BAB I PENDAHULUAN KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
|
|
- Hengki Kurnia
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Departemen Pekerjaan Umum (Dep. PU) mempunyai tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun Urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum meliputi penyelenggaraan infrastruktur mulai dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan secara berkelanjutan atau secara umum dapat disebut sebagai pengelolaan infrastruktur ke-pu-an yang meliputi sektor sumber daya air (irigasi, rawa, pantai, danau, sungai), sektor ke-binamargaan (jalan dan jembatan), sektor ke-ciptakarya-an (permukiman, sanitasi, drainase, persampahan, air minum, tata bangunan) dan sektor penataan ruang. Beberapa permasalahan kebijakan kelembagaan Dep. PU 1 saat ini meliputi (1) organisasi Departemen yang makin membesar, (2) penambahan unit kerja yang baru belum meningkatkan kualitas infrastruktur, (3) adanya potensi tumpang tindih (overlap) antarunit pelaksana infrastruktur, (4) organisasi tidak atau belum mencerminkan keterpaduan antar sektor, dan (5) harmonisasi hubungan antara Pusat dan Daerah. Dari permasalahan kebijakan tersebut yang terkait dengan kelembagaan organisasi ke-pu-an adalah semakin membesarnya organisasi Dep. PU pada saat ini dibandingkan dengan organisasi Dep. PU sebelumnya (pada masa Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah). Apalagi, bila diperhitungkan dengan keberadaan UPT Dep. PU yang tersebar di seluruh Indonesia. Peran departemen sebagai regulator dan perubahan pola pikir (mindset) departemen dari rowing (pelaksanaan/pembangunan) menjadi steering (pengaturan, pembinaan dan pengawasan) membawa konsekuensi tugas pembangunan yang harus dilaksanakan 1 Hasil Kajian Paradigma Kelembagaan Dep. PU, Pusat Kajian Strategis, Dep. PU,
2 oleh Pemerintah (dalam hal ini Dep. PU) secara bertahap beralih dari tugas pusat menjadi tugas daerah. Namun, yang terjadi saat ini adalah pembentukan unit kerja baru di bawah kendali Dep. PU dalam melaksanakan pembangunan di daerah dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau lebih dikenal dengan nama Balai. Konsekuensi ini menimbulkan penambahan alokasi anggaran yang dikelola oleh Dep. PU dan tidak mendukung organisasi yang telah ada, ditambah dengan adanya regulasi tentang desentralisasi dan otonomi daerah serta undang-undang sektoral lainnya. Permasalahan lain adalah potensi terjadinya tumpang tindih (overlap) pelaksanaan tugas antara unit kerja di Dep. PU dengan instansi lain seperti Direktorat Jenderal (Ditjen.) Sumber Daya Air dengan Dep. Pertanian, Dep. Perhubungan, Dep. ESDM, Dep. Dalam Negeri, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, atau Ditjen Cipta Karya dengan Dep. Dalam Negeri dan Kementerian Perumahan Rakyat, maupun antara unit kerja lain di lingkungan Dep. PU. Demikian pula halnya dengan adanya pembentukan balai yang bersifat sektoral hampir di setiap provinsi seperti Balai Wilayah Sungai (sektor sumber daya air) dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (sektor bina marga) serta balai pendukung seperti Balai Litbang, Balai Diklat, dll, yang kesemuanya beroperasi dan bertanggung jawab dalam satu wilayah kerja. Hal ini terkait pula dengan kelembagaan daerah yang ada di setiap Provinsi, seperti keberadaan Dinas PU Provinsi, Dinas PU Kabupaten/Kota, serta Balai Pelaksana yang berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal tersebut juga menimbulkan adanya potensi tumpang tindih pelaksanaan pekerjaan. Untuk mewujudkan visi Dep. PU 2 yaitu Tersedianya infrastrutur PU yang handal, bermanfaat, dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta lebih sejahtera maka perlu dukungan kelembagaan yang sesuai kewenangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yaitu dalam hal penyediaan infrastruktur PU. 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 51/PRT/2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum Tahun
3 Sesuai amanat Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 38 Tahun 2007 tentang Pemerintah Daerah bahwa Pemerintah Daerah diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang (1) politik luar negeri, (2) pertahanan keamanan, (3) peradilan, (4) moneter dan fiskal, (5) agama, serta (6) kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3 Kewenangan di bidang infrastruktur adalah kewenangan yang termasuk dalam kategori kewenangan yang dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi adalah pelaksanaan tugas bidang infrastruktur kepada Daerah sesuai dengan pembagian kewenangan Pusat dan Daerah. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan Pusat di Daerah kepada Pemerintah Provinsi, berupa kewenangan dalam bidang regulasi. Sedangkan Asas Tugas Pembantuan adalah pelimpahan kewenangan Pusat di Daerah kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota berupa pelaksanaan tugas pelaksanaan infrastruktur di daerah. Dalam pembangunan infrastuktur bidang ke-pu-an, salah satu tugas dalam penyelenggaraan urusan bidang pengelolaan sumber daya air yang dituangkan melalui Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005, dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M/2005 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum, merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA). 3 Penjelasan UU No. 22 tahun
4 I.2. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Indonesia dianugerahi sumber daya air yang melimpah. Banyaknya danau, situ, rawa dan sungai yang panjang dan besar mengalir sampai jauh mendukung mitos bahwa bagi Indonesia air bukanlah masalah. Rasa keberlimpahan akan air mempengaruhi pandangan, sikap, dan budaya masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, sebagian besar rakyat Indonesia menganggap aneh pertanyaan cukupkah air bagi kehidupan kita hari ini dan kelak?. Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini. Kepulauan Indonesia mendapat anugerah curah hujan antara milimeter per tahun di wilayah Barat Indonesia, sampai curah hujan yang relatif rendah, kurang dari 800 milimeter per tahun di wilayah timur Indonesia. Total curah hujan diperkirakan mencapai milyar meter kubik per tahun. Dari jumlah tersebut, Pulau Jawa mendapat berkah 195 milyar meter kubik. Data di atas membuktikan bahwa keberlimpahan air di Indonesia ternyata sangatlah tidak merata. Dari total curah hujan, Pulau Jawa hanya mendapat 6,32%, sementara selain di Pulau Jawa mendapat porsi 90% lebih. Sementara itu, pemanfaatannya baru mencapai 75,4 milyar meter kubik per tahun (2,44%). Untuk pulau Jawa, pemanfaatannya mencapai 49,4 milyar meter kubik (65,51%). 4 Pemanfaatan yang mencapai 65% tersebut disebabkan dengan adanya pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa. Di lain pihak, jumlah penduduk di Pulau Jawa mencapai 120 juta penduduk (52,6%) dari 228 juta penduduk Indonesia sehingga memerlukan konsumsi akan air yang cukup banyak. Dari 49,4 milyar meter kubik air di Pulau Jawa, 90% digunakan untuk kebutuhan pertanian dan sisanya untuk kebutuhan industri, pariwisata, kelistrikan, dan perkotaan/permukiman. Meningkatnya pertumbuhan industri dan pariwisata menyebabkan kebutuhan akan air semakin tinggi, demikian pula dengan kualitas air yang dibutuhkan untuk industri, pariwisata, perkotaan/permukiman. Ketersediaan air dirasakan semakin berkurang dengan maraknya kerusakan sumber-sumber air, kerusakan daerah tangkapan air, dan pencemaran atau polusi lingkungan, yang membuat turunnya kualitas serta kuantitas air. 4 Mengelola Air untuk Kemakmuran Rakyat, Ditjen Pengairan, Dep. PU,
5 Berdasarkan perhitungan neraca air untuk Pulau Jawa, sejak tahun 1995 ketersediaan air permukaan hanya sebesar juta meter kubik, sedangkan kebutuhan air mencapai juta meter kubik, sehingga defisit sebesar juta meter kubik. Pada tahun 2000 defisit air mencapai juta meter kubik dan untuk tahun 2015 diperkirakan defisitnya juta meter kubik. Ironisnya, perhitungan neraca air yang sudah ada tersebut berlalu begitu saja, tanpa ada nilai manfaat tindak lanjutnya. Begitu mengalami kekeringan seperti yang terjadi saat ini, baru terjadi kepanikan. 5 Kenyataan akan adanya krisis kelangkaan air sudah terasa beberapa waktu lalu. Berkurangnya volume air secara drastis dalam waduk utama di Pulau Jawa (khususnya dalam musim hujan) menjadi indikator adanya krisis kelangkaan air. Jumlah air yang terserap ke dalam tanah dibandingkan dengan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah (run-off) yang kemudian menyebabkan banjir di beberapa tempat sebelum akhirnya bermuara ke laut mencerminkan adanya kerusakan di daerah hulu, daerah tangkapan air, yang seharusnya menjadi kawasan reservasi air. Situ, danau atau waduk yang seharusnya dapat menjadi tempat berkumpulnya air sementara, ternyata di beberapa tempat telah dihilangkan dan berganti wujud menjadi hutan beton sehingga luapan air yang seharusnya dapat ditampung di situ atau danau menggenangi daerah lain di sekitarnya. Bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami juga menambah permasalahan pengelolaan sumber daya air khususnya dalam kerusakan infrastruktur dan kerusakan DAS, baik di daerah hulu maupun di daerah hilir. Pembangunan bidang sumber daya air (dahulu disebut bidang pengairan) telah dilaksanakan sejak awal Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, bersamaan dengan dimulainya Pembangunan Lima Tahun (Pelita) VI. Perubahan orientasi kebijakan dari user-oriented (PJP I) menjadi resources-oriented (PJP II) menunjukkan bahwa keterbatasan ketersediaan air menyebabkan semakin tingginya nilai air sebagai komoditas ekonomi yang menjadikan air sangat 5 Menguak Kerusakan DAS di Indonesia, Sutopo Purwo Nugroho, Kompas, 24 Agustus 2003 ( 5
6 berpotensi menimbulkan konflik. (diungkapkan oleh Ibu Tien Soeharto, 5 Agustus 1991,... Tidak mustahil pada suatu saat nanti negeri ini akan kekurangan air.... Tanpa air, tidak akan ada pembangunan, bahkan tidak akan ada kehidupan ). Sepanjang sejarah peradaban manusia tak pernah lepas dari peranan air sebagai sumber kehidupan dan penghidupan. Demikian halnya dengan perlakuan atau pengelolaan sumber daya air yang dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan tingkat peradaban manusia yang tercermin dalam nilai budaya. Terciptanya kondisi lingkungan yang berperadaban akan menjadi aman dari kerusakan dan bencana akibat perilaku manusia dan alam. Adanya tradisi budaya untuk menjaga kelestarian sumber daya air akan menjamin kesejahteraan masyarakat dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya air secara partisipatif, terintegrasi, dan berwawasan lingkungan. Seiring dengan perjalanan waktu, meningkat pula berbagai masalah yang kompleks dan sarat konflik, seperti terjadi banyaknya kejadian banjir dan tanah longsor, kekeringan dan defisit air, serta degradasi kualitas air akibat limbah dan aliran sedimen. Kondisi sumber daya air yang sudah mencapai tingkat kritis tidak terlepas dari dampak lingkungan yang menyebabkan terganggunya siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS). Misalnya, kerusakan DAS Siak sudah sangat parah ditandai dengan menurunnya kualitas air, 6 sementara di Sumatera Utara, 7 alih guna lahan yang tidak terkendali akibat tidak adanya koordinasi antar instansi, menambah panjang penyebab kerusakan dan lemahnya pengelolaan sumber daya air. Dalam rangka mengatasi permasalahan sumber daya air di atas telah dilakukan upaya-upaya oleh pemerintah bersama organisasi nonpemerintah antara lain dengan 8 : 6 Wawancara Prof. DR.Rokhmin Dahuri, Riau Online, 3 Des Pemerintah Biarkan Kerusakan DAS, Kompas, 21 Sep Robert J Kodoatie, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu,
7 a. Membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, pada Desember 2001, yang bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional sumber daya air dan mempersiapkan Undang-Undang pengganti Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan. b. Melakukan Dialog Penyelamatan Air bersama pemilik kepentingan sumber daya air, pada Hari Air Sedunia (HAS) tahun c. Membentuk Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi nasional sebagai langkah investasi secara nasional untuk masa depan (SK Bersama Menko Kesra, Menko Polkam, dan Menko Perekonomian). d. Menyusun Deklarasi Pengelolaan Sumber Daya Air yang efektif mengatasi bencana oleh 11 Menteri, pada Hari Air Sedunia (HAS) XII tahun e. Menerbitkan Undang Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada Maret 2004, yang telah lulus pengujian di Mahkamah Konstitusi pada April UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air memuat kebijakan baru pengelolaan sumber daya air dengan lebih menyeluruh dan terpadu, menuju pelayanan sumber daya air yang adil, efisien, dan berkelanjutan dalam memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain upaya di atas, juga telah dilakukan upaya di lingkungan Dep. PU dalam hal peningkatan kelembagaan melalui re-organisasi kelembagaan yang menangani bidang sumber daya air, yang telah berubah beberapa kali yaitu bersifat sektoral sampai dengan tahun 1999, lalu berubah menjadi bersifat kewilayahadministrasian pada tahun 1999 sampai dengan 2004, lalu kembali berubah menjadi sektoral kembali pada tahun 2004 sampai saat ini. Namun demikian, sampai saat ini pengelolaan sumber daya air masih mengalami kendala, terlebih dalam kerangka otonomi daerah, pengelolaan sumber daya air menjadi konflik di beberapa tempat. Peran pemerintah pusat dan pemerintah 7
8 daerah yang saling tumpang tindih dalam beberapa hal menyebabkan adanya hambatan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air. Hal tersebut diperkuat dengan salah satu hasil pertemuan World Water Forum II tahun 2000 di Den Haag yang menyatakan bahwa: salah satu penyebab krisis air (termasuk di Indonesia) adalah kelemahan dalam tata penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air (water governance). Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air sudah cukup banyak, berbagai langkah seperti perubahan Undang Undang, reorganisasi kelembagaan, pelibatan partisipasi masyarakat atau pemangku kepentingan bidang sumber daya air. Namun demikian pengelolaan sumber daya air sampai saat ini masih rendah, bahkan diberitakan jumlah DAS yang sangat kritis 9 mencapai 60 buah, 16 buah diantaranya berada di Pulau Jawa. Hal ini juga diperkuat dengan hasil investigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air 10 mencatat 50 bendung dan 13 bendungan di Pulau Jawa mengalami kerusakan akibat perawatan operasional bangunan yang kurang memadai dan tuanya usia bangunan. Apakah dengan tersedianya peraturan dalam hal pengelolaan sumber daya air akan dapat memberikan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik? Bagaimana halnya dengan konflik-konflik yang terjadi sehubungan dengan pemanfaatan pengelolaan sumber daya air yang ada serta peran dan tanggung jawab masingmasing stakeholder sesuai tugas dan kewenangannya? Sebaik-baiknya peraturan yang ada tetap perlu didukung dengan perangkat lainnya sehingga diharapkan pengelolaan sumber daya air yang baik, efektif, dan efisien akan tercapai. I.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Tesis ini dimaksudkan sebagai kajian awal mengenai kelembagaan pengelolaan sumber daya air pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum sebagai bahan masukan dalam penyusunan kelembagaan 9 60 DAS Berada Dalam Kondisi Sangat Kritis, Kompas, 6 Agustus Infrastruktur Pengairan Rusak, Kompas, 28 Juli
9 pengelolaan sumber daya air yang dapat mengakomodasikan kebutuhan pengelolaan di tingkat Pusat dan tingkat Daerah. Pengkajian yang dilakukan meliputi: 1. Pengkajian struktur organisasi pengelolaan sumber daya air di tingkat Pusat (Dep. PU) berupa: a. Pengkajian kelembagaan sumber daya air berbasis sektoral. b. Pengkajian kelembagaan sumber daya air berbasis wilayah administrastif. 2. Pengkajian hubungan kelembagaan sumber daya air antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sesuai dengan sifat studi ini yang merupakan studi exploratory, maka studi ini merupakan studi kasus institusi sumber daya air yang ada di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air dan diharapkan menghasilkan keluaran (output) berupa rekomendasi kelembagaan pengelolaan sumber daya air pada Ditjen Sumber Daya Air yang dapat mengakomodasi kepentingan pengelolaan sumber daya air di tingkat Pusat dan Daerah. I.4. RUMUSAN PERMASALAHAN Permasalahan utama yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan institusi pengelolaan sumber daya air adalah menemukan suatu institusi pengelolaan sumber daya air yang dapat mengacu pada satuan wilayah sungai dan daerah aliran sungai, serta dapat mengakomodasikan kepentingan pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah administratif, mengingat adanya satuan wilayah sungai dan daerah aliran sungai yang berada dan atau melalui beberapa wilayah kabupaten, kota, bahkan provinsi. 9
10 Dalam kaitannya dengan persoalan tersebut, perlu dikaji hal-hal sebagai berikut: a. Mengingat peran Pemerintah Pusat yang bergeser dari fungsi rowing menjadi fungsi steering dan adanya pembagian kewenangan antara pusat dan daerah berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004, mengapa kelembagaan pengelolaan sumber daya air di tingkat Pusat menjadi semakin besar? b. Bagaimanakah peranan institusi kelembagaan Ditjen Sumber Daya Air yang telah ada saat ini terhadap pelaksanaan pengelolaan sumber daya air? c. Selanjutnya adalah mencari bentuk kelembagaan pengelolaan sumber daya air baik di pusat maupun di pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah yang dapat mengakomodasikan sistem pengelolaan sumber daya air yang mengacu pada pengelolaan sumber daya air yang berbasis satuan wilayah sungai dan daerah aliran sungai serta kepentingan pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah administratif. I.5. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterprestasikan apa-apa yang ada serta kondisi-kondisi yang terjadi pada saat ini. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka hasil perhitungan. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode analisis kebijakan. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Tujuan metode deskriptif adalah menjelaskan dan atau memprediksikan sebabsebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Metode ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk memberikan informasi mengenai institusi pengelolaan sumber daya air di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air. 10
11 I.6. SUSUNAN PENULISAN TESIS Mengacu kepada rumusan tujuan penelitian serta pendekatan yang dikemukakan terdahulu, maka setelah uraian pendahuluan dalam Bab 1 ini, penyajian materi uraian dan bahasan di dalam naskah tesis ini disusun sebagai berikut: Dalam Bab II diuraikan kajian pustaka tentang pengelolaan sumber daya air dan perencanaan pengorganisasian kelembagaan pengelola sumber daya air. Pada bab ini pula memuat informasi mengenai pola dan alur pikir pemecahan masalah, lokasi penelitian, desain kuesioner, dan teknik analisis data. Dalam Bab III diuraikan mengenai gambaran umum institusi pengelolaan sumber daya air di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air yang mencakup sejarah Departemen Pekerjaan Umum, profil Ditjen Sumber Daya Air, sistem pengelolaan sumber daya air, sistem pembagian kewenangan, serta kegiatan pengelolaan sumber daya air baik yang dilakukan di tingkat pusat maupun yang didelegasikan ke tingkat provinsi/kabupaten. Bab ini juga memaparkan kondisi institusi kelembagaan pengelolaan sumber daya air yang ada sebelumnya, beberapa bentuk kelembagaan pengelolaan sumber daya air di beberapa provinsi baik tingkat Balai maupun tingkat Dinas Provinsi. Dalam Bab IV diuraikan analisis dan interprestasi mengenai institusi pengelolaan sumber daya air, usulan bentuk kelembagaan khususnya institusi kelembagaan di tingkat Ditjen Sumber Daya Air dalam pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif. Bab V menyampaikan pokok-pokok kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian, selanjutnya disajikan pula saran-saran dan rekomendasi alur penelitian lanjutan yang berkaitan dengan bentuk kelembagaan pengelolaan sumber daya air untuk menyempurnakan penelitian ini. 11
I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dan keberadaannya digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah
Lebih terperinciLAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2017
LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A217 Halaman : 1 33 33.1 33.1.1 2379 2382 2383 2384 2387 5682 33.1.2 2381 2389 239 33.2 33.2.3 2391 2392 2393 2394 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2.747.76.255
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja (Renja) merupakan bagian dari Rencana Strategis dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB.III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB.III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Berdasarkan mandat yang diemban oleh Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Lebih terperinci2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang
No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated
IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah
Lebih terperinci5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan
5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program
Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)
Lebih terperinciDAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012
I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM
BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM S ebagai upaya untuk merespons terhadap berbagai perubahan, baik yang terkait perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang dalam masyarakat dan adanya tuntutan
Lebih terperinciPENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK
PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENDAHULUAN Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciHari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah
Rilis PUPR #1 23 Maret 2017 SP.BIRKOM/III/2017/164 Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah Jakarta - Hari Air Dunia (HAD) yang diperingati setiap tanggal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2016 TENTANG KRITERIA TIPOLOGI UNIT PELAKSANA TEKNIS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang
SUMBER DAYA AIR S alah satu isu strategis nasional pembangunan infrastruktur SDA sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian PU 2010 2014 adalah mengenai koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER
Lebih terperinciDINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN 1. INFORMASI TENTANG PROFIL BADAN PUBLIK
DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERMUKIMAN PROVINSI BANTEN INFORMASI YG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN SECARA BERKALA 1. INFORMASI TENTANG PROFIL BADAN PUBLIK 1.a. Kedudukan domisili beserta alamat lengkap No.
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi
Lebih terperinciTATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.663, 2016 KEMENPU-PR. Pengelola Sumber Daya Air Wilayah Sungai. UPT. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2016 TENTANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA
PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN
Lebih terperinciDINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA
DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN KEPALA DINAS PSDA PADA MUSRENBANG PROVINSI SUMATERA UTARA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2014 MEDAN,
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciNo. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.
No.606, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2010 TENTANG PETUNJUK
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN
PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bentuk common pool resources
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 36 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU
1 PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 36 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. Bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan
Lebih terperinciKerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat
Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciRencana Strategis
- PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Lebih terperinci1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciRENJA K/L TAHUN 2016
RENJA K/L TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DAFTAR ISI 1. FORMULIR I 2. FORMULIR II a) SEKRETARIAT JENDERAL b) INSPEKTORAT JENDERAL c) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN d) BADAN
Lebih terperinciTANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl.
TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl. HE 1 A. KONDISI KETAHANAN AIR DI SULAWESI Pulau Sulawesi memiliki luas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara dengan ketersediaan air yang cukup, namun secara alamiah Indonesia menghadapi krisis dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciOleh: R.D Ambarwati, ST.MT.
KEBIJAKAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NOMOR 85/PUU-XI/2013 ATAS UJI MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (Bagian 2) Oleh: R.D Ambarwati,
Lebih terperinciPEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN
PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN Latar Belakang Air dan sumber daya air mempunyai nilai yang sangat strategis. Air mengalir ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah administrasi, maka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR DAN TATA PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.
PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI
Lebih terperinci4/12/2009. Water Related Problems?
DRAINASE PENDAHULUAN Permasalahan dan Tantangan Water Related Problems? Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2015 TENTANG PENGALIHAN ALUR SUNGAI DAN/ATAU PEMANFAATAN RUAS BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang
Lebih terperinciOleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema
Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema
Lebih terperinciOleh: R.D Ambarwati, ST.MT.
KEBIJAKAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NOMOR 85/PUU-XI/2013 ATAS UJI MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (Bagian 1) Oleh: R.D Ambarwati,
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN
Lebih terperinciBAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI
BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.
Lebih terperinciBAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional
BAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional Rencana pembangunan nasional baru-baru ini merupakan refleksi Kebijaksanaan pemerintahan baru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI
1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-
Lebih terperinciPENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR
PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan di Bumi tanpa air, maka kehidupan di bumi akan punah. Namun akhir akhir ini air menjadi barang yang langka, bahkan Wakil
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan
Lebih terperinciKajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)
Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG
BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinci