IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK FISIK Pengamatan bentuk fisik buah pala papua (Myristica fragrans Warb) dilakukan untuk memperoleh data bobot, bentuk, dan warna dari buah, biji, dan fuli pala papua. Kemudian bentuk fisik pala papua dibandingkan antara umur delapan dan umur empat bulan. Selain itu, sampel pala papua juga dibandingkan dengan pala banda (pala yang sering digunakan). Perbandingan secara fisik kedua umur buah pala papua dapat dilihat pada Tabel 4. Bagian Tabel 4. Perbandingan fisik buah pala papua umur empat dan delapan bulan Pala papua Umur 8 bulan Umur 4 bulan Biji Berwarna coklat gelap dan tekstur keras Berwarna putih dan tekstur lunak Daging Tekstur lunak, sudah terbelah, dan berwarna coklat Tekstur keras, tidak terbelah, dan berwarna putih Fuli Berwarna merah tua Berwarna merah muda Tempurung Tekstur keras dan berwarna cokelat tua Tekstur lunak dan berwarna putih kecoklatan Buah pala umur delapan bulan memiliki ukuran lebih besar dari pada buah pala umur empat bulan. Buah pala papua umur delapan bulan memiliki bobot rata-rata 132 g, sedangkan buah pala umur empat bulan relatif lebih kecil yaitu 114 g. Bobot rata-rata biji pala papua umur delapan bulan adalah 12 g dan biji pala umur empat bulan adalah 10 g. Gambar perbandingan fisik buah, fuli, dan biji pala papua umur delapan dan empat bulan dapat dilihat pada Lampiran 5. Presentasi bagianbagian dari buah pala umur empat dan delapan bulan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persentasi berat dari bagian-bagian buah pala papua Buah utuh umur 8 bulan Buah utuh umur 4 bulan % (b/b) % (b/b) Daging buah Biji Tempurung Fuli Bagian yang paling banyak pada buah pala papua adalah daging buahnya (90 %). Bagian buah ini banyak dimanfaatkan untuk diolah menjadi sari buah pala, dodol pala, dan manisan pala. Sedangkan fuli, biji, dan tempurung tidak lebih dari 10 % dari berat buah. Hasil perbandingan penampakan fisik dari pala papua dan pala banda (pala yang sering digunakan) pada umur yang sama (delapan bulan) adalah kedua pala tersebut memiliki bentuk dan

2 ukuran yang jauh berbeda. Gambar perbandingan buah pala papua dan pala banda dapat dilihat pada Gambar 10. a b Gambar 10. a. Buah pala papua (Myristica argentea Warb) b. Buah pala banda (Myristica fragrans Houtt) Pala papua memiliki ukuran yang lebih besar dari pada pala banda. Biji pala papua berbentuk lonjong, sedangkan fulinya relatif tipis dan jarang. Pala banda memiliki biji dan buah yang berbentuk bulat dengan fuli yang hampir penuh. Biji pala banda memiliki panjang sekitar 3 cm dan lebar 2 cm, sedangkan biji pala papua memiliki panjang sekitar 6 cm dan lebar 2.5 cm. Rismunandar (1992) mengatakan bahwa meskipun memiliki ukuran yang berbeda, biji pala papua memiliki cara pengolahan yang tidak berbeda dengan pala banda, namun sifatnya lebih rapuh. Biji pala papua akan mudah pecah bila tempurungnya dipecahkan. B. KADAR AIR Analisi kadar air penting untuk mengetahui berat kandungan air dalam bahan sehingga dapat diketahui bobot kering bahan. Kadar air buah pala papua segar (tanpa pengeringan) umur empat dan delapan bulan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis kadar air metode azeotropik (basis basah) Pala umur 4 bulan Pala umur 8 bulan % (b/b) % (b/b) Biji Fuli Jika dibandingkan antara dua umur buah pala tersebut, biji pala umur empat bulan mengandung air jauh lebih banyak (74.84 %) dibandingkan biji umur delapan bulan (19.25 %). Hal yang serupa terjadi pada fuli, fuli empat bulan sebesar % dan fuli delapan bulan sebesar %. Perbedaan kadar air fuli umur delapan dan empat bulan relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan perbedaan kadar air biji umur delapan dan empat bulan. Berdasarkan bobot keringnya, pemanfaatan biji pala pada umur empat bulan kurang baik karena sebagian besar berupa air (total padatan %). Pemanfaatan biji yang lebih baik adalah umur delapan bulan karena biji sudah mengandung padatan yang lebih banyak (80-82 %). Sebaliknya, fuli lebih baik dimanfaatkan pada umur empat bulan karena kadar air yang lebih kecil (total padatan %). 21

3 Jumlah air dalam biji pala tua lebih rendah dari pada biji muda disebabkan karena biji mengalamai pertumbuhan. Pertumbuhan sel ini meliputi pembelahan sel (peningkatan jumlah sel sebagai hasil dari mitosis), ekspansi sel (peningkatan ukuran sel yang irreversibel sebagai hasil dari pengambilan air atau sintesis dalam protoplasma), dan diferensiasi sel. Jumlah protein, selulosa, asam nukleat dan sebagainya terus meningkat didaerah pertumbuhan, sementara berat kering cadangan makanan akan menurun. C. KADAR LEMAK Analisis kadar lemak diperlukan untuk mengetahui kandungan lemak yang ada di dalam bahan. Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut non polar yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Untuk itu, heksan digunakan dalam analisis ini. Di dalam bahan, minyak atsiri akan bercampur dengan lemak karena sifatnya yang non polar. Minyak atsiri akan ikut terekstrak bersama lemak karena sifatnya yang dapat terlarut oleh heksan. Minyak atsiri ini akan hilang (menguap) saat pengeringan hasil ekstraksi sehingga tinggal lemak yang tersisa. Hasil analisis kadar lemak metode Soxhlet dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis kadar lemak metode Soxhlet Pala umur 8 bulan Pala umur 4 bulan %(b/b) BB* %(b/b) BK** %(b/b) BB* %(b/b) BK** Fuli Biji * Basis basah ; ** Basis kering Berdasarkan Tabel 7, kadar lemak biji pala pada umur empat bulan masih cukup rendah, namun setelah biji berumur delapan bulan, kadar lemak meningkat. Tingginya minyak pada umur delapan bulan pada biji ini dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu ketersediaan sumber karbon untuk sintesis minyak/lemak dan aktivitas enzim. Menurut Harwood dan Page (1994), sumber karbon untuk sintesis lemak diperoleh dari proses fotosintesis. Menurut Hablacher et al. (1993), enzim yang berberan penting dalam sintesis lemak/minyak adalah enzim asetil-coa karboksilase (ACCase). Enzim ini mengkatalis reaksi karboksilasi asetil-coa (prekursor pembentukan lemak) menjadi melonil-coa. Reaksi ini merupakan tahap awal penentuan sintesis lemak. Kadar lemak fuli umur delapan bulan tidak jauh berbeda dengan fuli umur empat bulan. Hal ini disebabkan karena fuli lebih mengembangkan komponen serat selama proses pertumbuhan. Lemak pada usia empat bulan lebih banyak terdapat pada fuli dari pada biji karena biji pada usia itu lebih banyak mengandung air. Sedangkan pada usia delapan bulan, lemak lebih banyak terdapat pada biji karena biosintesis lemak. Berdasarkan penelitian Lubis (1983), sejalan dengan perkembangan buah terjadi pula perubahan pada kandungan setiap komponen penyusun buah. Perkembangan buah meliputi kandungan minyak, air, dan serat pada berbagai tingkat perkembangan buah. Minyak dan serat mulai terbentuk setelah buah berumur tiga bulan. Kadar minyak akan terus meningkat dan mencapai maksimum pada stadia matang. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa terdapat fase perkembangan buah yang diikuti meningkatnya kandungan minyak secara drastis. Hal ini menunjukkan bahwa selama fase tersebut terjadi peningkatan biosintesis minyak yang dapat berarti terjadi aktivitas enzim ACCase yang terlibat dalam proses tersebut. 22

4 Kandungan minyak/lemak pada tanaman disebabkan oleh biosintesis lipida. Biosintesi lemak/minyak merupakan proses multikompartemen. Menurut Harwood dan Page (1994), deposisi minyak pada jaringan yang berbeda terjadi pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan biji yang mengandung minyak biasanya terdiri dari tiga fase. Fase pertama melibatkan pembelahan sel yang sangat cepat dan hanya sedikit mensintesis minyak. Pada fase ini jenis minyak yang dibuat lebih banyak glikolipid dan fosfolipid penyusun membran dari pada minyak yang disimpan. Oleh karena itu, minyak pada embrio muda cenderung tinggi kandungan asam linoleat dan linolenatnya terlepas dari spesies tanaman. Pada fase kedua, sintesis minyak mencapai maksimum. Pada fase ini disintesis asam lemak yang khas untuk spesiesnya, seperti pembentukan miristat pada pala atau stearat pada kelapa. Fase ketiga adalah periode desikasi. Pada periode ini hanya terjadi sedikit sintesis minyak biji. Lemak yang dihasilkan pada biji pala papua berupa padatan pada suhu kamar, sedangkan minyak fuli berwujud cairan pada suhu kamar. Lipida yang berupa cairan pada suhu kamar disebut minyak, dan terutama disusun oleh asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Sedangkan yang berupa padatan pada suhu kamar disebut lemak dan tersusun terutama oleh asam lemak jenuh seperti asam palmitat. Berdasarkan hal diatas, bila pengembangan biji pala diarahkan untuk diambil lemak palanya, akan lebih potensial digunakan biji pala yang sudah tua. Bila pemanfaatan pala untuk diambil asam lemak tidak jenuhnya, akan lebih baik bila diambil dari minyak fuli pala. Bila pemanfaatan pala untuk diambil asam lemak jenuhnya, sebaiknya diambil dari lemak biji pala. D. EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI Untuk mengetahui potensi minyak atsiri biji dan fuli pala papua, perlu diketahui persentase kandungan minyak atsiri yang terdapat didalamnya. Jumlah minyak atsiri dalam pala dapat diketahui dengan cara mengekstraksi minyak atsiri di dalamnya. Bagian pala papua yang diekstraksi adalah biji dan fulinya. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Simultaneous Steam Distillation Extraction (SDE) Likens-Nickerson. Metode ini dipilih karena populer dan banyak diaplikasikan dalam analisis flavor. Selain proses destilasi, metode ini juga menggunakan prinsip ekstraksi. Pelarut akan menguap kemudian mengekstraksi komponen volatil yang menguap saat didestilasi. Keuntungan dari metode ini adalah mampu memperkecil hilangnya komponen volatil minor saat proses destilasi. Selain itu metode ini juga menggunakan pelarut yang relatif sedikit, namun dengan kuantitas bahan (sampel) yang cukup banyak. Menurut Self (2005), jika dibandingkan metode lain seperti metode High-vacuum Distillation, SDE Likens-Nickerson menghasilkan yield dengan aroma yang lebih intens. Namun metode ini kurang tepat bila diterapkan dalam skala industri karena tidak dapat mengekstraksi bahan dengan jumlah banyak. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri pada penelitian ini adalah dietil eter. Pemilihan pelarut berdasarkan pada kepolaran dan titik didihnya. Menurut Cronin (1982), pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi komponen flavor harus memiliki titik didih rendah agar memudahkan penguapan pelarut dari hasil ekstraksi dan tidak merusak komponen yang terekstrak. Mukhopadhyay (2002) menyebutkan bahwa dietil eter memiliki titik didih rendah yaitu 34.6 C (keadaan STP) dan kelarutan dalam air 6.9 g/100 ml (20 C). Jika dibandingkan dengan pelarut lain, dietil eter memiliki sifat keatsirian (mudah menguap) yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan dietil eter cocok digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri. 23

5 Setelah proses ekstraksi, minyak atsiri perlu dipekatkan agar pelarut (dietil eter) dapat hilang. Proses pemekatan dilakukan dengan kolom vigreux. Kolom vigreux biasanya digunakan untuk memekatkan larutan yang memiliki titik didih yang berdekatan (antara pelarut dan zat terlarut). Kolom vigreux memekatkan larutan dengan cara menguapkan komponen yang mudah menguap (pelarut) dengan mencegah ikut menguapnya zat yang lain (minyak atsiri). Hasil pekatan destilasi minyak atsiri menggunkan metode SDE Likens-Nickerson dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pekatan destilasi minyak atsiri pala papua dengan metode Liken-Nickerson Minyak atsiri (% b/b) Basis basah (BB) Basis kering (BK) Fuli umur 4 bulan Fuli umur 8 bulan Biji umur 4 bulan Biji umur 8 bulan Berdasarkan basis kering, hasil ekstraksi minyak atsiri pala papua lebih banyak terdapat pada biji umur empat bulan dan fuli umur empat bulan. Fuli pala papua umur empat bulan lebih banyak mengandung minyak atsiri daripada fuli umur delapan bulan, begitu pula pada persentase minyak atsiri biji (BK). Menurut Ketaren (1985), biji pala muda menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua. Inilah yang melandasi destilasi minyak atsiri oleh industri banyak dilakukan pada buah pala umur empat bulan. Namun kadar minyak atsiri pala papua masih lebih rendah daripada pala banda (Myristica fragrans Houtt). Nurdjannah (2007) menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri biji pala banda rata-rata 12 % dan minyak fuli rata-rata 11 % dalam basis basah. E. KOMPONEN MINYAK ATSIRI Hasil ekstraksi minyak atsiri kemudian dianalisis komponen volatilnya menggunakan GC-MS. Hasil analisis komponen volatil GC-MS berupa kromatogram. Data disajikan dalam bentuk persen (%) luas area. Data ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui komponen volatil dominan yang ada dalam sampel dan dapat merepresentasikan jumlah senyawa volatil di dalam minyak atsiri. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 7 dan hasil identifikasi komponen pada Lampiran 8. Berdasarkan kedua data tersebut, dapat diketahui komponen yang ada pada atsiri pala papua. Hasil identifikasi komponen atsiri dapat dilihat pada Tabel 9. 24

6 Peak 1 Tabel 9. Komponen atsiri fuli dan biji pala papua umur empat dan delapan bulan Luas area (%) Komponen Fuli Fuli Biji umur umur umur bulan bulan bulan Bicyclo[3.1.0]hexane, 4-methyl-1-(1-methylethyl)-, Didehydro derive Biji umur 4 bulan R-.alpha.-Pinene Camphene Sabinen/4(10)-thujene Thujene Beta.-Pinene Beta.-Myrcene Alpha.-Phellandrene Beta.-phellandrene Cyclopropane, 1,1-dimethyl-2-(3-methyl-1,3-butadienyl) Gamma.-Terpinen Terpineol,cis-.beta (+)-4-Carene Carene Cis-Sabinenhydrate Cyclohexen-1-ol, 1-methyl-4-(1-methylethyl)-, cis Trans-Sabinenhydrate Terpene-4-ol, P-menth-1-en-8-ol Piperitol D-piperitone Safrol Eugenol Copaene Methyl eugenyl ether Isohomogenol Alpha.-Farnesene Elemicin Dodecanoic acid Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) Unknown compounds Total komponen

7 Berdasarkan analisis GC-MS, komponen yang dapat diidentifikasi dari minyak atsiri fuli pala papua umur empat dan delapan bulan adalah 29 komponen, sedangkan pada biji umur delapan dan empat bulan sebanyak 24 dan 25 komponen. Minyak atsiri fuli memiliki jumlah komponen volatil yang lebih banyak dari pada biji. Jika dilihat berdasarkan umurnya, pala umur empat maupun delapan bulan memilik jumlah dan komposisi komponen volatil yang tidak berbeda. Walaupun begitu, minyak atsiri biji pala umur delapan bulan tidak mengandung d-piperiton sedangkan pada biji umur empat bulan masih mengandung d-piperiton. Ada beberapa perbedaan antara komponen atsiri fuli dan biji pala papua. Atsiri biji pala papua mengandung 2-thujene sedangkan fuli tidak. Namun fuli mengandung 4(10)-thujene atau sabinen sedangkan biji tidak. Selain tidak mengandung sabinen, minyak atsiri biji juga tidak mengandung beta-pinen, copaene, dodecanoic acid, dan Phenol, 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl). Diantara senyawa yang teridentifikasi, ada beberapa senyawa yang memiliki kemiripan, salah satunya adalah sabinen dan 2-thujene. Sabinen dan 2-thujene memiliki waktu retensi yang saling berdekatan yaitu menit (senyawa 2-thujen) dan menit (senyawa sabinen). Keduanya memiliki rumus molekul yang sama yaitu C 10 H 16. Kedua senyawa ini merupakan senyawa yang termasuk kelompok ketiga dari monoterpen (bisiklik) yang mempunyai dua lingkaran, disertai dengan satu ikatan rangkap. Namun perbedaan dari kedua senyawa ini terletak pada ikatan rangkapnya. Perbedaan struktur molekul sabinen dan 2-thujene dapat dilihat pada Gambar 11. Selain dua senyawa ini, senyawa lain yang termasuk kelompok ketiga dari monoterpen seperti carane, pinane, kamfen, puritan, isoborinilan, dan fencan. 2-thujene Sabinen Gambar 11. Struktur molekul 2-thujene dan sabinen Menurut Guenther (2006), melalui proses pengaturan kembali persenyawaan-persenyawaan yang berbeda, dapat diturunkan sitem lingkaran lainnya. Peristiwa penyusunan kembali molekulmolekul, atau pemindahan posisi ikatan rangkap ke posisi lainnya dalam molekul, serta proses oksidasi atau dehidrogenasi dan hidrogenasi dapat berlangsung secara cepat (relatif), sedangkan perlakuan dengan asam dapat membuka sistem lingkar tersebut. Jadi hal itulah yang menyebabkan beberapa senyawa atsiri dengan struktur molekul berbeda, namun dengan rumus molekul yang sama (seperti sabinen dan 2-thujene). Komponen-komponen minyak atsiri fuli umur empat dan delapan bulan tidak begitu berbeda (relatif sama). Perbedaannya hanya ada pada komposisi (% luas area) dari masing-masing komponen, namun tidak begitu besar. Hal yang sama terjadi pada komponen minyak atsiri biji umur empat dan delapan bulan. Perbedaan komposisi (% luas area) dari keduanya tidak begitu besar pula. Dari komponen-komponen tersebut, terdapat komponen yang tidak diketahui jenis dan namanya. Hal ini dikarenakan nilai similarity senyawa yang dimaksud dengan data base yang ada di NIST library kurang dari 70%. Selain itu, hasil analisis GC-MS ulangan kedua juga menunjukkan hasil yang berbeda dari ulangan pertama sehingga senyawa yang dimaksud belum bisa diketahui. 26

8 Perbedaan umur pala (empat dan delapan bulan) tidak mempengaruhi jumlah dan komposisi komponen secara signifikan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12. Penomoran yang terdapat pada Gambar 12 merupakan nomor urut sesuai penomoran pada senyawa di Tabel 9. Kromatogram seperti yang ditunjukan Gambar 12, menunjukkan bahwa peak minyak atsiri fuli dan biji pala papua memiliki pola yang sama. Fuli 4 bulan Fuli 8 bulan Biji 4 bulan Biji 8 bulan Gambar 12. Kromatogram minyak atsiri fuli dan biji pala papua 27

9 Setiap komponen yang teridentifikasi memiliki luas area yang berbeda. Senyawa dengan luas area terbesar akan mempengaruhi kegunaan dan arah pengolahan dari komoditi tersebut. Komponen mayor pada minyak atsiri fuli dapat dilihat pada Tabel 10 dan komponen mayor pada minyak atsiri biji dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10. Komponen mayor pada minyak atsiri fuli pala papua Komponen Luas area % Fuli umur 8 bulan Fuli umur 4 bulan Safrol Sabinen/4(10)-thujene Beta.-phellandrene Terpene-4-ol R-.alpha.-Pinene Beta.-Myrcene Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui komponen yang paling banyak (mayor) pada minyak atsiri fuli pala papua umur delapan dan empat bulan adalah safrol, kemudian diikuti sabinen, beta.- phellandrene, terpene-4-ol, 1R-.alpha.-pinene, dan beta.-myrcene. Kedua umur fuli ini memiliki luas area komponen mayor yang tidak begitu berbeda. Tabel 11. Komponen mayor pada minyak atsiri biji pala papua Komponen Luas area (%) Biji umur 8 bulan Biji umur 4 bulan 2-Thujene Safrol Beta.-phellandrene Beta.-Myrcene R-.alpha.-Pinene Terpene-4-ol Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa komponen terbanyak pada biji adalah 2-thujene, diikuti dengan safrol, kemudian beta.-phellandrene dan beta.-myrcene. Pada biji umur delapan bulan, senyawa terbesar berikutnya adalah 1R-.alpha.-pinene, sedangkan pada biji umur empat bulan adalah terpene-4-ol. Komponen 2-thujene pada atsiri biji delapan bulan lebih besar daripada biji 4 bulan, hal yang serupa terjadi pada beta.-phellandrene, beta.-myrcene, dan 1R-.alpha.-pinene. Sedangkan pada senyawa safrol dan terpene-4-ol lebih besar pada biji umur empat bulan. Jika dibandingkan antara luas area masing-masing komponen dari analisis kromatogafi atsiri fuli dan biji, maka dapat dilihat bahwa komponen atsiri fuli didominasi oleh safrol (35%) dan 4(10)- thujene (35%), sedangkan pada biji adalah 2-thujene (60%) dengan kandungan safrol yang relatif lebih rendah (20%). Hal ini menunjukkan bahwa bahan aktif pada fuli adalah safrol dan 4(10)-thujene atau sabinen. Selain itu, bila dilihat berdasarkan umurnya, hampir semua komponen dominan pada biji 28

10 maupun fuli cenderung lebih besar pada umur delapan bulan yaitu senyawa thujene, beta.- phellandrene, terpene-4-ol, 1R-.alpha.-pinene, dan.beta.-myrcene. Jika dibandingkan dengan pala banda (M fragrans Hout), komposisi komponen volatil pala papua dengan pala banda jauh berbeda. Komponen safrol atsiri biji dan fuli pala papua jauh lebih besar (20-35%). Menurut Chairul dan Sulianti (2000), safrol pada fuli pala banda sebesar 1.18% dan pada biji 7.04 %. Komponen utama pada fuli pala banda adalah isoeugenol (32.80%) dan pada biji adalah alfa-terpineol (40.20 %). Atsiri biji dan fuli pala pupua hampir tidak mengandung kedua senyawa ini. Chairul dan Sulianti (2000) juga menambahkan bahwa sabinen dan thujen tidak terkandung di dalam minyak atsiri pala banda. F. ARAH PENGEMBANGAN MINYAK ATSIRI PALA PAPUA Setiap komoditi perlu dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Pemanfaatan komoditi secara maksimal dapat terjadi bila mengetahui arah pengembangan dari komoditi tersebut. Minyak atsiri dapat diketahui arah pengembangannya dengan cara mengetahui komponen volatil yang ada didalamnya. Dengan mengetahui komponen volatil dominan yang ada dan fungsi dari masing-masing komponen, minyak atsiri pala papua dapat diketahui arah pengembangannya. Dilihat dari hasil analisis GC-MS, minyak atsiri pala papua dapat menggantikan fungsi dan kegunaan pala biasa (pala banda) yaitu sebagai sumber safrol, alpha.-pinene, beta.-myrcene, terpene-4-ol, 2-thujene, sabinen, dan beta.- phellandrene yang banyak digunakan dalam berbagai industri. Struktur molekul komponen mayor pada minyak atsiri biji dan fuli pala papua dapat dilihat pada Gambar 13. 1R-.alpha.-pinene Safrol beta.-myrcene Terpene-4-ol 2-thujene Sabinen beta.-phellandrene Gambar 13. Struktur molekul komponen mayor pada minyak atsiri biji dan fuli pala papua Safrol memiliki rumus molekul C 10 H 10 O 2 dengan struktur molekul yang dapat dilihat pada Gambar 13. Safrol adalah komponen terbanyak pada minyak atsiri fuli pala papua. Senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan tropikal antiseptik dan ekstasi (Eiser 1994). Senyawa safrol terutama miristin merupakan identitas pada minyak pala (Chairul et al.1996). Menurut Sastrohamidjojo (2005), safrol digunakan secara luas dalam bidang farmasi. Safrol bila direaksikan dengan basa akan mengalami isomerisasi menjadi isosafrol. Isosafrol dapat dikonversi menjadi piperonal dengan cara dioksidasi. Piperonal disebut juga heliotropin berwujud cairan tak berwarna 29

11 yang memiliki bau harum. Piperonal banyak digunakan sebagai bahan/komposisi pewangi. Reaksi konversi safrol akan menghasilkan safril keton yang juga menjadi turunan L-DOPA (L-3,4- dihydroxyphenylalanine). L-DOPA merupakan bahan psikoaktif dalam pengobatan Parkinson. Menurut Triantoro dan Susanti (2007), safrol tidak hanya terdapat pada tanaman pala, tapi juga terdapat pada tanaman kulilawang, masoi, dan kayu manis (Cinnamomum burmani). Selain itu, Weiss (1997) menyebutkan bahwa senyawa safrol bersifat merangsang tidur berkhayal (halusigenik) dengan dosis kurang dari 5 g. Karakteristik senyawa safrol dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakter senyawa safrol (Parry 2007) Nilai Specific gravity Indeks refraksi Titik leleh 11 C Rotasi optik + 0 Selain safrol, sabinen juga menjadi senyawa dominan pada atsiri pala papua. Menurut Guenther (2006), sabinen merupakan senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kanan (dextrorotatory). Menurut Parry (2007), sabinen juga dapat memutar bidang polarisasi cahaya ke kiri (levorotatory) dalam bentuk keton sabinen. Kegunaan senyawa ini tidak terlalu luas, tetapi sering digunakan sebagai komponen bahan pada pembuatan minyak lada sintetik. Selain pada pala papua, sabinen merupakan komponen utama dalam minyak kemukus, yaitu sekitar 33% (Guenther 2006). Terpen ini biasanya diperoleh dari fraksi minyak kemukus yang mendidih dibawah 195 C, namun masih memungkinkan dihasilkan sabinen yang memiliki kemurnian relatif rendah. Agar dihasilkan sabinen yang lebih murni, biasanya digunakan proses fraksinasi sistematis (Parry 2007). Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, senyawa sabinen merupakan senyawa yang mirip dengan senyawa 2-thujene. Fungsi dari senyawa thujene juga mirip dengan sabinen. Thujene secara umum banyak digunakan sebagai bahan pencampuran dalam industri flavor. Kemiripan karakter dari kedua senyawa ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakter senyawa sabinen dan thujene (Parry 2007) Sabinen Thujene Specific gravity Indeks refraksi Rotasi optik Titik didih C C Phellandrene sebagai komponen yang cukup banyak terdapat pada atsiri fuli dan biji pala papua merupakan senyawa yang berwarna atau sedikit berwarna kuning, tidak larut dalam air, larut dalam bagian alkohol 90%, dan dalam 1-3 bagian alkohol 95%. Senyawa ini memiliki rumus 30

12 molekul C 10 H 16 dengan struktur molekul yang dapat dilihat pada Gambar 13. Selain pada pala, senyawa ini terdapat dalam tanaman lada, memberikan aroma khas lada, namun tidak memberikan efek pedas (Ketaren 1985). Karakteristik senyawa phellandrene dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakter senyawa phellandrene (Parry 2007) Nilai Specific gravity Indeks refraksi Rotasi optik Senyawa pada minyak atsiri yang cukup banyak lainnya adalah beta-mirsen. Senyawa ini memiliki rumus molekul C 10 H 16 dengan struktur molekul yang dapat dilihat pada Gambar 13. Betamirsen merupakan komponen yang berkhasiat sebagai senyawa preventif terhadap kanker (Duke 1998). Namun kegunaan yang paling umum adalah sebagai bahan parfum. Karakteristik senyawa beta-mirsen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakter senyawa beta-mirsen (Parry 2007) Nilai Density g/cm 3 Titik leleh < -10 C Titik didih C Alfa-pinen termasuk golongan senyawa monoterpen dengan rumus molekul C 10 H 16 dan struktur molekul yang dapat dilihat pada Gambar 13. Senyawa ini berupa cairan putih jernih sampai berwarna kuning pucat dengan kelarutan yang tinggi dalam alkohol 95%. Selain itu, alfa-pinen memiliki aroma resin, menghangatkan, serta menyegarkan seperti wangi pinus dan memiliki rasa balsamic. Kegunaannya adalah sebagai pemberi rasa dan wewangian pada berbagai macam produk antara lain dalam industri kosmetika maupun obat-obatan (Renata et al. 2007). Karakteristik senyawa alfa-pinen dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Karakter senyawa alfa-pinen (Parry 2007) Nilai Specific gravity Indeks refraksi Rotasi optik Titik didih C 31

13 Terpeneol adalah senyawa monoterpen alkohol alami. Senyawa ini memiliki rumus molekul C 10 H 18 O dengan struktur molekul yang dapat dilihat pada Gambar 13. Terpeneol memiliki tiga isomer yaitu alfa, beta, dan gamma. Beta dan gamma terpeneol hanya berbeda pada posisi ikatan rangkapnya saja. Terpeneol digunakan sebagai bahan dasar parfum lilac dan aroma pinus (Jamal 2009). Karakteristik senyawa terpeneol dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Karakter senyawa terpeneol (Parry 2007) Nilai Specific gravity Titik leleh 18 C Rotasi optik Titik didih C Senyawa-senyawa lain yang teridentifikasi pada atsiri biji dan fuli pala papua dengan jumlah yang sedikit antara lain eugenol, myristicin, kopaena, elemicin, dan alfa-farnesena. Eugenol (C 10 H 12 O 2 ) adalah bahan baku farmasi. Eugenol digunakan dalam pembuatan obat analgesik lokal dan antiseptik. Selain itu eugenol dapat dikonversi menjadi senyawa turunan amfetamin maupun L-DOPA (L-3,4-dihydroxyphenylalanine) yang dikenal sebagai obat Parkinson. Menurut Weiss (1997), senyawa aromatik myristicin dan elemicin (C 12 H 16 O 3 ) yang terdapat pada pala bersifat merangsang tidur/berkhayal (halusigenik). Kopaena (C 15 H 24 ) bermanfaat sebagai karminatif, sedangkan alfafernesena (C 15 H 24 ) dapat digunakan sebagi pestisida dan feromon (Duke 1998). Karakteristik dari senyawa-senyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Karakter senyawa eugenol, myristicin, kopaena, elimicin, dan alfa-fernesena (Parry 2007) Eugenol Myristicin Kopaena Elemicin Alfa-fernesena Specific gravity Indeks refraksi Rotasi optik Titik didih 252 C C C C C Senyawa tunggal dalam minyak atsiri (seperti yang sudah dipaparkan diatas) dapat diperoleh melalui proses isolasi. Pengisolasian senyawa tunggal pada minyak atsiri pala secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi. Jenis kromatografi yang bisa digunakan adalah kromatografi planar, salah satu jenisnya adalah kromatografi lapis tipis (KLT). Menurut Nyiredy (2004), pada prisipnya metode ini memanfaatkan kepolaran dari komponen atsiri dan pelarut. Kromatografi dilakukan pada selembar kaca, palstik, atau aluminium foil yang dilapisi lapisan tipis (adsorben). Adsorben yang biasa digunakan adalah silika gel dan aluminium oksida. Lapisan adsorben ini adalah fase diam. Pelarut yang digunakan (fase gerak) digunakan setelah sampel di letakkan pada plat KLT. Perbedaan polaritas menyebabkan setiap komponen akan naik ke plat KLT pada tingkat 32

14 yang berbeda. Senyawa dengan polaritas yang lebih mirip dengan pelarut akan naik lebih dahulu, sedangkan senyawa yang kurang mirip kepolarannya akan tertahan pada plat kromatografi. Setelah itu masing-masing komponen dapat di pisahkan. Untuk meningkatkan resolusi, dapat digunakan perangkat tambahan. Metode KLT dengan perangkat tambahan ini biasa disebut HPTLC (High Performance Thin Layer Chromatography). Senyawa yang sudah terpisah (terisolasi) dapat digunakan sebagai bahan pencampuran dalam pembuatan produk sesuai dengan kegunaan dan sifat dari senyawa tersebut. Komponen-komponen yang sudah teridentifikasi, kemudian di kelompokan kedalam senyawa golongan terpenoid dan non terpenoid. Selain dilihat berdasarkan komponen mayor yang ada dalam minyak atsiri, pengelompokkan ini juga dapat menjadi dasar untuk menentukan keguaan secara umum dari minyak atsiri pala papua. Untuk senyawa terpenoid sendiri juga dikelompokan ke dalam senyawa monoterpen, monoterpen teroksigenasi (mengandung oksigen), dan seskuiterpen. Menurut Smith (2011), senyawa terpen adalah lemak yang tersusun atas lima unit karbon secara berulang yang disebut dengan unit isoprene. Struktur molekul dari unit isoprene dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Struktur molekul unit isoprene Satu unit isoprene memiliki lima karbon, empat pada baris dengan satu karbon cabang pada pertengahan karbon. Senyawa yang megandung dua unit isoprene disebut monoterpen. Senyawa monoterpen mengandung sepuluh atom karbon. Sedangkan senyawa yang mengandung tiga unit isoprene disebut seskuiterpen. Seskuiterpen mengandung lima belas atom karbon. Selain atom karbon dan hidrogen, senyawa terpen juga dapat mengandung atom lain seperti oksigen (teroksigenasi). Penggolongan komponen-komponen volatil biji dan fuli pala berdasarkan jumlah unit isoprene dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan penggolongan tersebut, dapat dikelompokkan dalam empat kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pengelompokkan senyawa minyak atsiri biji dan fuli pala papua berdasarkan unit isoprene Kelompok Luas area (%) Fuli 8 bulan Fuli 4 bulan Biji 8 bulan Biji 4 bulan Monoterpen Monoterpen teroksigenasi Seskuiterpen Senyawa lainnya Berdasarkan Tabel 19, terlihat dominasi komposisi kimia dari keempat minyak atsiri tersebut. Senyawa-senyawa yang ada di atsiri pala papua pada umumnya termasuk golongan senyawa terpen. Minyak atsiri yang berasal dari biji lebih banyak didominasi oleh golongan senyawa monoterpen. Minyak atsiri fuli juga didominasi oleh golongan monoterpen, namun golongan monoterpen teroksigenasi juga relatif cukup besar pada fuli. 33

15 Menurut Agusta (2000), jika suatu minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar dan stearoptena dalam porsi kecil, maka kegunaannya lebih diutamakan sebagai pemberi bau yang spesifik atau perancah (flavoring). Bila minyak atsiri mengandung lebih banyak senyawa dari golongan hidrokarbon, alkohol, keton, fenol, ester dari fenol, oksida, dan ester, lebih memungkinakan untuk digunakan sebgai obat, karena secara teori diketahui bahwa semua senyawa itu memiliki gugus aktif yang berfungsi melawan suatu jenis penyakit. Minyak atsiri fuli dan biji pala papua sendiri mengandung banyak komponen hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar yaitu 50 % pada atsiri fuli dan 80 % pada atsiri biji. Hal ini menyebabkan kedua minyak atsiri ini cocok untuk dikembangkan sebagai flavoring agent. Namun selain mengandung hidrokarbon tak beroksigen, minyak atsiri fuli juga cukup mengandung hidrokarbon beroksigen yang cukup besar pula (39-42 %). Sehingga minyak atsiri fuli pala papua juga dapat dikembangkan sebagai obat. 34

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh bunga kenanga dengan kadar air 82 %, kadar protein 17,30% dan kadar minyak 1,6 %. Masing-masing penyulingan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rut, 2014 Peningkatan Kadar Mentol Pada Minyak Permen Dementolized Menggunakan Katalis Raney Nikel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rut, 2014 Peningkatan Kadar Mentol Pada Minyak Permen Dementolized Menggunakan Katalis Raney Nikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan berbagai tanaman rempah-rempah selain India, Cina, dan Brazil. Salah satu produk rempah-rempah

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI MINYAK ATSIRI FULI DAN BIJI PALA PAPUA (Myristica argentea Warb) DENGAN GC-MS

ANALISIS KOMPOSISI MINYAK ATSIRI FULI DAN BIJI PALA PAPUA (Myristica argentea Warb) DENGAN GC-MS ANALISIS KOMPOSISI MINYAK ATSIRI FULI DAN BIJI PALA PAPUA (Myristica argentea Warb) DENGAN GC-MS SKRIPSI DENIS MUDLOFAR F24080092 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ANALYSIS

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PALA PAPUA. 1. Botani Pala Papua

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PALA PAPUA. 1. Botani Pala Papua II. TINJAUAN PUSTAKA A. PALA PAPUA 1. Botani Pala Papua Pala merupakan tanaman daerah tropis yang termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas Dicotyledonae, ordo Ranales, family Myristiceae serta Myristica.

Lebih terperinci

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak A. Pengertian Lemak Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sejak era tahun 60-an dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri terbesar di dunia terutama minyak atsiri nilam. Secara biologis, minyak atsiri merupakan

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 5.1.1 Pembuatan Kacang Salut Proses pembuatan kacang salut diawali dengan mempelajari formulasi standar yang biasa digunakan untuk pembuatan kacang salut,

Lebih terperinci

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK 8 LEMAK DAN MINYAK A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK Lipid berasal dari kata Lipos (bahasa Yunani) yang berarti lemak. Lipid didefinisikan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN 1-1. Bab I-Pendahuluan

BABI PENDAHULUAN 1-1. Bab I-Pendahuluan Bab I-Pendahuluan 1-1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jeruk adalah salah satu jenis buah yang mudah diperoleh dan disukai oleh masyarakat. Biasanya jeruk dikonsumsi sebagai buah segar atau dibuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak atsiri Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah

Lebih terperinci

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KAROTENOID PADA DAUN TEH

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KAROTENOID PADA DAUN TEH IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KAROTENOID PADA DAUN TEH Pengecekan karotenoid pada sampel serbuk kering daun teh hijau dan teh hitam dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kandungan karotenoid yang masih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan ikan teri galer (Stolephorus indicus Van Hasselt) yang diperoleh dari Pasar Induk Caringin Kabupaten

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

2014 OPTIMASI KONDISI HIDROGENASI ETANOL-NATRIUM UNTUK MENINGKATKAN KADAR MENTOL PADA MINYAK PERMEN

2014 OPTIMASI KONDISI HIDROGENASI ETANOL-NATRIUM UNTUK MENINGKATKAN KADAR MENTOL PADA MINYAK PERMEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya seperti rempah-rempah. Banyak rempah-rempah Indonesia yang telah diketahui khasiatnya, hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Temulawak Temulawak merupakan tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Ketaren, 1986). Minyak goreng diekstraksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR

SKRIPSI. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR SKRIPSI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KAYU PUTIH (Eucalyptus alba) DARI PULAU TIMOR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains OLEH MAGDALENA

Lebih terperinci

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4 Alkena dan Alkuna Pertemuan 4 Alkena/Olefin hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan rangkap (C = C) Senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap: alkadiena tiga ikatan rangkap: alkatriena,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU MINYAK ATSIRI. Disusun Oleh :

PENGUJIAN MUTU MINYAK ATSIRI. Disusun Oleh : Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Kamis, 22 Mei 2008 MK. Teknologi Minyak Atsiri, Asisten : 1. Linda Purwaningrat Fitofarmaka, dan Rempah-Rempah 2. Fina Uzwatania 3. Ira PENGUJIAN MUTU MINYAK ATSIRI Marlina

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Pala 2.1.1 Sistematika Tanaman Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta : Magnoliopsida :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai bahan alam, salah satu sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

LEMAK/LIPID Oleh: Susila Kristianingrum

LEMAK/LIPID Oleh: Susila Kristianingrum LEMAK/LIPID Oleh: Susila Kristianingrum Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat mengklasifikasikan jenis-jenis lemak, menjelaskan metode analisis lemak, dan mengaplikasikannya dalam analisis suatu sampel pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

PENYULINGAN MINYAK BIJI PALA: PENGARUH UKURAN BAHAN, WAKTU DAN TEKANAN PENYULINGAN TERHADAP KUALITAS DAN RENDEMEN MINYAK

PENYULINGAN MINYAK BIJI PALA: PENGARUH UKURAN BAHAN, WAKTU DAN TEKANAN PENYULINGAN TERHADAP KUALITAS DAN RENDEMEN MINYAK PENYULINGAN MINYAK BIJI PALA: PENGARUH UKURAN BAHAN, WAKTU DAN TEKANAN PENYULINGAN TERHADAP KUALITAS DAN RENDEMEN MINYAK Nur Hidayati 1, Hanifia Ilmawati 2, Efani Sara 3 1,2,3 Program Studi Teknik Kimia,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung yang merupakan varietas jagung Hawaii dan memiliki umur tanam 9 hari. Varietas jagung ini

Lebih terperinci

Jurnal Farmasi Indonesia, November 2015, hal Vol. 12 No. 2

Jurnal Farmasi Indonesia, November 2015, hal Vol. 12 No. 2 Jurnal Farmasi Indonesia, November 2015, hal 127-136 Vol. 12 No. 2 ISSN: 1693-8615 EISSN : 2302-4291 Online : http://farmasiindonesia.setiabudi.ac.id/ PERBANDINGAN KUALITAS MINYAK PALA HASIL ISOLASI DARI

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pala (Myristica fragrans HOUTT)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pala (Myristica fragrans HOUTT) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pala (Myristica fragrans HOUTT) Pala (Myristica fragrans HOUTT) merupakan tanaman buah asli Indonesia, yang awalnya banyak ditemukan di Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

ISOLASI MIRISTISIN DARI MINYAK PALA (Myristica fragrans) DENGAN METODE PENYULINGAN UAP ABSTRACT

ISOLASI MIRISTISIN DARI MINYAK PALA (Myristica fragrans) DENGAN METODE PENYULINGAN UAP ABSTRACT Suprihatin, S. Ketaren, S. Ngudiwaluyo, dan A.. Friyadi ISOLASI MIRISTISIN DARI MINYAK PALA (Myristica fragrans) DENGAN METODE PENYULINGAN UAP Suprihatin 1, S. Ketaren 1, S. Ngudiwaluyo 2 dan A. Friyadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang sangat berperan pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa adanya faktor predisposisi

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana 4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana karboksilat H yeast C 8 H 12 3 C 8 H 14 3 (156.2) (158.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reduksi, reduksi stereoselektif

Lebih terperinci

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2.

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. SENYAWA ORGANIK A. Sifat khas atom karbon Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. Atom karbon mempunyai 4 elektron valensi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH (Eugenia caryophyllata)

OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH (Eugenia caryophyllata) Optimasi Tekanan dan pada Distilasi Fraksinasi Vakum terhadap Mutu Eugenol dari Minyak OPTIMASI TEKANAN DAN RASIO REFLUKS PADA DISTILASI FRAKSINASI VAKUM TERHADAP MUTU EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci