INDEKS KELANGKAAN AIR IRIGASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS KELANGKAAN AIR IRIGASI"

Transkripsi

1 INDEKS KELANGKAAN AIR IRIGASI Waluyo Hatmoko Peneliti Utama di Puslitbang Sumber Daya Air ABSTRAK Akhir-akhir ini permasalahan kelangkaan air semakin banyak diberitakan. Untuk menyatakan kelangkaan air biasa digunakan indeks kelangkaan air, berupa indeks Falkenmark yang menyatakan jumlah air yang tersedia per orang per tahun; dan indeks kekritisan air (critically index) atau dikenal juga dengan nama Indeks Penggunaan Air (IPA) yang menyatakan rasio antara kebutuhan air dengan ketersediaan air. Kedua indeks ini biasa menyatakan kelangkaan air pada suatu wilayah yang umumnya berupa negara, provinsi, wilayah sungai, atau daerah aliran sungai. Sampai saat ini belum ada indeks kelangkaan air yang sesuai untuk diterapkan pada suatu daerah irigasi, terutama dengan fluktuasi jumlah air yang tersedia. Makalah ini mengusulkan penggunaan faktor-k untuk menyatakan kelangkaan air di daerah irigasi. Konsep ini diterapkan pada beberapa daerah irigasi di Wilayah Sungai Pemali-Comal, Jawa Tengah. Disimpulkan bahwa penggunaan indeks kelangkaan air berkorelasi erat dengan data historis luas sawah terkena kekeringan. Disarankan untuk mengembangkan indeks kelangkaan air irigasi ini dalam mengukur kinerja infrastruktur irigasi. Kata kunci: Kelangkaan Air, Irigasi, Indeks Kelangkaan Air, Kekeringan 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kelangkaan air merupakan kondisi kekurangan air yang disebabkan oleh manusia, untuk membedakan dengan kekeringan yang merupakan kondisi kekurangan air sementara yang berlangsung secara alami. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan air, sementara jumlah air yang tersedia relatif tetap, bahkan kualitasnya cenderung menurun. Hal ini menyebabkan semakin hari permasalahan kelangkaan air semakin banyak diberitakan. Untuk menyatakan kelangkaan air biasa digunakan indeks kelangkaan air, berupa indeks Falkenmark yang menyatakan jumlah air yang tersedia per orang per tahun; dan indeks kekritisan air (critically index) atau dikenal juga dengan nama Indeks Penggunaan Air (IPA) yang menyatakan rasio antara kebutuhan air dengan ketersediaan air. Kedua indeks ini biasa menyatakan kelangkaan air pada suatu wilayah yang umumnya berupa negara, provinsi, wilayah sungai, atau daerah aliran sungai. Sampai saat ini belum ada indeks kelangkaan air yang sesuai untuk diterapkan pada suatu daerah irigasi. 1.2 Maksud dan tujuan Makalah ini melaporkan pengembangan suatu indeks kelangkaan air untuk irigasi, yang diadopsi dari konsep pemenuhan kebutuhan air Faktor-K yang telah lama digunakan di Indonesia.

2 2 KELANGKAAN AIR 2.1 Pengertian kelangkaan air Kelangkaan air adalah situasi dimana sumber daya air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rata-rata jangka panjang. Kelangkaan air merupakan ketidakseimbangan jangka panjang, dimana jumlah air yang tersedia lebih kecil dari kebutuhan air, dan berarti bahwa kebutuhan air melebihi sumber daya air yang dapat didayagunakan secara berkelanjutan (sustainable). (EU, 2007; UNEP, 2011). Definisi serupa dinyatakan oleh UN-WATER (2006) dan FAO (2007) yang mendefinisikan kelangkaan air sebagai suatu kondisi dimana pasokan atau kualitas air tidak dapat memenuhi kebutuhan semua sektor, termasuk lingkungan. Sementara Van Loon (2012), menyatakan bahwa kelangkaan air disebabkan oleh eksploitasi sumber daya air secara berlebihan, ketika kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan air, jadi berfokus pada akibat aktivitas manusia terhadap sistem hidrologi. Perbedaan antara kekeringan dan kelangkaan air disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kondisi kekurangan air (Pereira et al., 2002) Penyebab Jangka panjang Jangka pendek Alami Daerah yang kering Kekeringan (drought) (aridity) Manusia (anthropogenic) Penggurunan (desertification) Kelangkaan air (water scarcity) Beberapa literatur memisahkan secara tegas pengertian kekeringan dan kelangkaan air. Komisi Eropa (2012) merumuskan perbedaan antara kekeringan dan kelangkaan air pada tabel berikut. Tabel 2 Skala waktu dan penyebab kekeringan, kelangkaan air dan konsep terkait Penyebab Jangka pendek (harian, mingguan) Jangka Menengah (bulanan, musiman, tahunan) Jangka panjang (puluhan tahun) Alami Musim kering (dry spell) Kekeringan (drought) Daerah yang kering (aridity) Manusia Kekurangan air (water shortage) Kelangkaan air (water scarcity) Penggurunan (desertification) Perbedaan mendasar antara kekeringan dengan kelangkaan air adalah bahwa pengelolaan sumber daya air dapat menanggulangi kelangkaan air, akan tetapi hanya dapat melakukan adaptasi terhadap kekeringan dengan mengurangi kerentanan (vulnerability) dan meningkatkan ketahanan (resilience) dengan upaya pro-aktif. Palmer et al. (2008) dan Schiermeier (2008) menyarankan pergeseran fokus pengelolaan kelangkaan air dari mengurangi kerentanan terhadap kekeringan menjadi mengurangi eksploitasi berlebihan dari sumber daya air, atau dari menghadapi variabilitas alam menjadi mengurangi akibat yang disebabkan oleh manusia (anthropogenic).

3 2.2 Indeks Kelangkaan Air Falkenmark Salah satu indikator kelangkaan air (water scarcity) adalah Falkenmark Index (FI), yang menyatakan jumlah air yang tersedia per-tahun per-orang. Indeks ini juga dikenal dengan nama Water Stress Index (WSI). FI = jumlah air per-tahun / jumlah penduduk Kondisi cekaman atau kelangkaan air menurut FI ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kondisi cekaman air Falkenmark Index (FI) Falkenmark Index FI Ketersediaan air per-tahun per-orang (m 3 ) Kondisi cekaman air Besar dari Tanpa cekaman air Cekaman air Kelangkaan air kronis Kecil dari 500 Kelangkaan air parah Indeks Falkenmark untuk setiap wilayah sungai di Indonesia telah dihitung oleh Puslitbang Sumber Daya Air (Hatmoko et al., 2012) dan hasilnya disajikan pada Gambar 1. Terlihat bahwa cekaman air mulai ada pada beberapa wilayah sungai di Jawa, Bali, dan Lombok, yang menunjukkan bahwa jumlah air yang tersedia per-tahun per-kapita sudah berada dibawah m 3 Jumlah air per tahun per penduduk meter-kubik/tahun/kapita besar dari (114) 1,000-1,700 (11) 500-1,000 (5) kecil dari 500 (1) Gambar 1 Indeks Falkenmark pada wilayah sungai di Indonesia Indeks Falkenmark ini menggunakan data yang mudah diperoleh, dan dapat diterapkan untuk berbagai jenis wilayah. Kelemahan indeks ini adalah 1) Tidak memberi informasi mengenai kondisi yang lebih detil, jadi jika diterapkan pada wilayah sungai tidak dapat memberikan informasi mengenai daerah aliran sungai; 2) tidak memberikan informasi mengenai akses untuk memperoleh air; 3) tidak memasukkan peran infrastruktur sumber daya air seperti bendungan; 4) menganggap bahwa kebutuhan air tiap orang pada berbagai wilayah adalah sama; dan 5) sulit untuk digunakan secara operasional dalam alokasi air.

4 2.3 Indeks Kekritisan Air Indeks kekritisan air atau Criticality Ratio (CR) menyatakan tingkat kerawanan akan krisis air, dan didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara jumlah kebutuhan air dan jumlah air yang tersedia pada suatu wilayah. CR = Jumlah air tersedia / Kebutuhan air Tingkat kekritisan air dinyatakan sebagai cekaman air, disajikan pada tabel berikut. Tabel 4 Kondisi Cekaman Air Indikator CR Criticality Ratio CR = Prosentase kebutuhan air terhadap ketersediaan air Cekaman air < 10% Cekaman air rendah 10% - 20% Cekaman air sedang-rendah 20%-40% Cekaman air sedang-tinggi > 40% Cekaman air tinggi Berdasarkan data ketersediaan air dan kebutuhan air di wilayah sungai Puslitbang Sumber Daya Air (Hatmoko et al., 2012) telah menghitung indeks kerawanan air Critically Ratio (CR), yang di Indonesia dikenal dengan nama Indeks Pemakaian Air (IPA). Hasil perhitungan disajikan pada gambar berikut. Terlihat jelas bahwa hampir seluruh wilayah sungai di Indonesia dalam kondisi cekaman tinggi, demikian pula dengan lumbung padi nasional di Lampung, Sulawesi Selatan, Bali dan Lombok. Indeks Pemakaian Air Kebutuhan air / Ketersediaan air besar dari 40% (19) 20% - 40% (12) 10% - 20% (17) kecil dari 40% (83) Gambar 2 Indeks Pemakaian Air pada wilayah sungai Indonesia Kelemahan metode ini adalah: 1) tidak memperhitungkan adanya infrastruktur sumber daya air, misalnya waduk yang menambah ketersediaan air; 2) tidak memperhitungkan adanya penggunaan air yang digunakan kembali, misalnya air buangan irigasi; 3) tidak mempertimbangkan kondisi sosial budaya yang mampu beradaptasi dengan kondisi kekurangan air; dan sulit diterapkan untuk menjamin keadilan dalam alokasi air.

5 3 INDEKS KELANGKAAN AIR UNTUK IRIGASI Kedua Indeks Kelangkaan Air FI dan CI berlaku untuk suatu wilayah yang luas, biasa berupa wilayah sungai, provinsi atau kabupaten, dengan menggunakan data yang dari Badan Pusat Statistik dan data kebutuhan air dan ketersediaan air yang sulit dimutakhirkan (update). Di lain pihak, perencanaan alokasi air selain dari perencanaan strategis untuk kurun waktu 20 tahun, juga ada perencanaan tahunan, dan bulanan atau tengah bulanan, yang memerlukan data yang mudah dimutakhirkan, dan terkait erat dengan irigasi sebagai pengguna air terbesar di Indonesia. 3.1 Faktor-K dalam irigasi di Indonesia Faktor-k merupakan perbandingan antara penyediaan air dengan kebutuhan air, yang telah diterapkan di Jawa sejak jaman Belanda untuk mencapai keadilan alokasi air Dinar et al. (1997) dan Kelley et al. (1989). Faktor-K telah menjadi dasar pembagian air irigasi pada masa-masa kekurangan air, yaitu dengan teknik giliran, yang telah menjadi kearifan lokal di Indonesia (Supadi, 2009). Sampai dengan saat ini faktor-k masih digunakan di bendung irigasi dan bangunan bagi lainnya, dan ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 / PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Faktor-K didefinisikan sebagai: Faktor-K = air tersedia / kebutuhan air (1) Jika Faktor-K lebih besar dari 1, maka faktor-k =1 (2) Persamaan (2) menyatakan bahwa jika air yang tersedia lebih banyak dari yang dibutuhkan, maka air yang dipasok akan sama dengan kebutuhan air. Pada bendung irigasi biasa diterapkan faktor-k dengan klasifikasi seperti pada tabel berikut. Tabel 5 Klasifikasi Faktor-K Faktor-K Klasifikasi Diatas 70% Aman 50% s/d 70% Potensi rawan kekeringan 30% s/d 50% Rawan kekeringan Dibawah 30% Sangat rawan kekeringan Sumber: Dinas PSDA Jawa Tengah 3.2 Faktor-K sebagai Indeks Kelangkaan Air untuk Alokasi Air Dalam alokasi air irigasi, seperti halnya dengan kekeringan, dalam kelangkaan air perlu ada suatu indeks yang dapat digunakan untuk menentukan awal, akhir, dan lama (durasi) suatu kelangkaan air, serta tingkat keparahannya. Untuk dapat memberikan informasi mengenai durasi terjadinya kelangkaan air, perlu didefinisikan awal dan akhir kejadian kelangkaan air, yang untuk kekeringan biasa digunakan metode theory of run yang dikembangkan oleh Yevjevich (1967). Indikator kelangkaan air seperti misalnya data runtut waktu hujan atau debit Xt dipotong pada suatu ambang batas X0, yang dapat berupa nilai rata-rata, median, atau persentil tertentu, atau angka lainnya yang dapat berupa angka tetap maupun bervariasi menurut musim. Kelangkaan air didefinisikan sebagai kondisi bilamana nilai indikator setelah dipotong berada di bawah garis ambang batas, atau dengan lain perkataan jika nilainya negatif setelah dilakukan pemotongan.

6 Gambar 3 Mendefinisikan kejadian kekeringan atau kelangkaan air Selanjutnya Theory of Run diterapkan pada data runtut waktu (time-series) indikator kekeringan atau kelangkaan air yang telah dipotong, sebagaimana disajikan pada Gambar 3 (Mishra and Singh, 2010). Durasi kekeringan D (Duration) adalah panjang waktu antara garis memotong X0 menjadi negatif sampai dengan memotong X0 menjadi positif. Tingkat kekeringan M (magnitude) dari suatu kejadian kekeringan adalah jumlah kumulatif defisit di bawah ambang batas X0. Sedangkan intensitas kekeringan I (Intensity) adalah rata-rata penyimpangan dari X0, atau hasil bagi antara keparahan dengan durasi. I = M / D Error! Reference source not found. menunjukkan tiga buah kejadian kekeringan. Kejadian pertama merupakan kejadian kekeringan yang paling parah; kejadian kedua adalah kejadian kekeringan yang paling lama durasinya, dan kejadian ketiga merupakan kekeringan dengan intensitas tertinggi. 4 STUDI KASUS DI BENDUNG NOTOG Bendung Notog terletak di Sungai Pemali, Jawa Tengah, dengan luas daerah tangkapan air km 2, dan mengairi hektar sawah di Kabupaten Brebes. 4.1 Faktor-K di Bendung Notog Gambar 4 menyajikan ilustrasi faktor-k di Bendung Notog untuk periode tahun 1994 sampai dengan tahun Terlihat kondisi kelangkaan air dimana faktor-k kecil dari 0,3 pada tahun 1994, 1996 dan Juga terlihat jelas durasi kekeringan yang sangat panjang pada tahun 1994 dan 1997.

7 Faktor-K = penyediaan / kebutuhan Gambar 4 Faktor-K Bendung Notog tahun Kaitan Indeks Kelangkaan Air dengan Data Luas Sawah Terkena Kekeringan Dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan diperoleh data historis luas sawah terkena kekeringan untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Karena daerah layanan irigasi Bendung Notog sepenuhnya terletak di Kabupaten Brebes, maka koefisien korelasi antara indeks kelangkaan air di Bendung Notog dengan data historis luas sawah terkena kekeringan dapat dipandang sebagai indikator kinerja seberapa baik suatu indeks kelangkaan air menjelaskan kelangkaan air yang terjadi. Gambar 5 menunjukkan tingkat keparahan kelangkaan air dari Faktor-K dalam setahun, untuk tahun 199 sampai dengan 2009, dan data historis luas sawah terkena kekeringan, yang memberikan nilai koefisien korelasi sebesar 59%. Terlihat bahwa kejadian kekeringan tahun 1991, 1994 dan 2003 dan 2006 telah dinyatakan dengan baik oleh indeks keparahan kekeringan. Satu-satunya hasil indeks yang tidak selaras dengan data historis adalah kejadian kekeringan tahun 1997 yang digambarkan sebagai kekeringan yang dahsyat oleh indeks kelangkaan air, namun kenyataannya data luas sawah terkena kekeringan tidak mencatat kekeringan yang amat parah. Sedangkan Gambar 6 memberikan gambaran yang serupa, akan tetapi untuk durasi kelangkaan air, yaitu jumlah bulan terjadi kelangkaan air dalam setahun. Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu mencapai 70%. Terlihat bahwa nilai indeks kelangkaan air sebanding dengan data historis luas sawah terkena kekeringan.

8 Durasi kelangkaaan air (bulan) Luas sawah terkena kekeringan (ha) ,000 9, ,000 Tingkat keparahan kelangkaan air ,000 6,000 5,000 4,000 3,000 Luas sawah terkena kekeringan (ha) ,000 1, Tingkat Keparahan Faktor-K Luas Terkena Kekeringan Gambar 5 Tingkat keparahan kelangkaan air dan luas sawah terkena kekeringan (r = 59%) ,000 9, , ,000 6, ,000 4, , ,000 1, Durasi kelangkaan air Luas Terkena Kekeringan Gambar 6 Durasi kelangkaan air dan data luas sawah terkena kekeringan (r = 70%) -

9 4.3 Keunggulan Indeks Kelangkaan Air Faktor-K Sepintas lalu Indeks Kelangkaan Air Faktor-K yang merupakan rasio antara pasok air dengan kebutuhan air adalah identik dengan Indeks Pemakaian Air yang dibalik. Akan tetapi Faktor- K ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain adalah: a) Telah lama digunakan di Indonesia sejak jaman Belanda; b) Secara formal sampai saat ini juga masih menjadi bagian dari operasi irigasi, sebagai kriteria keadilan dalam alokasi air. c) Menunjukkan tingkat pemenuhan kebutuhan air, yang secara rata-rata menunjukkan tingkat pemenuhan kebutuhan air rata-rata, dan pada suatu saat tertentu menyatakan tingkat pemenuhan kebutuhan air pada saat tersebut. d) Mengindikasikan kondisi infrastruktur bendung yang ada. Faktor-K rata-rata yang kecil mungkin disebabkan oleh menurunnya fungsi bangunan air tersebut, misalnya karena sedimentasi, dan kerusakan fungsi pintu air. Perbaikan dan rehabilitasi infrastruktur akan meningkatkan Faktor-K atau dengan lain perkataan akan menurunkan kelangkaan air. e) Mengindikasikan kondisi daerah tangkapan air. Faktor-K yang kecil juga dimungkinkan terjadi disebabkan oleh karena kondisi daerah tangkapan air di hulu bendung yang telah rusak sehingga pada musim kemarau aliran rendah menjadi lebih rendah. 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Disimpulkan bahwa 1) indeks kelangkaan air yang populer pada saat ini yaitu Indeks Air per Kapita, dan Indeks Pemakaian Air tidak dapat diterapkan pada jaringan irigasi; 2) Dengan Indeks Kelangkaan Air Faktor-K, kita dapat mendeteksi awal, akhir, dan durasi kelangkaan air, serta tingkat keparahan kelangkaan air irigasi; 3) Implementasi Indeks Kelangkaan Air Faktor-K di Bendung Notog pada Wilayah Sungai Pemali-Comal menunjukkan bahwa tingkat keparahan kelangkaan air serta durasi kelangkaan air berkorelasi erat dengan data historis luas sawah yang terkena kekeringan. 5.2 Saran Disarankan untuk menguji-coba konsep Indeks Kelangkaan Air dengan Faktor-K untuk berbagai Daerah Irigasi di Indonesia, sebelum indeks ini diusulkan sebagai indeks kelangkaan air yang juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja jaringan irigasi, maupun kondisi daerah tangkapan di hulu bendung irigasi.

10 DAFTAR PUSTAKA 1. Dinar, Ariel, Mark W Rosegrant, and Ruth Meinzen-Dick Water Allocation Mechanisms- Principles and Examples. The World Bank Publication. 2. Kelley, Tim, and Sam H. Johnson Use of Factor-K Water Allocation System in Irrigation Management : Theory and Application in Indonesia. Water Resources Management 3: Mishra, Ashok K, and Vijay P Singh A review of drought concepts Journal of Hydrology 391 (1-2): doi: /j.jhydrol Yevjevich, Vujica An Objective Approach to Definitions and Investigations of Continental Hydrologic Droughts Hydrology Papers Colorado State University Fort Collins, Colorado (August). 5. Van Loon, A. F., and H. A. J. Van Lanen "A process-based typology of hydrological drought." Hydrology and Earth System Sciences 16 (7) (July 6): doi: /hess Brown, A., Matlock, M. D., & Ph, D. (2011). A Review of Water Scarcity Indices and Methodologies. University of Arkansas. 7. Supadi Model Pengelolaan Irigasi Memperhatikan Kearifan Lokal. Disertasi Doktor Universitas Diponegoro. 8. Hatmoko, W., Radhika, Amirwandi, R. Firmansyah, Neraca Ketersediaan dan Kebutuhan Air pada Wilayah Sungai di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum. 9. Menteri Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 / PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi 10. Smakhtin, V. U., & Schipper, E. L. F. (2008). Droughts : The impact of semantics and perceptions, 10, doi: /wp Schiermeier, Q. (2008). Water: a long dry summer. Nature, 452(7185), doi: /452270a 12. Pereira, L. S., Cordery, I., & Lacovides, L. (2002). Coping with water scarcity. Paris: UNESCO.

KEKERINGAN SEMAKIN SERING TERJADI PADA DAERAH IRIGASI DI JAWA TENGAH

KEKERINGAN SEMAKIN SERING TERJADI PADA DAERAH IRIGASI DI JAWA TENGAH KEKERINGAN SEMAKIN SERING TERJADI PADA DAERAH IRIGASI DI JAWA TENGAH Waluyo Hatmoko 1, R. Wahyudi Triweko 2 dan Iwan K. Hadihardaja 3 1 Kandidat Doktor Teknik Sipil di Universitas Katolik Parahyangan,

Lebih terperinci

INDEKS KEKERINGAN HIDROLOGI UNTUK EVALUASI KEKERINGAN PADA BENDUNG IRIGASI DI WILAYAH SUNGAI PEMALI-COMAL

INDEKS KEKERINGAN HIDROLOGI UNTUK EVALUASI KEKERINGAN PADA BENDUNG IRIGASI DI WILAYAH SUNGAI PEMALI-COMAL INDEKS KEKERINGAN HIDROLOGI UNTUK EVALUASI KEKERINGAN PADA BENDUNG IRIGASI DI WILAYAH SUNGAI PEMALI-COMAL Waluyo Hatmoko 1*, R. W. Triweko 2, dan Iwan K. Hadihardaja 3 1 Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian

Lebih terperinci

Tinggi Muka Air Waduk sebagai Indikator Kekeringan Studi Kasus pada Waduk Kedungombo dan Waduk Cacaban. Abstrak

Tinggi Muka Air Waduk sebagai Indikator Kekeringan Studi Kasus pada Waduk Kedungombo dan Waduk Cacaban. Abstrak Tinggi Muka Air Waduk sebagai Indikator Kekeringan Studi Kasus pada Waduk Kedungombo dan Waduk Cacaban Waluyo Hatmoko 1 *, Abdul Rauf 2 1 Peneliti, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dibutuhkan sekali adanya air karena air itu sesuatu mineral yang penting untuk memberi makanan cair bagi tanaman. Yang mengisi ruang- ruang dalam tanaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca Air Ilmu Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari sirkulasi air. Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon) Happy Mulya Balai Wilayah Sungai Maluku dan Maluku Utara Dinas PU Propinsi Maluku Maggi_iwm@yahoo.com Tiny Mananoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

(REVIEW) RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT IRIGASI PERTANIAN TA

(REVIEW) RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT IRIGASI PERTANIAN TA (REVIEW) RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT IRIGASI PERTANIAN TA. 2015-2019 DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN 2015 Kementerian Pertanian www.pertanian.go.id www.pertanian.go.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR I - 1 SUMBER DAYA AIR Latar Belakang Irigasi Mikro untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Air adalah unsur utama agar tanaman dapat hidup, bahkan 85-90% dari bobot sel-sel dan jaringan tanaman adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM PT. INDONESIA POWER adalah perusahaan pembangkit listrik terbesar di Indonesia yang merupakan salah satu anak perusahaan listrik milik PT. PLN (Persero). Perusahaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang : Mengingat : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Di sisi lain kita sering bersikap menerima

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA Ai Silvia Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Majalengka Email: silviahuzaiman@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip yang akan menjadi pedoman pengembangan suatu kawasan potensial untuk menjadi daerah irigasi yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat selalu akan diawali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Latar Belakang Daerah Irigasi Porong Kanal berada di kabupaten Sidoarjo dengan luas areal baku sawah

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka Fakta tentang Air Air tawar itu terbatas dan langka Air tidak tergantikan Fakta tentang Air Air memiliki nilai ekonomis total yang melebihi nilai jualnya saat ini Air dibutuhkan oleh makhluk hidup dan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22.A TAHUN TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22.A TAHUN TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL 2013 TENTANG UNTUK MUSIM TANAM PENGHUJAN TAHUN 2013/2014 DAN MUSIM KEMARAU TAHUN 2014 DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2016 TENTANG KRITERIA TIPOLOGI UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 2004 Dwi Haryono Makalah Falsafah Sains (PPs-702) Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Nopember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN FLUKTUASI PERUBAHAN VOLUME WADUK PENJALIN DENGAN METODE PEMERUMAN DAN PENGUKURAN ELEVASI MUKA AIR

ANALISIS PERBANDINGAN FLUKTUASI PERUBAHAN VOLUME WADUK PENJALIN DENGAN METODE PEMERUMAN DAN PENGUKURAN ELEVASI MUKA AIR ANALISIS PERBANDINGAN FLUKTUASI PERUBAHAN VOLUME WADUK PENJALIN DENGAN METODE PEMERUMAN DAN PENGUKURAN ELEVASI MUKA AIR Endang Purwati 1), Andri Suprayogi 2), Hani ah 3) 1) Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa peran sektor pertanian

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

OPTIMASI POLA OPERASI WADUK TILONG DENGAN PROGRAM DINAMIK DETERMINISTIK TESIS COSTANDJI NAIT NIM

OPTIMASI POLA OPERASI WADUK TILONG DENGAN PROGRAM DINAMIK DETERMINISTIK TESIS COSTANDJI NAIT NIM OPTIMASI POLA OPERASI WADUK TILONG DENGAN PROGRAM DINAMIK DETERMINISTIK TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh COSTANDJI NAIT NIM.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya adalah perlu adanya penyediaan air yang cukup. Maka perlu kiranya untuk menyeimbangkan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Departemen Pekerjaan Umum (Dep. PU) mempunyai tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air memiliki

Lebih terperinci

Volume XIII No.1 Maret 2012 ISSN : EVALUASI OPERASI DAN PEMELIHARAAN W A D U K C E N G K L I K

Volume XIII No.1 Maret 2012 ISSN : EVALUASI OPERASI DAN PEMELIHARAAN W A D U K C E N G K L I K EVALUASI OPERASI DAN PEMELIHARAAN W A D U K C E N G K L I K Silvia Yulita Ratih Staff Pengajar Teknik Sipil Universitas Surakarta Abstrak Waduk Cengklik terletak di Kabupaten Boyolali dengan sumber air

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Petanu merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Bali. DAS Tukad Petanu alirannya melintasi 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Hulu

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

KETAHANAN AIR IRIGASI PADA WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA IRRIGATION WATER SECURITY AT RIVER BASIN AREAS IN INDONESIA

KETAHANAN AIR IRIGASI PADA WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA IRRIGATION WATER SECURITY AT RIVER BASIN AREAS IN INDONESIA KETAHANAN AIR IRIGASI PADA WILAYAH SUNGAI DI INDONESIA IRRIGATION WATER SECURITY AT RIVER BASIN AREAS IN INDONESIA Oleh: Waluyo Hatmoko 1), Radhika 1), Rendy Firmansyah 1), Anthon Fathoni 1) 1)Puslitbang

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG Abstrak PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG Basillius Retno Santoso 1) Kekeringan mempunyai peranan yang cukup penting dalam perencanaan maupun pengelolaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam

BAB I PENDAHULUAN. Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Ribuan hektar areal persawahan masyarakat di Desa Paya Lombang dan Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai terancam gagal panen karena jebolnya bronjong

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. sampai 2013, kecuali tahun 2012 karena data tidak ditemukan. Jumlah ketersediaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. sampai 2013, kecuali tahun 2012 karena data tidak ditemukan. Jumlah ketersediaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Ketersediaan air Waduk Pasuruhan dinyatakan sebagai besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air Waduk Pasuruhan dengan persentase ketersediaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) 7608201,7608342, 7608621, 7608408 S E M A R A N G 5 0 1 4 4 Website : www.psda.jatengprov..gp.id Email

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. bahwa irigasi merupakan modal utama

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Perangkat Daerah Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lamongan merupakan unsur pelaksana teknis urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU ISSN 197-877 Terbit sekali 2 bulan Volume Nomor. Juni 29 PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU Curah hujan tinggi yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANGKA BARAT PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANGKA BARAT Pembangunan pertanian merupakan ujung tombak pembangunan suatu bangsa. Sebagaimana sebuah teori yang pernah disampaikan oleh A.T. Mosher di dalam bukunya

Lebih terperinci