KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI"

Transkripsi

1 KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN ADE YUNIA PURNAMA PUTERI. E Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur. Dibimbing oleh Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si, M.Si. Tektokuinon merupakan senyawa utama dalam ekstraktif kayu Jati yang berperan terhadap keawetan alaminya. Kadar dan komposisi ekstraktif dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, bagian dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh. Pengetahuan tentang kadar tektokuinon dalam kayu Jati berdasarkan lokasi dan bagian kayu yang berbeda akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak kuinon dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur dengan menggunakan pelarut etanol dan toluena. Ekstraksi dilakukan dengan metode sokletasi menggunakan pelarut etanol dan toluena perbandingan volume 1:1, 1:2, dan 2:1. Penentuan konsentrasi relatif kuinon, antrakuinon, dan tektokuinon dalam ekstrak menggunakan Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut etanol/toluena 1:1 dan 1:2 menghasilkan kadar ekstrak yang tinggi dengan nilai yang hampir sama, akan tetapi pelarut etanol/toluena 1:1 lebih efektif untuk mengisolasi kuinon dalam kayu Jati. Jati Jawa Timur memiliki kadar ekstraktif, kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan Jati Jawa Barat. Perbedaan faktor lingkungan dan tempat tumbuh kemungkinan besar sebagai faktor yang berperan pada perbedaan tersebut. Berdasarkan bagian pohon, walaupun bagian kulit kayu Jati menghasilkan kadar ekstrak terlarut etanol/toluena yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu teras, akan tetapi ekstraktif kayu teras memiliki kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu. Limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, ekstraktifnya pun berpotensi sebagai sumber bahan kimia alami yang bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insektisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam. Kata kunci: Jati (Tectona grandis L.f), ekstraktif, tektokuinon, kuinon, antrakuinon. ii

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Ade Yunia Purnama Puteri NRP. E iii

4 KADAR TEKTOKUINON PADA EKSTRAK KAYU DAN KULIT JATI (Tectona grandis L.f) JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR ADE YUNIA PURNAMA PUTERI E Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 Lembar Pengesahan Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur : Ade Yunia Purnama Puteri : E : Teknologi Hasil Hutan Ketua Pembimbing, Disetujui, Anggota Pembimbing, (Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc) (Anne Carolina, S.Si, M. Si) NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP Tanggal: v

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan motifasi selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini 2. Mamah, Papah dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual. 3. Bapak Ujang Suwarna S.Hut, MSc.F selaku dosen penguji atas semua saran, motivasi, dan nasehat demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Staff Departemen Hasil Hutan atas segala dukungan dan bantuannya. 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Ade Yunia Purnama Puteri vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Juni 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Mochamad Sudirman dan Ibu Ir. Ade Hidayati, M.Si. Penulis lulus dari SD Islamic Village pada tahun 2002, lulus SMP Islamic Village tahun 2005, dan tahun 2008 lulus dari SMAN 7 Tangerang. Pada tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2011 penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti UKM Music Agriculture expression (MAX) tahun 2008, Forester Cup BEM-E tahun 2010, KOMPAK DHH 2010, Bina Corps Rimbawan tahun 2011, pengurus HIMASILTAN tahun , dan ketua divisi external HIMASILTAN tahun Penulis melakukan Kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturaden tahun 2010, Magang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tahun 2011, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Perhutani-PGT Sindangwangi tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Kadar Tektokuinon pada Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Jawa Barat dan Jawa Timur dibawah bimbingan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dan Anne Carolina, S.Si, M.Si. vii

8 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jati ( Tectona grandis L.f.) Zat Ekstraktif Kuinon dalam Jati... 5 BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian Penyiapan Serbuk Kayu Pengukuran Kadar Air Sampel Isolasi Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Pengukuran Kadar Kuinon Pengolahan Data... 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Kadar Kuinon Kadar Antrakuinon Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Struktur kimia antrakuinon dan 2-metilantrakuinon Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur ix

10 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kandungan ekstrak kayu Jati (Tectona grandis L.f) x

11 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Komponen kimia dalam ekstrak kayu dan kulit Jati (Tectona grandis L.f) Kromatogram analisis GCMS ekstrak kayu Jati Jawa Barat dengan perbandingan etanol/toluena 1: xi

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu Jati merupakan salah satu kayu komersial bernilai tinggi yang banyak ditanam di Pulau Jawa. Kelebihan kayu Jati dibandingkan dengan kayu lainnya antara lain, kayu Jati memiliki warna dan corak yang menarik, stabilisasi dimensi yang tinggi, dan keawetan alami yang tinggi. Telah diketahui bahwa komponen kimia penyusun kayu yang berpengaruh terhadap keawetan alami kayu adalah zat ekstraktif yang bersifat racun terutama dari kelompok fenolik (Sjostrom 1991). Sementara itu, senyawa utama kayu Jati yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami adalah tektokuinon (Lukmandaru dan Ogiyama 2005). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dilaporkan Sumthong et al. (2006), ekstraktif kayu Jati mengandung berbagai jenis kuinon seperti naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin). Dari berbagai jenis kuinon tersebut, tektokuinon adalah senyawa yang paling dominan (Ohi 2001). Selain berperan terhadap keawetan alami kayu Jati, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2-metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Ekstraktif kayu merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu yang kadar dan komposisinya dipengaruhi oleh jenis, umur, posisi dalam kayu, dan lokasi tempat tumbuh (Sjostrom 1991; Fengel dan Wegener 1984). Kayu dengan umur lebih tua berkecenderungan memiliki kadar ekstraktif yang lebih tinggi. Sementara itu kadar dan komposisi komponen kimia bagian kayu berbeda dengan kulit. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang pengaruh perbedaan lokasi

13 2 tempat tumbuh dan bagian pohon terhadap kadar tektokuinon akan menjadi informasi penting terkait sifat dasar kayu dan potensi pemanfaatan komponen kimia kuinon dalam kayu Jati. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak, kuinon, dan tektokuinon dalam kayu dan kulit Jati asal Jawa Barat dan Jawa Timur yang larut dalam etanol dan toluena pada beberapa variasi konsentrasi. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu dasar untuk mengetahui kadar tektokuinon pada ekstrak Jati Jawa Barat dan Jawa Timur, dan diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara efektif dan efisien.

14 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.) Kayu Jati dengan nama botani Tectona grandis L.f. termasuk dalam famili Verbenaceae, Ordo Tubifrotae. Di Jawa, kayu Jati dikenal dengan nama yang bermacam-macam seperti deleg, dodolan, jatih, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di negara lain kayu Jati dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak (Burma, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), sagwan (India), teck (Perancis) dan teca (Brazilia) (Martawijaya et al. 1981). Kayu Jati merupakan jenis kayu yang banyak dipakai untuk berbagai keperluan karena memiliki keawetan tinggi (kelas awet II) dan kekuatan tinggi (kelas kuat II) dengan berat jenis rata-rata sekitar 0,67. Kayu Jati memiliki kekerasan sedang dan mempunyai nilai penyusutan arah tangensial sekitar 5% dan arah radial sekitar 2,3%. Kayu Jati mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun dengan bantuan mesin dan mempunyai sifat finishing cukup baik. Di samping itu, kayu Jati banyak digemari masyarakat karena mempunyai penampilan dekoratif yang menarik karena terbentuknya riap yang jelas selama pertumbuhannya. Riap pertumbuhan yang jelas ini disebabkan masa kayu (xylem) yang dibentuk pada periode pertumbuhan yang baik (earlywood) sangat berbeda penampilannya dibandingkan dengan masa kayu yang dibentuk pada periode yang kurang baik (latewood). Keadaan ini akan menyebabkan pada bidang melintang batang nampak adanya gambar yang mempunyai kesan lingkaran-lingkaran konsentris yang memusat ke empulur (Fahutan IPB 1994). Kayu Jati merupakan kayu dengan nilai tinggi dan memiliki keawetan alami yang tinggi pula. Kayu Jati mampu bertahan dari serangan faktor perusak biologis seperti rayap ( Lukmandaru dan Takahashi 2008) atau jamur (Niamké et al. 2011). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Selain itu, dalam kayu Jati terdapat juga naftokuinon dan lapakol yang memiliki sifat toksik terhadap faktor biologis perusak kayu (Lukmandaru dan Takahashi 2008).

15 4 Kayu Jati tumbuh baik pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik (tanah yang sarang) terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah yang mempunyai musim kering yang nyata (Martawijaya et al. 1981). Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan mm/tahun dan suhu C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan Jati adalah tanah dengan ph 4,5 7 dan tidak dibanjiri dengan air (Anonim 2012). Berdasarkan perbedaan tempat tumbuh, terdapat perbedaan sifat-sifat kayu Jati Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Pitomo 1985). Jati yang tumbuh di Jawa Barat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan riap pertumbuhannya lebih lebar, sehingga untuk mencapai diameter yang sama Jati yang tumbuh di Jawa Barat memerlukan waktu yang lebih singkat. Kayu Jati Jawa Barat dipanen dengan daur yang lebih pendek (40 tahun) sehingga persentase kayu gubalnya lebih banyak. Oleh sebab itu kayu Jati Jawa Barat mempunyai keawetan alami yang rendah. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah faktor musim yang menentukan pembentukan earlywood dan latewood. Adanya perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan berat jenis, tingkat kekerasan, pola dekoratif kayu, dan kekuatan kayu (Fahutan IPB 1994). Menurut Suryana (2001), daerah Jawa Barat memiliki curah hujan tinggi (> 1500 mm pertahun) dan seringkali pohon Jati tidak menggugurkan daunnya. Menurut Siregar et al. 2008, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki musim kemarau yang panjang dan pohon Jati biasanya menggugurkan daunnya. Kandungan kimia kayu Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk dalam satu kelompok karena adanya kemiripan jumlah kandungan kimianya. 2.2 Zat Ekstraktif Menurut Sjostrom (1991), ekstraktif merupakan komponen kimia kayu yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif adalah konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawasenyawa ekstraseluler, dan mempunyai berat molekul yang rendah. Menurut Fengel dan Wegener (1984), ekstraktif kayu adalah sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar.

16 5 Ekstraktif dari sampel kayu dapat diisolasi melalui ekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter, aseton, benzena, etanol, dikloro-metana atau campuran pelarut-pelarut tersebut. Ekstrasi etanol-benzena (1:2) adalah salah satu metode untuk menduga kadar ekstraktif kayu. Oleh karena benzena dikenal sangat membahayakan kesehatan dianjurkan untuk diganti dengan sikloheksana atau toluena sebagai komponen pelarut yang digabung dengan etanol (Fengel dan Wegener 1984). Sjostrom (1991), menyatakan bahwa jumlah maupun komposisi zat ekstraktif sangat bervariasi tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, faktor genetik, dan bagian pada pohon (batang, cabang, akar, dan kulit kayu). Selain itu, perbedaan komposisi zat ekstraktif juga terdapat pada kayu gubal dan kayu teras. Menurut Niamké et al. (2011), konsentrasi senyawa fenolik pada kayu gubal ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras. Tsoumis (1991), menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih besar dibandingkan kayu. Menurut Sjostrom (1991), senyawa fenolik yang terdapat dalam kayu teras dan dalam kulit dapat melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga. 2.3 Kuinon dalam Jati Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol (Harborne 1987 dalam Singarimbun 2011). Antrakuinon berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Singarimbun 2011). Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon) (Fengel dan Wegener 1984). Telah diketahui ekstraktif kayu Jati mengandung naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan

17 6 naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones (tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin, pachybasin), obtusifolin, betulinic acid, trichione, sitosterol, dan squalene (Thomson 1957, Hegnauer 1973, Singh et al. 1989, Khan dan Mlungwana 1999 dalam Sumthong et al. 2006). Telah dilaporkan hasil ekstraksi bertingkat kayu Jati komersial dengan pelarut toluena dilanjutkan dengan pelarut toluena-etanol (50%) menghasilkan ekstraktif kayu Jati sebesar 6,7%. Analisis ekstrak menunjukkan keberadaan dari naftokuinon dan antrakuinon (AQ), dimana 2-metilantrakuinon adalah komponen yang utama ( 0,33% dari berat kayu Jati) dalam ekstraktif kayu Jati (Leyva et al. 1998). Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS) merupakan alat analisis yang paling cepat dalam menentukan kandungan 2- metilantrakuinon dalam kayu (Ohi 2001). Kromatogram GCMS menunjukan bahwa kayu teras Jati yang berasal dari Gombong (umur 15 tahun dan 25 tahun) dan Randublatung (umur 72 tahun) yang diekstrak dengan pelarut etanol-benzena masing-masing mengandung tectoquinone 0,17%, 0,48%, dan 0,81% (Lukmandaru 2009). a. b. Gambar 1 Struktur kimia antrakuinon (a) dan 2-metil antrakuinon (b).

18 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Maret Mei Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH) Kementrian Kehutanan RI. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Jati (Tectona grandis) yang berumur sekitar 45 tahun berbentuk sisa-sisa potongan dan limbah kulit Jati. Kayu Jati berasal dari Bogor Jawa Barat dan KPH Madiun Jawa Timur. Limbah kulit Jati berasal dari Industri Penggergajian KPH Cianjur Jawa Barat dan KPH Lawu Ds Jawa Timur. Sampel kulit kayu Jati tidak dapat diketahui umur pastinya. Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut adalah etanol dan toluena. Alat yang digunakan yaitu golok, planner, willey mill, fraksinasi partikel bertingkat, timbangan analitik, desikator, timbel, alat soklet, vaccum evaporator, erlenmeyer, cawan petri, oven, dan alat GC-MS Pirolisis. 3.3 Metode Penelitian Penyiapan Serbuk Kayu Penyiapan serbuk kayu dan kulit Jati ukuran mesh dibuat dari masing-masing bagian kayu teras dan kulit kayu. Partikel dibuat melalui proses pencacahan, penggilingan, dan penyaringan. Proses pencacahan dilakukan dengan menggunakan golok atau serutan kayu, proses penggilingan dengan menggunakan willey mill, dan penyaringan menggunakan fraksinasi partikel bertingkat. Serbuk kayu diukur kadar airnya sebagai faktor koreksi.

19 Pengukuran Kadar Air Sampel Serbuk kayu sebanyak 1 gram dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 0 C selama 24 jam atau hingga beratnya konstan. Kadar air dinyatakan sebagai berat air terhadap berat kering contoh uji dinyatakan dalam persen Isolasi Ekstrak Kayu dan Kulit Jati Isolasi ekstrak kayu dan kulit Jati menggunakan metode sokletasi. Ekstraksi dilakukan dengan campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Sebanyak 10 g serbuk ditempatkan dalam timbel dan alat soklet. Sampel diekstraksi dengan 350 ml campuran pelarut etanol/toluena selama ±8 jam. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak etanol/toluena setiap contoh uji yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu sekitar 60 o C dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C. Kadar ekstrak dihitung sebagai berat ekstrak dalam persen terhadap berat sampel kayu kering, dengan menggunakan rumus : Keterangan : Wa : Berat padatan ekstraktif (g) Wb : Berat sampel kering tanur (g) Pengukuran Kadar Kuinon Kadar kuinon dan tektokuinon diuji dengan menggunakan alat Pyrolisis Gas Cromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) Shimadzu tipe PY-2020 is (Pirolisis), dan QP2010 Ultra (GC-MS). Pengukuran menggunakan kondisi suhu pirolisis 400 o C selama 1 jam, suhu kolom awal 50 o C, dan ditingkatkan 15 o C/menit hingga suhu mencapai 280 o C dalam waktu 1 jam. Suhu injektor 280 o C dan suhu detektor relative. Gas helium digunakan sebagai carrier gas, split ratio 1:50, tekanan 208,3 kpa, total flow 105,0 ml/menit, dan column flow 2 ml/menit. Kadar kuinon, antrakuinon, dan tektokuinon dinyatakan sebagai konsentrasi relatif terhadap total senyawa dalam ekstrak.

20 9 3.4 Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu : Yijkl = µ + αi + βj + (αβ)ij + Kk + εijkl Dimana : i = Pelarut yang digunakan (etanol/toluen 1:1, 1:2, dan 2:1); j = Bagian pohon (kayu teras dan kulit); k = Lokasi tempat tumbuh (Jawa Barat, dan Jawa Timur); l = ulangan 1, 2, dan 3; Yijkl = Nilai pengamatan pada faktor pelarut ke-i, faktor bagian pohon ke j, dan blok lokasi tempat tumbuh ke-k; μ = Rataan umum; αi = Pengaruh faktor pelarut ke-i; βj = Pengaruh faktor bagian kayu ke-j; (αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor pelarut ke-i dan faktor bagian pohon ke-j; Kk = Pengaruh blok atau kelompok lokasi tempat tumbuh ke-k; ε(ijkl) = Kesalahan (galat) percobaan pada faktor pelarut ke-i, faktor bagian pohon ke j, dan blok lokasi tempat tumbuh ke-k. Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan. Analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS 9.1.

21 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai non polar. Senyawa ekstraktif yang berhasil diisolasi dipengaruhi oleh sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut bersifat polar akan melarutkan senyawa kimia yang bersifat polar dan senyawa yang bersifat non polar dapat larut dalam pelarut non polar. Pelarut campuran etanol/toluena dapat melarutkan ekstraktif yang bersifat polar sampai non polar, karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan toluena pelarut yang bersifat non polar. Kadar ekstrak dari kayu Jati berbeda untuk perbandingan campuran pelarut etanol/toluena yang berbeda (Gambar 2). Perbedaan perbandingan pelarut etanol dan toluena menyebabkan campuran pelarut memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Kadar Ekstrak (%) ,86 8,91 7,76 6,79 6,09 5,47 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 2 Kadar ekstraktif kayu teras Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan dari kayu Jati Jawa Timur dengan campuran pelarut etanol/toluena 1:2 (8,91%), dan terendah dihasilkan dari kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (5,47%). Pelarut etanol/toluena

22 11 dengan perbandingan 1:2 mampu melarutkan zat ekstraktif tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ekstrak kayu Jati terdiri dari senyawa-senyawa bersifat polar terlarut etanol dan senyawa-senyawa non polar terlarut toluena. Pelarut alkohol dapat melarutkan senyawa karbohidrat, protein, tanin, dan flavanoid. Pelarut toluena dapat melarutkan senyawa resin, minyak, lemak, dan lilin (Fengel dan Wegener 1984). Kadar ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010) dan Nugraha (2011), akan tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Leyva et al. (1998) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Ekstraksi serbuk kayu Jati dangan pelarut toluena dan toluena-etanol menghasilkan ekstrak 6,7% (Leyva et al. 1998), sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) memperoleh kadar ekstrak 7,01% dan 8,04% dari kayu Jati berumur 30 dan 51 tahun dengan pelarut etanol/benzena 1:2. Selain disebabkan perbedaan pelarut atau campuran pelarut, perbedaan kadar ekstrak juga dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi bahan baku kayu, seperti lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan bagian pada pohon (Sjostrom 1991). Gambar 2 menunjukkan pula bahwa kayu Jati pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda menghasilkan kadar ekstrak yang berbeda. Untuk umur yang hampir sama, kayu Jati asal Jawa Timur menghasilkan kadar ekstrak sekitar 2,39% lebih tinggi dibandingkan kayu Jati asal Jawa Barat. Hal yang sejalan ditemukan pula oleh Siregar et al. (2008), bahwa kelarutan etanol-benzena kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat. Hal ini diduga berkaitan dengan perbedaan riap tumbuh yang mempengaruhi proporsi kayu teras. Selain itu, faktor lingkungan, tempat tumbuh, dan genetis kayu merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan karakteristik kayu (Barnett dan Jeronimidis 2003 dalam Siregar et al. 2008). Kondisi sebaliknya terjadi pada kulit kayu Jati, dimana kulit kayu Jati asal Jawa Barat menghasilkan kadar ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati asal Jawa Timur (Gambar 3). Kadar ekstrak tertinggi dihasilkan kulit Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (10,11%), dan terendah dihasilkan kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluen 2:1 (4,72%). Sementara itu,

23 12 perbedaan perbandingan pelarut etanol terhadap toluena tidak menyebabkan perbedaan besar terhadap kadar ekstrak yang dihasilkan. Kadar Ekstrak (%) ,10 9,98 10,11 5,69 4,85 4,72 E:T (1:1) E:T (1:2) E:T (2:1) Pelarut Etanol:Toluena Jawa Barat Jawa Timur Gambar 3 Kadar ekstraktif kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang diisolasi dengan menggunakan berbagai perbandingan komposisi pelarut. Perbedaan kadar ekstraktif antara kulit kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh. Selain itu, oleh karena sampel kulit yang diuji berasal dari limbah industri pengolahan kayu Jati sehingga tidak diperoleh data pasti umur pohon asal kulit tersebut, maka ada kemungkinan perbedaan kadar ekstraktif tersebut juga dipengaruhi oleh umur pohon. Dari hasil kadar ekstrak kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur yang jauh berbeda, diduga limbah kulit Jati Jawa Barat umurnya lebih tua dibandingkan dengan limbah Jati Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan kadar ekstraktif dalam kulit kayu Jati dengan bertambahnya umur pohon (Maryati 2000). Menurut Sjostrom (1991) umur pohon, lokasi tempat tumbuh, dan bagian pada pohon dapat menyebabkan kandungan dan jumlah zat ekstraktif yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa masing-masing faktor pelarut, bagian pohon, lokasi tempat tumbuh, dan interaksi antara faktor pelarut dan faktor bagian pohon tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar ekstrak. Oleh sebab itu, secara statistik kayu Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan umur yang sama memiliki kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena yang

24 13 hampir sama. Berdasarkan nilai rataan kadar ekstrak kayu Jati Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Jati Jawa Barat, sedangkan kadar ekstrak kulit Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jawa Timur (Gambar 2 dan 3). Tabel 1 Kandungan Ekstrak Kayu Jati (Tectona grandis) 1) Etanol/Toluena Jawa Barat Jawa Timur Kayu Kulit Kayu Kulit Rataan 2) 1:01 6,09 10,10 8,86 5,69 7,69 (A) 1:02 6,79 9,98 8,91 4,85 7,63 (A) 2:01 5,47 10,11 7,76 4,72 7,01 (A) Rataan 2) 6,12 (a A ) 10,06 (a A ) 8,51 (a A ) 5,09 (a A ) 7,44 1) rataan dari 3 kali ulangan, % berat kering tanur 2) A dan B hasil uji lanjut Duncan pada pelarut yang digunakan a dan b hasil uji lanjut Duncan pada lokasi tembat tumbuh selang kepercayaan 95% 4.2 Kadar Kuinon Ekstraktif kayu dapat berbeda dalam jumlah dan komposisinya. Kayu tertentu yang mengandung kadar ekstrak yang sama dengan kayu lainnya dapat memiliki komposisi senyawa ekstraktif yang berbeda. Ekstraktif kayu Jati telah dilaporkan didominasi oleh senyawa-senyawa yang termasuk kelompok kuinon (Lukmandaru dan Takahashi 2009), walaupun jenis dan kelimpahannya dapat beragam antar pohon berbeda (Lukmandaru 2012 dalam Salih & Celikbicak 2012). Keragaman jenis dan konsentrasi senyawa kuinon hasil Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GC-MS) terjadi antar kayu Jati dari lokasi berbeda dan antar bagian kayu dan kulit kayu (Gambar 4). Selain itu, perbedaan komposisi campuran pelarut etanol dan toluena juga menghasilkan ekstrak dengan komposisi dan konsentrasi kuinon yang berbeda pula. Campuran pelarut etanol dan toluena dengan perbandingan 1:1 menghasilkan komposisi senyawa kuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan campuran pelarut lainnya (Lampiran 1). Ekstrak etanol/toluena 1:1 kayu Jati terutama terdiri dari senyawa hydroquinone monomethyl ether, alphanaphthoquinhydrone, naphthoquinone, 9,10-anthraquinone, 2,3- dimethylnaphthoquinone, 2-methyl anthraquinone, 2-tert-butylanthraquinone, 9,10-anthracenedione 1,4-diamino, chrysophanol, 2-methylnaphthoquinone,

25 14 lapachol, 1-ethyl anthraquinone, 1-methoxyanthraquinone, phthiocol, dan lawsone. Komposisi senyawa tersebut berbeda dengan yang terdapat pada ekstrak etanol-benzena 1:2 seperti yang dilaporkan oleh Sumthong (2006) dan Lukmandaru dan Takahashi (2009). Sumthong (2006) menemukan 6 senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati, yaitu deoxylapachol, tectoquinone (2-methylAQ), tectol, hemitectol, 2-hydroxy methylanthraquinone, dan 3 -Ohdeoxyisolapachol, sedangkan Lukmandaru dan Takahashi (2009) menemukan senyawa-senyawa utama, yaitu lapachol, tectoquinone, desoxylapachol dan isomer (isodesoxylapachol), squalene, tectol, palmitat. Selain karena perbedaan pelarut yang digunakan, perbedaan komposisi senyawa kuinon dalam ekstrak kayu Jati tersebut juga kemungkinan dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh. Senyawa-senyawa kuinon dapat dikelompokkan ke dalam kelompok naftokuinon dan antrakuinon. Naftokuinon merupakan senyawa organik yang berasal dari naphthalene dengan rumus C 10 H 6 O 2, berwarna kuning, mudah menguap, memiliki bau yang tajam mirip dengan benzokuinon, mudah menguap dalam pelarut organik polar (Anonim 2012). Antrakuinon merupakan senyawa organik aromatik dengan rumus C 14 H 8 O 2, dalam berbentuk kristal padat atau bubuk memiliki warna berkisar dari abu-abu menjadi kuning dan hijau, dan larut dalam pelarut organik panas (Anonim 2012). Senyawa-senyawa kuinon tersebut berperan dalam keawetan alami kayu Jati. Naftokuinon dilaporkan berperan sebagai pencegah pembusukan pada Jati (Thulasidas dan Bhat dalam Niamke et al. 2011), dan memiliki sifat antimikroba (Guiraud et al. 1994, Gafner et al dalam Sumthong et al. 2006). Antrakuinon memiliki sifat anti rayap (Lukmandaru dan Takehashi 2008), dapat berperan sebagai katalis untuk proses pulping (Leyva et al. 1998), dan menjadi produksi zat warna (Anonim 2012). Senyawa kuinon pada kulit Jati lebih sedikit jumlah dan jenisnya dibandingkan dengan kayu. Selain itu, pada ekstrak kulit kayu ditemukan senyawa quinhydrone yang tidak terdapat pada ekstrak kayu. Senyawa ini hanya terdapat pada ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 dan 2:1. Diduga quinhydrone bersifat cenderung polar sehingga tidak dapat larut pada pelarut yang non polar. Secara keseluruhan komponen kuinon Jati Jawa Timur lebih beragam dibandingkan dengan Jati Jawa Barat.

26 15 Kadar Kuinon (%) Gambar 4 Kadar kuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Konsentrasi relatif total kuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (31,82%). Perbedaan lokasi tempat tumbuh dan bagian pohon mempengaruhi komponen dan kadar kuinon yang terisolasi. Ekstrak yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 memiliki jumlah kuinon lebih tinggi yang menandakan bahwa komponen kuinon pada Jati lebih mudah terisolasi dengan pelarut yang semipolar Kadar Antrakuinon Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Konsentrasi relatif antrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

27 Kadar Antrakuinon (%) Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim Kulit Kayu E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Gambar 5 Kadar antrakuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Sama halnya dengan kuinon, konsentrasi relatif kelompok antrakuinon berbeda menurut lokasi tempat tumbuh dan bagian kayu serta kulit Jati. Konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (27,49%), sedangkan konsentrasi relatif total antrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Pada ekstak kulit kayu, konsentrasi relatif antrakuinon tertinggi terdapat pada kulit Jati Jawa Timur dengan pelarut etanol/toluena 1:2. Penambahan proporsi toluena pada campuran pelarut menyebabkan kadar antrakuinon dalam ekstrak lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, pada ekstrak kulit komponen antrakuinon akan terisolasi dengan baik dalam pelarut campuran yang cenderung bersifat non polar. Secara keseluruhan kulit Jati Jawa Timur memiliki kadar antrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit Jati Jawa Barat, maka jumlah rendemen kadar ekstrak tidak menentukan jumlah konsentrasi relatif kadar antrakuinonnya.

28 Kadar Tektokuinon (2-Metilantrakuinon) 2-Metilantrakuinon merupakan kelompok senyawa antrakuinon yang dikenal pula dengan nama tektokuinon. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon dalam ekstrak kayu dan kulit Jati dengan pelarut yang berbeda disajikan pada Gambar 6. Kadar 2-metil antrakuinon (%) Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim E:T (2:1) E:T (1:1) E:T (1:2) Pelarut Etanol:Toluena Kulit Kayu Gambar 6 Kadar tektokuinon pada ekstrak kayu dan kulit Jati Jawa Barat dan Jawa Timur. Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada ekstrak kayu Jati Jawa Barat yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 1:1 (24,67%) (Gambar 6). Konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon terendah terdapat pada ekstrak kulit Jati Jawa Timur yang diisolasi dengan pelarut etanol/toluena 2:1 (0,24%). Berdasarkan nilai rataan, konsentrasi relatif 2-metilantrakuinon tertinggi terdapat pada bagian kayu teras Jati Jawa Timur. Konsentrasi tektokuinon ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lukmandaru (2012) dalam Salih dan Celikbicak (2012) yang menemukan kadar tektokuinon kayu Jati dari Jawa Barat (Purwakarta), Jawa Tengah dan Yogyakarta masing-masing 14,61%, 8,05%, dan 11,31% dengan pelarut etanol-benzena 1:2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut dan bagian sampel kayu Jati yang diteliti. Menurut Sjostrom

29 18 (1991) perbedaan kadar dan jenis ekstraktif dalam kayu dapat dipengaruhi oleh tempat tumbuh, umur, dan bagian kayu yang dipakai. Konsentrasi relatif tektokuinon dalam kayu Jati yang diteliti lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suyono (2010). Konsentrasi tektokuinon pada kayu Jati asal Malang berumur sekitar 50 tahun sebesar 28,98% dengan menggunakan pelarut etanol/toluena 1:2. Berdasarkan hal tersebut pelarut etanol/toluena 1:1 sampai 1:2 cukup baik untuk mengisolasi ekstrak kayu Jati dengan konsentrasi 2-metilantrakuinon yang tinggi. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya bahwa pelarut yang bersifat semipolar lebih efektif melarutkan 2-metilantrakuinon, seperti yang ditemukan pada ekstrak aseton, kayu Jati Panama mengandung 2-metilantrakuinon lebih besar dibandingkan dengan pelarut petroleum (Windeisen et al dalam Gori et al. 2009), walaupun dilaporkan pula pelarut kloroform dan campuran etanol-benzena dapat mengekstrak senyawa tektokuinon (Ohi 2001). Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang paling efektif untuk mengisolasi 2-metilantrakuinon dari kayu Jati dibanding komposisi pelarut lainnya. Pada kromatogram analisis pirolisis GC-MS memperlihatkan peak area dari 2-metilantrakuinon adalah yang paling dominan (Lampiran 2). Secara keseluruhan senyawa 2-metilantrakuinon merupakan komponen utama dalam ekstraktif kayu Jati dengan nilai rataan 14,67% (Jati Jawa Barat) dan 22,19% (Jati Jawa Timur) atau setara dengan konsentrasi 0,76% dan 1,77% berdasarkan bobot kayu. Hasil ini lebih tinggi dengan hasil penelitian Leyva et al. (1988) yang menemukan konsentrasi 2-metilantrakuinon sebesar 0,33% dari berat kayu Jati. Telah diketahui, tektokuinon adalah senyawa utama yang dianggap bertanggung jawab terhadap keawetan alami kayu Jati (Lukmandaru dan Ogiyama 2005). Selain itu, tektokuinon juga bersifat bio-larvasida terhadap jentik nyamuk demam berdarah seperti yang ditemukan pada kayu Cryptomeria japonica (Cheng et al. 2008). Hasil penelitian Leyva et al. (1998) menemukan bahwa 2- metilantrakuinon (tektokuinon) merupakan antrakuinon tersubtitusi yang memiliki sifat katalis yang sama dengan antrakuinon dalam proses pulping alkali. Berdasarkan hal itu limbah kayu Jati selain berpotensi untuk berbagai produk kayu dan energi, juga berpotensi besar sebagai sumber bahan kimia alami yang

30 19 bermanfaat untuk berbagai penggunaan, seperti pengawet alami, insktisida alami, dan sebagai aditif pada proses pulping. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan diversifikasi produk pengolahan kayu dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam biomassa.

31 20 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Ekstraktif kayu teras Jati terutama mengandung kelompok senyawa kuinon dengan 2-metilantrakuinon yang paling dominan. Pelarut etanol/toluena 1:1 merupakan pelarut yang efektif untuk mengisolasi kuinon dalam kayu Jati. Kayu Jati Jawa Timur memiliki kadar ekstraktif, kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan Jati Jawa Barat. Berdasarkan bagian pohon, ekstraktif kayu teras memiliki kadar kuinon, antrakuinon, dan 2-metilantrakuinon yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu. 5.2 Saran Penelitian lanjutan tentang pemanfaatan ekstrak kayu Jati untuk berbagai penggunaan misalnya sebagai pengawet alami, insektisida, aditif, dan lainnya, diperlukan untuk mendorong peningkatan diversifikasi produk dan efisiensi pemanfaatan limbah sumberdaya alam biomassa hasil hutan.

32 21 DAFTAR PUSTAKA Anonim Anthraquinone. [Terhubung berkala]. wiki/anthraquinone. (15 Juli 2012) Naphthoquinone. [Terhubung berkala]. (15 Juli 2012) Jati. [Terhubung berkala]. ( 18 Juni 2012). Cheng SS, Huang CG, Chen WJ, Kuo YH, Chang ST Larvicidal activity of tectoquinone isolated from red heartwood-type Cryptomeria japonica againts two mosquito species. Bioresources Technology 99: Fahutan IPB Tinjauan sifat dan penggunaan kayu jati Jawa Barat. Duta Rimba: Fengel D, Wegener G Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin: Walter de Gruyter & Co. Gori G, Carrieri M, Scapellato ML, Parvoli G, Ferrara D, Rella R, Sturaro A, Bartolucci GB methyanthraquinone as a marker of occupational exposure to teak wood dust in boatyards. Annals of Occupational Hygiene 53 (1): Leyva A, Dimmel DR, Pullman GS Teak extract a catalyst for the pulping of Loblolly Pine. Tappi 81 (5): Lukmandaru G, Ogiyama K Bioactive compounds from ethyl acetate extract of teakwood (Tectona grandis L.f.). Wood Biomass 6: Lukmandaru G, Takahashi K Variation in the natural termite resistance of teak ( Tectona grandis Linn. Fil.) wood as a function of tree age. Annals of Forest Science 65(7): Lukmandaru G Radial distribution of quinones in plantation teak (Tectona grandis L.f.). Annals of Forest Science 66:605p1-605p9. Martawijaya A., Kartasujana I., Kadir K. dan Prawira S.A Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor. Maryati D Daya racun zat ekstraktif kulit kayu jati (Tectona grandis L.f). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Niamké FB, Amusant N, Charpentier JP, Chaix G, Baissac Y, Boutahar N, Adima AA, Coulibaly SK, Allemand CJ Relationships between

33 22 biochemical attributes (non-structural carbohydrates and phenolics) and natural durability against fungi in dry teak wood (Tectona grandis L. f.). Annals of Forest Science 68: Nugraha DR Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L.f) sebagai bio-larvasida jentik nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Ohi H Rapid analysis of 2-methylantraquinone in tropical hardwoods and its effect on polysulfide-aq pulping. 11 th International Symposium of Wood and Pulping Chemistry. Nice-France, June 11-14, Pitomo H Struktur anatomi dan variasi panjang serabut kayu jati (Tectona grandis L.f.) arah radial batang. [Thesis]. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Salih B, Celikbicak O Gas Chromatography in Plant Science, Wine Technology, Toxicology and Some Specific Applications. Croatia: InTech Janeza Trdine. Singarimbun D Senyawa antrakuinon hasil isolasi dari umbi bawang sabrang (Eleutherine palifolia L. Merr.). [Skripsi]. Sumatera Utara: Universitas Sumatera utara. Siregar IZ, Siregar UJ, Karlinasari L, Yunanto T Pengembangan metode penanda genetika molekuler untuk lacak balak (studi kasus pada jati). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia: Sjostrom E Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. London: Academic Press, Inc. Sumthong P, Gonzales RRR, Verpoorte R Isolation and elucidation of quinones in Tectona grandis. Division of Pharmacognosy, Section of Metabolomics. Netherlands: Institute of Biology, Laiden University. Suryana Y Budidaya Jati. Bogor: Swadaya. Suyono Tectoquinone dalam ekstrak kayu jati (Tectona grandis Lin.) sebagai substitusi bahan aditif antrakuinon dalam proses pulping soda. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tsoumis G Science and Technology of Wood; Structure, Properties Utilization. New York: Van Nostrand Reinhald.

34 LAMPIRAN 23

35 Lampiran 1 Komponen Kimia dalam Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Asal Bagian Konsentrasi Pelarut Jenis Kuinon Pohon Relatif (%) Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1,74 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,79 1,4-naphthalenedione (naphthoquinone) 0,16 9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,58 1,4-naphthalenedione, 2,3-dimethyl- (2,3-dimethylnaphthoquinone) 1,96 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 24,67 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,25 9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 1,03 chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,64 jumlah kuinon 31,82 Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (1:2) 2,6-naphthoquinone, 1,5-diamino- 0,17 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 7,47 chrysophanol (1,8-dihydroxy-3-methylanthraquinone) 0,80 jumlah kuinon 8,44 Jawa Barat Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,55 9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,50 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 11,88 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,12 9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,34 jumlah kuinon 13,39 Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,

36 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,73 1,4-naphthalenedione (naphthoquinone) 0,53 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 0,48 9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 2,10 Lapachol 0,50 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 23,85 9,10-anthracenedione, 2-(1,1-dimethylethyl)- (2-tert-butylanthraquinone) 0,96 9,10-anthracenedione, 1-ethyl- (1-ethyl anthraquinone) 0,33 1-methoxyanthraquinone 0,25 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,28 1,4-naphthalenedione, 2-hydroxy- (lawsone) 0,20 jumlah kuinon 31,15 Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (1:2) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0,92 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 1,18 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,32 9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 1,25 Lapachol 0,26 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 21,81 jumlah kuinon 25,74 Jawa Timur Kayu Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 1,28 1,4-naphthalenedione, 2-methyl (2-methylnaphthoquinone) 2,10 1,4-naphthalenedione,2-hydroxy-3-methyl- (phthiocol) 0,57 9,10-Anthracenedione (9,10-anthraquinone) 0,88 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 20,

37 9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,25 jumlah kuinon 25,98 Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 0, cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 0,41 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,53 jumlah kuinon 1,37 Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (1:2) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,31 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 1,50 9,10-anthracenedione, 1,4-diamino- 0,16 jumlah kuinon 1,97 Jawa Barat Kulit Etanol/Toluen (2:1) 2 5-cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,82 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,75 jumlah kuinon 2,57 Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:1) phenol, 4-methoxy- (Hydroquinone monomethyl ether) 1, cyclohexadiene-1 4-dione, compd. with 1,4-benzenediol (quinhydrone) 1,29 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 4,33 jumlah kuinon 6,62 Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (1:2) 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 6,38 jumlah kuinon 6,38 Jawa Timur Kulit Etanol/Toluen (2:1) 1,4-naphthalenediol (.alpha.-naphthoquinhydrone) 0,20 9,10-anthracenedione, 2-methyl- (2-methyl anthraquinone) 0,24 jumlah kuinon 0,

38 27 Lampiran 2 Kromatogram analisis GCMS ekstrak kayu Jati Jawa Barat dengan pelarut etanol/toluena 1:1 PUSLITBANG HASIL HUTAN REPORT Analyzed by : Admin Analyzed : 6/5/ :35:01 AM Sample Name : Ekstrak no.1 Sample ID : Data File : C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrak no.1.qgd Method File : C:\GCMSsolution\Data\Project1\Daun Kalimbawan.qgm Tuning File : C:\GCMSsolution\System\Tune1\Tuning PT. Holcim\ qgt Chromatogram Ekstrak no.1 C:\GCMSsolution\Data\Project1\Ekstrak no.1.qgd 2-metil antrakuinon 71,204, min TIC*1.00 Peak Report TIC Peak# R.Time Area Conc% Name Carbon dioxide (CAS) Dry ice Benzene, methyl(1-methylethyl)- (CAS) Cymol l-limonene Benzene, 1-methyl-4-(1-methylethenyl)- (CAS) 1-Methyl-4-isopropenylbenzene Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme Benzoic acid, 2-methyl-, methyl ester (CAS) Methyl o-toluate Methoxy-4-methylphenol ,2-Benzenediol (CAS) Pyrocatechol ,3-Dimethoxytoluene Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-ethylguaiacol Phenol, 4-ethenyl-2-methoxy ,2-Benzenedicarboxylic acid, monomethyl ester (CAS) Methyl hydrogen phthalate Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol Phenol, 2-methoxy-5-(1-propenyl)-, (E)- (CAS) Phenol, 2-methoxy-5-propenyl Phenol, 2-methoxy-4-propyl- (CAS) 5-PROPYL-GUAIACOL H-Indene-1,3(2H)-dione (CAS) 1,3-Indandione (-)-Epicamphor ,5,9-UNDECATRIENE, 2,6,10-TRIMETHYL-, (Z) ,4-Naphthalenedione (CAS) NAPHTHOQUINONE Geranic acid Phenol, 2-methoxy-4-(1-propenyl)-, (E)- (CAS) (E)-Isoeugenol Pentadecane (CAS) n-pentadecane Ethanone, 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)- (CAS) Acetovanillone ,4-Naphthalenediol (CAS).alpha.-Naphthoquinhydrone ,2-DIMETHYL-INDAN-1,3-DIONE GERMACRANE-A Naphthalene, 1,6,7-trimethyl- (CAS) 2,3,5-Trimethylnaphthalene ,3-DIMETHOXY-6,6-DIMETHYL-CYCLOHEXA-1,4-DIENE Naphthalene, 1,4,6-trimethyl- (CAS) 1,4,6-Trimethylnaphthalene

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Modul Mata Kuliah S1. Mata ajaran Kimia Kayu. Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc

Modul Mata Kuliah S1. Mata ajaran Kimia Kayu. Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc Modul Mata Kuliah S Mata ajaran Kimia Kayu Tim Pengajar: Prof.Dr.Ir. Wasrin Syafii Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc DIVISI KIMIA HASIL HUTAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping)

Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping) Ekstrak Kayu Jati sebagai Katalis Delignifikasi Pulping Soda (Teak Extracts as a Delignification Catalyst of Soda Pulping) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Ekstrak dan Serbuk Kayu Jati sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito)

Ekstrak dan Serbuk Kayu Jati sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito) (Larvicide Activity of Teak Wood Powder and Its Extract to Dengue Fever Mosquito) Deded S Nawawi*, Anne Carolina, Cahyo Werdiningsih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL

KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS KOMPOSISI EKSTRAKTIF PADA KAYU JATI JUVENIL Ganis Lukmandaru dan IGN Danu Sayudha Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Seiring dengan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) Ganis Lukmandaru, Denny Irawati dan Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

VARIASI KADAR ABU DALAM TERAS LUAR KAYU JATI

VARIASI KADAR ABU DALAM TERAS LUAR KAYU JATI VARIASI KADAR ABU DALAM TERAS LUAR KAYU JATI Oleh: Ganis Lukmandaru* Abstract This work aims to find out the variation of ash content in order to establish sampling method by using increment borer. By

Lebih terperinci

Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu Nangka ( Arthocarpus heterophyllus ) dan Mangium ( Acacia mangium

Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu Nangka ( Arthocarpus heterophyllus ) dan Mangium ( Acacia mangium Kadar Zat Ekstraktif dan Susut Kayu (Arthocarpus heterophyllus) dan (Acacia mangium) (Extractives Content and Shrinkage of (Arthocarpus heteroohyllus) and (Acacia mangium) Woods) Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA PULPING SODA DENGAN PENAMBAHAN BIOADITIF SERBUK KAYU JATI APRILIA KARTIKAWATI

PENINGKATAN KINERJA PULPING SODA DENGAN PENAMBAHAN BIOADITIF SERBUK KAYU JATI APRILIA KARTIKAWATI PENINGKATAN KINERJA PULPING SODA DENGAN PENAMBAHAN BIOADITIF SERBUK KAYU JATI APRILIA KARTIKAWATI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK Ganis Lukmandaru Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada E-mail : ganisarema@lycos.com ABSTRAK Getah kopal dari pohon Agathis (damar) termasuk klasifikasi

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

FRAKSINASI BERTINGKAT

FRAKSINASI BERTINGKAT Metode Ekstraksi Maserasi Proses maserasi (macerare= mengairi, melunakkan) merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada temperatur ruangan. Pada psoses maserasi, bahan kandungan

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS) ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN JERUK BALI MERAH (Citrus maxima (Burm.) Merr) SECARA KROMATOGRAFI GAS SPEKTROSKOPI MASSA (GC-MS) SKRIPSI RENA SINAGA 110822022 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Warna Alami Kayu Evalina Herawati Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak zaman dahulu. Dengan berbagai

Lebih terperinci

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SAWDUST OF TEAK WOOD (Tectona grandis) AS WOOD PRESERVATIVE FOR DURIAN WOOD (Durio zibethinus) Sulaiman

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES MATA KULIAH HASIL HUTAN SEBAGAI BAHAN BAKU (HHT 211) DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction)

Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction) Kadar Kinon dalam Kayu Teras Jati yang Diisolasi dengan Ekstraksi Rendaman Dingin (Quinone Contents in Teak Heartwood Isolated by Cold Extraction) Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

(The Change of Wood Acidity during Drying Process)

(The Change of Wood Acidity during Drying Process) Perubahan Sifat Keasaman Kayu selama Proses Pengeringan (The Change of Wood Acidity during Drying Process) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga Bogor

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

S K R I P S I. KOMPOSISI KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT BUAH DAN DAUN JERUK MANIS (Citrus sinensis, sp) ASAL EBAN TIMOR OLEH ALFRIDA TAOLIN

S K R I P S I. KOMPOSISI KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT BUAH DAN DAUN JERUK MANIS (Citrus sinensis, sp) ASAL EBAN TIMOR OLEH ALFRIDA TAOLIN S K R I P S I KOMPOSISI KIMIA MINYAK ATSIRI KULIT BUAH DAN DAUN JERUK MANIS (Citrus sinensis, sp) ASAL EBAN TIMOR OLEH ALFRIDA TAOLIN 72103006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN

SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN SKRIPSI Oleh : Syawal Arijona 021203040 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN PKM Penelitian Diusulkan oleh : Ketua kelompok : Jauhar

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP LAPORAN AKHIR PKMP PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP Oleh : Reza Ramadhan Anita Dewanti Nia Widyastuti Singgih Mukti Wibowo Yennova Sari E24070084

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PANEN DAN PEMBERIAN GIBERELIN TERHADAP MUTU BUAH DAN PERTUMBUHAN TRUBUS BARU MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

PENGARUH CARA PANEN DAN PEMBERIAN GIBERELIN TERHADAP MUTU BUAH DAN PERTUMBUHAN TRUBUS BARU MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PENGARUH CARA PANEN DAN PEMBERIAN GIBERELIN TERHADAP MUTU BUAH DAN PERTUMBUHAN TRUBUS BARU MANGGIS (Garcinia mangostana L.) Oleh: ASLIH SRILILLAH A34303030 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Secang atau Caesalpinia sappan L merupakan tanaman semak atau pohon rendah dengan ketinggian 5-10 m. Tanaman ini termasuk famili Leguminoceae dan diketahui

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN SKRIPSI FRANS JANUARI HUTAGALUNG 051203045 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVESITAS SUMATERA UTARA 2010 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci