TENTANG WebSIGIT... 5 Fungsi dan Manfaat... 5

Lebih terperinci

KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN SEBAGAI WISATA PERMAINAN AIR DAN WISATA KULINER

KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN SEBAGAI WISATA PERMAINAN AIR DAN WISATA KULINER BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Judul REDESAIN KAWASAN WISATA TELAGA SARANGAN SEBAGAI WISATA PERMAINAN AIR DAN WISATA KULINER Untuk menjabarkan mengenai pengertian judul di atas maka kalimat judul dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah. Dengan luas sekitar 373,70 Km 2, Kota Semarang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan di Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti permukaan dan graft yang berarti gambaran atau bentuk, sehingga kartografi merupakan gambaran permukaan

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep 1 Kriteria Pengembangan Desa sebagai Desa Wisata di Kabupaten Mira Hawaniar 1, Rimadewi Suprihardjo 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kotamadya Jakarta Pusat yang terletak di tengah-tengah Provinsi DKI Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota Jakarta, merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada zaman yang telah maju ini manusia telah dimanjakan dengan berbagai kecanggihan teknologi. Hampir diseluruh aspek kehidupan manusia terdapat teknologi yang canggih

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu informasi yang dibutuhkan masyarakat pada saat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu informasi yang dibutuhkan masyarakat pada saat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan untuk memperoleh informasi secara cepat dan mudah telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dunia, tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah akan mempunyai implikasi yang besar bagi pembangunan pemerintahan daerah, dimana daerah akan

Lebih terperinci

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-245 Kriteria Pengembangan Desa sebagai Desa Wisata di Kabupaten Mira Hawaniar dan Rimadewi Suprihardjo Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertanian memberikan kontribusi banyak terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, terutama kontribusinya sebagai sumber pangan, sumber lapangan pekerjaan bagi sebagian

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2014, pp. 155~159 KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Dini Rahmawati 1, Yulia Sariwaty

Lebih terperinci

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG Pembimbing : Arif Basofi, S. Kom Arna Fariza, S.Kom, M. Kom Oleh : Yulius Hadi Nugraha 7406.030.060 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) 2337-3520 (2301-9271 Print) C-245 Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Faris Zakaria dan Rima Dewi Suprihardjo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peta merupakan media yang digunakan sebagai sarana memperoleh gambaran fakta di permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai gejala seperti gunung, dan danau.

Lebih terperinci

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1 PENDAHULUAN... 4 1.1 Latar Belakang... 4 1.2 Landasan Hukum... 5 1.3 Maksud Dan Tujuan... 6 1.4 Rumusan

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] SEJARAH ESRI Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan data yang mempunyai referensi

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menjelaskan alasan mengapa penulis mengambil judul dari masalah yang dialami atau disebut juga latar belakang, rumusan masalah dan batasan masalah dari judul

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA Disusun Oleh : Widya Lestafuri K3513074 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI DAN PROMOSI HASIL KERAJINAN DI YOGYAKARTA

PUSAT INFORMASI DAN PROMOSI HASIL KERAJINAN DI YOGYAKARTA LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT INFORMASI DAN PROMOSI HASIL KERAJINAN DI YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disususn oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir semua negara modern, baik negara maju maupun negara berkembang di dunia, saat ini telah menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS APLIKASI SIG OBJEK PARIWISATA DI YOGYAKARTA OLEH : Zahrotul Husna 04018033 Eka Prasetyowati 04018048 Anggi Ningtyas 04018069 Definisi SIG : SIG merupakan sistem informasi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kelangsungan hidup manusia adalah tanah atau lahan. Pengertian tanah menurut Sumaryo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta a. Pengertian Peta Menurut ICA (International Cartographic Association), peta adalah suatu gambaran atau representasi unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi manajemen infrastruktur telah mengalami kemajuan sangat pesat. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan diperbaharui (update) yang dikenal dengan istilah Sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan diperbaharui (update) yang dikenal dengan istilah Sistem BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Informasi geografis biasanya digambarkan dalam peta manual dengan ragam informasi yang tertulis dalam lembaran kertas (atlas). Tetapi kini, dengan adanya teknologi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

E-GUIDANCE SEBAGAI INTERPRETASI YANG INFORMATIF PADA WATERWORLD TAMAN SAFARI INDONESIA

E-GUIDANCE SEBAGAI INTERPRETASI YANG INFORMATIF PADA WATERWORLD TAMAN SAFARI INDONESIA E-GUIDANCE SEBAGAI INTERPRETASI YANG INFORMATIF PADA WATERWORLD TAMAN SAFARI INDONESIA Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Merdeka Malang Abstract Development of mapping technology to explore the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR 3609100043 Latar Belakang Memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak dan beragam Selama ini pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat lah yang berinteraksi secara langsung dengan wisatawan.

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat lah yang berinteraksi secara langsung dengan wisatawan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesiapan sangat penting dalam memulai suatu pekerjaan, karena dengan memiliki kesiapan, apapun akan dapat teratasi dan dikerjakan dengan lancar dan hasil yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB Aditya Galih Sulaksono 1) 1) Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Merdeka Malang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas Pemodelan Profil Prasarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Menggunakan Sistem Informasi Geografis / GIS Mahmud Husein S Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejarah merupakan peristiwa-peristiwa penting di masa lampau yang terjadi di kehidupan manusia dan menyangkut perubahan serta perkembangan manusia (Ali, R.M., 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan satu dari empat kabupaten yang terdapat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten yang terletak di bagian selatan provinsi Daerah

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Penulis: Faris Zakaria, Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi multimedia digital saat ini memungkinkan terjadinya penyampaian informasi yang interaktif dan menarik. Augmented reality dan virtual reality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah tidak dapat dilepaskan dari upaya mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Informasi Geografis Pencarian Apotik terdekat di Kota Yogyakarta. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Informasi Geografis Pencarian Apotik terdekat di Kota Yogyakarta. Pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian yang sama pernah dilakukan sebelumnya oleh Bambang Pramono (2016) di STMIK AKAKOM dalam skripsinya yang berjudul Sistem Informasi

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satu dengan yang lain (Utama, 2014; Samaji, 2015; Setiawan, 2013).

PENDAHULUAN. satu dengan yang lain (Utama, 2014; Samaji, 2015; Setiawan, 2013). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata telah menjadi industri terbesar dan saat ini telah berkembang pesat setelah terintegasi dengan industri lain yang memiliki trickle-down effect ke sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memilki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terus meningkat dan merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terus meningkat dan merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Perkembangan kepariwisataan Indonesia terus meningkat dan merupakan

Lebih terperinci

Bab 2 Langkah Penelitian Geografi

Bab 2 Langkah Penelitian Geografi Bab 2 Langkah Penelitian Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis langkah-langkah penelitian geografi terhadap fenomena geosfera. Menyajikan contoh penerapan langkah-langkah penelitian geografi dalam bentuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris Geography yang terdiri dari dua kata yaitu; Geo yang berarti bumi dan

Lebih terperinci

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul memiliki banyak industri kerajinan yang dapat ditawarkan menjadi objek wisata alternative meliputi bermacam wisata alam, budaya, pendidikan dan lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi ekonomi perubahannya lebih dinamis daripada kondisi fisik yang perubahannya relatif sangat lambat (dalam jangka panjang kondisi fisik suatu wilayah itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS OBJEK WISATA KOTA BANDUNG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS OBJEK WISATA KOTA BANDUNG SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS OBJEK WISATA KOTA BANDUNG (STUDI KASUS PADA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA BANDUNG) Oleh : Ilham Mugni 10108846 Penguji 1 : Riani Lubis, S.T., M.T. Penguji 2 : S. Indriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Ibu Kota Wonosari yang terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT Pengertian Peta Erwin Raisz (1948), Gambaran konvensional dari permukaan bumi seperti kenampakannya kalau dilihat tegak lurus dari atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdirinya hotel dan restoran di kawasan wisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, sebagai akibat dari pembangunan pariwisata yang tidak terpadu. Sebagai

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB_ I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam BAB III METODE PERANCANGAN Merancang sebuah Griya Seni dan Budaya Terakota sesuai dengan konsep dan teori yang diinginkan tidak terlepas dari metode perancangan. Metode perancangan merupakan paparan deskriptif

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan proses desentralisasi terhadap daerah-daerah otonom memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

SEA SIDE HOTEL DI KARIMUNJAWA

SEA SIDE HOTEL DI KARIMUNJAWA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEA SIDE HOTEL DI KARIMUNJAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci