NEGERI MALANG YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUMAH KOST DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS IDENTITAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NEGERI MALANG YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUMAH KOST DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS IDENTITAS"

Transkripsi

1 1 PERBEDAAN PERSONAL DISTRESS PADA MAHASISWA BARU FPPsi UNIVERSITAS NEGERI MALANG YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUMAH KOST DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS IDENTITAS Dian Sudiono Putri Universitas Negeri Malang ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) keadaanpersonal distress yang dialami mahasiswa baru, 2) status identitas mahasiswa baru, 3) status identitas mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin, 4) perbedaan personal distress mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin, 5) perbedaan personal distress mahasiswa baru ditinjau status identitas, dan 6) perbedaan personal distress mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif dan komparatif. Analisis komparatif menggunakan two way anova.subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa baru Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang yang bertempat tinggal di rumah kost, sebanyak 66 orang(12 orang laki-laki dan 54 orang perempuan). Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala personal distress (α=0,778)dan skala status identitas (α=0,721). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)14 orang subjek memiliki tingkat personal distress sangat rendah dan 52 orang subjek memiliki tingkat personal distress rendah, 2) 22 orang subjek memiliki identity achievement, 5 orang subjek memiliki identity moratorium, dan 39 orang subjek memiliki identity foreclosure, 3) 12 subjek laki-laki (4 orang dengan identityachievement, 4 orang dengan identitymoratorium, dan 4 orang dengan identityforeclosure) dan 54 subjek perempuan (15 orang dengan identityachievement, 1 orang yang dengan identitymoratorium, dan 36 orang dengan identityforeclosure), 4) Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin (sig.0,124), 5) Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru ditinjau dari status identitas (sig.0,399), 6) Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas (sig.0,075). Kata Kunci: personal distress, jenis kelamin, status identitas ABSTRACT: This study aimed to determine: 1) the state of personal distress experienced by new students, 2) identity status of new students, 3) identity status of new students in terms of gender, 4) differences personal distress of new students in terms of gender, 5) differences personal distress of new students status in terms of identity, and 6) differences personal distress of new students in terms of gender and identity status. This study uses a quantitative approach to descriptive and comparative research design. Comparative analysis using twoway anova. The subjects were all new students of the Faculty of Educational Psychology, State University of Malang who reside in boarding houses, as many as 66 people (12 men and 54 women). The research instrument used was personal distress scale (α = 0.778) and the identity status scale (α = 0.721). The results showed that: 1) 14 subjects had very low levels of personal distress and 52 subjects had low levels of personal distress, 2) 22 people have

2 2 identity achievement subjects, 5 subjects had identity moratorium, and 39 subjects had a foreclosure identity, 3) 12 male subjects (4 men with identity achievement, 4 people with identity moratorium, and 4 people with identity foreclosure) and 54 female subjects (15 people with identity achievement, 1 person with identity moratorium, and 36 people with identity foreclosure), 4) There is no difference between the new students in personal distress in terms of gender (sig.0, 124), 5) There is no difference between the new students in personal distress in terms of identity status (sig.0, 399), 6) There is no difference in personal distress Among the new students in terms of gender and identity status (sig.0, 075). Keyword: personal distress, sex, identity status

3 3 Mahasiswa merupakan sekumpulan individu yang menuntut ilmu pada jenjang perkuliahan. Menjadi mahasiswa merupakan sebuah masa di mana seseorang sudah dituntut untuk dapat mandiri. Setelah lulus dari tingkat pendidikan sekolah menengah, mereka akan menimba pendidikan di tingkat yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi sebagai bekal kehidupan mereka di masa depan. Menjadi mahasiswa baru tentunya memerlukan banyak persiapan yang harus dilakukan, terutama dalam proses adaptasi dengan lingkungan di perguruan tinggi. Bagi sebagian orang, adaptasi bukanlah proses yang mudah. Terkadang seseorang memerlukan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri di tempat yang baru bagi mereka. Pada mahasiswa baru, kehidupan awal di jenjang perkuliahan adalah masa yang sangat penting. Pada masa ini, mereka akan bertemu dengan banyak orang baru yang belum mereka kenal. Pergaulan dengan lingkungan yang baru secara intensif akan menimbulkan kedekatan satu sama lain. Proses perkenalan dan proses sosialisasi akan terjadi untuk mencari teman dekat yang dapat mereka percaya, yang nantinya akan menjadi teman untuk bergaul dan berbagi permasalahan. Adanya kedekatan yang telah terjalin, akan membuat timbulnya empatikepada masalah yang dialami oleh teman dekat. Namun, jika kedekatan yang terjalin sudah begitu dalam, tak jarang yang terjadi adalah kondisi yang disebut personal distress. Kondisi empati yang berlebihan juga dapat menjadikan konflik batin pada diri seseorang yang disebut sebagai kondisi personal distress (Eisenberg, 2000). Personal distress merupakan pengalaman dari emosi negatif yang merupakan hasil dari kesulitan yang dialami oleh orang lain dan secara spesifik melibatkan fokus individu yang memutar fokus mereka dalam batin (baik secara perhatian maupun emosi), yang kemudian memindahkan fokusnya dari seseorang yang mengalami kesulitan tersebut (Schroeder dkk,1988; Eisenberg dkk, 1989, 1998b). Fokus dari keadaan personal distress adalah kepedulian terhadap ketidaknyamanan diri sendiri dalam menghadapi kesulitan yang dialami orang lain, dan motivasi diri untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut dengan menarik diri dari lingkungan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Thomas (2012) menyebutkan bahwa kondisi personal distress berpengaruh pada bagaimana seseorang memandang kualitas hidupnya. Kualitas hidup yang dimaksud adalah kualitas dalam memberi kasih sayang atau perhatian kepada orang lain, yang diindikasikan dengan kepuasan kasih sayang, kejenuhan, dan belas kasihan yang melelahkan. Seseorang yang mengalami personal ditress, menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki kesadaran untuk meyayangi orang lain, terutama dalam membantu mereka untuk menyelesaikan masalahnya. Seperti yang kita ketahui, kondisi personal distress

4 4 merupakan sebuah kondisi di mana faktor emosional merupakan hal yang sangat penting. Seseorang tidak akan mengalami kondisi ini jika orang tersebut tidak terlibat secara emosional pada permasalahan yang dialami oleh orang lain. Selain itu, Grynberg dkk (2010) menjelaskan bahwa personal distress merupakan faktor utama dalam terjadinya sebuah kondisi yang bernama Alexithymia, yang merupakan ketidakmampuan dalam pengekspresian emosi pada pasien psikosomatik. Kondisi tersebut memiliki karakteristik berupa kesulitan dalam mengidentifikasi masalah dan kesulitan mengungkapkan masalah. Sedangkan pada penderita sindrom Asperger, yang merupakan salah satu gejala autisme, penderitanya sangat rentan terhadap goncangan empatik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith (2009) menunjukkan bahwa penderita sindrom Asperger memiliki tingkat personal distress yang lebih tinggi dibandingkan penderita autisme, karena mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi cemas dan mungkin hal tersebut memberi pengaruh pada kondisi personal distress. Laurent dan Hodges (2008) juga melakukan penelitian mengenai peran gender dalam kaitannya dengan empati. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat empati, termasuk di dalamnya tingkat personal distress perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Jenis kelamin merupakan hal yang dapat dijadikan tolok ukur emosi seseorang. Berbeda dengan laki-laki, mereka yang berjenis kelamin perempuan akan cenderung mampu mengungkapkan emosinya. Sedangkan mereka yang berjenis kelamin laki-laki cenderung untuk menutupi emosinya. Dengan demikian, jenis kelamin bisa dikatakan faktor yang dapat memprediksi terjadinya kondisi personal distress (Cassels dkk, 2010). Keadaan personal distress yang dialami seseorang tentunya dapat dialami oleh individu yang sudah menjalin kedekatan dengan orang lain, terutama pada mahasiswa yang masih berada pada usia remaja. Pada usia remaja, seseorang umumnya semakin mampu mengungkapkan emosinya sendiri, dan juga mampu memahami perasaan orang lain. Pada masa ini, mereka juga sedang dalam proses perkembangan identitas diri. Pembentukan dan perkembangan identitas diri bukanlah suatu proses yang cepat, karena proses tersebut sangatlah kompleks. Proses pembentukan dan perkembangan identitas diri seseorang, tentunya berkembang dari masa kecil hingga dewasa. Marcia (1993) juga mengungkapkan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen. Permasalahan yang menyangkut ada tidaknya eksplorasi dan komitmen yang dihadapi setiap orang tentunya berbeda-beda. Pada mahasiswa baru yang hidup di rumah kost, kemungkinan timbulnya masalah dan krisis akan lebih besar. Banyaknya tuntutan untuk dapat

5 5 hidup mandiri, tentunya akan membuat mereka membutuhkan kemampuan eksplorasi dan komitmen yang juga lebih besar, dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak tinggal di rumah kost. Hal ini terjadi karena banyak hal yang harus dipersiapkan untuk hidup sendiri, jauh dari orang tua maupun keluarga. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah. 1. Untuk mengetahui keadaan personal distress yang dialami mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost. 2. Untuk mengetahui status identitas mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost. 3. Untuk mengetahui status identitas mahasiswa baru ditinjau dari jenis kelamin. 4. Untuk mengetahui perbedaan personal distress mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin. 5. Untuk mengetahui perbedaan personal distress mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost ditinjau status identitas. 6. Untuk mengetahui perbedaan personal distress mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. Feshbach, 1976 dan Iannotti, 1979 (dalam Davis, 1980) mengemukakan bahwa empati menekankan pada beberapa aspek spesifik dari proses empati tersebut, serta mempertimbangkan aspek kognitif dan aspek emosional. Ada 4 kondisi yang dideskripsikan dalam empati yaitu. a. Fantasy yaitu kecenderungan seseorang untuk melibatkan perasaan dan perilakunya kedalam karakter dalam novel, film, permainan, dan karakter fiksi lainnya. b. Perspective-taking yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain dalam melihat sesuatu secara spontan. c. Empathic concern yaitu perasaan simpati, kasihan, dan prihatin terhadap orang lain. d. Personal distress yaitu perasaan seseorang pada kecemasan dan ketidaknyamanan yang berasal dari pengalaman negatif yang dialami oleh orang lain. Dari keempat kelompok tersebut, empati dibagi menjadi 2 aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek emosional. Di mana kondisi fantasy dan perspective-taking termasuk dalam aspek kognitif. Sedangkan kondisi empathic concern dan personal distresstermasuk dalam aspek emosi. Menurut Batson, Krebs, dan Stotland (dalam Batson, Fultz, dan Schoenrade) setiap individu tentunya memiliki perbedaan dalam menanggapi situasi emosional yang ada dalam dirinya. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut.

6 6 a. Perbedaan pengalaman pada situasi yang dihadapi. b. Perbedaan persepsi dalam kaitannya dengan fokus terhadap situasi yang dihadapi. c. Perbedaan hubungan dengan orang yang berkaitan dalam situasi yang dihadapi. d. Perbedaan kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mengalami empati atas permasalahan yang dihadapi orang lain. Personal distress merupakan pengalaman dari emosi negatif sebagai hasil dari kesulitan yang dialami oleh orang lain yang secara spesifik melibatkan fokus mereka (baik secara perhatian maupun emosi), yang kemudian mengalihkan perhatian mereka dari seseorang yang mengalami kesulitan tersebut. Personal distress juga dipandang sebagai bendungan dari emosi orang lain, yang dikonseptualisasikan sebagai konsep diri, dengan reaksi emosional yang seoalah mengalami kondisi yang dialami orang lain, misalnya kecemasan dan ketidaknyamanan dengan motivasi egoistik untuk membuat diri merasa lebih baik (Batson, 1991; Eisenberg, Shea, Carlo, & Knight, 1991). Sedangkan Batson (1991) mendefinisikan personal distress sebagai sebuah respon cerminan diri dari kondisi negatif yang dialami oleh orang lain. Kondisi personal distress umumnya juga disebut sebagai emphatic distress atau psychological distress. Bisa dikatakan bahwa personal distress melibatkan gairah empatik yang terlalu tinggi yang mengakibatkan individu cenderung berfokus pada penderitaan mereka sendiri daripada penderitaan yang dialami oleh orang lain. Perbedaan penting antara empati dan personal distress adalah pada perilaku prososial. Perilaku prososial sering didefinisikan sebagai tindakan sukarela atau perilaku yang menguntungkan untuk membantu yang lain. Menurut Batson (1998), empati dikaitkan dengan motivasi menolong orang lain, sedangkan personal distress dikaitkan dengan motif untuk mengurangi ketidaknyamanan perasaan diri sendiri. Dengan demikian, empati dipandang sebagai emosi yang berorientasi moral yang mendorong altruisme. Sebaliknya, personal distress dipandang menyebabkan perilaku prososial hanya ketika itu adalah cara termudah untuk mengurangi ketidaknyamanan perasaan diri sendiri (misalnya dalam situasi di mana seseorang tidak dapat melarikan diri berhadapan dengan orang yang menyebabkan distress). Dengan demikian, empati dipandang sebagai emosi moral, sedangkan personal distress diyakini menghasilkan perilaku egoistik. Kondisi personal distress yang dialami oleh seseorang juga akan melibatkan reaksi fisiologis dan reaksi negatif dalam menanggapi kondisi tersebut. Reaksi- reaksi tersebut adalah. a. Khawatir, yang terindikasi dari adanya perasaan cemas dan pikiran buruk. b. Marah, yang terindikasi dari adanya tindak agresi fisik dan agresi verbal.

7 7 c. Terganggu, yang terindikasi dari adanya perhatian yang berlebihan dan perasaan sedih. d. Tertekan, yang terindikasi dari adanya kondisi pendiam dan menyendiri. e. Gelisah, yang terindikasi dari adanya perasaan gugup dan tubuh yang terasa tidak nyaman. James Marcia menganalisis teori perkembangan identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa ada 4 status identitas. Di mana pengklasifikasian status identitas tersebut berdasar pada ada tidaknya komitmen dan krisis yang ada pada diri remaja tersebut. Keempat status identitas tersebut adalah sebagai berikut. a. Identity Achievement (Capaian Identitas) Merupakan sebuah istilah yang menggambarkan remaja yang telah mengalami suatu krisis dan sudah membuat suatu komitemen. Ditandai oleh komitmen untuk menjalani berbagai pilihan yang dibuat setelah krisis, periode yang dijalani dengan mengeksplorasi pilihanpilihan. b. Identity Moraturium (Penundaan Identitas) Istilah ini merupakan penggambaran remaja yang sedang berada di tengah-tengah krisis, tetapi komitmen mereka tidak ada, atau hanya didefinisikan secara samar. Saat seseorang mempertimbangkan berbagai alternatif (dalam krisis) dan tampaknya akan menjalankan komitmen. c. Identity Foreclosure (Pencabuatan Identitas) Merupakan sebuah istilah yang menggambarkan remaja yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami krisis. Pada status ini, seorang individu akan menghabiskan waktunya untuk mempertimbangkan berbagai alternatif (yang tidak pernah berada dalam krisis) dan berkomitmen untuk menjalani rencana orang lain untuk hidupnya sendiri. d. Identity Diffusion (Penyebaran Identitas) Merupakan sebuah istilah yang menggambarkan remaja yang belum mengalami krisis, yaitu belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna atau membuat komitmen apapun. Ditandai oleh ketiadaan komitemen dan kurangnya pertimbangan serius terhadap berbagai alternatif. Dalam hal ini, krisis merupakan sebuah istilah yang diungkapkan Marcia untuk pembuatan keputusan secara sadar berkaitan dengan pembentukan identitas. Sedangkan komitmen merupakan istilah untuk keterlibatan pribadi dalam pekerjaan atau sistem keyakinan. Ada tidaknya eksplorasi dan komitmen pada masing-masing status identitas dapat digambarkan melalui tabel berikut.

8 8 Krisis (eksplorasi) Identity Achievement Identity Moratorium Identity Foreclosure Identity Diffusion Ada Ada Tidak ada Tidak ada Komitmen Ada Tidak ada Ada Tidak ada Berdasar teori Marcia (dalam Dariyo, 2004) para peneliti telah menemukan bahwa orang tua dan kepribadian diri remaja akan menentukan pembentukan status identitasnya. Penjelasan tersebut dapat digambarkan pada tabel berikut. Status Identitas Keluarga Kepribadian Orang tua suportif, perhatian, mempercayai anak. Identity Achievement Anak punya kekuatan ego, kemandirian, kontrol diri internal, akrab, percaya diri, inisiatif, kreatif, dan berprestasi. Identity Moratorium Identity Foreclosure Identity Diffusion Orang tua tidak punya aturan jelas. Anak bingung terhadap otoritas orang tua. Orang tua tidak terima sikap atau perasaan anak. Tidak mendengarkan keluhan atau kehendak anak. Orang tua permisif, tidak berwibawa, dan tidak memberi arahan dan bimbingan dengan baik. Anak cemas, takut gagal, egois, kurang percaya diri, harga diri atau konsep diri rendah. Anak tergantung, kontrol diri eksternal, cemas, tidak percaya diri. Perkembangan konsep diri anak lambat, kemampuan kognitif tidak berfungsi baik, ragu-ragu, pasif, tidak inisiatif. Personal distress merupakan sebuah kondisi yang sangat berkaitan dengan masalah emosional. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang menentukan kecenderungan seseorang dalam mengolah emosinya, terutama pada kondisi personal distress. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kenyataannya turut menentukan bagaimana perbedaan kondisi personal distress yang dialami oleh seseorang. Lazimnya, terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengaturan emosi dalam menghadapi masalahmasalah orang lain (Miville dkk, 2006).

9 9 Orang-orang yang berjenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan emosinya. Pada praktiknya, perempuan memiliki empati yang baik terhadap permasalahan yang dialami oleh orang lain. Dapat dikatakan bahwa mereka memiliki kecenderungan personal distress yang tinggi. Sebaliknya, orang-orang yang berjenis kelamin laki-laki justru memiliki kecenderungan untuk menutupi atau menahan emosinya. Hal tersebut akan membuat mereka kesulitan dalam berempati pada permasalahan orang lain, karena mereka tidak akan merefleksikan keadaan emosional orang lain pada diri mereka. Hal inilah yang membuat orang-orang yang berjenis kelamin laki-laki memilki kecenderungan personal distress yang rendah. Dalam kaitan antara personal distress dengan status identitas, status identitas bisa saja menjadi salah satu hal yang memungkinkan seseorang mengalami atau berada dalam kondisi personal distress. Jenis dari identitas diri, yang dibedakan kedalam 4 status identitas, menggambarkan bagaimana seseorang dalam pengelolaan eksplorasi (krisis) dan komitmen. Marcia (dalam Dariyo, 2004) menyatakan bahwa krisis dan komitmen yang akan membentuk status identitas seseorang, tentunya dipengaruhi oleh lingkungan dan kepribadian orang tersebut. Hal ini tentunya juga berpengaruh kepada bagaimana seseorang bisa mengalami personal distress, karena terjadinya personal distress juga dikarenakan akibat seseorang tidak mampu mengelola krisis yang terjadi pada dirinya dengan baik. METODE Partisipan Penelitian ini menggunakan teknik penelitian populasi dengan mengambil seluruh mahasiswa baru Fakultas Pendidikan Psikologi yang bertempat tinggal di rumah kost sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian berjumlah 66 orang yang terdiri dari 12 laki-laki dan 54 perempuan. Dikarenakan jumlah populasi penelitian yang tidak terlalu banyak, maka penelitian ini menggunakan penelitian populasi. Teknik sampling penelitian populasi juga disebut sebagai sampling jenuh. Desain Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dan komparatif. Deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena personal distress dengan apa adanya, tanpa adanya perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian sedangkan komparatif membandingkan dua atau tiga kejadian dengan melihat penyebabpenyebab (Arikunto, 2010), dalam penelitian ini perbedaan personal distress ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel, yaitu variabel

10 10 personal distress (Y), variabel jenis kelamin (X 1 ), dan variabel status identitas (X 2 ). Variabel personal distress akan dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan status identitas. Hubungan antar variabel-variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Personal Distress Status Identitas Disffusion Status Identitas Foreclosure Status Identitas Moraturium Status Identitas Achievement Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Alat Ukur Alat ukur yang digunakan adalah skala personal distress dan skala status identitas. Data yang dikumpulkan dari kedua skala adalah sebagai berikut. 1. Skala personal distress Contoh: No. Pernyataan SS S E TS STS Saya sering menangis jika mengingat teman 10 yang mengalami masalah yang rumit 2. Skala status identitas Contoh: No. Pernyataan SS S E TS STS 9 Saya selalu ragu-ragu dalam berkomitmen dengan orang lain Kedua skala pada penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Skala personal distress dan skala status identitas diuji reliabilitasnya menggunakan pendekatan konsistensi internal. Perhitungan reliabilitas kedua skala ini menggunakan analisis statistik Cronbach Alpha dengan bantuan program SPSS Statistcs Hasil dari perhitungan reliabilitas skala personal distress adalah (α=0,778) dan reliabilitas skala status identitas adalah (α=0,721).

11 11 Prosedur Penelitian Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menyusun skala personal distress dan skala status identitas. 2. Melakukan uji coba instrumen kepada subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. 3. Menghitung validitas dan reliabilitas instrument penelitian. 4. Menyusun kembali instrumen penelitian. 5. Menyebarkan instrumen yang valid kepada subjek penelitian. 6. Menghitung hasil dari pengisian instrumen penelitian oleh subjek penelitian. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis analisis yaitu analisis deskriptif menggunakan penilaian aboslut dan komparatif menggunakan analisis two way anova yang dilakukan menggunakan bantuan SPSS 16 for Windows. Analisis ini dipilih karena dengan analisis ini sebuah fenomena dapat ditinjau dari 2 hal. Hasil dari analisis ini tentunya juga mampu menunjukkan perbedaan tingkat personal distress jika ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. HASIL 1. Keadaan personal distress yang dialami oleh mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost adalah sebagai berikut. a. Subjek yang memiliki tingkat personal distress sangat rendah berjumlah 14 orang. b. Subjek yang memiliki tingkat personal distress rendah berjumlah 52 orang. 2. Status identitas mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost adalah sebagai berikut. a. Subjek yang memiliki identity achievement berjumlah 22 orang b. Subjek yang memiliki identity moratorium berjumlah 5 orang c. Subjek yang memiliki identity foreclosure berjumlah 39 orang 3. Status identitas mahasiswa baru FPPsi yang bertempat tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin adalah sebagai berikut. a. 12 orang subjek yang berjenis kelamin laki-laki terdiri dari 4 orang yang memiliki status identitas achievement, 4 orang yang memiliki status identitas moratorium, dan 4 orang yang memiliki status identitas foreclosure.

12 12 b. 54 orang subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan terdiri dari 18 orang yang memiliki status identitas achievement, 1 orang yang memiliki status identitas moratorium, dan 36 orang yang memiliki status identitas foreclosure. 4. Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,124 (>0,05). 5. Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari status identitas, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,399(>0,05). 6. Tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,075 (>0,05). DISKUSI Uji hipotesis 1 yang telah dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin, ditolak. Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai signifikansi 0,124 (> 0,05). Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat personal distress yang sama dengan orang-orang yang memiliki jenis kelamin perempuan. Hal tersebut membuktikan bahwa personal distress yang dialami seseorang, tidak berpengaruh pada jenis kelamin yang dimilikinya. Uji hipotesis kedua yang bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan personal distress jika ditinjau dari status identitas, ditolak. Korelasi antar variabel yang bernilai 0,399 (> 0,05) menunjukkan tidak adanya perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari status identitas. Uji hipotesis ketiga bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. Analisis yang telah dilakukan membuktikan bahwa tidak ada perbedaan personal distress antara mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang yang tinggal di rumah kost ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas, karena nilai signifikansinya bernilai 0,075 (> 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel bebas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Hasil dari analisis anova menunjukkan bahwa jenis kelamin dan status identitas secara bersamaan juga

13 13 tidak memberikan pengaruh terhadap perbedaan personal distress yang terjadi pada mahasiswa baru FPPsi Universitas Negeri Malang. Analisis yang dilakukan sebelumnya, untuk melihat perbedaan personal distress baik ditinjau dari jenis kelamin, maupun ditinjau dari status identitas telah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan personal distress yang terlihat pada subjek penelitian. Hal tersebut tentunya juga memberi kontribusi yang sangat besar jika perbedaan personal distress ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas secara bersama-sama, karena hasilnya juga menunjukkan tidak adanya perbedaan personal distress ditinjau dari jenis kelamin dan status identitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laurent dan Hodges (2008) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat personal distress yang tinggi daripada laki-laki, ternyata bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2010) yang justru menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat personal distress yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut terjadi karena laki-laki tampak memiliki kejujuran (ketulusan) yang tinggi dibandingkan dengan perempuan dalam hal kecenderungan menolong orang lain. Kejujuran tersebut justru membuat mereka merefleksikan permasalahan yang dialami oleh orang lain kepada diri mereka sendiri. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kondisi personal distress tidak bisa ditentukan dari jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan tingkat personal distress yang sama. Personal distress yang merupakan empati dalam aspek emosional, sehingga faktor emosional merupakan penentu utama. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kapasistas emosional yang sama untuk mengalami keadaan personal distress. Penelitian yang dilakukan oleh Gynberg dkk (2010) mengenai personal distress pada penderita Alexithymia menunjukkan hasil bahwa personal distress merupakan faktor utama timbulnya sindrom Alexithymia dari segi emosionalnya. Alexithymia merupakan gangguan dalam berkomunikasi karena tidak mampu memahami emosi orang lain. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam memahami perasaan orang lain dapat menimbulkan terjadinya kondisi personal distress. Baik ditinjau dari jenis kelamin maupun status identitas, jika seseorang tidak mampu memahami perasaan orang lain, maka orang tersebut tetap memiliki peluang untuk mengalami personal distress. Teori mengenai peran gender juga mampu menjelaskan tidak adanya perbedaan personal distress jika ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti pada tahun 1960-an dan 1970-an, menemukan adanya dukungan teori Erikson mengenai perbedaan-perbedaan identitas gender. LaVoie (dalam Santrock, 1995)

14 14 menyebutkan bahwa pada saat itu, kaum laki-laki lebih terpusat pada pekerjaan, dan kaum perempuan lebih terpusat pada proses afiliasi. Akan tetapi, dewasa terakhir ini perbedaan tersebut berbalik menjadi sebuah persamaan, di mana kaum perempuan juga mengembangkan minat pekerjaan yang lebih kuat. Seperti yang telah dijelaskan, minat kaum perempuan yang tidak lagi terpusat pada afiliasi, hal inilah yang mungkin saja menyebabkan tidak adanya perbedaan personal distress jika ditinjau dari jenis kelamin. Peran gender yang tidak lagi berbeda antara laki-laki dan perempuan, membuat peran gender tersebut seolah samar dan hampir sama saat ini. Perempuan yang memiliki kecenderungan untuk dapat mengungkapkan emosinya, mungkin saja sudah memiliki peran gender yang sama seperti laki-laki. Salah satu faktor penyebab yang mengapa ketiga hipotesis ditolak adalah karena jumlah subjek yang tidak merata. Dilihat dari jumlah subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, sudah terjadi perbedaan yang besar. Di mana jumlah mahasiswa laki-laki hanya 12 orang, sedangkan jumlah mahasiswa perempuan berjumlah 54 orang. Perbedaan yang terlihat ini, bisa saja membuat penelitian ini tidak seimbang dalam hal jumlah subjek penelitiannya. Selain jenis kelamin, jumlah dari subjek penelitian jika dilihat dari identitas diri juga menunjukkan perbedaan yang jelas. Jumlah subjek pada tiap-tiap status identitas yang tidak merata, juga memungkinkan terjadinya ketidakakuratan penelitian. Apalagi dari keempat jenis status identitas, ada 1 status identitas yang tidak memiliki wakil subjek penelitian. Kekosongan data pada status identitas ini, tentunya berpengaruh pada hasil penelitian. Sehingga data yang didapatkan juga bisa dikatakan kurang. Aitem skala status identitas yang tidak seimbang pada salah satu indikator juga turut memberikan kontribusi pada ditolaknya hipotesis penelitian. Skala status identitas yang disusun oleh peneliti merupakan skala yang terdiri dari 4 sub variabel, dimana sub variabel tersebut adalah keempat status identitas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Marcia. Setiap sub variabel diwakili oleh 10 aitem, sehingga jumlah aitemnya adalah 40. Skala ini kemudian diujicobakan kepada subjek diluar subjek penelitian yang sebenarnya. Dari hasil uji coba skala identitas diri yang dilakukan, hasil aitem yang valid tiap-tiap sub variabel tidak merata. Ada yang terwakili oleh 2 aitem, 5 aitem, 6 aitem, dan 7 aitem. Dari hasil tersebut, terlihat adanya perbedaan yang cukup besar, karena ada 1 sub variabel yang hanya terwakili oleh 2 aitem. Perbedaan ini tentunya berpengaruh pada hasil penelitian, sehingga akhirnya peneliti mengambil keputusan untuk memasukkan 3 aitem unfavorable pada sub variabel lain yang bisa memberikan kontribusi dalam penilaiannya. Sistem penilaian yang disusun oleh peneliti membuat sub variabel terwakili oleh 5 aitem.

15 15 Keputusan yang diambil peneliti dalam melakukan sistem penilaian yang baru, mungkin saja juga memberikan pengaruh pada penelitian ini, terutama sebagai alasan ditolaknya hipotesis 2 dan 3, mengingat dalam kedua hipotesis tersebut menyangkut juga variabel identitas diri yang diukur menggunakan skala identitas diri yang disusun oleh peneliti.

16 16 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Batson, Daniel, dkk. Tanpa tahun.distress and Empathy: Two Qualitatively Distinct Vicarious Emotions with Different Motivational Consequences. Kansas. Tidak diterbitkan. Cassels, Tracy, dkk The Role of Culture in Affective Empathy: Cultural and Bicultural Differences. Vancouver: Journal of Cognition and Culture 10 (2010) Dariyo, Agoes Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Davis, Mark A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy. Texas: JSAS Catalog of Selected Documents in Psychology, 1980, 10, p. 85. Eisenberg, Nancy Emotion, Regulation, and Moral Development. Arizona: annu. Rev. Psychol : Grynberg, Delphine dkk Alexithymia in the interpersonal domain: A general deficit of empathy?: Personality and Individual Differences 49 (2010) Laurent, Sean dan Hodges, Sara Gender Roles and Empathic Accuracy: The Role of Communion in Reading Minds. Oregon: Tidak diterbitkan. Marcia, J. E et al Ego Identity: A Handbook For Psychology Research. New York: Springer Verlag. Miville, M. L., Carlozzi, A. F., Gushue, G. V., Schara, S. L. & Ueda, M Mental Health Counselor Qualities for a Diverse Clientele: Linking Empathy, Universal-Diverse Orientation, and Emotional Intelligence.Journal of Mental Health Counseling, April 2006, 28(2), p Rahman, Fathur Kualitas Empati dan Intensi Prososial sebagai Dasar Kepribadian Konselor. Yogyakarta: Tidak diterbitkan. Santrock, John Life-Span Development Jilid 2: Jakarta: Erlangga.

BAB III METODE PENELITIAN. objek lainnya (Hatch dalam Sugiono, 2006). Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. objek lainnya (Hatch dalam Sugiono, 2006). Penelitian ini menggunakan 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel adalah atribut seseorang atau obyek yang mempuanyai variasi antara orang yang satu dengan lainnya maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian korelasional yang menghubungkan antara penggunaan situs jejaring sosial (X) dengan empati (Y). Penelitian

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 Roy Silitonga, Sri Hartati *) Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Variabel tergantung Variabel bebas : Empati : Bermain peran (roleplay) B. Definisi Operasional 1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di lingkungan Kampus Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana ciri- ciri penelitian ini adalah menggunakan perhitungan statistik, memiliki subjek yang banyak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh setiap individu dan sesuatu yang bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN Dahlia Novarianing Asri* Tyas Martika Anggriana* Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN Perbedaan Keterampilan Sosial (Afrian Budiarto) 512 PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN DIFFERENCE SOCIAL SKILLS STUDENTS ACTIVE AND PASSSIVE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain komparasional menurut Arikunto (2010:310) menyebutkan bahwa penelitian membandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

PROFIL MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK STKIP CITRA BAKTI PERIODE 2016/2017

PROFIL MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK STKIP CITRA BAKTI PERIODE 2016/2017 PROFIL MOTIVASI BERPRESTASI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MUSIK STKIP CITRA BAKTI PERIODE 2016/2017 Ferdinandus Bate Dopo 1 1 Pendidikan Musik, STKIP Citra Bakti ferdinbate@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7).

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7). 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi komparasi atau perbandingan yang bermaksud untuk mengadakan perbandingan kondisi yang ada di dua tempat, apakah

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Empati didefinisikan sebagai reaksi-reaksi individu terhadap situasi yang terlihat pada orang lain. Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran derajat empati mahasiswa perokok Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 58 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif. Menurut Babby (1995), yang dimaksud rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2013). Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan dua variabel dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2013). Oleh karena itu, peneliti telah menetapkan dua variabel dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut (Machfoedz, 010). Variabel disebut juga sebagai objek penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK Makalah Disusun Dalam Acara Seminar Nasional Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY Pada hari Sabtu Tanggal 03 Maret 2007 di Aula Registrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran angka tersebut, serta penampilan

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran angka tersebut, serta penampilan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam usaha menguji hipotesis yang telah disusun. Penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti akan mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap pembentukan identitas diri remaja, sehingga pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakanpenelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik

BAB III METODE PENELITIAN. merupakanpenelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakanpenelitian yang menekankan analisisnya pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab tiga menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri atas pendekatan penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SMK BATIK SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SMK BATIK SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA SMK BATIK SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata (S1) pada Jurusan Psikologi Fakultas

Lebih terperinci

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Abstract This study aims to determine whether there is a relationship between the density (density) in a boarding house with student learning

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menguraikan tentang variabel penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin. Kemudian menjelaskan secara deskriptif dengan di sertai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah MAN 1 Yogyakarta berusaha menyelenggarakan sistem pendidikan yang menunjang kegiatan belajar mengajar, mendukung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya.

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Kerlinger (2000:483) rancangan penelitian merupakan rencana dan stuktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti memperoleh

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN REGULASI EMOSI PADA MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN Alvindi Ayu Agasni 1, Endang Sri Indrawati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN MENJELASKAN DAN BERTANYA GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA JURNAL. Oleh

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN MENJELASKAN DAN BERTANYA GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA JURNAL. Oleh HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN MENJELASKAN DAN BERTANYA GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA JURNAL Oleh RENANTI WIDYA DARA NAZARUDDIN WAHAB ERNI MUSTAKIM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si Fak Psikologi UMBY DIRI Pemahaman Diri Pemahaman

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII 1 HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII Ari Widayat (ariwidayat.716@gmail.com) 1 Giyono 2 Rani Rahmayanthi 3 ABSTRACT The purpose of this study was to

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

Wangan Indriyani Hendyat Soetopo Desi Eri Kusumaningrum. Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Wangan Indriyani Hendyat Soetopo Desi Eri Kusumaningrum.   Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145 PERBEDAAN KOMPETENSI GURU YANG SUDAH SERTIFIKASI DAN YANG BELUM SERTIFIKASI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SWASTA SE-KABUPATEN SIDOARJO THE DIFFERENCE OF CERTIFIED AND NOT CERTIFIED TEACHER COMPETENCIES

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap Negatif Terhadap Korban Pemerkosaan 2.1.1. Definisi sikap negatif terhadap korban pemerkosaan Sikap negatif terhadap korban pemerkosaan adalah penilaian individu mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. variabel keaktifan bertanya dengan berpikir kreatif siswa. dan berpikir kreatif sebagai variabel dependen (terikat).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. variabel keaktifan bertanya dengan berpikir kreatif siswa. dan berpikir kreatif sebagai variabel dependen (terikat). 62 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif korelasional dimana penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan satu bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik korelasi. Penelitian dengan teknik korelasi merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identitas bidang pendidikan pada siswa kelas XI di SMA A Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Religious Identity Status pada Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Islam Bandung Descriptive Study about Religious Identity Status of Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. mengetahui ada tidaknya hubungan sikap warga terhadap peran polisi dengan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. mengetahui ada tidaknya hubungan sikap warga terhadap peran polisi dengan 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan sikap warga terhadap peran polisi dengan partisipasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antar variable yang digunakan dalam penelitian ini. Variable-variable 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, korelasi (hubungan) digunakan untuk melihat hubungan antar variable yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya tingkat perbedaan.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ida Nur Kristianti Kata Kunci : Empati, Layanan Bimbingan

Lebih terperinci

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta DIRI Pemahaman Diri Pemahaman diri remaja merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Babbie (Prasetyo, 2005) rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan dari cara berfikir dan merancang suatu strategi untuk menemukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 1996). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 1996). Dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Syarat utama sebelum melakukan sebuah penelitian adalah menentukan variabel-variabel penelitian agar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan dianalisis menggunakan statistik. Sugiyono (2015) mengatakan bahwa metode penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Culture Shock terhadap kemampuan adaptasi mahasantri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Devinisi Operasional Penelitian, (C) Subjek Penelitian, Populasi dan Sampel (D)

BAB III METODE PENELITIAN. Devinisi Operasional Penelitian, (C) Subjek Penelitian, Populasi dan Sampel (D) 87 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: (A) Identifikasi Variabel Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. B. Variabel Penelitian. keluarga tidak lengkap, dan variabel (Y) identitas vokasional.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. B. Variabel Penelitian. keluarga tidak lengkap, dan variabel (Y) identitas vokasional. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian komparasi yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan identitas vokasional remaja antara remaja yang memiliki keluarga lengkap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

BAB III METODE PENELITIAN. sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Korelasional. Menurut Azwar (2012) Penelitian Korelasional merupakan penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah ertentu dengan maksud

BAB III METODE PENELITIAN. terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah ertentu dengan maksud BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang di gunakan Metode peneletian adalah cara dan prosedur yang sitematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah ertentu dengan maksud mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1) Variabel Widoyoko (2014) Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel bebas (Independent

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diterapkan oleh orang tua subjek, dan tingkat sbling rivalry subjek. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Dari jumlah 76 sampel yang layak di analisis dari nilai beda minimal 3 pada tiap pola asuh berjumlah 62. Berikut ini akan diuraikan gambaran subjek

Lebih terperinci

GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA. Abstrak.

GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA.   Abstrak. GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA Rachel Satyawati Yusuf 1, Novy Helena Catharina Daulima 2 1. Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. satu dari beberapa alternatif keputusan atau tindakan dimana tidak semua

BAB III METODOLOGI. satu dari beberapa alternatif keputusan atau tindakan dimana tidak semua BAB III METODOLOGI A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan penekanan analisisnya menggunakan metode statistika dimana menurut Broot dan Cox (dalam Muhid,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (2002) penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A 1 HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A Rohmatul Ummah, Anita Listiara* Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH FRIENDLY SMART MONOPOLY TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR

PENGARUH FRIENDLY SMART MONOPOLY TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR PENGARUH FRIENDLY SMART MONOPOLY TERHADAP KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR Nurul Huda, Jati Ariati Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY 1 RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY Brian Shendy Haryanto, Sri Hartati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro brianlagiapa@gmail.com

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM SOLVING MEMPERHATIKAN EQ

EFEKTIVITAS KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM SOLVING MEMPERHATIKAN EQ EFEKTIVITAS KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM SOLVING MEMPERHATIKAN EQ Defryana Eka Susanti, Eddy Purnomo, Nurdin Pendidikan Ekonomi P. IPS FKIP Unila Jalan Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2. Perilaku prososial. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2. Perilaku prososial. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang terdiri dari dua variabel penelitian yaitu variabel prediktor dan variabel kriterium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying

BAB III METODE PENELITIAN. sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying 88 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini berorientasi pada penelitian kuantitatif, yakni ingin melihat sejauhmana perbedaan harga diri dan perilaku asertif siswa korban bullying

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hadi (2004), bahwa untuk. A. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hadi (2004), bahwa untuk. A. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian harus menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini sangat penting agar dapat mencapai tujuan penelitian yang diharapkan. Seperti yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci